Professional Documents
Culture Documents
http://bestifyna04.multiply.com/journal/item/30
Imunisasi adalah suatu usaha untuk memberikan kekebalan kepada bayi dan anak terhadap
penyakit tertentu.
Tujuan pemberian imunisasi --> (hanya preventif)
1. Mencegah penyakit infeksi tertentu
2. Apabila terjadi penyakit tidak akan terlalu parah dan dapat mencegah
terjadinya gejala yang dapat menimbulkan kecacatan / kematian.
KAPAN pemberian Imunisasi ?
Semua anak yang berumur 0 – 12 bulan harus mendapat imunisasi.
Umur 0 – 1 Bln : BCG, Polio, Hepatitis B1
Umur 2 Bln : DPT 1, Polio 2, Hepatitis B2
Umur 3 Bln : DPT 2, dan Polio 3
Umur 4 Bln : DPT3 dan Polio 4
Umur 9 Bln : Campak, Hepatitis B3
Macam-macam Vaksin
1. Vaksin BCG
Imunisasi BCG tujuannya untuk memberikan kekebalan aktif kepada bayi dan balita
terhadap penyakit TBC Paru Paru.
2. Vaksin DPT ( Dipteri, Pertusis,Tetanus )
Imunisasi DPT tujuannya untuk memberikan kekebalan aktif yang bersamaan
terhadap penyakit Dipteri, Pertusis dan Tetanus.
3. Vaksin Polio
Imunisasi Polio tujuannya untuk memberikan kekebalan kepada bayi dan balita
terhadap penyakit poliomielitis atau kelumpuhan.
4. Vaksin Hepatitis B
Imunisasi Hepatits B tujuannya untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit
Hepatitis B atau penyakit kuning.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemberian Imunisasi pada bayi/balita.
1. Imunisasi diberikan pada bayi/balita yang sehat.
2. Pada bayi/balita yang sakit tidak boleh diberikan seperti :
a. Sakit keras
b.Dalam masa tunas/ perkembangansuatu penyakit.
c. Kekurangan/penurunan daya tahan tubuh
Proses terjadinya reaksi pada tubuh bayi/anak setelah Imunisasi yaitu terjadinya reaksi
lokal, biasanya terlihat pada tempat penyuntikan misalnya terjadi pembengkakan yang
kadang-kadang disertai demam, agak sakit. Terhadap reaksi ini ibu tidak perlu panik sebab
panas akan sembuh dan itu berarti kekebalan sudah dimiliki oleh bayi /balita .
Tempat memperoleh Imunisasi
1. Posyandu Terdekat.
2. Puskesmas Keliling
3. Puskesmas Pembantu (Pustu)
4. Puskesmas Kecamatan
5. Rumah Sakit.
Tag: perawat, kesehatan, keperawatan, anak
Sebelumnya: Selamat Buat Bunda Dekan Baru
Selanjutnya : CEGAH OSTEOPOROSIS
Ada 5 macam imunisasi yang wajib untuk bayi kita, yaitu BCG, Polio, DPT, Hepatitis B dan
Campak. Selebihnya adalah imunisasi tambahan yang diberikan sesuai dengan saran dokter.
Berikut keterangan tentang imunisasi serta jadwal pemberiannya :
BCG atau Bacillus Cellmete Guerin, yaitu vaksinasi yang diberikan pada bayi saat
usia 0-2 bulan, fungsi dari vaksin ini adalah untuk menghindari penyakit TBC alias
Tuberkolosis.
POLIO adalah sejenis penyakit yang disebabkan oleh virus poliovirus dari genus
enterovirus, dan menyebabkan terjadinya kelumpuhan. Cara mencegah penyakit ini
adalah sering cuci tangan bila selesai beraktivitas dan juga sebelum makan. Pada bayi
imunisasi polio diberikan saat lahir, usia 2 bulan, 4 bulan dan 6 bulan.
DPT atau Dipteri Pentusis Tetanus, adalah sejenis penyakit yang bersumber dari
bakteri bernama Corynebacterium Diphterie, yang hidup dalam selaput lendir hidung
pada saluran pernapasan,dan membentuk membran putih sehingga menyumbat
pernapasan. Pemberian vaksin untuk menghindari DPT ini pada bayi saat usia 2
bulan, 4 bulan dan 6 bulan.
CAMPAK, adalah sejenis penyakit yang disebabkan oleh virus yang biasanya hidup
pada saluran pernapasan, dan berkembang biak pada selaput lendir tenggorokan.
Penyakit ini sangat menular, biasanya lewat udara. Pemberian vaksin ini saat bayi
berusia 9 bulan.
Hib B atau Haemophilus influenza tipe B, vaksin ini berfungsi untuk mencegah
penyakit meningitis, pneumonia (radang paru) dan epiglotitis (radang tulang rawan
tenggorokan). Vaksin ini diberikan pada saat bayi berusia 2 bulan, 4 bulan dan 6
bulan.
IPD atau Invasive Pneumococal Disease, yaitu sejenis penyakit yang disebabkan oleh
bakteri Streptococcus pneumonia, penularannya lewat bersin, percikan ludah atau
udara. Bakteri ini menyerang saluran pernapasan dan otak. Pemberian vaksin ini
disesuaikan dengan umur bayi anda. Usia dibawah 12 bulan diberikan 4 dosis (2, 4 &
6 bulan) dan booster 12-15 bulan, usia 7-11 bulan diberikan 3 dosis (2 dosis pertama
dengan interval 4 minggu, dan dosis ke 3 saat usia 12 bulan), usia 12 – 23 bulan
diberikan 2 dosis dengan interval 2 bulan, terakhir usia 2 tahun diberikan 1 dosis saja.
MMR atau mumps, morbili, rubella, sejenis penyakit yang disebabkan oleh virus,
yang mengakibatkan penyakit gondongan. Pemberian vaksin ini umumnya diberikan
di atas 12 bulan.
VARISELA, adalah imunisasi yang ditujukan untuk mencegah penyakit cacar air
yang disebabkan oleh virus varisela. Pemberian vaksin ini pada bayi berusia diatas 1
tahun.
PENGAMBILAN SPESIMEN
Cara pengambilan:
Antikoagulan:
Prinsip: Hb → asam hematin (oleh HCl) → warna as hematin dibandingkan dengan standart
Tujuan: menetapkan kadar Hb dlm darah
Reagen: lar HCl 0,1N, aquadest
Alat:
Cara pemeriksaan:
Cara pemeriksaan:
Nilai Normal:
Laki-laki: 14 – 18 gr/dl
Wanita : 12 – 16 gr/dl
Prinsip: darah diencerkan dan dicat dengan larutan Turk → lalu dihitung jumlah leukosit
dalam volume tertentu
Tujuan: menghitung jumlah lekosit dalam darah
Alat yg digunakan:
1. Pipet leukosit
2. Kamar hitung (Improved Neubauer)
3. Mikroskop
4. Counter tally
5. Reagen: Larutan Turk
Cara pemeriksaan:
Prinsip: darah diencerkan dan dicat dengan larutan Hayem → lalu dihitung jumlah eritrosit
dalam volume tertentu
Tujuan: menghitung jumlah eritrosit dalam darah
Alat yg digunakan:
1. Pipet eritrosit
2. Kamar hitung (Improved Neubauer)
3. Mikroskop
4. Counter tally
Nilai Normal:
Prinsip: darah diencerkan dan dicat dengan larutan Rees Echer → lalu dihitung jumlah
trombosit dalam volume tertentu
Tujuan: menghitung jumlah trombosit dalam darah
Alat yg digunakan:
1. Pipet eritrosit
2. Kamar hitung (Improved Neubauer)
3. Mikroskop
4. Counter tally
Cara pemeriksaan:
Prinsip (Cara Westergren) →darah EDTA didiamkan dlm waktu tertentu, maka sel sel darah
akan mengendap
Tujuan: Untuk mengetahui kecepatan eritrosit mengendap dalam waktu tertentu
Alat yang digunakan:
1. Tabung Westergren
2. Rak Westergren
3. Penghisap
4. Pencatat waktu
5. Pipet berskala
6. Spuit 5cc
7. Botol kecil
Cara Pemeriksaan:
Nilai Normal
Laki-laki : 0 – 10 mm/jam
Wanita : 0 – 20 mm/jam
1. Mikroskop
2. Obyek glass
3. Lancet steril
4. Pencatat waktu
5. Rak pengecatan
6. Rak pengering
7. Minyak imersi
8. Kaca penggeser
9. Pinsil kaca
Reagen:
Larutan Wright
Larutan buffer pH 6,4
Cara Pemeriksaan
Harga Normal:
1. Eosinofil : 1 – 3 %
2. Basofil : 0 – 1 %
3. Batang : 2 – 6 %
4. Segmen : 50 – 70 %
5. Limfosit : 20 – 40 %
6. Monosit : 2 – 8 %
1. Obyek glass
2. Lancet
3. Kapas alkohol
Reagen:
Cara Pemeriksaan:
Hasil:
GOL. DARAH ANTI A ANTI B
A + -
B - +
AB + +
O - -
WAKTU PERDARAHAN
(BLEEDING TIME)
Prinsip :
Ialah pemeriksaan terhadap fungsi pembuluh darah (kapilaria) jumlah dan fungsi trombosit
(ekstrinsik faktor)
Cara Pemeriksaan
WAKTU PEMBEKUAN
(CLOTING TIME)
Prinsip :
Dengan pemeriksaan waktu pembekuan dapat dilihat adanya kelainan / kekurangan dari
faktor intrinsik
Cara pemeriksaan
Prinsip :
Mendeteksi adanya sel sel ganas pada hapusan sekret vagina / servik
Cara Pemeriksaan:
Px tidak boleh irigasi vagina, memasukan obat pervagina, tidak coitus 24 – 48 jam
sebelumnya
Pemeriksaan dilakukan diantara waktu mens dengan posisi litotomi
Dengan spekulum, ambil permukaan servik dengan spatula → bahan difiksasi dlm obyek
glass
Hasil:
PEMERIKSAAN JAMUR
Prinsip :
Larutan KOH 10 % atau 20 % akan melisiskan kulit, rambut, kuku sehingga bila mengandung
jamur akan terlihat adanya Hypha atau spora
Cairan serebro spinal diperoleh dari lumbal pungsi pada ruang antar lumbal L3-4 atau L4-5.
Tekanan pertama diukur, kemudian cairan diaspirasi dan dimasukan dalam tabung
pemeriksaan yang steril.
Data analisa cairan spinal sangat penting dalam mendiagnosa penyakit medulla spinalis dan
otak
Volume :
Bayi : 40 – 60 ml
Anak : 80 – 120 ml
Dewasa : 100 – 160 ml
S el Darah
Putih / mm3 Merah / mm3
Neonatus 0.15 0.5
Anak 0.10 0.1
Dewasa 0.5 0.1
Chlorida :
Glukosa :
REFERENSI
1. Prinsip
Hemoglobin darah diubah menjadi asam hematin dengan pertolongan larutan HCL, lalu
kadar dari asam hematin ini diukur dengan membandingkan warna yang terjadi dengan
warna standard memakaimata biasa.
2. Tujuan
Menetapkan kadar hemoglobin dalam darah
Sumber :
Petunjuk Pemeriksaan Laboratorium Puskesmas, Jakarta, Departemen Kesehatan RI,
1991
Sumber :
Mengenal Penyakit Darah dari Pemeriksaan Hemoglobin dan Hapusan Darah Tepi
dr. Soenarto Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro/RS dr. Kariadi
Semarang Cermin Dunia Kedokteran No.18, 1980
Pemeriksaan Laboratorium Hematologi
http://fransiscakumala.wordpress.com/2010/05/04/pemeriksaan-laboratorium-hematologi/
Hitung darah lengkap -HDL- atau darah perifer lengkap –DPL- (complete blood count/full
blood count/blood panel) adalah jenis pemeriksan yang memberikan informasi tentang sel-sel
darah pasien. HDL merupakan tes laboratorium yang paling umum dilakukan. HDL
digunakan sebagai tes skrining yang luas untuk memeriksa gangguan seperti seperti anemia,
infeksi, dan banyak penyakit lainnya.
HDL memeriksa jenis sel dalam darah, termasuk sel darah merah, sel darah putih dan
trombosit (platelet). Pemeriksaan darah lengkap yang sering dilakukan meliputi:
Spesimen
Sebaiknya darah diambil pada waktu dan kondisi yang relatif sama untuk meminimalisasi
perubahan pada sirkulasi darah, misalnya lokasi pengambilan, waktu pengambilan, serta
kondisi pasien (puasa, makan). Cara pengambilan specimen juga perlu diperhatikan, misalnya
tidak menekan lokasi pengambilan darah kapiler, tidak mengambil darah kapiler tetesan
pertama, serta penggunaan antikoagulan (EDTA, sitrat) untuk mencegah terbentuknya clot.
Hemoglobin
Adalah molekul yang terdiri dari kandungan heme (zat besi) dan rantai polipeptida globin
(alfa,beta,gama, dan delta), berada di dalam eritrosit dan bertugas untuk mengangkut oksigen.
Kualitas darah ditentukan oleh kadar haemoglobin. Stuktur Hb dinyatakan dengan menyebut
jumlah dan jenis rantai globin yang ada. Terdapat 141 molekul asama amino pada rantai alfa,
dan 146 mol asam amino pada rantai beta, gama dan delta.
Terdapat berbagai cara untuk menetapkan kadar hemoglobin tetapi yang sering dikerjakan di
laboratorium adalah yang berdasarkan kolorimeterik visual cara Sahli dan fotoelektrik cara
sianmethemoglobin atau hemiglobinsianida. Cara Sahli kurang baik, karena tidak semua
macam hemoglobin diubah menjadi hematin asam misalnya karboksihemoglobin,
methemoglobin dan sulfhemoglobin. Selain itu alat untuk pemeriksaan hemoglobin cara Sahli
tidak dapat distandarkan, sehingga ketelitian yang dapat dicapai hanya ±10%.
Cara sianmethemoglobin adalah cara yang dianjurkan untuk penetapan kadar hemoglobin di
laboratorium karena larutan standar sianmethemoglobin sifatnya stabil, mudah diperoleh
dan pada cara ini hampir semua hemoglobin terukur kecuali sulfhemoglobin. Pada cara ini
ketelitian yang dapat dicapai ± 2%.
Berhubung ketelitian masing-masing cara berbeda, untuk penilaian basil sebaiknya diketahui
cara mana yang dipakai. Nilai rujukan kadar hemoglobin tergantung dari umur dan jenis
kelamin. Pada bayi baru lahir, kadar hemoglobin lebih tinggi dari pada orang dewasa yaitu
berkisar antara 13,6 – 19, 6 g/dl. Kemudian kadar hemoglobin menurun dan pada umur 3
tahun dicapai kadar paling rendah yaitu 9,5 – 12,5 g/dl. Setelah itu secara bertahap kadar
hemoglobin naik dan pada pubertas kadarnya mendekati kadar pada dewasa yaitu berkisar
antara 11,5 – 14,8 g/dl. Pada laki-laki dewasa kadar hemoglobin berkisar antara 13 – 16 g/dl
sedangkan pada perempuan dewasa antara 12 – 14 g/dl.
Pada perempuan hamil terjadi hemodilusi sehingga batas terendah nilai rujukan ditentukan
10 g/dl.
Penurunan Hb terdapat pada penderita: Anemia, kanker, penyakit ginjal, pemberian cairan
intravena berlebih, dan hodgkin. Dapat juga disebabkan oleh obat seperti: Antibiotik, aspirin,
antineoplastik(obat kanker), indometasin, sulfonamida, primaquin, rifampin, dan
trimetadion.
Peningkatan Hb terdapat pada pasien dehidrasi, polisitemia, PPOK, gagal jantung kongesti,
dan luka bakar hebat. Obat yang dapat meningkatkan Hb adalah metildopa dan gentamicin.
Kadar hemoglobin dapat dipengaruhi oleh tersedianya oksigen pada tempat tinggal,
misalnya Hb meningkat pada orang yang tinggal di tempat yang tinggi dari permukaan laut.
Selain itu, Hb juga dipengaruhi oleh posisi pasien (berdiri, berbaring), variasi diurnal
(tertinggi pagi hari).
Hematokrit
Hematokrit atau volume eritrosit yang dimampatkan (packed cell volume, PCV) adalah
persentase volume eritrosit dalam darah yang dimampatkan dengan cara diputar pada
kecepatan tertentu dan dalam waktu tertentu. Tujuan dilakukannya uji ini adalah untuk
mengetahui konsentrasi eritrosit dalam darah.
Nilai hematokrit atau PCV dapat ditetapkan secara automatik menggunakan hematology
analyzer atau secara manual. Metode pengukuran hematokrit secara manual dikenal ada 2,
yaitu metode makrohematokrit dan mikrohematokrit/kapiler.
Penurunan HMT, terjadi dengan pasien yang mengalami kehilangan darah akut, anemia,
leukemia, penyakit hodgkins, limfosarcoma, mieloma multiple, gagal ginjal kronik, sirosis
hepatitis, malnutrisi, defisiensi vit B dan C, kehamilan, SLE, athritis reumatoid, dan ulkus
peptikum.
Peningkatan HMT, terjadi pada hipovolemia, dehidrasi, polisitemia vera, diare berat,
asidosis diabetikum,emfisema paru, iskemik serebral, eklamsia, efek pembedahan, dan luka
bakar.
Hitung Eritrosit
Hitung eritrosit adalah jumlah eritrosit per milimeterkubik atau mikroliter dalah. Seperti
hitung leukosit, untuk menghitung jumlah sel-sel eritrosit ada dua metode, yaitu manual dan
elektronik (automatik). Metode manual hampir sama dengan hitung leukosit, yaitu
menggunakan bilik hitung. Namun, hitung eritrosit lebih sukar daripada hitung leukosit.
Prinsip hitung eritrosit manual adalah darah diencerkan dalam larutan isotonis untuk
memudahkan menghitung eritrosit dan mencegah hemolisis. Larutan Pengencer yang
digunakan adalah:
Larutan Hayem : Natrium sulfat 2.5 g, Natrium klorid 0.5 g, Merkuri klorid 0.25 g, aquadest
100 ml. Pada keadaan hiperglobulinemia, larutan ini tidak dapat dipergunakan karena dapat
menyebabkan precipitasi protein, rouleaux, aglutinasi.
Larutan Gower : Natrium sulfat 12.5 g, Asam asetat glasial 33.3 ml, aquadest 200 ml. Larutan
ini mencegah aglutinasi dan rouleaux.
Natrium klorid 0.85 %
Nilai Rujukan
Indeks Eritrosit
Mencakup parameter eritrosit, yaitu:
Mean cell / corpuscular volume (MCV) atau volume eritrosit rata-rata (VER)
Normal 80-96 fl
Mean Cell Hemoglobin Content (MCH) atau hemoglobin eritrosit rata-rata (HER)
Normal 27-33 pg
RDW adalah perbedaan/variasi ukuran (luas) eritrosit. Nilai RDW berguna memperkirakan
terjadinya anemia dini, sebelum nilai MCV berubah dan sebelum terjadi gejala. Peningkatan
nilai RDW dapat dijumpai pada anemia defisiensi (zat besi, asam folat, vit B12), anemia
hemolitik, anemia sel sabit. Ukuran eritrosit biasanya 6-8µm, semakin tinggi variasi ukuran
sel mengindikasikan adanya kelainan.
Hitung Trombosit
Adalah komponen sel darah yang dihasilkan oleh jaringan hemopoetik, dan berfungsi utama
dalam proses pembekuan darah. Penurunan sampai dibawah 100.000/ µL berpotensi untuk
terjadinya perdarahan dan hambatan pembekuan darah.
Hitung Leukosit
Hitung leukosit adalah menghitung jumlah leukosit per milimeterkubik atau mikroliter darah.
Leukosit merupakan bagian penting dari sistem pertahanan tubuh, terhadap benda asing,
mikroorganisme atau jaringan asing, sehingga hitung julah leukosit merupakan indikator
yang baik untuk mengetahui respon tubuh terhadap infeksi.
Jumlah leukosit dipengaruhi oleh umur, penyimpangan dari keadaan basal dan lain-lain. Pada
bayi baru lahir jumlah leukosit tinggi, sekitar 10.000-30.000/μl. Jumlah leukosit tertinggi
pada bayi umur 12 jam yaitu antara 13.000-38.000 /μl. Setelah itu jumlah leukosit turun
secara bertahap dan pada umur 21 tahun jumlah leukosit berkisar antara 4500- 11.000/μl.
Pada keadaan basal jumlah leukosit pada orang dewasa berkisar antara 5000 — 10.000/μl.
Jumlah leukosit meningkat setelah melakukan aktifitas fisik yang sedang, tetapi jarang lebih
dari 11.000/μl. Peningkatan jumlah leukosit di atas normal disebut leukositosis, sedangkan
penurunan jumlah leukosit di bawah normal disebut lekopenia.
Terdapat dua metode yang digunakan dalam pemeriksaan hitung leukosit, yaitu cara
automatik menggunakan mesin penghitung sel darah (hematology analyzer) dan cara manual
dengan menggunakan pipet leukosit, kamar hitung dan mikroskop.
Cara automatik lebih unggul dari cara pertama karena tekniknya lebih mudah, waktu yang
diperlukan lebih singkat dan kesalahannya lebih kecil yaitu ± 2%, sedang pada cara manual
kesalahannya sampai ± 10%. Keburukan cara automatik adalah harga alat mahal dan sulit
untuk memperoleh reagen karena belum banyak laboratorium di Indonesia yang memakai
alat ini.
Dewasa : 4000-10.000/ µL
Peningkatan leukosit juga dapat menunjukan adanya proses infeksi atau radang akut,
misalnya pneumonia, meningitis, apendisitis, tuberkolosis, tonsilitis, dll. Dapat juga terjadi
miokard infark, sirosis hepatis, luka bakar, kanker, leukemia, penyakit kolagen, anemia
hemolitik, anemia sel sabit , penyakit parasit, dan stress karena pembedahan ataupun
gangguan emosi. Peningkatan leukosit juga bisa disebabkan oleh obat-obatan, misalnya:
aspirin, prokainmid, alopurinol, kalium yodida, sulfonamide, haparin, digitalis, epinefrin,
litium, dan antibiotika terutama ampicillin, eritromisin, kanamisin, metisilin, tetracycline,
vankomisin, dan streptomycin.
Leukopenia adalah keadaan dimana jumlah leukosit kurang dari 5000/µL darah. Karena pada
hitung jenis leukosit, netrofil adalah sel yang paling tinggi persentasinya hampir selalu
leukopenia disebabkan netropenia.
Penurunan jumlah leukosit dapat terjadi pada penderita infeksi tertentu, terutama virus,
malaria, alkoholik, SLE, reumaotid artritis, dan penyakit hemopoetik(anemia aplastik,
anemia perisiosa). Leokopenia dapat juga disebabkan penggunaan obat terutama
saetaminofen, sulfonamide, PTU, barbiturate, kemoterapi kanker, diazepam, diuretika,
antidiabetika oral, indometasin, metildopa, rimpamfin, fenotiazin, dan antibiotika.(penicilin,
cefalosporin, dan kloramfenikol)
Hitung jenis leukosit digunakan untuk mengetahui jumlah berbagai jenis leukosit. Terdapat
lima jenis leukosit, yang masing-masingnya memiliki fungsi yang khusus dalam melawan
patogen. Sel-sel itu adalah neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil, dan basofil. Hasil hitung
jenis leukosit memberikan informasi yang lebih spesifik mengenai infeksi dan proses
penyakit. Hitung jenis leukosit hanya menunjukkan jumlah relatif dari masing-masing jenis
sel. Untuk mendapatkan jumlah absolut dari masing-masing jenis sel maka nilai relatif (%)
dikalikan jumlah leukosit total (sel/μl).
Untuk melakukan hitung jenis leukosit, pertama membuat sediaan apus darah yang diwarnai
dengan pewarna Giemsa, Wright atau May Grunwald. Amati di bawah mikroskop dan hitung
jenis-jenis leukosit hingga didapatkan 100 sel. Tiap jenis sel darah putih dinyatakan dalam
persen (%). Jumlah absolut dihitung dengan mengalikan persentase jumlah dengan hitung
leukosit, hasilnya dinyatakan dalam sel/μL.
Jenis Nilai normal Melebihi nilai normal Kurang dari nilai normal
Segmen 50-65%
(2500-6500/µL)
BBL 34%
1 th 60%
6 th 42%
12 th 38%
Monosit 2-8% Infeksi virus, parasit, Leukemia limfositik, anemia
anemia hemolitik, SLE< RA aplastik
200-600/µL
Anak 4-9%
Laju endap darah (erithrocyte sedimentation rate, ESR) adalah kecepatan sedimentasi
eritrosit dalam darah yang belum membeku, dengan satuan mm/jam. LED merupakan uji
yang tidak spesifik. LED dijumpai meningkat selama proses inflamasi akut, infeksi akut dan
kronis, kerusakan jaringan (nekrosis), penyakit kolagen, rheumatoid, malignansi, dan kondisi
stress fisiologis (misalnya kehamilan).
Metode yang digunakan untuk pemeriksaan LED ada dua, yaitu metode Wintrobe dan
Westergreen. Hasil pemeriksaan LED dengan menggunakan kedua metode tersebut
sebenarnya tidak seberapa selisihnya jika nilai LED masih dalam batas normal. Tetapi jika
nilai LED meningkat, maka hasil pemeriksaan dengan metode Wintrobe kurang
menyakinkan. Dengan metode Westergreen bisa didapat nilai yang lebih tinggi, hal itu
disebabkan panjang pipet Westergreen yang dua kali panjang pipet Wintrobe. International
Commitee for Standardization in Hematology (ICSH) merekomendasikan untuk
menggunakan metode Westergreen.
1. Metode Westergreen
o Untuk melakukan pemeriksaan LED cara Westergreen diperlukan sampel darah citrat 4 : 1
(4 bagian darah vena + 1 bagian natrium sitrat 3,2 % ) atau darah EDTA yang diencerkan
dengan NaCl 0.85 % 4 : 1 (4 bagian darah EDTA + 1 bagian NaCl 0.85%). Homogenisasi
sampel sebelum diperiksa.
o Sampel darah yang telah diencerkan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabung
Westergreen sampai tanda/skala 0.
o Tabung diletakkan pada rak dengan posisi tegak lurus, jauhkan dari getaran maupun sinar
matahari langsung.
o Biarkan tepat 1 jam dan catatlah berapa mm penurunan eritrosit.
1. Metode Wintrobe
o Sampel yang digunakan berupa darah EDTA atau darah Amonium-kalium oksalat.
Homogenisasi sampel sebelum diperiksa.
o Sampel dimasukkan ke dalam tabung Wintrobe menggunakan pipet Pasteur sampai tanda
0.
o Letakkan tabung dengan posisi tegak lurus.
o Biarkan tepat 1 jam dan catatlah berapa mm menurunnya eritrosit.
Nilai Rujukan
1. Metode Westergreen:
Laki-laki : 0 – 15 mm/jam
Perempuan : 0 – 20 mm/jam
1. Metode Wintrobe :
Laki-laki : 0 – 9 mm/jam
Perempuan 0 – 15 mm/jam
Referensi
Gandasoebrata R. Penuntun laboratorium klinik. Jakarta: Dian Rakyat; 2009. hal. 11-42.
Ronald AS, Richard AMcP, alih bahasa : Brahm U. Pendit dan Dewi Wulandari, editor :
Huriawati Hartanto, Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium, edisi 11. Jakarta: EGC;
2004.
Sutedjo AY. Mengenal penyakit melalui hasil pemeriksaan laboratorium. Yogyakarta: Amara
Books; 2008. hal. 17-35.
Theml H, Diem H, Haferlach T. Color atlas of hematology; principal microscopic and clinical
diagnosis. 2nd ed. Stuttgart: Thieme; 2004.
Vajpayee N, Graham SS, Bem S. Basic examination of blood and bone marrow. In: Henry’s
clinical diagnosis and management by laboratory methods. 21st ed. Editor: McPherson RA,
Pincus MR. China: Saunders Elsevier; 2006. hal. 9-20.
Kadar hemoglobin
. Pada wanita hamil terjadi hemodilusi sehingga untuk batas terendah nilai rujukan
ditentukan 10 g/dl.
Proses pengendapan darah terjadi dalam 3 tahap yaitu tahap pembentukan rouleaux,
tahap pengendapan dan tahap pemadatan.
Di laboratorium cara untuk memeriksa laju endap darah yang sering dipakai adalah
cara Wintrobe dan cara Weetergren. Pada cara Wintrobe nilai rujukan untuk wanita 0 -
20 mm/jam dan untuk pria 0 - 10 mm/jam, sedang pada cara Westergren nilai rujukan
untuk wanita 0 - 15 mm/jam dan untuk pria 0 - 10 mm/jam.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi laju endap darah adalah faktor eritrosit,
faktor plasma dan faktor teknik. Jumlah eritrosit/ul darah yang kurang dari normal,
ukuran eritrosit yang
lebih besar dari normal dan eritrosit yang mudah beraglutinasi akan menyebabkan laju
endap darah cepat. Walau pun demikian, tidak semua anemia disertai laju endap
darah yang cepat. Pada anemia sel sabit, akantositosis, sferositosis serta poikilositosis
berat, laju endap darah tidak cepat, karena pada keadaan-keadaan ini pembentukan
rouleaux sukar terjadi.
Pada polisitemia dimana jumlah eritrosit/µl darah meningkat, laju endap darah
normal.
Laju endap darah terutama mencerminkan perubahan protein plasma yang terjadi
pada infeksi akut maupun kronik, proses degenerasi dan penyakit limfoproliferatif.
Peningkatan laju endap darah merupakan respons yang tidak spesifik terhadap
kerusakan jaringan dan merupakan petunjuk adanya penyakit.
Bila dilakukan secara berulang laju endap darah dapat dipakai untuk menilai
perjalanan penyakit seperti tuberkulosis, demam rematik, artritis dan nefritis. Laju
endap darah yang
cepat menunjukkan suatau lesi yang aktif, peningkatan laju endap darah dibandingkan
sebelumnya menunjukkan proses yang meluas, sedangkan laju endap darah yang
menurun
dibandingkan sebelumnya menunjukkan suatu perbaikan.
Selain pada keadaan patologik, laju endap darah yang cepat juga dapat dijumpai pada
keadaan-keadaan fisiologik seperti pada waktu haid, kehamilan setelah bulan ketiga
dan pada orang tua.
Dan akhirnya yang perlu diperhatikan adalah faktor teknik yang dapat menyebabkan
kesalahan dalam pemeriksaan laju endap darah. Selama pemeriksaan tabung atau
pipet harus tegak lurus; miring 3° dapat menimbulkan kesalahan 30%. Tabung atau
pipet tidak boleh digoyang atau bergetar, karena ini akan mempercepat pengendapan.
Suhu optimum selama pemeriksaan adalah 20°C, suhu yang tinggi akan mempercepat
pengendapan dan sebaliknya suhu yang rendah akan memperlambat. Bila darah yang
diperiksa sudah membeku sebagian hasil pemeriksaan laju endap darah akan lebih
lambat karena sebagian fibrinogen sudah terpakai dalam pembekuan. Pemeriksaan
laju endap darah harus dikerjakan dalam waktu 2 jam
setelah pengambilan darah, karena darah yang dibiarkan terlalu lama akan berbentuk
sferik sehingga sukar membentuk rouleaux dan hasil pemeriksaan laju endap darah
menjadi lebih lambat.
Hitung leukosit
Terdapat dua cara untuk menghitung leukosit dalam darah tepi. Yang pertama adalah
cara manual dengan memakai pipet leukosit, kamar hitung dan mikroskop. Cara kedua
adalah cara semi automatik dengan memakai alat elektronik. Cara kedua ini lebih
unggul dari cara pertama karena tekniknya lebih mudah, waktu yang diperlukan lebih
singkat dan kesalahannya lebih kecil yaitu ± 2%, sedang pada cara pertama
kesalahannya sampai ± 10%.
Keburukan cara kedua adalah harga alat mahal dan sulit untuk memperoleh reagen
karena belum banyak laboratorium di Indonesia yang memakai alat ini.
Jumlah leukosit dipengaruhi oleh umur, penyimpangan dari keadaan basal dan lain-lain
.
Pada bayi baru lahir jumlah leukosit tinggi, sekitar 10.000 - 30.000/µl. Jumlah leukosit
tertinggi pada bayi umur 12 jam yaitu antara 13.000 - 38.000 /µl. Setelah itu jumlah
leukosit turun secara bertahap dan pada umur 21 tahun jumlah leukosit berkisar
antara 4500 - 11.000/µl. Pada keadaan basal jumlah leukosit pada orang dewasa
berkisar antara 5000 - 10.0004/µ1. Jumlah leukosit meningkat setelah melakukan
aktifitas fisik yang sedang, tetapi
jarang lebih dari 11.000/µl.
Bila jumlah leukosit lebih dari nilai rujukan, maka keadaan tersebut disebut
leukositosis. Leukositosis dapat terjadi secara fisiologik maupun patologik.
Leukositosis yang fisiologik
dijumpai pada kerja fisik yang berat, gangguan emosi, kejang, takhikardi paroksismal,
partus dan haid.
Leukositosis yang terjadi sebagai akibat peningkatan yang seimbang dari masing-
masing jenis sel, disebut balanced leokocytosis. Keadaan ini jarang terjadi dan dapat
dijumpai pada hemokonsentrasi. Yang lebih sering dijumpai adalah leukositosis yang
disebabkan peningkatan dari salah satu jenis leukosit sehingga timbul istilah
neutrophilic leukocytosis atau netrofilia, lymphocytic leukocytosis atau limfositosis,
eosinofilia dan basofilia. Leukositosis yang patologik selalu diikuti oleh peningkatan
absolut dari salah satu atau lebih jenis leukosit.
Leukopenia adalah keadaan dimana jumlah leukosit kurang dari 5000/0 darah. Karena
pada hitung jenis leukosit, netrofil adalah sel yang paling tinggi persentasinya hampir
selalu leukopenia disebabkan oleh netropenia.
Hitung jenis leukosit hanya menunjukkan jumlah relatif dari masing-masing jenis sel.
Untuk mendapatkan jumlah absolut dari masing-masing jenis sel maka nilai relatif (%)
dikalikan jumlah leukosit total (sel/µl).
Hitung jenis leukosit berbeda tergantung umur. Pada anak limfosit lebih banyak dari
netrofil segmen, sedang pada orang dewasa kebalikannya. Hitung jenis leukosit juga
bervariasi dari satu sediaan apus ke sediaan lain, dari satu lapangan ke lapangan lain.
Kesalahan karena distribusi ini dapat mencapai 15%.
Bila pada hitung jenis leukosit, didapatkan eritrosit berinti lebih dari 10 per 100
leukosit, maka jumlah leukosit/µl perlu dikoreksi.
Netrofilia
Netrofilia adalah suatu keadaan dimana jumlah netrofil lebih dari 7000/µl dalam darah
tepi. Penyebab biasanya adalah infeksi bakteri, keracunan bahan kimia dan logam
berat, gangguan metabolik seperti uremia, nekrosia jaringan, kehilangan darah dan
kelainan mieloproliferatif.
Banyak faktor yang mempengaruhi respons netrofil terhadap infeksi, seperti penyebab
infeksi, virulensi kuman, respons penderita, luas peradangan dan pengobatan. Infeksi
oleh bakteri seperti Streptococcus hemolyticus dan Diplococcus pneumonine
menyebabkan netrofilia yang berat, sedangkan infeksi oleh Salmonella typhosa dan
Mycobacterium tuberculosis tidak menimbulkan netrofilia. Pada anak-anak netrofilia
biasanya lebih tinggi dari pada orang dewasa. Pada penderita yang lemah, respons
terhadap infeksi kurang sehingga sering tidak disertai netrofilia. Derajat netrofilia
sebanding dengan luasnya jaringan yang meradang karena jaringan nekrotik akan
melepaskan leukocyte promoting substance sehingga abses yang luas akan
menimbulkan netrofilia lebih berat daripada bakteremia yang ringan. Pemberian
adrenocorticotrophic hormone (ACTH) pada orang normal akan menimbulkan netrofilia
tetapi pada penderita infeksi berat tidak dijumpai netrofilia.
Pada infeksi ringan atau respons penderita yang baik, hanya dijumpai netrofilia ringan
dengan sedikit sekali pergeseran ke kiri. Sedang pada infeksi berat dijumpai netrofilia
berat dan banyak ditemukan sel muda. Infeksi tanpa netrofilia atau dengan netrofilia
ringan disertai banyak sel muda menunjukkan infeksi yang tidak teratasi atau respons
penderita yang kurang.
Pada infeksi berat dan keadaan toksik dapat dijumpai tanda degenerasi, yang sering
dijumpai pada netrofil adalah granula yang lebih kasar dan gelap yang disebut
granulasi toksik. Disamping itu dapat dijumpai inti piknotik dan vakuolisasi baik pada
inti maupun sitoplasma
Eosinofilia
Eosinofilia adalah suatu keadaan dimana jumlah eosinofil lebih dari 300/µl darah.
Eosinofilia terutama dijumpai pada keadaan alergi. Histamin yang dilepaskan pada
reaksi antigen-antibodi merupakan substansi khemotaksis yang menarik eosinofil.
Penyebab lain dari eosinofilia adalah penyakit kulit kronik, infeksi dan infestasi
parasit, kelainan hemopoiesis seperti polisitemia vera dan leukemia granulositik
kronik.
Basofilia
Basofilia adalah suatu keadaan dimana jumlah basofil lebih dari 100/µl darah. Basofilia
sering dijumpai pada polisitemia vera dan leukemia granulositik kronik. Pada penyakit
alergi seperti eritroderma, urtikaria pigmentosa dan kolitis ulserativa juga dapat
dijumpai basofilia. Pada reaksi antigen-antibodi basofil akan melepaskan histamin dari
granulanya.
Limfositosis
Limfositosis adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah limfosit lebih
dari 8000/µl pada bayi dan anak-anak serta lebih dari 4000/µl darah pada dewasa.
Limfositosis
dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti morbili, mononukleosis infeksiosa; infeksi
kronik seperti tuberkulosis, sifilis, pertusis dan oleh kelainan limfoproliferatif seperti
leukemia limfositik kronik dan makroglobulinemia primer.
Monositosis
Monositosis adalah suatu keadaan dimana jumlah monosit lebih dari 750/µl pada anak
dan lebih dari 800/µl darah pada orang dewasa. Monositosis dijumpai pada penyakit
mieloproliferatif seperti leukemia monositik akut dan leukemia mielomonositik akut;
penyakit kollagen seperti lupus eritematosus sistemik dan reumatoid artritis; serta
pada beberapa penyakit infeksi baik oleh bakteri, virus, protozoa maupun jamur.
Netropenia
Netropenia adalah suatu keadaan dimana jumlah netrofil kurang dari 2500/µl darah.
Penyebab netropenia dapat dikelompokkan atas 3 golongan yaitu meningkatnya
pemindahan netrofil dari peredaran darah, gangguan pembentukan netrofil dan yang
terakhir yang tidak diketahui penyebabnya.
Termasuk dalam golongan pertama misalnya umur netrofil yang memendek karena
drug induced. Beberapa obat seperti aminopirin bekerja sebagai hapten dan
merangsang pembentukan antibodi terhadap leukosit. Gangguan pembentukan dapat
terjadi akibat radiasi atau obat-obatan seperti kloramfenicol, obat anti tiroid dan
fenotiasin; desakan dalam sum-sum tulang oleh tumor. Netropenia yang tidak
diketahui sebabnya misal pada infeksi seperti tifoid, infeksi virus, protozoa dan
rickettisa; cyclic neutropenia, dan chronic idiopathic neutropenia.
Limfopenia
Pada orang dewasa limfopenia terjadi bila jumlah limfosit kurang dari 1000/µl dan
pada anak-anak kurang dari 3000/µl darah. Penyebab limfopenia adalah produksi
limfosit yang menurun seperti pada penyakit Hodgkin, sarkoidosis; penghancuran yang
meningkat yang dapat disebabkan oleh radiasi, kortikosteroid dan obat-obat sitotoksis;
dan kehilangan yang meningkat seperti pada thoracic duct drainage dan protein losing
enteropathy.
Eosinopenia terjadi bila jumlah eosinofil kurang dari 50/µl darah. Hal ini dapat
dijumpai pada keadaan stress seperti syok, luka bakar, perdarahan dan infeksi berat;
juga dapat terjadi pada hiperfungsi koreks adrenal dan pengobatan dengan
kortikosteroid.
sumber:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10_PenilaianHasilPemeriksaan.pdf/10_Penila
ianHasilPemeriksaan.html