You are on page 1of 9

PENANGANAN KOMUNITAS GENG MOTOR SEBAGAI SALAH SATU KENAKALAN

REMAJA DENGAN PENDEKATAN PSIKOLOGI

1.1 Latar Belakang Masalah

Masa remaja merupakan masa transisi, dimana anak memiliki rasa keingintahuan yang tinggi
dan juga keinginan untuk mencoba sesuatu yang baru.Hal tersebut menyebabkan tidak sedikit
remaja-remaja menyalurkan dengan media yang salah dalam bentuk juvenile deliquency
(kenakalan remaja). Kenakalan remaja sangat meningkat baik kuantitas maupun kualitas, hal ini
sangat mengkhawatirkan kita semua , mulai dari tawuran, pembajakan bis, pemalakan, pencurian,
pelecehan seksual ,kapak merah, dll. Keadaan demikian sangat memprihatinkan mengingat
kenakalan remaja sudah melampaui batas yang wajar, bahkan sudah sama dengan bentuk
kejahatan yang dilakukan oleh orang dewasa.

Kenakalan remaja bukan hanya melanda keluarga kelas menengah kebawa saja, namun juga
keluarga menengah ke atas seperti : pencurian barang keluarga akibat kecanduan narkoba
Kekhwatiran orang tua sangat beralasan mungkin saja anaknya terlibat dalam kenakalan yang
melampaui batas ,karena pergaulan yang kurang baik seperti: tawuran pelajar dan juga
lingkungan yang negative penuh dengan anak nakal, merokok dan narkoba.

Bentuk-bentuk kenakalan remaja beraneka ragam mulai berani membangkang terhadap


orang tua, sering bolos sekolah, aksi corat-coret gedung dan fasilitas umum, memalak pelajar
lain,merokok, minuman beralkohol,sex bebas, tindak pencabulan, narkoba, tawuran remaja
sampai perampokan dan pembajakan bis dengan kekerasan dan ancaman senjata tajam.

Kehadiran geng motor melengkapi salah satu bentuk kenakalan remaja yang cukup
meresahkan, setelah selama ini masyarakat sudah banyak dipusingkan aksi dalam bentuk lain,
seperti tawuran antar pelajar, pembajakan angkutan umum, sampai hal-hal yang menjurus
kriminal. Dari fenomena-fenomena sosial tersebut banyak orang menyatakan bahwa perilaku
destruktif remaja ini erat kaitannya dengan model pendidikan saat ini, yang cenderung
mengedepankan nilai akademik, daripada penanaman budi pekerti.

Dalam makalah ini kami lebih banyak membahas pada fenomena geng motor sebagai salah
satu kenakalan remaja. Bentuk kenakalan remaja seperti drugs, alcohol, violence, dan adolescent
pregnancy menurut sepengamatan kami sudah cukup sering dibahas beserta penyebab dan
solusinya. Oleh karena itu, kami fokus membahas fenomena geng motor sebagai salah satu
bentuk kenakalan remaja yang harus dicari penyebab dan bagaimana solusinya walaupun akibat
yang ditimbulkan tidak sesignifikan kenakalan remaja yang lain.

Dalam ilmu psikologi, perkembangan masa remaja menjadi salah satu pembahasan yang penting
karena masa remaja adalah salah satu ‘puzzle’ rangkaian dari masa-masa hidup manusia yang
tidak dapat terpisahkan. Oleh karena itu, kami mencoba memahami bagaimana kenakalan remaja
berdasarkan fenomena komunitas geng motor dapat terbentuk dan bagaimana
penanganannyanmenggunakan pendekatan teori psikologi perkembangan.

Aspek-aspek perkembangan pada masa remaja

1. Perkembangan fisik

Perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensoris dan
ketrampilan motorik (Papalia & Olds, 2001). Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan
tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan fungsi
reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh kanak-kanak yang cirinya adalah pertumbuhan
menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya adalah kematangan. Perubahan fisik otak sehingga
strukturnya semakin sempurna meningkatkan kemampuan kognitif (Piaget dalam Papalia dan
Olds, 2001).

2. Perkembangan Kognitif

Menurut Piaget (dalam Santrock, 2001), seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia
karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif
membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima
begitu saja ke dalam skema kognitif mereka. Remaja sudah mampu membedakan antara hal-hal
atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga menghubungkan ide-ide
tersebut. Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi
remaja mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru.

Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar,
berpikir, dan bahasa. Piaget (dalam Papalia & Olds, 2001) mengemukakan bahwa pada masa
remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan
lingkungan sosial yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir
abstrak. Piaget menyebut tahap perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasi formal (dalam
Papalia & Olds, 2001).

Tahap formal operations adalah suatu tahap dimana seseorang sudah mampu berpikir secara
abstrak. Seorang remaja tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang
benar-benar terjadi. Dengan mencapai tahap operasi formal remaja dapat berpikir dengan
fleksibel dan kompleks. Seorang remaja mampu menemukan alternatif jawaban atau penjelasan
tentang suatu hal. Berbeda dengan seorang anak yang baru mencapai tahap operasi konkret yang
hanya mampu memikirkan satu penjelasan untuk suatu hal. Hal ini memungkinkan remaja
berpikir secara hipotetis. Remaja sudah mampu memikirkan suatu situasi yang masih berupa
rencana atau suatu bayangan (Santrock, 2001). Remaja dapat memahami bahwa tindakan yang
dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada masa yang akan datang. Dengan demikian,
seorang remaja mampu memperkirakan konsekuensi dari tindakannya, termasuk adanya
kemungkinan yang dapat membahayakan dirinya.

Pada tahap ini, remaja juga sudah mulai mampu berspekulasi tentang sesuatu, dimana mereka
sudah mulai membayangkan sesuatu yang diinginkan di masa depan. Perkembangan kognitif
yang terjadi pada remaja juga dapat dilihat dari kemampuan seorang remaja untuk berpikir lebih
logis. Remaja sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai peneliti, dimana mereka mampu
membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa depan (Santrock, 2001).

Salah satu bagian perkembangan kognitif masa kanak-kanak yang belum sepenuhnya
ditinggalkan oleh remaja adalah kecenderungan cara berpikir egosentrisme (Piaget dalam Papalia
& Olds, 2001). Egosentrisme di sini adalah “ketidakmampuan melihat suatu hal dari sudut
pandang orang lain” (Papalia dan Olds, 2001). Elkind (dalam Beyth-Marom et al., 1993; dalam
Papalia & Olds, 2001) mengungkapkan salah satu bentuk cara berpikir egosentrisme yang dikenal
dengan istilah personal fabel.

Personal fabel adalah “suatu cerita yang kita katakan pada diri kita sendiri mengenai diri kita
sendiri, tetapi [cerita] itu tidaklah benar” . Kata fabel berarti cerita rekaan yang tidak berdasarkan
fakta, biasanya dengan tokoh-tokoh hewan. Personal fabel biasanya berisi keyakinan bahwa diri
seseorang adalah unik dan memiliki karakteristik khusus yang hebat, yang diyakini benar adanya
tanpa menyadari sudut pandang orang lain dan fakta sebenarnya. Papalia dan Olds (2001) dengan
mengutip Elkind menjelaskan “personal fable” sebagai berikut :

“Personal fable adalah keyakinan remaja bahwa diri mereka unik dan tidak terpengaruh oleh
hukum alam. Belief egosentrik ini mendorong perilaku merusak diri [self-destructive] oleh
remaja yang berpikir bahwa diri mereka secara magis terlindung dari bahaya. Misalnya seorang
remaja putri berpikir bahwa dirinya tidak mungkin hamil [karena perilaku seksual yang
dilakukannya], atau seorang remaja pria berpikir bahwa ia tidak akan sampai meninggal dunia di
jalan raya [saat mengendarai mobil], atau remaja yang mencoba-coba obat terlarang [drugs]
berpikir bahwa ia tidak akan mengalami kecanduan. Remaja biasanya menganggap bahwa hal-hal
itu hanya terjadi pada orang lain, bukan pada dirinya”.

Beyth-Marom, dkk (1993) kemudian membuktikan bahwa ternyata baik remaja maupun orang
dewasa memiliki kemungkinan yang sama untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang
berisiko merusak diri (self-destructive). Mereka juga mengemukakan adanya derajat yang sama
antara remaja dan orang dewasa dalam mempersepsi self-invulnerability. Dengan demikian,
kecenderungan melakukan perilaku berisiko dan kecenderungan mempersepsi diri invulnerable
menurut Beyth-Marom, dkk., pada remaja dan orang dewasa adalah sama.
1. Perkembangan Kepribadian dan Sosial

Perkembangan kepribadian adalah perubahan cara individu berhubungan dengan dunia dan
menyatakan emosi secara unik; sedangkan perkembangan sosial berarti perubahan dalam
berhubungan dengan orang lain (Papalia & Olds, 2001). Perkembangan kepribadian yang penting
pada masa remaja adalah pencarian identitas diri. Yang dimaksud dengan pencarian identitas diri
adalah proses menjadi seorang yang unik dengan peran yang penting dalam hidup (Erikson dalam
Papalia & Olds, 2001).

Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding
orang tua (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja lebih
banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstra kurikuler dan bermain
dengan teman (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Dengan demikian, pada masa remaja peran
kelompok teman sebaya adalah besar.

Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat. Walaupun
remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan
tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh
tekanan dari kelompok teman sebaya (Conger, 1991).

Kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang
remaja tentang perilakunya (Beyth-Marom, et al., 1993; Conger, 1991; Deaux, et al, 1993;
Papalia & Olds, 2001). Conger (1991) dan Papalia & Olds (2001) mengemukakan bahwa
kelompok teman sebaya merupakan sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan
sikap yang berkaitan dengan gaya hidup. Bagi remaja, teman-teman menjadi sumber informasi
misalnya mengenai bagaimana cara berpakaian yang menarik, musik atau film apa yang bagus,
dan sebagainya (Conger, 1991).

2.3 Kenakalan Remaja

Menurut Santrock (2002), kenakalan remaja (juvenile delinquency) mengacu kepada suatu
rentang perilaku yang luas, mulai dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial (seperti
bertindak berlebihan di sekolah), pelanggaran (seperti melarikan diri dari rumah) hingga
tindakan-tindakan kriminal (seperti mencuri). Kartono sebagai ilmuan sosiologi menyatakan
bahwa kenakalan remaja merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh
satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, mereka mengembangkan bentuk perilaku yang
menyimpang.

Perilaku nakal remaja bisa disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal) maupun faktor
dari luar (eksternal).

DAFTAR PUSTAKA

Berk, Laura E. (2008). Infants, Children, and Adolescents. USA: Pearson Education, Inc.

Beyth-Marom, R., Austin, L., Fischhoff, B., Palmgren, C., & Jacobs-Quadrel, M. (1993).
Perceived Consequences of Risky Behaviors: Adults and Adolescents. Journal of
Developmental Psychology, 29(3), 549-563
Conger, J.J. (1991). Adolescence and youth (4th ed). New York: Harper Collins

Deaux, K.,F.C,and Wrightman,L.S. (1993). Social psychology in the ‘90s (6th ed.). California :
Brooks / Cole Publishing Company.

Herbert, Martin. (2005). Developmental Problems of Childhood and Adolescents: Prevention,


Treatment and Training. USA: BPS Blackwell.

Hurlock, E. B. (1990). Developmental psychology: a lifespan approach. Boston: McGraw-Hill.

Hurlock, E. B. (1973). Adolescent development. Tokyo: McGraw-Hill Kogakusha.

Papalia, D E., Olds, S. W., & Feldman, Ruth D. (2001). Human development (8th ed.). Boston:
McGraw-Hill

Rice, F.P. (1990). The adolescent development, relationship & culture (6th ed.). Boston: Ally &
Bacon

Santrock, J.W. (2001). Adolescence (8th ed.). North America: McGraw-Hill.

___________. (1991). Life Span Development. USA: Mc Graw-Hill.

___________.(2002). Life Span Development: Jilid II. Jakarta: Erlangga.

http://mulyanihasan.wordpress.com/20…or-di-bandung/.

http://tawvic.wordpress.com/2009/01/07/perbedaan-geng-motor-club-motor-dan- motor-
community/

Larangan Merokok demi Kesehatan

Oleh Sukirno

Heboh fatwa ulama tentang hukum merokok kian menghangat. Tentu saja masalah seputar rokok
ini merupakan topik aktual yang menarik untuk ditanggapi oleh semua kalangan, karena perilaku
kecanduan merokok tampaknya telah menjadi tradisi dan penyakit kronis masyarakat yang masih
sangat sukar untuk disembuhkan.

Budaya merokok di Indonesia semakin menjadi fenomena sosial yang spektakuler. Betapa tidak,
begitu mudahnya kita untuk menyaksikan orang yang sedang mengisap rokok, bahkan juga para
perokok yang berkelompok sambil bercanda dengan tawa rianya. Boleh dibilang pengasapan!
hidung itu bisa dilihat mulai dari perkampungan kumuh hingga di gedung-gedung mewah.

Yang memprihatinkan,mungkin karena mentalitas pecandu rokok terbius nikotin tembakau,


mereka tak kenal lagi batas kewajaran dan etika sosial. Setiap waktu ada saja rokok yang terselip
di jari-jemari orang tanpa mempedulikan dampak buruk terhadap orang-orang non-perokok di
sekitarnya. Mulai dari anak remaja hingga orang dewasa, yang miskin, yang kaya, baik yang
berpendidikan tinggi maupun rendah.Jangan-jangan, itu bisa terjadi karena minimnya
pemberdayaan dan pelaksanaan Peraturan Gubernur (Pergub) DL1 Jakarta No 75/2005 tentang
Kawasan Dilarang Merokok. Tujuh kawasan dilarang merokok adalah tempat umum, tempat
kerja, tempat proses belajar-mengajar, tempat pelayanan kesehatan, arena kegiatan anak, tempat
ibadah, dan angkutanumum.

Lebih mengenaskan lagi, ter-nyata ada saja oknum guru yang justru merokok di dalam ruangan
kelas yang notabene adalah tempat mereka mengajar anak didik. Boleh jadi sebagian di antara
mereka tidak lupa peraturan yang masih berlaku. Kalau demikian, instruksi Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan No.4/U/1997 yang mengharuskan lingkungan sekolah bebas dari asap rokok,
lantas mereka kemanakah? Gerakan larangan merokok di 7 kawasan tersebut di atas jelas patut
kita dukung demi selamatnya generasi masa depan bangsa.Hingga kini memang masih timbul
kontroversi seputar fatwa hukum merokok. Sebagian ulama berpendapat, asalkan non-perokok di
sekitarnya tidak sampai terpapar asap dari si perokok, maka merokok itu hukumnya makruh
karena rokok tidak memabukkan.

Sedangkan para ulama lainnya mengharamkan rokok. Tapi terlepas dari kontroversi ini, tidak
seorang ulama pun yang menyangkal banyaknya fakta tentang kemudharatan atau bahaya
merokok. Sebab itu, seperti dikatakan Ketua Dewan Dakwah Indonesia, Ustaz Suhada Bahri,
Forum Ijtima Ulama Komisi Fatma menetapkan hukum haram terbatas pada rokok. Firman Allah
SWT "Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke lembah kebinasaan dan berbuat
baiklah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.(QS Baqarah 195)
Rasulullah

SAW bersabda "Tidak boleh berbuat dengan akibat buruk dan tidak boleh memberikan akibat
buruk " (HR Ahmad dan Ibnu Majah) Larangan dalam hadits ini jelas tanpa ada pengecualian-
nya. Dengan perkataan lain, tidak boleh ada suatu perbuatan yang memberikan mudharat, bahaya
atau kerusakan terhadap diri sendiri maupun orang lain. Justru setiap prilaku kita sedapat
mungkin diupayakan agar bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain.

Dari aspek kesehatan, saat seseorang menggunakan uang demi untuk pengasapan di lubang
hidungnya berarti telah membelanjakan untuk keinginan yang tidak bermanfaat Bahkan itu jelas
tindak pemborosan. Para pecandu rokok berasumsi bahwa mereka telah menarik banyak manfaat
dari isapan asap tembakau. Seperti merasa enjoy, santai, mudah konsentrasi, dan terhibur. Namun
demikian, jika sejujurnya kita kalkulasi dari aspek kesehatan, prilaku kecanduan rokok tentu lebih
banyak mudharatnya ketimbang manfaat yang mereka dapatkan.

Motivasi

Setahun tidak jumpa kawan lama (sebut saja Fulan) yang dulu perokok berat, belum lama ini
penulis bertemu lagi dengannya di Jakarta. Fulan mengaku sudah 5 bulan berhenti total mengisap
rokok dengan bertobat karena tenggorokan dia meradang dan sakitnya bukan alang kepalang Dari
kaca mata Islam, penyakit akut Fulan itu merupakan rahmat Allah SWT yangtelah menggugah
kesadarannya untuk meninggalkan kecanduan merokok. Dia pun merasa bersyukur karena Tuhan
telah me-nolongnya untuk lepas dari kecanduan rokok.

Ikhwal prilaku latah atau ikut-ikutan doyan merokok yang kian menggejala dalam masyarakat
kita jelas merupakan perilaku pribadi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, baik selaku
individu maupun sebagai makhluk sosial. Apalagi tanggung jawabnya di hadapan Tuhan kelak.
Sebab itu Allah SWT di dalam Al Quran memperingatkan agar manusia tidak mengikuti sesuatu
yang tidak diketahuinya (tentang baik-buruknya) karena sesungguhnya hati, penglihatan dan
pendengaran kita akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Tuhan.

Tetapi banyak juga perokok yang mulai tersadar karena di dalam hati nuraninya telah terbit
kemauan untuk melepaskan diri dari belenggu kinerja adiktif nikotin tembakau. Seorang pakar
pendidikan masyarakat dari American Lung Association of New York, Rami Bachiman,
mengungkapkan bahwa dari 20 juta orang yang mencoba berhenti merokok setiap tahunnya,
ternyata hanya 10% yang sukses. Padahal, banyak cara yang telah mereka tempuh untuk
menolong diri sendiri saat kecanduan rokok. Seperti dengan sibuk mengunyah wortel, menghela
napas panjang di udara segar, minum air putih, atau bahkan menghadiahi diri sendiri.

Usaha menghentikan kecanduan rokok bukan perkara mu-dah karena terpaut/ menyangkut
kepuasan selera, cita rasa dan subyektivitas pribadi. Sementara itu tidak semua orang mampu
mengendalikan hawa nafsu. Maka, keberhasilan seseorang untuk berhenti merokok, hakekatnya
lebih bergantung pada motivasi, niat dan usahanya sendiri dibandingkan bantuan orang lain. Nabi
Muhammad SAW menegaskan "Tiap perbuatan anak bani Adam tergantung pada niat."
Implikasinya, bila orang ingin menghentikan kecanduan rokok, kemauan dan motivasinya harus
berlandaskan niat (nawaitu) dengan keikhlasan hati (lillahi taala), sebab tanpa niat yang kuat
maka upaya apa pun tidak akan membuahkan hasil yang optimal. Bahkan bisa gagal total. Tidak
heran bila kita melihat banyak orang gagal total saat coba melepaskan diri dari ketergantungan
rokok, karena niatnya kurang serius, setengah hati atau mungkin sekadar coba-coba saja.

Artinya, motivasi yang kuat dan niat yang tulus-ikhlas untuk meninggalkan kebiasaan merokok
merupakan faktor dominan untuk mencapai hasil yang signifikan. Memang, banyak perokok
ingin memperkuat kemauan, motivasi dan niat yang baik tadi. Tapi upaya itu mestinya dilakukan
bukan nanti ketika terserang penyakit berat, melainkan sedini mungkin agar semua risiko yang
terkait bisa diminimalisasi di samping keinginan merokok hilang sama sekali. ***

Penulis adalah Ketua Forum


Studi Islam dan Diskusi Lintas
Agama (Forsidila), Depok, Bogor..

MASALAH SOSIAL SEBAGAI EFEK PERUBAHAN (KASUS LINGKUNGAN HIDUP)


DAN UPAYA PEMECAHANNYA.

Latar belakang masalah

Krisis lingkungan hidup yang dihadapi manusia modern merupakan akibat langsung dari
pengelolaan lingkungan hidup yang “nir-etik”. Artinya, manusia melakukan pengelolaan sumber-
sumber alam hampir tanpa peduli pada peran etika. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
krisis ekologis yang dihadapi umat manusia berakar dalam krisis etika atau krisis moral. Umat
manusia kurang peduli pada norma-norma kehidupan atau mengganti norma-norma yang
seharusnya dengan norma-norma ciptaan dan kepentingannya sendiri. Manusia modern
menghadapi alam hampir tanpa menggunakan hati nurani. Alam begitu saja dieksploitasi dan
dicemari tanpa merasa bersalah. Akibatnya terjadi penurunan secara drastis kualitas sumber daya
alam seperti lenyapnya sebagian spesies dari muka bumi, yang diikuti pula penurunan kualitas
alam. Pencemaran dan kerusakan alam pun akhirnya mencuat sebagai masalah yang
mempengaruhi kehidupan sehari-hari manusia.
Manusia merupakan sumber kelestarian dan kerusakan lingkungan. YB Mangunwijaya
memandangnya sebagai oposisi atau konflik antara manusia dan alam. Cara pandang dan sikap
manusia terhadap lingkungan hidupnya menyangkut mentalitas manusia itu sendiri yang
mempertanyakan eksistensinya di jaman modern ini dalam kaitannya dengan waktu, tujuan hidup,
arti materi dan yang ada ”di atas” materi. Dengan demikian masalah lingkungan hidup tak lain
adalah soal bagaimana mengembangkan falsafah hidup yang dapat mengatur dan
mengembangkan eksistensi manusia dalam hubungannya dengan alam.
Pemikiran tersebut mendorong kami untuk memilih dan membahas tema etika lingkungan dalam
paparan ini. Pada awal tulisan ini, akan diangkat contoh kasus kerusakan lingkungan yang terjadi
di Kalimantan Barat serta dampak negatif yang ditimbulkannya. Kemudian kami akan membahas
apa sebenarnya yang dimaksud dengan etika lingkungan hidup, beberapa pandangan yang
mendasari etika lingkungan hidup tersebut. Pembahasan tentang etika lingkungan hidup, kami
perdalam dengan mencari simpul-simpul pemikiran dalam sejarah filsafat barat dari Jaman
Yunani Kuno sampai Jaman Modern yang memantapkan atau justru menantang etika lingkungan
hidup. Selanjutnya kami akan melengkapinya dengan beberapa pada pandangan dan kesadaran
baru dalam etika lingkungan yang mendukung perbaikan sikap kita atas lingkungan hidup.

”Ketiadaan strategi pembangunan berkelanjutan, menuai bencana lingkungan yang


berkelanjutan”
Maraknya bencana lingkungan hidup selama ini tak dapat dipisahkan dari ketiadaan strategi
Pemerintah dalam pengelolaan pembangunan berkelanjutan. Fakta ini mengakibatkan bencana
lingkungan yang kian parah.

10

Tidak adanya upaya pemerintah untuk memecah kebuntuan akibat mandeknya penanganan kasus-
kasus lingkungan, seperti kasus pencemaran Teluk Buyat, Kasus Import Limbah B-3, kasus PT FI
di Papua, kasus pencemaran sumber air minum di hampir semua Sungai sumber mata air di Jawa,
kasus perusakan dan kebakaran hutan sampai pada kasus Sampah di beberapa kota Metropolitan
semakin nyata terbukti.

Fakta bencana lingkungan, terlihat dari besarnya peluang krisis energi, buruknya pengelolaan tata
ruang, terjadinya bencana alam, rusaknya hutan indonesia serta sekelumit masalah peracunan
lingkungan lainnya yang tidak pernah terselesaikan.

Krisis energi saat ini telah mengancam masyarakat yang lemah secara ekonomi, untuk
mendapatkan akses energi yang layak, hal ini terbukti dengan semakin mahalnya harga Bahan
Bakar Minyak ( BBM ) dan listrik akhir-akhir ini. Kebijaksanaan penggunaan Batubara yang
dicanangkan pemerintah pada akhir-akhir ini nyata juga tidak didasari oleh hasil kajian kondisi
sosial masyarakat dan ekologi, justru melahirkan kebingungan dan potensi pencemaran dan
perusakan lingkungan dimasa mendatang. Fakta lain, soal deforestasi hutan yang tidak kunjung
dapat teratasi, mengisyaratkan gagalnya penanganan pemerintah terhadap aktivitas yang merusak
hutan baik illegal logging maupun konversi hutan dan lahan.

Terbitnya kebijakan pro lingkungan selama ini nyatanya harus berbenturan dengan kebijakan
yang justru memfasilitasi proses ekploitasi lingkungan. Sebut saja, kebijakan pemberantasan
Illegal Logging ternyata dibenturkan dengan kebijaksanaan perijinan tambang di hutan lindung,
serta kebijaksanaan pengembangan wilayah perbatasan.
Salah satu permasalahan kebijaksanaan yang belum dikedepankan oleh pemerintah selama ini
adalah bahwa dalam penyusunan kebijaksanaan pengelolaan lingkungan, Pemerintah tidak
memiliki dan menerapkan asas-asas umum kebijakan lingkungan ( General Principles of
Environmental Policy ) yang secara umum telah dipergunakan di negara-negara yang memiliki
komitmen tinggi dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Beberapa asas umum
kebijaksanaan pengelolaan lingkungan tersebut antara lain adalah (1) asas penanggulangan pada
sumbernya (abattement at the source),(2) asas penerapan sarana praktis yang terbaik, atau sarana
teknis yang terbaik, (3) prinsip pencemar membayar ( polluter pays principle ), (4) prinsip cegat
tangkal ( stand still principle ) dan (5) prinsip perbedaan regional.

11

Artinya, kebijaksanaan pemerintah dalam penanganan permasalahan lingkungan saat ini masih
dipandang secara parsial dan tidak didasari hasil kajian yang komprehensif. Dua masalah penting
yang mengakibatkan bencana lingkungan terbesar adalah masalah dinamika dan tekanan
kependudukan, yang berimplikasi pada semakin beratnya tekanan atau beban lingkungan. Kondisi
ini diperparah dengan kebijaksanaan pembangunan yang bias kota yang kemudian mengakibatkan
terjadinya perusakan tata ruang, pencemaran lingkungan akibat industri, penyempitan lahan
pertanian serta koversi hutan yang tak terkendali.

Tekanan atau beban lingkungan yang cukup besar tersebut sangat berkaitan dengan perencanaan
tata ruang yang konsisten berbasis pada daya dukung lingkungan, pertumbuhan industri yang
tidak ramah lingkungan sehingga mengakibatkan pencemaran, kekumuhan lingkungan yang
diakibatkan oleh pemusatan jumlah penduduk melebihi daya dukung lingkungan, dan tekanan
terhadap hutan dari aktivitas illegal logging dan konversi lahan dan hutan untuk pertambangan,
perkebunan, dan industri.

Dalam rangka hari lingkungan hidup, 5 Juni 2006, Indonesian Center for Environmental Law
(ICEL) menuntut adanya perbaikan pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam dengan
pendekatan yang lebih komprehensif dengan mendasarkan pada penerapan asas-asas umum
kebijaksanaan lingkungan yakni (1) asas penanggulangan pada sumbernya (abattement at the
source) antara lain dengan mengembangkan kebijakan pengelolaan sampah di tingkat rumah
tangga dan tingkat sumber sampah lainnya, kebijakan sistem pengawasan industri, kebijakan
konservasi dan penyeimbangan supply – demand dalam pengelolaan hutan, mencabut kebijakan
perijinan tambang dikawasan hutan, mencabut kebijaksanaan alih fungsi hutan untuk perkebunan
di kawasan perbatasan serta kebijaksanaan pengembangan industri berbasis pertanian ekologis 2)
asas penerapan sarana praktis yang terbaik, atau sarana teknis yang terbaik, antara lain melalui
pengembangan kebijaksanaan industri bersih, kebijaksanan insentif bagi pengadaan alat
pengelolah limbah, kebijaksanaan pengelolaan lingkungan industri kecil (3)prinsip pencemar
membayar (polluter pays principle) melalui pengembangan kebijaksanaan pemberian insen tif
pajak pemasukan alat pengelolah limbah bagi industri yang taat lingkungan,insentif lain bagi
pengembangan industri yang melakukan daur ulang (reused, recycling) (4) prinsip cegat tangkal
(stand still principle) dengan melakukan pengembangan sistem pengawasan import B-3,
kebijaksanaan pengelolaan hutan dan DAS berbasis masyarakat dan (5) prinsip perbedaan
regional dengan mengembangkan kebijaksanaan insentif berupa subsidi dari wilayah pemanfaat
(hilir) kepada wilayah pengelolah (hulu), secara konsisten, partisipatif dan berbasis pada keadilan
lingkungan (eco justice)!

You might also like