Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Ayat di atas merupakan pekenalan dan petunjuk dari Allah Swt. Mengenalkan
bahwa pencipta segala sesuatu itu adalah Allah sendiri tanpa bantuan dari selain-
Nya. Manusia diciptakan dari segumpal darah dengan melalui proses pertumbuhan,
menurut hokum yang telah ditetapkan Allah (sunnatullah). Allah menyatakan diri-
Nya bahwa Dialah yang Maha Pemurah, oleh karena itu bukan untuk ditakuti
apalagi dijauhi. Tetapi harus didekati dan diikuti segala kehendak-Nya, demi
kepentingan dan kebaikan umat manusia sendiri. Dialah Maha Pendidik yang
bijaksana, mendidik manusia dengan ilmu pengetahuan menulis dan membaca.
Lebih jauh dari itu, ayat tersebut sebagai petunjuk bahwa manusia harus
bisa membaca dalam arti sesungguhnya dan dalam arti majazi (kiasan). Arti
sesungguhnya adalah membaca apa yang ditulis berupa huruf. Sedangkan arti
majazi, adalah membaca diri sendiri dan alam sekitar serta latar belakang dari
keduanya. Jadi apa yang dikehendaki Allah itu ialah agar manusia mampu atau bisa
membaca apa yang tersurat dan apa yang tersirat, hingga benar-benar mengenal
dirinya dan bertindak sesuai dengan pengenalannya itu.[1]
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Dengan akal budinya manusia menemuka berbagai cara untuk melindungi diri
terhadap pengruh lingkungan yang merugikan. Dengan akalnya pula manusia bisa
menemukan penemua-penemuan baru. Bermacam-macam ilmu dipelajari, mulai
dari perjalanan hidupnya sendiri, lingkungannya, hingga keberadaan alam semesta,
semua diamati dan diteliti secara seksama dan sistimatis. Dengan penelitiannya
manusia menemukan suatu teori kemudian menyusunnya, sehingga terbentuklah
ilmu pengetahuandan teknologi yang bisa mengantarkan manusia kepada
kehidupan yang lebih mudah dari sebelumnya.
Akal budi manusia adalah alat untuk berfikir , tentunya dengan selalu berfikir
manusia bisa mengetahui apa-apa yang belum diketahuinya. Namun yang perlu
dipertanyakan ialah,apakah akal manusia itu digunakan untuk berfikir sesuatu yang
baik? Ataukah sebaliknya ? Hal ini, tergantung kepada cara manusia menyikapi
kehidupan ini.
Sesuai dengan judul yang akan dibahas, maka timbul permasalahan diantranya:
BAB II
PEMBAHASAN.
Ilmu pengetahuan alam bermula dari rasa ingin tahu yang merupakan cirri khas
manusia. Manusia mempunyai rasa ingin tahu tentang benda-benda di alam
sekitarnya, bulan, bintang, dan matahari, bahkan ingin tahu tentang dirinya sendiri
(antroposentris).[2]
Rasa ingin tahu mendorong manusia untuk melakukan berbagai kegiatan yang
bertujuan untuk mencari jawaban atas berbagai persoalan yang muncul dalam
pikirannya. Kegiatan yang dilakukan manusia itu kadang-kadang kurang serasi
dengan tujuannya. Sehingga tidak dapat menghasilkan pemecahan. Tetapi
kegagalan biasanya tidak menimbulkan rasa putus asa, bahkan seringkali justru
membangkitkan semangat yang lebih menyala-nyala untuk memecahkan persoalan.
Dengan semangat yang makin berkobar ini diadakanlah kegiatan-kegiatan lain yang
dianggap lebih serasi dan dapat diharapkan akan menghasilkan penyelesaian yang
memuaskan. Kegiatan untuk mencari pemecahan dapat berupa:
a. Penyelidikan langsung.
b. Penggalian hasil-hasil penyelidikan yang sudah pernah diperoleh orang lain.
B. MITOS
Rasa ingin tahu manusia ternyata tidak dapat terpuaskan hanya atas dasar
pengamatan ataupun pengalaman. Untuk itulah, manusia mereka-reka sendiri
jawaban atas keingintahuannya itu. Sebagai contoh: "Apakah pelangi itu?", karena
tak dapat dijawab, manusia mereka-reka jawaban bahwa pelangi adalah selendang
bidadari. Jadi muncul pengetahuan baru yaitu bidadari. Contoh lain: "Mengapa
gunung meletus?", karena tak tahu jawabannya, manusia mereka-reka sendiri
dengan jawaban: "Yang berkuasa dari gunung itu sedang marah". Dengan
menggunakan jalan pemikiran yang sama muncullah anggapan adanya "Yang kuasa"
di dalam hutan lebat, sungai yang besar, pohon yang besar, matahari, bulan, atau
adanya raksasa yang menelan bulan pada saat gerhana bulan. Pengetahuan baru
yang bermunculan dan kepercayaan itulah yang kita sebut dengan mitos. Cerita
yang bedasarkan atas mitos disebut legenda.
Mitos itu timbul disebabkan antara lain karena keterbatasan alat indera
manusia misalnya:
1. Alat Penglihatan
Banyak benda-benda yang bergerak begitu cepat sehingga tak tampak jelas oleh
mata. Mata tidak dapat membedakan benda-benda. Demikian juga jika benda yang
dilihat terlalu jauh, maka tak mampu melihatnya.
2. Alat Pendengaran
Bau dan rasa tidak dapat memastikan benda yang dicecap maupun diciumnya .
manusia hanya bisa membedakan 4 jenis masa yaiturasa manis,msam ,asin dan
pahit.
Bau seperti farfum dan bau-bauan yang lain dapat dikenal oleh hidung kita bila
konsentrasi di udara lebih dari sepersepuluh juta bagian. Melalui bau, manusia
dapat membedakan satu benda dengan benda yang lain namun tidak semua orang
bisa melakukannya.
Alat perasa pada kulit manusia dapat membedakan panas atau dingin namun
sangat relatif sehingga tidak bisa dipakai sebagai alat observasi yang tepat.
Pada tahap teologi atau fiktif manusia berusaha untuk mencaari atau
menemukan sebab yang pertama dan tujuan yang terakhir dari segala sesuatu,dan
selalu dihubungkan dengan kekuatan ghaib. Gejala alam yang menarik
perhatiannya selalu diletakkan dalam kaitannya dengan sumber yang mutlak.
Mempunyai anggapan bahwa setiap gejala dan peristiwa dikuasi dan diatur oleh
para dewa atau kekuatan ghaib lainnya.
Tahap positif atu riel merupakan tahap dimana manusia telah mampu
berfikir secara positif atau riel,atas dasar pengetahuan yang telah dicapainya yang
dikembangkan secara positif ,melalui pengamatan , percobaan dan
perbandingan[5].
Gempa bumi diduga terjadi karena Atlas (raksasa yang memikul bumi pada
bahunya )memindahkan bumi dri bahu yang satu kebahu yang lain. Gerhana bulan
diduga terjadi karena dimakan oleh raksasa. Menurut dongeng raksasa itu takut
pada bunyi – bunyian, maka pada waktu gerhana bulan manusia memukul apa saja
yang dapat menimbulkan bunyi. Supaya raksasa itu takut dan memuntahkan
kembali bulan purnama. Bunyi guntur dikira ditimbulka oleh adanya kereta yang
dikendarai dewa melintas langit.
Demikian pada tahap mitos atau tahap teologi ini manusia menjawab rasa
ingin tahunya dengan menciptakan dongeng-dongeng atau mitos, karena alam
pikirannya masih terbatas pada imajinasinya dan cara berpikir irasional.
Puncak hasil pemikiran seperti di atas terjadi pada zaman Babylona,yaitu kira-
kira 700-600 SM. Pendapat orang Babylona tentang alam semesta antara lain
adalah bahwa alam semesta merupakan suatu ruangan atau selungkup. Lantainya
adalah bumi yang datar , sedangkan langit dengan bintangnya merupakan atapnya.
Dilangit ada semacam jendela yang memungkinkan air hujan dapat sampai ke
bumi.
Karena kemampuan berpikirnya manusia semakin maju dan disertai pula oleh
perlengkapan pengamatan, misalnya teropong bintang, mitos dengan berbagai
legendanya makin ditinggalkan, dan mereka cendrung menggunakan akal sehat dan
rasionya.[7]
a. Anaximander,(610-546 SM) seorang pemikir kontemporer pada masa thales. Dia
berpendapat bahwa langit yang kita lihat sebenarnya hanya setengah saja.
Langit dan segala isinya itu beredar mengelilingi bumi, dan pendapat ini dapat
bertahan sampai abat pertengahan.
d. Plato,(427-347 SM)mempunyai titik tolak berpikir yeng berbeda dengan para
ahli sebelumnya. Ia menghindari pemikiran yang terlalu materialistik,seperti
Demokritos dan Empedokles. Menurut Plato, keanikaragaman yang tmpak ini
sebenarnya merupakan suatu duplikat saja dari sesuatu yang kekal dan
immaterial.
Kayu bila dipanaskan dalam keadaan kering akan berubah menjadi api(3)
3) Kesimpulan.[8]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
2. Drs.H.Abu Ahmadi dan Ir.A.Supatmo, Ilmu Alamiah Dasar, Rineka Cipta,
Jakarta, 1998
3. Drs.Mawardi-Ir.Nur Hidayati, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu
Budaya Dasar, Pustaka Setia, Bandung, 2007
4. Drs.Abdullah Ali dan Ir.Eny Rahma, Ilmu Alamiah Dasar, Bumi Aksara,
Jakarta, 1996
5. Trianto, Wawasan Ilmu Alamiah Dasar, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2007
[1] Trianto, Wawasan Ilmu Alamiah Dasar, (Jakarta:Prestasi Pustaka,2007), hal.60.
[3]Drs.Abdullah Ali dan Ir.Eny Rahma, Ilmu Alamiah Dasar, (Jakarta, Bumi Aksara,
1996), hal.2-3
7 Drs.Mawardi-Ir.Nur Hidayati, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya
Dasar, (Bandung:Pustaka Setia, 2007)hal 14-15
Tags: makalah
Prev: Biografi Muhammad Iqbal
Next: Realitas Kebudayaan
reply share
http://untunx83.multiply.com/journal/item/68/Ilmu_Alamiah_Dasar