You are on page 1of 12

Iodium adalah jenis elemen mineral mikro kedua sesudah Besi yang dianggap

penting bagi kesehatan manusia walaupun sesungguhnya jumlah kebutuhan tidak


sebanyak zat-zat gizi lainnya. Djokomoeldjanto (1993) mengatakan bahwa manusia tidak
dapat membuat unsur/ elemen iodium dalam tubuhnya seperti membuat protein atau gula,
tetapi harus mendapatkannya dari luar tubuh (secara alamiah) melalui serapan iodium
yang terkandung dalam makanan serta minuman.

Pentingnya iodium dalam tubuh manusia untuk metabolisme sudah dikenal sejak
abad lalu walaupun pengaruh positif seaweed atau burntsponges (kaya iodium) terhadap
penyakit gondok sudah diketahui sejak zaman purba di seluruh dunia (Cavalieri, 1980).
Gondok merupakan suatu gejala pembesaran pada kelenjar tiroid yang terjadi akibat
respons terhadap defisiensi/kekurangan iodium.

Kekurangan iodium berhubungan erat dengan jumlah iodium yang terkandung di


dalam tanah yang digunakan dalam bidang pertanian di daerah yang berpengaruh.
Walaupun program suplemen tambahan iodium telah mengurangi kekurangan jumlah
iodium di berbagai daerah daerah di dunia, masih terlihat masalah kekurangan iodium
yang serius di berbagai daerah (Brody, 1999).

Daerah Maluku, khususnya Kabupaten Maluku Tengah, merupakan salah satu


daerah pesisir pantai yang belakangan ini termasuk dalam kelompok yang memiliki
angka prevalinsi yang cukup tinggi (Thaha, 1996). Sementara itu, Djokomoeldjanto
(1993) mengatakan bahwa daerah pegunungan mempunyai nilai prevalensi yang lebih
tinggi. Dengan demikian perlu dipertanyakan bahwa latarbelakang apa dan mengapa
sampai harus timbul kenyataan yang terbalik dari yang seharusnya. Lewat penulisan
makalah ini, diupayakan untuk memberikan sedikit gambaran terhadap kenyataan
dimaksud. Dengan sudut pandang Ontologi dan Aksiologi Iodium dan Penyebab Masalah
GAKI.

Tinjauan Ontologi Iodium

Iodium ditemukan pada tahun 1811 oleh Courtois. Iodium merupakan sebuah
anion monovalen. Keadaannya dalam tubuh mamalia hanya sebagai hormon tiroid.
Hormon-hormon ini sangat penting selama pembentukan embrio dan untuk mengatur
kecepatan metabolis dan produksi kalori atau energi disemua kehidupan. Jumlah iodium
yang terdapat dalam makanan sebanyak jumlah ioda dan untuk sebagian kecil secara
kovalen mengikat asam amino. Iodium diserap sangat cepat oleh usus dan oleh kelenjar
tiroid di gunakan untuk memproduksi hormon thyroid. Saluran ekskresi utama iodium
adalah melalui saluran kencing (urin) dan cara ini merupakan indikator utama
pengukuran jumlah pemasukan dan status iodium. Tingkat ekskresi (status iodium) yang
rendah (25 – 20 mg I/g creatin) menunjukan risiko kekurangan iodium dan bahkan
tingkatan yang lebih rendah menunjukan risiko yang lebih berbahaya (Brody, 1999).

Dalam saluran pencernaan, iodium dalam bahan makanan dikonversikan menjadi


Iodida yang mudah diserap dan ikut bergabung dengan pool-iodida intra/ekstraseluler.
Iodium tersebut kemudian memasuki kelenjar tiroid untuk disimpan. Setelah mengalami
peroksidasi akan melekat dengan residu tirosin dari tiroglobulin. Struktur cincin
hidrofenil dari residu tirosin adalah iodinate ortho pada grup hidroksil dan berbentuk
hormon dari kelenjar tiroid yang dapat dibebaskan (T3 dan T4) (Linder, 1992). Iodium
adalah suatu bagian integral dari hormon tridothyronine tiroid (T3) dan thyroxin (T4).
Hormon tiroid kebanyakan menggunakan, jika tidak semua, efeknya melalui
pengendalian sintesis protein. Efek-efek tersebut adalah efek kalorigenik, kardiovaskular,
metabolisme dan efek inhibitor pada pengeluaran thyrotropin oleh pituitary (Sauberlich,
1999).

Kebanyakan Thyroxine (T4) dan Triidothyronine (T3) diangkut dalam bentuk


terikat-plasma dengan protein pembawa. Thyroxine-terikat protein merupakan pembawa
hormon tiroid utama yang beberapa di antaranya juga terikat dengan thyroxin-terikat
prealbumin (Sauberlich, 1999).

Tingkat bebasnya hormon-hormon tersebut dalam plasma dimonitor oleh


hipotalamus yang kemudian mengontrol tingkat pemecahan proteolitis T3 dan T4 dari
tiroglobulin dan membebaskannya ke dalam plasma darah, melalui tiroid stimulating
hormon (TSH). Kadar T4 plasma jauh lebih besar dari pada T3, tetapi T3 lebih potensial
dan “turn overnya” lebih cepat. Beberapa T3 plasma dibuat dari T4 dengan jalan
deiodinasi dalam jaringan non-tiroid. Sebagian besar dari kedua bentuk terikat pada
protein plasma, terutama thyroid-binding-globulin (TBG), tetapi hormon yang bebas
aktivitasnya pada sel-sel target. Dalam sel-sel target dalam hati, banyak dari hormon
tersebut didegradasi dan iodidat dikonversikan untuk digunakan kembali kalau memang
dibutuhkan (Linder, 1992).

Menurut Ganong (1989) apabila mengkonsumsi iodium 500 mg/hari, hanya


sebagian iodium (120 mg) yang masuk ke dalam kelenjar tiroid, dan dari kelenjar tiroid
disekresikan sekitar 80 mg yang terdapat dalam T3 dan T4, yang merupakan hormon
tiroid. Selanjutya T3 dan T4 mengalami metabolisme dalam hepar dan dalam jaringan
lainnya. Sehingga dari hepar dikeluarkan sekitar 60 mg ke dalam cairan empedu,
kemudian dikeluarkan ke dalam lumen usus dan sebagian mengalami sirkulasi yang lepas
dari reabsorbsi akan diekskresikan bersama feses dan urin.

Pangan Sumber Iodium

Iodium dapat diperoleh dari berbagai jenis pangan dan kandungannya berbeda-
beda tergantung asal jenis pangan tersebut dihasilkan. Kandungan iodium pada buah dan
sayur tergantung pada jenis tanah. Kandungan iodium pada jaringan hewan serta produk
susu tergantung pada kandungan iodium pada pakan ternaknya. Pangan asal laut
merupakan sumber iodium alamiah. Sumber lain iodium adalah garam dan air yang
difortifikasi (Muchtadi. dkk, 1992). Hal yang sama juga dikemukakan oleh Sauberlich,
(1999) bahwa makanan laut dan ganggang laut adalah sumber iodium yang paling baik.
Penggunaan garam beriodium di Amerika Serikat diberikan sebagai sumber iodium
penting. Di USA konsumsi garam beriodium per hari per orang mendekati 10 – 12 gram
dimana garam tersebut mengandung 76 mg iodium per gram.

Soehardjo (1990) mengatakan bahwa dengan mengkonsumsi pangan yang kaya


iodium dapat menekan atau bahkan mengurangi besarnya prevalensi gondok. Berikut
Gibson (1990) menyebutkan rata-rata kandungan iodium dalam bahan makanan antara
lain : Ikan Tawar 30 mg; Ikan Laut 832 mg; Kerang 798 mg; Daging 50 mg; Susu 47 mg;
Telur 93 mg; Gandum 47 mg; Buah-buahan 18 mg; Kacang-kacangan 30 mg dan
Sayuran 29 mg.

Konsumsi Pangan Sumber Iodium

Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi


seseorang (Harper, Deaton and Driskel, 1985). Dengan demikian diharapkan untuk
mengkonsumsi pangan yang beraneka ragam sehingga dapat memenuhi kebutuhan gizi
yang dibutuhkan oleh kerja tubuh.

Di negara-negara berkembang konsumsi iodium paling banyak diperoleh dari


makanan yang berasal dari laut mengingat air laut mengandung iodium cukup tinggi.
Menurut Nurlaila, dkk (1997) rumput laut dapat digunakan sebagai bahan subtitusi dalam
pengembangan produk sumber iodium antara lain barupa 1) kelompok produk makanan
selingan / makanan jajanan ; 2) kelompok produk lauk-pauk ; 3) kelompok produk sayur-
sayuran.

Tingkat konsumsi pangan hasil laut terus meningkat dari tahun 1968, 1978, 1988
dan 1993 berturut-turut 9.9 ; 11.6 ; 15.4 ; dan 17 kg sedangkan target nasional yang harus
dicapai sebesar 18.6 kg per kapita per tahun. Hal ini menandakan bahwa tingkat
konsumsi ikan di Indonesia masih rendah atau di bawah tingkat konsumsi ikan tersebut.
Tetapi masih terdapat beberapa wilayah di Indonesia seperti Sumatera Barat, Sulawesi
Tenggara, Maluku, Kalimantan Tengah dan Timur mempunyai tingkat konsumsi pangan
hasil laut tinggi melebihi dua kali jumlah konsumsi target nasional (Muhammad dan
Guntur, 1996).

Di USA dan Kanada peningkatan konsumsi iodium adalah dengan suplementasi,


misalnya dengan garam dapur (garam beriodium) dan juga dalam medikasi dan zat-zat
pendiagnosis. Di Indonesia garam termasuk dalam sembilan bahan pangan pokok yang
diperlukan oleh masyarakat dan oleh karena itu merupakan bahan makanan penting.
Secara normal jumlah garam yang dikonsumsi per orang per hari adalah sekitar 5 – 15
gram sedangkan yang dianjurkan yaitu tidak melebihi 6 gram atau satu sendok teh setiap
hari. Hal ini disebabkan karena apa bila konsumsi garam berlebihan dapat memicu
timbulnya berbagai penyakit lain seperti tekanan darah tinggi atau hipertensi (DitJen
Pembinaan Kesehatan Masyarakat, 1995).

Kebutuhan Iodium

Menurut Hetzel (1989) dalam keadaan normal intake harian untuk orang dewasa
berkisar 100 – 150 mg perhari. Iodium diekskresikan melalui urin dan dinyatakan dalam
mg I/g kreatinin. Pada tingkat ekskresi lebih kecil daro 50 mg/g kreatinin sudah menjadi
indikator kekurangan intake. Konsumsi iodium sangat bervariasi antar berbagai wilayah
di dunia, diperkirakan sekitar 500 mg per hari di USA (sekitar 5 kali RDA). Adapun
kecukupan iodium yang dianjurkan untuk orang Indonesia antara lain : 1) umur 0 sampai
9 tahun kebutuhannya sebesar 50 – 120 mg ; 2) umur 10 – 59 dan > 60 tahun sebesar 150
mg (Pria) ; 3) umur 10 – 59 dan > 60 tahun sebesar 150 mg ; 4) Wanita Hamil mendapat
tambahan + 25 mg ; wanita laktasi 0 – 12 bulan sebesar + 50 mg (Muhilal, dkk. 1998).

Khusus bagi kelompok ibu hamil tambahan tersebut sebagian dapat dipergunakan
untuk keperluan aktivitas kelenjar tiroid dan sebagiannya lagi untuk pertumbuhan dan
perkembangan janin khususnya perkembangan otak. Bagi ibu hamil yang mengkonsumsi
iodium tidak mencukupi kebutuhan maka bayi atau janin yang dikandung akan
mengalami gangguan perkembangan otak (berat otak berkurang), gangguan
perkembangan fetus dan pasca lahir, kematian perinatal (abortus) meningkat, kemudian
setelah bayi dilahirkan mempunyai berat lahir rendah (BBLR) dan terdapat gangguan
pertumbuhan tengkorak serta perkembangan skelet, sedangkan bagi tubuh ibu hamil akan
mengalami gangguan aktivitas kelenjar tiroid. Pada kondisi ini tubuh akan mengalami
penyesuaian yang pada akhirnya akan mengalami pembesaran kelenjar tiroid yang
dikenal dengan sebutan gondok (Djokomoeldjanto, 1993 dan WHO, 1994).

Masalah GAKI

Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) adalah sekumpulan gejala atau


kelainan yang ditimbulkan karena tubuh menderita kekurangan iodium secara terus –
menerus dalam waktu yang lama yang berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan
makhluk hidup (manusia dan hewan) (DepKes RI, 1996). Makin banyak tingkat
kekurangan iodium yang dialami makin banyak komplikasi atau kelainan yang
ditimbilkannya, meliputi pembesaran kelenjar tiroid dan berbagai stadium sampai timbul
bisu-tuli dan gangguan mental akibat kretinisme (Chan et al, 1988).

Kodyat (1996) mengatakan bahwa pada umumnya masalah ini lebih banyak
terjadi di daerah pegunungan dimana makanan yang dikonsumsinya sangat tergantung
dari produksi makanan yang berasal dari tanaman setempat yang tumbuh pada kondisi
tanah dengan kadar iodium rendah.

Masalah Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan masalah yang


serius mengingat dampaknya secara langsung mempengaruhi kelangsungan hidup dan
kulitas manusia. Kelompok masyarakat yang sangat rawan terhadap masalah dampak
defisiensi iodium adalah wanita usia subur (WUS) ; ibu hamil ; anak balita dan anak usia
sekolah (Jalal, 1998).

Faktor – Faktor yang berhubungan dengan masalah GAKI antara lain :

 Faktor Defisiensi Iodium dan Iodium Excess

Defisiensi iodium merupakan sebab pokok terjadinya masalah GAKI. Hal ini
disebabkan karena kelenjar tiroid melakukan proses adaptasi fisiologis terhadap
kekurangan unsur iodium dalam makanan dan minuman yang dikonsumsinya
(Djokomoeldjanto, 1994).

Hal ini dibuktikan oleh Marine dan Kimbell (1921) dengan pemberian iodium pada
anak usia sekolah di Akron (Ohio) dapat menurunkan gradasi pembesaran kelenjar tiroid.
Temuan lain oleh Dunn dan Van der Haal (1990) di Desa Jixian, Propinsi Heilongjian
(Cina) dimana pemberian iodium antara tahun 1978 dan 1986 dapat menurunkan
prevalensi gondok secara drastic dari 80 % (1978) menjadi 4,5 % (1986).

Iodium Excess terjadi apabila iodium yang dikonsumsi cukup besar secara terus
menerus, seperti yang dialami oleh masyarakat di Hokaido (Jepang) yang mengkonsumsi
ganggang laut dalam jumlah yang besar. Bila iodium dikonsumsi dalam dosis tinggi akan
terjadi hambatan hormogenesis, khususnya iodinisasi tirosin dan proses coupling
(Djokomoeldjanto, 1994).

 Faktor Geografis dan Non Geografis

Menurut Djokomoeldjanto (1994) bahwa GAKI sangat erat hubungannya dengan


letak geografis suatu daerah, karena pada umumnya masalah ini sering dijumpai di
daerah pegunungan seperti pegunungan Himalaya, Alpen, Andres dan di Indonesia
gondok sering dijumpai di pegunungan seperti Bukit Barisan Di Sumatera dan
pegunungan Kapur Selatan.

Daerah yang biasanya mendapat suplai makanannya dari daerah lain sebagai
penghasil pangan, seperti daerah pegunungan yang notabenenya merupakan daerah yang
miskin kadar iodium dalam air dan tanahnya. Dalam jangka waktu yang lama namun
pasti daerah tersebut akan mengalami defisiensi iodium atau daerah endemik iodium
(Soegianto, 1996 dalam Koeswo, 1997).
 Faktor Zat Gizi Lain

Defisiensi protein dapat berpengaruh terhadap berbagai tahap pembentukan hormon dari
kelenjar thyroid terutama tahap transportasi hormon. Baik T 3 maupun T4 terikat oleh
protein dalam serum, hanya 0,3 % T 4 dan 0,25 % T3 dalam keadaan bebas. Sehingga
defisiensi protein akan menyebabkan tingginya T3 dan T4 bebas, dengan adanya
mekanisme umpan balik pada TSH maka hormon dari kelenjar thyroid akhirnya
menurun.

Hormon Thyroid

Kelenjar thyroid merupakan organ yang mensekresikan terutama hormon

3,5,3’-l-triiodotironin ( T 3 ) dan 3,5,3’,5’-l- tetraiodotironin (T 4 ). Hormon ini


membutuhkan Iodium untuk aktifitas biologiknya. Pada kelenjar Thyroid T 3 dan T 4
terikat pada thyroglobulin, tempat berlangsungnya biosintesa hormon ini .

Pembebasan T 3 dan T 4 dari thyroglobulin memerlukan enzim proteolitik yang


distimulasi oleh TSH (atau cAMP) tetapi dihambat oleh Iodium dan oleh Litium seperti
Litium Karbonat yang digunakan untuk terapi manik depresif .Efek ini dimanfaatkan
dengan penggunaan Kalium Iodida untuk terapi hiperthyroidisme.

T 3 dan T 4 yang berada di sirkulasi berikatan dengan protein darah yaitu :

- TBG ( 85 % )

- TBPA

- Albumin (sedikit )

Aktifitas biologik hormon ini adalah oleh fraksi yang tidak terikat (bebas)

Mekanisme Kerja

Hormon T 3 dan T 4 berikatan dengan reseptor spesifiknya dengan afinitas yang


tinggi di nukleus sel sasaran. Di sitoplasma hormon ini berikatan pada tempat dengan
afinitas yang rendah dengan reseptor spesifiknya. Kompleks hormon reseptor berikatan
pada suatu regio spesifik DNA, menginduksi atau merepresi sintesis protein dengan
meningkatkan atau menurunkan transkripsi gen. Dari transkripsi gen–gen ini timbul
perubahan dari tingkat transkripsi m RNA mereka. Perubahan tingkat mRNA ini
mengubah tingkatan dari produk protein dari gen ini.Protein ini kemudian memperantarai
respon hormon Thyroid. Hormon Thyroid dikenal sebagai modulator tumbuh kembang
→ penting pada usia balita

Patofisiologi

• Pembesaran Thyroid → goiter

• Simple goiter : usaha mengkompensasi produksi hormon thyroid yang kurang

• Jika berat → Hypothyroidisme

• Therapi dengan hormon thyroid eksogen (Levotiroksin) Hipothyroidisme

• Dibedakan : - Kreatinisme

- Miksedema

• Gambaran menonjol : - bradikardi

- hipertensi diastolik

- kulit dan rambut kering

- sensitif terhadap dingin Hiperthyroidisme

• Produksi thyroid berlebihan

• Penyebab bermacam –macam :

- Penyakit Grave → produksi thyroid merangsang IgG mengaktifkan reseptor TSH,


pembesaran difus kelenjar thyroid

- Penyakit Plumer → thyroid membesar pada satu nodul

Fisiologis Kelenjar Tiroid


Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid, yang mengendalikan kecepatan
metabolisme tubuh.
Hormon tiroid mempengaruhi kecepatan metabolisme tubuh melalui dua cara (Sherwood,
1996) :
1. Merangsang hampir setiap jaringan tubuh untuk menghasilkan protein.
2. Meningkatkan jumlah oksigen yang digunakan oleh sel.
Jika sel-sel bekerja lebih keras, maka organ tubuh akan bekerja lebih cepat. Untuk
menghasilkan hormon tiroid, kelenjar tiroid memerlukan iodium yaitu elemen yang
terdapat di dalam makanan dan air. Iodium diserap oleh usus halus bagian atas dan
lambung, dan kira-kira sepertiga hingga setengahnya ditangkap oleh kelenjar tiroid,
sedangkan sisanya dikeluarkan lewat air kemih. Hormon tiroid dibentuk melalui
penyatuan satu atau dua molekul iodium ke sebuah glikoprotein besar yang disebut
tiroglobulin yang dibuat di kelenjar tiroid dan mengandung asam amino tirosin.
Kompleks yang mengandung iodium ini disebut iodotirosin. Dua iodotirosin kemudian
menyatu untuk membentuk dua jenis hormon tiroid dalam darah yaitu :
1. Tiroksin (T4), merupakan bentuk yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid, hanya memiliki
efek yang ringan terhadap kecepatan metabolisme tubuh.
2. Tiroksin dirubah di dalam hati dan organ lainnya ke dalam bentuk aktif, yaitu
triiodotironin (T3). T3 dan T4 berbeda dalam jumlah total molekul iodium yang
terkandung (tiga untuk T3 dan empat untuk T4). Sebagian besar (90%) hormon tiroid
yang dilepaskan ke dalam darah adalah T4, tetapi T3 secara fisiologis lebih bermakna.
Baik T3 maupun T4 dibawa ke sel-sel sasaran mereka oleh suatu protein plasma
(Sherwood, 1996).

mengalami penurunan kadar T3 dan T4 bebas karena jumlah protein pembawa


yang meningkat.

PROTEIN DAN ENERGI

Protein sangat diperlukan dalam proses pembentukan sel-sel neuron baru,


pembentukan dan perbaikan sarung myelin, serta dalam pembentukan neurotransmitter,
enzim-enzim dan hormon-hormon. Kekurangan protein dan energi selama stadium dini
kehamilan akan menyebabkan gangguan pada multiplikasi sel-sel neuron fetus. Bayinya
kelak akan mempunyai ukuran kepala yang lebih kecil dibandingkan dengan besar
badannya (Mardjono et al, 1995). Hasil penelitian pada hewan percobaan, membuktikan
bahwa pembentukan dan perkembangan otak dipengaruhi oleh kandungan dan mutu
protein dalam ransum (Muchtadi, 1996).
Wanita hamil dan menyusui perlu mendapat jumlah energi yang lebih banyak;
bila wanita dewasa memerlukan 2150 Kal energi per hari, maka untuk wanita hamil
diperlukan 2435 Kal energi per hari, sedangkan wanita menyusui memerlukan masukan
energi yang lebih banyak lagi yaitu 2550-2650 Kal per hari. Demikian pula keperluan
akan protein wanita hamil dan menyusui lebih banyak; bila wanita dewasa memerlukan
protein sebanyak 41 g per hari, maka wanita hamil memerlukan sebanyak 50 g per hari,
sedangkan wanita menyusui 54-58 g per hari (Karyadi & Muhilal, 1985).

Anak-anak yang menderita kekurangan energi dan protein (protein energy


malnutrition, PEM) pada umur 1-2 tahun, jumlah sel neuron otaknya tidak berkurang
karena proliferasi sudah terjadi dan sejumlah sel neuron sudah terbentuk. Namun
demikian, gangguan akan terjadi pada diferensiasi dan pembentukan hubungan antar
neuron dicortex cerebri. Jika anak-anak penderita PEM ini di kemudian hari diberi
makanan (energi dan protein) yang cukup, IQ (intelligence quotient) mereka akan tetap
lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak normal (Mardjono et al, 1995).

Pada bayi penderita marasmus, di mana terjadi kurang makan pada tahun pertama
kehidupan bayi, misalnya karena anak terlalu cepat disapih dan kemudian tidak
memperoleh makanan yang cukup, perkembangan otaknya lebih parah lagi, karena
gangguan terjadi pada umur yang lebih muda. Biarpun anak-anak ini kemudian diberi
makan yang cukup dan bergizi tinggi, retardasi pertumbuhan otaknya menetap (Mardjono
et al, 1995). Dilaporkan bahwa jumlah sel otak anak-anak penderita marasmus lebih
sedikit dibandingkan dengan anak normal (Winick & Rosso, 1969). Demikian pula
ukuran sel-sel otak anak-anak penderita marasmus lebih kecil dibandingkan dengan anak
normal (Chase et al, 1974).

DAFTAR PUSTAKA

Djokomoeldjanto, R. 1993. Hipotiroidi di Daerah Defisiensi Iodium. Kumpulan Naskah


Simposium GAKI. Hal. 35-46. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Brody, T. 1999. Nutritional Biochemistry. Second Edition. Academic Press. University


of California at Berkeley, California.
Thaha, A.R. 1996. Pemetaan GAKI di Propinsi Maluku. Kerjasama FKM Unhas dengan
Kanwil DepKes Propinsi Maluku.

Sauberlich, H.E. 1999. Assessment of Nutritional Status. Second Edition. CRC Press.
Boca Raton London New York Washington, DC.

Ganong, W.F. 1989. Review of medical Physiology, 14th Ed. A Lange Medical Book.
Prentice Hall International Inc.

Muchtadi. dkk.1992. Masalah-Masalah Fortifikasi Iodium dalam Penanggulangan


GAKI. PAU. IPB. Bogor.

Soehardjo. 1990. Petunjuk Laboratorium Penilaian Keadaan Gizi Masyarakat. PAU


Pangan dan Gizi. IPB. Bogor

Gibson, R.S. 1990. Principles of Nutritional Assessment. Oxford University Press.


Oxford.

Harper, L.J., Deaton and J.A. Driskel. 1985. Pangan, Gizi dan Pertanian
(Penerjemah : Soehardjo). UI Press, Jakarta.

Nurlaila,A., R. Syukur, J. Genisa dan L. Mathius. 1997. Studi Pengembangan Menu


Makanan Rakyat Kaya Iodium dengan Subtitusi Rumput Laut dan Analisa Daya Terima.
Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing Bidang Kesehatan dan Gizi Masyarakat.

DitJen Pembinaan Kesehatan Masyarakat. 1995. Petunjuk Pelaksanaan Pemberian


Kapsul Minyak Beriodium. DirJen Pembinaan Gizi Masyarakat. DepKes Jakarta.

Muhilal, Jalal dan Hardinsyah. 1998. Angka Kecukupan Gizi Rata – Rata yang
Dianjurkan. Widyakarya Pangan dan Gizi Nasional VI. LIPI. Jakarta.

WHO. 1994. Indicator for Assesing Iodine Deficiency Disorder and Their Control
Through Salt Iodization. Geneva.

DepKes RI. 1996. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium dan Garam Beriodium . Pusat
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat. Jakarta.

Kodyat, B. 1996. Nutritional in Indonesia : Problems, Trends, Strategy and Program


Directorate of community Nutrition, Departemen Health, Jakarta.

http://tumoutou.net/702_05123/intje_picauly.htm
Rabu: 10 09 08 jam 11:40

http://209.85.175.104/search?q=cache:LhfFr8ykQj4J:library.usu.ac.id/modules.php
%3Fop%3Dmodload%26name%3DDownloads%26file%3Dindex%26req%3Dgetit
%26lid
%3D824+protein+dan+pembentukan+hormon+dari+kelenjar+thyroid&hl=id&ct=clnk&c
d=2&gl=id

Mutiara indah 2004

Rabu: 10 09 08 jam 11:50

http://parbutaran.wordpress.com/2008/01/28/thyroid-disease/
Rabu: 10 09 08 jam 12:00

You might also like