You are on page 1of 9

Pengertian Dan Perbedaan Etika, Moral dan Etiket

Tentang Istilah

Etika berasal dari bahasa Yunani ethos, yang berarti tempat tinggal yang
biasa, padang rumpt, kandang; kebiasaan, adat; watak; perasaan, sikap, cara
berpikir. dalam bentuk jamak ta etha artinya adat kebiasaan. Dalam arti
terakhir inilah terbentuknya istilah etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk
menunjukkan filsafat moral. Etika berarti: ilmu tentang apa yang biasa
dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Ada juga kata moral dari bahasa
Latin yang artinya sama dengan etika.

Secara istilah etika memunyai tiga arti: pertama, nilai-nilai dan norma-norma
moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya. Arti ini bisa disebut sistem nilai. Misalnya etika
Protestan, etika Islam, etika suku Indoan. Kedua, etika berarti kumpulan asas
atau nilai moral (kode etik). Misalnya kode etik kedokteran, kode etik peneliti,
dll. Ketiga, etika berati ilmu tentang yang baik atau buruk. Etika menjadi ilmu
bila kemungkinan-kemungkinan etis menjadi bahan refleksi bagi suau
penelitian sistematis dan metodis. Di sini sama artinya dengan filsafat moral.

Amoral berarti tidak berkaitan dengan moral, netral etis. Immoral berarti tidak
bermoral, tidak etis. Etika berbeda dengan etiket. Yang terakhir ini berasal
dari kata Inggris etiquette, yang berarti sopan santun. Perbedaan keduanya
cukup tajam, antara lain: etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus
dilakukan, etika menunjukkan norma tentang perbuatan itu. Etiket hanya
berlaku dalam pergaulan, etika berlaku baik baik saat sendiri maupun dalam
kaitannya dengan lingkup sosial. etiket bersifat relatif, tergantung pada
kebudayaan, etika lebih absolut. Etiket hanya berkaitan dengan segi lahiriyah,
etika menyangkut segi batiniah.

Moralitas merupakan suatu fenomena manusiawi yang universal, menjadi ciri


yang membedakan manusia dari binatang. Pada binatang tidak ada
kesadaran tentang baik dan buruk, yang boleh dan yang dilarang, tentang
yang harus dan tidak pantas dilakukan. Keharusan memunyai dua macam
arti: keharusan alamiah (terjadi dengan sendirinya sesuai hukum alam) dan
keharusan moral (hukum yang mewajibkan manusia melakukan atau tidak
melakukan sesuatu).

Macam-macam etika

a. Etika deskriptif

Hanya melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya adat
kebiasaan suatu kelompok, tanpa memberikan penilaian. Etika deskriptif
memelajari moralitas yang terdapat pada kebudayaan tertentu, dalam periode
tertentu. Etika ini dijalankan oleh ilmu-ilmu sosial: antropologi, sosiologi,
psikologi, dll, jadi termasuk ilmu empiris, bukan filsafat.

b. Etika normatif

Etika yang tidak hanya melukiskan, melainkan melakukan penilaian


(preskriptif: memerintahkan). Untuk itu ia mengadakan argumentasi, alasan-
alasan mengapa sesuatu dianggap baik atau buruk. Etika normatif dibagi
menjadi dua, etika umum yang memermasalahkan tema-tema umum, dan
etika khusus yang menerapkan prinsip-prinsip etis ke dalam wilayah manusia
yang khusus, misalnya masalah kedokteran, penelitian. Etika khusus disebut
juga etika terapan.

c. Metaetika

Meta berati melampaui atau melebihi. Yang dibahas bukanlah moralitas


secara langsung, melainkan ucapan-ucapan kita di bidang moralitas.
Metaetika bergerak pada tataran bahasa, atau memelajari logika khusus dari
ucapan-ucapan etis. Metaetika dapat ditempatkan dalam wilayah filsafat
analitis, dengan pelopornya antara lain filsuf Inggris George Moore (1873-
1958). Filsafat analitis menganggap analisis bahasa sebagai bagian
terpenting, bahkan satu-satunya, tugas filsafat.

Salah satu masalah yang ramai dibicarakan dalam metaetika adalah the
is/ought question, yaitu apakah ucapan normatif dapat diturunkan dari ucapan
faktual. Kalau sesuatu merupakan kenyataan (is), apakah dari situ dapat
disimpulkan bahwa sesuatu harus atau boleh dilakukan (ought).

Dalam dunia modern terdapat terutama tiga situasi etis yang menonjol.
Pertama, pluralisme moral, yang timbul berkat globalisasi dan teknologi
komunikasi. Bagaimana seseorang dari suatu kebudayaan harus berperilaku
dalam kebudayaan lain. ini menyangkut lingkup pribadi. Kedua, masalah etis
baru yang dulu tidak terduga, terutama yang dibangkitkan oleh adanya
temuan-temuan dalam teknologi, misalnya dalam biomedis. Ketiga, adanya
kepedulian etis yang universal, misalnya dengan dideklarasikannya HAM oleh
PBB pada 10 Desember 1948.

Moral dan Hukum

Hukum dijiwai oleh moralitas. Dalam kekaisaran Roma terdapat pepatah quid
leges sine moribus (apa arti undang-undang tanpa moralitas?). Moral juga
membutuhkan hukum agar tidak mengawang-awang saja dan agar berakar
kuat dalam kehidupan masyarakat.

Sedikitnya ada empat perbedaan antara moral dan hukum. Pertama, hukum
lebih dikodifikasi daripada moralitas, artinya dituliskan dan secara sistematis
disusun dalam undang-undang. Karena itu hukum memunyai kepastian lebih
besar dan lebih objektif. Sebaliknya, moral lebih subjektif dan perlu banyak
diskusi untuk menentukan etis tidaknya suatu perbuatan. Kedua, hukum
membatasi diri pada tingkah laku lahiriah, sedangkan moral menyangkut juga
aspek batiniah. Ketiga, sanksi dalam hukum dapat dipaksakan, misalnya
orang yang mencuri dipenjara. Sedangkan moral sanksinya lebih bersifat ke
dalam, misalnya hati nurani yang tidak tenang, biarpun perbuatan itu tidak
diketahui oleh orang lain. Kalau perbuatan tidak baik itu diketahui umum,
sanksinya akan lebih berat, misalnya rasa malu. Keempat, hukum dapat
diputuskan atas kehendak masyarakat dan akhirnya atas kehendak negara.
Tetapi moralitas tidak dapat diputuskan baik-buruknya oleh masyarakat. Moral
menilai hukum dan bukan sebaliknya.

[Disarikan dari K. Bertens, Etika, Jakarta: Gramedia, 2000, h. 3-45]

PENGERTIAN MORAL

Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ yaitu mos sedangkan
bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu
kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata ‘etika’, maka secara etimologis,
kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti
yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’,
maka rumusan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan
bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang
membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari
bahasa Latin. Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu tidak
bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma
etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau bila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu
bermoral bejat, artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang tidak
baik.

‘Moralitas’ (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan
‘moral’, hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya
segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat
moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.

Pengertian Etiket

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diberikan beberapa arti dari kata “etiket”, yaitu :

1. Etiket (Belanda) secarik kertas yang ditempelkan pada kemasan barang-barang (dagang)
yang bertuliskan nama, isi, dan sebagainya tentang barang itu.

2. Etiket (Perancis) adat sopan santun atau tata krama yang perlu selalu diperhatikan dalam
pergaulan agar hubungan selalu baik.

Perbedaan Etiket dengan Etika


K. Bertens dalam bukunya yang berjudul “Etika” (2000) memberikan 4 (empat) macam
perbedaan etiket dengan etika, yaitu :

1. Etiket menyangkut cara (tata acara) suatu perbuatan harus dilakukan manusia. Misal :
Ketika saya menyerahkan sesuatu kepada orang lain, saya harus menyerahkannya dengan
menggunakan tangan kanan. Jika saya menyerahkannya dengan tangan kiri, maka saya
dianggap melanggar etiket.

Etika menyangkut cara dilakukannya suatu perbuatan sekaligus memberi norma dari
perbuatan itu sendiri. Misal : Dilarang mengambil barang milik orang lain tanpa izin karena
mengambil barang milik orang lain tanpa izin sama artinya dengan mencuri. “Jangan
mencuri” merupakan suatu norma etika. Di sini tidak dipersoalkan apakah pencuri tersebut
mencuri dengan tangan kanan atau tangan kiri.

2. Etiket hanya berlaku dalam situasi dimana kita tidak seorang diri (ada orang lain di sekitar
kita). Bila tidak ada orang lain di sekitar kita atau tidak ada saksi mata, maka etiket tidak
berlaku. Misal : Saya sedang makan bersama bersama teman sambil meletakkan kaki saya di
atas meja makan, maka saya dianggap melanggat etiket. Tetapi kalau saya sedang makan
sendirian (tidak ada orang lain), maka saya tidak melanggar etiket jika saya makan dengan
cara demikian.

Etika selalu berlaku, baik kita sedang sendiri atau bersama orang lain. Misal: Larangan
mencuri selalu berlaku, baik sedang sendiri atau ada orang lain. Atau barang yang dipinjam
selalu harus dikembalikan meskipun si empunya barang sudah lupa.

3. Etiket bersifat relatif. Yang dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan, bisa saja
dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Misal : makan dengan tangan atau bersendawa waktu
makan.

Etika bersifat absolut. “Jangan mencuri”, “Jangan membunuh” merupakan prinsip-prinsip


etika yang tidak bisa ditawar-tawar.

4.. Etiket memandang manusia dari segi lahiriah saja. Orang yang berpegang pada etiket bisa
juga bersifat munafik. Misal : Bisa saja orang tampil sebagai “manusia berbulu ayam”, dari
luar sangan sopan dan halus, tapi di dalam penuh kebusukan.

Etika memandang manusia dari segi dalam. Orang yang etis tidak mungkin bersifat munafik,
sebab orang yang bersikap etis pasti orang yang sungguh-sungguh baik.
Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang memproteksi pekerja,
perusahaan, lingkungan hidup, dan ma-syarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja.
Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. K3 bertujuan
mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident). Penerapan
konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja yang menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk
investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang.

Bagaimana K3 dalam perspektif hukum? Ada tiga aspek utama hukum K3 yaitu norma keselamatan,
kesehatan kerja, dan kerja nyata. Norma keselamatan kerja merupakan sarana atau alat untuk
mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang tidak diduga yang disebabkan oleh kelalaian kerja serta
lingkungan kerja yang tidak kondusif. Konsep ini diharapkan mampu menihilkan kecelakaan kerja
sehingga mencegah terjadinya cacat atau kematian terhadap pekerja, kemudian mencegah
terjadinya kerusakan tempat dan peralatan kerja. Konsep ini juga mencegah pencemaran lingkungan
hidup dan masyarakat sekitar tempat kerja.Norma kesehatan kerja diharapkan menjadi instrumen
yang mampu menciptakan dan memelihara derajat kesehatan kerja setinggi-tingginya.

K3 dapat melakukan pencegahan dan pemberantasan penyakit akibat kerja, misalnya kebisingan,
pencahayaan (sinar), getaran, kelembaban udara, dan lain-lain yang dapat menyebabkan kerusakan
pada alat pendengaran, gangguan pernapasan, kerusakan paru-paru, kebutaan, kerusakan jaringan
tubuh akibat sinar ultraviolet, kanker kulit, kemandulan, dan lain-lain. Norma kerja berkaitan dengan
manajemen perusahaan. K3 dalam konteks ini berkaitan dengan masalah pengaturan jam kerja,
shift, kerja wanita, tenaga kerja kaum muda, pengaturan jam lembur, analisis dan pengelolaan
lingkungan hidup, dan lain-lain. Hal-hal tersebut mempunyai korelasi yang erat terhadap peristiwa
kecelakaan kerja.

Eksistensi K3 sebenarnya muncul bersamaan dengan revolusi industri di Eropa, terutama Inggris,
Jerman dan Prancis serta revolusi industri di Amerika Serikat. Era ini ditandai adanya pergeseran
besar-besaran dalam penggunaan mesin-mesin produksi menggantikan tenaga kerja manusia.
Pekerja hanya berperan sebagai operator. Penggunaan mesin-mesin menghasilkan barang-barang
dalam jumlah berlipat ganda dibandingkan dengan yang dikerjakan pekerja sebelumnya. Revolusi
IndustriNamun, dampak penggunaan mesin-mesin adalah pengangguran serta risiko kecelakaan
dalam lingkungan kerja. Ini dapat menyebabkan cacat fisik dan kematian bagi pekerja. Juga dapat
menimbulkan kerugian material yang besar bagi perusahaan. Revolusi industri juga ditandai oleh
semakin banyak ditemukan senyawa-senyawa kimia yang dapat membahayakan keselamatan dan
kesehatan fisik dan jiwa pekerja (occupational accident) serta masyarakat dan lingkungan hidup.

Pada awal revolusi industri, K3 belum menjadi bagian integral dalam perusahaan. Pada era in
kecelakaan kerja hanya dianggap sebagai kecelakaan atau resiko kerja (personal risk), bukan
tanggung jawab perusahaan. Pandangan ini diperkuat dengan konsep common law defence (CLD)
yang terdiri atas contributing negligence (kontribusi kelalaian), fellow servant rule (ketentuan
kepegawaian), dan risk assumption (asumsi resiko) (Tono, Muhammad: 2002). Kemudian konsep ini
berkembang menjadi employers liability yaitu K3 menjadi tanggung jawab pengusaha,
buruh/pekerja, dan masyarakat umum yang berada di luar lingkungan kerja.Dalam konteks bangsa
Indonesia, kesadaran K3 sebenarnya sudah ada sejak pemerintahan kolonial Belanda. Misalnya, pada
1908 parlemen Belanda mendesak Pemerintah Belanda memberlakukan K3 di Hindia Belanda yang
ditandai dengan penerbitan Veiligheids Reglement, Staatsblad No. 406 Tahun 1910. Selanjutnya,
pemerintah kolonial Belanda menerbitkan beberapa produk hukum yang memberikan perlindungan
bagi keselamatan dan kesehatan kerja yang diatur secara terpisah berdasarkan masing-masing
sektor ekonomi. Beberapa di antaranya yang menyangkut sektor perhubungan yang mengatur lalu
lintas perketaapian seperti tertuang dalam Algemene Regelen Betreffende de Aanleg en de
Exploitate van Spoor en Tramwegen Bestmend voor Algemene Verkeer in Indonesia (Peraturan
umum tentang pendirian dan perusahaan Kereta Api dan Trem untuk lalu lintas umum Indonesia)
dan Staatblad 1926 No. 334, Schepelingen Ongevallen Regeling 1940 (Ordonansi Kecelakaan Pelaut),
Staatsblad 1930 No. 225, Veiligheids Reglement (Peraturan Keamanan Kerja di Pabrik dan Tempat
Kerja), dan sebagainya. Kepedulian Tinggi Pada awal zaman kemerdekaan, aspek K3 belum menjadi
isu strategis dan menjadi bagian dari masalah kemanusiaan dan keadilan. Hal ini dapat dipahami
karena Pemerintahan Indonesia masih dalam masa transisi penataan kehidupan politik dan
keamanan nasional. Sementara itu, pergerakan roda ekonomi nasional baru mulai dirintis oleh
pemerintah dan swasta nasional.

K3 baru menjadi perhatian utama pada tahun 70-an searah dengan semakin ramainya investasi
modal dan pengadopsian teknologi industri nasional (manufaktur). Perkembangan tersebut
mendorong pemerintah melakukan regulasi dalam bidang ketenagakerjaan, termasuk pengaturan
masalah K3. Hal ini tertuang dalam UU No. 1 Tahun 1070 tentang Keselamatan Kerja, sedangkan
peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan sebelumnya seperti UU Nomor 12 Tahun 1948
tentang Kerja, UU No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja
tidak menyatakan secara eksplisit konsep K3 yang dikelompokkan sebagai norma kerja.Setiap
tempat kerja atau perusahaan harus melaksanakan program K3. Tempat kerja dimaksud berdimensi
sangat luas mencakup segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan tanah, dalam
air, di udara maupun di ruang angkasa.

Pengaturan hukum K3 dalam konteks di atas adalah sesuai dengan sektor/bidang usaha. Misalnya,
UU No. 13 Tahun 1992 tentang Perkerataapian, UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (LLAJ), UU No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan beserta peraturan-peraturan
pelaksanaan lainnya. Selain sekor perhubungan di atas, regulasi yang berkaitan dengan K3 juga
dijumpai dalam sektor-sektor lain seperti pertambangan, konstruksi, pertanian, industri manufaktur
(pabrik), perikanan, dan lain-lain.Di era globalisasi saat ini, pembangunan nasional sangat erat
dengan perkembangan isu-isu global seperti hak-hak asasi manusia (HAM), lingkungan hidup,
kemiskinan, dan buruh. Persaingan global tidak hanya sebatas kualitas barang tetapi juga mencakup
kualitas pelayanan dan jasa. Banyak perusahaan multinasional hanya mau berinvestasi di suatu
negara jika negara bersangkutan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan hidup. Juga
kepekaan terhadap kaum pekerja dan masyarakat miskin. Karena itu bukan mustahil jika ada
perusahaan yang peduli terhadap K3, menempatkan ini pada urutan pertama sebagai syarat
investasi.
HSE

HSE (Health, Safety, Environment,) atau di beberapa perusahaan juga disebut EHS, HES, SHE, K3LL
(Keselamatan & Kesehatan Kerja dan Lindung Lingkungan) dan SSHE (Security, Safety, Health,
Environment). Semua itu adalah suatu Departemen atau bagian dari Struktur Organisasi Perusahaan
yang mempunyai fungsi pokok terhadap implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3) mulai dari Perencanaan, Pengorganisasian, Penerapan dan Pengawasan
serta Pelaporannya. Sementara, di Perusahaan yang mengeksploitasi Sumber Daya Alam ditambah
dengan peran terhadap Lingkungan (Lindungan Lingkungan).

Membicarakan HSE bukan sekedar mengetengahkan Issue seputar Hak dan Kewajiban, tetapi juga
berdasarkan Output, yaitu korelasinya terhadap Produktivitas Keryawan. Belum lagi antisipasi
kecelakaan kerja apabila terjadi Kasus karena kesalahan prosedur ataupun kesalahan pekerja itu
sendiri (naas).

Dasar Hukum
Ada minimal 53 dasar hukum tentang K3 dan puluhan dasar hukum tentang Lingkungan yang ada di
Indonesia. Tetapi, ada 4 dasar hukum yang sering menjadi acuan mengenai K3 yaitu:
Pertama, dalam Undang-Undang (UU) No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja, disana
terdapat Ruang Lingkup Pelaksanaan, Syarat Keselamatan Kerja, Pengawasan, Pembinaan, Panitia
Pembina K-3, Tentang Kecelakaan, Kewajiban dan Hak Tenaga Kerja, Kewajiban Memasuki Tempat
Kerja, Kewajiban Pengurus dan Ketentuan Penutup (Ancaman Pidana). Inti dari UU ini adalah, Ruang
lingkup pelaksanaan K-3 ditentukan oleh 3 unsur:
Adanya Tempat Kerja untuk keperluan suatu usaha,
Adanya Tenaga Kerja yang bekerja di sana
Adanya bahaya kerja di tempat itu.
Dalam Penjelasan UU No. 1 tahun 1970 pasal 1 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 2918, tidak hanya bidang Usaha bermotif Ekonomi tetapi Usaha yang bermotif sosial pun
(usaha Rekreasi, Rumah Sakit, dll) yang menggunakan Instalasi Listrik dan atau Mekanik, juga
terdapat bahaya (potensi bahaya tersetrum, korsleting dan kebakaran dari Listrik dan peralatan
Mesin lainnya).
Kedua, UU No. 21 tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention No. 81 Concerning Labour
Inspection in Industry and Commerce (yang mana disahkan 19 Juli 1947). Saat ini, telah 137 negara
(lebih dari 70%) Anggota ILO meratifikasi (menyetujui dan memberikan sanksi formal) ke dalam
Undang-Undang, termasuk Indonesia (sumber: www.ILO.org). Ada 4 alasan Indonesia meratifikasi
ILO Convention No. 81 ini, salah satunya adalah point 3 yaitu baik UU No. 3 Tahun 1951 dan UU No.
1 Tahun 1970 keduanya secara eksplisit belum mengatur Kemandirian profesi Pengawas
Ketenagakerjaan serta Supervisi tingkat pusat (yang diatur dalam pasal 4 dan pasal 6 Konvensi
tersebut) – sumber dari Tambahan Lembaran Negara RI No. 4309.
Ketiga, UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya Paragraf 5 tentang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja, pasal 86 dan 87. Pasal 86 ayat 1berbunyi: “Setiap Pekerja/ Buruh mempunyai
Hak untuk memperoleh perlindungan atas (a) Keselamatan dan Kesehatan Kerja.”
Aspek Ekonominya adalah Pasal 86 ayat 2: ”Untuk melindungi keselamatan Pekerja/ Buruh guna
mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.”
Sedangkan Kewajiban penerapannya ada dalam pasal 87: “Setiap Perusahaan wajib menerapkan
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang terintegrasi dengan Sistem Manajemen
Perusahaan.”
Keempat, Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen K3.
Dalam Permenakertrans yang terdiri dari 10 bab dan 12 pasal ini, berfungsi sebagai Pedoman
Penerapan Sistem Manajemen K-3 (SMK3), mirip OHSAS 18001 di Amerika atau BS 8800 di Inggris.

Pada saat ini hampir di setiap aspek pekerjaan selalu menggunakan komputer sebagai
fasilitas utama. Fungsi komputer yang tadinya adalah untuk menghitung saat ini lebih
diindentikkan dengan kegiatan ketik mengetik. Namun diluar daripada itu, para remaja yang
telah mengenal komputer lebih cenderung memanfaatkan internet sebagai sarana pertemanan.
Berkomunikasi dan mencari teman di salah satu blog pertemanan seperti friendster atau
facebook misalnya.

Kegiatan apapun itu yang berhubungan dengan komputer, sedikit banyak membuat mereka
bertahan duduk lebih lama menghadap perangkat komputer tersebut. Bermenit-menit bahkan
berjam-jam tanpa sadar waktu terlewat begitu saja.

Penggunaan komputer yang terus menerus dapat menyebabkan keluhan-keluhan pada


beberapa anggota tubuh. Misalnya terasa pada otot leher yang kaku dan

pegal semua. Mata yang terasa kabur, dan sebagainya. Tanpa kita
sadari, perangkat komputer sebenarnya dapat menimbulkan penyakit karena pemakaiannya.
Mulai dari tata letak meja dan kursi, layar monitor,  keyboard dan printer merupakan
peralatan yang dapat menimbulkan penyakit pada pemakaiannya.

Untuk mengurangi keluhan pada saat bekerja dengan komputer, ada baiknya tempat yang
digunakan dalam berkomputer  hendaknya dirancang sedemikian rupa. Posisi duduk dalam
mengetik juga harus diperhatikan. Dianjurkan, kita harus duduk dalam posisi tegak dan rileks
dan posisi salah satu dari kaki agak maju ke depan.

Pilihlah meja komputer yang dilengkapi dengan alat sandaran kaki dan bagian bawah meja
memiliki ruang gerak yang bebas. Tinggi meja disesuaikan dengan ukuran kursi dan tinggi
pengguna. Gunakan kursi yang yang fleksibel (dapat diatur tinggi rendahnya)
dan sandarannya mengikuti lekuk punggung .

Dalam pengetikan, usahakan mata untuk tidak terus menerus menghadap ke keyboard
ataupun monitor. Sebab sedikit banyak, monitor merupakan layar yang sensitif dan
memancarkan radiasi . Untuk itu filter ataupun screen guard perlu dipasang pada layar
monitor, sehingga keluhan pada mata dapat dihindari.

Diantaranya, cara-cara menjaga kesehatan mata yaitu sebagai berikut :


1. Istirahatkan mata anda dengan melihat pemandangan yang bernuansa sejuk dan jauh
ke depan secara rutin.
2. Jagalah agar kacamata atau lensa kontak (jika menggunakan) dan layar tampilan
selalu bersih.
3. Gunakan tambahan layar anti radiasi.

4. Tanpa kita sadari, nyeri otot yang terjadi pada penggunaan komputer merupakan
gabungan dari penggunaan kesuluruhan perangkat komputer, termasuk keyboard.
Keyboard yang tetap diusulkan sebagai keyboard resmi diputuskan di Amerika
Serikat untuk tetap digunakan dalam Standard Institute tahun 1968 dan melalui ISO
tahun 1971 adalah keyboard yang sering kita gunakan yaitu keyboard QWERTY.
Keputusan ini sebenarnya lebih memperhatikan masalah ekonomi dibandingkan
masalah ergonomi. Keyboard QWERTY belum memberikan beban yang sama pada
jari pada saat pengetikan. Teknik pengetikan 10 jari dengan keyboard QWERTY tetap
saja lebih memberatkan tangan kiri.  Tugas tangan kiri lebih banyak melakukan
pengetikan dibanding tangan kanan (lebih kurang 60% dari pengetikan). Namun
sebenarnya hal ini akan lebih menguntungkan buat mereka yang biasa menggunakan
tangan kiri. Namun tidak demikian halnya dengan yang biasa menggunakan tangan
kanan. Tombol-tombol pada baris tengah yang paling mudah dicapai oleh jari tangan
kanan maupun tangan kiri ternyata hanya ditekan 30% dari waktu pengetikan. jari-jari
lebih sering melompat ke baris atas maupun baris bawah. Ini akan berpengaruh besar
pada pergelangan tangan. Inilah yang sering dikeluhkan, pegal pada pergelangan
tangan pada saat mengetik.

5. Jadi karena kita masih mengetik dengan keyboard QWERTY maka masalah nyeri otot
dan pergelangan tangan akan tetap muncul.  Untuk mengatasinya, pada saat mengetik
apabila mulai terasa pegal maka berhentilah dan lemaskanlah pergelangan tangan dan
jari. Kemudian berusahalah untuk mengetik dengan rileks (seperti orang memainkan
piano) dan biasanya pada sistem pengetikan 10 jari, dianjurkan punggung tangan
untuk tidak bersandar pada meja keyboard karena menyebabkan jari akan tidak
leluasa bergerak pada saat mengetik  apalagi untuk mengetik tombol yang ada pada
bagian atas.

6.

7. Keyboard klockenberg

8. Tapi apabila keluhan masih muncul juga maka gantilah jenis keyboard anda dengan
keyboard yang katanya memperhatikan masalah ergonomi seperti keyboard
KLOCKENBERG . Keyboard ini dibuat sebagai penyempurnaan dari jenis
keyboard sebelumnya.
9. Perangkat lain yaitu printer. Printer sebagai perangkat untuk mencetak data ternyata dapat
pula menimbulkan kelelahan kerja. Suara bising dari mesin printer inilah yang disinyalir
sebagai penyebabnya. Untuk mengatasi kebisingan ini, gunakanlah printer yang paling
rendah tingkat kebisingannya seperti printer dengan sistem laser atau inkjet.

You might also like