Professional Documents
Culture Documents
Berdasarkan riset yang dilakukan MARS, untuk kategori penyedia HP, Nokia tetap
menjadi pemimpin pasar. Sebanyak 74.7% responden mengakui memiliki HP
berbasis GSM dengan merek Nokia. Kemudian diikuti oleh Sony Ericsson yang
dimiliki oleh 16.4% responden. Lalu menyusul berturut-turut Motorola, Siemens, dan
Samsung. Sedangkan untuk kategori CDMA, Nokia juga memimpin pasar dengan
persentase responden yang memilikinya sebesar 85.3%. Kemudian diikuti Samsung
dan Motorola dengan persentase masing-masing 4.7% dan 4.1%. Dengan data
tersebut, teramati bahwa Nokia jauh meninggalkan merek-merek lainnya.
Yang menjadi pertanyaan sekarang, apa yang harus dilakukan merek-merek lainnya
agar dapat meningkatkan pangsa pasarnya? Ada banyak hal, misalnya saja dengan
melakukan promosi melalui aktivitas below the line maupun above the line. Namun,
satu hal yang menarik adalah dengan menganalisis kembali segmen pasar yang
akan menjadi target perusahaan. Mengapa? Karena dengan mengetahui adanya
peluang pada sebuah ceruk pasar, maka perusahaan dapat secara cepat membuat
strategi yang jitu agar dapat menjadi pemenang.
Ternyata, terdapat 13.7% dari 1630 responden yang mengaku memiliki HP untuk
anggota keluarganya yang berusia di bawah 15 tahun. Persentase ini terbilang cukup
besar jika melihat besarnya pangsa pasar HP di Indonesia. Hal ini wajar karena HP
telah menjadi barang kebutuhan yang hampir wajib dimiliki setiap orang.
Selama menjalankan suatu bisnis, anda pasti telah memiliki segmen pasar bagi
produk dan jasa perusahaan anda. Segmen pasar ini tentunya menjadi fokus
perusahaan dalam mempersiapkan segala strategi dalam memenangi persaingan.
Namun apakah segmen pasar yang anda bidik itu sudah tepat? Saya rasa belum
tentu. Kenapa? Karena, menentukan segmen pasar atau targeting tidak sebatas
proses memilih segmen pasar yang tepat bagi produk dan jasa perusahaan anda.
Namun seperti kita tahu bahwa sumber daya yang kita miliki pasti terbatas. Baik itu
berupa dana, aset, maupun sumber daya manusia. Untuk itu, perusahaan anda perlu
melakukan suatu strategi pengalokasian secara efektif.
Efektif disini berarti perusahaan anda harus mampu menempatkan sumber daya
yang anda miliki sesuai dengan tujuan yang jelas. Hal ini dimaksudkan agar sumber
daya anda tersebut dapat memberikan hasil yang menguntungkan perusahaan
secara nyata.
Setelah perusahaan anda efektif, anda perlu menerapkan efisiensi dalam proses
pengalokasian sumber daya. Maksudnya, dalam menjalankan strategi ini anda
Namun anda harus hati-hati. Jangan sampai anda bermaksud menekan anggaran
tapi malah mengakibatkan perusahaan menjadi tidak efektif. Karena bagi saya efektif
itu lebih penting dari efisien. Semakin efektif kinerja perusahaan anda, maka akan
semakin mudah anda mewujudkan visi anda.
Karena itu, dalam proses targeting atau fitting ini, tidak sembarang segmen bisa
anda bidik. Bila segmen yang anda pilih belum jelas, tentu akan menyebabkan
kinerja perusahaan anda menjadi tidak efektif. Segmen-segmen pasar itu perlu anda
evaluasi dan tentukan berdasarkan kriteria yang jelas. Coba anda perhatikan kriteria-
kriteria berikut ini.
Kriteria pertama, anda harus yakin terlebih dahulu apakah segmen pasar yang anda
pilih cukup besar. Anda juga perlu memastikan segmen tersebut merupakan pasar
yang bagus dan menguntungkan. Sehingga, return yang akan anda hasilkan dapat
membuat perusahaan anda berkembang. Bila ukuran pasar anda besar, maka
semakin besar juga return yang akan anda dapatkan.
Kita bisa lihat strategi yang dilakukan Continental, merek ban asal Jerman. Setelah
sukses merambah Malaysia, saat ini Continental mulai masuk ke pasar Indonesia.
Besarnya populasi kendaraan di Indonesia membuat Continental tergiur untuk
menjadikan Indonesia sebagai target pasar. Strategi yang dilakukan Continental pun
tidak tanggung-tanggung. Meski belum diproduksi di Indonesia, Continental telah
mempersiapkan diri dengan sertifikat SNI. Continental ingin menunjukan bahwa
standar ban mereka telah sesuai dengan kondisi jalan di Indonesia. Sehingga
langkah ini dapat menarik minat konsumen atau produsen mobil di Indonesia untuk
menjadi pelanggan ban Continental.
Hebatnya, sebagai salah satu merek yang telah berpengalaman di pasar Eropa,
Continental tidak mau tergesa-gesa. Continental tidak langsung masuk ke semua
segmen pasar ban. Continental mencoba terlebih dahulu masuk ke replacement
market (ban penggantian). Strategi ke target pasar ban pengganti mereka bidik
karena Continental ingin melihat bagaimana respon pasar. Setelah benar-benar
yakin sukses, Continental akan masuk ke target pasar yang jauh lebih besar sebagai
Original Equipment seperti yang mereka lakukan di pasar Eropa. Sampai saat ini
hampir semua produsen mobil di Eropa telah berhasil dirangkul Continental.
Contoh segmen pasar yang memiliki pertumbuhan tinggi saat ini adalah Plasma TV.
Panasonic yang selama ini telah dikenal sebagai penguasa pasar di Plasma TV tentu
tidak mau menyianyiakan kesempatan ini. Setelah lama bermain di plasma TV,
Panasonic semakin fokus masuk ke pasar ini dengan meluncurkan Viera, generasi
kedelapan plasma TV.
Contoh lain yang menarik kita lihat adalah Supra Fit terbaru, produksi Astra Honda
Motor (AHM).
Setelah mengetahui pertumbuhan pasar sepeda motor yang semakin tinggi, AHM
kembali mengeluarkan varians terbaru Supra Fit. Sehingga AHM semakin
memfokuskan diri di segmen pasar ini. Sebuah pasar yang selain menuntut harga
murah, juga mesin yang bandel, dan awet. Karena itu sepeda motor yang ditujukan
untuk semua kalangan baik muda maupun tua ini memiliki moto “fit dipakai, fit juga
harganya”. Hal itu dilakukan AHM karena hasil penjualan supra fit telah memberi
kontribusi terbesar dari total penjualan. Hingga saat ini, AHM berhasil menjadi
pemimpin pasar sepeda motor nasional dengan penguasaan pasar lebih dari 50%.
Kriteria ketiga, strategi targeting anda harus didasarkan pada keunggulan kompetitif
perusahaan. Strategi ini bertujuan untuk mengukur apakah perusahaan anda
memiliki kekuatan dan keahlian dalam menguasai segmen pasar yang dipilih.
Alhasil, pada saat mobil papan atas pun mengalami penurunan penjualan, dengan
strategi tersebut angka penjualan Mercedes Benz justru meningkat tajam. Sampai
dengan bulan November 2005, Mercedes Benz berhasil menguasai 57 persen
pangsa pasar mobil papan atas di Indonesia, diikuti BMW sebesar 33 persen.
Keempat, segmen pasar yang anda targetkan harus disesuaikan dengan persaingan.
Perusahaan anda perlu mempertimbangkan intensitas persaingan dalam bisnis
termasuk jumlah pemain, pemasok dan entry barriers.
Contoh yang menarik adalah persaingan motor bebek. Kita bisa lihat di TV, iklan
berbagai merek produk sepeda motor memiliki frekuensi tayang sangat tinggi. Hal ini
menunjukan pertumbuhan pasar dan intensitas persaingan yang semakin meningkat.
Mau tidak mau, setiap produsen harus mampu melakukan inovasi produk sesering
mungkin dan menunjukan kelebihannya agar mampu memenangkan persaingan.
Sampai saat ini ada 3 pemain besar yang menguasai pasar motor bebek, yaitu
Honda, Suzuki dan Yamaha. Mereka saling kejar-kejaran untuk bersaing
memamerkan kebolehannya lewat adu ketahanan dan kemampuannya dalam
penghematan bahan bakar minyak (BBM). Tiap produsen berusaha menampilkan
kelebihannya masing-masing.
Meski persaingan sangat ketat namun Honda masih memimpin pasar motor bebek
sampai saat ini. Hal ini karena Honda telah memiliki positioning kuat sebagai motor
Keberhasilan dalam memimpin pasar juga karena Honda mampu membidik segmen
kelas atas. Dalam membidik pelanggan kelas ini, Honda memposisikan dirinya
sebagai sepeda motor yang selalu pertama dalam menggunakan teknologi tinggi.
Salah satu contohnya, Honda merupakan sepeda motor pertama di Indonesia yang
memiliki sistem injection.
Selain contoh diatas, pasar layanan selular juga memiliki tingkat persaingan tinggi.
Beberapa operator seperti Telkomsel, Satelindo, dan Excelcom bersaing untuk
menguasai pasar. Penyelenggara layanan ini berkompetisi dalam memberikan fitur-
fitur terbaru, bonus dan harga yang semakin murah. Intensitas persaingan ini akan
membuat operator layanan selular semakin menggali keungulan-keungulan yang
bisa memberikan nilai lebih kepada pelanggan. Semakin banyak nilai lebih yang
anda tawarkan kepada konsumen, maka besar kemungkinan anda dapat meraih
market share yang lebih besar pula. Bila anda tidak mampu memberikan nilai lebih di
segmen yang memiliki intensitas persaingan tinggi, maka dapat dipastikan
perusahaan anda tidak akan mendapatkan market share yang besar.
Nah sekarang anda bisa lihat. Dengan menerapkan kriteria-kriteria diatas, maka
proses targeting terhadap segmen pasar akan semakin jelas. Anda akan semakin
mudah mengalokasikan sumber daya perusahaan anda dalam meraih market share
yang anda inginkan.
Beberapa bulan yang lalu, perusahaan farmasi ini meluncurkan multivitamin yang
membidik pasar usia lanjut atau lebih dari 50 tahun. Selama ini multivitamin banyak
ditujukan bagi anak-anak, usia remaja maupun usia produktif. Karena multivitamin
telah diasosiasikan sebagai suplemen bagi pertumbuhan anak maupun untuk
menunjang kinerja otak dan tenaga.
Dengan jeli Combiphar mampu melihat potensi di segmen pasar ini. Pertama, pasar
ini cukuplah besar. Kedua, pertumbuhan pasar ini akan baik mengingat telah banyak
masyarakat usia 50 tahun keatas yang semakin menyadari peran suplemen dalam
menunjang kesehatan. Ketiga, Combiphar sebagai perusahaan farmasi nasional
Mungkin anda tidak pernah menyangka kalau awalnya buku Harry Potter ditujukan
untuk orang dewasa. Atau bisa jadi anda juga kaget kalau dulu rokok Marlboro yang
dikenal sebagai rokoknya pria macho ternyata ditujukan untuk pasar wanita. Hal
yang sama juga dialami Yamaha Mio. Sengaja ditujukan kepada para wanita,
Yamaha Mio ternyata diminati pria-pria yang ingin bertransportasi dengan simple.
Memang, pasar selalu menjadi misteri. Bila kita tidak secara mendalam mengenal
pasar, bisa-bisa akan salah sasaran ke segmen pasar lain yang tidak kita
perhitungkan. Beruntung kalau nyasar ke segmen pasar yang menguntungkan
seperti cerita diatas. Tapi kalau nyasar ke segmen pasar yang tidak potensial. Wah,
ini berarti anda perlu menyiapkan strategi yang tepat dalam melihat pasar secara
kreatif.
Saya percaya, dengan mengetahui pasar secara jelas anda akan semakin mudah
menentukan segmen mana yang akan anda pilih, termasuk melakukan positioning
terhadap produk dan jasa. Dengan begitu, Anda akan dapat melakukan diferensiasi
dan pembangunan merek bagi produk atau jasa perusahaan anda.
Untuk mengetahui pasar secara jelas, saya rasa anda perlu melakukan segmentasi
terhadap pasar yang akan dituju. Hal ini saya rasa perlu, mengingat anda tidak
mungkin masuk ke semua pasar tanpa tahu segmen mana yang akan dipilih.
Tentunya, ketika pertama kali memulai bisnis, anda telah mengetahui pasar yang
akan menjadi pelanggan anda. Karena mengenal pasar akan menentukan
kelangsungan hidup perusahaan anda kedepannya. Ini bisa dilakukan bila
perusahaan anda memiliki kemampuan melihat peluang tersebut.
Sedangkan bagi saya, segmentasi adalah bagaimana melihat pasar secara kreatif.
Artinya, anda perlu melihat segmentasi sebagai seni mengidentifikasi dan
memanfaatkan peluang-peluang yang muncul dipasar. Jangan melihat pasar secara
sederhana. Anda bisa salah sasaran seperti cerita-cerita saya diatas. Dengan
segmentasi yang tepat, anda dapat menempatkan sumber daya anda sesuai dengan
segmen-segmen pasar yang telah anda identifikasi.
Agar anda bisa kreatif dalam melihat pasar, terlebih dahulu anda perlu
memperhatikan beberapa peranan dari segmentasi. Pertama, peran segmentasi
dapat memungkinkan kita untuk lebih fokus. Dalam hal ini kita akan semakin jelas
dan mudah dalam mengalokasikan sumber daya. Anda juga akan semakin fokus
masuk ke pasar sesuai dengan keunggulan kompetitif perusahaan anda.
Cara seperti ini tidak secara langsung mempengaruhi keputusan pelanggan. Saya
katakan demikian karena segmentasi paling sederhana adalah yang sebatas
menggunakan variabel geografis. Karena, kalau suatu daerah pemasaran cuma
dikaji menurut geografisnya, maka sebenarnya karakteristik orang yang ada di dalam
daerah itu belum diperhitungkan.
Berbagai variabel demografi bisa jadi strategi yang paling sering dipakai. Kenapa?
Karena dengan menggunakan variabel jenis ini, segmentasi jadi gampang
ditentukan. Misalnya, kita mengggunakan variabel usia. Pasar akan sangat mudah
disegmen jadi anak-anak, remaja, dewasa, dan orang tua. Atau, kalau yang dipakai
variabel jenis kelamin, gampang sekali, dibuat segmentasi pasar jadi laki-laki dan
perempuan. Begitu juga dengan tingkat pendidikan dan sebagainya.
XL menilai, persamaan segmen pasar atau penggemar dari produk bebas dan
Peterpan, akan menghasilkan sinergi baru dari sisi brand yang lebih kuat dan saling
menguntungkan. Sinergi baru yang lebih kuat dan saling menguntungkan ini,
Selain XL, kita bisa lihat Pepsi Cola. Pesaing Coca Cola ini dengan serius menjadi
official soft-drink MTV. Sebagai stasiun TV yang menjembatani gairah anak muda,
MTV dianggap mampu mengkomunikasikan positioning pepsi cola yang menjadikan
anak muda sebagai target pasar. Brand Pepsi Cola, the next generation, juga akan
semakin kuat tertanam di benak konsumen.
Segmentasi seperti ini membagi pasar berdasarkan pada psikografis dan perilaku.
Segmentasi psikografis seperti gaya hidup dan kepribadian. Sedangkan segmentasi
berdasarkan perilaku bisa berupa sikap, penggunaan dan respon pelanggan
terhadap produk.
Lihatlah Nokia.
Berbeda dengan Siemens atau lainnya, Nokia meyakini bahwa pasar dapat
disegmentasikan berdasarkan gaya hidup. Karena itu Nokia masuk ke segmen pasar
dengan kategori fashion. Arti fashion disini adalah telepon seluler yang memang
ditujukan untuk orang-orang yang memiliki gaya hidup dan biasa mengasosiasikan
dirinya dengan handphone sebagai bagaian dari gaya hidup. Nokia memang sering
melakukan hal seperti itu karena dengan gaya hiduplah Nokia dapat memberikan
nilai tambah yang besar kepada pelanggan.
Pertama, anda perlu mengidentifikasi siapa saja pasar anda dengan cara
mengumpulkan database. Kedua, anda perlu memilah-milah database jadi
pelanggan-pelanggan yang berbeda value, berbeda cost, berbeda produk yang
dibeli, dan sebagainya. Dengan demikian, database yang ada menjadi semakin jelas.
Contohlah Amazon.com
Pada saat krisis, detikcom telah mampu membuat terobosan dalam menyediakan
berita-berita terbaru. Sehingga, sampai saaat ini, Detikom telah dikenal sebagai
penyedia solusi bagi pelanggan yang ingin mengetahui informasi terbaru. Sekarang,
selain dikenal sebagai penyedia informasi terbaru, detikcom dikenal sebagai situs
yang menyediakan segala macam produk. Bagi pelanggan yang gemar mencari
informasi terbaru, dapat melakukan pencarian terhadap produk yang diinginkan.
POSITIONING PRODUK
Motto dapat dijadikan sebagai alat atau senjata untuk mengarahkan masyarakat agar
mengetahui Positioning sebuah perusahaan dalam menjual produk barang atau
jasanya. Sebagai contoh Coca Cola yang memposisikan dirinya sebagai “ The Real
Thing” alias Cola yang Orisinil dan Klasik. Dengan semboyan atau motto tersebut
Coca Cola berusaha mengarahkan atau memberi citra kepada masyarakat bahwa
selain Coca Cola minuman Cola lainnya adalah pasti palsu. Sebaliknya sebagai
tandingan atau competitor, Pepsi berusaha membangun citra dirinya dengan sebutan
“ Generation Next” dan menganggap Coca Cola sebagai terlalu tua. Jika diibaratkan
sebagai perusahaan yang menjual jasa maka perpustakaan dalam menentukan
posisinya dapat memberikan semboyan atau motto yang mudah dikenal oleh
masyarakat sehingga brand image terhadap produk dan perpustakaan sebagai
produsennya akan diingat selalu oleh pengguna perpustakaan. Di beberapa
perpustakaan Amerika Serikat telah banyak yang mengadopsi positioning ini,
diantaranya Biomedical Library University of California dengan “"Connect, reflect,
Menentukan “ Brand Image” yang akan dijual oleh perpustakaan sangatlah penting.
Beberapa marketer dalam dunia marketing membedakan aspek psikologi merk
dengan aspek pengalaman. Aspek pengalaman merupakan gabungan seluruh point
pengalaman berinteraksi dengan merk, atau sering disebut brand experience. Aspek
psikologis, sering direferensikan sebagai brand image, adalah citra yang dibangun
dalam alam bawah sadar konsumen melalui informasi dan ekspektasi yang
diharapkan melalui produk atau jasa. Pendekatan yang menyeluruh dalam
membangun merk meliputi struktur merk, bisnis dan manusia yang terlibat dalam
produk. Sebagai Contoh Perpustakaan Umum DKI Jakarta tentu mempunyai produk
local content mengenai Jakarta baik buku tentang sejarah Jakarta, Peraturan daerah,
statistik kota Jakarta dan sebagainya, sehingga produk atau koleksi yang dimiliki
oleh perpusda DKI Jakarta dapat dijadikan brand image bagi perpustakaan tersebut.
Dengan brand image tersebut, Perpusda DKI Jakarta mencoba membangun citra
dan mengarahkan masyarakat sehingga mereka para pemustaka atau pengguna
perpustakaan mengerti bahwa hanya Perpusda DKI Jakarta sajalah yang memiliki
koleksi terlengkap mengenai seluk beluk kota Jakarta. Strategi tersebut juga
dikembangkan oleh beberapa perpustakaan daerah di era 80-an dengan produk
layanan terkenalnya mobil perpustakaan keliling, PDII-LIPI dengan produk kemasan
informasi digitalnya, Perpustakaan Khusus lainnya seperti Perpustakaan Bung Hatta,
Japan Foundation ,British Council, Produk Spectra dari Perpustakaan Petra, KCM
dari Kompas, Sampoerna Corner milik perpustakaan ITS, Amcor milik perpustakaan
Universitas Airlangga Surabaya.
PENUTUP
Dalam menentukan positioning, sebuah perusahaan tidak terlepas dari hal-hal yang
menguntungkan maupun merugikan bagi dirinya. Regulasi adalah salah satu
penyebabnya. Ketika zaman orde baru sebelum diberlakukannya UU anti Monopoli
maka posisi perusahaan sekelas Telkom dan Pertamina sangant kuat. Tanpa harus
bermarketingpun mereka akan tetap dapat memeras pundi-pundi emas. Sebaliknya
ketika diberlakukan UU anti monopoli maka perusahaan-perusahaan tersebut segera
melakukan repositioning dan differensiasi. Perpustakaan bisa mengambil pelajaran
dari strategi marketing modern. Regulasi dalam menetukan keberadaan
perpustakaan dapat menjadi modal awal untuk menentukan segmen pasar yang
dituju dan menentukan brand image kepada calon user atau pengguna sebelum
produk jasa yang akan ditawarkan di pasarkan. Perpustakaan jangan terlalu takut
mengambil resiko dengan berpikir apakah produk yang ditawarkan akan laku atau
tidak karena yang menilai sebuah produk adalah user atau pengguna dengan
berbagai persepsi yang berkembang di masyarakat. Perpustakaan tentunya hanya
berusaha melakukan positioning agar brand imagenya tetap kuat di mata user atau
pengguna perpustakaan
Hal ini cukup mengejutkan mengingat sepuluh tahun lalu Cina masih bukan siapa-
siapa dalam bidang industri. Memang dengan jumlah penduduknya yang besar Cina
merupakan pasar yang menggiurkan. Tapi dalam kemajuan teknologi industri, Cina
dapat dikatakan masih dalam tahap belajar dibandingkan negara-negara mau
lainnya.
Pasar Global
Terbukanya pasar yang lebih luas juga dimungkinkan dengan adanya perjanjian
multilateral seperti WTO, GATT, dan kerjasama regional AFTA. Sehingga pasar
semakin luas dan lalu lintas perdagangan semakin ramai. Akhirnya, hanya negara
dengan produk berdaya saing tinggi saja yang akan mampu bertahan.
Proses perubahan persaingan di era globalisasi ini bisa kita amati dari tiga aspek
penggeraknya. Penggerak perubahan atau change driver yang pertama adalah
teknologi. Sejarah membuktikan bahwa teknologi informasi mampu membawa suatu
negara menuju perkembangan yang pesat. Contohnya Amerika yang kembali
menjadi leader dalam kemajuan ekonomi berkat dukungan banyak perusahaan di
bidang Information Technology.
Change driver kedua adalah sistem ekonomi. Michael Porter dalam bukunya
Selanjutnya sistem ekonomi akan berubah mengikuti change driver ketiga yaitu
pasar. Pasar global memungkinkan pengusaha dari seluruh negara bersaing
memperebutkan pasar domestik negara lain. Akibatnya pasar akan semakin berhak
menentukan seberapa besar nilai yang bisa didapat dari suatu produk. Salah satu
nilai yang diinginkan pasar adalah produk berkualitas dengan harga murah.
Cina, “sang naga” Asia, terlihat cepat mengambil peluang di pasar global. Cina yang
sebelumnya menutup diri dengan kebijakan ekonomi sentralistik mulai membuka diri
bagi perdagangan dan investasi asing. Pemerintah Cina merasa negaranya perlu
melakukan transfomasi ekonomi yang bersifat terbuka. Hal itu ditunjukan dengan
banyaknya kemudahan-kemudahan bagi pendirian usaha dan investasi.
Salah satu kemudahan itu berupa rendahnya tingkat suku bunga yang hanya
berkisar lima sampai enam persen. Biaya angkutan di pelabuhan bagi industri yang
melakukan ekspor juga ditekan semurah mungkin. Dengan pemberian kemudahan-
kemudahan itu diharapkan industri Cina mampu membuat produk yang berkualitas,
murah, dan berdaya saing tinggi di pasar eskpor Internasional. Dan diharapkan
pasar akan mulai melirik produk Cina karena mampu berperan sebagai cost leader.
Usaha pemerintah Cina ini pelan-pelan mulai membuahkan hasil. Pada tahun 1996
Cina yang masih berada diposisi 10 sebagai negara pengekspor terbesar dunia telah
mencapai posisi keempat pada tahun 2003. Pada tahun itu Cina berhasil mencapai
Khusus sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT), Indonesia mengalami
penurunan ekspor sejak 2001 sebesar 6 persen, dari 7,8 miliar menjadi 7,1 miliar.
Sedangkan Cina mengalami peningkatan ekspor 33,78 persen, Vietnam 1,8 persen
dan India 13, 6 pesen. Untuk Industri mebel, produk Indonesia bersaing ketat dengan
produk Cina di pasar ekspor Amerika. Namun Cina berhasil merebut pasar ekspor
Amerika sebesar 2 miliar dollar AS. Berbeda dengan Indonesia yang hanya mampu
meraih seperempatnya yakni 500 juta dollar AS. Ironisnya, sebagian besar bahan
baku industri Cina berasal dari Indonesia.
Kemudian, apakah industri nasional kita telah kehilangan daya saingnya? Kalau
berdasarkan data tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa Indonesia mengalami
krisis daya saing terhadap produk-produknya.
Tingginya tingkat suku bunga yang mencapai 15-20 persen dan mahalnya biaya
tranportasi di pelabuhan, membuat biaya produksi menjadi sangat tinggi. Belum lagi
peningkatan harga bahan bakar minyak (BBM) diatas 50 persen. Akumulasi
tingginya biaya produksi tentu akan membuat harga jual produk menjadi lebih mahal.
Dan akibatnya industri Idonesia sangat sulit bersaing dalam harga.
Selama ini masih banyak industri kita yang berorientasi ekspor dengan
mengandalkan harga murah. Dan ketika ada Negara lain yang mampu membuat
produk lebih murah, industri kita akan kehilangan daya saingnya sama sekali.
Yang pertama harus dilakukan adalah bagaimana industri kita meredeifinisi strategi
bisnisnya agar bisa memberikan nilai lebih bagi pelanggan. Nilai inilah yang akan
memperkuat kepuasan dan loyalitas pelanggan.
Inti dari nilai adalah brand. Brand disini merupakan resultan dari semua strategi yang
dijalankan persahaan terhadap produk. Staregi ini meliputi penentuan Segmentation,
targeting, dan positioning yang dapat memenangkan mind share dari pasar.
Agar mind share bisa kita menangkan, harus dilakukan segmentasi dan penentuan
target yang jelas di pasar ekspor internasional. Di negara mana saja dan pada kelas
apa saja produk akan kita arahkan. Strategi ini akan semakin jelas dengan adanya
Di sini, kita bisa belajar dari pengalaman Wibowo, sorang pengusaha mebel yang
merintis eskpor ke pasar Amerika sejak 2001. Ia bercerita telah meraih segmen kelas
menengah ke atas. Meski harga jual mahal, namun pasar Amerika tetap memilih
produk Indonesia karena faktor mutu. Wibowo mencontohkan, dalam kualitas presisi,
pelapisan kayu, kekuatan sambungan dan ukiran Indonesia memiliki keunggulan
dibanding mebel dari Cina. “Mebel Cina mungkin merajai pasar, tetapi dalam soal
mutu masih kalah jauh dengan produk Indonesia”, ujar Wibowo.
Dengan memperkuat ekuitas merek, industri Indonesia akan mampu keluar dari
perangkap komoditas. Merek memungkinkan produk terbebas dari aturan dasar
kurva permintaan dan penawaran. Kita pasti telah mengetahui bahwa harga yang
terbentuk dari adanya keseimbangan antara penawaran dan permintaan. Namun
dengan kekuatan merek, kita bisa terbebas dari hukum tersebut. Dan kita bisa
mematok harga mengikuti kemampuan nilai yang kita tawarkan (perceived value) ke
pelanggan.
Strategi pemasaran dan penjualan jelas menjadi ujung tombak keberhasilan strategi
peningkatan daya saing produk Indonesia. Bauran pemasaran yang meliputi produk,
harga, tempat dan promosi akan semakin mendiferensiasikan produk yang
ditawarkan perusahaan. Nah, dalam berpromosi produk-produk Indonesia tidak
hanya perlu mengikuti pameran atau event marketing didalam negeri tetapi juga di
pasar luar negeri. Sehingga strategi penjualan akan menjadi taktik yang mampu
menangkap market share yang lebih luas dan sustainable.
Peran Pemerintah
Strategi yang dijalankan perusahaan mau tidak mau juga memerlukan peran
pemerintah. Dengan dukungan stabilitas ekonomi makro, pengusaha dapat
menciptakan produk yang semakin kompetitif.
Selain itu Pemerintah perlu membantu menyelesaikan saluran distribusi yang ilegal.
Karena selama ini bahan mentah kayu untuk industri mebel Cina berasal dari
Indonesia melalui saluran distribusi yang ilegal. Bahan mentah kayu ilegal tersebut
dibeli dengan harga setengahnya dari harga yang legal di Indonesia. Sehingga Cina
mampu membuat mebel dengan harga murah dari produk mebel Indonesia. Bila
pemerintah mampu menjaga saluran distribusi, jelas produk mebel kita akan lebih
murah dan memiliki daya saing tinggi terhadap produk mebel Cina.
ahli pemasaran Jack Trout dkk, bahwasanya marketing is a battle in the minds. Jadi,
bila melakukan pemasaran, kita bayangkan bahwa kita harus memenangkan
pertempuran yang berkecamuk di dalam pikiran-pikiran para konsumen atau calon
konsumen, yaitu pertempuran bersaingnya berbagai destinasi pariwisata merebut
keputusan pilihan yang akan diambil oleh ‘pikiran’ si konsumen.
Jadi, upaya positioning atau memposisikan produk, atau citra, atau merek di pasar
merupakan sesuatu yang harus, normatif, compulsory,—- tentu tidak perlu
diragukan.
Ada rangkaian fakta berkaitan dengan kesadaran ini. Begitu luasnya kawasan
pariwisata di sana, dan dari sudut kelembagaan,—- yang mengurus dan mengelola
kepariwisataan,—- setiap kawasan mempunyai apa yang disebut Visitors Beareau
atau terjemahkanlah bebas sebagai biro pariwisata.
Citra bagaimanakah bisa mewakili semua perbedaan tadi, tingkat keamanan dan
keselamatan, karakter aset alam dan budaya, kecukupan sarana dan prasarana,
serta kesiapan pemerintahan, masyarakat dan SDM, dan seterusnya? Kalau
dicitrakan bahwa Indonesia adalah destinasi yang pasti aman dan nyaman bagi
wisatawan, tidakkah akan berbenturan dengan fakta yang dibaca oleh pasar
internasional, bahwa di Aceh masih sedang berproses penciptaan perdamaian
dengan diawasi oleh badan-badan internasional?
Tragedi Mei berdarah dengan aksi-aksi penjarahan di Jakarta tahun 1998, kemudian
disusul berbagai konflik horizontal di Ambon, Poso, pedalaman Kalimantan, dan lain
lainnya, menjadi berita luas di pasar internasional. Itu berhubung sifat jurnalisme
yang alamiahnya memang menonjol bersumber fakta yang mengandung hazards.
Itu menjelaskan, memang terasa bahwa heterogenitas negeri kita ini dari berbagai
perspektif, ada baiknya kini dikaji dan dimanfaatkan dengan cara lain di samping
semboyan Unity in Diversity.
Caranya? Ya, itu tadi, setiap provinsi sampai kabupaten, diberdayakan dalam
memposisikan atau positioning kawasannya ke pasar pariwisata, baik internasional
maupun domestik. Positioning dalam marketing dengan mengutip Jack Trout, Al Ries
dll., memenangkan battle in consumers minds, akan menjadi efektif bila dilakukan
sejatinya oleh kawasan demi kawasan, provinsi demi provinsi, bahkan kabupaten per
kabupaten.
Yang ”siap” akan memposisikan diri sesuai kesiapannya, yang cukup sarana dan
prasarana akan memposisikan produknya sesuai kualitas dan sasaran konsumen,
yang cukup anggaran akan menggunakannya dengan tepat sasaran, dan
seterusnya. Untuk memenangkan pertempuran, seperti pemeo mengatakan, jangan
sampai menggunakan bedil untuk menembak nyamuk, atau sebaliknya
menggunakan pisau untuk menebang batang pohon.
Maka Jamaica mungkin bisa kita bandingkan dalam hal pemilihan cara dan sasaran
promosi sampai kelembagaan dan pembiayaan, dengan katakanlah Manado di
Sulawesi Utara, Maldive dengan Pulau Sabang di utara Aceh. Atau, Bali bisa kita
sandingkan bandingannya dengan Hawaii. San Francisco dengan Yogyakarta, dan
seterusnya.
Ini wacana, tapi karena situasi krisis, wacananya pun bisa menjadi bagian dalam
pengelolaan krisis. Kita maklum, dalam pengelolaan krisis, kita berhadapan dengan
gejala dan masalah kontemporer: apa yang harus dilakukan sekarang juga
Tahun 2007 sudah mulai kita masuki dan persaingan di berbagai bidang
pun akan semakin keras. Apapun bidang ataupun jenis usaha yang anda
jalani, tentunya anda ingin selalu tampil sebagai pemenang bukan? Dan
value adalah suatu hal yang akan membuat anda atau produk anda
dipersepsi "berbeda" dari pada para pesaing anda. Value adalah kunci
untuk tampil sebagai pemenang.
Istilah leverage biasanya muncul dalam fungsional keuangan. Kalau kita punya
modal Rp1 juta, omzet bisnis kita tidak akan jauh-jauh dari angka modal tadi.
Dengan modal Rp1 juta, kita bisa beli barang dagangan atau bahan baku maksimal
Rp1 juta dengan asumsi biaya lain nol.
Dalam praktiknya, kita juga harus mengalokasikan dana untuk biaya lain dan
pembelian aset sehingga tidak mungkin biaya lain nol. Kalau seandainya barang
dagangan senilai Rp1 juta, omzet kita bisa jadi Rp2 juta apabila tingkat keuntungan
50%. Tingkat keuntungan 50% untuk bisnis zaman sekarang yang tingkat persaingan
makin tinggi juga tidak mudah.
Kalau keuntungan Rp1 juta tadi dicapai untuk perputaran bisnis selama satu minggu,
bisa didapat keuntungan Rp4 juta per bulan. Dan kalau dikurangi biaya hidup dan
Pada situasi seperti itu diperlukan leverages factor yang jadi 'pengungkit' bisnis. Kita
bisa 'ngutang' kepada teman, tetangga, atau mertua. Bisa juga minta kredit ke
pemasok atau pinjam ke bank, atau mengundang adanya investor lain di bisnis kita
sehingga ada penambahan modal sebagai 'pengungkit' omzet bisnis.
Sinergi SMS seperti ini perlu dioptimalkan agar orang sales tidak sampai buthak atau
stres berat memikirkan target penjualan yang terus meningkat.
1. Pendayagunaan merek
Merek sebaiknya bukan dipakai hanya untuk gaya-gayaan. Merek, yang ongkos
membangunnya lumayan mahal sudah pada tempatnya 'ditugaskan' untuk ikut
mendongkrak penjualan.
2. Citra perusahaan
emisahan 'kaku' antara merek produk dan merek perusahaan sudah bukan
zamannya lagi. Bahkan penganut aliran product brand, seperti Unilever yang selama
ini lebih menonjolkan merek produk, sudah mulai menyertakan merek
perusahaannya untuk memberi dukungan pada merek produk. Hal ini bukan semata-
mata karena dorongan internal untuk optimalisasi merek, melainkan lebih karena
permintaan atau bahkan tuntutan konsumen.
Produk baik sekarang ini tidak cukup untuk meyakinkan konsumen, karena juga
perlu dukungan diproduksi oleh perusahaan yang baik. Apalagi dengan semakin
ketatnya ketentuan tentang corporate social responsibility (CSR) yang akan
membuat peranan citra perusahaan semakin penting untuk kesuksesan pemasaran
produk.
Biaya iklan, promosi penjualan, dan kegiatan pemasaran lain cenderung semakin
mahal per setiap kegiatan promosi. Diperlukan upaya efisiensi biaya dalam bentuk
memaksimalkan atau mengoptimalkan dampak kegiatan pemasaran, misalnya
menggunakan ruang iklan yang ada seefektif mungkin.
4. Sinergi 'Atas-Bawah'
Kegiatan komunikasi pemasaran ada yang di 'atas dan bawah', atau yang lebih
dikenal dengan sebutan above the line dan below the line. Menyinergikan kegiatan
above the line yang biasanya menggunakan media massa dengan jangkauan luas
perlu dipadu dengan kegiatan bersifat below the line yang umumnya lebih personal.
Semakin banyak perusahaan yang tadinya banyak 'bermain' dengan iklan televisi
lalu ganti haluan dan sekarang banyak memanfaatkan komunikasi yang bersifat lebih
tertutup dan personal. Demikian juga perusahaan yang tadinya banyak
menggunakan agen, tim promosi, downline, atau yang sejenisnya kemudian berganti
konsep' dan sekarang mengimbangi komunikasinya dengan iklan media massa.
Cara aplikasi
Beberapa hari terakhir ini saya bertemu dengan banyak pengurus Kadin di daerah
ketika hadir sebagai peserta Rapimnas Kadin. Banyak ide kami perbincangkan,
khususnya untuk meningkatkan pemasaran dan penjualan produk daerah.
Sebagai Ketua Pokja Pemasaran Kadin Indonesia yang antara lain menggerakkan
program Gemar Produk Indonesia, saya melihat banyak potensi produk daerah yang
bisa ditingkatkan penjualannya.
Salah satu yang bisa dilakukan antara lain mendorong pemanfaatan merek daerah
sebagai second brand yang bisa jadi endorser bagi produk setiap daerah. Akan ada
leverage pemasaran kalau produk makanan yang dihasilkan usaha kecil di Aceh
misalnya, apabila diberi atribut merek daerah.
Misalkan atribut bertuliskan atau bermakna Produk Asli Aceh. Demikian juga kalau
ada atribut merek bergambar burung Kasuari untuk produk-produk yang dihasilkan
usaha kecil di Manokwari atau Papua pada umumnya.
Melalui marketing leverage, pencapaian tujuan bisnis perusahaan bisa lebih cepat
tercapai. Seperti juga keterbatasan modal semestinya tidak menjadi hambatan
pengembangan bisnis asalkan ada capital leverage, maka marketing leverage juga
bisa menjadi competitiveness boosting untuk perusahaan.
Kita tentu cukup akrab dengan pemasaran merek (brand) produk. Namun,
bagaimana memasarkan perusahaan sebagai merek korporat (corporate brand),
barangkali belum banyak yang mengenalnya. Nicholas Ind, penulis buku The
Corporate Brand (1997) mengulas beberapa hal menarik seperti: model komunikasi
merek korporat, membangun citra merek korporat, kiat komunikasi internal untuk
memasarkan merek korporat, perjalanan sukses merek korporat global, nilai finansial
merek korporat, serta kampanye merek korporat pasca aliansi, akuisisi dan merger.
Merek korporat bukan sekadar nama, logo atau tampilan visual perusahaan. Lebih
dari itu, memancarkan nilai-nilai dasar (core values) perusahaan karena merupakan
cara baru melihat organisasi dengan sejarahnya, filosofi, budaya, reputasi, strategi
dan orang-orang di dalamnya. Secara singkat, merek korporat mencerminkan jalinan
ikatan antara perusahaan dengan konsumen, karyawan, investor, media, dan semua
pihak terkait (stakeholders) untuk memupuk rasa saling percaya, hubungan yang
lebih erat dan pemahaman yang mendalam.
Merek korporat semakin penting karena konsumen bertambah sejahtera dan percaya
diri, sehingga ingin tahu siapa perusahaan yang berada di belakang merek produk.
Apalagi muncul konsumen semakin tidak loyal terhadap merek dan lunturnya
Semakin kuatnya peran merek korporat juga ditopang oleh pesatnya kemajuan
teknologi yang membuat produk semakin mirip satu dengan yang lain. Produk
mengarah menjadi komoditas sehingga tidak memiliki keunikan (diferensiasi). Ini
diperkuat arus globalisasi dengan selera dan gaya hidup konsumen global.
Merek korporat memiliki kekhasan tersendiri. Paling tidak, ada tiga atribut yang
membuatnya berbeda, yaitu sifat tak berwujud (intangibility), kompleksitas, dan
tanggung jawab sosial. Produk bisa kita sentuh, lihat, rasakan atau nikmati; tetapi
merek korporat dengan segala sifat tak berwujudnya seperti sejarah, strategi, nilai-
nilai dan budaya yang dianut hanya bisa dihayati setelah memahaminya secara lebih
dekat.
Kompleksitas merek korporat bertambah rumit, terutama bila nama perusahaan
sama dengan nama produk yang beraneka ragam. Hal ini dikenal dengan istilah
merek korporat monolitik. Contoh, Yamaha sebagai perusahaan dipakai sebagai
nama merek sepeda motor, piano dan sebagainya. Atau Sony dengan beragam
produk elektronik seperti televisi, audio dan video, hingga hiburan musik.
Di Indonesia kita mengenal perusahaan ABC dengan aneka produk dari makanan,
minuman, hingga batu batere. Namun, perusahaan yang tidak menggunakan
namanya sebagai merek produk juga mencantumkan nama perusahaan pada
kemasan produk. Contoh, Unilever, P&G, kini Wings muncul sebagai kelompok
perusahaan baru.
Aspek ketiga dari merek korporat adalah tanggungjawab sosial perusahaan yang
berhubungan dengan konsumen dan karyawan, masyarakat sekitar kantor,
pemerintah, hingga masyarakat luas. Program peduli yang dijalankan perusahaan
akan mengangkat reputasi merek korporat.
Nicholas Ind menyuguhkan model merek korporat yang dikembangkan dari model R.
Abratt mengenai proses corporate image management (1989). Model ini terdiri dari
tiga aspek, yaitu: kepribadian korporat, identitas korporat, dan citra korporat.
Kepribadian korporat mencakup filosofi, nilai-nilai dan strategi perusahaan yang
mempengaruhi identitas korporat. Lalu keduanya memancarkan citra korporat di
mata publik terkait, baik internal mau pun eksternal perusahaan.
Model komunikasi merek korporat dari Nicholas Ind sendiri terbagi menjadi empat
Satu hal yang menarik dari model Nicholas Ind adalah penempatan karyawan
sebagai titik sentral. Karyawan adalah merek korporat (people are the corporate
brand), karena mereka berinteraksi dengan khalayak (termasuk relasi dan
konsumen), membuat produk, dan merancang strategi komunikasi pemasaran.
Karyawan juga tidak bisa dibohongi iklan, karena tahu isi perut perusahaan tempat
mereka bekerja.
Citra perusahaan juga ditentukan oleh persepsi khalayak terhadap pimpinan dan
karyawan perusahaan. Banyak perusahaan yang menyandarkan citranya pada
kualitas SDM dan pelayanan mereka. Misal, toko ritel Marks & Spencer
mengandalkan pelatihan dan pelayanan konsumen dari karyawannya. The Body
Shop yang dikenal dengan produk ramah lingkungan melambungkan citranya bukan
karena iklan, tetapi karena mutu produk, konsistensi komunikasi di media gerai dan
pelayanan yang prima.
PERSAINGAN
5 KEKUATAN PORTER
Hal tersebut tentu saja dapat memicu para pengembang IT untuk mendirikan suatu
Salah satu cara untuk dapat bersaing dengan perusahaan yang nantinya akan
yang telah memiliki brand yang cukup ternama dan dikenal baik oleh pangsa pasar
yang ada. Diharapkkan image yang terbentuk akan baik sehingga kepercayaan akan
perusahaan ini tercipta, dengan kata lain walaupun banyak perusahan lain yang
bergerak dibidang yang sama, kami tidak akan kehilangan pangsa pasar, karena
Kekuatan supplier
Pada perusahaan ini, kami tidak memiliki supplier karena kami bekerja dengan
kemampuan sendiri namun kerjasama antar perusahaan akan tetap dilakukan. Hal
tersebut dilakukan untuk dapat menutupi beberapa kekurangan yang secara tidak
langsung terdapat pada perusahaan yang kami dirikan. Dengan begitu kami akan
termotivasi untuk bekerja secara lebih profesional sehingga kami dapat memberikan
Kekuatan konsumen
masalah harga, konsumen dapat bernegosiasi. Kami akan memberikan harga sesuai
Disini, kami harus dapat “menguasai” konsumen dalam artian bahwa kami harus
memberikan yang terbaik sesuai dengan permintaan. Apabila perusahan kami telah
dinilai baik dimata konsumen bukan tidak mungkin bahwa konsumen akan berada
dibawah “kekusaan” kami atau dengan kata lain posisi kami akan lebih kuat
dibanding konsumen.
dirikan ini terdiri dari orang-orang yang pakar dibidangnya masing-masing sebagai
yang lebih spesifik pada bidangnya seperti Multimedia, Web Development, dll.
Luas/Besa
Biaya
Diferensiasi
Rendah
Overall Low-
r
Broad
Cost
Differentiati
Leadership
on Strategy
Ceruk/Nich
Strategy
Best Cost
Provider
Strategy
Focused
Focused
e
Differentiati
Low-Cost
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB DARU ASIH, SE., M,SI
on SEMINAR
Strategy
PEMASRAN
Strategy
Gambar 3.1. Strategi Generik Porter
Differentiation Strategy
♦ Inti strategi ini adalah memproduksi produk yang lebih unik dan
memberikan nilai lebih bagi konsumen
♦ Strategi ini dinilai berhasil apabila keunikan produk tidak mudah ditiru
oleh pesaing
♦ diferensiasi yang sukses akan menyebabkan perusahaan dapat
menjadi pengendaliharga di pasar dan memperoleh loyalitas konsumen
karena keinginannya terpenuhi
Beberapa contoh produk yang menggunakan strategi diferensiasi:
aneka ragam feature (Microsoft Windows, Microsoft Office, Nokia)
pelayanan super (Federal Express)
desain dan performa produk (BMW, Mercedes)
prestise (BMW, Mercedes)
Strategi diferensiasi tidak hanya dapat diberlakukan pada produk tetapi di aktivitas-
aktivitas rantai nilai perusahaan yang lain seperti:
- pembelian dan usaha-usaha mendpatkan bahan baku
- riset dan pengembangan produk
- pengembangan teknologi
- aktivitas-aktivitas manufaktur
- logistikkeluar dan distribusi
- pemasaran, penjualan, dan pelayanan konsumen
Kapan strategi diferensiasi bekerja dengan baik?
- ada banyak cara membedakan produk sesuai keinginan konsumen
Focused Strategy
Strategi low-cost dan diferensiasi tidak hanya diterapkan untuk produksi
massal atau melayani pasar besar, namun juga dapat dilakukan untuk melayani
pasar kecil atau yang kita sebut dengan ceruk pasar (niche). Strategi ini disebut
dengan strategi fokus, ada focused low-cost dan focused differentiation.
Strategi focused low-cost biasa diterapkan oleh perusahaan-perusahaan
perseorangan yang memproduksi produk dengan merek-merek pribadi (hanya
dikenal kalangan tertentu). Perusahaan semacam ini tidak perlu mengeluarkan
banyak biaya untuk pengembangan produk (khususnya riset dan pengembangan),
biaya iklan, biaya tenaga penjual, dan biaya merek.
Sementara strategi focused differentiation justru
banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan yang
memiliki produk-produk massal. Misalnya TOYOTA,
Suplemen
Salah satu pemangkas biaya adalah jasa yang terkait dengan teknologi
informasi. Meningkatnya penggunaan teknologi informasi dan dampak dari
Tetapi IT saja tentu tidak memadai, tetapi harus dibarengi dengan efisiensi
pada tiga unsur lainnya, yaitu finansial, proses bisnis, dan sumber daya manusia.
Dalam manajemen pembiayaan, Activity Based Costing (ABC) merupakan teknik
yang sesuai diterapkan untuk mengetahui berapa biaya yang harus ditanggung untuk
menghasilkan suatu produk/layanan. Sebagai piranti manajemen, Activity Based
Costing mendukung perbaikan proses bisnis menjadi lebih efektif melalui
pembiayaan yang transparan. Selain itu, pemangkasan biaya dapat dilakukan
dengan mengontrol anggaran dan meningkatkan efisiensi operasional dengan
menghapus pos yang tidak perlu, mengurangi cycle time, dan mengubah fixed cost
menjadi variable cost. Kualitas layanan secara konvensional sering diterjemahkan
sebagai standar berbiaya tinggi yang kadang justru melebihi apa yang dibutuhkan
oleh konsumen. Misalnya layanan berupa makanan yang ditiadakan di penerbangan
Air Asia. Mereka menganggap bahwa dalam perspektif konsumen layanan tersebut
bukan merupakan nilai tambah, dengan demikian diserahkan kepada konsumen
sebagai pilihan.
Cost Leadership
Tetapi sejak produk-produk Cina membanjiri pasar dengan harga yang ’tidak
masuk akal’ murahnya, merek boleh ditempeli apa saja, kualitas tidak meyakinkan,
low cost strategy kembali bersinar. Berawal dengan strategi ’asal murah’, bahkan
dengan melakukan peniruan, produk-produk mereka membanjiri dunia. Mesin
produksi berputar terus, SDM menjadi lebih berpengalaman dan semakin terampil.
Dengan semangat perbaikan yang mereka punyai, beberapa industri Cina mulai
memasuki tahapan kualitas yang dapat diterima konsumen, walaupun dengan harga
yang masih murah. Artinya dengan harga yang masih murah, terjadi peningkatan
kualitas yang meningkatkan nilai tambah bagi konsumen.
Ingat, perceived value bagi konsumen adalah seberapa besar manfaat yang
mereka peroleh dibandingkan dengan pengorbanan (uang) yang mereka keluarkan.
Tidak semua konsumen bersedia atau mampu mengeluarkan uang dalam jumlah
besar, dan mereka bersedia menerima manfaat yang lebih sedikit. Tak perlu dapat
makan, dilayani parmugari cantik berpakaian mahal, yang penting dapat terbang
dengan harga yang murah. Dan konsumen jenis ini masih banyak.
B. STRATEGI KOOPERATIF
Selain strategi generik yang telahkita bahas di atas, ada beberapa alternatif
strategi yang dapat kita adopsi untuk mencapai keunggulan bersaing. Strategi-
Aliansi
Strategi aliansi dilakukan dengan cara menjalin kerjasama dengan
perusahaan lain untuk memenuhi kebutuhan proses produksi. Beberapa perusahaan
memilih strategi ini dengan alasan efisiensi dan kualitas. Contoh terbanyak adalah
industri PC (personal computer). IBM menjalin kerjasama dengan lebih dari 400
perusahaan yang menjadi pemasok komponen-komponen PC yang dibuatnya.
Microsoft menjalin kerjasama dengan perusahaan-perusahaan yang siap
mengembangkan perangkat lunak baru. Demikian juga dengan Coca Cola, beraliansi
strategik dengan perusahaan lain untuk mensuplai kemasan baik kaleng maupun
botol.
Strategi aliansi tidak menyebabkan satu perusahaan menjadi sub-ordinat
perusahaan lain. Strategi ini justru akan membangun rantai nilai perusahaan dalam
lintas wilayah bahkan lintas negara. Masing-masing perusahaan tetap bisa
mengembangkan pasar sesuai tujuan masing-masing tanpa terganggu dengan
aktivitas rantai nilai bersama yang telah disepakati.
SIEMENS
Akuisisi juga bisa berlaku untuk merek produk saja. Seperti yang dilakukan
oleh PT Unilever yang mengambil alih produk Taro (makanan ringan) dari PT Sari
Murni Utama. Atau, PT Danone yang mengambil alih Aqua.
Integrasi Vertikal
Strategi integrasi vertikal adalah memperluas jaringan distribusi dan
pemasok. Strategi memperluas jaringan distribusi disebut dengan foward integration,
sedangkan memperluas jaringan pemasok disebut backward integration.
Perakitan
Perakitan
Perakitan
Distribusi Distribusi
Distribusi
Strategi Ofensif/Menyerang
6 (enam) tipe strategi ofensif
1. Menyamakan atau melebihi kekuatan pesaing
Salah satu serangan terbaik bagi pesaing adalah menantang lawan
dengan produk berkualitas sama atau produk berkualitas lebih dengan harga
murah. Atau yang lebih menantang lagi adalah mengepung lawan dengan
strategi potongan harga yang gila-gilaan. Namun hal ini tidak berlaku apabila
lawan atau pesaing memiliki kekuatan finansial yang bagus atau malah lebih
baik.
2. Manfaatkan kelemahan lawan
Strategi ini dapat dilakukan dengan cara:
- jika pesaing lemah untuk menawarkan harga murah, tawarkan harga
spesial pada konsumen
Strategi Defensif/Bertahan
Tujuan utama strategi ini adalah melindungi keunggulan bersaing yang
dimiliki perusahaan dan memperkuat posisi persaingan. Dua pendekatan dapat
dilakukan untuk mengimplementasikan strategi defensif ini, yaitu:
1. menahan terbukanya peluang bagi penantang
2. memberi tanda pada lawan bahwa sangat dimungkinkan terjadi
pembalasan
SECARA makro daya saing perekonomian kita rendah. Di Asia Tenggara, kita berada di
posisi ke-5, di bawah Thailand, bahkan di bawah peringkat Filipina (2006). Faktor yang
dipakai untuk menilai tinggi rendahnya daya saing kita secara makro adalah efisiensi
kepemerintahan, prasarana fisik, dan efisiensi. Penilaian daya saing perekonomian
secara makro belum cukup memberikan gagasan bagi manager perusahaan (secara
mikro), untuk meningkatkan daya saing perusahaannya. Bagi perusahaan industri
misalnya, daya saing perusahaan dinilai dari segi mutu, harga, dan pelayanan, dan ini
tidak terlihat dari generalisasi daya saing secara makro tersebut.
Cost leadership minyak kelapa sawit
Menurut Michael E Porter, salah satu unsur daya saing di tingkat mikro perusahaan yang
cukup kuat adalah cost leadership. Cost leadership adalah rendahnya biaya-biaya
pengolahan, yang meliputi biaya langsung dan tidak langsung, yang sukar ditandingi
oleh negeri lain. Biaya langsung adalah bahan baku langsung, tenaga kerja langsung,
dan biaya langsung lainnya seperti biaya energi, dan bahan tambahan langsung. Biaya
tidak langsung adalah biaya amortisasi (penyusutan), biaya bunga, biaya pengangkutan
darat dan laut dan pengurusannya, biaya-biaya institusional, dll. Dalam hal cost
leadership ini secara umum, daya saing Indonesia kuat pada komoditi olahan industri
pertanian tertentu yang mempunyai kandungan impor kecil (kecuali beras, dan gula).
Pada barang-barang industri pengolahan yang kandungan impornya tinggi, daya saing di
segi cost leadership Indonesia sangat lemah. Daya saing kita di pasaran internasional
pada komoditi minyak kelapa sawit, misalnya, cukup kuat, karena biaya pengolahan
minyak kelapa sawit di negeri kita rendah. Biaya pengolahan minyak kelapa sawit kita
relatif rendah, karena harga tanah perkebunan di negeri kita cukup bersaing dengan
negara lain, walaupun untuk mengurus hak guna usaha dibebani biaya siluman yang
bukan main tingginya. Harga biji kelapa sawit juga tidak tinggi, karena upah tenaga
kerja dan bibit sawit harganya rendah. Upah pengolahan biji kelapa sawit menjadi
minyak kelapa sawit memang sudah tinggi, tetapi masih lebih rendah dibanding dengan
tingkat upah di Malaysia misalnya. Di negeri kita, biaya yang tinggi adalah biaya
pengangkutan, biaya ekspedisi, izin-izin, tetapi masih dikompensasi oleh rendahnya
harga bahan baku langsung dan upah langsung pengolahan minyak kelapa sawit. Saya
duga karena daya saing di segi cost leadership inilah maka ekspor minyak kelapa sawit
kita terus naik, walaupun harga minyak kelapa sawit ekspor tidak naik tajam. Pada
tahun 1994, ekspor minyak kelapa sawit kita baru mencapai 1.631,2 ribu ton, pada
tahun 2005 sudah mencapai 10.376,2 ribu ton dan 20.071,4 ribu ton pada tahun 2006.
Jadi selama 1994-2006 ekspor minyak kelapa sawit menjadi 12,30 kali lipat. Dilihat dari
segi nilai FOB US$, ekspor minyak kelapa sawit pada tahun 1994 baru US$ 717,6 juta,
pada tahun 2005 sudah menjadi US$ 3.756,3 juta, dan US$ 7.843,3 juta. Dalam nilai
US$, ekspor minyak kelapa sawit menjadi 10,93 kali lipat. Jadi walaupun nilai ekspor
tidak naik secepat kenaikan berat netto ekspor minyak kelapa sawit, tetapi minyak
kelapa sawit Indonesia masih diminati oleh pasar internasional, karena harga jual yang
bersaing, berkat biaya pengolahan kita yang bersaing. Pada saat ini Indonesia
merupakan pemasok minyak kelapa sawit No 2 di dunia, Indonesia memasok 38% dan
Malaysia memasok 42%. Kita tahu bahwa perkebunan sawit di Malaysia banyak
mempekerjakan tenaga kerja Indonesia, yang upahnya lebih tinggi daripada upah di
Indonesia. Tetapi kabarnya, Malaysia sudah mengembangkan teknologi (permesinan)