You are on page 1of 94

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

OLEH GURU PKn DI SMA NEGERI I BANJARNEGARA

Skripsi

Untuk memperoleh gelar

Sarjana Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Pada Universitas Negeri Semarang

Oleh:

Nama : Anggun Kusuma Wardani

NIM : 3401403029

Jurusan : Hukum dan Kewarganegaraan

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2007
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing dan untuk selanjutnya diajukan

ke depan sidang panitia ujian skripsi pada:

Hari :

Tanggal :

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Tijan, M.Si Drs. Sumarno


NIP. 131658237 NIM. 131475652

Mengetahui

Ketua Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan

Drs. Slamet Sumarto, M.Pd


NIP. 131570070

ii
PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan sidang panitia skripsi Fakultas Ilmu

Sosial Universitas Negeri Semarang pada:

Hari :

Tanggal :

Penguji Skripsi

Drs. AT Sugeng Priyanto, M.Si


NIP. 131813668

Anggota I Anggota II

Drs. Tijan, M.Si Drs. Sumarno


NIP. 131658237 NIP. 131475652

Mengetahui

Dekan Fakultas Universitas Negeri Semarang

Drs. Sunardi, M.M


NIP. 130367998

iii
PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis didalam skripsi ini benar-benar hasil karya

sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya.

Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau

dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, Juni 2007

Anggun Kusuma W
NIM. 3401403029

iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto:

¾ “Berdoa dan berusaha adalah dua kunci keberhasilan sedangkan tawakal

adalah awal dari kesempurnaan”

¾ “Be humble Alloh Creature”

Persembahan:

Untuk orang tuaku sekaligus keluargaku di Banjarnegara


Dan
Teruntuk Almarhumah Ibu tercinta…………..… yang semasa hidup beliau
telah merawat, membimbing, mendidik dengan penuh kasih sayang
(terima kasih Ibu…Engkau telah berikan yang terbaik untukku)

Adikku Dani……….terima kasih sayang, kau penyemangat bagiku


dan kau menambah keceriaan dalam hidup ini

Terima kasih untuk mas.Esav……..yang sudah membantu


dan mensupport-qu

Sahabat KFC………(Diyah, Yeni, Rini, Enrica, Dwi, Santi, Bambang, Edi)


terima kasih kau memberiku arti kebersamaan

Teman-teman wisma Annisa……..yang selama ini mewarnai hari-hariku


Teman-teman PPKn’03
dan
Almamaterku

v
PRAKATA

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Alloh S.W.T yang telah

melimpahkan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang

berjudul “Pelaksanaan Pembelajaran Kontekstual oleh Guru PKn di SMA Negeri I

Banjarnegara” dengan lancar. Skripsi ini merupakan syarat akademis dalam

menyelesaikan pendidikan SI di Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Fakultas

Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang.

Penulis menyadari bahwa berkat bantuan dari berbagai pihak, maka skripsi

ini dapat tersusun. Untuk itu penulis sampaikan rasa terimakasih yang tak

terhingga kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H.Sudijono Sastroatmodjo, M.Si., Rektor Universitas

Negeri Semarang

2. Bapak Drs. Sunardi, M.M., Dekan Fakultas Ilmu Sosial

3. Bapak Drs. Slamet Sumarto, M.Pd., Ketua Jurusan Hukum dan

Kewarganegaraan

4. Bapak Drs. Tijan, M.Si., Dosen Pembimbing I yang dengan sabar

mengarahkan dan membimbing penulis dalam menyusun skripsi ini dari

awal hingga akhir

5. Bapak Drs. Sumarno., Dosen Pembimbing II yang penuh ikhlas dalam

memberikan saran, petunjuk dan bimbingan hingga terselesaikannya

skripsi ini

vi
6. Bapak Drs. H. Mahmudi, M.Ag., Kepala Sekolah SMA Negeri I

Banjarnegara yang mengijinkan penulis untuk mengadakan penelitian di

sekolah yang beliau pimpin

7. Ibu Purwati, S.Pd dan Bapak Drs. Sigit Budi Nurani,. Guru pengampu

bidang studi Kewarganegaraan yang telah membantu penulis di lapangan

dalam mendapatkan data-data yang kami butuhkan

8. Almarhumah Ibu tercinta yang semasa hidup beliau selalu membimbing

serta memberikan kasih sayang kepada penulis

9. Adikku Dani yang senantiasa memberi semangat dan keceriaan dalam

hidup penulis

10. Keluarga di rumah yang selalu memberi semangat dan bantuan hingga

penulis jadi sarjana

11. Teman-teman serta semua pihak yang telah membantu yang tak dapat

penulis sebutkan satu-persatu

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih

jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat berterimakasih bila ada saran

dan kritik yang membangun demi sempurnanya penyusunan skripsi ini. Semoga

skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Semarang, Juni 2007

Penulis

vii
SARI

Anggun K.W. 2007. Pelaksanaan Pembelajaran Kontekstual oleh Guru PKn di


SMA Negeri I Banjarnegara. Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan Fakultas
Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.

Kata Kunci: Pembelajaran, Kontekstual, PKn


Kemampuan guru dalam menciptakan pembelajaran yang berkualitas
sangat menentukan keberhasilan pendidikan secara keseluruhan. Kualitas
pembelajaran diantaranya bergantung pada kemampuan guru, terutama dalam
memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik secara efektif dan efisien.
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) atau yang sering
disingkat CTL merupakan salah satu strategi belajar yang diharapkan mampu
mengefektifkan proses belajar mengajar dimana pembelajaran berlangsung secara
alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan hanya
transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Sehingga pada akhirnya pembelajaran
diharapkan dapat lebih bermakna bagi siswa. Untuk mengetahui sejauh mana
penerapan pembelajaran kontekstual dalam mata pelajaran PKn di sekolah, maka
perlu diadakan peneliitan terhadap hal tersebut.
Permasalahan utama yang dikaji dalam penelitian ini adalah
“Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran kontekstual oleh guru PKn di SMA
Negeri I Banjarnegara?”. Tujuan penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui
persiapan pembelajaran kontekstual yang dilakukan oleh guru PKn di SMA
Negeri I Banjarnegara; (2) Untuk mengetahui proses pembelajaran kontekstual
yang dilakukan oleh guru PKn di SMA Negeri I Banjarnegara; (3) Untuk
mengetahui sistem penilaian yang dilakukan oleh guru PKn di SMA Negeri I
Banjarnegara.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Lokasi penelitian yang
dijadikan objek adalah SMA Negeri I Banjarnegara. Pengumpulan data dilakukan
dengan menggunakan teknik observasi, wawancara, serta dokumentasi yang
diolah dan diperiksa dengan menggunakan tekhnik triangulasi untuk pengecekan
keabsahan data dengan proses hasil wawancara dan observasi kemudian
dicocokkan dengan isi dokumen yang terkait.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa: (1) Perangkat
pembelajaran yang dibuat oleh guru PKn di SMA Negeri I Banjarnegara secar
mandiri meliputi: program tahunan, program semester, perhitungan minggu
efektif, dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Sedangkan untuk
pengembangan silabus dibuat secara bersama-sama dalam MGMP. (2) Kegiatan
belajar mengajar PKn sudah cukup baik meskipun dalam penyampaian materi
pelajaran guru lebih sering menggunakan metode ceramah dibandingkan dengan
metode yang lain, namun guru tetap menciptakan suasana belajar yang efektif dan
kondusif dengan cara melibatkan 7 komponen utama pembelajaran kontekstual.
(3) Penilaian pembelajaran PKn dilakukan guru secara terintegrasi baik selama
proses pembelajaran maupun setelah proses pembelajaran.

viii
Saran. Secara global masih perlu adanya pelatihan-pelatihan ataupun
seminar untuk menambah pengetahuan, pengertian dan pemahaman tentang
pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam pelaksanaan
pembelajaran kontekstual guru diharapkan mampu meningkatkan kualitas
pembelajaran dengan cara memberikan pengalaman belajar secara kontekstual dan
praktis kepada siswa. Dan bagi sekolah diharapkan meningkatkan sarana dan
prasarana guna mendukung proses belajar mengajar secara efektif dan efisien.

ix
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................................... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ...................................................................... iii

PERNYATAAN............................................................................................... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................. v

KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi

SARI ................................................................................................................ viii

DAFTAR ISI.................................................................................................... x

DAFTAR TABEL............................................................................................ xiii

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar Belakang .................................................................................... 1

B. Perumusan Masalah ............................................................................. 5

C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 5

D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 6

E. Sistematika Skripsi............................................................................... 6

BAB II LANDASAN TEORI .......................................................................... 8

A. Konsep Dasar dan Perubahan Kurikulum ............................................ 8

B. Konsep Mata Pelajaran PKn ................................................................ 10

C. Konsep Pembelajaran........................................................................... 14

D. Konsep Pembelajaran Kontekstual ...................................................... 17

x
E. Pelaksanaan Pembelajaran Kontekstual............................................... 23

F. Kerangka Berfikir ................................................................................ 30

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 34

A. Dasar Penelitian ................................................................................... 34

B. Lokasi Penelitian.................................................................................. 34

C. Fokus Penelitian .................................................................................. 35

D. Sumber Data Penelitian........................................................................ 36

E. Metode Pengumpulan Data ................................................................. 37

F. Validitas Data Penelitian...................................................................... 38

G. Metode Analisis Data........................................................................... 40

H. Prosedur Penelitian ............................................................................. 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 44

A. Hasil Penelitian ................................................................................... 44

1. Tinjauan Umum Sekolah yang diteliti .......................................... 44

2. Perencanaan Pembelajaran Kontekstual........................................ 47

3. Proses Pembelajaran Kontekstual ................................................. 52

4. Penilaian Pembelajaran Kontekstual ............................................. 55

B. Pembahasan.......................................................................................... 59

1. Perencanaan Pembelajaran Kontekstual........................................ 60

2. Proses Pembelajaran Kontekstual ................................................. 64

3. Penilaian Pembelajaran Kontekstual ............................................. 74

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 75

A. Simpulan ............................................................................................. 75

xi
B. Saran .................................................................................................. 76

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 78

LAMPIRAN-LAMPIRAN

xii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar...................................... 14

Tabel 2. Perbedaan Pembelajaran Konvensional dengan Kontekstual ............ 23

Tabel 3. Komposisi Siswa................................................................................ 50

Tabel 4. Kondisi Guru...................................................................................... 50

Tabel 5. Sarana dan Prasarana ......................................................................... 51

Tabel 6. Eksistensi Perencanaan Pembelajaran ............................................... 53

Tabel 7. Sistem Penilaian ................................................................................ 62

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Ijin Survey Pendahuluan

2. Surat Ijin Penelitian

3. KTSP SMA Negeri I Banjarnegara

4. Visi dan Misi Sekolah

5. Profil Sekolah

6. Program Unggulan Sekolah

7. Daftar nama dan Kode Guru

8. Struktur Organisasi SMA Negeri I Banjarnegara

9. Kalender Pendidikan

10. Program Tahunan

11. Program Semester

12. Perhitungan Alokasi Waktu

13. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

14. Penilaian Proses dan Hasil Belajar Siswa

15. Daftar Penilaian Mata Pelajaran Kewarganegaraan

16. Pedoman Wawancara untuk Guru

17. Pedoman Wawancara untuk Siswa

18. Catatan Dokumentasi

19. Lembar Pengamatan

20. Foto-foto Dokumentasi

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Otonomi daerah membawa pengaruh bagi manajemen pendidikan di

Indonesia. Salah satu pengaruh tersebut adalah diberlakukannya otonomi

sekolah, di mana tiap-tiap sekolah memiliki wewenang untuk mengelola dan

meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.

Dalam lingkup kelas, maka guru mempunyai peran yang strategis untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran. Guru merupakan personil sekolah yang

memiliki kesempatan bertatap muka lebih banyak dengan siswanya. Dengan

demikian, peran dan tanggung jawab guru sesuai dengan kebijakan otonomi

sekolah antara lain adalah menguasai dan mengembangkan materi

pembelajaran, merencanakan dan mempersiapkan pembelajaran, serta

mengontrol dan mengevaluasi kegiatan siswa.

Kemampuan guru dalam menciptakan pembelajaran yang berkualitas

sangat menentukan keberhasilan pendidikan secara keseluruhan. Kualitas

pembelajaran sangat bergantung pada kemampuan guru, terutama dalam

memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik secara efektif dan

efisien.

Berdasarkan pengamatan, sejauh ini pendidikan kita masih didominasi

oleh pandangan, bahwa pengetahuan sebagi perangkat fakta-fakta yang harus

dihapal. Kelas masih terfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan,

1
2

ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar. Sering dijumpai guru terbiasa

melaksanakan kegiatan pembelajarannnya dengan metode konvensional di

mana siswa kurang dilibatkan secara aktif dalam kegiatan pembelajaran.

Siswa cenderung pasif dan hanya sebagai pendengar ceramah guru tanpa

diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya. Proses belajar mengajar

terkesan kaku, kurang fleksibel dan guru cenderung kurang demokratis. Siswa

ibarat kertas putih bersih yang siap diisi dengan ilmu pengetahuan. Pencapaian

dan keberhasilan pendidikan berdasarkan hasil akhir pembelajaran dengan

mengabaikan proses.

Adanya kenyataan seperti di atas, maka diperlukan suatu inovasi

strategi belajar yang diharapkan lebih efektif dan efisien sebagai alternatif yaitu

pembelajaran kontekstual.

Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) yang

sering disingkat dengan CTL merupakan salah satu model pembelajaran yang

membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi

dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara

pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka

sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil

pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran

berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami,

bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih

dipentingkan daripada hasil.


3

Dalam konteks tersebut, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa

manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mancapainya. Mereka

sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan begitu

mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk

hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan

berupaya menggapainya. Dalam upaya itu, mereka memerlukan guru sebagai

pengarah dan pembimbing.

SMA Negeri I Banjarnegara yang mrupakan sebuah institusi pendidikan

merupakan wadah pengembang wawasan keilmuan masyarakat dengan

menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas, seiring dengan kemajuan

zaman, teknologi dan informasi. Kondisi SMA Negeri I Banjarnegara yang

terletak secara strategis di tengah kota sangat dominan dalam mengembangkan

dunia kependidikan di kota Banjarnegara. Terbukti bahwa SMA Negeri I

Bajarnegara telah mampu bersaing dengan lembaga-lembaga pendidikan

formal lain yang ada di kota Banjarnegara, khususnya dalam bidang akademik

maupun prestasi. Kegiatan pembelajaran yang berlangsung di SMA Negeri I

Banjarnegara telah berkembang seiring dengan tuntutan kurikulum yang

berlaku saat ini, yakni Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Adapun

kurikulum tersebut merupakan kurikulum penyempurnaan atas kurikulum

sebelumnya yakni Kurikulum 2004 Berbasis Kompetensi.

Keberadaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut

peran aktif guru dalam mengolah pembelajaran menjadi pembelajaran yang

berkualitas dan mengembangkan ranah atau domain pembelajaran siswa yang


4

meliputi ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. Dalam hal ini

strategi yang digunakan tidak hanya strategi yang secara konvensional saja,

namun strategi yang secara adaptif mampu dikembangkan oleh siswa secara

mandiri.

Salah satu strategi pembelajaran yang merupakan perangkat

pembelajaran berasosiasi dengan KTSP adalah strategi pembelajaran berbasis

CTL (Contextual Teaching and Learning) dengan tujuh komponen

pembelajaran yang meliputi konstruktivisme (constructivism); menemukan

(inquiry); bertanya (questioning); masyarakat belajar (learning community);

pemodelan (modelling); refleksi (reflection); dan penilaian yang sebenarnya

(authentic assessment). Strategi pembelajaran menuntut guru PKn agar dapat

menjadikan siswa mampu menghubungkan isi materi pelajaran dengan situasi

dunia nyata siswa dan memotivasi siswa untuk menghubungkan pengetahuan

tersebut dengan aplikasinya dalam kehidupan nyata.

Untuk mengetahui sejauh mana penerapan pendekatan pembelajaran

kontekstual dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah,

maka perlu diadakan penelitian terhadap hal tersebut. Adapun penelitian akan

dilaksanakan di SMA Negeri I Banjarnegara dengan pertimbangan bahwa di

sekolah tersebut pelaksanaan pembelajaran kontekstual telah dilaksanakan

pada semua mata pelajaran termasuk mata pelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan. Kurikulum yang digunakanpun telah disesuaikan dengan

kurikulum yang saat ini berlaku yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP). Di samping itu, karena SMA Negeri I Banjarnegara merupakan salah


5

satu SMA favorit yang ada di Kabupaten Banjarnegara, dengan data tahun

pelajaran 2006/2007 NEM masuk (kelas I baru) rata-ratanya 8,36 sedangkan

untuk NEM keluar (kelas III) rata-ratanya untuk IPA yaitu 8,62 dan untuk IPS

yaitu 7,78 (lihat lampiran 3). Dari latar belakang tersebut penulis terdorong

untuk melakukan penelitian dengan judul “Pelaksanaan Pembelajaran

Kontekstual oleh Guru PKn di SMA Negeri I Banjarnegara”.

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian diatas, maka masalah utama yang akan diteliti

adalah “Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran kontekstual oleh guru PKn

di SMA Negeri I Banjarnegara”. Dengan uraian sub permasalahan sebagai

berikut.

1. Bagaimanakah persiapan pembelajaran kontekstual yang dilakukan oleh

guru PKn di SMA Negeri I Banjarnegara?

2. Bagaimanakah proses pembelajaran kontekstual yang dilakukan oleh guru

PKn di SMA Negeri I Banjarnegara?

3. Bagaimanakah sistem penilaian pembelajaran kontekstual yang dilakukan

oleh guru PKn di SMA Negeri I Banjarnegara?

C. TUJUAN PENELITIAN

Adanya penulisan penelitian ini bertujuan sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui persiapan pembelajaran kontekstual yang dilakukan

oleh guru PKn di SMA Negeri I Banjarnegara


6

2. Untuk mengetahui proses pembelajaran kontekstual yang dilakukan oleh

guru PKn di SMA Negeri I Banjarnegara

3. Untuk mengetahui sistem penilaian yang dilakukan oleh guru PKn di SMA

Negeri I Banjarnegara dalam pembelajaran kontekstual.

D. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan pembelajaran kontekstual

yang dilakukan oleh guru PKn di SMA Negeri I Banjarnegara

2. Memberikan konstribusi dan motivasi bagi guru PKn pada khususnya dan

guru mata pelajaran pada umunya dalam meningkatkan kualitas

pembelajaran melalui pengembangan pendekatan pembelajaran

kontekstual

3. Memberikan masukan bagi sekolah dalam mensosialisasikan pembelajaran

kontekstual kepada guru-guru mata pelajaran agar lebih memaksimalkan

pelaksanaan pendekatan tersebut dan memperbaiki kualitas pembelajaran.

E. GARIS-GARIS BESAR SISTEMATIKA SKRIPSI

Dalam memberikan gambaran umum mengenai isi penelitian skripsi ini,

perlu dikemukakan garis besar pembahasan melalui sistematika skripsi.

Adapun skripsi ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:

1. Pendahuluan, meliputi: judul, abstrak, pengesahan, motto dan

persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, dan daftar lampiran.
7

2. Bagian isi, meliputi:

a. Bab I Pendahuluan, berisi: latar belakang, permasalahan, tujuan

penelitian, dan sistematika penulisan skripsi

b. Bab II Landasan Teori, berisi: konsep dasar dan perubahan kurikulum,

konsep mata pelajaran PKn, konsep pembelajaran, konsep

pembelajaran kontekstual, pelaksanaan pembelajaran kontekstual, dan

kerangka berpikir.

c. Bab III Metode Penelitian, meliputi: dasar penelitian, lokasi penelitian,

fokus penelitian, sumber data penelitian, metode pengumpulan data,

validitas data penelitian, metode analisis data, dan prosedur penelitian.

d. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, meliputi: tinjauan umum

sekolah yang diteliti, perencanaan pembelajaran kontekstual, proses

pembelajaran kontekstual, dan penilaian pembelajaran kontekstual.

e. Bab V Penutup, meliputi simpulan dan saran

3. Bagian akhir, meliputi daftar pustaka dan lampiran-lampiran


BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Dasar dan Perubahan Kurikulum

Istilah “kurikulum” memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh

pakar-pakar dalam bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai

dengan dewasa ini. Seperti dikemukakan oleh Darsono (2000: 127) bahwa

pengertian kurikulum menurut para ahli dapat dicermati seperti di bawah ini.

a. Beauchamp, berpendapat bahwa kurikulum adalah dokumen tertulis yang

memuat rencana untuk pendidikan peserta didik selama belajar di sekolah.

b. Macdonal, mengemukakan kurikulum sebagai rencana kegiatan untuk

menuntun pengajaran.

c. Hilda Taba, mendefinisikan kurikulum sebagai rencana untuk

membelajarkan peserta didik.

d. Krugi, menguraikan bahwa kurikulum merupakan semua cara yang

ditempuh sekolah agar peserta didik memperoleh pengalaman belajar yang

diinginkan.

Pada sisi lain yaitu Pasal 1 ayat 19 UU No. 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional, menerangkan bahwa kurikulum adalah

seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan

pembelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan

kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Artinya

kurikulum merupakan rencana, pengaturan tentang pelaksanaan proses belajar

8
9

mengajar yang akan dilaksanakan oleh guru. Kurikulum merupakan pedoman

yang akan direalisasikan oleh guru dalam menciptakan situasi belajar.

Atas dasar pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kurikulum

adalah rencana kegiatan yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan

pembelajaran untuk mencapai pengalaman belajar yang diinginkan.

Kurikulum senantiasa berubah seiring dengan perkembangan zaman dan

adanya perubahan terhadap pendidikan oleh pemerintah pusat. Kurikulum

Pendidikan Dasar dan Menengah yang berlaku pada awalnya adalah

Kurikulum 1994 yang ditetapkan melalui Keputusan Mendikbud No.

060/V/1993 dan No. 061/V/1993. Setelah beberapa tahun diimplementasikan,

pemerintah memandang perlu dilakukan kajian dan penyempurnaan sehingga

mulai tahun 2001 Depdiknas melakukan serangkaian kegiatan untuk

menyempurnakan Kurikulum 1994 dan melakukan rintisan secara terbatas

untuk validasi dan mendapatkan masukan yang empiris. Kurikulum itu disebut

dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).

Draf kurikulum hasil rintisan tersebut semula akan diberlakukan

penerapannya di sekolah-sekolah mulai tahun ajaran 2004/2005. Namun

dengan lahirnya UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan, maka draf kurikulum tersebut perlu disesuaikan kembali. Adapun

penyempurnaan kurikulum selanjutnya dilakukan oleh Badan Standar

Nasional Pendidikan (BSNP). Dengan mengacu pada UU No. 20 Tahun 2003

tentang Sisdiknas, PP No. 19 Tahun 2005 tentang SNP, Permen Diknas No.
10

22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, Permen Diknas No. 23 Tahun 2006

tentang Standar Kompetensi Lulusan, Permen Diknas No.24 Tahun 2006

tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan, selanjutnya

BSNP menggagas Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang

merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 2004. KTSP adalah kurikulum

operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan

pendidikan. KTSP terdiri atas tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan,

kalender pendidikan, dan silabus. Adapun KTSP mulai diterapkan pada tahun

pelajaran 2006/2007 bagi Sekolah Standar Nasional (SSN), Sekolah Nasional

Berstandar Internasional (SNBI), dan bagi sekolah yang telah siap. Pada tahun

2009/2010 diharapkan semua sekolah telah melaksanakan KTSP

(Puskur Balitbang, 2006).

B. Konsep Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

1. Pengertian dan Dimensi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Di dalam kurikulum 2004 SMA Pedoman Khusus Pengembangan

Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Kewarganegaraan dijelaskan bahwa

mata pelajaran kewarganegaraan (citizenship) adalah mata pelajaran yang

ingin membentuk warga negara yang ideal yaitu warga negara yang

memiliki keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan YME, menguasai

pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai sesuai dengan konsep dan

prinsip-prinsip kewarganegaraan. Sehubungan dengan itu, dinyatakan

bahwa mata pelajaran kewarganegaraan mencakup tiga dimensi yaitu:


11

1. dimensi pengetahuan kewarganegaraan (civics knowledge) yang

mencakup bidang politik, hukum dan moral, meliputi pengetahuan

tentang prinsip-prinsip dan proses demokrasi, lembaga pemerintah dan

non pemerintah, identitas nasional, pemerintah berdasar hukum dan

peradilan yang bebas dan tidak memihak, konstitusi, sejarah nasioanal,

hak dan kewajiban warga negara, hak asasi manusia, hak sipil dan hak

politik;

2. dimensi keterampilan kewarganegaraan (civics skill) yang meliputi

keterampilan partisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Misalnya dalam mewujudkan masyarakat madani (civil society),

keterampilan mempengruhi dan memonitoring jalannya pemerintahan,

dan proses pengambilan keputusan politik, keterampilan memecahkan

masalah sosial, keterampilan mengadakan koalisi, kerja sama, dan

mengelola konflik;

3. dimensi nilai-nilai kewarganegaraan (civics values) yang mencakup

kepercayaan diri, komitmen, penguasaan atas nilai-nilai religi,

toleransi, kebebasan individual, kebebasan berbicara, keberbasan pers,

kebebasan berserikat dan berkumpul dan perlindungan terhadap

minoritas (Depdiknas).

2. Hakikat Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Kewarganegaraan (citizenship) adalah mata pelajaran yang

memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama,

sosio-kultural, bahas, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara
12

Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter sesuai dengan yang

diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945 (Depdiknas, 2002).

3. Fungsi dan Tujuan Mata Pelajaran Kewarganegaraan

Mata pelajaran Kewarganegaraan berfungsi sebagai wahana untuk

membentuk warga negara yang cerdas, terampil dan berkarakter yang setia

kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam

kebiasaan berfikir sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.

Tujuan mata pelajaran kewarganegaraan adalah untuk memberikan

kompetensi-kompetensi sebagai berikut.

a. Berfikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menggapai isu

kewarganegaraan;

b. Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab dan bertindak

secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara;

c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk riri

berdasarkan pada karakter-karakter Indonesia agar dapat hidup

bersama dengan bangsa-bangsa lainnya; dan

d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara

langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi

informasi dan komunikasi (Depdiknas, 2002).

4. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

meliputi aspek-aspek sebagai berikut:


13

a. Persatuan dan Kesatuan Bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam

perbedaan, Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia,

Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia,

Partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara

Kesatuan Republik Indonsia, Keterbukaan dan jaminan keadilan

b. Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan

keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat,

Peraturan-peraturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara, Sistim hukum dan peradilan nasional,

Hukum dan peradilan internasional

c. Hak asasi manusia, meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan

kewajiban anggota masyarakat, Instrumen nasional dan internasional

HAM, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM

d. Kebutuhan warga negara, meliputi: Hidup gotong royong, harga diri

sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan

mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri,

Persamaan kedudukan warga negara

e. Konstitusi Negara, meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi

yang pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di

Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi

f. Kekuasaan dan politik, meliputi: Pemerintahan desa dengan

kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat,

Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi


14

menuju masyarakat madani., Sistem pemerintahan, Pers dalam

masyarakat demokrasi

g. Pancasila, meliputi: Kedudukan pancasila sebagai dasar negara dan

ideologi negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara,

Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari,

Pancasila sebagai ideologi terbuka

h. Globalisasi, meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar

negeri Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan

internasional dan organisasi internasional, dan Mengevaluasi

globalisasi.

5. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran PKn

Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),

dinyatakan bahwa Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata

pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan minimal harus ada dalam Standar

Isi (Permen diknas No. 22 Tahun 2006). Adapun Standar Kompetensi dan

Kompetensi Dasar mata pelajaran PKn kelas X, kelas XI, dan kelas XII

lebih lanjut dapat dilihat dalam lampiran.

C. Konsep Pembelajaran

1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran

Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui

pengalaman. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas

daripada itu yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil
15

latihan, melainkan perubahan kelakuan yang meliputi aspek-aspek seperti

pengetahuan, pemahaman, kebiasaan, apresiasi, emosional, hubungan

sosial, jasmani, budi pekerti (etika), sikap dan lain-lain. Kalau seseorang

telah melakukan perbuatan belajar, maka terjadi perubahan pada salah satu

atau beberapa aspek tingkah laku tersebut (Hamalik, 2002: 36).

Darsono (2002: 24-25) secara umum menjelaskan pengertian

pembelajaran sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian

rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah kearah yang lebih baik.

Sedangkan secara khusus pembelajaran dapat diartikan sebagai berikut.

a. Teori Behavioristik, mendefinisikan pembelajaran sebagai usaha guru

membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan

lingkungan (stimulus). Agar terjadi hubungan stimulus dan respon

(tingkah laku yang diinginkan) perlu latihan, dan setiap latihan yang

berhasil harus diberi hadiah dan atau reinforcement (penguatan).

b. Teori Kognitif, menjelaskan pengertian pembelajaran sebagai cara

guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berfikir agar dapat

mengenal dan memahami apa yang sedang dipelajari.

c. Teori Gestalt, menguraikan bahwa pembelajaran merupakan usaha

guru untuk memberikan materi pembelajaran sedemikian rupa,

sehingga siswa lebih mudah mengorganisirnya (mengaturnya) menjadi

suatu gestalt (pola bermakna).


16

d. Teori Humanistik, menjelaskan bahwa pembelajaran adalah

memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih bahan pelajaran

dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat dan kemampuannya.

2. Ciri-ciri Pembelajaran

Darsono (2002: 65) menyebutkan ciri-ciri pembelajaran sebagai

berikut.

a. Pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncana secara sistematis

b. Pembelajaran dapat menumbuhkan perhatian dan motivasi siswa

dalam belajar

c. Pembelajaran dapat menyediakan bahan belajar yang menarik dan

menantang bagi siswa

d. Pembelajaran dapat menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan

menyenangkan bagi siswa

e. Pembelajaran dapat menciptakan suasana belajar yang aman dan

menyenangkan bagi siswa

f. Pembelajaran dapat membuat siswa menerima pelajaran, baik secara

fisik dan psikologis.

3. Tujuan Pembelajaran

Tujuan (goals) adalah rumusan yang luas mengenai hasil-hasil

pendidikan yang diinginkan. Didalamnya terkandung tujuan yang menjadi

target pembelajaran dan menyediakan pilar untuk menyediakan

pengalaman-pengalaman belajar. Pembelajaran adalah suatu kegiatan

yang dilakukan secara sadar dan sengaja. Oleh karena itu pembelajaran
17

pasti mempunyai tujuan. Tujuan pembelajaran adalah membantu pada

siswa agar memperoleh berbagai pengalaman dan dengan pengalaman itu

tingkah laku siswa bertambah, baik kuantitas maupun kualitas. Tingkah

laku yang dimaksud meliputi pengetahuan, keterampilan, dan nilai atau

norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan perilaku siswa

(Darsono, 2002: 24-26).

D. Konsep Pembelajaran Kontekstual

1. Pengertian Strategi, Metode, dan Pendekatan Pembelajaran

J.R. David dalam Wina Sanjaya (2006: 124) menjelaskan bahwa,

dalam dunia pendidikan strategi pembelajaran diartikan sebagai

perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang di disain untuk

mencapai tujuan pendidikan tertentu. Ada dua hal yang perlu dicermati

dari pengertian strategi pembelajaran tersebut. Pertama, strategi

pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk

penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan

dalam pembelajaran. Ini berarti penyusunan suatu strategi baru sampai

pada proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan.

Kedua, strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari

semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan. Oleh

sebab itu, sebelum menentukan strategi perlu dirumuskan tujuan yang

jelas yang dapat diukur keberhasilannya, sebab tujuan adalah rohnya

dalam implementasi suatu strategi.


18

Adapun upaya pengimplementasian rencana yang sudah disusun

dalam kegiatan nyata agar tujuan tercapai secara optimal disebut dengan

metode. Pengertian strategi berbeda dengan metode. Strategi menunjuk

pada sebuah perencanaan untuk mencapai sesuatu, sedangkan metode

adalah cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi.

Istilah lain yang juga memiliki kemiripan dengan strategi adalah

pendekatan (approach). Sebenarnya pendekatan berbeda baik dengan

strategi maupun metode. Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak

atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Oleh karenanya

strategi dan metode pembelajaran yang digunakan dapat bersumber atau

tergantung dari pendekatan tersebut. Menurut Roy Killen (1998) ada dua

pendekatan pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru

(teacher-centred-approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa

(student-centred-approaches). Pendekatan yang berpusat pada guru

menurunkan strategi pembelajaran langsung, pembelajaran deduktif atau

pembelajaran ekspositori. Sedangkan pendekatan pembelajaran yang

berpusat pada siswa menurunkan strategi pembelajaran discovery dan

inquiry serta pembelajaran induktif (Sanjaya, 2006: 124-125).

2. Hakikat Pendekatan dan Pembelajaran Kontekstual

Pendekatan kontekstual adalah salah satu pendekatan pembelajaran

yang menekankan pentingnya lingkungan alamiah diciptakan dalam

proses belajar, agar kelas lebih hidup dan lebih bermakna karena siswa

mengalami sendiri apa yang dipelajarinya. Pendekatan kontekstual


19

merupakan pendekatan yang memungkinkan siswa untuk menguatkan,

memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik

dalam berbagai macam tatanan kehidupan, baik di sekolah maupun di luar

sekolah (Nurhadi, 2002: 4).

Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)

adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi

yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa

membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan

tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: kontruktivisme

(Contrucivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry),

masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling),

refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assesment)

(Depdiknas, 2003: 3).

3. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual

Menurut Nurhadi (2002: 20) ada beberapa karakter pembelajaran

berbasis kontekstual, yaitu:

a. adanya kerjasama, sharing dengan teman dan saling menunjang;

b. siswa aktif dan kritis, belajar dengan bergairah, menyenangkan dan

tidak membosankan, serta guru kreatif;

c. pembelajaran terintegrasi, menggunakan berbagai sumber;

d. dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa; dan
20

e. laporan kepada orang tua bukan sekedar rapor tetapi hasil karya siswa,

laporan praktikum, dan karangan siswa.

4. Perbedaan CTL dengan Pembelajaran Konvensional

Ada perbedaan pokok antara pembelajaran CTL dan pembelajaran

konvensional. Dibawah ini dijelaskan perbedaan kedua model tersebut

dilihat dari konteks tertentu.

a. CTL menempatkan siswa sebagai subjek belajar, artinya siswa

berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara

menemukan dan menggali sendiri materi pelajaran. Sedangkan dalam

pembelajaran konvensional siswa ditempatkan sebagai objek belajar

yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif.

b. Dalam pembelajaran CTL, siswa belajar melalui kegiatan kelompok

seperti kerja kelompok, berdiskusi, saling menerima dan memberi.

Sedangkan dalam pembelajaran konvensional siswa lebih banyak

belajar secara individual dengan menerima, mencatat, dan menghafal

materi pelajaran.

c. Dalam CTL, kemampuan didasarkan atas pengalaman; sedangkan

dalam pembelajaran konvensional kemampuan diperoleh melalui

latihan-latihan.

d. Tujuan akhir dari proses pembelajaran melalui CTL adalah kepuasan

diri, misalnya individu tidak melakukan perilaku tertentu karena ia

menyadari bahwa perilaku itu merugikan dan tidak bermanfaat;

sedangkan dalam pembelajaran konvensional, tindakan atau perilaku


21

individu didasarkan oleh faktor dari luar dirinya, misalnya individu

tidak melakukan sesuatu disebabkan takut hukuman atau sekedar

untuk memperoleh angka atau nilai dari guru.

e. Dalam CTL, pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu

berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya, oleh sebab

itu setiap siswa bisa terjadi perbedaan dalam memaknai hakikat

pengetahuan yang dimilikinya. Dalam pembelajaran konvensional hal

ini tidak mungkin terjadi. Kebenaran yang dimiliki bersifat absolut

dan final, oleh karena pengetahuan dikonstruksi oleh orang lain.

f. Dalam pembelajaran CTL, siswa bertanggung jawab dalam memonitor

dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing;

sedangkan dalam pembelajaran konvensional guru adalah penentu

jalannya proses pembelajaran.

g. Dalam pembelajaran CTL, pembelajaran bisa terjadi di mana saja

dalam konteks dan setting yang berbeda sesuai dengan kebutuhan;

sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajaran hanya

terjadi di dalam kelas.

h. Oleh karena tujuan yang ingin dicapai adalah seluruh aspek

perkembangan siswa, maka dalam CTL keberhasilan pembelajaran

diukur dengan berbagai cara, misalnya dengan evaluasi proses, hasil

karya siswa, penampilan, rekaman, observasi, wawancara, dan lain

sebagainya; sedangkan dalam pembelajaran konvensional

keberhasilan pembelajaran biasanya hanya diukur dari tes.


22

Beberapa perbedaan pokok diatas, menggambarkan bahwa CTL

memang memiliki karakteristik tersendiri baik dilihat dari asumsi maupun

proses pelaksanaan dan pengelolaannya (Sanjaya, 2006: 260).

5. Peran Guru dalam Pembelajaran Kontekstual

Dalam pembelajaran kontekstual tugas guru adalah memberikan

kemudahan belajar kepada peserta didik, dengan menyediakan berbagai

sarana dan sumber belajar yang memadai. Guru bukan hanya

menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hapalan, tetapi mengatur

lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik

belajar. Lingkungan belajar yang kondusif sangat penting dan sangat

menunjang pembelajaran kontekstual, dan keberhasilan pembelajaran

secara keseluruhan (Mulyasa, 2005: 102-104).

Agar pelaksanaan pembelajaran kontekstual lebih efektif, maka

guru perlu melaksanakan hal-hal sebagai berikut.

1. Merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran

perkembangan mental siswa.

2. Membentuk kelompok belajar yang saling tergantung.

3. Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri.

4. Mempertimbangkan keragaman siswa.

5. Memperhatikan multi-intelegensia siswa.

6. Menggunakan teknik-teknik bertanya yang meningkatkan

pembelajaran siswa, perkembangan pemecahan masalah, dan

keteampilan berpikir tinggi.


23

7. Menerapkan penilaian autentik yang akan mengevaluasi pengetahuan

dan berpikir kompleks seorang siswa, daripada hanya sekedar

hafalan informasi faktual (Nurhadi, 2003: 20-21).

E. Pelaksanaan Pembelajaran Kontekstual

1. Perencanaan Pembelajaran Kontekstual

Rencana pembelajaran adalah keseluruhan proses analisis

kebutuhan dan tujuan belajar serta pengembangan sistem penyampaiannya

untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan belajar, termasuk

didalamnya pengembangan paket pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

uji coba dan revisi paket pembelajaran, dan terakhir mengevaluasi

program dan hasil belajar (Dirjen dikdasmen, 2003: 6).

Gafur (2003: 22) menjelaskan bahwa dalam menyusun disain

pembelajaran atau merencanakan kegiatan pembelajaran, perlu menjawab

tiga pertanyaan pokok: (1) kompetensi apakah yang akan diajarkan; (2)

bagaimana cara memberikan pengalaman belajar untuk mencapai

kompetensi tersebut; dan (3) bagaimana mengetahui bahwa kompetensi

yang diajarkan telah dikuasai oleh siswa. Pertanyaan pertama “kompetensi

apakah yang akan diajarkan” menyangkut tujuan dan materi pelajaran;

pertanyaan kedua menyangkut strategi, metode, media, dan lingkungan

pembelajaran; sedangkan pertanyaan ketiga menyangkut masalah evaluasi

atau penilaian.

Guru profesional harus mampu mengembangkan persiapan

mengajar yang baik, logis dan sistematis. Karena disamping untuk


24

melaksanakan pembelajaran, persiapan tersebut mengemban “profesional

accountability” sehingga guru dapat mempertanggungjawabkan apa yang

dilakukannya. Persiapan mengajar yang dikembangkan guru memiliki

makna yang cukup mendalam bukan hanya kegiatan ritmis untuk

memenuhi kelengkapan administratif, tetapi merupakan cerminan dari

pandangan, sikap dan keyakinan profesional guru mengenai apa yang

terbaik untuk peserta didiknya. Oleh karena itu, setiap guru harus

memiliki persiapan mengajar yang matang sebelum melaksanakan

pembelajaran, baik persiapan tertulis maupun tidak tertulis (Mulyasa,

2005: 82).

2. Pelaksanaan Pembelajaran Kontekstual

Ada tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari

penerapan pembelajaran kontekstual di kelas. Ketujuh komponen utama

itu adalah sebagai berikut ini.

a. Konstruktivisme (constructivism)

Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun

pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan

pengalaman. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep

atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus

mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui

pengalaman nyata. Dalam hal ini anak akan belajar lebih bermakna

dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi

sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.


25

b. Menemukan (inquiry)

Komponen kedua dalam CTL adalah inkuiri. Artinya, proses

pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan. Pengetahuan

bukanlah sejumlah fakta dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses

menemukan sendiri. Dengan demikian dalam proses perencanaan,

guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal,

akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat

menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya. Adapun langkah-

langkah kegiatan inquiry yaitu: (1) merumuskan masalah; (2)

mengumpulkan data melalui observasi; (3) menganalisis dan

menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, bagan, tabel dan karya

lainnya; dan (4) mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya

pada pembaca, teman sekelas, atau audiens yang lain.

c. Bertanya (questioning)

Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab

pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dan

keingintahuan setiap individu; sedangkan menjawab pertanyaan

mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir. Dalam

pembelajaran melalui CTL, guru tidak menyampaikan informasi

begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan

sendiri. Karena itu peran bertanya sangat penting, sebab melalui

pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan

siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya.


26

d. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat belajar dalam CTL menyarankan agar hasil

pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain.

Kerjasama itu dapat dilakukan dalam berbagai bentuk baik dalam

kelompok belajar secara formal maupun dalam lingkungan yang

terjadi secara alamiah. Hasil belajar dapat diperoleh dari hasil sharing

dengan orang lain, antar teman, antar kelompok; yang sudah tahu

memberi tahu pada yang belum tahu, yang pernah memiliki

pengalaman membagi pengalamannya pada orang lain.

e. Pemodelan (modeling)

Pemodelan pada dasarnya membahasakan gagasan yang

dipikirkan, mendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan para

siswanya untuk belajar, dan melakukan apa yang guru inginkan agar

siswanya melakukan. Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi,

pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar. Guru memberi

model tentang “bagaimana cara belajar” . Dalam pembelajaran

kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang

dengan melibatkan siswa atau juga dapat didatangkan dari luar.

f. Refleksi (reflection)

Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari

atau berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan

dimasa yang lalu. Dalam pembelajaran kontekstual, guru perlu

melaksanakan refleksi pada akhir program pengajaran. Adapun


27

realisasinya didalam kelas dapat berupa: (1). pertanyaan langsung

tentang apa-apa yang diperolehnya pada hari itu; (2). catatan atau

jurmal di buku siswa; (3). kesan dan saran siswa mengenai

pembelajaran hari itu; (4). diskusi; (5). hasil karya; (6). cara-cara lain

yang ditempuh guru untuk mengarahkan siswa kepada pemahaman

mereka tentang materi yang dipelajari.

g. Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assesment)

Authentic assessment adalah proses pengumpulan berbagai data

yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa.

Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar

bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran yang

benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengidentifikasikan

bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera

bisa melakukan tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari

kemacetan belajar. Adapun prinsip yang dipakai dalam penilaian

autentik yaitu: (a) harus mengukur semua aspek pembelajaran (proses,

kinerja, dan produk); (b) dilaksanakan selama dan sesudah proses

pembelajaran berlangsung; (c) menggunakan berbagai cara dan

sumber; (d) tes hanya salah satu alat pengumpul data penilaian; (e)

tugas-tugas yang diberikan kepada siswa harus mencerminkan

kehidupan siswa yang nyata setiap hari; serta (f) penilaian harus

menekankan kedalaman pengetahuan dan keahlian siswa, bukan

keluasannya (Nurhadi, 2003).


28

3. Penilaian Pembelajaran Kontekstual

Penilaian adalah unsur yang penting untuk mengetahui tingkat

keberhasilan proses belajar mengajar sekaligus sebagai umpan balik

proses pembelajaran selanjutnya (Rohani, 2004: 168). Penilaian dalam

pembelajaran tidak semata-mata dilakukan terhadap hasil belajar, tetapi

juga harus dilakukan terhadap proses pembelajaran itu sendiri.

a. Penilaian proses pembelajaran

Penilaian terhadap proses pembelajaran dilakukan oleh guru

sebagai bagian integral dari pembelajaran itu sendiri. Artinya penilaian

harus tidak terpisahkan dalam penyusunan dan pelaksanaan

pengajaran. Penialaian proses bertujuan untuk menilai efektivitas dan

efisiensi pembelajaran sebagai bahan untuk perbaikan dan

penyempurnaan program dan pelaksanaannya. Adapun penilaian

proses pembelajaran meliputi:

1. Penilaian kemampuan peserta didik

Penilaian terhadap kemampuan peserta didik idealnya

menggunakan pengukuran intelegensia atau potensi yang

dimilikinya. Namun, mengingat sulitnya alat ukur tersebut

diperoleh guru, maka guru dapat melakukan penilaian ini dengan

mempelajari dan menganalisis kemajuan-kemajuan belajar yang

ditunjukkannya, misalnya analisis hasil belajar, raport dan hasil

ulangan.
29

2. Minat, perhatian dan motivasi belajar peserta didik

Penilaian ini dapat dilakukan dengan menggunakan pengamatan

terhadap kegiatan belajar peserta didik, kunjungan rumah, dialog

dengan orang tuanya, dan sebagainya.

3. Kebiasaan belajar

Untuk memperoleh informasi mengenai kebiasaan belajar peserta

didik, guru dapat menggunakan teknik pengamatan terhadap cara

belajar, misalnya cara mengerjakan tugas, cara menjawab

pertanyaan, cara memecahkan masalah, dan cara diskusi.

4. Pengetahuan awal dan prasarat

Penilaian terhadap pengetahuan awal dan prasarat dapat dilakukan

dengan mengajukan pertanyaan yang relevan dengan bahan ajar

yang akan diberikan kepada peserta didik.

5. Karakteristik peserta didik

Untuk mengetahui informasi mengenai karakteristik peserta didik,

guru perlu mengamati tingkah laku peserta didik dalam berbagai

situasi, melakukan analisis, data pribadi, melakukan wawancara,

dan memberikan kuesioner atau daftar isian mengenai sifat dan

karakter peserta didik.

b. Penilaian hasil pembelajaran

Penilaian hasil belajar bertujuan untuk melihat kemajuan

belajar peserta didik dalam hal penguasaan materi pengajaran yang

telah dipelajarinya sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.


30

Adapun penilaian hasil pembelajaran perlu memperhatikan hal-hal

sebagai berikut.

1. Sasaran penilaian

Sasaran atau objek evaluasi hasil belajar adalah perubahan tingkah

laku yang mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik

secara seimbang.

2. Alat penilaian

Penggunaan alat penilaian hendaknya komprehensif yang meliputi

tes dan bukan tes sehingga diperoleh gambaran hasil belajar yang

objektif.

3. Prosedur pelaksanaan tes

Penilaian hasil belajar dapat dilaksanakan dalam bentuk tes

formatif yakni pada akhir pengajaran, dan tes sumatif yakni pada

akhir suatu program atau pertengahan program.

F. Kerangka Berfikir

Berdasarkan UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) berubah

menjadi Pendidikan Kewarganegaraan. Mata pelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada

pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio kultural, bahasa, usia,

suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil dan

berkarakter seperti yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.


31

Sejauh ini pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa

pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih

berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, dan ceramah menjadi

pilihan utama strategi pembelajaran. Untuk itu diperlukan sebuah strategi

belajar baru yang lebih memberdayakan siswa. Sebuah strategi belajar yang

tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang

mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.

Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa

anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan

lebih bermanfaat jika anak “mengalami” apa yang dipelajarinya, bukan

“mengetahuinya”. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi

terbukti berhasil dalam kompetensi “mengingat” jangka pendek, tetapi gagal

dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka

panjang.

Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) atau

yang sering disingkat CTL merupakan salah satu strategi belajar yang

diharapkan mampu mengefektifkan proses belajar mengajar dimana proses

pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan

mengalami, bukan transfer pengetahuan guru ke siswa. Sehingga pada

akhirnya pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa.

Adapun tahap-tahap dalam pembelajaran kontekstual, dapat dijelaskan

sebagai berikut:
32

1. Tahap pertama, yaitu guru melakukan persiapan dan perencanaan yang

matang sebelum pembelajaran kontekstual dilaksanakan yang meliputi

kesiapan guru dalam mempersiapkan perangkat pembelajaran, media

pembelajaran yang akan digunakan, dan pemilihan metode.

2. Tahap kedua, yaitu melaksanakan pembelajaran kontekstual dimana guru

mengaitkan materi pelajaran dengan pembelajaran kontekstual yang

meliputi: konstruktivisme (constructivism); menemukan (inquiry);

bertanya (questioning); masyarakat belajar (learning community);

pemodelan ( modelling); refleksi (reflection); dan penilaian yang

sebenarya (authentic assessment). Dalam tahap ini siswa melaksanakan

pembelajaran kontekstual secara individu maupun kelompok. Guru harus

dapat merencanakan kegiatan siswa yang harus dilakukan oleh siswa,

misalnya siswa harus observasi ke lapangan, wawancara atau pemodelan

dalam kelas yang kesemuanya itu terungkap dalam Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) yang dibuat guru sebelumnya.

3. Tahap ketiga, yaitu guru melakukan penilaian baik selama proses

pembelajaran maupun setelah pembelajaran berlangsung.

4. Tahap keempat, yaitu setelah melaksanakan penilaian maka guru akan

memperoleh hasil akhir pembelajaran. Guru menganalisis nilai-nilai yang

sudah masuk untuk disimpulkan siswa yang lulus atau belum lulus

kompetensi. Bagi siswa yang telah lulus kompetensi guru bisa saja

mengadakan pengayaan, dan bagi siswa yang belum lulus kompetensi,

maka guru harus membuat rencana remidial. Tentunya dengan


33

perencanaan yang lebih baik lagi dan disesuaikan dengan peserta didik

agar dapat lulus kompetensi.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Dasar Penelitian

Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang bermaksud menemukan

kebenaran (Rachman, 1999:2). Penemuan kebenaran melalui kegiatan

penelitian dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan penelitian kuantitatif

dan penelitian kualitatif.

Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2004:4) mendefinisikan metode

kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat

diamati. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian

kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif analisis. Pendekatan

deskriptif analisis adalah suatu pengumpulan data secara kaya dari suatu

fenomena yang ada untuk dianalisis, sehingga diperoleh gambaran terhadap

apa yang sudah diteliti. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar,

tingkah laku.

B. Lokasi Penelitian

Penetapan lokasi penelitian sangat penting dalam rangka

mempertanggungjawabkan data yang diperoleh. Oleh karena itu, maka lokasi

penelitian perlu ditetapkan terlebih dahulu. Dalam penelitin ini, lokasi yang

peneliti pilih adalah SMA Negeri I Banjarnegara. Pemilihan lokasi di SMA

Negeri I Banjarnegara karena di sekolah tersebut, pelaksanaan pembelajaran

34
35

kontekstual dilaksanakan pada semua mata pelajaran termasuk mata pelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan. Kurikulum yang digunakanpun telah

disesuaikan dengan kurikulum yang saat ini berlaku yaitu Kurikulum Tingkat

Suatu Pendidikan (KTSP). Disamping itu, karena SMA Negeri I Banjarnegara

merupakan salah satu SMA favorit yang ada di Kabupaten Banjarnegara.

C. Fokus Penelitian

Penentuan fokus penelitian memiliki dua tujuan. Pertama, penetapan

fokus dapat membatasi studi. Jadi dalam hal ini fokus akan membatasi bidang

inkuiri. Kedua, penetapan fokus berfungsi untuk memenuhi kriteria inklusi-

eksklusi atau kriteria masuk-keluar suatu informasi yang baru diperoleh di

lapangan (Moleong, 2004:92).

Di dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah

pelaksanaan pembelajaran kontekstual oleh guru PKn di SMA Negeri I

Banjarnegara yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut.

1. Persiapan pembelajaran kontekstual yang akan diteliti:

a. pembuatan perangkat pembelajaran;

b. persiapan media pembelajaran yang akan digunakan; dan

c. pemilihan metode yang akan digunakan.

2. Proses pembelajaran kontrekstual yang akan diteliti:

a. cara mengajar guru;

b. cara guru menyampaikan materi; dan

c. cara guru memberikan stimulus kepada siswa.


36

3. Sistem penilaian pembelajaran kontekstual yang akan diteliti:

a. ulangan harian;

b. tugas-tugas terstruktur;

c. catatan perilaku harian; dan

d. laporan kegiatan siswa.

D. Sumber Data Penelitian

1. Jenis Data

Sejalan dengan tujuan penelitian serta pendekatan yang digunakan

maka jenis data yang digunakan dalam penelitian ini lebih banyak

berbentuk kata-kata, tingkah laku, keadaan dan fenomena-fenomena yang

terjadi. Kata-kata, tingkah laku atau tindakan serta fenomena-fenomena

yang dihimpun merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan kegiatan

proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru PKn di SMA Negeri I

Banjarnegara.

2. Sumber Data

Sumber data utama dalam penelitian ini adalah guru PKn di SMA

Negeri I Banjarnegara serta siswa dan para pelaku kegiatan sekolah yang

lainnya dengan harapan dapat memberikan informasi dan keterangan-

keterangan yang memadai sesuai dengan aspek kajian yang dirumuskan.

Guna melengkapi dan mendukung sumber data utama digunakan

sumber data tambahan yang berupa dokumen-dokumen serta arsip-arsip

yang terdapat di sekolah seperti Silabus, Rencana Pelaksanaan


37

Pembelajaran, Daftar Nilai beserta komponen lainnya untuk dijadikan

bahan studi kelayakan.

E. Metode Pengumpulan Data

Penelitian disamping dengan menggunakan metode yang tepat, juga

perlu memilih teknik dan alat pengumpulan data yang relevan (Rachman,

1999:77). Penggunaan teknik dan alat pengumpul data yang tepat

memungkinkan diperolehnya data yang objektif. Adapun metode yang

digunakan untuk mengumpulkan data tentang pelaksanaan pembelajaran

kontekstual oleh guru PKn di SMA Negeri I Banjarnegara adalah:

1. Metode Dokumentasi

Dokumentasi yaitu metode yang digunakan untuk mencari data

mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat

kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger agenda, dan sebagainya

(Arikunto, 1997:206). Metode ini digunakan untuk memperoleh data

mengenai perangkat pembelajaran guru, daftar nama siswa kelas X dan

daftar nama guru PKn di SMA Negeri I Banjarnegara.

2. Metode Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.

Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer)

yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang

membeikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2004:186). Wawancara

yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur dengan

menggunakan alat bantu yaitu pedoman wawancara.


38

Wawancara digunakan untuk mengungkapkan data tentang

pelaksanaan pembelajaran kontekstual oleh guru PKn di SMA Negeri I

Banjarnegara. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat pengumpul

data yang berupa pertanyaan yang ditujukan pada guru PKn dan siswa.

3. Metode Observasi

Metode observasi dilakukan dengan cara melakukan pengamatan

secara langsung terhadap fenomena yang akan diteliti. Dimana dilakukan

pengamatan atau pemusatan perhatian terhadap obyek dengan

menggunakan seluruh alat indera. Jadi mengobservasi dapat dilakukan

melalui penglihatan, penciuman, pendengaran dan pengecap (Arikunto,

1997:204).

Metode ini digunakan untuk memperoleh data variabel proses

pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan pendekatan

kontekstual yang berupa lembar observasi atau lembar pengamatan yang

terdiri dari lembar pengamatan silabus, lembar pengamatan Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran yang dibuat oleh guru, dan lembar pengamatan

komponen pendekatan kontekstual dalam proses pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan.

F. Validitas Data Penelitian

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat

kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu tes dikatakan valid apabila

mampu mengukur apa yang hendak diukur. Sebuah instrumen dikatakan valid

apabila dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat.
39

Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data

terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud

(Arikunto, 2004:144).

Pemeriksaan keabsahan data diterapkan dalam membuktikan hasil

penelitian dengan kenyataan yang ada dalam lapangan. Lincoln dan Guba

dalam bukunya Moleong (2004:176) untuk memeriksa keabsahan pada

penelitian kualitatif maka digunakan taraf kepercayaan data dengan teknik

triangulasi.

Teknik pemeriksaan data ini memanfaatkan sesuatu yang lain untuk

keperluan pengecekan atau membandingkan triangulasi dengan sumber data

dapat ditempuh dengan jalan sebagai berikut ini.

1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara

2. Membandingkan yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang

dikatakannya secara pribadi

3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi

penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu

4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai

pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang

berpendidikan, pejabat pemerintah

5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang

berkaitan.

Akan tetapi dalam penelitian ini peneliti tidak menggunakan kelimanya

untuk membandingkan. Peneliti hanya menggunakan: (1). membandingkan


40

data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara; dan (2). membandingkan

hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

G. Metode Analisis Data

Analisis data adalah proses pengorganisasian dan mensyaratkan data

kedalam pola, kategori, dan satuan ukuran dasar sehingga ditemukan hipotesis

kerja seperti yang didasarkan oleh data. Menurut Milles dan Huberman dalam

bukunya Maman Rachman (1999:20) ada dua metode analisis data:

Pertama, model analisis mengalir, dimana tiga komponen analisis (reduksi


data, sajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi) dilakukan saling
menjalin dengan proses pengumpulan data dan mengalir bersamaan.
Kedua, model analisis interaksi, dimana komponen reduksi data dan sajian
data dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data. Setelah
data terkumpul, maka tiga komponen analisis (reduksi data, sajian
data, penarikan kesimpulan) berinteraksi.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode yang kedua dari

penjelasan diatas yaitu menggunakan model analisis interaksi untuk

menganalisis data hasil penelitiannya. Data yang diperoleh dari lapangan

berupa data kualitatif dan data tersebut diolah dengan model interaksi. Adapun

langkah-langkah dalam model interaksi adalah sebagai berikut.

1. Pengumpulan data

Dalam hal ini peneliti mencatat semua data secara objektif dan apa

adanya sesuai dengan hasil observasi dan wawancara di lapangan, yaitu

pencatatan data yang diperlukan terhadap berbagai jenis data dan berbagai

bentuk data yang ada di lapangan serta melakukan pencatatan di lapangan.


41

2. Reduksi data

Reduksi yaitu proses pemilihan pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakkan dan transformasi data “kasar” yang

muncul dari catatan tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan suatu

bentuk analisis yang manajamkan, menggolongkan, mengarahkan dan

membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data sekunder

sedemikian rupa sehingga dapat ditarik dan diverifikasi (Milles, 1992:

15 – 16).

3. Penyajian data

Penyajian data yaitu sekumpulan informasi yang tersusun yang

memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan

tindakan. Penyajian data merupakan analisis merancang deretan dan

kolom-kolom dalam sebuah matriks untuk data kualitatif dan menentukan

jenis dan bentuk data yang dimasukkan dalam kotak-kotak matriks (Milles,

1992:17-18).

4. Verifikasi data

Verifikasi data adalah penarikan kesimpulan oleh peneliti

berdasarkan analisis data penelitian. Kesimpulan adalah suatu tinjauan

ulang pada catatan di lapangan atau kesimpulan dapat ditinjau

sebagaimana yang timbul dari data yang harus diuji kebenarannya,

kekokohannya dan kecocokannya yang merupakan validitasnya (Milles,

1992:19). Tahap analisis data dapat dilihat pada bagan berikut ini:
42

Pengumpulan Data

Reduksi Data Penyajian Data

Penarikan Kesimpulan / Verifikasi

Keempat komponen tersebut saling interaktif yaitu saling

mempengaruhi dan terkait. Pertama-tama peneliti melakukan penelitian di

lapangan dengan mengadakan wawancara atau observasi yang disebut

tahap pengumpulan data. Karena data yang dikumpulkan banyak maka

diadakan reduksi data. Setelah direduksi kemudian diadakan sajian data,

selain itu pengumpulan data juga digunakan untuk penyajian data. Apabila

ketiga tersebut selesai dilakukan, maka diambil suatu keputusan atau

verifikasi.

H. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini dilakukan meliputi 3 (tiga) tahap yaitu:

1. Tahap pra penelitian

Dalam tahap ini peneliti membuat rancangan skripsi, membuat

instrumen penelitian dan membuat surat ijin penelitian.

2. Tahap penelitian

a. Pelaksanaan penelitian, yaitu mengadakan observasi pendahuluan di

SMA Negeri I Banjarnegara;

b. Pengamatan secara langsung yang dilaksanakan di SMA Negeri I

Banjarnegara mengenai pelaksanaan pembelajaran kontekstual oleh

guru PKn; dan


43

c. Kajian pustaka yaitu pengumpulan data dari informasi dan buku-buku.

3. Tahap pembuatan laporan

Dalam tahap ini peneliti menyusun data hasil penelitian untuk

dianalisis kemudian di deskripsikan sebagai suatu pembahasan dan

terbentuk suatu laporan hasil penelitian.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Tinjauan Umum Sekolah yang Diteliti

a. Visi dan Misi

SMA Negeri I Banjarnegara berdiri sejak tanggal 1 Agustus

1961. Dalam usianya yang telah lebih dari 40 tahun tersebut, SMA

Negeri I Banjarnegara telah menempatkan dirinya sebagai salah satu

sekolah yang menjadi dambaan dan harapan warga masyarakat

Banjarnegara khususnya dan Jawa Tengah umumnya. Dambaan

tersebut mengandung arti suatu tuntutan agar semua pelaksana

kependidikan di SMA Negeri I Banjarnegara harus selalu

meningkatkan kwalitas dan kinerjanya agar SMA Negeri I

Banjarnegara selalu menjadi sekolah terbaik mutunya dalam

mengelola kegiatan kependidikan. Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang kemudian diikuti

dengan peraturan pelaksanaannya dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi serta kesenian di era globalisasi dewasa ini

semakin mempertegas tuntutan diatas dan bahwa lulusan SMA Negeri

I Banjarnegara harus memiliki kemampuan lebih dalam segala bidang

moral maupun akademis/non akademis.

44
45

Untuk mewujudkan tujuan diatas sekaligus merespon kebijakan

pemerintah di era reformasi yaitu Otonomi Daerah dibidang

pendidikan yang diberlakukan di seluruh Indonesia SMA Negeri I

Banjarnegara menetapkan Visi sekolah “Teguh dalam iman dan taqwa,

Optimis dalam menghadapi tantangan serta Prestasi yang unggul”. Jika

disingkat Visi tersebut berbunyi “TOP” yang artinya SMA Negeri I

Banjarnegara akan berusaha sekuat tenaga supaya menjadi “TOP”,

menjadi yang teratas baik dalam bidang akademik maupun non

akademik, semua warganya mempunyai akhlak yang mulia dan

tanggung menghadapi segala tantangan. Dengan Visi ini, semua warga

sekolah diharapkan memiliki arah kedepan yang jelas dan memiliki

motivasi yang kuat dalam rangka mendukung tercapainya Visi tersebut

melalui Misi yang jelas yang akan dilakukan. Indikator Visi tersebut

adalah sebagai berikut.

1) Luas dalam wawasan keilmuan agama.

2) Unggul dalam aktivitas keagamaan.

3) Unggul dalam persaingan SPMB.

4) Unggul dalam perolehan ujian nasional.

5) Unggul dalam kegiatan ilmiah remaja.

6) Unggul dan lomba olahraga.

7) Unggul dalam kedisiplinan.

8) Unggul dalam lomba keterampilan berbahasa.

9) Unggul dalam lomba kesenian.

10) Unggul dalam lomba keterampilan.


46

Berdasarkan pada Visi sekolah yang dilengakapi dengan

indikator diatas, segenap warga SMA Negeri I Banjarnegara

diharapkan mempunyai gambaran yang jelas tentang keberadaanya di

masa depan dengan meningkatkan dedikasi dan loyalitas, kerjasama

yang baik antara segenap tenaga kependidikan, siswa-siswi dan

masyarakat. Dengan Visi diatas itu, ditetapkan Misi yang jelas sebagai

berikut.

1) Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yang dianut

sehingga menjadi sumber kearifan dan kebijakan dalam bertindak.

2) Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif sehingga

siswa berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang

dimiliki.

3) Mendorong dan membantu setiap siswa untuk mengenali potensi

dirinya sehingga dapat dikembangkan secara optimal.

4) Mendorong dan membantu setiap siswa untuk mengenali potensi

dirinya melalui kegiatan olahraga, kesenian, keterampilan

komputer dan keterampilan berbahasa asing khususnya bahasa

Inggris.

5) Membiasakan warga sekolah khususnya para siswa untuk selalu

berdisiplin.

6) Menerapkan managemen partisipasi dengan melibatkan seluruh

warga sekolah dan pelanggaran sekolah.


47

7) Mendorong warga sekolah khususnya para siswa untuk

mngembangkan budaya gemar membaca dan menulis.

2. Perencanaan Pembelajaran Kontekstual

Persiapan atau perencanaan merupakan faktor yang sangat

mendukung dan memegang peranan yang sangat penting untuk dapat

melaksanakan suatu pembelajaran yang baik dan untuk dapat menciptakan

sebuah kondisi yang kondusif yang dalam kegiatan belajar mengajar dapat

mendorong peserta didik untuk dapat lebih mudah menguasai sejumlah

kompetensi sebagaimana yang termuat dalam kurikulum. Berkenaan

dengan hal tersebut, maka guru SMA Negeri I Banjarnegara termasuk

guru PKn dituntut untuk dapat mempersiapkan sebaik mungkin segala

sesuatu yang sekiranya perlu dalam sebuah proses belajar mengajar.

Adapun hasil dari pengamatan yang peneliti lakukan di SMA Negeri I

Banjarnegara, sebelum melaksanakan kegiatan belajar mengajar guru

membuat perangkat pembelajaran yang meliputi program tahunan,

program semester, perhitungan minggu efektif, pengembangan silabus dan

sistem penilaian, serta rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).

Pembuatan perangkat pembelajaran dilakukan sebagai langakah

awal guru agar kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar.

Dalam pembuatan perangkat pembelajaran, guru PKn di SMA Negeri I

Banjarnegara pada dasarnya tidak mengalami kesulitan. Hanya saja

seringkali guru membuat perangkat pembelajaran karena adanya tuntutan


48

atau kewajiban dari pihak sekolah. Sehingga perangkat pembelajaran yang

seharusnya sudah jadi diawal semester sebelum dimulai kegiatan belajar

mengajar, terkadang baru jadi sesaat setelah berlangsung kegiatan belajar

mengajar.

Untuk perangkat pembelajaran selain silabus, guru membuat

sendiri dengan berpedoman Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP) dan kalender pendidikan yang telah ditetapkan oleh pihak

sekolah. Adapun perangkat pembelajaran tersebut bersifat kondisional.

Artinya rencana atau program yang telah dibuat oleh guru terkadang tidak

sesuai dengan waktu atau pelaksanaan yang telah ditentukan dikarenakan

suatu sebab tertentu sehingga guru perlu menyesuaikan dan

memperhitungkan alokasi waktu untuk kegiatan belajar mengajar yang

efektif. Sehingga pada akhirnya semua kompetensi pada mata pelajaran

PKn dalam satu semester dapat dicapai oleh siswa.

Mengenai eksistensi perencanaan program pembelajaran PKn di

SMA Negeri I Banjarnegara dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

No Program Eksistensi Keterangan


1. Program Sudah Berisi identitas satuan pelajaran,
Tahunan dibuat Standar Kompetensi, dan
Kompetensi Dasar, serta alokasi
waktu selama 1 tahun.
2. Program Sudah Berisi Standar Kompetensi dan
Semester dibuat Kompetensi Dasar, alokasi waktu
(bulan/minggu), pencapaian target
pembelajaran, dan keterangan.
3. Perhitungan Sudah Berisi jumlah minggu keseluruhan
Minggu Efektif dibuat dalam 1 semester, jumlah minggu
tidak efektif, dan distribusi waktu
dalam 1 semester.
49

4. Pengembangan Sudah Berisi identitas satuan pelajaran,


Silabus dan dibuat perumusan Standar Kompetensi
Sistem Penilaian dan Kompetensi Dasar, materi
pokok, kegiatan pembelajaran,
indikator, sistem penilaian dan
pemilihan sumber bacaan/belajar.
5. Rencana Sudah Berisi identitas satuan pelajaran,
Pelaksanaan dibuat Standar Kompetensi dan
Pembelajaran Kompetensi Dasar, indikator,
(RPP) materi pokok, strategi
pembelajaran, media
pembelajaran, penilaian, dan
sumber bacaan/belajar.
6. Program Sudah Hanya dibuat guru jika ada siswa
Pengayaan dan direnca- yang tidak tuntas belajar.
Remidial nakan

Berdasarkan tabel di atas, dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai

berikut.

a. Program Tahunan

Program tahunan sudah disusun oleh guru PKn dengan

acuan kalender pendidikan yang telah ditetapkan oleh sekolah.

Program tahunan dibuat sebelum proses pembelajaran dimulai dan

harus diserahkan terlebih dahulu kepada Kepala Sekolah untuk

memperoleh persetujuan. Guru PKn di SMA Negeri I Banjarnegara

sudah membuat program tahunan dengan baik, hal ini ditandai

dengan format program tahunan yang dibuat sudah sesuai dengan

format yang ada dalam kurikulum yang berlaku saat ini yaitu

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Lihat lampiran 5).


50

b. Program Semester

Sama halnya dengan program tahunan, guru sudah

membuat program semester dengan baik, hal ini ditandai dengan

program semester yang dibuat sudah memuat mengenai Standar

Kompetensi dan Kompetensi Dasar, alokasi waktu (bulan/minggu),

pencapaian target pembelajaran, dan keterangan. Program semester

juga telah diserahkan kepada Kepala Sekolah dan telah

memperoleh persetujuan sebelum digunakan untuk mengajar (lihat

lampiran 6).

c. Perhitungan Minggu Efektif

Perhitungan minggu efektif diperoleh dari jumlah minggu

keseluruhan dalam satu semester dikurangi jumlah minggu tidak

efektif dalam satu semester. Misalnya dalam satu semester terdiri

dari 6 bulan (20 minggu), sedangkan minggu tidak efektif yaitu

untuk ulangan umum, ulangan blok, persiapan pembagian raport,

dan cadangan selama 5 minggu, maka dalam 20 minggu dipotong 5

minggu. Sehingga jumlah mingggu yang efektif untuk kegiatan

belajar mengajar sebanyak 15 minggu. Adapun perhitungan

minggu efektif tersebut kemudian dibuat distribusi waktu untuk

masing-masing Standar Kompetensi atau Kompetensi Dasar (lihat

lampiran 7).
51

d. Pengembangan Silabus dan Sistem Penilaian

Didalam penyusunan dan pengembangan silabus, guru Pkn

diberi kewenangan yang cukup luas untuk mengembangkan silabus

yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan sekolah serta

karakteristik yang dimiliki oleh peserta didik, namun

pengembangan silabus di SMA Negeri I Banjarnegara dilakukan

dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Adapun

indikator ketercapaian materi pelajaran dalam silabus PKn di SMA

Negeri I Banjarnegara meliputi beberapa aspek diantaranya

kemampuan siswa dalam menganalisis, menguraikan,

menyimpulkan, menunjukkan, menerapkan mendeskripsikan dan

juga mensimulasikan. (lihat lampiran 9).

e. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Guru PKn di SMA Negeri I Banjarnegara sudah membuat

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan baik. Hal ini

ditandai dengan guru mengembangkan RPP dari setiap pokok

bahasan / Standar Kompetensi yang akan disampaikan. Selain itu,

format desain pembelajaran yang dibuat oleh guru sudah memuat

identitas satuan pelajaran (sekolah, mata pelajaran, kelas/semester)

dan isi yaitu Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, indikator,

alokasi waktu, tujuan pembelajaran, materi pokok, metode, strategi

pembelajaran, sumber dan media belajar serta penilaian hasil

belajar. Adapun langkah-langkah pembelajaran yang muncul


52

dalam RPP yang dibuat oleh guru PKn di SMA Negeri I

Banjarnegara mencakup pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup

yang pengalokasian waktunya disesuaikan dengan pokok bahasan

yang ada. Untuk lebih jelasnya lihat lampiran 8.

f. Program Pengayaan dan Remidial

Guru memberikan perlakuan khusus bagi siswa yang

mendapat kesulitan belajar melalui kegiatan remidial. Untuk

program remidial ini, guru PKn di SMA Negeri I Banjarnegara

mengadakan di setiap akhir ulangan baik ulangan blok maupun

ulangan akhir semester. Sedangkan bagi siswa yang telah tuntas

belajar diberikan kesempatan untuk mempertahankan kecepatan

belajarnya yang diatas rata-rata dengan melalui kegiatan

pengayaan.

3. Proses Pembelajaran Kontekstual

Berdasarkan hasil pengamatan kelas yang peneliti lakukan dari

tanggal 2 sampai 14 April 2007 di SMA Negeri I Banjarnegara, dapat

diuraikan bahwa suasana kelas saat proses pembelajaran PKn berlangsung

cukup baik. Kegiatan awal pembelajaran yang dilakukan guru yaitu

memberikan motivasi kepada siswa dengan cara menggali pengetahuan

siswa tentang topik yang telah diberikan maupun tentang topik yang akan

diberikan. Seperti yang peneliti amati pada saat guru memberikan materi

pokok bahasan Menghargai Persamaan Kedudukan Warga Negara dalam

Berbagai Aspek Kehidupan.


53

Awal pertemuan, guru sedikit mengulang materi yang telah

diberikan pada pertemuan sebelumnya dengan pertanyaan-pertanyaan

singkat, dimana pertanyaan yang diberikan guru hampir semua dapat

dijawab oleh siswa dengan benar meskipun siswa tidak menjawab jika

tidak ditunjuk oleh guru.

Memasuki topik baru, guru memberikan ilustrasi atau gambaran

nyata mengenai bagaimana cara memperoleh status warga negara dan

hilangnya status warga negara. Secara serempak dan tidak beraturan

sebagian besar siswa menjawab pertanyaan guru. Hal ini menunjukkan

bagaimana keaktifan siswa di kelas, tetapi siswa belum mempunyai

keberanian untuk menjawab sendiri. Guru masih harus mengendalikan

dan menunjuk siswa untuk menjawab.

Metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru PKn di SMA

Negeri I Banjarnegara masih cenderung menggunakan metode ceramah,

meskipun kadang juga divariasi dengan metode yang lain seperti simulasi

di depan kelas dan diskusi. Seringkali guru hanya memberikan materi-

materi pelajaran dan kemudian setelah selesai pemberian materi maka

akan dilanjutkan dengan pemberian soal-soal kepada siswa untuk

dikerjakan.

Menurut Drs. Sigit Budi Nurani (guru PKn kelas XI),

pembelajaran dengan metode ceramah tersebut dilakukan oleh guru

mengingat materi pelajaran PKn cukup banyak sehingga kalau sering

menggunakan metode yang lain dikhawatirkan dalam satu semester


54

materi ada yang tidak tersampaikan kepada siswa. Menurutnya metode

ceramah merupakan salah satu metode yang dianggap cukup efektif dalam

pembelajaran PKn. Guru memberikan metode yang lain seperti simulasi

ataupun diskusi kelompok untuk menjaga agar siswa tidak merasa jenuh

dengan metode pembelajaran yang dilakukan guru yaitu ceramah.

(wawancara 12 April 2007).

Meskipun dalam penyampaian materi pelajaran guru sering

menggunakan metode ceramah, namun guru PKn di SMA Negeri I

Banjarnegara tetap berusaha menciptakan suasana belajar yang efektif dan

kondusif. Siswa banyak dilibatkan secara langsung dalam proses belajar

mengajar misalnya guru memberikan tugas kepada siswa untuk

mensimulasikan tata cara pemilihan kepala desa di depan kelas, atau juga

guru memberikan tugas kelompok untuk mendiskusikan dan mencari jalan

keluar suatu permasalahan yang ada di masyarakat kemudian

dipresentasikan di depan kelas. Hal tersebut tentunya memberikan efek

yang positif terhadap siswa, karena siswa secara langsung dapat

membangun pengetahuan yang sudah ada pada diri siswa itu sendiri,

membangun daya kritis dan kreatifitas siswa, serta dapat menjadi bekal

yang cukup dalam hidup bermasyarakat baik sekarang maupun yang akan

datang.

Dalam pemberian materi pelajaran, guru mengambil sumber bahan

dari buku paket dan lembar kerja siswa (LKS). Biasanya guru

menjelaskan materi yang sudah ada di LKS namun jika materi yang ada
55

dalam LKS tersebut kurang, guru menambahinya dengan penjelasan atau

memberikan catatan tambahan kepada siswa. Adapun pemberian tugas

oleh guru kepada siswa sudah mulai bervariasi yaitu mulai dari tugas

mengerjakan soal-soal yang ada dalam LKS, tugas kelompok untuk

simulasi di depan kelas, sampai dengan tugas pembuatan makalah dengan

tema-tema tertentu yang sumber bahannya diambil dari media massa

ataupun internet yang selanjutnya dipresentasikan di depan kelas.

Pemberian tugas-tugas tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan

kreatifitas serta cara berpikir kritis siswa, sehingga nantinya setelah

mereka terjun di masyarakat mereka menemui masalah yang hampir sama

maka tidak akan mengalami kesulitan yang berarti karena sudah mendapat

pengalaman sebelumnya.

4. Penilaian Pembelajaran Kontekstual

Penilaian adalah unsur penting untuk mengetahui tingkat

keberhasilan proses belajar mengajar sekaligus sebagai umpan balik

proses pembelajaran selanjutnya. Hasil penilaian tersebut digunakan guru

sebagai alat evaluasi untuk mengetahui dimana dan dalam hal apa siswa

perlu memperoleh bimbingan untuk mencapai ketuntasan belajar secara

maksimal. Penilaian dapat dilaksanakan melalui teknik tes dan non tes.

Adapun penilaian pembelajaran PKn di SMA Negeri I

Banjarnegara, guru melakukannya secara terintegrasi baik selama proses

pembelajaran maupun setelah proses pembelajaran. Dalam penilaian

pembelajaran PKn yang dilaksanakan dengan teknik tes, guru lebih


56

menekankan pada soal-soal yang berbentuk uraian dengan kadar kesulitan

yang cukup tinggi, sehingga aspek yang dinilai tidak hanya pada ingatan,

pemahaman, tetapi juga pada penerapan dan kemampuan analisis siswa.

Sedangkan penilaian yang dilakukan dengan teknik non tes, guru PKn di

SMA Negeri I Banjarnegara biasa melakukannya dengan membuat catatan

mengenai sikap dan perilaku siswa selama di sekolah.

Menurut hasil wawancara yang peneliti lakukan


dengan Ibu Purwati, S.Pd (guru PKn kelas X dan XI) tanggal
12 April 2007, beliau mengemukakan bahwa ”perlu
pertimbangan yang cukup matang dalam memberi nilai
kepada siswa terutama bagi mereka yang catatan perilakunya
tergolong sangat baik namun nilai tesnya jelek, guru biasanya
memberikan nilai plus (+) bagi mereka. Tetapi apabila
sebaliknya jika siswa mempunyai catatan perilaku yang
kurang baik namun nilai tesnya bagus, maka tidak akan
mempengaruhi guru dalam memberikan nilai secara objektif”.

Pernyataan diatas mengandung arti bahwa sesungguhnya guru

harus mampu memberikan nilai pada siswa secara apa adanya (objektif).

Namun demikian sudah barang tentu apabila guru melaksanakan penilaian

non tes, sudah dapat dipastikan sikap subjektivitas akan muncul. Hal ini

tidak menjadi persoalan sepanjang subjektivitas tersebut bersifat objektif.

Maksudnya, bahwa dalam melaksanakan penilaian non tes, guru dituntut

untuk memberikan pertimbangan-pertimbangan subjektivitasnya melalui

berbagai judment atau perkiraan tentang sikap dan perilaku siswa.

Keputusan apa yang akan diambil tetap berada pada jalur objektif, yaitu

bisa diterima oleh semua pihak.


57

Tingkat ketercapaian materi dan daya serap siswa dalam mencapai

ketuntasan belajar di SMA Negeri I Banjarnegara dapat diukur dengan

melaksanakan hal-hal berikut ini.

a. Penilaian Ulangan Harian, dilaksanakan dengan sistem penilaian

berkelanjutan yang meliputi aspek kognitif dan afektif.

b. Penilaian Ulangan Blok, dilaksanakan pada pertengahan semester

dengan materi tes adalah kompetensi dasar yang belum diteskan atau

diulangkan.

c. Penilaian Akhir Semester/Ulangan Komprehensif, dilaksanakan pada

setiap akhir semester dengan materi tes semua kompetensi dasar pada

semester yang bersangkutan.

Bagi siswa yang belum mencapai batas tuntas, diadakan remidi

pada kompetensi dasar yang belum tuntas maksimal dua kali. Sistem

penilaian yang diterapkan oleh guru PKn di SMA Negeri I Banjarnegara

yaitu dengan sistem bonus. Adapun ketentuan mengenai sistem bonus

adalah sebagai berikut.

a. Ujian pertama/utama

Remidi
Ujian Remidi I Nilai Akhir
II
Ditambah 4 dari nilai yang
Lulus / tuntas - -
diperoleh
Ditambah 2 dari nilai
Tidak tuntas Tuntas -
batas tuntas
Tidak Tuntas Tidak ditambah (= nilai
Tidak tuntas
tuntas batas tuntas)
Tidak Tidak Nilai tertinggi yang
Tidak tuntas
tuntas tuntas diperoleh
58

b. Ujian susulan (ujian pertama tidak ikut karena sakit atau ijin)

Remidi
Ujian Remidi I Nilai Akhir
II
Ditambah 2 dari nilai yang
Lulus / tuntas - -
diperoleh
Ditambah 1 dari nilai
Tidak tuntas Tuntas -
batas tuntas
Tidak Tidak ditambah (= nilai
Tidak tuntas Tuntas
tuntas batas tuntas)
Tidak Tidak Nilai tertinggi yang
Tidak tuntas
tuntas tuntas diperoleh

c. Ujian susulan (karena ujian pertama tidak ikut tanpa alasan)

Remidi
Ujian Remidi I Nilai Akhir
II
Ditambah 2 dari nilai
Lulus / tuntas - -
batas tuntas
Tidak ditambah (= nilai
Tidak tuntas Tuntas -
batas tuntas)
Tidak Nilai tertinggi yang
Tidak tuntas tuntas
tuntas diperoleh

Dalam pembelajaran PKn di SMA Negeri I Banjarnegara batas

minimal yang harus diperoleh siswa atau batas ketuntasan belajar

ditentukan oleh sekolah, yaitu 65. Artinya nilai siswa setelah

diakumulasikan harus mencapai 65 atau lebih. Siswa yang batas tuntasnya

kurang dari 65 harus mengikuti remidiasi. Remidiasi ditekankan pada

materi yang belum memenuhi standar komopetensi, kemudian diadakan

evaluasi ulang. Sedangkan bagi siswa yang mencapai batas ketuntasan

belajar 65 atau lebih, diadakan pengayaan. Kegiatan pengayaan yang

diadakan oleh guru PKn di SMA Negeri I Banjarnegara biasanya


59

dilakukan pada saat menjelang diadakan ulangan, baik ulangan harian,

ulangan blok maupun ulangan akhir semester.

Instrumen penilaian yang digunakan oleh guru PKn di SMA

Negeri I Banjarnegara meliputi dua bentuk yaitu tes dan non tes. Bentuk

instrumen tes diantaranya adalah dengan pertanyaan lisan, pilihan ganda,

uraian, jawaban singkat, serta menjodohkan. Sedangkan untuk instrumen

non tes yaitu dengan melakukan pengamatan. Guru membuat skala sikap

atau minat misalnya mengenai kehadiran di kelas, keaktifan dalam

bertanya dan ketetapan waktu mengumpulkan tugas.

B. Pembahasan

Berdasarkan dari hasil penelitian dapat dilihat ada tiga tahap dalam

pelaksanaan pembelajaran kontekstual yang dilakukan oleh guru di SMA

Negeri I Banjarnegara, yaitu tahap persiapan pembelajaran kontekstual, tahap

proses pembelajaran kontekstual, dan tahap penilaian pembelajaran

kontekstual. Dari tahap-tahap pelaksanaan pembelajaran kontekstual di SMA

Negeri I Banjarnegara tersebut, dapat dikatakan telah dilaksanakan dengan

baik karena hampir sesuai dengan prinsip penerapan pembelajaran

kontekstual.

Sebagaimana diungkapkan oleh Nurhadi, dkk (2003:20-21) bahwa

tahap-tahap pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut: (1)

merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan mental

siswa; (2) membentuk kelompok belajar yang saling tergantung; (3)

menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri; (4)


60

mempertimbangkan keragaman siswa; (5) memperhatikan multi-intelegensi

siswa; (6) menggunakan teknik-teknik bertanya untuk meningkatkan

pembelajaran siswa; dan (7) menerapkan penilaian autentik.

Meskipun pelaksanaan pembelajaran kontekstual di SMA Negeri I

Banjarnegara dapat dikatakan cenderung dilaksanakan dengan baik, namun

keterbatasan sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan belajar mengajar

khususnya pada mata pelajaran PKn masih kurang sehingga dalam proses

pelaksanaan pembelajaran kurang maksimal. Namun demikian hal tersebut

tidak menjadi persolan yang begitu berarti karena sekolah dapat

mempertahankan kualitas dan mutu hasil belajar mengajar.

1) Perencanaan Pembelajaran Kontekstual

Guru dituntut untuk berusaha sedapat mungkin agar pembelajaran

berhasil. Salah satu faktor yang bisa membawa keberhasilan itu ialah guru

senantiasa nembuat perencanaan mengajar sebelumnya. Menurut Hamalik

(2001:135) pada dasarnya perencanaan megajar yang dibuat oleh guru

berfungsi untuk: (1) memberi guru pemahaman yang lebih jelas tentang

tujuan pendidikan dan hubungannya dengan pengajaran yang

dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut; (2) membantu guru dalam

rangka mengenal kebutuhan-kebutuhan siswa, minat siswa, dan

mendorong motivasi belajar; (3) mengurangi kegiatan yang bersifat trial

dan error dalam mengajar; serta (4) memberikan kesempatan bagi guru-

guru untuk memajukan pribadinya dan perkembangan profesionalnya.


61

Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, pengertian

silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan / atau kelompok mata

pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi

dasar, materi pokok/pembelajaran, indikator, penilaian alokasi waktu, dan

sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar

kompetensi dan kompetensi dasar kedalam materi pokok pembelajaran,

kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian untuk penilaian. Silabus

dapat berfungsi untuk mengetahui kemajuan belajar siswa, mendiagnosis

kesulitan belajar, memberikan umpan balik, melakukan perbaikan,

motivasi guru agar mengajar lebih baik dan memotivasi siswa agar belajar

lebih baik.

Adapun prinsip-prinsip pengembangan silabus bedasarkan

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) antara lain:

(a) Ilmiah. Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muataqn dalam

silabus harus benar dan dapat dipertanggung jawabkan secara

keilmuan.

(b) Relevan. Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian

materi dalam sibus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik,

intelektual, sosial, emosional, dan spriritual peserta didik.

(c) Sistematis. Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara

fungsional dalam mencapai kompetensi.


62

(d) Konsisten. Adanya hubungan yang konsisten antara kompetensi dasar,

indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan

sistem penilaian.

(e). Aktual dan kontekstual. Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman

belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian memperhatikan

perkembangan ilmu, teknologi, dan seni yang mutakhir dalam

kehidupan nyata dan peristiwa yang terjadi.

(f) Memadai. Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar,

sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang

pencapaian kompetensi dasar.

(g) Fleksibel. Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi

keragaman peserta didik, serta dinamika perubahan yang terjadi di

sekolah dan tuntutan masyarakat.

(h) Menyeluruh. Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah

kompetensi yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.

Apabila dilihat dari segi prinsip-prinsip pengembangan silabus

sebagaimana telah terurai diatas, maka sebenarnya guru memiliki

kewenangan untuk merancang, menyusun serta membuat silabus sendiri

dengan memperhatikan karakter siswa, kondisi sekolah dan

lingkungannya. Namun kesempatan untuk mengembangkan

ide/gagasan/kreativitas tersebut tidak dimanfaatkan oleh guru PKn di

SMA Negeri I Banjarnegara. Penyusunan dan pengembangan silabus oleh

guru PKn di SMA Negeri I Banjarnegara dilakukan secara bersama-sama


63

dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

(MGMP PKn) se-kabupaten Banjarnegara.

Hal tersebut tentunya tidak menyalahi aturan atau kurikulum yang

ada karena dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

dinyatakan bahwa apabila guru mata pelajaran karena suatu hal belum

dapat melaksanakan pengembangan silabus secara mandiri, maka pihak

sekolah dapat mengusahakan untuk membentuk kelompok guru mata

pelajaran untuk mengembangkan silabus yang akan digunakan oleh

sekolah tersebut. Dan apabila sekolah belum mampu mengembangkan

silabus secara mandiri, maka sebaiknya bergabung dengan sekolah-

sekolah lain melalui forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)

untuk bersama-sama mengembangkan silabus yang akan digunakan oleh

sekolah-sekolah dalam lingkup MGMP setempat.

Namun demikian, bila pembuatan dan pengembangan silabus

dilakukan secara bersama oleh MGMP, maka bukan tidak mungkin guru

akan merasa enggan untuk membuat dan mengembangkan silabus secara

mandiri karena terpancang pada silabus yang telah ada.

Dari uraian mengenai perencanaan pembelajaran diatas, maka

silabus dan RPP yang dibuat oleh guru PKn di SMA Negeri I

Banjarnegara pada dasarnya sesuai dengan konsep pembelajaran

kontekstual dimana didalamnya termuat unsur-unsur atau 7 pilar

pembelajaran kontekstual seperti misalnya konstruktivisme dan inkuiri

yang merupakan bagian dari pilar pembelajaran kontekstual diwujudkan


64

dalam RPP yaitu melalui indikator mendeskripsikan, menganalisis, dan

menunjukkan. Untuk lebih jelasnya lihat lampiran 8.

2) Proses Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara

peserta didik dengan lingkungannya., sehingga terjadi perubahan perilaku

kearah yang lebih baik. Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling

penting atau utama adalah mengkondisikan lingkungan sehingga terjadi

perubahan perilaku bagi peserta didik (Mulyasa, 2005). Dalam KTSP

seperti halnya KBK, belajar merupakan kegiatan aktif siswa dalam

membangun makna atau pemhaman terhadap konsep. Sehingga dalam

proses pembelajaran siswa merupakan sentral kegiatan atau pelaku utama,

sedangkan guru hanya menciptakan suasana yang mendorong timbulnya

motivasi belajar pada siswa sekaligus sebagai fasilitator.

Salah satu tugas guru dalam proses belajar mengajar (PBM) yaitu

terus memotivasi siswa untuk lebih aktif dan kreatif dalam belajar

mengeluarkan atau menyampaikan pendapat, gagasan, maupun ide-

idenya. Salah satu bentuk motivasi guru PKn terhadap siswa yaitu dengan

cara memberikan penguatan (reinforcement) pada peserta didiknya.

Menurut Sigalingging (2004) penguatan dibagi menjadi dua macam yaitu:

(1) penguatan secara verbal berupa kata-kata dan kalimat pujian seperti

bagus, tepat, bapak/ibu puas dengan hasil kerja kalian; dan (2) penguatan

non verbal yang dapat dilakukan dengan gerakan mendekati peserta didik,

sentuhan, acungan jempol, dan kegiatan yang menyenangkan. Penguatan


65

bertujuan untuk meningkatkan perhatian peserta didik terhadap

pembelajaran; merangsang dan meningkatkan motivasi belajar; serta

meningkatkan kegiatan belajar dan membina perilaku yang produktif.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa penggunaan metode

ceramah oleh guru PKn di SMA Negeri I Banjarnegara masih sangat

dominan jika dibandingkan dengan penggunaan metode-metode yang lain.

Metode ceramah merupakan metode tradisional karena sejak dulu metode

ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan

siswa dalam proses belajar mengajar. Meskipun metode ini lebih banyak

menuntut keaktifan guru daripada anak didik, tetapi metode ini tetap tidak

bisa ditinggalkan begitu saja dalam kegiatan pembelajaran, apalagi dalam

pembelajaran dimana sekolah kurang fasilitas dalam mendukung kegiatan

belajar mengajar secara efektif dan efisien.

Djamarah dan Zain (2002:109) menyatakan bahwa dalam

penggunaan metode ceramah terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan.

Kelebihan metode ceramah yaitu: (1) guru mudah menguasai kelas;

(2) mudah mengorganisasikan tempat duduk atau kelas; (3) dapat diikuti

oleh jumlah siswa yang besar; (4) mudah mempersiapkan dan

melaksanakannya; serta guru mudah menerangkan pelajaran dengan baik.

Sedangkan kelemahan metode ceramah yaitu : (1) mudah menjadi

verbalisme (pengertian kata-kata); (2) yang visual menjadi rugi sedang

yang auditif (mendengar) lebih besar menerimanya; (3) bila selalu

digunakan dan terlalu lama membosankan; (4) guru menyimpulkan bahwa


66

siswa mengerti dan tertarik pada ceramahnya; serta (5) menyebabkan

siswa menjadi pasif.

Dalam kegiatan belajar mengajar, guru sebaiknya menggunakan

metode yang bervariasi agar jalannya pengajaran tidak membosankan

tetapi menarik perhatian siswa sehingga siswa dapat belajar seoptimal

mungkin. Disinilah kompetensi guru diperlukan dalam pemilihan metode

yang tepat. Pemilihan dan penggunaan metode yang bervariasi tidak

selamanya menguntungkan bila guru mengabaikan faktor-faktor yang

mempengaruhi penggunaannya. Winarno dalam Djamarah dan Zain

(2002:54) disebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan

metode mengajar yaitu: (1) tujuan yang berbagai jenis dan fungsinya;

(2) anak didik yang berbagai tingkat kematangannya; (3) situasi yang

berbagai keadaannya; (4) fasilitas yang berbagai kualitas dan

kuantitasnya, dan (5) pribadi guru serta kemampuan profesionalnya yang

berbeda-beda.

Pelaksanaan pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar

yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan

situasi dunia nyata nyata dan mendorong siswa untuk membuat hubungan

antara pengetahuan yang dimilikinya dalam penerapan kehidupan mereka

sehari-hari, dengan melibatkan 7 komponen utama pembelajaran efektif

yaitu: konstruktivisme, menemukan, bertanya, masyarakat belajar,

pemodelan, refleksi, dan penilaian sebenarnya.


67

a. Konstruktivisme (constructivisme)

Konstruktivisme merupakan landasan filosofis dari

pembelajaran kontekstual yaitu pengetahuan yang dimiliki oleh

peserta didik dibangun sendiri oleh peserta didik sedikit demi sedikit

atau pengetahuan dilakukan secara bertahap, dengan diistilahkan

bahwa pengetahuan yang dimiliki peserta didik tidak dilakukan dalam

sekali waktu. Cara penerapan komponen konstruktivisme adalah

dengan menghubungkan pola pemikiran peserta didik atau dengan

menanamkan bahwa pembelajaran akan lebih bermakna bila dilakukan

dalam bekerja, menemukan, mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan

keterampilan yang baru diperoleh. Tugas guru dalam hal ini adalah

memfasilitasi dalam pelaksanaan proses belajar mengajar.

Dalam perangkat pembelajaran yang dibuat dan digunakan oleh

guru PKn di SMA Negeri I Banjarnegara yaitu dalam RPP kelas X

pokok bahasan kelima terdapat makna konstruktivisme. Didalamnya

terdapat pengalaman belajar yaitu mendeskripsikan dan menganalisis

artikel yang menampilkan persamaan kedudukan warga negara dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dikerjakan

oleh siswa secara berkelompok, dan dibuat laporan dalam bentuk

tertulis untuk selanjutnya dipresentasikan di depan kelas. Dalam hal

ini guru berfungsi sebagai fasilitator, guru hanya menyampaikan

beberapa contoh kasus kewarganegaraan yang terjadi di Indonesia,


68

misalnya kasus-kasus mengenai status kewarganegaraan di kalangan

artis yang mana siswa biasanya lebih tertarik dan cepat merespon.

b. Menemukan (inquiry)

Inkuiri merupakan kegiatan yang mendorong seluruh pikiran dan

tubuh untuk bersama-sama aktif di dalam maupun di luar kelas.

Tujuan dari menemukan adalah memupuk kreatifitas dan kekritisan

dari diri peserta didik, sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan

menarik dan menyenangkan, hal ini juga memancing rasa

keingintahuan dari benak peserta didik untuk selalu mengungkapkan

berbagai hal atau sesuatu yang baru. Untuk itu tugas guru yang

diemban adalah memberikan stimulus respon pada peserta didik agar

peserta didik lebih memahami dan menemukan segala hal-hal yang

hangat sebagai pengalaman baru yang harus diketahuinya. Guru harus

selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan,

apapun materi yang diajarkan.

Dalam proses pembelajaran PKn di SMA Negeri I Banjarnegara

terdapat komponen menemukan atau inquiry yang diterapkan oleh

guru kepada siswa yaitu dalam pengalaman belajar mempresentasikan

dan mengilustrasikan berbagai kasus pelanggaran HAM. Dalam

prakteknya, siswa mencari sumber bahan secara kelompok mengenai

contoh kasus-kasus pelanggaran HAM di berbagai media massa,

media elektronik, maupun internet yang kemudian didiskusikan oleh

kelompoknya masing-masing untuk selanjutnya dipresentasikan di


69

depan kelas. Siswa diberikan kesempatan dan kebebasan untuk dapat

mengilustrasikan dan mengemukakan pendapatnya sedangkan guru

hanya mengarahkan sekaligus mengendalikan kelas agar tetap

kondusif.

c. Bertanya (questioning)

Bertanya merupakan sarana untuk mengembangkan rasa

keingintahuan peserta didik dan tidak jarang digunakan oleh guru

untuk mengetahui dan menilai kemampuan siswanya dalam menerima

materi yang telah disampaikan. Bagi siswa kegiatan bertanya

merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang

berbasis inquiri yaitu menggapai informasi, mengkonfirmasikan apa

yang sudah diketahui dan mengarahkan perhatian pada aspek yang

belum diketahuinya.

Dalam proses belajar mengajar, bertanya tidak harus dilakukan

antara peserta didik dengan guru tetapi dapat pula dilakukan diantara

peserta didik satu dengan peserta didik yang lain sehingga terjadi

proses saling belajar diantara peserta didik. Dengan bertanya,

diharapkan akan dapat melatih peserta didik untuk dapat berpikir

secara kritis. Tugas guru dalam hal ini adalah mendorong dan

mengarahkan peserta didik untuk mengetahui tentang sesuatu dan

untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan oleh peserta didik serta

menghilangkan ketakutan peserta didik untuk mengajukan pertanyaan.


70

Kegiatan bertanya dalam pembelajaran PKn di SMA Negeri I

Banjarnegara diterapkan hampir disetiap proses belajar mengajar.

Guru biasanya menyampaikan materi pelajaran dengan metode

ceramah tanya jawab. Siswa diberi kesempatan bertanya pada guru

baik sebelum maupun sesudah guru menyampaikan materi. Namun

kegiatan bertanya yang dipadu dengan ceramah pemberian materi

kurang begitu menyita antusias siswa untuk aktif bertanya. Biasanya

siswa lebih antusias untuk bertanya dalam sebuah diskusi-diskusi

kelas. Dalam menjawab pertanyaan siswa, biasanya guru tidak

langsung menjawabnya sendiri tetapi dilemparkan pada siswa. Baru

kalau siswa tidak bisa atau kurang sempurna dalam menjawab, guru

melengkapi. Hal semacam itu dimaksudkan agar siswa terdorong

untuk berpikir kritis serta membangun rasa kepercayaan diri siswa

dalam menjawab pertanyaan.

d. Masyarakat belajar (learning community)

Masyarakat belajar merupakan hasil pembelajaran yang

diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Dalam kelas CTL, guru

disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-

kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang

anggotanya heterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang

sudah tahu memberi tahu yang belum tahu dan seterusnya. Masyarakat

belajar dapat tercipta apabila ada proses komunikasi dua arah.

Kegiatan saling belajar tersebut bisa terjadi apabila tidak ada pihak
71

yang merasa segan untuk bertanya, tidak ada pihak yang menganggap

paling tahu dan semua pihak saling mendengarkan.

Komponen masyarakat belajar oleh guru PKn di SMA Negeri I

Banjarnegara diwujudkan dalam bentuk diskusi-diskusi kelompok.

Guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang biasanya

terdiri dari 5 sampai 6 orang, selanjutnya guru memberikan topik

permasalahan yang berbeda-beda kesemua kelompok untuk

didiskusikan yang kemudian dipresentasikan dan dibahas bersama di

depan kelas. Melalui kegiatan masyarakat belajar atau diskusi ini,

aktifitas anak dalam kelas lebih tinggi. Dalam artian bahwa bagi siswa

pembelajaran akan dirasa lebih menyenangkan, lebih bermakna,

karena siswa diberikan kebebasan untuk mengemukakan pendapat dan

menggali pengetahuan sebanyak-banyaknya dengan cara bertukar

informasi antara siswa satu ke siswa lainnya ataupun siswa ke guru.

e. Pemodelan (modeling)

Pemodelan pada dasarnya membahas gagasan yang dipikirkan,

mendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan para siswanya

untuk belajar dan melakukan apa yang guru inginkan agar siswanya

melakukan. Pemodelan dapat berupa demonstrasi, pemberian contoh

tentang konsep atau aktivitas belajar. Guru bukan satu satunya model,

karena model dapat dirancang dengan melibatkan siswa atau juga di

datangkan dari luar.


72

Adapun komponen pemodelan dalam pembelajaran PKn

diwujudkan dalam berbagai bentuk. Selain guru sebagai model dalam

kelas, tidak jaran siswa dilibatakan sebagai model dalam proses

belajar mengajar. Selain itu komponen pemodelan juga diwujudkan

dalam bentuk simulasi. Sebagai contoh dalam pengalaman belajar

berupa menampilkan peran serta dalam sistem politik di Indonesia,

guru memberi tugas kepada siswa untuk mensimulasikan didepan

kelas tata cara pemilihan kepala desa. Dengan adanya simulasi atau

pemodelan tersebut, siswa dirangsang untuk menjadi kreatif dan

mencoba menampilkan segala kemampuannya.

f. Refleksi (reflection)

Refleksi merupakan cara berpikir tentang apa yang baru

dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan

dalam masa lalu. Refleksi dilakukan dengan tujuan agar peserta didik

dapat mengingat kembali hal-hal yang telah dipelajari, sehingga kelak

dapat menjadi tolak ukur di dalam mengadakan suatu penilaian.

Kegiatan refleksi atau mengevaluasi diri sendiri baik dilakukan,

karena hal itu merupakan siklus kehidupan nyata. Mengalami-umpan

balik dan berusaha berkali-kali akan lebih efektif daripada jika siswa

dibiarkan memahami pengetahuan secara sepotong-sepotong dan

mengandalkan penilaian dari orang lain (guru).

Kegiatan refleksi dalam pembelajaran PKn di SMA Negeri I

Banjarnegara dilakukan pada setiap akhir pemberian materi oleh guru


73

dan juga dilakukan pada saat menjelang ulangan baik ulangan tengah

semester maupun ulangan semester. Namun demikian dalam refleksi

yang dilakukan oleh guru di akhir pemberian materi, terkadang tidak

terlaksana karena sebelum guru memberikan refleksi atau memberi

pertanyaan pada siswa mengenai hal-hal yang belum jelas, jam

pelajaran sudah selesai.

g. Penilaian sebenarnya (authentic assessment)

Penilaian sebenarnya merupakan proses pengumpulan berbagai

data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa.

Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar

bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan

benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengidentifikasikan

bahwa siswa mengalami kemacetan belajar, maka guru segera bisa

mengambil tindakan yang tepat dan benar sehingga siswa terbebas

dari kemacetan belajar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu

diperlukan disepanjang proses pembelajaran, maka penilaian tidak

hanya dilakukan di akhir periode atau semester tetapi dilakukan

bersama secara terintegrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan

pembelajaran.

Adapun penilaian yang dilakukan oleh guru PKn di SMA Negeri

I Banjarnegara mencakup penilaian proses pembelajaran dan

penilaian hasil pembelajaran. Dalam penilaian proses pembelajaran,

guru lebih menekankan pada segi afektif yaitu dengan memberi


74

catatan mengenai aktivitas siswa selama kegiatan belajar mengajar,

keaktifan siswa dalam bertanya dan menjawab pertanyaan, maupun

ketepatan siswa dalam mengumpulkan tugas. Sedangkan untuk

penilaian hasil belajar, penekanannya yaitu pada segi kognitif. Guru

menilai tingksat kemampuan siswa dalam menerima materi pelajaran

dengan cara memberikan tes atau ulangan baik dalam bentuk essay tes

maupun objektif tes.

3) Penilaian Pembelajaran Kontekstual

Penilaian dapat dipandang sebagai suatu cara atau metode untuk

mengambil suatu keputusan yang didasarkan atas data yang telah disusun

secara sistematis. Penilaian yang merupakan bagian integral dalam proses

pembelajaran, dalam pelaksanaannya di kelas tidak hanya yang bersifat

produk yaitu dilaksanakan setelah selesai proses pembelajaran, akan tetapi

harus dilaksanakan juga pada awal proses pembelajaran. Hal ini terlebih

dalam mata pelajaran PKn yang mempunyai tujuan dan misi

mengembangkan aspek civic intellegence, civic responcibility, dan civic

participation, maka bukan hanya dilakukan melalui penilaian produk atau

hasil tetapi juga melalui penilaian proses. Melalui kegiatan penilaian yang

dilakukan pada awal dan akhir kegiatan pembelajaran, segala informasi

dan data yang didapat mengenai diri siswa akan jauh menjadi lebih

lengkap, misalnya bagaimana aktifitas, kreatifitas, keseriusan, ketekunan

dan respon terhadap berbagai pertanyaan-pertanyaan guru dan siswa

lainnya. Sebaiknya guru juga dituntut untuk benar-benar lebih serius


75

dalam memperhatikan setiap perkembangan siswanya, baik perkembangan

intelektual, sikap ataupun keterampilannya.

Salah satu keberhasilan dalam belajar apabila hasil belajar yang

diperoleh siswa mampu bertahan lama. Hasil belajar yang telah lama ini

diperoleh apabila siswa mampu merefleksikan hasil belajarnya. Sugandi

(2004:44) menjelaskan bahwa refleksi adalah cara berpikir tentang apa

yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah

dilakukan dimasa lalu. Dalam pembelajaran kontekstual, kemampuan

siswa untuk merefleksikan hasil belajar dapat ditumbuhkan, sebab proses

pembelajaran memungkinkan untuk itu. Siswa dapat mengukur sejauh

mana penguasaan materi pelajaran dan penggunaanya untuk memecahkan

masalah masyarakat dan negaranya. Dengan demikian kegiatan belajar

mengajar mata pelajaran PKn dengan menggunakan kontekstual

diharapkan mampu memberdayakan siswa dalam mengkonstruksikan

pengetahuan, sikap dan keterampilan belajarnya. Melalui refleksi diri

siswa dilatih untuk memiliki kemampuan bersikap kritis, peka, dan peduli

terhadap persoalan lingkungan dalam rangka pembentukan warga negara

Indonesia yang cerds, terampil, kreatif dan berkarakter.


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya,

maka dapat disimpulkan hal-hal berikut ini.

1. Perangkat pembelajaran yang dibuat oleh guru PKn di SMA Negeri I

Banjarnegara dapat dikatakan cukup ideal dimana 7 pilar pembelajaran

kontekstual tercermin atau diwujudkan dalam silabus dan RPP.

2. Proses pembelajaran kontekstual oleh guru PKn di SMA Negeri I

Banjarnegara sudah cukup baik. Meskipun dalam penyampaian materi

pelajaran guru lebih sering menggunakan metode ceramah dibandingkan

dengan metode yang lainnya, namun guru tetap menciptakan suasana

belajar yang efektif dan kondusif dengan cara melibatkan 7 komponen

utama pembelajaran kontekstual disetiap pokok bahasan.

3. Penilaian pembelajaran PKn di SMA Negeri I Banjarnegara dilakukan

dengan cukup baik oleh guru secara terintegrasi baik selama proses

pembelajaran maupun setelah proses pembelajaran. Instrumen penilaian

yang digunakan melalui teknik tes dan non tes. Adapun sistem penilaian

yang digunakan sesuai dengan ketentuan yang dibuat pihak sekolah yaitu

dengan menggunakan sistem bonus.

4. Pembelajaran kontekstual dapat dilaksanakan dengan baik apabila guru,

siswa dan lingkungan sekolah saling mendukung satu sama lain.

75
76

B. Saran

1. Masih sangat diharapkan adanya pelatihan-pelatihan ataupun seminar-

seminar yang memperjelas tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP), agar guru-guru di SMA Negeri I Banjarnegara termasuk guru

PKn dapat mengetahui, mengerti, dan paham tentang KTSP, sehingga

pemelajaran kontekstual dapat dipraktekkan secara benar dan tepat dalam

poses pembelajaran di kelas.

2. Dalam pembuatan silabus, guru diharapkan mampu mengembangkannya

secara mandiri dan tidak hanya terpancang pada silabus yang sudah ada

yaitu hasil dari MGMP, karena pada dasarnya silabus seharusnya

dikembangkan oleh guru dengan memperhatikan karakter siswa, kondisi

dan lingkungan sekolah.

3. Dalam proses belajar mengajar, guru diharapkan tidak hanya terpancang

pada sarana dan prasarana serta buku pelajaran pokok yang sudaha ada,

akan tetapi guru hendaknya dapat mengembangkannya lagi misalnya

dengan guru membuat buku ajar sendiri dimana materi-materi yang ada

disesuaikan dengan perkembangan zaman yang ada.

4. Guru diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran dengan

cara memberikan pengalaman belajar secara kontekstual dan praktis

kepada siswa, artinya pembelajaran harus bermakna dan memberikan

kesempatan berlatih bagi siswa menjadi warga negara yang sebenarnya,

sehingga mampu menghadapi persoalan keseharian di masyarakat

nantinya.
77

5. Bagi pihak sekolah diharapkan mampu meningkatkan sarana dan

prasarana yang mendukung proses belajar mengajar di kelas, serta

mengupayakan buku pelajaran maupun buku pengetahuan umum untuk

memenuhi keinginan siswa yang haus akan ilmu pengetahuan dan

mendukung kelancaran pembelajaran PKn khususnya serta mata pelajaran

lain pada umumnya.


78

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1997. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Darsono, Max. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang.

Depdiknas. 2006. Pedoman PPL Universitas Negeri Semarang. Semarang:


UNNES Pres.

Dirjen Dikdasmen. 2003. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and


Learning). Jakarta: Depdiknas.

Djamarah, Saiful Bahri dan Aswan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Rineka Cipta.

Fajar, Arnie. 2004. Portofolio dalam Pembelajaran IPS. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Gafur, Abdul. 2003. Modul Perencanaan Pembelajaran PPKn Berbasis


Kompetensi. Jakarta: Depdiknas.

Hadi, Sutrisno. 1996. Metodologi Research. Yogyakarta: Fakultas Psikologi


UGM.

Hamalik, Oemar. 2001. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Huberman, Michael dan Milles. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press.

Moleong, Lexy. 2004. Metodologi Penelitian Suatu Pendekatan. Bandung:


Remaja Rosdakarya.

Mulyasa. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mulyasa. 2005. Implementasi Kurikulum 2004 Panduan Pembelajaran KBK.


Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nurhadi. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK.

Malang: Universitas Negeri Malang Press.

Puskur Balitbang. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan


Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta:
Depdiknas.

Rohani, Ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.


79

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Pendidikan.


Jakarta: Kencana Prenada Media.

Sigalingging, H. 2004. Paparan Kuliah Evaluasi Pengajaran PKn. FIS UNNES.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional. Jakarta: Sinar Grafika.

You might also like