You are on page 1of 89

Konsep Dasar Skizofrenia Paranoid dan Waham Kebesaran

Pengertian

Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang kronik, pada orang yang


mengalaminya tidak dapat menilai realitas dengan baik dan pemahaman diri
buruk (Kaplan dan Sadock, 1997). Gejalanya dibagi menjadi 2 kelompok yaitu
primer yang meliputi perubahan proses pikir, gangguan emosi, kemauan, dan
otisme. Sedangkan gejala sekunder meliputi waham, halusinasi, gejala katatonik.
Gejala sekunder merupakan manifestasi untuk menyesuaikan diri terhadap
gangguan primer. Skizofrenia dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu simplex,
hebefrenik, katatonik, paranoid, tak terinci, residual (Maslim, 2000). Dari
beberapa jenis skizofrenia diatas, terdapat skizofrenia paranoid. Jenis ini ditandai
oleh keasyikan (preokupasi) pada satu atau lebih waham atau halusinasi, dan
tidak ada perilaku pada tipe terdisorganisasi atau katatonik. Secara klasik
skizofrenia tipe paranoid ditandai terutama oleh adanya waham kebesaran atau
waham kejar, jalannya penyakit agak konstan (Kaplan dan Sadock, 1998).
Pikiran melayang (Flight of ideas) lebih sering terdapat pada mania, pada
skizofrenia lebih sering inkoherensi (Maramis, 1998). Kriteria waktunya
berdasarkan pada teori Townsend (1998), yang mengatakan kondisi klien jiwa
sulit diramalkan, karena setiap saat dapat berubah.

Waham menurut Maramis (1998), Keliat (1998) dan Ramdi (2000) menyatakan
bahwa itu merupakan suatu keyakinan tentang isi pikiran yang tidak sesuai
dengan kenyataan atau tidak cocok dengan intelegensia dan latar belakang
kebudayaannya, keyakinan tersebut dipertahankan secara kokoh dan tidak dapat
diubah-ubah. Mayer-Gross dalam Maramis (1998) membagi waham dalam 2
kelompok, yaitu primer dan sekunder. Waham primer timbul secara tidak logis,
tanpa penyebab dari luar. Sedangkan waham sekunder biasanya logis
kedengarannya, dapat diikuti dan merupakan cara untuk menerangkan gejala-
gejala skizofrenia lain, waham dinamakan menurut isinya, salah satunya adalah
waham kebesaran

Waham kebesaran adalah waham peningkatan kemampuan, kekuatan,


pengetahuan, identitas, atau hubungan khusus dengan dewa atau orang terkenal
(Kaplan dan Sadock, 1997). Pendapat ini juga didukung oleh Kusuma (1997)
yang menyatakan bahwa derajat waham kebesaran dapat terentang pembesar-
besaran yang ringan sampai karakteristik sesungguhnya dari waham kebesaran
psikotik. Isi waham umpamanya pasien telah melakukan penemuan yang penting
atau memiliki bakat yang tidak diketahui atau kesehatan yang sangat baik.

Etiologi

Predeposisi

Biologi

Skizofrenia paranoid disebabkan kelainan susunan saraf pusat, yaitu pada


diensefalon/ oleh perubahan-perubahan post mortem/ merupakan artefak pada
waktu membuat sediaan. Gangguan endokrin juga berpengaruh, pada teori ini
dihubungkan dengan timbulnya skizofrenia pada waktu pubertas, waktu
kehamilan atau puerperium dan waktu klimaterium. Begitu juga dengan
gangguan metabolisme, hal ini dikarenakan pada orang yang mengalami
skizofrenia tampak pucat dan tidak sehat, ujung ekstremitas sianosis, nafsu
makan berkurang dan berat badan menurun. Teori ini didukung oleh Adolf
Meyer yang menyatakan bahwa suatu konstitusi yang inferior/ penyakit badaniah
dapat mempengaruhi timbulnya skizofrenia paranoid (Maramis, 1998).

Menurut Schebel (1991) dalam Townsend (1998) juga mengatakan bahwa


skizofrenia merupakan kecacatan sejak lahir, terjadi kekacauan dari sel-sel
piramidal dalam otak, dimana sel-sel otak tersusun rapi pada orang normal.

Gangguan neurologis yang mempengaruhi sistem limbik dan ganglia basalis


sering berhubungan dengan kejadian waham. Waham oleh karena gangguan
neurologis yang tidak disertai dengan gangguan kecerdasan, cenderung memiliki
waham yang kompleks. Sedangkan waham yang disertai dengan gangguan
kecerdasan sering kali berupa waham sederhana (kaplan dan Sadock, 1997).

Psikologis

Menurut Carpenito (1998), klien dengan waham memproyeksikan perasaan


dasarnya dengan mencurigai. Pada klien dengan waham kebesaran terdapat
perasaan yang tidak adekuat serta tidak berharga. Pertama kali mengingkari
perasaannya sendiri, kemudian memproyeksikan perasaannya kepada lingkungan
dan akhirnya harus menjelaskan kepada orang lain. Apa yang seseorang pikirkan
tentang suatu kejadian mempengaruhi perasaan dan perilakunya. Beberapa
perubahan dalam berpikir, perasaan atau perilaku akan mengakibatkan perubahan
yang lain. Dampak dari perubahan itu salah satunya adalah halusinasi,dapat
muncul dalam pikiran seseorang karena secara nyata mendengar, melihat,
merasa, atau mengecap fenomena itu, sesuai dengan waktu, kepercayaan yang
irrasional menghasilkan ketidakpuasan yang ironis, menjadi karakter yang
"Wajib" dan "Harus.

Genetik

Faktor keturunan juga menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini dibuktikan


dengan penelitian pada keluarga-keluarga yang menderita skizofrenia dan
terutama anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri sebesar 0,9 -
1,8%, saudara kandung 7 - 15%, anak dengan salah satu orang tua yang
mengalami skizofrenia 7 - 16%, bila kedua orang tua mengalami skizofrenia 40 -
68%, kembar dua telur (heterozygot) 2-15%, kembar satu telur (monozygot) 61-
86% (Maramis, 1998).

Presipitasi

c.

Faktor ini dapat bersumber dari internal maupun eksternal.

Stresor sosiokultural

Stres yang menumpuk dapat menunjang terhadap awitan skizofrenia dan


gangguan psikotik lainnya (Stuart, 1998)

Stresor psikologis

Intensitas kecemasan yang tinggi, perasaan bersalah dan berdosa, penghukuman


diri, rasa tidak mampu, fantasi yang tak terkendali, serta dambaan-dambaan atau
harapan yang tidak kunjung sampai, merupakan sumber dari waham. Waham
dapat berkembang jika terjadi nafsu kemurkaan yang hebat, hinaan dan sakit hati
yang mendalam (Kartono, 1981).

Proses terjadinya waham

Waham adalah anggapan tentang orang yang hypersensitif, dan mekanisme ego
spesifik, reaksi formasi dan penyangkalan. Klien dengan waham, menggunakan
mekanisme pertahanan reaksi formasi, penyangkalan dan proyeksi. Pada reaksi
formasi, digunakan sebagai pertahanan melawan agresi, kebutuhan,
ketergantungan dan perasaan cinta. Kebutuhan akan ketergantungan
ditransformasikan menjadi kemandirian yang kokoh. Penyangkalan, digunakan
untuk menghindari kesadaran akan kenyataan yang menyakitkan. Proyeksi
digunakan untuk melindungi diri dari mengenal impuls yang tidak dapat diterima
didalam dirinya sendiri. Hypersensitifitas dan perasaan inferioritas, telah
dihipotesiskan menyebabkan reaksi formasi dan proyeksi, waham kebesaran dan
superioritas. Waham juga dapat muncul dari hasil pengembangan pikiran rahasia
yang menggunakan fantasi sebagai cara untuk meningkatkan harga diri mereka
yang terluka. Waham kebesaran merupakan regresi perasaan maha kuasa dari
anak-anak, dimana perasaan akan kekuatan yang tidak dapat disangkal dan
dihilangkan (Kaplan dan Sadock, 1997).

Cameron, dalam Kaplan dan Sadock, (1997) menggambarkan 7 situasi yang


memungkinkan perkembangan waham, yaitu : peningkatan harapan, untuk
mendapat terapi sadistik, situasi yang meningkatkan ketidakpercayaan dan
kecurigaan, isolasi sosial, situasi yang meningkatkan kecemburuan, situasi yang
memungkinkan menurunnya harga diri (harga diri rendah), situasi yang
menyebabkan seseorang melihat kecacatan dirinya pada orang lain, situasi yang
meningkatkan kemungkinan untuk perenungan tentang arti dan motivasi terhadap
sesuatu.

Gejala- gejala waham

Jenis skizofrenia paranoid mempunyai gejala yang khas yaitu waham primer,
disertai dengan waham-waham sekunder dan halusinasi (Maramis, 1998).
Menurut Kaplan dan Sadock (1997), kondisi klien yang mengalami waham
adalah:

Status mental

Pada pemeriksaan status mental, menunjukan hasil yang sangat


normal, kecuali bila ada sistem waham abnormal yang jelas.

Mood klien konsisten dengan isi wahamnya.

Pada waham curiga, didapatkan perilaku pencuriga.


Pada waham kebesaran, ditemukan pembicaraan tentang
peningkatan identitas diri, mempunyai hubungan khusus dengan
orang yang terkenal.

Adapun sistem wahamnya, pemeriksa kemungkinan merasakan


adanya kualitas depresi ringan.

Klien dengan waham, tidak memiliki halusinasi yang menonjol/


menetap, kecuali pada klien dengan waham raba atau cium. Pada
beberapa klien kemungkinan ditemukan halusinasi dengar.

Sensori dan kognisi

Pada waham, tidak ditemukan kelainan dalam orientasi, kecuali


yang memiliki waham spesifik tentang waktu, tempat dan situasi.

Daya ingat dan proses kognitif klien adalah intak (utuh).

Klien waham hampir selalu memiliki insight (daya titik diri) yang
jelek.

Klien dapat dipercaya informasinya, kecuali jika membahayakan


dirinya. Keputusan terbaik bagi pemeriksa dalam menentukan
kondisi klien adalah dengan menilai perilaku masa lalu, masa
sekarang dan yang direncanakan.

Tipe-tipe waham

Menurut kaplan dan sadock (1997), tipe-tipe waham antara lain:

Tipe Eritomatik: klien dicintai mati-matian oleh orang lain,


biasanya orang yang sangat terkenal, seperti artis, pejabat, atau
atasanya. Klien biasanya hidup terisolasi, menarik diri, hidup
sendirian dan bekerja dalam pekerjaan yang sederhana.

Tipe kebesaran (magalomania):yaitu keyakinan bahwa seseorang


memiliki bakat, kemampuan, wawasan yang luar biasa, tetapi
tidak dapat diketahui.

Waham cemburu, yaitu misalnya cemburu terhadap pasanganya.


Tipe ini jarang ditemukan (0,2%) dari pasien psikiatrik. Onset
sering mendadak, dan hilang setelah perpisahan/ kematian
pasangan. Tipe ini menyebapkan penyiksaan hebat dan fisik yang
bermakna terhadap pasangan, dan kemungkinan dapat membunuh
pasangan, oleh karena delusinya.

Waham kejar : keyakinan merasa dirinya dikejar-kejar, diikuti


oleh orang lain. Tipe ini paling sering ditemukan pada gangguan
jiwa. Dapat berbentuk sederhana, ataupun terperinci, dan biasanya
berupa tema yang berhubungan difitnah secara kejam, diusik,
dihalang-halangi, diracuni, atau dihalangi dalam mengejar tujuan
jangka panjang.

Waham tipe somatik atau psikosis hipokondrial


monosimptomatik. Perbedaan dengan hipokondrial adalah pada
derajat keyakinan yang dimiliki klien. Menetapnya waham
somatik yang tidak kacau tanpa adanya gejala psikotik lainya
menyatakan gangguan delosional/ waham tipe somatik.

Tahap-tahap halusinasi

Menurut Townsend (1998) tahap dari halusinasi antara lain :

Comforting (secara umum halusinasi bersifat menyenangkan)

Karakteristik : orang yang berhalusinasi mengalami keadaan emosi seperti


ansietas, kesepian, merasa bersalah, dan takut serta mencoba untuk memusatkan
pada penenangan pikiran untuk mengurangi ansietas; individu mengetahui bahwa
pikiran yang dialaminya tersebut dapat dikendalikan jika ansietasnya dapat
diatasi (nonpsikotik).

Perilaku pasien yang teramati : menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara,gerakan mata yang cepat,
respon verbal yang lamban, diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan.

Condemning (secara umum halusinasi menjijikan)

Karakteristik : pengalaman sensori bersifat menjijikan dan menakutkan, orang


yang berhalusinasi mulai merasa kehilangan kendali dan berusaha untuk
menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersepsikan, individu mungkin merasa
malu karena pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang lain
(nonpsikotik).
Perilaku pasien yang teramati : peningkatan saraf otonom yang menunjukan
ansietas misalnya peningkatan nadi, pernapasan dan tekanan darah, penyempitan
kemampuan konsentrasi, dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin
kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realitas.

Controling (pengalaman sensori menjadi penguasa)

Karakteristik : orang yang berhalusinasi menyerah untuk melawan pengalaman


halusinasinya dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya, isi halusinasi dapat
berupa permohonan, individu mungkin mengalami kesepian jika pengalaman
sensori tersebut berakhir (psikotik).

Perilaku pasien yang teramati : lebih cenderung mengikuti petunjuk yang


diberikan oleh halusinasinya daripada menolaknya, kesulitan dalam berhubungan
dengan orang lain,rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik, gejala fisik
dan ansietas berat seperti berkeringat, tremor, ketidakmampuan mengikuti
petunjuk.

Conquering (secara umum halusinasi menjadi lebih rumit dan saling terkait
dengan jumlah pasien yang masuk adalah delusi).

Karakteristik : pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak


mengikuti perintah, halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari
apabila tidak ada intervensi terapeutik (psikotik).

Perilaku pasien yang teramati : perilaku menyerang atau teror seperti panik,
sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain, kegiatan fisik
merefleksikan isi halusinasi seperti amuk, agitasi, menarik diri, atau kataton,
tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.

Penatalaksanaan

Farmakoterapi

Tatalaksana pengobatan skizofrenia paranoid mengacu pada penatalaksanaan


skizofrenia secara umum menurut Townsend (1998), Kaplan dan Sadock (1998)
antara lain :

Anti Psikotik

Jenis- jenis obat antipsikotik antara lain :


Chlorpromazine

Untuk mengatasi psikosa, premidikasi dalam anestesi, dan mengurangi gejala


emesis. Untuk gangguan jiwa, dosis awal : 3×25 mg, kemudian dapat
ditingkatkan supaya optimal, dengan dosis tertinggi : 1000 mg/hari secara oral.

Trifluoperazine

Untuk terapi gangguan jiwa organik, dan gangguan psikotik menarik diri. Dosis
awal : 3×1 mg, dan bertahap dinaikkan sampai 50 mg/hari.

Haloperidol

Untuk keadaan ansietas, ketegangan, psikosomatik, psikosis,dan mania. Dosis


awal : 3×0,5 mg sampai 3 mg.

Obat antipsikotik merupakan obat terpilih yang mengatasi gangguan waham.


Pada kondisi gawat darurat, klien yang teragitasi parah, harus diberikan obat
antipsikotik secara intramuskular. Sedangkan jika klien gagal berespon dengan
obat pada dosis yang cukup dalam waktu 6 minggu, anti psikotik dari kelas lain
harus diberikan. Penyebab kegagalan pengobatan yang paling sering adalah
ketidakpatuhan klien minum obat. Kondisi ini harus diperhitungkan oleh dokter
dan perawat. Sedangkan terapi yang berhasil dapat ditandai adanya suatu
penyesuaian sosial, dan bukan hilangnya waham pada klien.

Anti parkinson

Triheksipenydil (Artane)

Untuk semua bentuk parkinsonisme, dan untuk menghilangkan reaksi


ekstrapiramidal akibat obat. Dosis yang digunakan : 1-15 mg/hari

Difehidamin

Dosis yang diberikan : 10- 400 mg/hari

Anti Depresan

Amitriptylin

Untuk gejala depresi, depresi oleh karena ansietas, dan keluhan somatik. Dosis :
75-300 mg/hari.

Imipramin
Untuk depresi dengan hambatan psikomotorik, dan depresi neurotik. Dosis awal :
25 mg/hari, dosis pemeliharaan : 50-75 mg/hari.

Anti Ansietas

Anti ansietas digunakan untuk mengotrol ansietas, kelainan somatroform,


kelainan disosiatif, kelainan kejang, dan untuk meringankan sementara gejala-
gejala insomnia dan ansietas. Obat- obat yang termasuk anti ansietas antara lain:

Fenobarbital : 16-320 mg/hari

Meprobamat : 200-2400 mg/hari

Klordiazepoksida : 15-100 mg/hari

Psikoterapi

Elemen penting dalam psikoterapi adalah menegakkan hubungan saling percaya.


Terapi individu lebih efektif dari pada terapi kelompok. Terapis tidak boleh
mendukung ataupun menentang waham, dan tidak boleh terus-menerus
membicarakan tentang wahamnya. Terapis harus tepat waktu, jujur dan membuat
perjanjian seteratur mungkin. Tujuan yang dikembangkan adalah hubungan yang
kuat dan saling percaya dengan klien. Kepuasan yang berlebihan dapat
meningkatkan kecurigaan dan permusuhan klien, karena disadari bahwa tidak
semua kebutuhan dapat dipenuhi. Terapis perlu menyatakan pada klien bahwa
keasyikan dengan wahamnya akan menegangkan diri mereka sendiri dan
mengganggu kehidupan konstruktif. Bila klien mulai ragu-ragu dengan
wahamnya, terapis dapat meningkatkan tes realitas.

Sehingga terapis perlu bersikap empati terhadap pengalaman internal klien, dan
harus mampu menampung semua ungkapan perasaan klien, misalnya dengan
berkata : "Anda pasti merasa sangat lelah, mengingat apa yang anda lalui, "tanpa
menyetujui setiap mis persepsi wahamnya, sehingga menghilangnya ketegangan
klien. Dalam hal ini tujuannya adalah membantu klien memiliki keraguan
terhadap persepsinya. Saat klien menjadi kurang kaku, perasaan kelemahan dan
inferioritasnya yang menyertai depresi, dapat timbul. Pada saat klien membiarkan
perasaan kelemahan memasuki terapi, suatu hubungan terapeutik positif telah
ditegakkan dan aktifitas terpeutik dapat dilakukan.

Terapi Keluarga
Pemberian terapi perlu menemui atau mendapatkan keluarga klien, sebagai
sekutu dalam proses pengobatan. Keluarga akan memperoleh manfaat dalam
membantu ahli terapi dan membantu perawatan klien.

Diagnosa Medis

Penentuannya mengikuti diagnosa multiaksila yang terdiri dari 5 aksis

Aksis I : gangguan klinis

Aksis II : gangguan kepribadian

Aksis III : kondisi medik umum

Aksis IV : Masalah Psikososial dan lingkungan

Aksis V : penilaian peran dan fungsi 1 tahun terakhir

Tujuan dari diagnosa multiaksila

Mencakup informasi yang komprehensif (gangguan jiwa, kondisi medik umum,


masalah psikososial, dan lingkungan, taraf fungsi secara global), sehingga dapat
membantu dalam

Perencanaan terapi

Meramalkan "Outcame" atau prognosis

Format yang mudah dan sistematik, sehingga dapat membantu dalam :

Menata dan mengkomunikasikan informasi klinis

Menangkap kompleksitas situasi klinis

Menggambarkan heterogenitas individual dengan diagnosa klinis yang sama.

Memacu penggunaan "Model Bio-Psiko-Sosial"dalam klinis, pendidikan dan


penelitian (PPDGJ-III, 2002)

__________ Information from ESET Smart Security, version of virus signature


database 4436 (20090918) __________

The message was checked by ESET Smart Security.


EPISODE MANIA DENGAN GEJALA PSIKOTIK
I. PENDAHULUAN

Episode mania merupakan suatu episode meningkatnya afek seseorang yang jelas,
abnormal, menetap, ekspansif, dan iritabel. Gejala mania meliputi cara berbicara
yang cepat, berpikir cepat, kebutuhan tidur berkurang, perasaan senang atau bahagia ,
dan peningkatan minat pada suatu tujuan. Selain itu, tampak sifat mudah marah,
mengamuk, sensitive, hiperaktif, dan waham kebesaran.1

Penderita biasanya merasa senang, tetapi juga bisa mudah tersinggung, senang
bertengkar atau memusuhi secara terang-terangan. Yang khas adalah bahwa
penderita yakin dirinya baik-baik saja. Kurangnya pengertian akan keadaannya
sendiri disertai dengan aktivitas yang sangat luar biasa, bisa menyebabkan penderita
tidak sabar, mengacau, suka mencampuri urusan orang lain dan jika kesal akan lekas
marah dan menyerang. 2

Perhatian penderita mudah teralihkan dan selalu berpindah-pindah dari satu tema ke
tema lainnya. Penderita memiliki keyakinan yang salah mengenai kekayaan,
kekuasaan, keahlian dan kecerdasan seseorang; dan kadang menganggap dirinya
adalah Tuhan. Penderita yakin bahwa dirinya sedang dibantu atau dihukum oleh
orang lain; atau memiliki halusinasi, yaitu mendengar dan melihat benda-benda yang
sesungguhnya tidak ada.2

Penderita tidak henti-hentinya mengikuti berbagai kegiatan (misalnya usaha dagang


yang beresiko, judi atau perilaku seksual yang berbahaya), tanpa memikirkan bahaya
sosial yang mungkin terjadi.

Pada kasus yang berat, aktivitas fisik dan mental penderita sangat hiruk pikuk. Pada
keadaan ini diperlukan penanganan segera, karena penderita bisa meninggal akibat
kelelahan fisik yang luar biasa. 2

II. ETIOLOGI

Kelainan fisik yang bisa menyebabkan mania:2

1. Efek samping obat-obatan

- Amfetamin

- Obat anti-depresi

- Bromokriptin

- Kokain

- Kortikosteroid

- Levodopa
- Metilfenidat

2. Infeksi

¥ AIDS

¥ Ensefalitis

¥ Influenza

¥ Sifilis (stadium lanjut)

3. Kelainan hormonal

- Hipertiroidisme

4. Penyakit jaringan ikat

- Lupus eritematosus sistemik

5. Kelainan neurologis

Ø Tumor otak

Ø Cedera kepala

Ø Korea Huntington

Ø Sklerosis multipel

Ø Stroke

Ø Korea Sydenham

Ø Epilepsi lobus temporalis

III. EPIDEMIOLOGI

Mania merupakan suatu gangguan afektif dengan persentasi 12 % dari seluruh


gangguan afektif. Onset rata-rata umur pada pasien dewasa dengsn mania adalah 55
tahun dengan perbandingan jumlah pria dan wanita 2 : 1. Prevalensi timbulnya mania
sekitar 0,1% pertahun.3

IV. GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinik yang dapat tampak pada pasien mania :4

¥ Tampilan umum : bersemangat , banyak bicara , melawak, hiperaktif, dan


memperlihatkan gejala psikotik.

¥ Alam perasaan : Mudah tersinggung, tidak mudah frustasi, mudah marah dan
menyerang, emosinya tidak stabil, bisa cepat berubah dan gembira ke depresi dalam
beberapa saat.

¥ Cara bicara : Bicaranya sukar dipotong, volume keras, loncatan gagasan (flight of
ideas),asosiasi menjadi longgar, konsentrasi berkurang, bisa inkoheren dan
neologisme sehingga sukar dibedakan dengan pasien skizofrenia.

¥ Gangguan persepsi :75% pasien mania mengalami waham, biasanya berhubungan


dengan kekayaan, kemampuan yang luar biasa, kekuatan atau kehebatan yang luar
biasa. Kadang ada waham dan halusinasi yang kacau dan tidak serasi.

¥ Gangguan pikiran : Pikiran pasien terisi dengan rasa percaya diri yang berlebihan,
merasa hebat. Mereka mudah teralihkan perhatiannya, sangat produktif dan tidak
terkendalikan.

¥ Gangguan sensorium dan fungsi kognitif : Ada sedikit gangguan pada fungsi
sensorium dan kognitif, terkadang jawaban tidak sesuai pertanyaan meskipun tidak
ada gangguan tidak ada gangguan orientasi dan daya ingat.

¥ Gangguan pengendalian diri : Sekitar 75% pasien mania suka mengancam dan
menyerang. Mereka sukar mengendalikan diri untuk tidak melakukan hal-hal
merugikan kalau tersinggung atau marah.

¥ Reliabilitas : Pasien mania sering berbohong ketika memberikan informasi, Karena


berdusta dan menipu adalah biasa bagi mereka.

V. DIAGNOSIS

Berdasarkan tabel Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi 3 yang
direvisi (DSM-III-R), kriteria diagnostik episode mania adalah sebagai berikut :

a. Suatu masa yang berbatas jelas dengan afek yang abnormal,menetap, ekspansif,
dan iritabel.

b. Saat terjadinya gangguan afek,sedikitnya ada 3 dari gejala di bawah ini ( 4 bila
afeknya hanya iritabel ) dan cukup dirasakan oleh lingkungannya.

i. Harga diri yang dibesarkan atau grandiosis

ii. Kebutuhan tidur berkurang

iii. Suka bicara lebih dari biasanya dan ada dorongan untuk bicara terus

iv. Loncat pikir atau ia merasa alur pikirnya seperti berpacu.

v. Mudah teralihkan perhatiannya


vi. Bertambahnya kegiatan yang bertujuan atau agitasi psikomotor.

vii. Ikut serta secara berlebih pada kegiatan yang menggembirakan yang beresiko
tinggi untuk mengakibatkan penderitaan.

c. Gangguan afek yang cukup gawat menyebabkan gangguan yang nyata dalam
fungsi kerja, kegiatan social, atau hubungan dengan orang lain, atau membutuhkan
perawatan inap demi mencegah menciderai diri atau orang lain.

d. Pada saat tiada gangguan afek yang menonjol, tak ada halusinasi atau waham
selama 2 minggu.

e. Tidak bertumpang tindih pada skizofrenia, gangguan skizofreniform, gangguan


waham, atau gangguan psikotik yang tak ditentukan.

f. Tak dapat dibuktikan bahwa factor organic menyebabkan atau mempertahankan


gangguan itu.5

Setelah menegakkan diagnosa suatu episode mania, maka harus dibedakan antara
hipomania, episode mania dengan tanpa gejala psikotik, dan episode mania dengan
gejala psikotik.

Dari ICD-10 Classification of Mental and Behavioral Disorders: Diagnostic Criteria


for Research, disebutkan pedoman diagnostic episode mania dengan gejala psikotik :
5

A. Suasana perasaan meningkat dengan jelas, ekspansif, atau iritabel, dan abnormal
bagi pribadi yang bersangkutan. Perubahan suasana perasaan harus nyata dan
menetap sekurangnya selama 1 minggu( kecuali jika cukup berat dan membutuhkan
perawatan rumah sakit).

B. Setidaknya ada 3 tanda yang harus menyertai ( 4 bila afeknya hanya iritabel ) :

1. Peningkatan aktivitas atau kegelisahan fisik.

2. Suka bicara ( ada dorongan untuk bicara terus )

3. flight of ideas atau alur pikirnya seperti berpacu.

4. hilangnya larangan sosial normal, menyebabkan perilaku yang tidak sesuai kepada
keadaan

5. kebutuhan tidur berkurang

6. meningkatnya harga diri atau grandiositas

7. distraktibilitas atau perubahan terus-menerus dalam aktivitas dan rencana.


8. Perilaku sembrono atau membabibuta dengan resiko yang tidak diketahui

9. Kecerobohan seksual.

C. Episode tidak dihubungkan dengan penggunaan zat psikoaktif atau gangguan


mental organic lain.

D. Episode tidak bertumpang tindih dengan kriteria skizofrenia atau gangguan


skizoafektif tipe mania.

E. Waham atau halusinasi muncul.

Dari Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa ( PPDGJ ) III, pedoman
diagnosis untuk Mania dengan Gangguan Psikotik :6

· Gambaran klinis merupakan bentuk mania yang lebih berat dari F30.1 (Mania tanpa
gejala psikotik )

· Harga diri yang membubung dan gagasan kebesaran dapat berkembang menjadi
waham kebesaran ( delusion of grandeur ), iritabilitas, dan kecurigaan menjadi
waham kejar ( delusion of persecution ). Waham dan halusinasi “sesuai” dengan
keadaan afek tersebut(mood congruent).

VI. DIAGNOSIS BANDING

a. Skizofrenia (F20.-)

Skizofrenia dapat diawali dengan gangguan emosi dan afek sehingga memberikan
gambaran yang hamper mirip dengan episode mania. Kepribadian seorang dengan
gangguan mania hangat dan mudah bersahabat, sedangkan pada seorang dengan
skizofrenia biasanya pendiam, jauh dari pergaulan, dan menutup diri.7

b. Skizofrenia tipe manic (F25.0)

Pada skizofrenia tipe mania terjadi ketidaksesuaian gejala afek dengan waham dan
halusinasi (mood incongruent) sangat menonjol.

VII. PENATALAKSANAAN

1. Secara umum

Penderita perlu dirawat di rumah sakit karena biasanya tidak mempunyai pandangan
dan kesadaran terhadap dirinya, sehingga dapat membahayakan kesehatan fisiknya
seperti kurang memperhatikan kebersihan diri, tidak mau makan, tidak tidur berhari-
hari,membuang banyak uang atau menghabiskan miliknya yang sudah secara rutin
secara tidak bertanggungjawab.7

2. Terapi kimiawi
a. Obat yang dapat diberikan ada beberapa senyawa :

- Senyawa phenothiazine

o Promazine (prazine/verophen) 100 – 600 mg/hari

o Chlorpromazine(Largaktil / Megaphen / Propaphenin , Thorazine) 75 – 500


mg/hari

o Levomepromazine(Nozinan/Neurocil) 75 – 300 mg/hari

o Thioridazine (Melleril) 75 – 500 mg/hari

o Trifluoperazine (Stelazine) 3 – 30 mg/hari

- Senyawa alkaloid Rauwolfla

o Reserpine (Serpasil) 3 – 9 mg/hari

- Senyawa butyrophenone

o Haloperidol (Haldol/Serenace/ Vesalium) 3 – 5 mg/hari

3. Terapi elektrolit

Lithium Carbonat dapat diberikan dalam jumlah 1 gr/hari, umumnya dalam bentuk
tablet.7

4. Psikososial

o terapi keluarga

o terapi interpersonal

o terapi tingkah laku

o therapeutic community

o kurangi jumlah dan berat stressor

VIII. PROGNOSIS

Rata-rata durasi episode mania adalah sekitar 2 bulan. Dengan 95% sembuh
sempurna. Dhingra & Rabins (1991) mengamati pasien usia lanjur dengan mania
selama 5 – 7 tahun dan menemukan 34% pasien meninggal. Selama pengamatan,
32% pasien mengalami penurunan fungsi kognitif yang diukur dengan Mini Mental
State Examination dengan skor kurang dari 24. 72% pasien mengalami bebas dari
gejala dan 80% dapat hidup independent. 8
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan,Harold I., Benjamin J.Sadock. alih bahasa Wicaksana M Roan. 2000. Ilmu
Kedokteran Jiwa Darurat. Jakarta :
2. Anonim. Mania. Available on http://www.medicastore.com/med/detail_pyk.php?
id=&iddtl=263&idktg=5&idobat=&UID=20080207100615125.162.244.122.
Diakses tanggal 6 Februari 2008.
3. Shulman,Ken. Mania. Available on
http://www.rcpsych.ac.uk/pdf/semOAP_ch8.pdf. Diakses tanggal 6 Februari 2008.
4. Widya, Surya. Simposium Sehari Kesehatan Jiwa Dalam Rangka Menyambut Hari
Kesehatan Jiwa Sedunia : Gangguan Afektif. 27 Oktober 2007. Diakses 6 Februari
2008
5. Sadock, Benjamin James, Virgina Alcott Sadock. 2007. Kaplan & Sadock's
Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. New
York : Lippincott Williams & Wilkins
6. Maslim,Rusdi. 2001.Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ III.
Jakarta : PT Nuh Jaya. p61
7. Roan,Wicaksana Martin.1979.Ilmu Kedokteran Jiwa Psychiatry. Jakarta
8. Gelder,Michael, Dennis Gath, Richard Mayou. Oxford Textbook of Psychiatry
2nd edition. Oxford : Oxford University Press
9. Kumar & Clark. Clinical Medicine 5th ed. New York. Elsevier Press
10. Ingram,I.M.,G.C. Timbury, R.M. Mowbray. Editor Peter Anugrah.2002. Catatan
Kuliah Psikiatri edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

MANIA TANPA GEJALA PSIKOTIK

I. PENDAHULUAN

Episode mania merupakan bagian dari gangguan suasana perasaan atau


gangguan afektif/ “Mood” dimana kelainan fundamental dari kelompok ini
berupa perubahan suasana perasaan (mood) atau afek, biasanya kearah
depresi (dengan atau tanpa anxietas yang menyertainya), atau kearah elasi
(suasana perasaan yang meningkat). Perubahan afek ini biasanya disertai
dengan suatu perubahan pada keseluruhan tingkat aktivitas, dan
kebanyakan gejala lainnya adalah sekunder terhadap perubahan itu, atau
mudah dipahami hubungannya dengan perubahan tersebut.(1)
Mania merupakan status mental abnormal yang ditandai dengan euforia,
disinhibisi sosial, aliran pikiran yang cepat, susah tidur, berbicara terus
menerus, mudah mengambil resiko dan bersifat iritabilitas.(2,3)

Gangguan afektif dibedakan menurut episode tunggal atau multipel, tingkat


keparahan gejala (mania dengan gejala psikotik ◊ mania tanpa gejala
psikotik ◊ hipomania, dan depresi ringan, sedang, berat tanpa gejala
psikotik hingga berat dengan gejala psikotik), dan menurut dengan atau
tanpa gejala somatik.(1)
Mania tanpa gejala psikotik termasuk dalam episode mania, ditandai
dengan karakteristik dalam afek yang meningkat, disertai dengan
peningkatan dalam jumlah dan kecepatan aktivitas fisik dan mental, dalam
berbagai derajat keparahan. Kategori ini hanya untuk satu episode manik
tunggal (yang pertama). Termasuk dalam kelompok ini hipomania, mania
tanpa gejala psikotik, dan mania dengan gejala psikotik. Jika ada episode
afektif (depresi, manik, atau hipomanik) sebelum atau sesudahnya, maka
termasuk gangguan afektif bipolar (F31).(1,4)

II. EPIDEMIOLOGI
Serangan pertama bisa muncul pada usia 15 dan 30 tahun, tetapi bisa
muncul pada berbagai usia dari masa kanak-kanak hingga dekade 7 atau 8.
Prevalensi terjadinya mania 0,1% terjadi di atas usia 65 tahun, 1,4% dapat
terjadi dalam kelompok usia 18-44 tahun. Mania dapat terjadi pada usia tua
(rata-rata 55 tahun) dengan perbadingan antara perempuan dan laki-laki
2:1.(2)

III. ETIOLOGI
Dasar umum untuk gangguan ini tidak ketahui. Penyebabnya merupakan
interaksi antara faktor biologis, faktor genetik dan faktor psikososial. Bukan
hanya tidak mungkin untuk menyingkirkan faktor psikososial, namun faktor
nongenetik mungkin memainkan peranan kausatif dalam perkembangan
gangguan ini pada sekurangnya beberapa pasien.(4)
Genetika. Pola penurunan genetika terjadi melalui mekanisme yang
kompleks. Penelitian kembar menunjukkan angka kesamaan sebesar 70%
untuk kembar monozigot dan 20% untuk kembar dizigot. Insiden dalam
masyarakat umum sebesar 1% dan dalam keluarga tingkat pertama 10-15%.
Jenis transmisinya kemungkinan poligenik, mengarah ke berbagai tingkat
predisposisi. Penyakit bipolar dan unipolar bersifat menurun.(4,5)
Biokimia. Biokimia dari kelainan afektif tetap tidak diketahui, walaupun
dua hipotesis tentang senyawa amina menghasilkan banyak penyelidikan
selama bertahun-tahun. Hipotesis katekolamin menyatakan bahwa
setidaknya beberapa penyakit mania mungkin berhubungan dengan
kelebihan katekolamin di dalam otak. Hipotesis indolamina juga membuat
pernyataan serupa untuk 5 hydroxytriptamin (5HT). Metabolit utamanya
asam 5-hydroxyindoleacetic acid (5 HIAA). Kelainan metabolit amin
biogenik seperti 5-hydroxyindoleacetic acid (5 HIAA), homovanillic acid
(HVA), 3-metoksi-4-hidroksifenilglikol (MHPG) dalam darah, urin, dan cairan
cerebrospinal dilaporkan ditemukan pada pasien.(4,5)
Terjadinya mania secara biologi sampai saat ini belum diketahui dengan
pasti. Terdapat hipotesis yang menjelaskan bahwa jumlah neurotransmitter
serotonin di lobus temporal mungkin sangat tinggi sehingga terjadi mania.
Dopamin, norepinephrine, glutamate dan GABA juga mengambil peranan
yang penting. Lobus temporal berperan dalam berbicara, belajar,
membaca, asosiasi huruf berisi amygdala, yang merupakan pusat emosional
di otak. Bagian kiri amygdala lebih aktif pada wanita yang mania dan
korteks orbitofrontal merupakan bagian yang kurang aktif (2005).(3)
Psikososial. Hal ini berhubungan dengan psikis (kejiwaan) dan keadaan
lingkungan sosial seorang penderita mania. Kepribadian premorbid biasanya
menunjukkan adanya gangguan afek yang ringan selama hidupnya. Keadaan
ini tidak berhubungan dengan penyebab eksterna. Kepribadian atau
personalitas penderita mania biasanya berperilaku lebih riang, energitik,
dan lebih ramah dari rata-rata. Penelitian terbaru menemukan bahwa
penderita gangguan bipolar afektif yang menggunakan obat-obatan maupun
alkohol, memiliki onset yang lebih awal dan penyakit yang lebih parah
daripada yang tidak menggunakannya. Para pengguna obat-obatan dan
alkohol tersebut lebih bersifat iritabel dengan mood/perasaan yang mudah
berubah serta lebih resisten terhadap pengobatan dan lebih cenderung
untuk dirawat inap di rumah sakit. Meskipun terdapat perdebatan dalam
perbandingan penggunaan obat-obatan dan alkohol dan terjadinya
gangguan afektif, tetapi secara umum insidens terjadinya gangguan ini
pada pengguna alkohol beberapa kali lebih banyak daripada populasi lain
yang tidak menggunakannya (sekitar 6%-9%).(5,13)

IV. GEJALA KLINIS


Episode mania
Biasanya paling sedikit berlangsung selama satu minggu hampir setiap hari,
afeknya meningkat, lebih gembira, mudah tersinggung (iritabel) atau
membumbung tinggi (ekspresif) dan terdapat hendaya dalam fungsi
kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala berupa: penurunan
kemampuan bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
¬ Tampilan umum :
Bersemangat, banyak bicara, melawak, hiperaktif. Ada kalanya mereka
memperlihatkan gejala psikotik dan bingung sehingga perlu difiksasi dan
diberikan suntikan antipsikotik.
¬ Alam perasaan, emosi :
Perasaannya hiperthym, mudah tersinggung, tidak mudah frustrasi, mudah
marah dan menyerang. Emosinya tidak stabil, bisa cepat berubah dan
gembira ke depresi dalam beberapa menit saja.
¬ Cara bicara:
Bicaranya sukar dipotong, bombastis, volumenya keras, bermain dengan
kata-kata, bercanda, berpantun, dan tidak relevan. Selanjutnya bisa terjadi
loncat gagasan, asosiasi menjadi longgar, konsentrasi berkurang, bisa
inkoheren sehingga sukar dibedakan dengan pasien skizofrenia.
¬ Gangguan persepsi:
75 % pasien mania mengalami waham, yang biasanya berhubungan dengan
kekayaan, kemampuan yang luar biasa, kekuatan atau kehebatan yang luar
biasa. Kadang-kadang ada waham dan halusinasi yang kacau dan tidak
serasi.
¬ Gangguan pikiran:
Pikiran pasien terisi dengan rasa percaya diri yang berlebihan, merasa
hebat. Mereka mudah teralihkan perhatiannya, sangat produktif dan tidak
terkendalikan.
¬ Gangguan sensorium dan fungsi kognitif:
Ada sedikit gangguan pada fungsi sensorium dan kognitif, terkadang
jawaban tidak sesuai dengan pertanyaan meskipun tidak ada gangguan
orientasi dan daya ingat.
¬ Gangguan pengendalian diri:
Sekitar 75 % pasien mania suka mengancam dan menyerang. Ada juga yang
melakukan homicide dan suicide. Mereka sukar menahan diri untuk tidak
melakukan hal-hal yang merugikan kalau sedang tersinggung atau marah.
¬ Tilikan:
Pada umumnya pasien mania mengalami gangguan tilikan. Mereka mudah
melanggar hukum, pelanggaran dibidang seksual dan keuangan, kadang-
kadang mereka menyebabkan kebangkrutan ekonomi keluarga.
¬ Reliabilitas:
Pasien mania sering berbohong ketika memberikan informasi, karena
berdusta dan menipu adalah biasa untuk mereka. (1,3,4,6,7,8)

V. DIAGNOSIS
Berdasarkan pedoman diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ-III), mania tanpa
gejala psikotik:
• Episode harus berlangsung sekurang-kurangnya 1 minggu, dan cukup berat
sampai mengacaukan seluruh atau hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas
sosial yang biasa dilakukan.
• Perubahan afek harus disertai dengan energi yang bertambah sehingga
terjadi aktivitas yang berlebihan, percepatan dan kebanyakan bicara,
kebutuhan tidur yang berkurang, ide-ide perihal kebesaran/ ”grandiose
ideas” dan terlalu optimistik.
• Ditambah dengan paling sedikit 4 gejala berikut ini :
¬ peningkatan aktivitas (ditempat kerja, dalam hubungan sosial atau
seksual), atau ketidak-tenangan fisik
¬ lebih banyak berbicara dari lazimnya atau adanya dorongan untuk
berbicara terus menerus
¬ lompat gagasan (flight of ideas) atau penghayatan subjektif bahwa
pikirannya sedang berlomba (mania dengan gejala psikotik)
¬ rasa harga diri yang melambung tinggi (grandiositas, yang dapat bertaraf
sampai waham/delusi)
¬ berkurangnya kebutuhan tidur
¬ mudah teralih perhatian, yaitu perhatiannya terlalu cepat tertarik
kepada stimulus luar yang tidak penting atau yang tak berarti
¬ keterlibatan berlebih dalam aktivitas-aktivitas yang mengandung
kemungkinan resiko tinggi dengan akibat yang merugikan apabila tidak
diperhitungkan secara bijaksana, misalnya berbelanja berlebihan, tingkah
laku seksual secara terbuka, penanaman modal secara bodoh, mengemudi
kendaraan (mengebut) secara tidak bertangguang jawab dan tanpa
perhitungan.(1,9,10,11)
Kriteria ICD–10 untuk episode mania
(World Health Organization, 1992)
Tanpa gejala psikotik:
1. Elevasi mood atau perasaan dan iritabilitas
2. Peningkatan energi dan overaktivitas
3. Berbicara terus menerus
4. Jangka waktu tidur menjadi pendek
5. Disinhibisi sosial
6. Perhatiannya mudah teralih
7. Grandiositas
8. Gemar menghambur-hamburkan uang atau hidup foya-foya
9. Agresif.(2)

VI. DIAGNOSIS BANDING


• Intoksikasi alkohol
• Hiperkinesia pada kanak-kanak
• Tiroitoxikosa. (12)

VII. PENATALAKSAAN
1. Secara umum
Penderita perlu dirawat di dalam rumah sakit karena biasanya tidak
mempunyai pandangan dan kesadaran terhadap dirinya, sehingga dapat
membahayakan kesehatan fisiknya seperti kurang memperhatikan
kebersihan diri, tidak mau makan, tidak tidur berhari-hari, membuang
banyak uang atau menghabiskan miliknya yang memang sudah rutin
dilakukan, sehingga perlu diawasi.

2. Terapi kimiawi
Obat Antimania
Obat antimania mempunyai beberapa sinonim, antara lain mood
modulators, mood stabilizer, dan antimanik. Obat acuan untuk antimania
adalah Lithium Carbonate. Penggolongan:
a. Mania Akut : Haloperidol. Carbamazepine, Valproic Acid, Divalproex Na
b. Profilaksis Mania: Lithium Carbonate

Obat yang dapat menenangkan perlu diberikan untuk mengurangi aktivitas


penderita yang melelahkan dan agar dapat menahan penderita untuk tetap
tinggal di rumah. Obat yang dapat diberikan:
¬ senyawa fenotiazine: promazine (100-600mg/hari), Chlorpromazine (75-
500mg/hari, trifluoperazine (3-30mg/hari), perphenazine (8-30mg/hari),dll
¬ senyawa alkaloid: reserpine (3-9mg/hari)
¬ senyawa butyrophenone: Haloperidol (3-5mg/hari). Untuk kasus akut
haloperidol menjadi drug of choice dan dapat mengendalikan perilaku.
Pada kasus yang sangat berat dapat diberikan 5-10 mg secara intramuskular
dan dapat diulang 2-4 jam sampai dosis total mencapai 30 mg. selanjutnya
sama dengan kasus ringan dilanjutkan dengan 5-10 mg peroral tiga kali
sehari.

3. Terapi elektrolit
Senyawa litium karbonat: Litium karbonat (400-1200mg/hari), dapat
digunakan sebagai profilaksis mania dengan beberapa serangan dalam
interval 2 tahun atau kurang. Litium juga efektif untuk mania akut, tetapi
hanya setelah diberi terapi lain selama seminggu. Menggabungkan obat ini
dengan haloperidol nampaknya agak berbahaya. Jika terapi litium gagal
setelah dicoba selama paling kurang setahun, maka dapat diberikan
suntikan depot flupentiksol dekanoat untuk pofilaksis.(5,12)

4. Terapi Psikososial
• terapi keluarga
• terapi interpersonal
• terapi tingkah laku
• therapeutic community
• kurangi jumlah dan berat stressor.(3)

VII. PROGNOSIS
4% mania dapat berulang, intervalnya tidak teratur dan tidak dapat
diramalkan, tetapi dengan peningkatan jumlah serangan, maka waktu
interval cenderung berkurang. Prognosis diperkirakan baik bila episodenya
ringan, tidak ada gejala psikotik, dan tinggal di RS dalam waktu yang
singkat. Gambaran prognostik yang memuaskan dan indikator respon yang
baik terhadap terapi fisik mencakup gejala endogen yang khas, misalnya
mulainya mendadak, kepribadian premorbidnya stabil tanpa sifat neurotik
dan sebaliknya gambaran prognostik menjadi buruk jika ada
depersonalisasi, sifat bawaan histeri dan gejala atipik lainnya. Gangguan ini
cenderung memiliki perjalanan penyakit yang panjang dan mengalami
kekambuhan 90% berulang dalam 10 tahun. (4,5,10)

VIII. KESIMPULAN
Episode mania merupakan bagian dari gangguan suasana perasaan atau
gangguan afektif/ “Mood” dimana kelainan fundamental dari kelompok
gangguan afektif ini berupa perubahan suasana perasaan (mood) atau afek,
biasanya kearah depresi (dengan atau tanpa anxietas yang menyertainya),
atau kearah elasi (suasana perasaan yang meningkat). Serangan pertama
bisa muncul pada usia 15 dan 30 tahun, tetapi bisa muncul pada berbagai
usia dari masa kanak-kanak hingga dekade 7 atau 8.
Dasar umum untuk gangguan ini tidak ketahui. Penyebabnya merupakan
interaksi antara faktor biologis, faktor genetik dan faktor psikososial. Bukan
hanya tidak mungkin untuk menyingkirkan faktor psikososial, namun faktor
nongenetik mungkin memainkan peranan kausatif dalam perkembangan
gangguan ini pada sekurangnya beberapa pasien
Biasanya paling sedikit berlangsung selama satu minggu hampir setiap hari,
afeknya meningkat, lebih gembira, mudah tersinggung (iritabel) atau
membumbung tinggi (ekspresif) dan terdapat hendaya dalam fungsi
kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala: penurunan kemampuan
bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin
Mania tanpa gejala psikotik harus berlangsung sekurang-kurangnya 1
minggu, dan cukup berat sampai mengacaukan seluruh atau hampir seluruh
pekerjaan dan aktivitas sosial yang biasa dilakukan dan terdapat perubahan
afek harus disertai dengan energi yang bertambah sehingga terjadi aktivitas
yang berlebihan, percepatan dan kebanyakan bicara, kebutuhan tidur yang
berkurang, ide-ide perihal kebesaran/ ”grandiose ideas” dan terlalu
optimistik.

ETIOLOGI
2.4.1. FAKTOR BIOLOGIS

Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh memiliki peranan yang penting dalam

mengendalikan emosi kita. Dalam otak terdapat substansi biokimiawi yaitu neurotransmitter yang

berfungsi sebagai pembawa pesan komunikasi antar neuron di otak. Jika neurotransmiter ini

berada pada tingkat yang normal, otak akan bekerja secara harmonis. Berdasarkan riset,

kekurangan neurotransmiter serotonin, norepinefrin dan dopamin dapat menyebabkan depresi. Di

satu sisi, jika neurotransmiter ini berlebih dapat menjadi penyebab gangguan manik. Selain itu

antidepresan trisiklik dapat memicu mania.4

Serotonin adalah neurotransmiteraminergic yang paling sering dihubungkan dengan

depresi. Penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi. Pada beberapa pasien yang bunuh diri

memiliki konsentrasi metabolit serotonin yang rendah di cairan serebrospinalnya. Pada

penggunaan antidepresan jangka panjang terjadi penurunan jumlah tempat ambilan kembali

serotonin.2
Dopamin juga diperkirakan memiliki peranan dalam menyebabkan depresi. Data

menunjukkan aktivitas dopamin yang menurun pada depresi dan meningkat pada mania. Obat

yang menurunkan kadar dopamin seperti


reserpine dan pada penyakit yang mengalami penurunan dopamin seperti
parkinson disertai juga dengan gejala depresi. Obat-obat yang
meningkatkan kadar dopamin sepertityrosine,amphetamine dan
bupropion menurunkan gejala depresi. Disfungsi jalur dopamin
mesolimbik dan hipoaktivitas reseptor dopamin tipe 1 (D1) terjadi pada
depresi.2

Obat-obatan yang mempengaruhi sistem neurotransmiter seperti kokain akan

memperparah mania. Agen lain yang dapat memperburuk mania termasuk L-dopa, yang

berpengaruh pada reuptake dopamin dan7

serotonin. Calsium channel blocker yang digunakan untuk mengobati mania dapat mengganggu

regulasi kalsium di neuron. Gangguan regulasi kalsium ini dapat menyebabkan transmisi

glutaminergik yang berlebihan dan iskemia pembuluh darah.5

Neurotransmiter lain seperti GABA dan peptida neuroaktif seperti vasopresin dan opiat

endogen juga berperan dalam patofisiologi gangguan mood. Beberapa penelitian menyatakan

bahwa sistem pembawa kedua (second messenger) seperti adenylate cyclase,phosphatidylinosito

l dan regulasi kalsium mungkin memiliki relevansi dengan penyebab gangguan mood.2

Regulasi abnormal pada sumbu neuroendokrin mungkin dikarenakan fungsi abnormal

neuron yang mengandungam ine biogenik. Secara teoritis, disregulasi pada sumbu neuroendokrin

seperti sumbu tiroid dan adrenal terlibat dalam gangguan mood. Pasien dengan gangguan mood

mengalami penurunan sekresi melatonin nokturnal, penurunan pelepasan prolaktin, penurunan

kadar FSH dan LH serta penurunan kadar testosteron pada laki-laki.2


Dexamethasone adalah analog sintetik dari kortisol. Pada
Dexamethasone Suppression Test, 50% dari pasien yang menderita depresi

memiliki respon yang abnormal terhadapdexamethasone dosis tunggal. Banyak penelitian

menemukan bahwa hiperkortisolemia dapat merusak neuron pada hipokampus.2

Gangguan tiroid seringkali disertai dengan gejala afektif. Penelitian telah

mengambarkan adanya regulasi tiroid yang abnormal pada pasien dengan gangguan mood.

Sepertiga dari pasien dengan gangguan depresif berat memiliki pelepasan tirotropin yang tumpul.
Penelitian terakhir melaporkan kira-kira 10% pasien dengan gangguan mood khususnya

gangguan bipolar I memiliki antibodi antitiroid yang dapat dideteksi.2

Beberapa penelitian menemukan terdapat perbedaan pengaturan pelepasan hormon

pertumbuhan antara pasien depresi dengan orang normal. Penelitian juga telah menemukan

bahwa pasien dengan depresi


8
memiliki penumpulan respon terhadap peningkatan sekresi hormon
pertumbuhan yang diinduksiclonidine.2

Gangguan tidur adalah gejala yang sering ditemukan pada pasien depresi. Menurunnya

kebutuhan tidur adalah gejala klasik dari mania. Penelitian telah mengungkapkan bahwa

elektroensefalogram (EEG) saat tidur pada orang yang menderita depresi menunjukkan kelainan.

Kelainan tersebut antara lain perlambatan onset tidur, pemendekan latensi rapid eye
movement (REM), peningkatan panjang periode REM pertama dan tidur

delta yang abnormal. Pada depresi terjadi regulasi abnormal dari irama sirkadian. Beberapa

penelitian pada binatang menyatakan bahwa terapi antidepresan efektif untuk mengubah jam

biologis.2

Penelitian melaporkan adanya kelainan imunologis pada pasien depresi dan pada orang

yang berdukacita karena kehilangan sanak saudara, pasangan atau teman dekat. Kemungkinan

proses patofisiologi yang melibatkan sistem imun menyebabkan gejala psikiatrik dan gangguan

mood pada beberapa pasien.2

Pada pencitraan otak pasien dengan gangguan mood terdapat sekumpulan pasien

dengan gangguan bipolar I terutama pasien laki-laki memiliki ventrikel serebral yang membesar.

Pembesaran ventrikel lebih jarang pada pasien dengan gangguan depresif berat. Pencitraan

dengan MRI juga menyatakan bahwa pasien dengan gangguan depresif berat memiliki nukleus

kaudatus yang lebih kecil dan lobus frontalis yang lebih kecil. Banyak literatur menjelaskan

penurunan aliran darah pada korteks serebral dan area korteks frontalis pada pasien depresi

berat.2

Hipotesis menyatakan gangguan mood melibatkan patologis pada sistem limbik, ganglia

basalis dan hipotalamus. Gangguan pada ganglia basalis dan sistem limbik terutama pada
hemisfer yang dominan dapat ditemukan bersamaan dengan gejala depresif. Disfungsi pada

hipotalamus dihubungkan dengan perubahan pola tidur, nafsu makan dan perilaku seksual pada

pasien dengan depresi. Postur yang membungkuk, terbatasnya aktivitas motorik dan gangguan

kognitif minor adalah beberapa gejala depresi yang juga ditemukan pada penderita dengan9
gangguan ganglia basalis seperti penyakit Parkinson dan demensia
subkortikal lainnya.2
2.4.2. FAKTOR GENETIK

Seseorang yang memiliki keluarga dengan gangguan mood memiliki resiko lebih besar

menderita gangguan mood daripada masyarakat pada umumnya. Tidak semua orang yang dalam

keluarganya terdapat anggota keluarga yang menderita depresi secara otomatis akan terkena

depresi, namun diperlukan suatu kejadian atau peristiwa yang dapat memicu terjadinya depresi.

Pengaruh gen lebih besar pada depresi berat dibandingkan depresi ringan dan lebih berpengaruh

pada individu muda dibanding individu yang lebih tua. Penelitian oleh Kendler (1992) dari

Departemen Psikiatri Virginia Commonwealth University menunjukkan bahwa resiko depresi

sebesar 70% karena faktor genetik, 20% karena faktor lingkungan dan 10% karena akibat

langsung dari depresi berat.4

Pada penelitian keluarga ditemukan bahwa keluarga derajat pertama dari penderita

gangguan bipolar I kemungkinan 8 sampai 18 kali lebih besar untuk menderita gangguan bipolar

I dan 2 sampai 10 kali lebih besar untuk menderita gangguan depresi berat dibanding kelompok

kontrol. Keluarga derajat pertama pasien dengan gangguan depresif berat kemungkinan 1,5

sampai 2,5 kali lebih besar untuk menderita gangguan bipolar I dan 2 sampai 3 kali lebih besar

untuk menderita gangguan depresif berat dibanding kelompok kontrol.2

Kemungkinan untuk menderita gangguan mood menurun jika derajat hubungan

keluarga melebar. Contohnya, keluarga derajat kedua seperti sepupu lebih kecil kemungkinannya

daripada keluarga derajat pertama seperti kakak misalnya untuk menderita gangguan mood.

Sekitar 50% pasien dengan gangguan bipolar I memiliki orang tua dengan gangguan mood

terutama depresi. Jika orang tua menderita gangguan bipolar I maka kemungkinan anaknya

menderita gangguan mood sebesar


10
25%. Jika kedua orang tua menderita gangguan bipolar I maka
kemungkinan anaknya menderita gangguan mood adalah 50-75%.2

Pada penelitian adopsi, anak biologis dari orang tua dengan gangguan mood tetap

beresiko terkena gangguan mood walaupun mereka telah dibesarkan oleh keluarga angkat yang

tidak menderita gangguan mood. Orang tua biologis dari anak adopsi dengan gangguan mood

mempunyai prevalensi gangguan mood yang sama dengan orang tua dari anak dengan gangguan

mood yang tidak diadopsi. Prevalensi gangguan mood pada orang tua angkat sama dengan

prevalensi pada populasi umumnya.2

Pada penelitian saudara kembar, angka kejadian gangguan bipolar I pada kedua saudara

kembar monozigot adalah 33-90% dan untuk gangguan depresif berat, angka kejadian pada

kedua saudara kembar monozigot adalah 50%. Pada kembar dizigot angkanya berkisar 5-25%

untuk menderita gangguan bipolar I dan 10-25% untuk menderita gangguan depresif berat.2

Hubungan antara gangguan mood khususnya gangguan bipolar I dengan petanda

genetik telah dilaporkan pada kromosom 5, 11 dan X. Gen reseptor D1 terletak pada kromosom 5

dan gen untuk tiroksin hidroksilase yaitu enzim yang membatasi kecepatan sintesis katekolamin

berlokasi di kromosom 11.2

Sekitar 25% dari kasus penyakit bipolar dalam keluarga terkait lokus dekat sentromer

pada kromosom 18 dan sekitar 20% terkait lokus pada kromosom 21q22.3. Tidak ada penyebab

tunggal untuk gangguan bipolar namun gangguan ini biasanya merupakan hasil dari kombinasi

faktor keluarga, biologis, psikologis dan faktor sosial.7


2.4.3. FAKTOR PSIKOSOSIAL

Telah lama diamati bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress sering

mendahului episode pertama pada gangguan mood. Beberapa klinisi mempercayai bahwa

peristiwa kehidupan memainkan peranan penting dalam depresi.2


11

Beberapa artikel menjelaskan hubungan antara fungsi keluarga dengan onset serta

perjalanan gangguan mood khususnya gangguan depresif berat. Ada bukti bahwa individu yang

kehilangan ibu saat masih muda memiliki resiko lebih besar terkena depresi. Pada pola

pengasuhan, orang tua yang menuntut dan kritis, menghargai kesuksesan dan menolak semua
kegagalan membuat anak mudah terserang depresi di masa depan. Anak yang menderita

penyiksaan fisik atau seksual membuat seseorang mudah terkena depresi sewaktu dewasa.4

Aspek-aspek kepribadian juga mempengaruhi kerentanan terhadap depresi dan tinggi

rendahnya depresi yang dialami seseorang. Tipe kepribadian tertentu seperti dependen, obsesif

kompulsif, histerikal, antisosial dan paranoid beresiko mengalami depresi.2 Menurut Gordon

Parker, seseorang yang mengalami kecemasan tingkat tinggi, mudah terpengaruh, pemalu, suka

mengkritik diri sendiri, memiliki harga diri yang rendah, hipersensitif, perfeksionis dan

memusatkan perhatian pada diri sendiri (self focused) memiliki resiko terkena depresi.4

Sigmund Freud menyatakan suatu hubungan antara kehilangan objek dengan

melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan pasien depresi diarahkan secara

internal karena identifikasi terhadap objek yang hilang. Menurut Melanie Klein, siklus manik

depresif merupakan pencerminan kegagalan pada masa kanak-kanak untuk mendapat introjeksi

mencintai. Pasien depresi menderita karena mereka memiliki objek cinta yang dihancurkan oleh

mereka sendiri. Klein memandang mania sebagai tindakan defensif yang disusun untuk

mengidealisasi orang lain, menyangkal adanya agresi atau destruktivitas terhadap orang lain dan

mengembalikan objek cinta yang hilang.2

E Bibring memandang depresi sebagai suatu afek yang berasal dari ketegangan dalam

ego antara aspirasi seseorang dengan kenyataan yang ada. Pasien yang terdepresi menyadari

bahwa mereka tidak hidup dengan ideal sehingga mereka merasa putus asa dan tidak berdaya.

Menurut Heinz Kohut, orang yang terdepresi merasakan suatu ketidaklengkapan dan putus asa

kerena tidak menerima respon yang diinginkan.2


12

Menurut teori kognitif, interpretasi yang keliru dalam menilai pengalaman hidup,

penilaian diri yang negatif, pesimis dan keputusasaan yang terus-menerus berhubungan dengan

depresi. Pandangan negatif yang terus dipelajari selanjutnya akan menimbulkan perasaan

depresi.2
2.5.
MANIFESTASI KLINIK DAN DIAGNOSIS
Menurut PPDGJ III, gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) dibagi
menjadi:
F30
EPISODE MANIK

Kesamaan karakteristik dalam afek yang meningkat, disertai peningkatan dalam jumlah dan

kecepatan aktivitas fisik dan mental, dalam berbagai derajat keparahan. Kategori ini hanya untuk

satu episode maniktunggal (yang pertama), termasuk gangguan afektif bipolar, episode manik

tunggal. Jika ada episode afektif (depresi, manik atau hipomanik) sebelumnya atau sesudahnya,

termasuk gangguan afektif bipolar. (F31).


F30.0 Hipomania

Derajat gangguan yang lebih ringan dari mania (F30.1), afek yang meninggi atau berubah

disertai peningkatan aktivitas, menetap selama sekurang-kurangnya beberapa hari berturut- turut,

pada suatu derajat intensitas dan yang bertahan melebihi apa yang digambarkan bagi siklotimia

(F34.0), dan tidak disertai halusinasi atau waham.


Pengaruh nyata atas kelancaran pekerjaan dan aktivitas sosial memang sesuai dengan

diagnosis hipomania, akan tetapi bila kakacauan itu berat atau menyeluruh, maka diagnosis

mania (F30.1 atau F30.2) harus ditegakkan.


F30.1 Mania Tanpa Gejala Psikotik
13

Episode harus berlangsung sekurang-kurangnya 1 minggu, dan cukup berat sampai

mengacaukan seluruh atau hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial yang biasa dilakukan.

Perubahan afek harus disertai dengan energi yang bertambah sehingga terjadi aktivitas

berlabihan, percepatan dan kebanyakan bicara, kebutuhan tidur yang berkurang, ide-ide perihal

kebesaran/ “grandiose ideas” dan terlalu optimistik.


F30.2 Mania Dengan Gejala Psikotik

Gambaran klinis merupakan bentuk mania yang lebih berat
dari F30.1 (mania tanpa gejala psikotik).

Harga diri yang membumbung dan gagasan kebesaran
dapat berkembang menjadi waham kebesaran (delusion of
grandeur), irritabilitas dan kecurigaan menjadi waham kejar
(delusion of persecution). Waham dan halusinasi “sesuai”
dengan keadaan afek tersebut (mood congruent).
F30.8 Episode Manik Lainnya
F30.9 Episode Manik YTT
F31
GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR

Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang- kurangnya dua episode) dimana afek

pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek

disertai penmbahan energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa

penurunan afek disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresi).

Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik

biasanya mulai dengan tiba-tiba dan beralngsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, episode

depresi cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi 1

tahun kecuali pada orang usia lanjut. Kedua macam episode itu seringkali terajadi setelah
14
peristiwa hidup yang penuh stres atau trauma mental lain
(adanya stres tidak esensial untuk penegakan diagnosis).

Termasuk: gangguan atau psikosis manik-depresif.
Tidak termasuk: gangguan bipolar, episode manik tunggal
(F30).
F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Hipomanik

Untuk menegakkan diagnosis pasti:
(a)Episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk hipomania
(F30.0); dan

(b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif atau

campuran) di masa lampau.


F31.1 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik Tanpa Gejala
Psikotik

Untuk menegakkan diagnosis pasti:
(a)
Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria
untuk mania tanpa gejala psikotik (F30.1); dan
(b)

Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif

atau campuran) di masa lampau.


F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik Dengan Gejala
Psikotik

Untuk menegakkan diagnosis pasti:
(a)Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk
mania dengan gejala psikotik (F30.2); dan
(b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif atau

campuran) di masa lampau.


F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Ringan atau
Sedang

Untuk menegakkan diagnosis pasti:
15
(a)Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk
episode depresif ringan (F32.0) ataupun sedang (F32.1);
dan
(b)Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif
hipomanik, manik atau campuran di masa lampau.
F31.4 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat Tanpa
Gejala Psikotik

Untuk menegakkan diagnosis pasti:
(a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk
episode depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2); dan
(b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif
hipomanik, manik atau campuran di masa lampau.
F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat
Dengan Gejala Psikotik

Untuk menegakkan diagnosis pasti:
(a)Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk
episode depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3); dan
(b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif
hipomanik, manik atau campuran di masa lampau.
F31.6 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Campuran

Untuk menegakkan diagnosis pasti:
(a)

Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomani, dan depresif yang

tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala mania/ hipomania dan depresi sama-sama

mencolok selama masa terbesar dari episode penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung

sekurang-kurangnya 2 minggu); dan


(b)
Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif
hipomanik, manik, atau campuran di masa lampau.
F31.7 Gangguan Afektif Bipolar Episode Kini Dalam Remisi

Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata
selama beberapa bulan terakhir ini, tetapi pernah mengalami
16

sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau campuran dimasa lampau dan

ditambah sekurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif atau campuran).
F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya
F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT
F32
EPISODE DEPRESIF

Gejala utama ( pada derajat ringan, sedang, dan berat ):

Afek depresif

Kehilangan minat dan kegembiraan, dan

Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang

nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas



Gejala lainnya :
(a)
Kosentrasi dan perhatian berkurang
(b)
Harga diri dan kepercayaan berkurang
(c)
Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
(d)
Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
(e)
Gagasan atau perbuatan membahayakan diri sendiri
atau bunuh diri.
(f)
Tidur terganggu
(g)
Nafsu makan berkurang

Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa sekurang-

kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat

dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.


Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang (F32.1) dan berat (F32.2) hanya

digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama). Episode depresif berikutnya
17
harus diklasifikasikan di bawah salah satu diagnosis gangguan
depresif berulang (F33.-)
F32.0 Episode Depresif Ringan

Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama
depresi seperti tersebut diatas;

Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya: (a)
sampai dengan (g).

Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya.

Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya
sekitar 2 minggu.

Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan
sosial yang biasa dilakukannya.
Karakter kelima:
F32.00 = Tanpa gejala somatik
F32.01 = Dengan gejala somatik
F32.1 Episode Depresif Sedang

Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama
depresi seperti pada episode depresi ringan (F30.0);

Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari
gejala lainnya;

Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2
minggu.

Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan
sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga.
Karakter kelima:
F32.10 = Tanpa gejala somatik
F32.11 = Dengan gejala somatik
F32.2 Episode Depresif Berat Tanpa gejala Psikotik

Semua 3 gejala utama dari depresi harus ada.

Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan
diantaranya harus berintensitas berat.

Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi
psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau
18
atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara
rinci.
Dalam hal demikian penilaian secara menyeluruh terhadap
episode depresif berat masih dapat dibenarkan.

Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala

sangat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis

dalam waktu kurang dari 2 minggu.


Sangat tidak mungkin bagi pasien meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah

tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.


F32.3 Episode Depresif Berat Dengan Gejala Psikotik

Episode Depresi Berat yang memenuhi kriteria menurut
F32.2 tersebut diatas.

Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide tentang

dosa, kemiskinan, atau malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab akan

hal itu. Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh,

atau bau kotoran atau daging membusuk.


Reteardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.
Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan
sebagai serasi atau tidak serasi dengan afek (mood congruent).
F32.8 Episode Depresif Lainnya
F32.9 Episode Depresif YTT
F33
GANGGUAN DEPRESIF BERULANG

Gangguan ini tersifat dengan episode berulang dari :

episode depresif ringan (F32.0),

episode depresif sedang (F32.1),

episode depresif berat (F32.2 dan F32.3).
19

Episode masing-masing rata-rata lamanya sekitar 6 bulan, akan tetapi frekuensinya lebih jarang

dibandingkan dengan gangguan afektif bipolar.


Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peninggian afek dan hiperaktivitas yang

memenuhi kriteria mania (F30.1 dan F30.2).

Namun kategori ini tetap harus digunakan jika ternyata ada episode singkat dari peninggian afek

dan hiperaktivitas ringan yang memenuhi kriteria hipomania (F30.0) segera sesudah suatu

episode depresif (kadang-kadang tampaknya dicetuskan oleh tindakan pengobatan depresi).


Pemulihan keadaan biasanya sempurna diantara episode namun sebagian kecil pasien

mungkin mendapat depresi yang akhirnya menetap, terutama pada usia lanjut (untuk keadaan ini,

kategori ini harus tetap digunakan).


Episode masing-masing, dalam berbagai tingkat keparahan, seringkali dicetuskan oleh

peristiwa kehidupan yang penuh stress dan trauma mental lain (adanya stress tidak esensial untuk

penegakan diagnosis).
F33.0 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Ringan

Untuk menegakkan diagnosis pasti:
(a)

Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi dan episode sekarang

harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan (F32.0); dan


(b)
Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama minimal 2

minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.
Karakter kelima:
F33.00 = Tanpa gejala somatik
F33.01 = Dengan gejala somatik
20
F33.1 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Sedang

Untuk menegakkan diagnosis pasti:
(a)

Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi dan episode sekarang

harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan (F32.1); dan


(b)

Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama minimal 2

minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.
Karakter kelima:
F33.10 = Tanpa gejala somatik
F33.11 = Dengan gejala somatik
F33.2 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat Tanpa
Gejala Psikotik

Untuk menegakkan diagnosis pasti:
(a)

Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi dan episode sekarang

harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2); dan
(b)

Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama minimal 2

minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.
F33.3 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat Dengan
Gejala Psikotik

Untuk menegakkan diagnosis pasti:
(a)

Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi dan episode sekarang

harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3); dan
(b)
Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung
masing-masing selama minimal 2 minggu dengan sela
21
waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang
bermakna.
F33.4 Gangguan Depresif Berulang, Kini Dalam Remisi

Untuk menegakkan diagnosis pasti:
(a)

Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus pernah dipenuhi masa lampau,

tetapi keadaan sekarang seharusnya tidak memenuhi kriteria untuk episode depresif dengan

derajat keparahan apa pun atau gangguan lain apa pun dalam F30-F39; dan
(b)

Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama minimal 2

minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.
F33.8 Gangguan Depresif Berulang Lainnya
F33.9 Gangguan Depresif Berulang YTT
F34
GANGGUAN SUASANA PERASAAN (MOOD[AFEKTIF])
MENETAP
F34.0 Siklotimia

Ciri esensial adalah ketidak-stabilan menetap dari afek (suasana perasaan), meliputi banyak

periode depresi ringan dan hipomania ringan, diantaranya tidak ada yang cukup parah atau cukup

lama untuk memenuhi kriteria gangguan afektif bipolar (F31.-) atau gangguan depresif berulang

(F33.-).

Setiap episode alunan afektif (mood swings) tidak memenuhi kriteria untuk mana pun yang

disebut dalam episode manik (F30.-) atau episode depresif (F32.-).


F34.1 Distimia

Ciri esensial adalah afek depresif yang berlangsung sangat
lama yang tidak pernah atau jarang sekali cukup parah untuk
22
memenuhi kriteria gangguan depresif berulang ringan atau
sedang (F33.0 atau F33.1).

Biasanya mulai pada usia dini dari masa dewasa dan berlangsung sekurang-kurangnya

beberapa tahun, kadang- kadang untuk jangka waktu tidak terbatas.


Jika onsetnya pada usia lebih lanjut, gangguan ini seringkali merupakan kelanjutan suatu

episode depresif tersendiri (F32) dan berhubungan dengan masa berkabung atau stres lain yang

tampak jelas.
F34.8 Gangguan Afektif Menetap Lainnya

Kategori sisa untuk gangguan afektif menetap yang tidak cukup parah atau tidak

berlangsung cukup lama untuk memenuhi kriteria siklotimia (F34.0) atau distimia (F34.1),

namun secara klinis bermakna.


F34.9 Gangguan Afektif Menetap YTT
F38
GANGGUAN SUASANA PERASAAN (MOOD[AFEKTIF])
LAINNYA
F38.0 Gangguan Afektif Tunggal Lainnya

F38.00
=
Episode afektif campuran

Episode afektif yang berlangsung sekurang-kurangnya selama 2 minggu yang bersifat campuran

atau pergantian cepat (biasanya dalam beberapa jam) antara gejala hipomanik, manik dan

depresif.
F38.1 Gangguan Afektif Berulang Lainnya

F38.10
=

Episode depresif singkat berulang

Episode depresif singkat yang berulang, muncul kira-kira sekali

sebulan selama satu tahun yang lampau.

Semua episode depresif masing-masing berlangsung kurang dari 2 minggu (yang khas ialah 2-3

hari, dengan pemulihan sempurna) tetapi memenuhi kriteria simtomatik untuk episode depresif

ringan, sedang atau berat (F32.0, F32.1, F32.2).


23
F38.8 Gangguan Afektif Lainnya YTT

Merupakan kategori sisa untuk gangguan afektif yang tidak memenuhi kriteria untuk

kategori mana pun dari F30- F38.1 tersebut diatas.


F38.9 Gangguan Afektif YTT

Untuk dipakai hanya sebagai langkah terakhir jika tak
ada istilah lain yang dapat digunakan.

Termasuk: psikosis afektif YTT.
2.6.
PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
2.6.1. EPISODE DEPRESIF

Deskripsi umum: Retradasi psikomotor menyeluruh merupakan gejala yang paling umum,

walaupun agitasi psikomotor juga sering ditemukan khususnya pada pasien lansia. Secara klasik,

seorang pasien depresi memiliki postur yang membungkuk, tidak terdapat pergerakan spontan,

pandangan mata yang putus asa dan memalingkan pandangan.


Mood, afek dan perasaan: Pasien tersebut sering kali dibawa oleh anggota keluarganya atau

teman kerjanya karena penarikan sosial dan penurunan aktifitas secara menyeluruh.

Bicara: Banyak pasien terdepresi menunjukkan kecepatan dan volume bicara yang menurun,

berespon terhadap pertanyaan dengan kata-kata tunggal dan menunjukkan respon yang lambat

terhadap suatu pertanyaan.


Gangguan persepsi: Pasien terdepresi dengan waham atau halusinasi dikatakan menderita

episode depresi berat dengan ciri psikotik. Waham sesuai mood pada pasien terdepresi adalah

waham bersalah, memalukan, tidak berguna, kemiskinan, kegagalan, kejar dan penyakit somatik.

Pikiran: Pasien terdepresi biasanya memiliki pandangan negatif tentang dunia dan dirinya

sendiri. Isi pikiran mereka sering kali melibatkan perenungan tentang kehilangan, bersalah,

bunuh diri, dan


24
kematian. Kira-kira 10% memiliki gejala jelas gangguan berpikir,
biasanya penghambatan arus pikiran dan kemiskinan isi pikiran.

Sensorium dan kognisi: Kira-kira 50-70% dari semua pasien terdepresi memiliki suatu

gangguan kognitif yang sering kali dinamakan pseudodemensia depresif, dengan keluhan

gangguan konsentrasi dan mudah lupa.


Pengendalian impuls: Kira-kira 10-15% pasien terdepresi melakukan bunuh diri dan kira-

kira dua pertiga memiliki gagasan bunuh diri. Resiko untuk melakukan bunuh diri meningkat saat

mereka mulai membaik dan mendapatkan kembali energi yang diperlukan untuk merencanakan

dan melakukan suatu bunuh diri (bunuh diri paradoksikal /paradoxical suicide).

Reliabilitas: Semua informasi dari pasien terlalu menonjolkan hal-


hal yang buruk dan menekan hal-hal yang baik.2
2.6.2. EPISODE MANIK

Deskriksi umum: Pasien manik adalah tereksitasi, banyak bicara,


kadang-kadang mengelikan dan sering hiperaktif.

Mood, afek dan perasaan: Pasien manik biasanya euforik dan lekas marah. Mereka memiliki

toleransi yang rendah dan mudah frustasi yang dapat menyebabkan perasaan marah dan

permusuhan. Secara emosional mereka sangat labil, mudah beralih dari tertawa menjadi marah

kemudian menjadi depresi dalam hitungan menit atau jam.


Bicara: Pasien manik tidak dapat disela saat mereka bicara dan sering kali rewel dan menjadi

pengganggu bagi orang-orang disekitarnya. Saat keadaan teraktifitas, pembicaraan penuh dengan

gurauan, kelucuan, sajak, permainan kata-kata dan hal-hal yang tidak relevan. Saat tingkat

aktifitas meningkat lagi, asosiasi menjadi longgar, kemampuan konsentrasi menghilang

menyebabkan gagasan yang meloncat-loncat (flight of idea), gado-gado kata dan neologisme.

Pada keadaan manik akut, pembicaraan mungkin sama sekali inkoheren dan tidak dapat

dibedakan dari pembicaraan skizofrenik.


25

Gangguan persepsi : Waham ditemukan pada 75% pasien manik. Waham sesuai mood

seringkali melibatkan kesehatan, kemampuan atau kekuatan yang luar biasa. Dapat juga

ditemukan waham dan halusinasi aneh yang tidak sesuai mood.


Pikiran: Isi pikirannya termasuk tema kepercayaan dan kebesaran diri, sering kali

perhatiannya mudah dialihkan. Fungsi kognitif ditandai oleh aliran gagasan yang tidak terkendali.

Sensorium dan kognisi: Secara umum, orientasi dan daya ingat masih intak walaupun

beberapa pasien manik mungkin sangat euforik sehingga mereka menjawab secara tidak tepat.

Gejala tersebut disebut “mania delirium” (delirious mania) oleh Emil Kraepelin.

Pengendalian impuls: Kira-kira 75% pasien manik senang


menyerang atau mengancam.

Perimbangan dan tilikan: Gangguan pertimbangan merupakan


tanda dari pasien manik. Mereka mungkin dapat melanggar peraturan.

Reliabilitas: Pasien manik sulit untuk dipercaya. Kebohongan dan


penipuan sering ditemukan pada pasien mania.2
2.7.
TERAPI
2.7.1. TERAPI PSIKOSOSIAL

Banyak penelitian menyatakan bahwa kombinasi psikoterapi dengan farmakoterapi

adalah terapi yang paling efektif untuk gangguan depresi berat. Tiga jenis psikoterapi jangka

pendek seperti terapi kognitif, terapi interpersonal dan terapi perilaku telah diteliti manfaatnya

dalam terapi gangguan depresi berat.2

Terapi kognitif awalnya dikembangkan oleh Aaron Back. Tujuan terapi ini adalah

menghilangkan episode depresif dan mencegah rekurensinya dengan membantu pasien

mengidentifikasi uji kognitif negatif, mengembangkan cara berfikir alternatif, fleksibel dan

positif serta melatih respon kognitif dan perilaku yang baru.2


Beberapa penelitian menyatakan bahwa kombinasi terapi kognitif
dengan farmakoterapi lebih manjur daripada terapi tersebut masing-
26

masing. NIMH Treatment of Depression Collaboration Research Program, menemukan bahwa

farmakoterapi, baik sendiri maupun dengan psikoterapi merupakan terapi terpilih untuk pasien

dengan gangguan depresif yang parah.2

Terapi interpersonal dikembangkan oleh Gerald Klerman. Terapi ini memusatkan pada

satu atau dua masalah interpersonal yang sekarang dialami oleh pasien dengan anggapan bahwa

masalah interpersonal sekarang ini memiliki hubungan dengan awal yang disfungsional dan

masalah interpersonal sekarang mungkin terlibat dalam mencetuskan atau memperberat gejala

depresi sekarang. Beberapa percobaan menyatakan bahwa terapi interpersonal efektif dalam

pengobatan gangguan depresi berat. Program terapi interpersonal biasanya terdiri dari 12 sampai

16 sesion.2Terapi perilaku didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku

maladaptif menyebabkan seseorang mendapatkan sedikit umpan balik positif dari masyarakat dan

kemungkinan menerima penolakan. Dengan memusatkan terapi pada perilaku maladaptif ini,

pasien akan belajar untuk berfungsi dengan cara tertentu sehingga mereka akan mendapat

dorongan yang positif. Data saat ini menyatakan terapi perilaku adalah modalitas pengobatan

yang efektif untuk gangguan depresif berat.2


Terapi berorientasi psikoanalitik bertujuan untuk mendapatkan perubahan pada struktur

atau karakter kepribadian dan bukan semata-mata untuk menghilangkan gejala. Perbaikan dalam

kepercayaan diri, mekanisme mengatasi masalah, kapasitas untuk berdukacita, dan kemampuan

untuk mengalami berbagai macam emosi merupakan tujuan psikoanalisa.2

Terapi keluarga dapat membantu seorang pasien dengan gangguan mood untuk

menurunkan stress dan menerima stress serta menurunkan kemungkinan relaps.2

Perawatan di rumah sakit diperlukan bila dibutuhkan prosedur diagnostik lebih lanjut,

resiko bunuh diri atau membunuh oaring lain dan penurunan kemampuan pasien untuk merawat

diri, memperoleh makanan,


27

tempat berlindung dan hancurnya sistem pendukung. Pasien dengan depresi ringan atau

hipomanik mengkin dapat diobati secara aman di tempat praktek dokter. Pasien dengan gangguan

mood yang berat seringkali tidak mau dirawat dirumah sakit sehingga mereka perlu dibawa

secara involunter.2
2.7.2. FARMAKOTERAPI
ANTIDEPRESAN

Antidepresan merupakan obat yang paling sesuai untuk pasien depresi dengan gangguan

vegetatif yang jelas, retardasi psikomotor, gangguan tidur, nafsu makan menurun, penurunan

berat badan, dan penurunan libido. Mekanisme obat antidepresan adalah menghambat ambilan

neurotransmiteraminergic dan menghambat penghancuran oleh enzim monoamine oxydase

(MAO) sehingga terjadi peningkatan jumlah neurotransmiteraminergic pada celah sinaps neuron

yang dapat meningkatkan aktivitas reseptor serotonin.6


Gambar 1. Diagram skematis titik tangkap obat-obat antidepresan.
Sumber:B G Katzung, Basic Clinical Pharmacology 10th ed, 2006.
28
Obat antidepresan yang ideal harus memenuhi kriteria

berikut: (1) efektif pada berbagai gangguan depresi, (2) efektif dalam perawatan jangka pendek

dan jangka panjang, (3) efektif pada berbagai kelompok umur, (4) memiliki onset cepat, (5) dosis

sekali sehari, (6) biaya yang terjangkau, (7) ditoleransi oleh tubuh dengan baik, (8) tidak

mempengaruhi perilaku, (9) toleransi terhadap berbagai penyakit fisik, (10) bebas dari interaksi

dengan makanan atau obat-obatan, (11) aman.7


Setiap pasien memiliki masalah yang berbeda-beda dan

penilaian klinis selalu diperlukan pada saat membuat keputusan dalam menentukan pengobatan

pasien. Untuk menemukan obat yang sesuai bagi seseorang harus dilakukan secara empiris.

Riwayat pengobataan di masa lalu juga sangat penting sebagai pedoman penggunaaan obat

selanjutnya. Selain efek antidepresan, obat ini juga memiliki efek samping lainnya. Obat yang

berefek sedatif kuat lebih sesuai untuk keadaan gelisah dan agitasi sementara obat yang memiliki

efek sedasi yang rendah cocok untuk pasien yang mengalami penghentian atau penurunan

aktivitas psikomotor. Berikut adalah macam-macam antidepresan yang banyak digunakan untuk

kepentingan klinik.8
ANTIDEPRESAN TRISIKLIK (TRICYCLIC ANTIDEPRESSANT;
TCA)

TCA sudah digunakan hampir selama empat dekade. Antidepresan ini disebut trisiklik karena

memiliki nukleus dengan tiga cincin. Obat yang termasuk golongan ini

adalahimipramine,desipramine,clomipramine,
trimipramine, amitriptyline, nortriptyline, doxepine, protriptyline. Semua
TCA memiliki efek terapi yang sama, pilihannya tergantung dari toleransi
terhadap efek sampingnya serta lama kerjanya.8
Farmakokinetik
TCA mudah diabsorbsi peroral dan bersifat lipofilik sehingga mudah
masuk SSP.9

TCA dosis tinggi dapat memperlambat aktivitas gastrointestinal dan

memperpanjang waktu pengosongan lambung sehingga penyerapan obat menjadi lebih lama.

Konsentrasi
29

puncak dalam serum dicapai setelah beberapa jam.10

Obat ini

dimetabolisme di hati dan dikeluarkan sebagai metabolit non aktif melalui ginjal.9
Farmakodinamik
Mekanisme kerja dari TCA adalah sebagai berikut.

Menghambat ambilan neurotransmiter

TCA menghambat ambilan neurotransmitermonoamine (norepinefrin atau serotonin) ke terminal

saraf prasinaptik yang menyebabkan peningkatan konsentrasi neurotransmitermonoamine pada

celah sinaptik sehingga berefek antidepresan.



Penghambatan reseptor
TCA menghambat reseptor serotonin, α-adrenergik, histamin dan
muskarinik.9
Gambar 2. Diagram skematis mekanisme kerja dari TCA.
Sumber: H Lullmann, Color Atlas of Pharmacology 2nd ed, 2000.
Farmakologi Klinik
TCA meningkatkan aktifitas berfikir, memperbaiki kewaspadaan mental,
meningkatkan aktivitas fisik dan mengurangi gejala depresi pada 50-70%
30

pasien. Perbaikan alam pikiran memerlukan waktu dua minggu atau lebih.9 TCA banyak

digunakan untuk depresi sedang hingga berat terutama dengan gangguan psikomotorik, insomnia

atau nafsu makan yang buruk. Hal yang perlu diperhatikan adalah efek terapi yang lambat

sehingga pengobatan setidaknya dilakukan 4-6 minggu sebelum menyimpulkan bahwa obat

tersebut tidak efektif. Jika muncul respon parsial, pengobatan harus dilanjutkan selama beberapa

minggu lagi sebelum meningkatkan dosis.11


Efek samping

Antimuskarinik: penghambatan reseptor asetilkolin menyebabkan penglihatan kabur, mulut

kering, retensi urin, konstipasi, memperberat epilepsi dan glaukoma.



Kardiovaskuler: peningkatan aktivitas katekolamin menyebabkan
stimulasi
jantung
yang
berlebihan,
perlambatan

konduksi

atrioventrikular. Penghambatan reseptor α-adrenergik menyebabkan hipotensi ortostatik dan

takikardi. Masalah ini harus diperhatikan terutama pada orang tua.



Sedasi: rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, aktivitas
psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun.

Neurotoksikosis: tremor halus, gelisah, agitasi, insomnia.6,9
Sediaan dan Dosis

Amitriptyline (generik, Elvail)

Oral: 10; 25; 50; 75; 100; 150 mg tablet

Parenteral: 10 mg/mL IM injeksi

Dosis: 75-200 mg/hari



Clomipramine (generik, Anafranil)
Oral: 25; 50; 75 mg kapsul
Dosis: 75-300 mg/hari

Desipramine (generik, Norpramin, Pertofrane)
Oral; 10; 25; 50; 75; 100; 150 mg tablet
Dosis: 75-200 mg/hari
31

Doxepine (generik, Sinequan)
Oral: 10; 25; 50; 75; 100; 150 mg kapsul; 10 mg/mL konsentrat
Dosis: 75-300 mg/hari

Imipramine (generik, Tofranil)
Oral: 10; 25; 50 tablet (hidroklorida), 75; 100; 125; 150 mg kapsul

(pamoat)

Parenteral: 25 mg/2mL IM injeksi

Dosis: 75-200 mg/hari



Nortriptyline (generik, Aventyl, Pamelor)
Oral: 10; 25; 50; 75 mg kapsul, 10 mg/5mL solution
Dosis: 75-150 mg/hari

Protriptyline (generik, vivactil)
Oral: 5; 10 mg tablet
Dosis: 20-40 mg/hari

Trimipramine(S urmontil)
Oral: 25; 50; 100 mg kapsul
Dosis: 75-200 mg/hari
HETEROSIKLIK

Antidepresan heterosiklik merupakan antidepresan turunan kedua dan ketiga. Potensi obat

heterosiklik tidak berbeda secara khusus dari agen- agen sebelumnya. Yang termasuk

antidepresan generasi kedua dalah


amoxapine, maprotiline, trazodonedan bupiropion. Generasi ketiga
adalahmirtazapine,venlafaxine dannefazodone. Pada tahun 1990
diperkenalkan agenvenlafax ine yang banyak digunakan di Eropa.

Farmakokinetik, farmakodinamik dan efek samping obat ini hampir sama dengan

TCA.Trazodone danvenlafaxine memiliki waktu paruh yang pendek sehingga perlu mengatur

pembagian dosis pada awal pemberian terapi.8


Sediaan dan Dosis

Amoxapine (generik, Asendin)
Oral: 25; 50; 100; 150 mg tablet
32
Dosis: 150-300 mg/hari

Bupropion(Wellbutrin)
Oral: 75; 100 mg tablet, 100; 150 mg sustaines release tablet
Dosis: 200-400 mg/hari

Maprotiline (generik, Ludiomil)
Oral: 25; 50; 75 mg tablet
Dosis: 75-300 mg/hari

Mitrazapine(Remeron)
Oral: 15; 30; 45 mg tablet
Dosis: 15-60 mg/hari

Nefazodone (generik, Desyrel)
Oral: 50; 100; 150; 300 mg tablet
Dosis: 200-600 mg/hari

Venlafaxine(Effecxor)
Oral: 25; 37,5; 50; 75; 100 mg tablet, 37,5; 75; 150 mg extended
release tablet
Dosis: 75-225 mg/hari
INHIBITOR AMBILAN KEMBALI SEROTONIN SELEKTIF
(SELECTIVE SEROTONIN REUPTAKE INHIBITOR; SSRI)

SSRI merupakan antidepresan baru yang khas, menghambat ambilan serotonin secara spesifik.

Dibanding TCA, SSRI memiliki efek antikolinergik dan kardiotoksisitas lebih rendah. Saat ini

tersedia lima macam SSRI yaitufluoxetine,paroxetine,sertraline,fluvoxamine dan


citalopram.8
Farmakokinetik
Fluoxetine dalam dosis oral mencapai konsentrasi plasma yang mantap

dalam beberapa minggu.Fluoxetine mengalami demetilasi menjadi metabolit

aktifnorfluoksetine.Fluoxetine merupakan inhibitor kuat isoenzim sitokrom P-450 di dalam hati

yang berfungsi untuk eliminasi obat TCA, obat neuroleptik, antiaritmia dan antagonis β-

adrenergik.9
33
Farmakodinamik

SSRI merupakan golomgan obat yang secara spesifik meghambat ambilan serotonin. Golongan

ini kurang memperlihatkan pengaruh terhadap sistem kolinergik, adrenergik ataupun

histaminergik.8
Farmakologi Klinik
Fluoxetine sama manfaatnya dengan TCA dalam pengobataan depresi

mayor namun obat ini bebas dari efek samping yang sering ditimbulkan TCA seperti efek

antikolinergik, hipotensi ortostatik dan peningkatan berat badan. Dokter lebih sering

meresepkanfluoxetine dan sekarang di Amerikafluoxet ine merupakan obat antidepresan yang

paling banyak diresepkan.Fluoxetine juga digunakan untuk mengobati bulimia nervosa dan

gangguan obsesif kompulsif.9


Efek samping
Efek sampingfluoxet ine seperti hilangnya libido, ejakulasi terlambat,
anorgasme dan mual.9
Sediaan dan Dosis

Citalopram(Celexa)
Oral: 20; 40 mg tablet
Dosis: 20-60 mg/hari

Fluoxetine(P rozac)
Oral: 10; 20 mg pulveres, 10 mg tablet, 20 mg/mL liquid
Dosis: 10-60 mg/hari

Fluvoxamine(Luvox)
Oral: 25; 50; 100 mg tablet
Dosis: 100-300 mg/hari

Paraxetine(P axil)
Oral: 10; 20; 30; 40 mg tablet, 10 mg/mL suspensi, 12,5; 25 mg
controlled release tablet
Dosis: 20-50 mg/hari

Sertraline(Zoloft)
Oral: 25; 50; 100 mg tablet
Dosis: 50-200 mg/hari
34
INHIBITOR OKSIDASE MONOAMIN (MONOAMINE OXYDASE
INHIBITOR; MAOI)

MAO adalah enzim yang menonaktifkan neurotransmiter yang berlebihan di celah sinaptik saat

neuron istirahat. MAOI dapat menonaktifkan enzim MAO secara reversible atau irreversibel.

Neurotransmiter tidak akan mengalami degradasi sehingga menumpuk dalam neuron presinaptik

dan masuk ke dalam ruang sinaptik yang menimbulkan aktivitas antidepresan.9


Farmakokinetik

Obat ini mudah diabsorbsi dalam bentuk oral. Efek anti depresan memerlukan waktu 2-4 minggu.

Regenerasi enzim yang dinonaktifkan secara irreversibel biasanya terjadi beberapa minggu

setelah penghentian pengobatan. Obat ini dimetabolisme dan diekskresi dengan cepat melalui

ginjal.9
Farmakodinamik

MAOI membentuk senyawa kompleks yang stabil dengan enzim dan menyebabkan inaktivasi

yang irreversibel. Hal ini meningkatkan depot norepinefrin, serotonin dan dopamin dalam neuron

dan selanjutnya meningkatkan konsentrasi neurotransmiter di dalam ruang sinaptik.9


Farmakologi Klinik
Meskipun MAO dihambat setelah beberapa hari pengobatan, kerja antidepresan terjadi setelah

beberapa minggu. MAOI digunakan untuk pasien depresi yang tidak responsif dan alergi

terhadap TCA atau menderita ansietas hebat.9


Efek samping

Tiramin dalam makanan seperti keju, kerang, bir, hati ayam dan anggur merah diinaktifkan oleh

MAO di dalam usus. Orang yang menggunakan MAOI tidak dapat menguraikan tiramin yang

menyebabkan lepasnya katekolamin dalam jumlah besar yang tersimpan pada ujung terminal

saraf sehingga terjadi sakit kepala, takikardi, mual, hipertensi, aritmia dan stroke. Oleh karena

itu, pasien disarankan untuk menghindari makanan yang mengandung tiramin. Efek samping

lainnya dari MAOI adalah mengantuk, hipotensi ortostatik, penglihatan kabur, mulut kering,

disuria
35

dan konstipasi. MAOI dan SSRI jangan diberikan bersamaan karena dapat terjadi bahaya

sindrom serotonin yang dapat mematikan. Diperlukan waktu enam minggu sebelum

menggunakan obat yang lain.9


Sediaan dan Dosis

Phenelzine(N ardil)
Oral: 15 mg tablet
Dosis: 47-75 mg/hari

Tranylcypromine(P arnate)
Oral: 10 mg tablet
Dosis: 10-30 mg/hari
Tabel 3. Efek-efek farmakologi dari obat-obat antidepresan
Obat
Sedasi

Anti

muskarini

k
Hipotensi

Ortostati

k
Penyakat pompaami ne untuk
Serotonin Norepinefrin Dopamin
Amitriptyline
+++
+++
+++
+++
++
-
Amoxapine
++
++
++
+
++
+
Bupropion
-
-
-
+/-
+/-
?
Citalopram
-
-
+/-
+++
-
-
Clomipramin
e
+++
++
++
+++
+++
-
Desipramine
+
+
++
-
+++
-
Doxepine
+++
+++
++
++
+
-
Fluoxetine
+
+
+/-
+++
+/-
+/-
Fluvoxamine
-
-
+/-
+++
-
-
Imipramine
++
++
++
+++
++
-
Maprotiline
++
++
+
-
+++
-
Mirtazapine
+++
-
+
-
-
-
Mianserin
++
+
+
-
+++
-
Nortriptyline
++
++
++
+++
++
-
Paroxetine
+
-
+/-
+++
++
-
Protriptyline
-
++
++
?
+++
?
Setraline
+
-
+/-
+++
-
-
Trazodone
+++
-
+
++
-
-
Venlafaxine
-
-
-
+++
++
+/-
Keterangan:
+++
: Berat
++
: Sedang
+
: Ringan
36
+/-
: Tidak ada/ minimal sekali
?
: Tidak tentu
Sumber:B G Katzung, Basic Clinical Pharmacology 9th ed, 2009.

Pemilihan obat antidepresi tergantung pada toleransi pasien terhadap efek samping dan

penyesuaian efek samping terhadap kondisi pasien (usia, penyakit fisik lainnya, jenis depresi.8
ANTIMANIA
Antimania yang juga disebut sebagai mood modulator ataumood
stabilizer merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi gejala sindrom

mania dan mencegah berubah-ubahnya suasana hati pasien. Episode berubahnya mood pada

umumnya tidak berhubungan dengan peristiwa- peristiwa kehidupan. Gangguan biologis yang

pasti belum diidentifikasi tapi diperkirakan berhubungan dengan peningkatan aktivitas

katekolamin. Berdasarkan hipotesis, sindrom mania disebabkan oleh tingginya kadar serotonin

dalam celah sinaps neuron khususnya pada sistem limbik.6


LITHIUM
Lithium adalah kation monovalen yang kecil. Telah lama dikenal bahwa
lithium merupakan pengobatan yang paling disukai pada gangguan bipolar
khusunya fase manik. Angka keberhasilannya pada remisi pasien dengan
fase manik dilaporkan mencapai 60-80%.8
Farmakokinetik
Pada penggunaan oral, absorbsi lengkap terjadi setelah 6-8 jam. Kadar dalam plasma dicapai

setelah 30 menit sampai 2 jam.12 Efek terapi terlihat setelah 10 hari penggunaan.13 Ekskresi

terutama melalui urin dengan waktu paruh eliminasi 20 jam.12


Farmakodinamik
Mekanisme kerja yang pasti darilithium sampai saat ini masih dalam
penelitian. Diperkirakan bekerja atas tiga dasar yaitu:

Efek terhadap elektrolit-elektrolit dan transpor ion
37

Lithium berhubungan erat dengan natrium. Lithiumdapat


menggantikan natrium dalam menimbulkan potensial aksi dan
pertukaran natrium melewati membran.

Efek terhadap neurotransmiter
Lithium tampaknya meningkatkan aktivitas serotonin. Diperkirakan
Lithium menurunkan pengeluaran norepinefrin dan dopamin,

menghambat supersensitifitas dopamin dan meningkatkan sintesis asetilkolin. Beberapa studi

mengemukakan bahwa peningkatan aktivitas kolinergik akan mengurangi mania.



Efek ada pembawa pesan kedua (second messengers)
Studi tentanglithium memperlihatkan perubahan kadarinositol
phosphate di otak. Lithium menghambat konversi IP2 menjadi IP1 dan

konversi IP menjadiinositol. Penyakatan ini menyebabkan deplesi PIP2 yang merupakan

prekursor IP3 dan DAG. IP3 dan DAG merupakan pembawa pesan kedua yang penting dalam

transmisi α- adrenergik maupun transmisi muskarinik.8,12


Gambar 3. Efeklithium terhadap IP3, DAG dan second messenger.
Sumber:B G Katzung, Basic Clinical Pharmacology 10th ed, 2006.
Farmakologi Klinik
Sampai saat inilithium karbonat dikenal sebagai obat gangguan bipolar terutama pada fase manik.

Pengobatan jangka panjang menunjukkan penurunan resiko bunuh diri. Bila mania masih

tergolong ringan,lithium
38

sendiri merupakan obat yang efektif. pada kasus berat, hampir selalu perlu ditambahclonazepam

ataulorazepam dan kadang ditambah antipsikosis juga. Setelah mania dapat teratasi, antipsikosis

boleh dihentikan dan


lithium digunakan bersamaan dengan benzodiazepine untuk pemeliharaan.
Pada fase depresif gangguan bipolar,lithium sering dikombinasi dengan
antidepresan.8,12
Efek Samping

Efek neurologis: tremor, koreoatetosis, hiperaktivitas motorik,
ataksia, disartria dan afasia.

Efek pada fungsi tiroid: dapat menurunkan fungsi kelenjar tiroid tapi efeknya reversibel dan

nonprogresif. Beberapa pasien mengalami pembesaran kelenjar gondok dan gejala-gejala

hipotiroidisme. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengukuran kadar TSH serum setiap 6-12 bulan.

Efek pada ginjal: polidipsi dan poliuri sering ditemukan namun bersifat reversibel. Beberapa

literatur menerangkan bahwa terapi lithium jangka panjang dapat menyebabkan disfungsi ginjal

termasuk nefritis interstitial kronis dan glomerulopati perubahan minimal dengan sindrom

nefrotik. Penurunan laju filtrasi glomerulus telah ditemukan tapi tidak ada contoh mengenai

azotemia maupun gagal ginjal. Tes fungsi ginjal harus dilakukan secara periodik untuk

mendeteksi perubahan-perubahan pada ginjal.


Edema: Hal ini mungkin terkait dengan efeklithium pada retensi natrium. Peningkatan berat

badan pada pasien diduga karena edema namun pada 30% pasien tidak mengalami peningkatan

berat badan.

Efek pada jantung: Ionlithium dapat menekan pada nodus sinus sehingga sindrom bradikardi

dan takikardi merupakan kontraindikasi penggunaanlithium.



Efek pada kehamilan dan menyusui: Laporan terdahulu menyatakan peningkatan frekuensi

kelainan jantung pada bayi dengan ibu yang mengkonsumsilithium terutama anomali Ebstein.

Namun data terbaru menyebutkan resiko efek teratogenik relatif rendah.


39
Lithium didapatkan pada air susu dengan kadar sepertiga sampai

setengah dari kadar serum. Toksisitas pada bayi dimanifestasikan dengan letargi, sianosis, reflek

moro dan reflek hisap berkurang dan hepatomegali.



Efek lainnya: Telah dilaporkan efek erupsi jerawat dan folikulitis
pada penggunaanlithium. Leukositosis selama pengobatan dengan
lithium selalu ada yang merefleksikan efek langsung pada
leukopoiesis.8
Preparat yang Tersedia
Lithium carbonate (generik, Eskalith)

Oral: 150; 300; 600 mg kapsul, 300 mg tablet, 8 meq/5 mL sirup, 300; 450

mg tablet sustained release

300 mg lithium carbonate setara dengan 8,12 meq Li

Dosis: 250-500 mg/hari


ASAM VALPROAT (VALPROIC ACID;VALPRO ATE)

Obat ini merupakan suatu agen untuk epilepsi dan telah terbukti memiliki efek

antimania.Valproate manjur untuk pasien-pasien yang gagal memberikan respon terhadaplithium.

Secara keseluruhan,valroate menunjukkan keberhasilan yang setara denganlithium pada awal

minggu pengobatan. Kombinasivalproate dengan obat-obatan psikotropik lainnya mungkin dapat

digunakan dalam pengelolaan fase kedua pada penyakit bipolar yang umumnya dapat ditoleransi

dengan baik.
Valproatetelah diakui sebagai pengobatan lini pertama untuk mania.
Banyak dokter tidak setuju untuk menggabungkanvalproate dengan
lithium pada pasien yang respon terhadap salah satu agen.8
Preparat yang Tersedia
Valproic acid (generik, Depakene)
Oral: 250 mg kapsul, 250 mg/5 mL sirup
Dosis: 3 x 250 mg/hari
CARBAMAZEPINE
40
Carbamazepine telah dianggap sebagai alternatif yang pantas untuk
lithiumjika lithium kurang optimal. Obat ini dapat digunakan untuk
mengobati mania akut dan juga untuk terapi profilaksis.
Efek sampingcarbamazepine pada umumnya tidak lebih besar dari
lithium dan kadang bahkan lebih rendah. Carbamazepine dapat digunakan
sendiri atau pada pasien yang refrakter dapat dikombinasi denganlithium. Cara

kerjacarbamazepine tidak jelas, tetapi dapat mengurangi sensitisasi otak terhadap perubahan

mood. Mekanisme tersebut mungkin serupa dengan efek antikonvulsinya. Meskipun efek

diskrasia darah menonjol pada penggunaannya sebagai antikonvulsi, namun tidak menjadi

masalah besar pada penggunaanya sebagai penstabil mood.8


Preparat yang Tersedia
Carbamazepine (generic, Tegretol)
Oral: 200 mg tablet; 100 mg tablet kunyah, 100 mg/5 mL suspensi, 100;
200; 400 mg tablet extended-release, 200; 300 mg kapsul
Dosis: 400-600 mg/hari
2.8.
PROGNOSIS

Banyak penelitian mengenai perjalanan penyakit dan prognosis gangguan suasana

perasaan (mood [afektif]) memberikan kesimpulan bahwa penyakit ini memiliki perjalanan yang

panjang dan pasien cenderung mengalami kekambuhan.


Prognosa baik apabila:

Episodenya ringan, tidak ada gejala psikotik


Perawatan di rumah sakit hanya singkat, tidak lebih dari sekali


perawatan

Selama masa remaja memuliki riwayat persahabatan yang erat dan


baik

pasien mempunyai hubungan psikososial yang baik dan kokoh


Fungsi keluarga yang stabil dan baik


Tidak ada gangguan psikiatri komorbid


Tidak ada gangguan kepribadian.5


41
Prognosa buruk apabila:

Adanya penyerta gangguan distimik


Penyalahgunaan alkohol dan zat-zat lainnya


Gejala gangguan kecemasan


Riwayat lebih dari satu episode depresif sebelumnya.


Laki-laki lebih sering menjadi kronis dan mengganggu


dibandingkan perempuan.2

Gangguan depersif berat bukan merupakan gangguan yang ringan. Keadaan ini

cenderung merupakan gangguan kronis, dan pasien cenderung mengalami relaps. Pasien dengan

gangguan bipolar memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan pasien dengan gangguan
depresif berat. Sepertiga dari semua pasien gangguan bipolar memiliki gejala kronis dan bukti-

bukti penurunan sosial yang bermakna.2

Prognosa buruk apabila:


Adanya penyerta gangguan distimik


Penyalahgunaan alkohol dan zat-zat lainnya


Gejala gangguan kecemasan


Riwayat lebih dari satu episode depresif sebelumnya.


Laki-laki lebih sering menjadi kronis dan mengganggu


dibandingkan perempuan.2

Gangguan depersif berat bukan merupakan gangguan yang ringan. Keadaan ini

cenderung merupakan gangguan kronis, dan pasien cenderung mengalami relaps. Pasien dengan

gangguan bipolar memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan pasien dengan gangguan

depresif berat. Sepertiga dari semua pasien gangguan bipolar memiliki gejala kronis dan bukti-

bukti penurunan sosial yang bermakna.2


Rabu, 07 April 2010
GANGGUAN KEPRIBADIAN (PERSONALITY DISORDER)

Gangguan Kepribadian adalah istilah umum untuk suatu jenis


penyakit mental di mana cara berpikir, memahami situasi, dan
berhubungan dengan orang lain tidak berfungsi. Ada banyak jenis
spesifik gangguan kepribadian. Secara umum, memiliki gangguan
kepribadian berarti memiliki kaku dan berpotensi merusak diri
sendiri atau merendahkan diri-pola berpikir dan berperilaku tidak
peduli pada situasinya. Hal ini menyebabkan stress dalam hidup
atau gangguan dari kemampuan untuk beraktivitas rutin di tempat
kerja, sekolah atau situasi sosial lain.

Gangguan-gangguan dalam kategori ini bersumber dari


perkembangan kepribadian yang tidak masak dan menyimpang.
Kerena mengalami proses perkembangan yang tidak semestinya,
individu-individu tertentu memiliki cara pandang, cara pikir dan
berhubungan dengan dunia sekelilingnya secara maladaptif.
Akibatnya, mereka tidak berfungsi sebagaimana mestinya dan
dalam kasus-kasus tertentu mereka menjadi menderita.

Dalam beberapa kasus, kemungkinan penderita tidak


menyadari bahwa mereka memiliki gangguan kepribadian karena
cara berpikir dan berperilaku tampak alami bagi si penderita, dan
penderita mungkin menyalahkan orang lain atas keadaannya.

Kepribadian adalah kombinasi dari pikiran, emosi dan


perilaku yang membuat seseorang unik, berbeda satu sama lain. Ini
cara melihat, memahami dan berhubungan dengan dunia luar, dan
juga bagaimana seseorang melihat diri sendiri. Bentuk kepribadian
selama masa kanak-kanak, dibentuk melalui interaksi dari dua
faktor:

Warisan kecenderungan atau gen. Ini adalah aspek kepribadian


yang diturunkan kepada seseorag dari oleh orang tua, seperti
rasa malu atau pandangan terhadap kebahagiaan. Hal ini
kadang-kadang disebut temperamen bersifat "alami" dan
merupakan bagian dari pola asuh dan "konflik".
Lingkungan, atau situasi kehidupan. Lingkungan tempat seseorang
dibesarkan, hubungan dengan anggota keluarga dan orang lain
juga turut berpengaruh dalam pembentukan kepribadian. Ini
mencakup beberapa hal seperti jenis pola pengasuhan yang
dialami seseorangapakah itu dengan penuh cinta atau
kekerasan.

Gangguan kepribadian dianggap disebabkan oleh kombinasi


genetik dan pengaruh lingkungan. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa memiliki kerentanan genetik untuk
mengembangkan sebuah gangguan kepribadian dan situasi
kehidupan dapat memicu perkembangan gangguan kepribadian.
Ada tiga kelompok gangguan utama dalam kategori ini, yaitu
gangguan kepribadian, kepribadian antisosial, dan perilaku
kriminal.

GANGGUAN KEPRIBADIAN

Penderita jenis gangguan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Hubungan pribadinya dengan orang lain terganggu, dalam arti


sikap dan perilakunya cenderung merugikan orang lain.
Memandang bahwa kesulitannya disebabkan oleh nasib buruk atau
perbuatan jahat orang lain. Dengan kata lain, penderita
gangguan ini tidak pernah merasa bersalah.
tidak memiliki rasa tanggung jawab terhadap orang lain: bersikap
manipulatif atau senang mengakali, mementingkan diri sendiri,
tidak punya rasa bersalah, dan tidak mengenal rasa sesal bila
mencalakakan orang lain.
Celakanya, orang ini tidak pernah dapat melepaskan diri dari pola
tingkah lakunya yang maladaptif itu.
Selalu menghindari tanggung jawab atas masalah-masalah yang
mereka timbulkan.

Selain itu, gangguan ini lebih merupakan gangguan


terhadapa nama baik si penderita (disorders of reputation). Artinya,
masalahnya lebih berupa akibat tidak menyenangkan dari tindakan
sipenderitan terhadap orang lain, bukan berupa penderitaan yang
harus ditanggung oleh yang bersangkutan, seperti misalnya pada
kasus neurosis. Dalam kasus neurosis, yang menderita dan merasa
tidak bahagia adalah penderita itu sendiri. Sebaliknya dalam
gangguan kepribadian ini yang menjadi korban perbuatan tidak
bertanggung jawab dari si penderita. Penderita sendiri hanya
mengalami reputasi yang buruk, yang bagi penderita gangguan ini
sama sekali bukan soal.

Beberapa jenis gangguan kepribadian yang cukup menonjol


adalah kepribadian paranoid-skizoid-skizotipe, kepribadian
histrionik-narcisistik-antisosial, dan kepribadian aviodan-
tergantung-kompulsif-agresif pasif.

Kepribadian Paranoid, Skizoid, dan Skizotipe


Penderita ketiga jenis gangguan ini berperilaku eksentrik,
ditambah beberapa kekhususan sebagai berikut:

Kepribadian Paranoid memiliki ciri-ciri tambahan: serba curiga;


hipersensitif atau sangat perasa; rigid atau kaku; mudah iri;
sangat egois; argumentatif atau suka menentang; suka
menyalahkan orang lain; suka menuduh orang lain jahat.
Kepribadian Skizoid memiliki ciri-ciri khas: tidak mampu dan
menghindari menjalin hunbungan sosial; terkesan dingin dan
tidak akrab atau tidak ramah; tidak terampil bergaul dan suka
menyendiri.
Kepribadian Skizotipe memiliki ciri-cri khas: suka menyendiri; suka
menghindari oang lain; egosentrik; dihantui oleh pikiran-pikiran
autistik, yaitu pikiran-pikiran yang tidak dapat dimengerti oleh
orang lain selain oleh dirinya sendiri, dan takhayul-takhayul; dan
amat perasa.
Gangguan Kepribadian Historik, Narcisistik, dan
Antisosial

Penderita ketiga jenis gangguan ini memiliki ciri umum


berperilaku dramatik atau penuh aksi serba menonjolkan diri,
emosional, dan eratik atau aneh-aneh, di samping beberapa ciri
khusus sebagai berikut:

Kepribadian Histrionik: tidak matang; emosinya labil; haus akan


hal-hal yang serba menggairahkan (excitement); senang
mendramatisasi diri secara berlebihan untuk mencari perhatian;
penyesuaian seksual dan hubungan pribadinya kacau;
tergantung, tak berdaya, dan mudah ditipu; egois, congkak,
sangat haus akan pengukuhan orang lain; sangat reaktif;
dangkal atau picik, dan tudal tulus.
Kepribadian Narcisistik: merasa diri penting dan haus akan
perhatian dari orang lain; selalu menuntut perhatian dan
perlakuan istimewa dari orang lain; sangat peka pada
pandangan orang lain terhadap dirinya (harga dirinya rapuh);
bersikap exploitatif: memikirkan kepentingannya sendir,
mangabaikan hak dan perasaan orang lain.
Kepribadian Antisosial: selalu melanggar hak orang lain lewat
perilaku agresif, antisosial, dan tanpa rasa sesal; tidak sedikit
diantara penderita cukup cerdas dan pandai menampilkna diri
secara meyakinkan untuk menjadi penipu ulung.
Gangguan Kepribadian Avoidan, Tergantung,
Kompulsif, dan Agrasif Pasif

Penderita dalam kategori ini memiliki ciri umum diliputi


kecemasan dan rasa takut, sehingga kadang-kadang susah
dibedakan dari penderita neurosis, ditambah ciri-ciri khusus
sebagai berikut:

Kepribadian Avoidan tau menghindar: sangat peka terhadap


penolakan atau hinaan orang lain; cenderung mudah
mempersepsikan olok-olokan atau pelecehan yang belum tentu
benar; pergaulan sempit dan segan emnjalin pergaulau; takut
bergaul dengan orang lain disebabkan takut untuk dikritik atau
ditolak, kendati sering merasa butuh afeksi dari orang lain dan
merasa sepi; merasa sedih karena tidak punya teman, dan
ketidakmampuan bergaul tersebut menjadi sumber kesusahan
dan penyebab harga dirinya yang rendah.
Kepribadian Tergantung: sangat tergantung pada orang lain dan
merasa tidak berdaya, kendati sesungguhnya tidak demikian;
dapat berfungsi baik sepanjang tidak dituntut melakukan
sesuatu seorang diri.
Kepribadian Kompulsif: memiliki perhatian yang berlebihan pada
aturan-atiran, ketertiban, efisiensi, dan pada pekerjaan;
menginginkan semua orang bekerja seperti dirinya; tidak
mampu mengungkapkan sikap dan perasaan hangat;
perilakunya serba terhambat, sangat perasa, namun juga sangat
rajin; kepribadiannya kaku; sulit untuk bersantai; sangat
memperhatikan hal kecil-kecil; dan sangat sulit membagi waktu.
Kepribadian Agresif-pasif. Simtom ini sesungguhnya merupakan
sikap bermusuhan yang diungkapkan lewat cara-cara yang
bersifat tidak langsung dan bukan melalui kekerasan. Sebagai
contoh, untuk mengungkapkan kebenciannya pada majikan
yang lalim, seorang pembantu sengaja senang menangguhkan
atau menghambat-hambat pelaksanaan pekerjaan, bersikap
keras kepala, sengaja bekerja tidak efisien, dan sebagainya.
Beberapa ciri khasnya adalah: tidak suka patuh pada tuntutan
orang lain; benci pada figur otoritas, tetapi takut menyatakan
atau mengungkapkannya (tidak asertif).

Gangguan-gangguan ini diduga dapat disebabkan oleh faktor


bawaan (masih hipotesis); faktor psikososial, seperti pola hubungan
keluarga yang patogenik; dan faktor sosiokultural, seperti
munculnya sistem nilai dan pola perilaku tertentu yang jauh
berbeda dari yang lazim berlaku di masyarakat akibat kondisi
kemiskinan. Misalnya, dalam bentuk standar yang sangat longgar
tentang kejujuran, tanggung jawab sosial, dan sebagainya.

Penderita aneka jenis gangguan ini biasanya sulit ditangani


untuk ditolong. Mereka harus dipaksa. Usaha memberikan
pertolongan biasanya lebih efektif bila dilakukan dalam lingkungan
tertentu yang membatasi runga gerak penderita, misalnya di
penjara atau pusat rehabilitasi lainnya. Penanganan di luar jarang
berhasil.

GANGGUAN KEPRIBADIAN MENURUT DSM-IV-TR


Kelompok A (odd/eccentric cluster)

Terdiri dari gangguan kepribadian paranoid, schizoid,


dan schizotypal. Individu dalam kelompok ini menampilkan
perilaku yang aneh dan eksentrik.

Kelompok B (dramatic/erratic cluster)

Terdiri dari gangguan kepribadian antisosial, borderline,


histrionic, dan narcissistic. Individu dalam kelompok ini
menampilkan perilaku yang dramatik atau berlebih-lebihan,
emosional dan eratik (tidak menentu atau aneh).

Kelompok C (anxious/fearful cluster)

Terdiri dari gangguan kepribadian avoidant, dependent,


dan obsessive- compulsive. Individu dalam kelompok ini
menampilkan perilaku cemas dan ketakutan.

KELOMPOK A (ODD/ECCENTRIC CLUSTER)


Paranoid Personality Disorder (Gangguan Kepribadian
Paranoid)
Individu yang mengalami gangguan kepribadian
paranoid biasanya ditandai dengan adanya kecurigaan dan
ketidakpercayaan yang kuat terhadap orang lain. Mereka juga
diliputi keraguan yang tidak beralasan terhadap kesetiaan
orang lain atau bahwa orang lain tersebut dapat dipercaya.

Orang-orang yang mengalami gangguan ini merasa


dirinya diperlakukan secara salah dan dieksploitasi oleh orang
lain sehingga berperilaku selalu waspada terhadap orang lain.

Mereka sering kali kasar dan mudah marah terhadap apa


yang mereka anggap sebagai penghinaan. Individu semacam
ini enggan mempercayai orang lain dan cenderung
menyalahkan mereka serta menyimpan dendam meskipun
bila ia sendiri juga salah. Mereka sangat pencemburu dan
tanpa alasan dapat mempertanyakan kesetiaan pasangannya.

Individu dengan gangguan ini tidak mampu terlibat


secara emosional dan menjaga jarak dengan orang lain,
mereka tidak hangat. Gangguan kepribadian paranoid paling
banyak terjadi pada kaum laki-laki dibandingkan dengan
perempuan. Gangguan ini banyak dialami bersamaan dengan
gangguan kepribadian schizotipal, borderline, dan avoidant.
Prevalensi pada gangguan ini adalah berkisar 2 persen dari
populasi pada umumnya.

Gangguan paranoid memiliki perbedaan diagnosis


dengan skizofrenia, karena pada gangguan paranoid tidak
muncul simtom halusinasi dan delusi. Perbedaannya dengan
gangguan borderline adalah gangguan paranoid lebih sulit
untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Sedangkan
perbedaannya dengan gangguan antisosial adalah paranoid
tidak memiliki sejarah antisosial. Perbedaannya dengan
schizoid adalah gangguan ini tidak memiliki ide-ide paranoid
atau tidak memiliki kecurigaan.

Schizoid Personality Disorder (Gangguan Kepribadian


Skizoid)
Individu yang mengalami gangguan ini tidak
menginginkan atau menikmati hubungan sosial dan biasanya
tidak memiliki teman akrab. Mereka tampak tumpul, datar,
dan menyendiri serta tidak memiliki perasaan yang hangat
dan tulus terhadap orang lain. Mereka jarang memiliki emosi
kuat, tidak tertarik pada hubungan seks, serta bersikap masa
bodoh terhadap pujian, kritik, dan perasaan orang lain.
Individu yang mengalami gangguan ini adalah seorang
penyendiri dan menyukai kegiatan yang dilakukan sendirian.

Individu dengan gangguan kepribadian skizoid


menampilkan perilaku menarik diri, mereka merasa tidak
nyaman bila berinteraksi dengan orang lain, cenderung
introvert. Mereka terlihat sebagai individu yang eksentrik,
terkucil, dingin, dan penyendiri. Dalam kesehariannya,
individu lebih menyenangi kegiatan yang tidak melibatkan
orang lain dan berhasil pada bidang-bidang yang tidak
melibatkan orang lain. Prevalensi gangguan skizoid
diperkirakan 7,5 persen dari populasi. Perbandingan antara
laki-laki dan perempuan diperkirakan 2 : 1 untuk laki-laki.

Schizotypal Personality Disorder (Gangguan


Kepribadian Skizotipal)

Individu dengan gangguan kepribadian skizotipal


biasanya memiliki kepercayaan yang aneh. Mereka memiliki
pemikiran yang ajaib/aneh (magical), ide-ide yang ganjil, ilusi,
dan derealisasi yang mereka tampilkan dalam kehidupan
sehari-hari. Individu dengan gangguan ini memiliki masalah
dalam berpikir dan berkomunikasi. Dalam pembicaraan,
mereka dapat menggunakan kata-kata dengan cara yang
tidak umum dan tidak jelas sehingga hanya diri mereka saja
yang mengerti artinya.

Dari perilaku dan penampilan, mereka juga tampak


eksentrik. Sebagai contoh, mereka berbicara kapada diri
sendiri dan memakai pakaian yang kotor serta kusut. Ciri yang
umum terjadi adalah ideas of reference (keyakinan bahwa
berbagai kejadian memiliki makna khusus dan tidak biasa bagi
orang yang bersangkutan), kecurigaan, dan pikiran paranoid.
Mereka pun memiliki kemampuan yang rendah dalam
berinteraksi dengan orang lain dan kadang kala bertingkah
laku aneh sehingga akhirnya mereka sering kali terkucil dan
tidak memiliki banyak teman.

Prevelensi gangguan ini diperkirakan kurang dari 1


persen. Gangguan kepribadian skizotipal lebih banyak muncul
pada keluarga yang memiliki penderita skizofrenia. Gangguan
kepribadian skizotipal adalah titik awal dari skizofrenia.
Walaupun sama-sama muncul simtom halusinasi, namun
perbedaan gangguan ini dengan gangguan skizofrenia adalah
halusinasi pada skizotipal biasanya berlangsung dalam waktu
singkat.

Etiologi Kelompok A

Berbagai studi tentang keluarga memberikan beberapa


bukti bahwa gangguan kepribadian kelompok A berhubungan
dengan skizofrenia. Pada gangguan skizotipal, pasien
mengalami kelemahan kognitif dan kurangnya fungsi
neuropsikologis yang sama dengan terjadinya skizofrenia.
Selain itu, pasien dengan gangguan kepribadian skizotipal
memiliki rongga otak yang lebih besar dan lebih sedikit bagian
abu-abu di lobus temporalis.

KELOMPOK B (DRAMATIC/ERRATIC CLUSTER)


Borderline Personality Disorder (Gangguan
Kepribadian Ambang)

Disebut dengan kepribadian ambang (borderline) karena


berada di perbatasan antara gangguan neurotik dan
skizofrenia. Ciri-ciri utama gangguan ini adalah impulsivitas
dan ketidakstabilan dalam hubungan dengan orang lain dan
memiliki mood yang selalu berubah-ubah. Contohnya, sikap
dan perasaan terhadap orang lain dapat berubah-ubah secara
signifikan dan aneh dalam kurun waktu yang singkat. Individu
yang mengalami gangguan borderline memiliki karakter
argumentatif, mudah tersinggung, sarkastik, cepat
menyerang, dan secara keseluruhan sangat sulit untuk hidup
bersama mereka.

Perilaku mereka yang tidak dapat diprediksi dan


impulsif, boros, aktivitas seksual yang tidak pandang bulu,
penyalahgunaan zat, dan makan berlebihan, berpotensi
merusak diri sendiri. Mereka tidak tahan berada dalam
kesendirian, memiliki rasa takut diabaikan, dan menuntut
perhatian. Mudah mengalami perasaan depresi dan perasaan
hampa yang kronis, mereka sering kali mencoba bunuh diri.

Gangguan kepribadian borderline bermula pada masa


remaja atau dewasa awal, dengan prevelensi sekitar 1 persen,
dan lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan pada
laki-laki.

Etilogi Gangguan Kepribadian Borderline

Penyebab terjadinya gangguan kepribadian borderline


antara lain dapat dijelaskan oleh kedua pandangan berikut:

Faktor biologis

Faktor-faktor biologis antara lain disebabkan oleh faktor


genetis. Gangguan kepribadian borderline dialami oleh lebih
dari satu anggota dalam satu keluarga. Beberapa data
menunjukkan adanya kelemahan fungsi lobus frontalis, yang
sering diduga berperan dalam perilaku impulsif. Individu
dengan gangguan borderline mengalami peningkatan aktivasi
amigdala, suatu struktur dalam otak yang dianggap sangat
penting dalam pengaturan emosi.

Object Relations Theory


Teori ini merupakan teori dari psikoanalisa yang
memfokuskan diri pada bagaimana cara anak
mengintroyeksikan nilai-nilai dan gambaran yang
berhubungan dengan orang-orang yang dianggap penting
dalam hidupnya, misalnya orang tua. Dengan kata lain, fokus
dari teori ini adalah cara anak mengidentifikasikan diri dengan
orang lain di mana ia memiliki emotional attachment yang
kuat dengan orang tersebut. Orang-orang yang
diintroyeksikan tersebut menjadi bagian dari ego si anak pada
masa dewasa, tetapi dapat menimbulkan konflik dengan
harapan, tujuan, dan ideal-idealnya.
Teori ini beranggapan bahwa individu bereaksi terhadap dunia
melalui perspektif dari orang-orang penting dalam hidupnya
pada masa lalu, terutama orang tua atau caregiver.
Terkadang perspektif tersebut berlawanan harapan dan minat
dari individu yang bersangkutan. Otto Kernberg, salah
seorang tokoh dalam teori ini menyatakan bahwa pengalaman
yang tidak menyenangkan pada masa kanak-kanak, misalnya
mempunyai orang tua yang memberikan cinta dan perhatian
secara tidak konsisten (menghargai prestasi anak, tetapi tidak
dapat memberikan dukungan emosional dan kehangatan),
dapat menyebabkan anak mengembangkan insecure egos
(bentuk umum dari gangguan kepribadian borderline).
Individu dengan gangguan kepribadian borderline sering
kali mengembangkan mekanisme defense yang disebut
splitting, yaitu mendikotomikan objek menjadi semuanya baik
atau semuanya buruk dan tidak dapat mengintegrasikan
aspek positif dan negatif orang lain atau diri menjadi suatu
keutuhan. Hal itu menimbulkan kesulitan yang ekstrem dalam
meregulasi emosi karena individu borderline melihat dunia,
termasuk dirinya sendiri, dalam dikotomi hitam-putih.
Bagaimanapun juga, defense ini melindungi ego yang lemah
dari kecemasan yang tidak dapat ditoleransi.
Beberapa hasil penelitian juga mendukung teori ini.
Individu yang mengalami gangguan kepribadian borderline
menyatakan kurangnya kasih sayang dari ibu. Mereka
memandang keluarga mereka tidak ekspresif secara
emosional, tidak memiliki kedekatan emosional, dan sering
terjadi konflik dalam keluarga. Selain itu, mereka biasanya
juga mengalami kekerasan seksual dan fisik serta sering
mengalami perpisahan dengan orang tua pada masa kanak-
kanak.
Bagaimanapun juga, hasil-hasil penelitian tersebut masih
belum dapat menyatakan secara jelas apakah pengalaman-
pengalaman itu memang hanya dialami oleh mereka dengan
gangguan kepribadian borderline saja. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa individu yang mengalami gangguan
kepribadian borderline mempunyai pengalaman masa kecil
yang tidak menyenangkan. Namun belum jelas apakah
pengalaman tersebut bersifat spesifik bagi gangguan ini.
Linehan’s Diathesis-Stress Theory
Menurut teori ini, gangguan kepribadian borderline
berkembang ketika individu dengan diatesis biologis
(kemungkinan genetis) di mana ia mengalami kesulitan untuk
mengontrol emosi, dibesarkan dalam lingkungan keluarga
yang salah (invalidating). Dalam teori ini, diatesis biologis
disebut sebagai emotional dysregulation. Sedangkan
invalidating experience adalah pengalaman di mana keinginan
dan perasaan individu diabaikan dan tidak dihormati; usaha
individu untuk mengkomunikasikan perasaannya tidak
dipedulikan atau bahkan diberi hukuman. Salah satu contoh
ekstremnya adalah kekerasan pada anak, baik secara seksual
maupun nonseksual. Dengan kata lain, emotional
dysregulation saling berinteraksi dengan invalidate
experience anak yang sedang berkembang. Hal itulah yang
kemudian memicu perkembangan kepribadian borderline.

Histrionic Personality Disorder (Gangguan Kepribadian


Histrionik)

Gangguan kepribadian histrionik sebelumnya dikenal


disebut kepribadian histerikal, ditegakkan bagi orang-orang
yang selalu dramatis dan mencari perhatian. Mereka sering
kali menggunakan ciri-ciri penampilan fisik yang dapat
menarik perhatian orang kepada dirinya, misalnya pakaian
yang mencolok, tata rias, atau warna rambut. Mereka
berpusat pada diri sendiri, terlalu mempedulikan daya tarik
fisik mereka, dan merasa tidak nyaman bila tidak menjadi
pusat perhatian. Mereka dapat sangat provokatif dan tidak
senonoh secara seksual tanpa mempedulikan kepantasan
serta mudah dipengaruhi orang lain.
Diagnosis ini memiliki prevelensi sekitar 2 persen dan
lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki.
Gangguan kepribadian histrionik lebih banyak terjadi pada
mereka yang mengalami perpisahan atau perceraian, dan hal
ini diasosiasikan dengan depresi dan kesehatan fisik yang
buruk. Gangguan ini sering muncul bersamaan dengan
gangguan kepribadian borderline.
Etiologi Gangguan Kepribadian Histrionik
Gangguan ini dijelaskan berdasarkan pendekatan
psikoanalisa. Perilaku emosional dan ketidaksenonohan
secara seksual didorong oleh ketidaksenonohan orang tua,
terutama ayah terhadap anak perempuannya. Kebutuhan
untuk menjadi pusat perhatian dipandang sebagai cara untuk
mempertahankan diri dari perasaan yang sebenarnya yaitu
self-esteem yang rendah.

Narcissistic Personality Disorder (Gangguan


Kepribadian Narsistik)

Individu dengan gangguan kepribadian narsistik memiliki


pandangan berlebihan mengenai keunikan dan kemampuan
mereka. Mereka merasa bahwa dirinya spesial dan berharap
mendapatkan perlakuan yang khusus pula. Oleh sebab itu,
mereka sulit menerima kritik dari orang lain. Hubungan
interpersonal mereka terhambat karena kurangnya empati,
perasaan iri, dan arogansi, dan memanfaatkan/menghendaki
orang lain melakukan sesuatu yang istimewa untuk mereka
tanpa perlu dibalas. Individu pada gangguan ini sangat sensitif
terhadap kritik dan takut akan kegagalan. Terkadang mereka
mencari sosok lain yang dapat mengidealkan karena mereka
kecewa terhadap diri sendiri, tetapi mereka biasanya tidak
mengizinkan siapa pun untuk benar-benar berhubungan dekat
dengan mereka.
Hubungan personal mereka sedikit dan dangkal; ketika
orang lain menjatuhkan harapan mereka yang tidak realistis,
mereka akan marah dan menolak. Prevelensi gangguan ini
kurang dari 1 persen.
Etiologi Gangguan Kepribadian Narsistik
Penyebab gangguan kepribadian narsistik dapat
dipandang dari segi psikoanalisa. Orang yang mengalami
gangguan ini dari luar tampak memiliki perasaan yang luar
biasa akan pentingnya dirinya. Namun dipandang dari
psikoanalisa, karakteristik tersbut merupakan topeng bagi
self-esteem yang rapuh.
Menurut Heinz Kohut, self muncul pada awal kehidupan
sebagai struktur bipolar dengan immature grandiosity pada
satu sisi dan overidealisasi yang bersifat dependen di sisi lain.
Kegagalan mengembangkan self-esteem yang sehat terjadi
bila orang tua tidak merespons dengan baik kompetensi yang
ditunjukkan oleh anak-anaknya. Dengan demikian, anak tidak
bernilai bagi harga diri mereka sendiri, tetapi bernilai sebagai
alat untuk meningkatkan self-esteem orang tua.
Antisocial Personality Disorder and Psychopathy
(Gangguan Kepribadian Antisosial dan Psikopati)
Orang dewasa yang mengalami gangguan antisosial
menunjukkan perilaku tidak bertanggung jawab dan antisosial
dengan bekerja secara tidak konsisten, melanggar hukum,
mudah tersinggung, agresif secara fisik, tidak mau membayar
hutang, sembrono, ceroboh, dan sebagainya. Mereka impulsif
dan tidak mampu membuat rencana ke depan. Mereka sedikit
atau bahkan tidak merasa menyesal atas berbagai tindakan
buruk yang mereka lakukan. Gangguan ini lebih banyak
terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dan lebih
banyak terjadi di kalangan anak muda daripada dewasa yang
lebih tua. Gangguan ini lebih umum terjadi pada orang
dengan status sosioekonomi rendah.
Sementara itu, salah satu karakteristik psychopathy
adalah kemiskinan emosi, baik positif maupun negatif. Orang-
orang psychopathy tidak memiliki rasa malu, bahkan
perasaan mereka yang tampak positif terhadap orang lain
hanyalah sebuah kepura-puraan. Penampilan psikopat
menawan dan memanipulasi orang lain untuk memperoleh
keuntungan pribadi. Kadar kecemasan yang rendah membuat
psikopat tidak mungkin belajar dari kesalahannya. Kurangnya
emosi positif mendorong mereka berperilaku secara tidak
bertanggung jawab dan berperilaku kejam terhadap orang
lain.
Etiologi Gangguan Kepribadian Antisosial dan
Psychopathy
Penyebab gangguan ini berkaitan dengan peran
keluarga. Kurangnya afeksi dan penolakan berat orang tua
merupakan penyebab utama perilaku psychopathy. Selain itu,
juga disebabkan oleh tidak konsistennya orang tua dalam
mendisiplinkan anak dan dalam mengajarkan tanggung jawab
terhadap orang lain. Orang tua yang sering melakukan
kekerasan fisik terhadap anaknya dapat menyebabkan
gangguan ini. Gangguan ini juga dapat disebabkan oleh
kehilangan orang tua. Di samping itu, ayah dari penderita
psikopat kemungkinan memiliki perilaku antisosial. Faktor
lingkungan di sekitar individu yang buruk juga dapat
menyebabkan gangguan ini.

KELOMPOK C (ANXIOUS/FEARFUL CLUSTER)


Seperti yang telah disebutkan, kelompok ini terbagi
menjadi tiga gangguan kepribadian, yaitu:
Avoidant personality disorder, yaitu gangguan pada individu
yang memiliki ketakutan dalam situasi sosial.
Dependent personality disorder, yaitu gangguan pada individu
yang kurang percaya diri dan sangat bergantung pada
orang lain.
Obsessive-compulsive personality disorder, yaitu gangguan
pada individu yang mempunyai gaya hidup yang
perfeksionis.
Berikut ini akan dijelaskan secara lebih rinci tentang ketiga
gangguan kepribadian tersebut.

Avoidant Personality Disorder (Gangguan Kepribadian


Menghindar)
Individu dengan gangguan ini adalah individu yang
memiliki ketakutan yang besar akan kemungkinan adanya
kritik, penolakan atau ketidaksetujuan, sehingga merasa
enggan untuk menjalin hubungan, kecuali ia yakin bahwa ia
akan diterima.
Individu tersebut bahkan terkadang menghindari pekerjaan
yang banyak memerlukan kontak interpersonal. Dalam situasi
sosial, ia sangat mengendalikan diri (kaku) karena sangat
amat takut mengatakan sesuatu yang bodoh atau
dipermalukan atau tanda-tanda lain dari kecemasan. Ia
merasa yakin bahwa dirinya tidak kompeten dan inferior,
serta tidak berani mengambil risiko atau mencoba hal-hal
baru.

Berdasarkan DSM-IV-TR, kriteria dari avoidant


personality disorder adalah sebagai berikut:

Penghindaran terhadap kontak interpersonal karena takut


kritik dan penolakan.
Ketidakmampuan untuk terlibat dengan orang lain kecuali ia
merasa yakin akan disukai atau diterima.
Kekakuan dalam hubungan yang intim karena takut
dipermalukan atau dicemooh.
Perhatian yang berlebihan terhadap kritik atau penolakan.
Perasaan tidak mampu.
Perasaan inferior.
Keengganan yang ekstrem untuk mencoba hal-hal baru
karena takut dipermalukan.

Prevalensi dari gangguan ini sekitar 5 persen dan sering


muncul bersamaan dengan gangguan kepribadian dependen
dan borderline. Avoidant personality disorder juga sering
bercampur dengan diagnosis Axis I depresi dan generalized
social phobia. Gangguan ini memiliki gejala yang serupa
dengan generalized social phobia, tetapi gangguan ini
sebenarnya merupakan jenis generalized social phobia yang
lebih kronik.
Baik avoidant personality disorder atau social phobia
berhubungan dengan gejala yang muncul di Jepang, yang
disebut dengan taijin kyoufu. ”Taijin” berarti interpersonal dan
”kyoufu” berarti takut. Seperti pada avoidant personality
disorder dan social phobia, individu yang mengalami taijin
kyoufu sangat sensitif dan menghindari kontak interpersonal.
Namun, hal yang ditakuti berbeda dengan hal-hal yang
umumnya ditakuti pada diagnosis DSM. Individu dengan taijin
kyoufu cenderung cemas atau malu tentang bagaimana ia
mempengaruhi atau tampak di depan orang lain, misalnya
takut bahwa mereka tampak jelek atau bau.

Dependent Personality Disorder (Gangguan


Kepribadian Dependen)

Ciri utama dari gangguan kepribadian dependen adalah


kurangnya rasa percaya diri dan otonomi. Individu dengan
gangguan kepribadian ini memandang dirinya lemah dan
orang lain lebih kuat. Ia juga memiliki kebutuhan yang kuat
untuk diperhatikan atau dijaga oleh orang lain yang sering kali
menyebabkan munculnya perasaan tidak nyaman ketika
sendirian. Ia mengesampingkan kebutuhannya sendiri untuk
meyakinkan bahwa ia tidak merusak hubungan yang telah
terjalin dengan orang lain. Ketika hubungan dekat berakhir,
individu yang mengalami gangguan ini segera berusaha
menjalin hubungan lain untuk menggantikan hubungan yang
telah berakhir tersebut.

Kriteria dalam DSM pada umumnya mendeskripsikan


individu yang mengalami gangguan kepribadian dependen
sebagai orang yang sangat pasif, misalnya memiliki kesulitan
dalam memulai sesuatu atau mengerjakan sesuatu sendiri,
tidak mampu menolak, dan meminta orang lain mengambil
keputusan untuk dirinya. Bagaimanapun juga, penelitian
mengindikasikan bahwa sifat-sifat pasif tersebut tidak
mencegah individu melakukan hal-hal penting untuk menjaga
hubungan dekat, misalnya menjadi sangat penurut dan pasif,
tetapi dapat juga mengambil langkah aktif untuk menjaga
hubungan.
Berdasarkan DSM-IV-TR, kriteria gangguan kepribadian
dependen yaitu sebagai berikut:

Kesulitan dalam mengambil keputusan tanpa nasihat dan


dukungan yang berlebihan dari orang lain.
Kebutuhan terhadap orang lain untuk memikul tanggung
jawab dalam hidupnya.
Kesulitan dalam mengatakan atau melakukan penolakan
terhadap orang lain karena takut kehilangan dukungan dari
orang lain.
Kesulitan dalam melakukan atau mengerjakan sesuatu sendiri
karena kurang percaya diri.
Melakukan hal-hal yang tidak menyenangkan baginya sebagai
cara untuk memperoleh penerimaan dan dukungan dari
orang lain.
Perasaan tidak berdaya ketika sendiri karena kurang percaya
pada kemampuan diri dalam menyelesaikan sesuatu tanpa
bantuan orang lain.
Segera mencari hubungan baru ketika hubungan yang sedang
terjalin telah berakhir.
Sangat ketakutan untuk mengurus atau menjaga diri sendiri.

Prevalensi dari gangguan ini adalah sekitar 1,5 persen,


lebih banyak ditemukan di India dan Jepang. Hal itu
kemungkinan dikarenakan lingkungan di kedua negara
tersebut yang memicu perilaku dependen. Gangguan
kepribadian ini muncul lebih banyak pada wanita daripada
pria, kemungkinan karena perbedaan pengalaman sosialisasi
pada masa kanak-kanak antara wanita dan pria. Gangguan
kepribadian dependen sering kali muncul bersamaan dengan
gangguan kepribadian borderline, skizoid, histrionik,
skizotipal, dan avoidant, sama seperti diagnosis Axis I
gangguan bipolar, depresi, gangguan kecemasan, dan
bulimia.

Obsessive-Compulsive Personality Disorder (Gangguan


Kepribadian Obsesif-Kompulsif)
Individu dengan obsessive-compulsive personality
bersifat perfeksionis, sangat memperhatikan detail, aturan,
jadwal, dan sebagainya. Individu yang mengalami gangguan
obsesif-kompulsif sangat memperhatikan detail sehingga
kadang ia tidak dapat menyelesaikan hal yang dikerjakannya.
Ia lebih berorientasi pada pekerjaan daripada bersantai-santai
dan sangat sulit mengambil keputusan karena takut membuat
kesalahan. Selain itu, ia juga sangat sulit mengalokasikan
waktu karena terlalu memfokuskan diri pada hal-hal yang
tidak seharusnya. Biasanya ia memiliki hubungan
interpersonal yang kurang baik karena keras kepala dan
meminta segala sesuatu dilakukan sesuai dengan
keinginannya. Istilah yang umum digunakan sebagai julukan
bagi individu seperti itu adalah “control freak”. Individu
dengan gangguan kepribadian ini pada umumnya bersifat
serius, kaku, formal dan tidak fleksibel, terutama berkaitan
dengan isu-isu moral. Ia tidak mampu membuang objek yang
tidak berguna, walaupun objek tersebut tidak bernilai. Di
samping itu, ia juga pelit atau kikir.

Berdasarkan DSM-IV-TR, kriteria dependent personality


disorder yaitu sebagai berikut:

Sangat perhatian terhadap aturan dan detail secara


berlebihan sehingga poin penting dari aktivitas hilang.
Perfeksionisme yang ekstrem pada tingkat di mana pekerjaan
jarang terselesaikan.
Ketaatan yang berlebihan terhadap pekerjaan sehingga
mengesampingkan waktu senggang dan persahabatan.
Kekakuan dalam hal moral.
Kesulitan dalam membuang barang-barang yang tidak
berguna.
Tidak ingin mendelegasikan pekerjaan kecuali orang lain
megacu pada satu standar yang sama dengannya.
Kikir atau pelit.
Kaku dan keras kepala.

Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif agak berbeda


dengan gangguan obsesif kompulsif. Pada gangguan
kepribadian obsesif-kompulsif, tidak terdapat obsesi dan
kompulsi seperti pada gangguan obsesif-kompulsif. Gangguan
kepribadian obsesif-kompulsif paling sering muncul
bersamaan dengan gangguan kepribadian avoidant dan
memiliki prevalensi sekitar 2 persen.

Etiologi Kelompok C

Tidak banyak data yang menjelaskan penyebab dari


gangguan kepribadian kelompok anxoius/fearful. Salah satu
penyebab yang memungkinkan adalah hubungan antara
orang tua dan anak. Sebagai contoh, gangguan kepribadian
dependen disebabkan oleh pola asuh yang overprotektif dan
authoritarian, sehingga menghambat berkembangnya self-
efficacy.

Di samping itu, gangguan kepribadian dependen juga


dapat disebabkan oleh masalah attachment. Pada masa
kanak-kanak, anak mengembangkan attachment terhadap
orang dewasa dan menggunakan orang dewasa tersebut
sebagai dasar yang aman untuk mengeksplorasi dan
mengejar tujuan lain. Perpisahan dari orang dewasa dapat
menimbulkan kemarahan dan distress. Seiring dengan proses
perkembangan, anak tersebut kemudian menjadi tidak terlalu
dependen pada figur attachment. Pada attachment yang tidak
normal, perilaku yang dapat dilihat pada individu yang
mengalami gangguan kepribadian dependen merefleksikan
kegagalan dalam proses perkembangan yang biasanya, yang
muncul dari gangguan pada hubungan awal antara orang tua
dan anak yang disebabkan oleh kematian, pengabaian,
penolakan, atau pengasuhan yang overprotektif.

Individu yang mengalami gangguan ini menggunakan


berbagai cara untuk menjaga hubungan dengan orang tua
atau orang lain, misalnya dengan selalu menuruti mereka.
Sedangkan gangguan kepribadian avoidant kemungkinan
merefleksikan pengaruh lingkungan, di mana anak diajarkan
untuk takut pada orang dan situasi yang pada umumnya
dianggap tidak berbahaya. Misalnya ayah atau ibu memiliki
ketakutan yang sama, yang kemudian diturunkan pada anak
melalui modeling. Kenyataan bahwa gangguan ini terjadi di
keluarga, dapat mengindikasikan adanya peran faktor genetik.

Freud berpendapat bahwa obsessive-compulsive


personality traits disebabkan oleh fiksasi pada tahap awal dari
perkembangan psikoseksual. Sedangkan teori psikodinamik
kontemporer menjelaskan bahwa gangguan kepribadian
obsesif-kompulsif disebabkan oleh ketakutan akan hilangnya
kontrol yang diatasi dengan overkompensasi. Sebagai contoh,
seorang pria workaholic yang kompulsif kemungkinan takut
bahwa hidupnya akan hancur jika ia bersantai-santai dan
bersenang-senang.

TERAPI UNTUK GANGGUAN KEPRIBADIAN

Terapi psikodinamik bertujuan untuk mengubah


pandangan individu saat ini tentang masalah-masalah pada
masa kanak-kanak yang diasumsikan menjadi penyebab dari
gangguan kepribadian, misalnya terapis membimbing individu
yang mengalami gangguan kepribadian obsesif-kompulsif
pada kenyataan bahwa pencarian kasih sayang dari orang tua
pada masa kanak-kanak dengan cara menjadi sempurna tidak
perlu dilakukan pada masa dewasa. Ia tidak harus menjadi
sempurna untuk memperoleh penerimaan dari orang lain,
sehingga ia berani mengambil risiko dan membuat kesalahan.

Terapis behavioral dan kognitif lebih menekankan


perhatian pada faktor situasi daripada sifat. Terapis behavioral
dan kognitif cenderung menganalisa masalah individu yang
merefleksikan gangguan kepribadian. Sebagai contoh,
individu yang didiagnosa memiliki kepribadian paranoid atau
avoidant bersifat sangat sensitif terhadap kritik. Sensitivitas
tersebut dapat dikurangi dengan behavioral rehearsal (social
skills training), systematic desentizitation, atau rational-
emotive behavior therapy. Contoh lain dapat dilihat pada
individu dengan kepribadian paranoid yang bersifat hostile
dan argumentatif ketika menyatakan ketidaksetujuan atau
penolakan terhadap orang lain.

Dalam hal ini, terapis behavior dapat membantu individu


paranoid belajar untuk mengutarakan ketidaksetujuan dalam
cara yang lebih baik. Bagi mereka dengan kepribadian
avoidant, social-skills training dalam suatu kelompok dapat
membantu mereka untuk lebih asertif terhadap orang lain.

Pada terapi kognitif, gangguan dianalisa dalam


hubungannya dengan logical errors dan dysfunctional
schemata. Misalnya, pada terapi kognitif bagi individu yang
mengalami gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, pertama-
tama dibantu untuk menerima konsep bahwa perasaan dan
tingkah laku merupakan fungsi dari pikiran. Kesalahan berpikir
(errors in logic) kemudian dieksplorasi, misalnya saat individu
menyimpulkan bahwa ia tidak mampu melakukan semua hal
dengan benar hanya karena kegagalan dalam satu hal saja
(melakukan overgeneralisasi). Selain itu, terapis juga mencari
asumsi atau skema dysfunctional yang mungkin mendasari
pikiran dan perasaan individu tersebut, misalnya keyakinan
individu bahwa setiap keputusan harus selalu benar.

Terapi Untuk Kepribadian Ambang (Borderline


Personality)

Pada individu dengan kepribadian borderline, rasa


percaya sulit diciptakan dan dijaga, sehingga mempengaruhi
huubungan terapeutik. Individu cenderung mengidealkan dan
menjelek-jelekkan terapis, meminta perhatian khusus pada
satu waktu, memohon pengertian dan dukungan, tetapi tidak
mau membahas topik-topik tertentu. Apabila tingkah laku
individu sudah tidak dapat dikendalikan atau ketika ancaman
bunuh diri tidak dapat diatasi lagi, maka sering kali individu
tersebut perlu dirawat di rumah sakit.

Pada farmakoterapi bagi individu berkepribadian


borderline, diberikan beberapa macam obat. Umumnya obat-
obatan yang diberikan tersebut merupakan antidepresan dan
antipsikotik. Berikut ini terdapat dua jenis terapi bagi individu
yang berkepribadian borderline.

Object-Relations Psychoterapy

Terapi yang dilakukan bertujuan untuk memperkuat ego


yang lemah, sehingga individu tidak lagi melakukan dikotomi.
Selain itu, individu juga diberi saran konkret untuk bertingkah
laku adaptif dan merawat individu di rumah sakit jika tingkah
lakunya membahayakan diri sendiri maupun orang lain.

Dialectical Behavior Therapy (DBT)

DBT merupakan pendekatan yang mengkombinasikan


client-centered empathy dan penerimaan dengan
menyelesaikan masalah secara kognitif-behavioral dan social-
skills training. DBT mempunyai tiga tujuan utama, yaitu:

Mengajari individu untuk mengatur dan mengendalikan


tingkah laku dan emosi yang ekstrem.
Mengajari individu untuk menoleransi perasaan distress.
Mengajari individu belajar untuk mempercayai pikiran dan
emosinya sendiri.

Istilah ”dialectic” mengacu pada sikap yang berlawanan,


yaitu di mana terapis harus menerima individu borderline apa
adanya sekaligus membantu individu tersebut untuk berubah.
Istilah ”dialectic” juga mengacu pada kenyataan bahwa
individu borderline tidak perlu membagi dunia secara
dikotomi, tetapi dapat mencapai suatu sintetsis. Dengan kata
lain, salah satu tujuan DBT adalah mengajari individu untuk
memandang dunia secara dialektik, suatu pemahaman bahwa
hidup terus berubah dan suatu hal tidak semuanya buruk atau
semuanya baik.

Sedangkan aspek kognitif-behavioral dari DBT, baik yang


dilakukan secara individual atau dalam kelompok, terdiri dari
membantu individu belajar menyelesaikan masalah,
membantu untuk memperoleh penyelesaian masalah yang
lebih efektif dan dapat diterima secara sosial dan
mengendalikan emosi, meningkatkan kemampuan
interpersonal, dan mengendalikan amarah dan kecemasan.

Terapi Untuk Psychopathy

Kebanyakan ahli menyatakan bahwa membantu individu


dengan kepribadian psychopathy untuk berubah merupakan
hal yang sia-sia. Hal tersebut dikarenakan individu tidak dapat
dan tidak termotivasi untuk membina hubungan yang jujur
dan menumbuhkan kepercayaan pada terapis. Namun,
pendapat tersebut ternyata tidak sesuai dengan hasil-hasil
penelitian tentang psikopat.

Hasil penelitian membuktikan bahwa psikoterapi


psikoanalitik sangat membantu dalam beberapa hal, seperti
hubungan interpersonal yang lebih baik, peningkatan
kapasitas dalam perasaan menyesal dan empati, mengurangi
kebiasaan berbohong, terbebas dari masa percobaan, dan
bertahan pada satu pekerjaan. Efek yang serupa juga dapat
dilihat pada beberapa penelitian yang menggunakan teknik
kognitif-behavioral. Semakin muda individu, maka semakin
baik efek yang dihasilkan dari terapi.

Banyak penderita psychopathy yang dipenjara karena


melakukan tindak kriminal. Namun sayangnya, sesuai dengan
pendapat para kriminolog, sistem yang diterapkan di penjara
lebih menyerupai sekolah kriminal daripada tempat di mana
para psychopath dan pelaku tindak kriminal direhabilitasi.
Bagaimanapun juga, terdapat bukti bahwa psikopat biasanya
mulai hidup lebih baik di usia dewasa madya (40-an). Hal
tersebut kemungkinan disebabkan oleh perubahan biologis,
insight terhadap self-defeating (mengalahkan diri sendiri),
atau merasa lelah dan tidak dapat melanjutkan hidup yang
penuh dengan tipuan, bahkan kekerasan.

REFERENSI
Davidson, Gerald C., John M. Neale, & Ann M. Kring. (2004).
Abnormal Psychology (9th edition). US: John Wiley & Sons, Inc.

Supratiknya, A. (1995). Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta:


Kanisius

Skizofrenia adalah suatu gangguan psikosis fungsional berupa


gangguan mental berulang yang ditandai dengan gejala-gejala psikotik
yang khas dan oleh kemunduran fungsi sosial, fungsi kerja, dan
perawatan diri. Skizofrenia merupakan penyakit otak yang timbul akibat
ketidakseimbangan pada dopamin, yaitu salah satu sel kimia dalam otak.
Ia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya
perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan
antarpribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang
salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang pancaindra). Pada
pasien penderita, ditemukan penurunan kadar transtiretin atau pre-
albumin yang merupakan pengusung hormon tiroksin, yang
menyebabkan permasalahan pada fluida cerebrospinal. Skizofrenia bisa
mengenai siapa saja.

Data American Psychiatric Association (APA) tahun 1995


menyebutkan 1% populasi penduduk dunia menderita skizofrenia. 75%
Penderita skizofrenia mulai mengidapnya pada usia 16-25 tahun. Usia
remaja dan dewasa muda memang berisiko tinggi karena tahap
kehidupan ini penuh stresor. Kondisi penderita sering terlambat disadari
keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai bagian dari tahap
penyesuaian diri. Pengenalan dan intervensi dini berupa obat dan
psikososial sangat penting karena semakin lama ia tidak diobati,
kemungkinan kambuh semakin sering dan resistensi terhadap upaya
terapi semakin kuat. Seseorang yang mengalami gejala skizofrenia
sebaiknya segera dibawa ke psikiater dan psikolog.

Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat


dan gawat yang dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut
menjadi kronis dan lebih gawat ketika muncul pada lanjut usia (lansia)
karena menyangkut perubahan pada segi fisik, psikologis dan sosial-
budaya. Skizofrenia pada lansia angka prevalensinya sekitar 1% dari
kelompok lanjut usia (lansia) (Dep.Kes.1992).Banyak pembahasan yang
telah dikeluarkan para ahli sehubungan dengan timbulnya skizofrenia
pada lanjut usia (lansia). Hal itu bersumber dari kenyataan yang terjadi
pada lansia bahwa terdapat hubungan yang erat antara gangguan
parafrenia, paranoid dan skizofrenia. Parafrenia lambat (late paraphrenia)
digunakan oleh para ahli di Eropa untuk pasien-pasien yang memiliki
gejala paranoid tanpa gejala demensia atau delirium serta terdapat
gejala waham dan halusinasi yang berbeda dari gangguan afektif.

Skizofrenia terjadi dengan frekuensi yang sangat mirip di seluruh


dunia. Skizofrenia terjadi pada pria dan wanita dengan frekuensi yang
sama. Gejala-gejala awal biasanya terjadi pada masa remaja atau awal
dua puluhan. Pria sering mengalami awitan yang lebih awal daripada
wanita.

Gangguan skizofrenia sebenarnya dapat dibagi menjadi beberapa


tipe, yaitu:

Skizofrenia paranoid (curiga, bermusuhan, garang dsb)·


Skizofrenia katatonik (seperti patung, tidak mau makan, tidak mau
minum, dsb)
Skizofrenia hebefrenik (seperti anak kecil, merengek-rengek, minta-
minta, dsb)
Skizofrenia simplek (seperti gelandangan, jalan terus, kluyuran)·
Skizofrenia Latent (autustik, seperti gembel)

Pada umumya, gangguan skizofrenia yang terjadi pada lansia


adalah skizofrenia paranoid, simplek dan latent. Sulitnya dalam
pelayanan keluarga, para lansia dengan gangguan kejiwaan tersebut
menjadi kurang terurus karena perangainya dan tingkahlakunya yang
tidak menyenangkan orang lain, seperti curiga berlebihan, galak,
bersikap bermusuhan, dan kadang-kadang baik pria maupun wanita
perilaku seksualnya sangat menonjol walaupun dalam bentuk perkataan
yang konotasinya jorok dan porno (walaupun tidak selalu).

Gangguan Jiwa Afektif

Gangguan jiwa afektif adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan


adanya gangguan emosi (afektif) sehingga segala perilaku diwarnai oleh
ketergangguan keadan emosi. Gangguan afektif ini antara lain:

Gangguan Afektif tipe Depresif --- Gangguan ini terjadi relatif cepat
dalam beberapa bulan. Faktor penyebabnya dapat disebabkan oleh
kehilangan atau kematian pasangan hidup atau seseorang yang
sangat dekat atau oleh sebab penyakit fisik yang berat atau lama
mengalami penderitaan.Gangguan ini paling banyak dijumpai pada
usia pertengahan, pada umur 40 – 50 tahun dan kondisinya makin
buruk pada lanjut usia (lansia). Pada usia pertengahan tersebut
prosentase wanita lebih banyak dari laki-laki, akan tetapi diatas umur
60 tahun keadaan menjadi seimbang. Pada wanita mungkin ada
kaitannya dengan masa menopause, yang berarti fungsi seksual
mengalami penurunan karena sudah tidak produktif lagi, walaupun
sebenarnya tidak harus begitu, karena kebutuhan biologis sebenarnya
selama orang masih sehat dan masih memerlukan tidak ada salahnya
bila dijalankan terus secara wajar dan teratur tanpa menggangu
kesehatannya.
Gejala gangguan afektif tipe depresif adalah: sedih, sukar tidur,
sulit berkonsentrasi, merasa dirinya tak berharga, bosan hidup dan
kadang-kadang ingin bunuh diri. Beberapa pandangan menganggap
bahwa terdapat 2 jenis depresi yaitu Depresi tipe Neurotik dan
Psikotik. Pada tipe neurotik kesadaran pasien tetap baik, namun
memiliki dorongan yang kuat untuk sedih dan tersisih. Pada depresi
psikotik, kesadarannya terganggu sehingga kemampuan uji realitas
(reality testing ability) ikut terganggu dan berakibat bahwa kadang-
kadang pasien tidak dapat mengenali orang, tempat, maupun waktu
atau menjadi seseorang yang tak tahu malu, tak ada rasa takut, dsb.
Gangguan Afektif tipe Manik --- Gangguan ini sering timbul secara
bergantian pada pasien yang mengalami gangguan afektif tipe depresi
sehingga terjadi suatu siklus yang disebut gangguan afektif tipe Manik
Depresif. Dalam keadaan Manik, pasien menunjukkan keadaan
gembira yang tinggi, cenderung berlebihan sehingga mendorong
pasien berbuat sesuatu yang melampaui batas kemampuannya,
pembicaraan menjadi tidak sopan dan membuat orang lain menjadi
tidak enak. Kondisi ini lebih jarang terjadi dari pada tipe depresi.
Kondisi semacam ini kadang-kadang silih berganti, suatu ketika pasien
menjadi eforia, aktif, riang gembira, pidato berapi-api, marah-marah,
namun tak lama kemudia menjadi sedih, murung, menangis tersedu-
sedu yang sulit dimengerti.
Neurosis --- Gangguan neurosis dialami sekitar 10-20% kelompok lanjut
usia (lansia). Sering sukar untuk mengenali gangguan ini pada lanjut
usia (lansia) karena disangka sebagai gejala ketuaan. Hampir
separuhnya merupakan gangguan yang ada sejak masa mudanya,
sedangkan separuhnya lagi adalah gangguan yang didapatkannya
pada masa memasuki lanjut usia (lansia). Gangguan neurosis pada
lanjut usia (lansia) berhubungan erat dengan masalah psikososial
dalam memasuki tahap lanjut usia (lansia). Gangguan ini ditandai oleh
kecemasan sebagai gejala utama dengan daya tilikan (insight) serta
daya menilai realitasnya yang baik. Kepribadiannya tetap utuh, secara
kualitas perilaku orang neurosis tetap baik, namun secara kuantitas
perilakunya menjadi irrasional. Sebagai contoh : mandi adalah hal
yang biasa dilakukan oleh orang normal sehari 2 kali, namun bagi
orang neurosis obsesive untuk mandi, ia akan mandi berkali-kali
dalam satu hari dengan alasan tidak puas-puas untuk mandi. Secara
umum gangguan neurosis dapat dikategorikan sebagai berikut:
Neurosis cemas dan panic
Neurosis obsesif kompulsif
Neurosis fobik
Neurosis histerik (konversi)
Gangguan somatoform

Faktor resiko penyakit ini termasuk:

Riwayat skizofrenia dalam keluarga


Perilaku premorbid yang ditandai dengan kecurigaan, eksentrik,
penarikan diri, dan/atau impulsivitas.
Stress lingkungan
Kelahiran pada musim dingin. Faktor ini hanya memiliki nilai prediktif
yang sangat kecil.
Status sosial ekonomi yang rendah sekurang-kurangnya sebagian adalah
karena dideritanya gangguan ini

Tidak ada jalur etiologi tunggal yang telah diketahui menjadi


penyebab skizofrenia. Penyakit ini mungkin mewakili sekelompok
heterogen gangguan yang mempunyai gejala-gejala serupa. Secara
genetik, sekurang-kurangnya beberapa individu penderita skizofrenia
mempunyai kerentanan genetic herediter. Kemungkinan menderita
gangguan ini meningkat dengan adanya kedekatan genetic dengan, dan
beratnya penyakit, probandnya. Penelitian Computed Tomography (CT)
otak dan penelitian post mortem mengungkapkan perbedaan-perbedaan
otak penderita skizofrenia dari otak normal walau pun belum ditemukan
pola yang konsisten. Penelitian aliran darah, glukografi, dan Brain
Electrical Activity Mapping (BEAM) mengungkapkan turunnya aktivitas
lobus frontal pada beberapa individu penderita skizofrenia. Status
hiperdopaminergik yang khas untuk traktus mesolimbik (area tegmentalis
ventralis di otak tengah ke berbagai struktur limbic) menjadi penjelasan
patofisiologis yang paling luas diterima untuk skizofrenia.

Semua tanda dan gejala skizofrenia telah ditemukan pada orang-


orang bukan penderita skizofrenia akibat lesi system syaraf pusat atau
akibat gangguan fisik lainnya. Gejala dan tanda psikotik tidak satu pun
khas pada semua penderita skizofrenia. Hal ini menyebabkan sulitnya
menegakkan diagnosis pasti untuk gangguan skizofrenia. Keputusan
klinis diambil berdasarkan sebagian pada:

Tanda dan gejala yang ada


Rriwayat psikiatri
Setelah menyingkirkan semua etiologi organic yang nyata seperti
keracunan dan putus obat akut.

Gejala - Gejala

Indikator premorbid (pra-sakit) pre-skizofrenia antara lain


ketidakmampuan seseorang mengekspresikan emosi: wajah dingin,
jarang tersenyum, acuh tak acuh. Penyimpangan komunikasi: pasien sulit
melakukan pembicaraan terarah, kadang menyimpang (tanjential) atau
berputar-putar (sirkumstantial). Gangguan atensi: penderita tidak mampu
memfokuskan, mempertahankan, atau memindahkan atensi. Gangguan
perilaku: menjadi pemalu, tertutup, menarik diri secara sosial, tidak bisa
menikmati rasa senang, menantang tanpa alasan jelas, mengganggu dan
tak disiplin.
Secara umum, gejala-gejala yang muncul pada penderita
skizofrenia adalah sebagai berikut:

muncul delusi dan halusinasi. Delusi adalah keyakinan/pemikiran


yang salah dan tidak sesuai kenyataan, namun tetap dipertahankan
sekalipun dihadapkan pada cukup banyak bukti mengenai
pemikirannya yang salah tersebut. Delusi yang biasanya muncul
adalah bahwa penderita skizofrenia meyakini dirinya adalah Tuhan,
dewa, nabi, atau orang besar dan penting. Sementara halusinasi
adalah persepsi panca indera yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Misalnya penderita tampak berbicara sendiri tetapi ia
mempersepsikan ada orang lain yang sedang ia ajak berbicara.

kehilangan energi dan minat untuk menjalani aktivitas sehari-hari,


bersenang-senang, maupun aktivitas seksual, berbicara hanya sedikit,
gagal menjalin hubungan yang dekat dengan orang lain, tidak mampu
memikirkan konsekuensi dari tindakannya, menampilkan ekspresi
emosi yang datar, atau bahkan ekspresi emosi yang tidak sesuai
konteks (misalkan tiba-tiba tertawa atau marah-marah tanpa sebab
yang jelas).

menampilkan perilaku tidak terorganisir, misalnya menampilkan


pose tubuh yang aneh, pembicaraan yang tidak tertata dengan baik
(bicara melompat-lompat dari satu topik ke topik yang lain atau 'tidak
nyambung').

Gejala-gejala skizofrenia pada umumnya bisa dibagi menjadi dua


kelas:

Gejala-gejala Positif

Termasuk halusinasi, delusi, gangguan pemikiran (kognitif). Gejala-


gejala ini disebut positif karena merupakan manifestasi jelas yang
dapat diamati oleh orang lain.

Gejala-gejala Negatif

Gejala-gejala yang dimaksud disebut negatif karena merupakan


kehilangan dari ciri khas atau fungsi normal seseorang. Termasuk
kurang atau tidak mampu menampakkan/ mengekspresikan emosi
pada wajah dan perilaku, kurangnya dorongan untuk beraktivitas,
tidak dapat menikmati kegiatan-kegiatan yang disenangi dan
kurangnya kemampuan bicara (alogia).

Meski bayi dan anak-anak kecil dapat menderita skizofrenia atau


penyakit psikotik yang lainnya, keberadaan skizofrenia pada grup ini
sangat sulit dibedakan dengan gangguan kejiwaan seperti autisme,
sindrom Asperger atau ADHD atau gangguan perilaku dan gangguan Post
Traumatic Stress Dissorder. Oleh sebab itu diagnosa penyakit psikotik
atau skizofrenia pada anak-anak kecil harus dilakukan dengan sangat
berhati-hati oleh psikiater atau psikolog yang bersangkutan.

Pada remaja perlu diperhatikan kepribadian pra-sakit yang


merupakan faktor predisposisi skizofrenia, yaitu gangguan kepribadian
paranoid atau kecurigaan berlebihan, menganggap semua orang sebagai
musuh. Gangguan kepribadian skizoid yaitu emosi dingin, kurang mampu
bersikap hangat dan ramah pada orang lain serta selalu menyendiri. Pada
gangguan skizotipal orang memiliki perilaku atau tampilan diri aneh dan
ganjil, afek sempit, percaya hal-hal aneh, pikiran magis yang
berpengaruh pada perilakunya, persepsi pancaindra yang tidak biasa,
pikiran obsesif tak terkendali, pikiran yang samar-samar, penuh kiasan,
sangat rinci dan ruwet atau stereotipik yang termanifestasi dalam
pembicaraan yang aneh dan inkoheren.

Tidak semua orang yang memiliki indikator premorbid pasti


berkembang menjadi skizofrenia. Banyak faktor lain yang berperan untuk
munculnya gejala skizofrenia, misalnya stresor lingkungan dan faktor
genetik. Sebaliknya, mereka yang normal bisa saja menderita skizofrenia
jika stresor psikososial terlalu berat sehingga tak mampu mengatasi.
Beberapa jenis obat-obatan terlarang seperti ganja, halusinogen atau
amfetamin (ekstasi) juga dapat menimbulkan gejala-gejala psikosis.

Penderita skizofrenia memerlukan perhatian dan empati, namun


keluarga perlu menghindari reaksi yang berlebihan seperti sikap terlalu
mengkritik, terlalu memanjakan dan terlalu mengontrol yang justru bisa
menyulitkan penyembuhan. Perawatan terpenting dalam menyembuhkan
penderita skizofrenia adalah perawatan obat-obatan antipsikotik yang
dikombinasikan dengan perawatan terapi psikologis.

Terapi Penyakit Skizofrenia

Pemberian obat-obatan

Obat neuroleptika selalu diberikan, kecuali obat-obat ini


terkontraindikasi, karena 75% penderita skizofrenia memperoleh
perbaikan dengan obat-obat neuroleptika. Kontraindikasi meliputi
neuroleptika yang sangat antikolinergik seperti klorpromazin, molindone,
dan thioridazine pada penderita dengan hipertrofi prostate atau
glaucoma sudut tertutup. Antara sepertiga hingga separuh penderita
skizofrenia dapat membaik dengan lithium. Namun, karena lithium belum
terbukti lebih baik dari neuroleptika, penggunaannya disarankan sebatas
obat penopang. Meskipun terapi elektrokonvulsif (ECT) lebih rendah
dibanding dengan neuroleptika bila dipakai sendirian, penambahan terapi
ini pada regimen neuroleptika menguntungkan beberapa penderita
skizofrenia.

Pendekatan Psikologi

Hal yang penting dilakukan adalah intervensi psikososial. Hal ini


dilakukan dengan menurunkan stressor lingkungan atau mempertinggi
kemampuan penderita untuk mengatasinya, dan adanya dukungan sosial.
Intervensi psikososial diyakini berdampak baik pada angka relaps dan
kualitas hidup penderita. Intervensi berpusat pada keluarga hendaknya
tidak diupayakan untuk mendorong eksplorasi atau ekspresi perasaan-
perasaan, atau mempertinggi kewaspadaan impuls-impuls atau motivasi
bawah sadar.

Tujuannya adalah:

Pendidikan pasien dan keluarga tentang sifat-sifat gangguan skizofrenia.


Mengurangi rasa bersalah penderita atas timbulnya penyakit ini. Bantu
penderita memandang bahwa skizofrenia adalah gangguan otak.
Mempertinggi toleransi keluarga akan perilaku disfungsional yang tidak
berbahaya. Kecaman dari keluarga dapat berkaitan erat dengan
relaps.
Mengurangi keterlibatan orang tua dalam kehidupan emosional
penderita. Keterlibatan yang berlebihan juga dapat
meningkatkan resiko relaps.
Mengidentifikasi perilaku problematik pada penderita dan anggota
keluarga lainnya dan memperjelas pedoman bagi penderita dan
keluarga.

Psikodinamik atau berorientasi insight belum terbukti memberikan


keuntungan bagi individu skizofrenia. Cara ini malahan memperlambat
kemajuan. Terapi individual menguntungkan bila dipusatkan pada
penatalaksanaan stress atau mempertinggi kemampuan social spesifik,
serta bila berlangsung dalam konteks hubungan terapeutik yang ditandai
dengan empati, rasa hormat positif, dan ikhlas. Pemahaman yang
empatis terhadap kebingungan penderita, ketakutan-ketakutannya, dan
demoralisasinya amat penting dilakukan.

Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang parah dan sulit ditangani.


Penderita skizofrenia tidak dapat disembuhkan secara total, dalam arti
halusinasi dan delusi tidak dapat hilang total, karena tanpa pengobatan
yang terus-menerus dan dukungan dari lingkungan, maka gejala-gejala
skizofrenia dapat kembali muncul saat individu berada dalam tekanan
atau mengalami stres. Intervensi sejak dini merupakan hal yang sangat
penting dan bermanfaat dalam penanganan skizofrenia demi mencegah
perkembangan gangguan ke arah yang semakin parah. Penanganan
gangguan skizofrenia membutuhkan berbagai pendekatan selain dengan
obat-obatan, tetapi juga dengan terapi-terapi baik terapi individu,
kelompok (difokuskan pada keterampilan sosial, penyelesaian masalah,
perubahan pemikiran, dan keterampilan persiapan memasuki dunia
kerja), maupun keluarga.

Dalam terapi keluarga, diberikan informasi dan edukasi mengenai


skizofrenia dan pengobatannya, selain itu terapi juga diarahkan untuk
menghindarkan sikap saling menyalahkan dalam keluarga, meningkatkan
komunikasi dan keterampilan pemecahan masalah dalam keluarga,
mendorong penderita dan keluarga untuk mengembangkan kontak sosial,
dan meningkatkan motivasi penderita skizofrenia dan keluarganya.

Prognosis Penyakit Skizofrenia

Fase residual sering mengikuti remisi gejala psikotik yang tampil


penuh, terutama selama tahun-tahun awal gangguan ini. Gejala dan
tanda selama fase ini mirip dengan gejala dan tanda pada fase
prodromal; gejala-gejala psikotik ringan menetap pada sekitar separuh
penderita. Penyembuhan total yang berlangsung sekurang-kurangnya
tiga tahun terjadi pada 10% pasien, sedangkan perbaikan yang bermakna
terjadi pada sekitar dua per tiga kasus. Banyak penderita skizofrenia
mengalami eksaserbasi intermitten, terutama sebagai respon terhadap
situasi lingkungan yang penuh stress. Pria biasanya mengalami
perjalanan gangguan yang lebih berat dibanding wanita. Sepuluh persen
penderita skizofrenia meninggal karena bunuh diri.

Prognosis baik berhubungan dengan tidak adanya gangguan


perilaku prodromal, pencetus lingkungan yang jelas, awitan mendadak,
awitan pada usia pertengahan, adanya konfusi, riwayat untuk gangguan
afek, dan system dukungan yang tidak kritis dan tidak terlalu intrusive.
Skizofrenia Tipe I tidak selalu mempunyai prognosis yang lebih baik
disbanding Skizofrenia Tipe II. Sekitar 70% penderita skizofrenia yang
berada dalam remisi mengalami relaps dalam satu tahun. Untuk itu,
terapi selamanya diwajibkan pada kebanyakan kasus.

You might also like