(Catatan kecil : Menggugah kesadaran kita sebagai warga negara Indonesia)
Oleh: Edy Santosa
Eksistensi bangsa Indonesia sebagai negara kepulauan dibingkai oleh mitos
tentang kerajaan-kerajaan masa silam seperti yang diajarkan oleh guru-guru sejarah di sekolah. Dalam wacana ini, “Indonesia” adalah sebuah kerumuman orang-orang yang sama tuanya dengan tanah dan air di negeri ini. Pada titik ini, diskontinuitas sejarah seakan-akan sirna oleh sebuah mitos yang dihidupkan untuk menghubungkan Indonesia modern dengan “Indonesia” masa lalu yang “JAYA”, gemah ripah loh jinawi nan sejahtera seperti dalam penggambaran Majapahit yang begitu kental dengan aroma romantisisme. Kenyataannya, nasionalisme seperti ini membuat Indonesia masa kini terbelenggu oleh keterbatasan imajinasi ke depan, terpaku pada kenangan kejayaan masa lalu. Nasionalisme bukanlah wacana yang mencari sebuah harmoni melainkan hegemoni. Karenanya tidak heran jika nasionalisme kini menjadi alat institusi negara yang efektif untuk memobilisasi dukungan massa sekaligus menjadi alat legitimasi untuk memberangus musuh- musuh negara yang dianggap tidak nasionalis. Dalam wacana nasionalisme ala negara, kekuasaan menjadi tujuan utama di mana gagasan-gagasan alternatif tentang makna kebangsaan dikungkung dalam ruangan sempit dan gelap.
Menurut Ernest Renan: Nasionalisme adalah kehendak untuk bersatu dan
bernegara, sedangkan Otto Bauer mendifinisikan Nasionalisme sebagai suatu persatuan perangai atau karakter yang timbul karena perasaan senasib. Menurut Hans Kohn, Nasionalisme secara fundamental timbul dari adanya National Counciousness. Dengan perkataan lain nasionalisme adalah formalisasi (bentuk) dan rasionalisasi dari kesadaran nasional berbangsa dan bernegara sendiri. Menurut L. Stoddard: Nasionalisme adalah suatu kepercayaan yang dimiliki oleh sebagian terbesar individu di mana mereka menyatakan rasa kebangsaan sebagai perasaan memiliki secara bersama di dalam suatu bangsa.
Dari beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Nasionalisme
adalah keinginan sekelompok orang yang mendiami wilayah tertentu dan memiliki hasrat dan kemauan bersama untuk bersatu karena adanya persamaan nasib, cita- cita, kepentingan, dan tujuan yang sama.
Nasionalisme merupakan sebuah ideologi yang tergolong paling mutakhir dalam
pemahaman politik nasional. Dalam puncak pencapaian ide politiknya akan menghasilkan sebuah sistem politik nation state (negara bangsa) sebagai sebuah entitas politik yang kuat di tengah-tengah lingkungan umat manusia di dunia kehidupan ini. Nasionalisme yang selalu didengung-dengungkan, baik sebagai individu ataupun sebagai sebuah entitas politik adalah sebuah proses yang belum selesai. Diibaratkan sebuah proyek kebangsaan, proyek yang bernama Nasionalisme itu belum selesai dan masih selalu berada dalam our going problem. Ben Anderson pernah menyebut ini dengan istilah state later nasionalism, Nasionalisme yang dipimpin oleh negara. Nasionalisme model seperti ini tentu tidak berbasis pada dimensi kewargaan yang demokratis.
Tantangan ke depan yang mendesak untuk dihadapi adalah bagaimana
membangun nasionalisme kewargaan atau civic nationalism, yang demokratis, yang berbasis pada konteks sosio kultural masyarakat, sehingga memunculkan adanya penghargaan terhadap pluralitas, perhargaan terhadap perbedaan-perbedaan yang kemudian muncul di masyarakat.
Oleh karena itu, perlu strategi untuk membangun Nasionalisme ke depan,
yaitu Nasionalisme yang berbasis pada dimensi kewargaan, civic nationalism. Civic nationalism adalah bentuk Nasionalisme yang melingkupi seluruh struktur sosio kultural masyarakat demokratis. Misalnya kalau melihat bagaimana pola hubungan antara pusat dan daerah dalam konteks nasionalisme civic, yang perlu dikedepankan adalah tentang ekonomi, tentang kemandirian, tentang independensi, untuk mengatur urusan rumah tangga daerah. Selain itu, akomodasi terhadap multikulturalisme menjadi hal yang tidak bisa ditolak lagi. Pada level politik, artrikulasinya harus dimainkan oleh partai-partai, dilanjutkan dengan pembentukan ideologi politik yang lebih operasional, harus diterjemahkan ke dalam program-program politik yang konsisten.
Untuk masa depan nasionalisme Indonesia harus didekonstruksi. Tantangan
generasi saat ini adalah menciptakan nasionalisme dengan ide-ide bagaimana menghadapi adanya kecenderungan kuatnya tekanan global. Imajinasi-imajinasi tentang masa lampau yang masih erat menempel pada materi nasionalisme Indonesia seharusnya dipasang pada tempat yang sepantasnya, sehingga memungkinkan terjadinya interpretasi dan reinterpretasi akan makna nasionalisme, sebuah nasionalisme pasca Majapahit. Sebagai bangsa moderen, bangunan nasionalisme Indonesia seharusnya disesuaikan dengan perkembangan lingkungan strategis baik pada lingkup nasional, regional maupun global. Apabila kontruksi ini dapat terbangun, bukan mustahil Nasionalisme bangsa Indonesia akan semakin kokoh dan Indonesia menuai kejayaan “NYATA” dalam arti masyarakat Indonesia yang adil dan sejahtera, atau minimal dapat meningkat kesejahteraannya.
“ Semoga Bermanfaat”
Penulis : Mahasiswa Pasca Sarjana Program Studi Ketahanan Nasional UGM Tahun 2009 Staf Biro Telematika Lemhannas RI.