Professional Documents
Culture Documents
PENYUSUN
Drs. Nilwan
Ir. Irmadi Nahib
Ir. Yatin Suwarno
Mone Iye Cornelia, Spi.
PENYUNTING
Drs. Suwahyuono M.Sc
NARASUMBER/PEMBAHAS
Dr. Aris Poniman (BAKOSURTANAL)
Dr. Suparmoko (Unsoed)
Dr. Ahmad Fauzi (IPB)
Dr. Suharsono (P2O)
Ir. Lili Sarmili, MSc.(P3GL)
Drs. Al. Sumarso (BAKOSURTANAL)
Catur Endah P. S.Si (Dephut)
Drs. Panudju Hadi MSi (BAKOSURTANAL)
Wahyutomo S.H (BAKOSURTANAL)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt, bahwasanya Buku Spesifikasi Teknis
Penyusunan Neraca dan Valuasi Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut dapat kami
selesaikan. Untuk itu kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada tim penyusun dan
semua pihak yang terlibat dalam penyusunan buku ini.
Buku ini merupakan panduan dan tahapan-tahapan yang perlu dilakukan dalam penyusunan
neraca dan valuasi sumberdaya alam pesisir dan laut. Spesifikasi teknis ini disusun sebagai salah
satu tugas Pusat Survei Sumberdaya Alam Laut, yaitu merumuskan Norma, Pedoman, Prosedur,
Standar dan Spesifikasi Teknis di bidang Neraca dan Valuasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Hidup matra laut.
Akhir kata, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya
buku Spesifikasi Teknis Neraca dan Valuasi Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut pada edisi yang
akan datang. Semoga buku ini berguna bagi yang berkepentingan.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................. i
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................ iv
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................................... iv
BAB III. VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA ALAM PESISIR DAN LAUT ....................... 16
3.1 Konsep Valuasi Ekonomi (VE) ................................................................................ 16
3.2 Metode Penilaian Ekonomi Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut.................................. 19
3.2.1 Pendekatan harga pasar ....................................................................................... 19
3.2.2. Pendekatan dengan nilai barang pengganti (surrogate market price) ....................... 20
3.2.3 Teknik survei ....................................................................................................... 20
3.3 Teknik Valuasi Ekonomi ....................................................................................... 20
3.3.1 Pengukuran Nilai Ekonomi Barang dan Jasa yang Diperdagangkan (Traded Value)...... 20
3.3.2 Pengukuran Nilai Ekonomi Barang dan Jasa yang Tidak Diperdagangkan (Non-Traded
Value) ................................................................................................................. 21
3.4. Langkah-Langkah Penilaian Valuasi ekonomi Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut. ........ 26
3.4.1. Valuasi Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove (SDA Lahan Pesisir dan hutan Mangrove)
.......................................................................................................................... 27
3.4.2. Valuasi Ekonomi Sumberdaya Terumbu Karang dan Ikan Karang............................. 30
Daftar Isi
DAFTAR ISTILAH............................................................................................................ 37
LAMPIRAN...................................................................................................................... 38
Daftar Tabel
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1. Diagram alir Neraca Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut ........................................ 4
Gambar 2. 2 Proses operasi overlay antara peta aktiva dan peta pasiva...................................... 5
Gambar 2. 3. Diagram alir Analisis Neraca Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut............................. 6
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
Ketetapan MPR tersebut, sejalan dengan Undang-undang nomor 25 tahun 2000 tentang Program
Pembangunan Nasional 2000 – 2004, pada matrik kebijakan program pembangunan sumberdaya
alam dan lingkungan hidup, disebutkan bahwa Neraca Sumberdaya Alam merupakan salah satu
Indikator Kinerja yang terkait langsung dengan program nasional pengembangan dan peningkatan
akses informasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
Program ini dimaksudkan untuk memperoleh dan memperluas informasi yang lengkap mengenai
potensi dan produktivitas Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup, melalui mekanisme
inventarisasi, evaluasi, valuasi, dan penguatan sistem Informasi.
Sasaran yang ingin dicapai melalui program ini adalah tersedia dan teraksesnya Informasi
Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup, berupa Infrastruktur Data Spasial, Nilai dan Neraca
Sumberdaya Alam dan lingkungan hidup, oleh masyarakat luas disetiap daerah. Kegiatan pokok
yang dilakukan antara lain adalah : Inventarisasi, Evaluasi , Valuasi Potensi Sumberdaya Alam,
Penyusunan dan Pengkajian Neraca Sumberdaya Alam dan Penyusunan Produk Domestik Bruto
Hijau, Pendataan kawasan ekosistem yang rentan terhadap kerusakan, Pendataan Batas Kawasan
Hutan serta Pengkajian IPTEK dibidang Sistem Informasi sumberdaya alam dan lingkungan serta
Peningkatan akses informasi kepada masyarakat.
Neraca sumberdaya alam, pada awal hanya menyajikan data-data (numerik/statistik) perubahan
kondisi sumberdaya alam, tanpa kita mengetahui dengan pasti letak/lokasi perubahan SDA yang
dimaksud. Namun saat ini, masalah lokasi (keruangan / spasial) sumberdaya alam yang
mengalami perubahan (penambahan dan pengurangan) sudah dapat kita ketahui dengan pasti.
Setelah satu dasawarsa diujicobakan, saat ini program neraca SDA paling tidak diatur dalam 2
Undang-Undang, yaitu UU No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas)
dan UU No. 41/1999 tentang kehutanan.
Dikaitkan dengan PROPENAS tahun 2000 – 2004, kegiatan penyusunan spesifikasi ini mengacu
pada;
a. Program Pengembangan dan Peningkatan Akses Informasi Sumberdaya Alam dan
Lingkungan Hidup yang dibagi menjadi beberapa sub program antara lain; Inventarisasi
dan Evaluasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup darat, air, laut dan udara, Valuasi
Sumberdaya Alam Hutan, Air, Laut dan mineral, Pengkajian Neraca Sumberdaya Alam,
Pendataan kawasan ekosistem yang rentan terhadap kerusakan, termasuk wilayah
kepulauan, Pengkajian IPTEK di bidang informasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup,
Peningkatan akses informasi kepada masyarakat.
b. Bidang Pembangunan Ekonomi antara lain, Pemantapan kawasan pesisir dan lautan serta
pengembangan sistem informasi dan perpetaan potensi wilayah pesisir, laut dan pulau-
pulau kecil serta sumberdaya perikanan, dan Eksplorasi dan inventarisasi potensi
keanekaragaman hayati dan potensi ekowisata/jasa maritim dan kelautan.
Dalam UU No. 41/1999 tentang kehutanan, yang dimaksud dengan neraca sumberdaya hutan
adalah suatu informasi yang dapat menggambarkan cadangan sumberdaya hutan, kehilangan dan
Bab I
Pendahuluan
penggunaan sumberdaya hutan, sehingga pada waktu tertentu dapat diketahui kecenderungannya,
apakah surplus atau defisit, jika dibandingkan dengan waktu sebelumnya (pasal 13 ayat 4).
Dengan demikian neraca sumberdaya hutan dapat berfungsi sebagai salah satu alat evaluasi
potensi hutan dan suatu sistem peringatan dini (early warning system) mengenai degradasi hutan.
Metode neraca sumberdaya alam ini merupakan salah satu hasil kegiatan inventarisasi sumberdaya
alam, dimana disajikan kondisi sumberdaya alam minimal untuk dua periode waktu, sehingga kita
dapat memprediksi kecenderungannnya. Neraca SDA ini menyajikan perubahan kondisi fisik SDA,
yang bagi kalangan ekonom dinilai belum lengkap karena belum menyajikan nilai ekonomi dari
perubahan kondisi fisik SDA tersebut. Oleh sebab itu dalam kaitan dengan program neraca
sumberdaya alam, maka kajiannya juga termasuk penghitungan nilai ekonomi sumberdaya alam.
Menurut Keputusan Presiden Nomor 3 tahun 2002 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen,
BAKOSURTANAL mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintah di bidang survei dan
pemetaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan tugas
tersebut, maka fungsinya adalah melakukan :
a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang survei dan pemetaan,
b. Pembinaan infrastruktur data spasial nasional,
c. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan tugas Bakosurtanal,
d. Pemantauan, pemberian bimbingan, dan pembinaan terhadap kegiatan instansi
pemerintah di bidang survei dan pemetaan,
e. Penyelenggaraan pelaksanaan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang
perencanaan umum, ketata-usahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian,
keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan, dan rumah tangga.
Kegiatan didasarkan juga pada RENSTRA Pusat SSDAL, dengan sasaran antara lain menyusun
sebanyak 30 Norma Pedoman Prosedur Standard dan Spesifikasi (NPPSS) untuk Inventarisasi,
Neraca dan Basis Data Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut.
Pokok utama yang diuraikan dalam buku ini adalah neraca sumberdaya alam pesisir dan laut,
metode penyusunan neraca dan metode penghitungan nilai ekonomi sumberdaya alam pesisir dan
laut. Untuk memahami dan dapat menerapkan apa yang diuraikan dalam buku ini perlu
sumberdaya manusia (SDM) dengan latar belakang pendidikan setara S1 ilmu kebumian atau
kelautan.
Bab II
Neraca Sumbedaya Alam Pesisir dan Laut
BAB II
NERACA SUMBERDAYA ALAM PESISIR DAN LAUT
Periode waktu penyusunan neraca sumberdaya alam pesisir dan laut yaitu satu tahun berdasarkan
data per 1 Januari s/d 31 Desember tahun yang sudah lewat. Namun dalam kondisi khusus
penyusunan neraca bisa dilakukan dalam periode waktu yang lebih pendek atau lebih lama
tergantung kebutuhan dan keberadaan data. Data hasil inventarisasi yang dilakukan pada waktu
yang lebih lama dianggap sebagai aktiva yang menggambarkan kondisi awal dari perhitungan.
Sedangkan data hasil inventarisasi yang dilakukan pada waktu yang lebih baru dianggap sebagai
pasiva yang menggambarkan kondisi akhir dari perhitungan. Neraca adalah perubahan kondisi dari
aktiva dan pasiva.
Skala peta neraca yang dihasilkan sesuai dengan peta inventarisasi (lihat Spesifikasi teknis
Inventarisasi SDAL, BAB III, sub bab 3.2).
2.2 Metodologi
Studi tentang neraca sumberdaya alam secara umum ditujukan untuk melakukan monitoring dan
evaluasi dari suatu sumberdaya alam tersebut. Oleh karena itu, pendekatan studi yang dilakukan
adalah integrasi (integrated study) yang dimulai dari penyiapan data (inventarisasi data),
penyusunan neraca untuk mengetahui perimbanganya, serta dilengkapi dengan kebutuhan
informasi mengenai basisdata. Selain itu untuk keperluan monitoring dan evaluasi perlu dilakukan
penajaman (kajian yang lebih mendalam) yaitu menyangkut analisis degradasi dan perhitungan
nilai ekonomi (economic valuation/ economic accounting) dari kondisi terakhir sumberdaya alam
tersebut. Pada akhirnya hasil analisis tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusinya dalam
mewujudkan green gross domestic bruto (green GNB). Secara garis besar, pembuatan peta
neraca disajikan pada Gambar 2.1.
Sumberdata Inventarisasi
Hasil Neraca
Data yang diperlukan untuk menyusun neraca terdiri dari data statistik (data angka) dan data
spasial (data peta). Data statistik merupakan data kondisi (tingkat kerusakan) dari berbagai waktu
(minimal dua periode waktu), sedangkan data spasial merupakan peta dalam kondisi yang
dianggap terkini. Untuk keperluan ini kedua jenis data tersebut diperoleh berdasarkan kompilasi
dari berbagai sumber, terutama dari instansi sektoral terkait yang berwenang dengan masalah
data tersebut. Kajian lapangan dilakukan pada lokasi-lokasi yang diperlukan untuk mewakili
klasifikasi masing-masing sumberdaya. Untuk mendapatkan peta neraca dilakukan dengan cara
overlay antara peta aktiva dan peta pasiva. Proses operasi overlay ini disajikan pada Gambar 2.2.
Neraca spasial
Aktiva Pasiva
Gambar 2. 2. Proses operasi overlay antara peta aktiva dan peta pasiva
Penyajian neraca sumberdaya alam pesisir dan laut menggunakan metode sebagai berikut:
o Penyajian neraca secara spasial (peta) menggunakan peta sesuai skala yang diinginkan
o penyajian neraca secara numerik (angka) menggunakan tabel discontro, sehingga akan
mencerminkan kolom-kolom sebagai kondisi awal (aktiva), kondisi akhir (pasiva), dan
perubahannya. Neraca numerik diperoleh dari data atribut dari peta spasial. Contoh
penyajian neraca numerik (angka) disajikan pada Tabel 2.1.
Bab II
Neraca Sumbedaya Alam Pesisir dan Laut
Sumberdata Inventarisasi
Kesesuaian Peruntukan
Hasil pada Trend Perubahan
Gambar 2. 3. Diagram alir Analisis Neraca Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut
Data yang diperlukan untuk analisis neraca terdiri dari data statistik (data angka) dan data spasial
(data peta). Data statistik merupakan data kondisi (tingkat kerusakan) dari berbagai waktu
(minimal dua periode waktu), sedangkan data spasial merupakan peta dalam kondisi yang
dianggap terkini. Untuk keperluan ini kedua jenis data tersebut diperoleh berdasarkan kompilasi
dari berbagai sumber, terutama dari instansi sektoral terkait yang berwenang dengan masalah
data tersebut. Kajian lapangan dilakukan pada lokasi-lokasi yang diperlukan untuk mewakili
klasifikasi masing-masing sumberdaya. Untuk mendapatkan peta neraca dilakukan dengan cara
overlay antara peta aktiva dan peta pasiva.
Rumput Rumput
Tambak Garam Tambak Garam
Tambak ikan / udang Tambak ikan / udang
Budidaya Mutiara Budidaya Mutiara
Budiadaya Rumput Laut Budiadaya Rumput Laut
Keramba Keramba
Pelabuhan Laut Pelabuhan Laut
Pelabuhan Udara Pelabuhan Udara
Terumbu Karang Terumbu Karang
Padang Lamun Padang Lamun
Sumber data berasal dari peta hasil inventarisasi pada skala provinsi. Neraca sumberdaya hutan
mangrove yang ditampilkan merupakan perubahan peruntukan hutan mangrove pada dua periode
waktu sesuai dengan klasifikasi Tingkat Provinsi. Secara numerik neraca peruntukan hutan
mangrove Tingkat Provinsi ini disajikan dalam bentuk tabel scontro (Tabel 2.5 ).
Tabel 2. 5. Neraca sumberdaya hutan mangrove tingkat provinsi
AKTIVA PASIVA PERUBAHAN
KLASIFIKASI HA % KLASIFIKASI HA % HA %
Hutan mangrove Hutan mangrove
¾Delta ¾Delta
¾Dataran lumpur ¾Dataran lumpur
¾Dataran pulau ¾Dataran pulau
¾Dataran pantai ¾Dataran pantai
Hutan non mangrove Hutan non mangrove
Non hutan Non hutan
JUMLAH 100 100
JUMLAH
2.6.3 Neraca Sumberdaya Mineral Lepas Pantai Tingkat Kabupaten/Kota
Klasifikasi neraca sumberdaya mineral lepas pantai tingkat kabupaten/kota sama dengan klasifikasi
tingkat provinsi.
2.6.4. Neraca Sumberdaya Mineral Lepas Pantai Daerah Khusus
Klasifikasi neraca sumberdaya mineral lepas pantai tingkat daerah khusus sama dengan klasifikasi
tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota.
Barrier Barrier
Karang hidup Karang hidup
Karang mati Karang mati
Pasir kasar Pasir kasar
Pasir halus Pasir halus
Lamun/seagrass Lamun/seagrass
Atol Atol
Karang hidup Karang hidup
Karang mati Karang mati
Pasir kasar Pasir kasar
Pasir halus Pasir halus
Lamun/seagrass Lamun/seagrass
Barrier Barrier
Karang hidup Karang hidup
Sangat baik Sangat baik
Baik Baik
Sedang Sedang
Buruk Buruk
Karang mati Karang mati
Pasir kasar Pasir kasar
Pasir halus Pasir halus
Lamun/seagrass Lamun/seagrass
Atol Atol
Karang hidup Karang hidup
Sangat baik Sangat baik
Baik Baik
Sedang Sedang
Buruk Buruk
Karang mati Karang mati
Pasir kasar Pasir kasar
Pasir halus Pasir halus
Lamun/seagrass Lamun/seagrass
JUMLAH
Bab II
Neraca Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut
BAB III
VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA ALAM PESISIR DAN LAUT
Nilai ekonomi (economic value) dari suatu barang atau jasa diukur dengan menjumlahkan
kehendak untuk membayar (KUM, willingness to pay, WTP) dari banyak individu terhadap barang
atau jasa yang dimaksud. Pada gilirannya, KUM merefleksikan preferensi individu untuk suatu
barang yang dipertanyakan. Jadi dengan demikian, VE dalam konteks lingkungan hidup adalah
tentang pengukuran preferensi dari masyarakat (people) untuk lingkungan hidup yang baik
dibandingkan terhadap lingkungan hidup yang jelek. Valuasi merupakan fundamental untuk
pemikiran pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Hal yang sangat penting untuk
dimengerti adalah, apa yang harus dilakukan dalam melaksanakan VE.
Hasil dari valuasi dinyatakan dalam nilai uang (money terms) sebagai cara dalam mencari
preference revelation, misalnya dengan menanyakan "apakah masyarakat berkehendak untuk
membayar?". Lebih lanjut dinyatakan bahwa penggunaan nilai uang memungkinkan
membandingkan antara "nilai lingkungan hidup (environmental values)" dan "nilai pembangunan
(development values)" (CSERGE, 1994).
Pada prinsipnya VE bertujuan untuk memberikan nilai ekonomi kepada sumberdaya yang
digunakan sesuai dengan nilai riil dari sudut pandang masyarakat. Dengan demikian dalam
melakukan VE perlu diketahui sejauh mana adanya bias antara harga yang terjadi dengan nilai riil
yang seharusnya ditetapkan dari sumberdaya yang digunakan tersebut. Selanjutnya adalah apa
penyebab terjadinya bias harga tersebut. Ilmu ekonomi sebagai perangkat melakukan VE adalah
ilmu tentang pembuatan pilihan-pilihan (making choices). Pembuatan pilihan-pilihan dari alternatif
yang dihadapkan kepada kita tentang lingkungan hidup adalah lebih kompleks, dibandingkan
dengan pembuatan pilihan dalam konteks; barang-barang privat murni (purely private goods).
Dalam konteks lingkungan hidup, apa yang harus dibandingkan adalah satu barang dengan harga
(priced good, private good), dan satu barang tanpa harga (unpricedgood, public good), misalnya
ketika menentukan untuk investasi dalam pengendalian polusi, ketimbang kapasitas output
ekonomi baru. Tetapi mungkin pula kita membandingkan dengan lebih dari dua barang tanpa
harga (misalnya kualitas udara v.s. kualitas air). Dalam konteks pilihan ini diperlukan untuk
memperhitungkan suatu nilai (impute to a value) untuk barang atau jasa lingkungan
(environmental good or service).
Dalam pasar, individual mempraktekkan pilihan dengan membandingkan KUM mereka dengan
harga produk. Mereka akan membeli barang apabila KUM-nya melebihi harga, dan tidak berlaku
sebaliknya. Perhitungan nilai (imputing values) melibatkan temuan beberapa ukuran dari KUM
untuk kualitas lingkungan.
Inilah secara esensial sebagai proses dari VE yaitu melibatkan temuan suatu ukuran KUM dalam
menghadapi hambatan di mana kegagalan pasar tidak dapat memberikan harga secara langsung.
Salah satu tantangan yang dihadapi oleh para pembuat kebijakan adalah bagaimana menilai suatu
sumberdaya alam secara komprehensif. Dalam hal ini tidak saja market value dari barang yang
dihasilkan dari suatu sumberdaya melainkan juga jasa yang ditimbulkan oleh sumberdaya tersebut.
Bab III
Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut
Pertanyaan yang sering timbul misalnya bagaimana mengukur, atau menilai jasa tersebut padahal
konsumen tidak mengkonsumsinya secara langsung, bahkan mungkin tidak pernah mengunjungi
tempat dimana sumberdaya alam tersebut berada. Salah satu cara untuk melakukan valuasi
ekonomi adalah dengan menghitung Nilai Ekonomi Total (TEV).
Nilai Ekonomi Total (NET) adalah nilai-nilai ekonomi yang terkandung dalam suatu sumberdaya
alam, baik nilai guna maupun nilai fungsional yang harus diperhitungkan dalam menyusun
kebijakan pengelolaannya sehingga alokasi dan alternatif penggunaannya dapat ditentukan secara
benar dan mengenai sasaran. Nilai Ekonomi Total ini dapat dipecah-pecah ke dalam suatu set
bagian komponen. Sebagai ilustrasi misalnya dalam kontek penentuan alternatif penggunaan lahan
dari ekosistem terumbu karang. Berdasarkan hukum biaya dan manfaat (a benefit - cost rule),
keputusan untuk mengembangkan suatu ekosistem terumbu karang dapat dibenarkan (justified)
apabila manfaat bersih dari pengembangan ekosistem tersebut lebilh besar dari manfaat bersih
konservasi. Jadi dalam hal ini manfaat konservasi diukur dengan NET dari ekosistem terumbu
karang tersebut. NET ini juga dapat diinterpretasikan sebagai NET dari perubahan kualitas
lingkungan hidup.
NET atau total economic value (TEV) dapat ditulis dalam persamaan matematis sebagai
berikut (CSERGE, 1994):
Dimana:
TEV = Total econornic value
Dimana nilai ekonomi diukur dalam terminologi sebagai kesediaan membayar (willingness
to pay) untuk mendapatkan komoditi tersebut.
Untuk lebih jelasnya taksonomi ekonomi untuk valuasi sumberdaya lingkungan dapat dikaji pada
Gambar 3.1.
EV, BV
DUV IUV OV
Metode
CVM
Metode : Metode :
1. Market Value 1. Biaya Pencegahan
2. CVM 2. Productivity approach
3. ISA 3. Replacement Cost
4. HP 4. Relocation Cost
5. TCM 5. SMP
Keterangan : HP = Hedonic Pricing, TCM = Travel Cost Method, CVM = Contingent Valuation
Method, ISA = Indirect Subtitution Approach, SMP = Surrogate Market Price
1. TEV dari sumberdaya dapat disagregasi ke dalam dua bagian yang terdiri dari Use Value
(UV) dan Non-Use Value (NUV).
2. Use Value dapat menjadi :
Direct Use Value (DUV) misalnya seseorang membuat penggunaan aktual dari fasilitas;
mengurangi daerah rekreasi untuk memancing dan mempunyai KUM dari penggunaan ini;
Indirect Use Value (IUV), misalnya manfaat-manfaat yang diperoleh dari fungsi
ekosistem. Option Value (OV), yang KUM-nya untuk pilihan (option) untuk penggunaan
fasilitas seperti daerah rekreasi untuk penggunaan di masa yang akan datang.
Bab III
Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut
o Pendekatan harga pasar yang sebenarnya atau pendekatan produktivitas telah banyak
digunakan dalam menganalisis biaya dan manfaat suatu proyek. Namun dengan
dipertimbangkannya dimensi lingkungan, akan sulit untuk menentukan harga pasar yang
tepat.
o Pendekatan modal manusia (human capital) atau pendekatan pendapatan yang hilang
(foregone earnings) menggunakan harga pasar dan tingkat upah untuk menilai
sumbangan kegiatan terhadap penghasilan masyarakat. Pendekatan ini diterapkan untuk
menilai sumberdaya manusia bila terjadi kematian, cacat tubuh yang permanen dan
sebagainya sebagai akibat adanya suatu proyek.
Apabila data mengenai harga atau upah tidak cukup tersedia, biaya kesempatan atau
pendapatan yang hilang dapat digunakan sebagai pendekatan. Akan menjadi sulit bila kita
harus mempertimbangkan bahwa nilai barang dan jasa lingkungan seperti pada pertamanan
nasional, hutan wisata dan sebagainya nilainya meningkat lebih cepat daripada nilai barang modal
yang ada.
Memang tidak mudah untuk mendapatkan harga pasar bagi produk atau jasa yang timbul karena
adanya suatu proyek. Untuk itu sedapat mungkin digunakan nilai harga alternatif atau biaya
kesempatan “opportunity cost”. Cara ini dapat dipakai untuk mengukur berapa pendapatan yang
hilang karena adanya suatu proyek. Pendapatan yang hilang itu dapat diartikan sebagai biaya tidak
langsung dari adanya pembangunan proyek tersebut.
Untuk sumberdaya alam dan lingkungan seperti itu akan dinilai dengan pendekatan kesediaan
membayar (willingnes to pay) dari para pemakai sumberdaya alam dan lingkungan tersebut.
1
Maynard M. Huftschmidt, David James, Anton D. Meister, Blair T. Bower, John Dixon, Environment, Natural Systems, and
Development: An Economic Valuation Guide, The John Hopkins University Press, Baltimore, 1983, hal. 170-261. Lihat juga
M. Suparmoko dan Maria R. Suparmoko, Ekonomika Lingkungan, BPFE Yogyakarta, 2000, halaman 101-132.
Bab III
Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut
o Lelang
Pendekatan ini banyak dipakai dalam hal kita harus mencari kesediaan membayar untuk
dilaksanakannya suatu proyek atau kesediaan untuk menerima pembayaran demi tidak
dilakukannya suatu proyek yang berkaitan dengan lingkungan. Dengan kata lain
pendekatan dengan cara lelang ini digunakan untuk mengetahui preferensi masyarakat
sehingga nilai barang dan jasa lingkungan dapat ditentukan.
o Survei langsung
Mewawancarai responden secara langsung mengenai kesediaan mereka untuk membayar
(willingnes to pay) atau kesediaan menerima pembayaran (willingnes to accept) karena
perubahan lingkungan dapat dipakai untuk menentukan nilai lingkungan.
o Pendekatan Delphi
Pendekatan ini mendasarkan diri pada pendapat para ahli tentang nilai lingkungan
tertentu, dan telah banyak dipraktekkan dalam pengambilan keputusan. Dalam hal
penentuan nilai lingkungan, pendekatan ini ditentukan oleh pengalaman dan pengetahuan
serta latar belakang kehidupan para ahli.
3.3.1 Pengukuran Nilai Ekonomi Barang dan Jasa yang Diperdagangkan (Traded Value)
Komponen barang dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam terdiri dari 2 yaitu : barang dan
jasa yang diperdagangkan (traded goods) dan tidak diperdagangkan (non-traded). Untuk barang
dan jasa yang diperdagangkan, teknik pengukuran nilai ekonominya dapat dilakukan dengan lebih
Bab III
Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut
terukur karena bentuk fisiknya jelas dan memiliki nilai pasar (market value). Beberapa cara
pengukuran yang dapat dilakukan menyangkut surplus konsumen dan surplus produsen.
o Surplus Konsumen
Surplus konsumen adalah pengukuran kesejahteraan di tingkat konsumen yang diukur
berdasarkan selisih keinginan membayar dari seseorang dengan apa yang sebenarnya dia
bayar. Di dalam valuasi ekonomi sumberdaya, surplus konsumen ini dapat digunakan
untuk mengukur besarnya kehilangan (loss) akibat kerusakan ekosistem dengan mengukur
perubahan konsumer surplus.
o Surplus Produsen
Surplus produsen diukur dari sisi manfaat dan kehilangan dari sisi produsen atau pelaku
ekonomi. Dalam bentuk yang sederhana, nilai ini dapat diukur tanpa harus mengetahui
kurva penawaran dari barang yang diperdagangkan.
3.3.2 Pengukuran Nilai Ekonomi Barang dan Jasa yang Tidak Diperdagangkan (Non-
Traded Value)
Beberapa barang dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam dan lingkungan seperti nilai
rekreasi, nilai keindahan dan sebagainya yang tidak diperdagangkan dan sulit mendapatkan data
mengenai harga dan kuantitas dari barang dan jasa tersebut. Untuk itu, para ahli ekonomi
sumberdaya melakukan beberapa pendekatan untuk mengukur barang dan jasa yang termasuk
dalam kategori tersebut. Diantaranya :
Termasuk di dalam teknik-teknik ini antara lain; Hedonic Price and Wage Techniques, the
Travel Cost Methods, Averrive Behavior and Conventional Market Approaches. Semua itu
adalah tidak langsung sebab mereka tidak tergantung pada jawaban langsung masyarakat
terhadap pertanyaan tentang, "berapa banyak mereka KUM/WTP atau KUA/WTA untuk
perubahan kualitas lingkungan hidup" (CSERGE, 1994).
Contoh;
(1) hasil tangkapan ikan dalam suatu area tertentu merupakan fungsi dari kualitas
perairan (PI = B1PL + B20T + B3SA + B4NI),
Bab III
Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut
(2) nilai keindahan alam dan udara bersih suatu pantai dapat dinilai melalui harga rumah
tinggal yang berlokasi sesuai dengan kriteria yang dimaksud. Dengan kata lain, harga
rumah di suatu lokasi merupakan fungsi dari kualitas udara dan keindahan alam
(Pembiayaan = a + b1S + b2N + b3E).
Langkah pelaksanaannya:
1. Identifikasi kualitas lingkungan, isu penting, ketersediaan data sekunder.
2. Temukan cara pengukuran kualitas lingkungan (bising dengan db, udara dengan
kandungan partikulat, S02, air dengan BOD, COD dll).
3. Spesifikasi fungsi persamaan hedonic.
4. Pengumpulan data
5. Pengolahan data
6. Intepretasi
7. Pembuatan laporan
Dari persamaan di atas akan diperoleh fungsi permintaan implisist terhadap kualitas
lingkungan. Dengan menurunkan fungsi di atas terhadap variable Q akan diperoleh:
dPh
----- = f (Qj, Nk, At)
dQj
Fungsi ini juga disebut sebagai fungsi permintaan terbalik (inverse demand curve) bagi
kualitas lingkungan.
Pendekatan langsung menurunkan preferensi secara langsung dengan cara survey dan
teknik-teknik percobaan (experimental tecniques) misalnya “contingent valuation" dan
“contingent ranking methods”.
simulasi dan permainan dan melalui teknik survey. Pendekatan pertama lebih banyak
dilakukan dengan melalui simulasi komputer sehingga penggunaannya di lapangan sangat
sedikit.
Metode CVM merupakan metode valuasi melalui survei langsung mengenai penilaian
respon secara individual dengan cara menanyakan kesediaan untuk membayar (willingness
to pay) terhadap suatu komoditi lingkungan atau terhadap suatu sumberdaya yang non
marketable. Dikatakan contingent, karena pada kondisi tersebut respon seolah-olah
dihadapkan pada pasar yang sesungguhnya dimana sedang terjadi transaksi.
Metoda ini selain dapat digunakan untuk mengkuantifikasi nilai pilihan, nilai eksistensi dan
nilai pewarisan juga dapat digunakan untuk menilai penurunan kualitas.
Ada 4 macam tipe pertanyaan, yaitu (1) Direct Question Method disebut juga pertanyaan
terbuka, (2) Bidding Game, (3) Payment Card, (4) Take it or leave it. Ada lima macam
(sumber) bias yang perlu diwaspadai, yaitu (1) strategic bias, (2) starting point bias, (3)
hyphotetical bias, (4) sampling bias dan (5) commodity spesificafion bias.
Analisis valuasi ekonomi sumberdaya alam secara umum dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
cara langsung (direct method) dan cara tidak langsung (indirect method). Teknik penilaian secara
langsung sering menggunakan contingent valuation method (CVM), sedangkan untuk teknik tidak
langsung pendekatan yang biasa digunakan adalah hedonic pricing (HP).
Dalam operasionalnya untuk melakukan pendekatan CVM dilakukan lima tahapan kegiatan atau
proses, yaitu:
1. Membuat hipotesis pasar.
Pada awal proses kegiatan CVM, seorang peneliti terlebih dahulu harus membuat hipotesis
pasar terhadap sumberdaya yang akan divaluasi. Dalam hal ini kita bisa membuat suatu
kuesioner yang berisi informasi lengkap mengenai kegiatan atau proyek yang akan
dilaksanakan. Kuesioner ini bisa terlebih dahulu diuji pada kelompok kecil untuk
mengetahui reaksi dari proyek yang akan dilakukan sebelum proyek tersebut betul-betul
dilaksanakan.
2. Mendapatkan nilai lelang (bids).
Untuk memperoleh nilai lelang dilakukan dengan melakukan survei baik melalui survei
langsung dengan kuesioner, interview via telpon maupun lewat surat. Tujuan dari survei ini
untuk memperoleh nilai maksimum keinginan membayar (WTP) dari responden terhadap
suatu proyek misalnya perbaikan lingkungan. Nilai lelang ini bisa dilakukan dengan teknik:
Bab III
Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut
Wi = f (I,E,A,Q)
Persamaan di atas secara lebih eksplisit bisa dituliskan dalam fungsi logarithmic sehingga
bisa diestimasi dengan metode regresi biasa, misalnya:
5. Meng-agregat-kan data.
Tahap terakhir dalam teknik CVM adalah mengagregatkan rataan lelang yang diperoleh
pada tahap ke-tiga. Proses ini melibatkan konversi dari data rataan sampel ke rataan
populasi secara keseluruhan. Salah satu cara untuk mengkonversi ini adalah mengalikan
rataan sampel dengan jumlah rumah tangga didalam populasi.
Secara skematis pemilahan metode yang digunakan untuk penilaian ekonomi sumberdaya alam
laut dan pesisir disajikan pada Gambar 3.2 dan Gambar 3.3.
Bab III
Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut
Tidak
Tidak
Harga penggantian (Surrogate Prices):
1 Harga substitusi
2 Harga Substitusi tak langsung
Hasil sdal merupakan barang siap Ya 3 Biaya oportunitas tidak langsung
pakai (Final Product) 4 Nilai tukar
5 Biaya relokasi
6 Biaya perjalanan / pengadaan
(Travel Cost)
Tidak
Nilai Produksi :
Hasil sdal merupakan produk Ya 1 Pendekatan fungsi produksi
antara (Intermediate Product) 2 Faktor pendapatan bersih
Gambar 3. 2. Bagan Alir Pemilahan Metode Penilaian Nilai Guna Langsung (Direct Use Value) SDAL
Bab III
Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut
Tidak
Tidak
Tidak
Gambar 3. 3. Bagan Alir Pemilihan Metode Penelitian Nilai Guna Tidak Langsung (Indirect Use
Value), nilai pilihan (Option Value) dan nilai keberadaan (Existence Value) untuk
Hutan Mangrove
3.4. Langkah-Langkah Penilaian Valuasi ekonomi Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut.
Beberapa langkah yang harus ditempuh dalam melakukan penilaian sumberdaya alam dan
lingkungan yaitu:
o Mengidentifikasi dampak penting dari suatu kegiatan atau kejadian.
o Menguantifikasi besarnya dampak.
Bab III
Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut
3.4.1. Valuasi Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove (SDA Lahan Pesisir dan hutan
Mangrove)
5. Analisis Ekonomi
Suatu kegiatan atau proyek harus dipandang dari berbagai kelayakan (feasibility),
diantaranya adalah kelayakan teknis, kelayakan finansial, kelayakan ekonomi, kelayakan
sosial budaya, dan kelayakan lingkungan.
n Bi - Ci
NPV = ¦
i
i =1 (1+r)
Bab III
Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut
Dimana :
B = manfaat per tahun
C = biaya
r = discount rate per tahun
i = jangka waktu perhitungan proyek
n B–C > 0
¦
i
i=1 (1 + r)
Net BCR =
n C–B < 0
¦
i
i=1 (1 + r)
Dimana :
B = manfaat per tahun
C = biaya
R = discount rate per tahun
i = jangka waktu perhitungan proyek
Bab III
Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut
Indentifikasi informasi / data yang diperlukan dan metode pengumpulannya, lalu tentukan metode
penilaian yang sesuai dengan data tersedia.
Adapun metode penilai ekosistem terumbu karang seperti pada Tabel 3.4.
Bab III
Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut
Untuk mengetahui harga setiap manfaat di atas dilakukan kuantifikasi segenap manfaat dan fungsi
ke dalam nilai uang. Teknik kuantifikasi yang digunakan adalah sebagai berikut : (1) Nilai
Pasar, (2) Harga Tidak Langsung dan (3) Metode nilai kontingensi.
4. Identifikasi Biaya
Komponen biaya terdiri atas biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung adalah
biaya yang dikeluarkan agar dapat mengambil manfaat dari ekosistem tersebut. Sedangkan biaya
tidak langsung adalah biaya yang dikeluarkan untuk memelihara ekosistem tersebut agar tetap
memberikan manfaat secara lestari (biaya rehabilitasi dan proteksi).
Selain investasi, diperlukan juga biaya operasional, biaya tahunan dan pajak yang secara lengkap
disajikan pada Tabel 3.5.
Tabel 3. 5. Biaya Langsung Penangkapan Ikan Karang per Rumah Tangga
No. Jenis Biaya Komponen
1. Investasi Kapal
Mesin (11 PK)
Jaring
Kompas
Tali slambar
Sub total (1)
2. Operasi Solar
Oli
Es
Sub total (2)
3. Biaya Tetap Tahunan
a. Depresiasi Kapal
Mesin (11 PK)
Jaring
Kompas
Tali slambar
b. Biaya Pemeliharaan Kapal
Mesin (11 PK)
Jaring
Sub total (3)
4. Pajak
Sub total (4)
Total
Sumber : Saragih (1993)
Bab III
Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut
Dalam langkah yang terakhir ini, nilai-nilai yang diperoleh berasal dari langkah sebelumnya dan
menunjukkan bagaimana manfaat dan biaya menyebar. Hal ini ditujukan untuk membentuk aliran
tunai (cash flow). Untuk tujuan ini kita harus mengetahui tingkat diskon masyarakat. Tingkat
diskon menunjukkan angka dimana kita akan mengorbankan konsumsi masa datang untuk masa
sekarang. Angka diskon positif yang tinggi menyatakan secara tidak langsung bahwa kita menilai
konsumsi saat sekarang lebih tinggi dari konsumsi masa yang akan datang. Nilai diskon nol persen
menyatakan bahwa kita tidak membedakan antara nilai konsumsi sekarang dan mendatang.
Sedangkan kriteria-kriteria yang paling umum digunakan dalam analisis manfaat biaya ini adalah
sebagai berikut :
n Bi - Ci
NPV = ¦
i
i =1 (1+r)
Dimana :
B = manfaat per tahun
C = biaya
r = discount rate per tahun
i = jangka waktu perhitungan proyek
n B–C > 0
¦
i
i=1 (1 + r)
Net BCR =
n C–B < 0
¦
i
i=1 (1 + r)
Dimana :
B = manfaat per tahun
C = biaya
R = discount rate per tahun
i = jangka waktu perhitungan proyek
Bab III
Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut
Suatu dampak kegiatan terhadap lingkungan hidup dikatakan sebagai dampak penting apabila
mempunyai kriteria sebagai berikut:
x Jumlah manusia yang terkena dampak cukup banyak,
x Wilayah persebaran dampak cukup luas,
x Intensitas dampak cukup tinggi dan berlangsung lama,
x Banyak komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak,
x Dampak yang bersangkutan bersifat kumulatif,
x Dampak lingkungan itu bersifat tidak terbalik (irreversible).
Untuk mengetahui harga setiap manfaat di atas dilakukan kuantifikasi segenap manfaat dan fungsi
ke dalam nilai uang. Teknik kuantifikasi yang digunakan adalah sebagai berikut : (1) Nilai
Pasar, (2) Harga Tidak Langsung dan (3) Metode nilai kontingensi
Untuk mengetahui harga setiap manfaat dari sumberdaya mineral lepas pantai yang paling tepat
digunakan harga pasar.
Sumberdaya mineral sebagai bahan bangunan, yaitu seluruh sumberdaya mineral tersebut
digunakan sebagai campuran dengan semen. Sumberdaya mineral lepas pantai biasanya
didominasi oleh mineral-mineral kuarsa yang bagus untuk bahan bangunan. Sebelum digunakan
mineral-mineral tersebut dicuci terlebih dahulu untuk menghilangkan kadar garam yang tinggi.
Harga setiap meter kubik mineral tergantung pasar, dan biasanya dijual tidak jauh dari lokasi
penambangan.
Sumberdaya mineral lepas pantai sebagai material urugan, yaitu seluruh bahan galian
yang digali dari dasar laut digunakan sebagai bahan urugan, walaupun didalam bahan galian
tersebut kemungkinan terkandung berbagai jenis mineral berharga. Contoh untuk jenis ini adalah
pasir laut dari perairan Provinsi Riau yang marak dijual ke Singapura. Nilai dari mineral tersebut
biasanya dihargai dengan harga pasar lokal. Sebagai contoh adalah pasir laut dari perairan Riau
yang dijual hanya ke Singapura, meskipun sudah lintas Negara tetapi dilihat dari jaraknya masih
dianggap pasar lokal.
Sumberdaya mineral lepas pantai sebagai bahan baku industri, yaitu bahan galian yang
diambil dari dasar laut kemudian diekstrak dan didapatkan mineral-mineral berharga seperti:
magnetit, zircon, illmenit, monzonit, rutil, casiterit, emas dan platina. Nilai dari masing-masing
Bab III
Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut
mineral dapat dilihat pada harga pasar, baik pasar lokal, regional, maupun internasional. Harga
lokal dapat diketahui secara langsung di daerah survey, sedangkan harga regional dan
internasional dapat dilihat pada internet.
4. Analisis Ekonomi
Suatu kegiatan atau proyek harus dipandang dari berbagai kelayakan (feasibility), diantaranya
adalah kelayakan teknis, kelayakan finansial, kelayakan ekonomi, kelayakan sosial budaya, dan
kelayakan lingkungan.
Setelah perkiraan nilai biaya dan manfaat suatu proyek atau kegiatan diperoleh, maka analisis
mengenai layak atau tidaknya suatu kegiatan atau proyek harus dibuat. Salah satu cara yang
umum dipakai adalah menghitung nilai sekarang bersih (net present value = NPV), yaitu dengan
cara mengurangkan semua nilai manfaat dengan semua nilai biaya yang seluruhnya dinyatakan
dalam nilai sekarang. Apabila positip (NPV > 0), maka proyek atau kegiatan dinyatakan layak.
Dalam rangka penentuan besarnya pungutan lingkungan, maka yang digunakan sebagai alat
analisis adalah analisis biaya dan manfaat yang telah dikembangkan (extended net present value).
Untuk jenis sumberdaya mineral digunakan rumus (Abelson, P., 1979) sebagai berikut:
n (PQ – SC + Eb – Ec)i
NPV = ------------------------------
i=1 (1+r)i
dimana:
NPV = Net Present Value
P = Price of Mineral
Q = Quantity sold
SC = Social Cost of resources used in production
Eb = External Benefits (include social assets created by the mineral companies, such as
roads and ports)
Ec = External Cost (water pollution and distruction of fauna and flora)
r = The discount rate
i = year in the life of the project
n = number of years in the life of the project
Selain analisis NPV, dalam analisis kelayakan proyek dikenal analisis perbandingan antara manfaat
dan biaya proyek atau kegiatan yang umum disebut sebagai benefit – cost ratio analysis (BCR).
Cara ini dilakukan dengan cara membandingkan antara total manfaat proyek terhadap total biaya
proyek, yang semuanya dinyatakan dalam nilai sekarang. Nilai biaya dan manfaat juga harus
dihitung dengan memasukkan unsur biaya dan manfaat eksternal (unsur lingkungan). Kriteria
kelayakan suatu proyek atau kegiatan adalah sebagai berikut:
x Apabila nilai B/C > 1, maka proyek atau kegiatan dinyatakan layak.
x Apabila nilai B/C <= 1, maka proyek atau kegiatan dinyatakan tidak layak.
Daftar Pustaka
DAFTAR PUSTAKA
Abelson, P. 1979. Cost Benefit Analysis and Environmental Problems. Itchen Printers Limited,
Southampton. England.
Alino, P. M., A. J. Uichiaco, N. A. Bermas, and E. D. Gomez. 1992. Assemblage Stucture of Coral
Reef Fish : Multi-scale Correlatons With Environmental Variables. In : Chou, L. M & C. R.
Wilkinson (eds.). 1992 Third ASEAN Scince Technology Week Conference Proceedings, Vol.
6:Marine Science: Living Coastal Resources, 21-23 Sept. 1992. Singapore. Dept. of
Zoology, National University of Singapore and National Science and Technology Board,
Singapore.
Barbier, R., E. B. M. Acreman, and D. Nowler. 1997. Economic Valuation of Wetland : A Guide for
Makers and Planners. RAMSAR Convention Berau, Gland. Switzerland.
Barton, D. N. 1994. Economic Factors and Valuation of Tropical Coastal Resources. Universiteit I
Bergen. Senter for Miljo-Og Ressursstudier. Norway.
Cesar, H., 1996. "Economic Analysis of Indonesian Coral Reefs." World Bank Environment
Department Department Paper, Environmentally Sustainable Development Vice Presidency.
December 1996. The World Bank.
Dahuri, 1995. Studi Pengembangan Kebijaksanaan Ekosistem Lingkungan. PPLH IPB dan Kantor
Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
Dahuri, R., J. Rais, S. P. Ginting., dan M. J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah
Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita, Jakarta.
Davis, R., 1963. Recreation Planning as an Economic Problem. Natural Resource Journal 3,
239-249.
Djajadiningrat, S.T. 2001. Untuk Generasi Masa Depan: Tantangan dan Permasalahan
Lingkungan. Studio Tekno Ekonomi ITB. Bandung
Fauzi, Akhmad., 1999. Teknik Valuasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Bahan pelatihan
“Manajemen Lingkungan Segara Anakan”. Bogor, Agustus 1999.
Fauzi, Akhmad., 2002. Teknik Valuasi Ekonomi Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Bahan pelatihan
“Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan, Universitas Diponegoro”.
Semarang, Maret 2002.
Hutomo, M. (1987), "Coral Fish Resources and Their Relation to Reef Condition: Some Case
Studies in Indonesian Waters", Coral Reef Management in Southeast Asia. Vol. 29, pp.
67-8 1.
Kusumastanto, T Dan Purwanto, A.B. 2001. Metode Penghitungan Nilai Ekonomi Sumberdaya
Alam. Prosiding Rapat Koordinasi Teknis Neraca Sumberdaya Alam Spasial.
BAKOSURTANAL.
Daftar Pustaka
Maynard M. Huftschmidt, David James, Anton D. Meister, Blair T. Bower, John Dixon. 1983.
Environment, Natural Systems, and Development: An Economic Valuation Guide. The
John Hopkins University Press, Baltimore. hal. 170-261.
Nugroho, B, 2001. Paparan Teoritis : Menghitung Nilai Ekonomi Sumberdaya Hutan. Najalah Surili
Edisi 21/2001(hal 17 21).
Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis (Terjemahan Muhammad Eidman,
Koesoebiono, Dietriech G. B., Malikusworo Hutomo Dan Sukristijono). Penerbit PT.
Gramedia. Jakarta.
Pearce, D.W. 1986. The Economics of Natural Resource Management. Projects Policy
Department. The World Bank. Washington.
Repetto, R. et. Al. 1992. Green Fees: How a tax shift can work for the environment and the
economy.
Saragih, H. H. 1993. Keadaan Umum Perikanan di Kecamatan Percut Sei Tuah, Kabupaten Deli
Serdang Provinsi Sumatera Utara. Fakultas Perikanan IPB. Bogor.
Suparmoko dan Maria R. Suparmoko. Ekonomika Lingkungan. 2000. BPFE Yogyakarta. hal. 101-
132.
Suparmoko, M. 2002. Penilaian Ekonomi : Sumberdaya Alam dan Lingkungan (konsep dan
Metode Penghitungan). LPPEM Wacana Mulia, Jakarta.
The Centre for Social and Economics Research on the Global Environment (CSERGE). 1994.
Economic Values and the Environment in the Development Wolrd, A Report to the
UNEP, Nairobi.
DAFTAR ISTILAH
Neraca sumberdaya lahan pesisir adalah “timbangan” yang disusun untuk mengetahui
besarnya cadangan awal sumberdaya lahan pesisir yang dinyatakan dalam aktiva, dan
besarnya pemanfaatan yang dinyatakan dengan pasiva, sehingga perubahan cadanagn
dapat diketahui besarnya sisa cadngan yang dinyatakan dalam slado dalam satu kurun
waktu.
Neraca sumberdaya mineral adalah suatu alat evaluasi sumberdaya mineral, yang menyajikan
cadangan awal, perubahan/pemanfaatan, dan keadaan akhir dalam bentuk tabel dan peta
penyebaran sumberdaya mineral.
Peta adalah gambaran dari permukaan bumi pada suatu bidang datar yang dibuat secara
kartografis menurut proyeksi dan skala tertentu dengan menyajikan unsur-unsur alam dan
buatan serta informasi lainnya yang diinginkan.
Peta aktiva adalah peta yang menggambarkan kondisi keadaan awal suatu sumberdaya.
Peta neraca adalah peta hasil tumpang tindih (overlay) peta aktiva dan pasiva, sehingga
memberikan gambaran keadaan awal, perubahan yang terjadi dan keadaan akhir.
Peta pasiva adalah peta yang menggambarkan kondisi akhir suatu sumberdaya.
Lampiran
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. CONTOH PERHITUNGAN NILAI EKONOMI TOTAL HUTAN MANGROVE
3. Nilai Pilihan
Nilai plihan dapat diketahui dengan menggunakan Contingent Valuation Method. Nilai pilihan
hasil penelitian Ruintenbeek, 1991 sebesar US$ 1.500/km2/th dapat pula dijadikan sebagai
acuan dengan asumsi hutan mangrove tersebut berfungsi penting secara ekologis dan tetap
terpelihara.
4. Nilai Eksistensi
Nilai ini juga dapat diketahui melalui pendekatan Contingent Valuation. Nilai Rupiah (rata-
rata)/m2/th yang diperoleh dari sejumlah responden merupakan nilai eksistensi hutan mangrove
tersebut. Fakhrudin, 1996 dalam Fauzi, 1999, mendapatkan nilai eksistensi hutan mangrove
sebesar Rp 33,5 milyar/th untuk kawasan hutan mangrove di Kab. Subang.
3. Nilai Pilihan
Nilai pilihan dapat diketahui dengan menggunakan metode Contingent Valuation. Nilai pilihan hasil
penelitian Ruintenbeek, 1991 sebesar US$ 1.500/km2/th dapat pula dijadikan sebagai acuan
dengan asumsi terumbu karang tersebut berfungsi penting secara ekologis dan tetap terpelihara.
4. Nilai Eksistensi
Nilai ini juga dapat diketahui melalui Pendekatan Contingent Valuation. Nilai Rupiah
(rata-rata)/m2/th yang diperoleh dari sejumlah responden merupakan nilai eksistensi terumbu
karang tersebut.