You are on page 1of 18

PENELITIAN ETNOGRAFI

(Parlindungan Pardede)

Universitas Kristen Indonesia

Pendahluan
Ketika membimbing mahasiswa di kelas metodologi penelitian dan kelas penelitian
bahasa/penelitian pengajaran bahasa di Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP-
UKI, dalam diri banyak mahasiswa terlihat animo yang sangat besar untuk melaksanakan
penelitian etnografi dalam rangka menyelesaikan skripsi mereka. Akan tetapi, karena
penggunaan etnografi dalam penelitian pendidikan bahasa masih tergolong baru,
referensi yang tersedia masih sangat terbatas. Makalah ini ditulis sebagai sumbangan
kecil dalam rangka menambah referensi tersebut. Diharapkan makalah yang didominasi
oleh karya Creswell (2008) ini dapat memperluas wawasan pembaca tentang etnografi.
Etnografi pada awalnya merupakan cabang antropologi yang digunakan untuk
menggambarkan, menjelaskan dan mengnalisis unsur kebudayaan suatu masyarakat atau
suku bangsa. Etnografi biasanya terdiri atas uraian terperinci mengenai aspek cara
berperilaku dan cara berpikir yang sudah membaku pada orang yang dipelajari, yang
dituangkan dalam bentuk tulisan, foto, gambar atau film. Karena kebudayaan meliputi
segala sesuatu yang berhubungan dengan perilaku dan pemikiran, dan keyakinan suatu
masyarakat, yang dipelajari oleh ahli etnografi bisa berbentuk bahasa, mata pencaharian,
sistem teknologi, organisasi sosial, kesenian, sistem pengetahuan, bahasa dan religi.
Untuk memahami unsur-unsur kebudayaan tersebut, peneliti biasanya tinggal bersama
masyarakat yang diteliti dalam waktu yang cukup lama untuk mewawancarai, mengamati,
dan mengumpulkan dokmen-dokumen tentang obyek yang diteliti. Bila penulisan yang
dilakukan menggambarkan perbandingan antara dua atau lebih kelompok masyarakat,
studi perbandingan tersebut disebut etnologi.
Makalah ini membahas konsep-konsep pokok tentang penelitian etnografi, yang
diawali dengan pemaparan pengertian etnografi sebagai pengantar. Setelah itu,

1
pembahasan dilanjutkan dengan pemaparan tentang perkembangan, jenis-jenis, ciri-ciri
pokok, dan prosedur pelaksanaan penelitian etnografi. Pembahasan ditutup dengan
menarik beberapa kesimpulan yang didasarkan pada pemaparan pada bagian-bagian
sebelumnya.

Pengertian Etnografi
Istilah etnografi berasal dari kata Yunani ethnos yang berarti „orang‟ dan graphein
yang berarti „tulisan‟. Istilah itu kemudian diartikan sebagai sejenis tulisan yang
menggunakan bahan-bahan dari penelitian lapangan untuk menggambarkan kebudayaan
manusia. Menurut Spradley (1980: 6-8) kebudayaan merupakan seluruh pengetahuan
yang dipelajari manusia dan digunakan untuk menginterpretasi pengalaman dan
membentuk tingkah laku, dan etnografi merupakan penelitian yang membahas
kebudayaan, baik yang eksplisit maupun implisit. Sedangkan Fetterman (dalam Genzuk,
2003) mendefinisikan etnografi sebagai “…the art and science of describing a group or
culture. The description may be of a small tribal group in an exotic land or a classroom in
middle-class suburbia." Secara lebih terperinci, American Anthropological Association
(2002) mendefinisikan etnografi sebagai: “… the description of cultural systems or an
aspect of culture based on fieldwork in which the investigator is immersed in the ongoing
everyday activities of the designated community for the purpose of describing the social
context, relationships and processes relevant to the topic under consideration.” Hal ini
didukung oleh Hoey (n.a.) menyatakan etnographi merujuk pada setiap proyek penelitian
kualitatif yang ditujukan untuk menyajikan gambaran kehidupan sehari-hari secara
terperinci dan mendalam. Penelitian etnografi memusatkan perhatian pada keyakinan,
bahasa, nilai-nilai, ritual, adat-istiadat dan tingkah laku sekelompok orang yang
berinteraksi dalam suatu lingkungan sosial-ekonomi, religi, politik, dan geografis. Analisis
etnografi bersifat induktif dan dibangun berdasarkan perspektif orang-orang yang menjadi
partisipan penelitian.
Karena obyek etnografi adalah kebudayaan yang memiliki unsur ekplisit dan
implisit, proses pelaksanaannya menjadi unik dibandingkan dengan penelitian lain.
Penelitian tentang unsur-unsur kebudayaan yang eksplisit dapat dilakukan dengan cukup
mudah karena unsur-unsur kebudayaan seperti itu relatif dapat diungkapkan partisipan
2
secara sadar. Namun bila penelitian berhubungan dengan unsur-unsur kebudayaan yang
implisit, yang dipahami secara tidak sadar oleh pemiliknya, data dan makna harus
disimpulkan secara hati-hati berdasarkan penuturan dan tingkah laku para patisipan. Hal
inilah yang membuat seorang etnografer perlu terlibat dalam kehidupan masyarakat yang
diteliti dengan berperan sebagai pengamat berpartisipasi (participant-observer). Spradley
(1980: 51) menekankan: "participation allows you to experience activities directly, to get
the feel of what events are like, and to record your own perceptions."
Meskipun etnografi pada awalnya digunakan dalam antropologi, metode ini
kemudian diadopsi dipergunakan secara meluas di hampir semua bentuk organisasi,
komunitas, dan disiplin ilmu. Etnografer kontemporer meneliti dunia pendidikan,
kesehatan masyarakat, pembangunan pedesaan dan perkotaan, dunia penerjemahan dan
bidang lain dalam kehidupan manusia. Menurut Creswell (2008: 473), peneltian etnografi
dapat dilakukan untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang atau pola
„kaidah-kaidah‟ (rules) yang mendasari sesuatu yang „dialami‟ atau „dimiliki‟ (shared) oleh
sekelompok orang secara bersama, seperti tingkah laku, bahasa, nilai-nilai, adat-istiadat
dan keyakinan. Dalam konteks pendidikan, peneltian etnografi dapat dilakukan untuk
memahami pola hubungan antar guru di sebuah sekolah, proses pengajaran dengan
menggunakan metode atau media tertentu (seperti pengajaran kosa-kata dengan metode
Total Physical Response), atau prosedur pelaksanaan kegiatan tertentu, seperti program
English Speaking Days di suatu sekolah dan pembelajaran mengarang melalui internet di
sebuah kelas. Cakupan kelompok (masyarakat) yang diteliti bisa luas (sebuah
universitas), sedang (sebuah fakultas) atau kecil (sebuah kelas atau keluarga).

Jenis-Jenis Etnografi
Menurut Creswell (2008: 475) penelitian etnografi memiliki beragam bentuk. Akan
tetapi, jenis utama yang sering muncul dalam laporan-laporan penelitian pendidikan
adalah etnografi realis, studi kasus, dan etnografi kritis.

1. Etnografi Realis
Etnografi realis merupakan pendekatan yang populer di kalangan antropolog.
Pendekatan ini berupaya menggambarkan situasi budaya para partisipan secara
3
obyektif berdasarkan informasi yang diperoleh langsung dari para partisipan di
lapangan penelitian dan dipaparkan dengan menggunakan sudut pandang orang ketiga
(third person point of view).
Creswell (2008: 475) menguraikan tiga ciri khas etnografi realis. Pertama, peneliti
mengungkapkan laporan penelitiannya melalui pandang orang ketiga berdasarkan data
yang diperoleh melalui pengamatan atas partisipan dan pandangan-pandangan
mereka. Peneliti tidak melibatkan refleksi peribadinya dan berupaya bertindak hanya
sebagai peliput fakta-fakta. Kedua, peneliti memaparkan data-data obyektif dalam
bentuk informasi yang terukur dan bebas dari bias, afiliasi politik, dan penilaian
personal. Peneliti boleh mengikutsertakan data-data tentang kehidupan sehari-hari
para partisipan yang disusun dalam kategori-kategori standar penggambaran kultural,
seperti keluarga, sistem status, jaringan-jaringan sosial, dan lain-lain. Ketiga, peneliti
mengungkapkan pandangan para partisipan melalui kutipan-kutipan penuturan mereka
yang diedit tanpa merubah makna. Peneliti menyatakan interpretasinya tentang
gambaran budaya yang diteliti pada bagian akhir laporan.

2. Studi Kasus
Sebagai sebuah bentuk etnografi, studi kasus didefinisikan sebagai “an in-depth
exploration of a bounded system (e.g. an activity, event, process, or individuals) based
on extensive collection” (Creswell, 2008: 476). Istilah “bounded” atau “terbatas” dalam
definisi ini berarti bahwa „kasus‟ yang diteliti terpisah dari hal-hal lain dalam dimensi
waktu, tempat, dan batas-batas fisik tertentu. Dengan demikian, hasil penelitian yang
diperoleh hanya berlaku bagi objek yang diteliti dan tidak dapat digeneralisasi pada
objek lain meskipun masih sejenis. Dalam ilmu psikologi, studi kasus didefinisikan
sebagai “an in-depth study of one person.” (Wagner, 2009). Kebanyakan karya dan
teori Freud dikembangkan berdasarkan berbagai studi kasus terhadap individu yang
dilakukan dengan menganalisis setiap aspek dan pengalaman hidup seseorang untuk
menemukan pola-pola dan penyebab tingkah laku orang tersebut.
Obyek yang biasanya diteliti dengan prosedur ini memiliki karakteristik berikut.
Pertama, kasus bisa berbentuk individu tunggal, beberapa individu yang terpisah dalam
sebuah kelompok khusus, sebuah program, peristiwa-peristiwa yang berhubungan
4
erat, atau aktivitas-aktivitas. Jadi, dalam konteks pendidikan kasus yang diteliti bisa
berbentuk “Kehidupan Seorang Guru Teladan Nasional Sebagai Pendidik”, “Intervensi
Bahasa Ibu dalam Pelafalan Bahasa Inggris oleh Siswa-Siswa Berkebangsaan Jepang di
Sekolah Internasional Global Jakarta”, “Upaya-Upaya Kelompok Dosen Bahasa Inggris
di Universitas X Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Bahasa Inggris Mahasiswa”,
“Proses Pembelajaran Menulis Surat Niaga di SMK X”, “Proses Penulisan Buku Ajar
Reading Comprehension di Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas X”,
dan lain-lain.

3. Etnografi Kritis
Etnografi kritis merupakan pendekatan penelitian yang digunakan untuk
membantu dan memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat yang termarjinalisasi.
Etnografer kritis biasanya merupakan individu berpikiran politis yang, melalui
penelitiannya, ingin memberikan bantuan melawan ketidakadilan dan penindasan.
Etnografer kritis, misalnya, bisa meneliti sebuah sekolah yang memberi perlakuan
istimewa terhadap siswa dari golongan tertentu, menciptakan situasi yang tidak
mendukung bagi siswa dari kelompok tertentu, atau cenderung menganggap siswa
laki-laki berpikiran lebih logis daripada siswa perempuan, dan sebagainya.
Kekhususan etnografi kritis membuat prosedurnya memiliki berbagai ciri khas.
Menurut Creswell (2008: 478) ciri khas etnografi kritis adalah sebagai berikut. Pertama,
etnografer kritis mempelajari isu-isu sosial tentang kekuasaan, pemberdayaan,
ketidakadilan, dominasi, represi, hegemony, dan penindasan. Kedua, penelitian
diarahkan untuk menghentikan marginalisasi terhadap individu-individu yang diteliti
dengan cara bekerjasama, berpartisipasi aktif, menegosiasikan laporan akhir dengan
para partisipan, dan memberikan bantuan atau perhatian ketika memasuki dan
meninggalkan lapangan penelitian. Ketiga, etnografer kritis menyadari bahwa
interpretasinya dipengaruhi oleh kebudayaannya sendiri. Oleh karena itu, interpretasi
tersebut bersifat tentatif, selalu dapat dipertanyakan, dan didasarkan pada pandangan
para partisipan dan pembaca. Keempat, etnografer kritis menempatkan dirinya sebagai
pemberdaya para partisipan sehingga laporan penelitiannya memuat orientasi pada
nilai-nilai, pemberdayaan partisipan melalui peningkatan otoritas, dan tantangan
5
kepada status-quo. Akibatnya, etnografer kritis tidak lagi bertindak sebagai pengamat
objektif—seperti yang dilakukan etnografer realis. Kelima, posisi etnografer kritis yang
tidak netral memungkinkan baginya untuk menyarankan perubahan dalam masyarakat
agar kelompok-kelompok yang selama ini terpinggirkan tidak lagi dimarginalkan.
Keenam, laporan penelitian memuat data yang variatif, berjenjang, dan kontradiktif
yang diperoleh dengan beragam metode.

Karakteristik Pokok Etnografi


Mengingat begitu beragamnya ciri-ciri khas yang dimiliki masing-masing jenis
etnografi seperti terlihat pada etnografi realis, studi kasus, dan etnografi kritis, sulit
menentukan karakteristik umum yang terdapat dalam semua jenis itu. Akan tetapi, untuk
tujuan mengenal penelitian etnografi sehingga penelitian ini dapat dibedakan dari
penelitian kualitatif lainnya, pemahaman terhadap ketujuh karakteristik berikut sudah
sangat memadai.

1. Tema-Tema Kultural
Etnografer pada umumnya meneliti tema-tema budaya yang diadopsi dari bidang
antropologi kultural. Dalam etnografi tema kultural didefinisikan sebagai sebuah
pandangan umum yang didukung oleh sebuah masyarakat, baik secara langsung atau
tersirat (Creswell, 2008: 480). Tujuan etnografer bukanlah mencari pola-pola tingkah
laku, keyakinan yang mungkin sudah terlihat tetapi menambah pengetahuan tentang
bagian-bagian dari kebudayaan dan meneliti tema-tema kebudayaan yang spesifik.

2. Sebuah Kelompok Kultural


Etnografers pada umumnya meneliti suatu unsur budaya yang secara bersama-
sama dimiliki sekelompok individu pada sebuah lapangan penelitian (seperti guru-guru
bahasa Inggris SD di sebuah kecamatan, siswa sebuah kelas, sekelompok mahasiswa
yang sedang melaksanakan PPL). Dengan demikian, partisipan yang diteliti biasanya
terdiri dari beberapa individu yang terikat oleh satu atau lebih unsur kebudayaan.
Meskipun demikian, etnografi—khususnya studi kasus—bisa juga diterapkan kepada

6
seorang individu (seperti seorang kepala sekolah, seorang penterjemah profesional,
dan lain-lain).

3. Kepemilikan Bersama atas Pola-Pola Tingkah laku, Keyakinan, dan Bahasa


Etnografer bertujuan menemukan pola-pola tingkah laku, keyakinan, dan bahasa
yang dimiliki/diadopsi secara bersama-sama oleh sekelompok individu dalam kurun
waktu tertentu. Yang dimaksud dengan tingkah laku dalam etnografi adalah tindakan
yang dilakukan oleh individu dalam sebuah latar kultural. Sedangkan keyakinan
berhubungan dengan bagaimana individu berpikir ataumemahami sesuatu dalam
sebuah latar kultural. Bahasa dalam etnogafi merujuk pada bagaimana individu
berbicara dengan orang lain dalam sebuah latar kultural. Tujuan untuk menemukan
pola-pola tingkah laku, keyakinan, dan bahasa yang dimiliki bersama ini
mengimplikasikan dua poin penting. Pertama, kelompok yang diteliti harus
memiliki/menganut pola-pola bersama yang dapat dideteksi oleh peneliti. Kedua, setiap
anggota kelompok yang diteliti sama-sama mengadopsi setiap tingkah laku, keyakinan,
dan bahasa maupun kombinasi ketiga unsur itu.

4. Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan dalam konteks etnografi berarti peneliti menjaring data di
lokasi tempat partisipan dan pola-pola kultural yang diteliti berada. Etnografer
menjaring data dengan cara tinggal bersama dengan para partisipan untuk mengamati
bagaimana mereka pola-pola yang mereka gunakan ketika bekerja, bersantai,
beribadah, dan lain-lain. Untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam,
peneliti bisa turut serta bekerja, bermain, atau beribadah dengan para partisipan.
Bukan tidak mungkin seorang etnografer yang sedang meneliti sistem pernikahan di
sebuah komunitas juga menikahi salah seorang partisipan untuk memperoleh
pemahaman yang mendalam.
Data-data yang dijaring etnografer dibedakan ke dalam tiga jenis: data emik, data
etik, dan data negosiasi. Data emik merupakan informasi yang diberikan langsung oleh
para partisipan. Data ini sering disebut sebagai konsep-konsep tingkat pertama, yang
berbentuk bahasa lokal, pemikiran-pemikiran, cara-cara berekspresi yang
7
dimiliki/digunakan secara bersama-sama oleh para partisipan. Data etik merupakan
informasi berbentuk interpretasi peneliti yang dibuat sesuai dengan perspektif para
partisipan. Data ini sering disebut sebagai konsep-konsep tingkat kedua, yaitu
ungkapan-ungkapan atau terminologi yang dibuat peneliti untuk menyatakan
fenomena yang sama dengan yang diungkapkan para partisipan. Data negoisasi
merupakan informasi yang disetujui bersama oleh para partisipan dan peneliti untuk
digunakan dalam penelitian. Negoisasi dapat terjadi dalam tahapan yang berbeda-beda
selama pelaksanaan penelitian. Di awal penelitian, misalnya, para partisipan dan
peneliti meyepakati bidang-bidang apa saja yang akan digali oleh peneliti, bagaimana
memperlakukan setiap individu di lapangan penelitian, dan lain sebagainya, dan
sebagainya. Pada saat penelitian berlangsung, peneliti dapat mengklaifikasi makna,
penggunaan,dan ruang lingkup sebuah ungkapan.

5. Deskripsi, Tema-Tema, dan Interpretasi


Tujuan penelitian etnografi adalah menggambarkan dan menganalisis budaya
yang dimiliki bersama oleh sekelompok individu serta membuat interpretasi tentang
pola-pola yang terlihat maupun didengar. Sewaktu mengumpulkan data, etnografer
pada hakikatnya sudah mulai mengerjakan penelitiannya karena pada saat itu dia telah
melakukan analisis data untuk mendeskripsikan para partisipan dan lapangan tempat
budaya yang dimiliki bersama itu berada. Pada saat yang sama peneliti juga secara
simultan menganalisis pola-pola tingkah laku, keyakinan, dan bahasa serta menarik
kesimpulan tentang makna yang diperoleh dari pengamatan terhadap partisipan dan
lapangan penelitia.
Dalam etnografi deskripsi diartikan sebagai uraian terperinci tentang individu-
individu atau lapangan penelitian yang digunakan untuk menggambarkan fenomena
yang terjadi pada kelompok yang diteliti. Deskripsi tersebut harus terperinci dan
menyeluruh. Deskripsi harus mampu menggugah seluruh indera pembaca sehingga
mereka merasa seolah-olah hadir di lapangan penelitian dan berinteraksi dengan para
partisipan.
Perbedaan antara deskripsi dan tema kadang kadang sulit dibuat. Yang dapat
dijadikan untuk menentukan tema adalah bahwa tema dihasilkan dari interpretasi atas
8
fakta-fakta tentang orang dan aktivitas. Fungsi tema adalah untuk membuat informasi
atau fakta bermakna. Dalam etnografi, tema-tema yang dihasilkan selalu
mengungkapkan pola-pola tingkah laku, pikiran, atau bahasa yang dimiliki secara
bersama-sama oleh para partisipan.

6. Konteks atau Latar


Dalam etnografi, konteks berarti latar, situasi, atau lingkungan yang menaungi
kelompok individu yang diteliti. Konteks ini dibentuk oleh berbagai unsur yang saling
berhubungan, seperti sejarah, agama, politik, ekonomi, dan lingkungan sekitar.
Konteks bisa berbentuk sebuah lokasi fisik (seperti wilayah sebuah desa, gedung-
gedung sebuah sekolah, warna tembok sebuah ruangan kelas, dan sebagainya),
konteks historis para individu dalam kelompok dimaksud (seperti pengalaman
sekelompok prajurit selama menjalani latihan perang di sebuah hutan), kondisi sosial
(seperti mobilitas perpindahan antar provinsi, status profesionalisme, dan lain
sebagaimya, atau kondisi ekonomi (seperti tingkatan penghasilan atau sistem distribusi
penghasilan yang tidak dapat merubah nasib kaum miskin.

7. Refleksivitas Peneliti
Dalam etnografi, refleksivitas merujuk pada kesadaran dan keterbukaan peneliti
utuk membahas bagaimana dia dapat menjalankan perannya sambil tetap menghargai
dan menghormati lapangan dan para partisipan. Karena penelitian etnografi menuntut
peneliti tinggal dalam jangka waktu yang relatif lama di lapangan, peneliti harus
memikirkan dampaknya terhadap lapangan dan para partisipan. Itulah sebabnya
mengapa peneliti harus bernegoisasi dengan orang-orang penting di lapangan ketika
akan memasuki lapangan itu. Dalam penulisan laporan, peneliti juga menyadari bahwa
interpretasi yang dibuatnya dipengaruhi oleh latar belakang budayanya sendiri
sehingga interpretasi dan kesimpulannya bersifat tentatif sehingga tetap terbuka untuk
didiskusikan kembali. Oleh karena itu, dalam laporan itu peneliti perlu menunjukkan
posisi dan sudut pandang yang digunakannya dalam menginterpretasi. Sebagai contoh,
seorang etnografer yang meneliti majalah-majalah remaja untuk mempelajari
9
perkembagan identitas remaja-remaja wanita menyatakan posisinya sebagai berikut:
“Saya tidak mau dipandang sebagai guru atau orang yang memiliki otoritas, … Mereka
mempercayai saya dan kami menegoisasikan sejenis hubungan yang menunjukkan
kesenjangan antara pola identitas mereka dengan wanita dewasa (Creswell, 2008:
480).

Prosedur Penelitian Etnografi


Menurut Emzir (2008: 153-154), peneliti etnografer dapat dianalogikan dengan
seorang penjelajah hutan. Tujuan utama si penjelajah bukanlah untuk menemukan
sesuatu di dalam hutan tetapi membuat deskripsi suatu wilayah hutan tersebut (analog
dengan tujuan etnografer—meneskripsikan sebuah wilayah kultural). Untuk mencapai
tujuan itu, si penjelajahan diawali dengan pertanyaan umum: Apakah ciri-ciri utama
wilayah tersebut? Untuk memperoleh jawaban terhadap pertanyaan ini si penjelajah
berjalan ke satu arah dan mengumpulkan informasi tentang pepohonan, jenis tanah, atau
hewan-hewan yang ditemuinya di sekitar rute tersebut. Kemudian dia bisa menapaki
sebuah rute baru, dan ketika menemukan sebuah danau dia mengelilinginya untuk
mengumpulkan informasi dan berupaya menggunakan rute yang sudah dikenalnya untuk
mengukur jarak danau dari tepi hutan. Selama menjelajah, dia akan sering membaca
kompas, membuat catatan tentang
tanda-tanda yang menonjol, dan
membuat umpan balik dengan cara
menghubung-hubungkan informasi
tertentu dengan informasi lain serta
memodifikasi informasi awal sesuai
dengan perkembangan informasi
yang diperoleh. Setelah beberapa
minggu, penjelajah mungkin
mengalami kesulitan untuk menjawab
pertanyaan: ”Apa yang Anda
temukan?”. namun ketika ditanya

10
tentang gambaran wilayah hutan tersebut, dia akan mampu menjelaskan secara panjang
lebar.
Seperti penjelajahan hutan di atas, penelitian etnografer berlangsung tidak secara
linear, melainkan dalam bentuk siklus. Berbagai tahapan, seperti pengumpulan data,
analisis data, dan interpretasi, dilakukan secara simultan dan bisa diulang-ulang. Menurut
Spradley (1980: 22-35) siklus penelitian etnografi mencakup enam langkah: (1) pemilihan
proyek etnografi, (2) pengajuan pertanyaan, (3) pengumpulan data, (4) perekaman data,
(5) analisis data, dan (6) penulisan laporan.

1. Pemilihan Proyek Etnografi


Menurut Creswell (2008: 486), langkah-langkah utama pelaksanaan penelitian
adalah mengidenfikasi tujuan penelitian, desain apa yang akan digunakan, dan
bagaimana tujuan itu dihubungkan dengan masalah penelitian. Ketiga hal ini akan
menentukan apakah proyek penelitian yang akan dilaksanakan merupakan desain
etnografi realis, studi kasus, atau etnografi kritis. Setelah itu, apapun desain yang
dipilih, peneliti perlu meminta izin dari otoritas lembaga atau kelompok yang akan
diteliti.

2. Pengajuan Pertanyaan
Pekerjaan lapangan etnografi dimulai dengan pengajuan pertanyaan etnografi.
Walaupun pengajuan dilaksanakan secara intensif pada saat wawancara, aktivitas ini
pada dasarnya sudah dilakukan pada saat observasi. Tiga pertanyaan utama yang
diajukan pada saat observasi adalah: “Siapa yang ada di latar penelitian?”, “Apa yang
mereka lakukan?” dan “Apa latar fisik situasi sosial tersebut?”. Setelah itu, peneliti
melanjutkan observasinya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang lebih
terfokus.

3. Pengumpulan Data
Tugas utama kedua seorang etnografer adalah mengumpulkan data etnografi.
Dalam etnografi, pengumpulan data dilakukan dengan prosedur beragam ( multiple

11
procedures), dan intensitas prosedur-prosedur itu bervariasi sesuai tipe etnografi yang
dilakukan.
Dalam penelitian etnografi realis, peneliti akan tinggal bersama dengan para
partisipan dalam waktu yang relatif lama. Dia akan membuat catatan-catatan
lapangan berdasarkan data yang diperoleh dari wawancara, pengamatan langsung
terhadap kegiatan-kegiatan kebudayaan para partsisipan, dan pengamatan atas
artifak, dan simbol-simbol.
Dalam penelitian studi kasus, sesuai dengan tujuan untuk memperoleh
pemahaman mendalam tentang suatu fenomena atau kasus, peneliti dapat
mengumpulkan data melalui wawancara, pengamatan, dokumen, dan rekaman-
rekaman audivisual.
Dalam penelitian etnografi kritis, pengumpulan data lebih terfokus pada
kolaborasi antara peneliti dan partisipan dengan agenda meningkatkan pemahaman
para partisipan tentang situasi tertentu dalam hidup mereka dan langkah-langkah apa
yang perlu diambil untuk memperbaiki situasi itu. Kerjasama ini bisa berbentuk
penglibatan partisipan dalam membuatdesain penelitian, perumusan pertanyaan-
pertanyaan penelitan, pengumpulan data, dan analisis data. Bahkan partisipan
mungkin saja dilibatkan secara aktif dalam penulisan laporan akhir.

4. Perekaman Data
Data etnografi yang diperoleh melalui berbagai prosedur tersebut direkam dan
diorganisasikan sebaik mungkin sesuai dengan jenis dan bentuknya. Sebagian data
dapat direkam dalam bentuk catatan lapangan. Sebagian lagi direkam dalam bentuk
foto, peta, video, dan cara-cara lain. Yang penting rekaman-rekaman data tersebut
dapat dipahami dengan mudah ketika mengadakan analisis.

5. Analisis Data
Dalam penelitian etnografi, analisis data dilakukan secara simultan dengan
pengumpulan data, karena salah satu tujuan analisis data adalah untuk menemukan
dan merumuskan pertanyaan-pertanyaan spesifik yang jawabannya dicari dalam
rekaman-rekaman data yang sudah ada atau dalam pengumpulan data berikutnya.
12
Seiring dengan diperolehnya jawaban atas pertanyaan tersebut maka pengembangan
deskripsi, analisis tema-tema, dan penginterpretasian makna informasi juga telah
berlangsung.
Dilihat dari tahapannya, data dianalisis melalui empat bentuk: analisis domain,
analisis taksonomi, analisis komponensial, dan analisis tema kultural. Analisis domain
digunakan untuk memperoleh gambaran umum atau pengertian menyeluruh tentang
objek penelitian atau situasi sosial. Hasil yang diharapkan adalah pengertian di tingkat
permukaan mengenai domain atau kategori-kategori konseptual tertentu. Analisis ini
dilakukan dalam enam tahap: (1) memilih salah satu dari sembilan hubungan
semantis yang bersifat universal—jenis, spasial, sebab-akibat, rasional/alasan, lokasi,
fungsi, cara mencapai tujuan, urutan/tahap, dan karakteristik/pelabelan/pemberian
nama; (2) menyiapkan lembar analisis domain; (3) memilih salah satu sampel catatan
lapangan terakhir untuk memulai analisis; (4) memberi istilah acuan dan istilah
bagianyang cocok dengan hubungan semantis dari catatan lapangan; (5) mengulangi
usaha pencarian domain hingga semua hubungan semantis habis; dan (6) membuat
daftar domain yang telah teridentifikasi. (Moleong, 2004: 149-150). Sebagai contoh,
lihat aplikasi analisis semantis pada tabel 1.

Tabel 1: Analisis domain Aplikasi Total Physical Response (TPR) dalam Pengajaran
Kosa Kata
Hubungan Bentuk Contoh Pertanyaan
Semantis
1. Jenis X adalah jenis Y Apa saja metode pengajaran kosa
kata yang ada?
2. Spasial X= tempat atau bagian Apa saja bagian keseluruhan dari
dari Y TPR?
3. Sebab-akibat X adalah akibat Y Mengapa metode pengajaran
diterapkan?
4. Alasan X = alasan melakukan Y Mengapa metode yang digunakan
adalah TPR?
5. Lokasi X = tempat melakukan Y TPR dilaksanakan di ruang kelas?
Ruang terbuka? Perpustakaan?
6. Cara Mencapai X = cara mencapai Y Apa saja cara yang dilakukan untuk
Tujuan penggunaan TPR yang efektif?

13
7. Urutan/Prosedur X = tahapan melakukan Apa saja langkah-langkah
Y pelaksanaan TPR ?
8. Fungsi X digunakan untuk Y Apa saja fungsi TPR dalam
pengajaran kosa kata?
9. Karakteristik Karakteristik Apa saa ciri-ciri TPR yang dilakukan?

Analisis taksonomi digunakan untuk menjabarkan domain-domain yang dipilih


menjadi lebih rinci untuk mengetahui struktur internalnya. Hal ini dilakukan melalui
pengamatan yang lebih terfokus. Analisis ini dilakukan dalam tujuh tahap: (1) memilih
satu domain untuk dianalisis; (2) mencari kesamaan atas dasar hubunan semantis
yang sama yang digunakan untuk domain itu; (3) mencari tambahan istilah bagian;
(4) mencari domain yang lebih besar dan lebih inklusif yang dapat dimasukkan
sebagai sub bagian dari domain yang sedang dianalisis; (5) membentuk taksonomi
sementara; (6) mengadakan wawancara terfokus untuk mencek analisis yang telah
dilakukan; dan (7) membangun taksonomi secara lengkap (Moleong, 2004: 149-150).
Gambar 2 adalah contoh analisis taksonomi fungsi TPR yang disederhanakan.
Sedangkan Gambar 3 merupakan contoh analisis taksonomi tentang proses atau
tahapan TPR.

memfasilitasi pembelajaran
kosa kata dengan tahapan
pemerolehan bahasa
meningkatkan hasil
pembelajaran

melibatkan aktivitas fisik siswa


Fungsi TPR

meningkatkan motivasi menyediakan variasi metode


belajar siswa pembelajaran

Gambar 2: Contoh analisis taksonomi tahapan TPR (disederhanakan)


14
Gambar 3: Contoh analisis taksonomi tahapan TPR (disederhanakan)

Demontrasi Guru (2) Siswa Berlatih


•Mengucapkan kata- •Guru Mengucapkan
kata kunci kata-kata kunci
•Guru Mengucapkan •Secara Bergantian,
•Melakonkan kata-kata •Siswa melakonkan
dan melakonkan kata- Siswa saling
kunci tanpa model dari guru
kata kunci mengucapkan kata-
•Siswa melakonkan kata kunci dan
sesuai model dari guru melakonkan
Guru Mengucapkan
Demonstrasi Guru (1) Kata-kata kunci tanpa
model lakon

Setelah analisis taksonomi, dilakukan wawancara atau pengamatan terpilih untuk


memperdalam data (mencari ciri spesifik setiap struktur internal) yang telah
ditemukan melalui pengajuan sejumlah pertanyaan kontras atau mengontraskan antar
elemen dalam suatu domain. Analisis inilah yang disebuat sebagai analisis
komponensial. Tabel 2 mengilustrasikan sebuah analisis komponensial yang diarahkan
untuk mencari karakteristik metode TPR yang dilakukan di sebuah sekolah atau kelas
berdasarkan beberapa dimensi kontras.

Tabel 2: Analisis Karakteristik Metode TPR


Tabel 2: Analisis Komponensial karakteristik metode TPR di SD “X”

KATEGORI TIDAK SEMI STANDAR


KARAKTERISTIK TPR STANDAR STANDAR
Jumlah kata baru yang
dipelajari setiap sesi
Jumlah langkah pelaksanaan

Jumlah siswa

Alat bantu pembelajaran

Durasi setiap sesi

15
Analisis tema kultural dilakukan dengan cara mencari benang merah di antara
domain untuk memperoleh tema-tema seperti nilai-nilai, premis, etos, pandangan
dunia, atau orientasi kognitif (Sarwono, 2006: 243). Analisis ini berpangkal pada
pandangan bahwa segala sesuatu yang diteliti pada dasarnya merupakan sesuatu
yang utuh atau tidak terpecah-pecah. Analisis ini dilakukan dalam tujuh tahap: (1)
melebur diri; (2) melakukan analisis komponen terhadap istilah acuan; (3)
menemukan perspektif yang lebih luas melalui pencarian domain dalam pandangan
budaya; (4) menguji dimensi kontras seluruh domain yang telah dianalisis; (5)
mengidentifikasiki domain terorganisir; (6) membuat gambar untu memvisualisasikan
hubungan antar domain; dan (7) mencari tema universal, yang biasanya dipilih satu
dari enam topik berikut: konflik sosial, kontradiksi budaya, teknik kontrol sosial,
hubungan sosial pribadi, pemerolehan dan pemeliharaan status, dan pemecahan
masalah (Moleong, 2004: 149-150). Dalam penelitian pengajaran kosa kata dengan
menggunakan TPR, tema kultural yang dicari mungkin saja merupakan kontradiksi
budaya (bila temuan yang menonjol adalah perbedaan prosedur TPR yang diteliti
dengan yang standar atau yang ada dalam teori) atau pemecahan masalah(bila
temuan yang menonjol adalah penerapan TPR yang diteliti merupakan upaya guru
untuk meningkatkan hasil pembelajaran kosa kata siswanya).
Peneliti yang berpengalaman dapat melakukan bentuk-bentuk analisis ini secara
simultan selama periode penelitian. Untuk memperoleh hasil yang lebih komprehensif,
peneliti pemula disarankan berlatih melakukan analisis tersebut secara berurutan
dalam siklus seperti terlihat dalam gambar 4.

6. Penulisan Laporan
Penulisan laporan merupakan tugas utama terakhir seorang peneliti etnografi.
Karena penelitian etnografi melibatkan suatu open-ended enquiry, mungkin saja
peneliti diharuskan mengadakan analisis yang lebih intensif jika pada saat menulis

16
laporan dia menemukan pertanyaan-pertanyaan baru yang membutuhkan observasi
lebih lanjut.
Laporan penelitian haus disesuaikan dengan tipe penelitian yang dilakukan.
Etnografi realis ditulis sebagai laporan yang objektif tentang kelompok sosial yang
dieliti. Pandangan-pandangan dan bias harus diletakkan hanya pada bagian latar
belakang. Diskusi yang dipaparkan pada bagian akhir laporan harus mengindikasikan
bahwa peneliti hanya membantu mensistematiskan pengetahuan tentang kebudayaan
yang diteliti. Pengetahuan itu sendiri benar-benar didasarkan pada sikap, pemikiran,
atau bahasa yang dimiliki bersama oleh para partisipan.

Gambar 4: Siklus
Pengamatan Analaisis Data
Deskriptif Etnografi.

Analisis Analisis
Tema Domein

Analisis Pengamatan
Komponen Terfokus

Pengamatan Analisis
Terpilih Taksonomi

Sebuah studi kasus mungkin saja lebih terfokus pada penggambaran terperinci
tentang kasus yang diteliti, bukan pada pengembangan tema kultural. Sedangkan
studi kasus lain mungkin saja menyeimbangkan laporan pada deskripsi dan tema
kasus yang diteliti.
Dalam etnografi realis, peneliti biasanya menyimpulkan laporannya dengan
mengutarakan isu-isu kritis yang menjadi titik-tolak pelaksanaan penelitian, yang
kemudian diikuti oleh saran untuk tindak lanjut ( call for action) dan pemaparan
tentang perubahan atau keuntungan yang telah diperoleh peneliti dan para partisipan.

17
Referensi

American Anthropological Association (2004) “American Anthropological Association


Statement on Ethnography and Institutional Review Boards”. Diunduh pada tanggal
5 Februari 2008 dari: www.aaanet.org/ committees/ethics/ethcode.htm

Creswell, John W. 2008. Educational Research: Planning, Conducting, and Evaluating


Quantitative and Qulitative Research. New Jersey: Prentice Hall.

Emzir. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif & Kualitatif . Jakarta: PT Raja
Grafindo Perkasa.

Genzuk, Michael. 2003. “A Synthesis of Ethnographic Research.” Occasional Papers Series.


Center for Multilingual, Multicultural Research (Eds.). Center for Multilingual,
Multicultural Research, Rossier School of Education, University of Southern
California. Los Angeles. Diunduh pada tanggal 5 Februari 2007 dari: http://www-
rcf.usc.edu/~genzuk/Ethnographic_Research.pdf

Hoey, Brian A. “What is Ethnography “. Diunduh pada tanggal 25 Januari 2007 dari
http://www.brianhoey.com/General%20Site/general_defn-ethnography.htm

Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif . Yogyakarta:


Penerbit Graha Ilmu.

Spradley, J. 198O. Participant Observation. New York: Holt, Rinehart and Winston.

Van Wagner, Kendra. 2009. “What Is a Case Study?” Diunduh pada tanggal 25 Januari
2009 dari: http://psychology.about.com/mbiopage.htm

18

You might also like