You are on page 1of 2

CUCI DARAH

Cuci darah atau dialisis merupakan suatu proses yang dilakukan untuk mengganti tugas ginjal
yang sehat. Seperti yang telah kita ketahui, ginjal berperan vital bagi tubuh yaitu berfungsi untuk
menyaring dan membuang sisa-sisa metabolisme dan kelebihan cairan, menyeimbangkan unsur
kimiawi dalam tubuh serta menjaga tekanan darah. Prosedur ini ditempuh saat kerusakan ginjal
telah mencapai 85-90 persen atau “Gagal Ginjal Terminal” dimana ginjal tidak dapat lagi
berfungsi seperti sediakala.
Ada dua macam cuci darah, yakni hemodialisis dan dialisis peritoneal. Prinsipnya, pada proses
dialisis, darah akan dialirkan ke luar tubuh dan disaring. Kemudian darah yang telah disaring
dialirkan kembali ke dalam tubuh. Pada hemodialisis, proses penyaringan dilakukan oleh suatu
mesin dialisis yang disebut dengan membran dialisis. Jenis dialisis ini yang banyak dilakukan di
Indonesia. Sedangkan pada dialisis peritoneal, jaringan tubuh pasien sendiri bagian abdomen
(perut) yang digunakan sebagai penyaring. Biasanya dialisis dilakukan 2-3 kali seminggu selama
masing-masing 4-5 jam tiap kali proses.
Cuci darah harus dilakukan secara teratur untuk menghindari efek yang tidak diinginkan akibat
penumpukan sisa metabolime maupun cairan dalam tubuh. Karena hanya bersifat menggantikan
fungsi ginjal, bukan menyembuhkannya, tindakan dialisis harus dilakukan selama seumur hidup,
kecuali pasien melakukan transplantasi ginjal. Pasien juga perlu mengatur pola makan dan
minumnya untuk keberhasilan terapi dialisis. Dengan berpikir positif dan menjalankan terapi
dengan sungguh-sungguh serta mengikuti segala petunjuk dokter, bukan tidak mungkin pasien
gagal ginjal tetap dapat menjalani hidup secara normal.

Ginjal mempunyai fungsi utama sebagai penyaring darah kotor, yaitu darah yang
telah tercampur dengan sisa metabolisme tubuh. Sisa hasil metabolisme antara lain
ureum, asam urat, dll. Hasil saringan kemudian akan dikeluarkan dalam bentuk air
seni, sedangkan darah yang telah bersih dikembalikan ke pembuluh darah besar
untuk beredar kembali ke seluruh tubuh. Dalam sehari ginjal harus menyaring
sekitar 170 liter darah.

Jika terjadi kerusakan ginjal, sampah metabolisme dan air tidak dapat lagi
dikeluarkan. Dalam kadar tertentu, sampah tersebut dapat meracuni tubuh,
kemudian menimbulkan kerusakan jaringan bahkan kematian.

Untuk mengatasi keadaan ini dibutuhkan hemodialisis, yaitu proses penyaringan


darah dengan menggunakan mesin. Pada proses hemodialisis, darah dari
pembuluhnya disalurkan melalui selang kecil ke mesin yang disebut dializer.
Setelah itu, darah yang telah bersih dikembalikan ke tubuh. Di dalam dializer, darah
akan melewati membran yang berfungsi sebagai saringan. Sampah hasil
penyaringan akan dimasukkan ke dalam cairan yang disebut larutan dialisat.
Selanjutnya, dialisat yang telah tercampur dengan sampah hasil penyaringan akan
dipompa keluar, kemudian diganti dengan larutan dialisat yang baru (Nephrology
Channel, 2001).

Walaupun hemodialisis berfungsi mirip dengan cara kerja ginjal, tindakan ini hanya
mampu menggantikan sekitar 10% kapasitas ginjal normal. Selain itu, hemodialisis
bukannya tanpa efek samping. Beberapa efek samping hemodialisis antara lain
tekanan darah rendah, anemia, kram otot, detak jantung tak teratur, mual, muntah,
sakit kepala, infeksi, pembekuan darah (trombus), dan udara dalam pembuluh
darah (emboli) (Haven,2005).

Pada gagal ginjal kronik, hemodialisis biasanya dilakukan 3 kali seminggu. Satu sesi
hemodialisis memakan waktu sekitar 3 sampai 5 jam. Selama ginjal tidak berfungsi,
selama itu pula hemodialisis harus dilakukan, kecuali ginjal yang rusak diganti ginjal
yang baru dari donor. Tetapi, proses pencangkokan ginjal sangat rumit dan
membutuhkan biaya besar.

You might also like