You are on page 1of 4

c 


    

Sejarah mencatat bahwa dalam dunia Islam ada seorang filsuf besar yang diakui dunia
intelektual, beliau adalah Ibnu al-µArabi. Nama lengkapnya adalah µAbdullah Muhammad bin
Ahmad bin µAli al-Hatimi al-Tha¶i al-Andalusi, yang lebih terkenal dengan julukan
Muhyiddin (penghidup agama). Ibnu al-µArabi seorang tokoh sufi yang juga diberi gelar asy-
Syaikh al-Akbar (Maha Guru), dilahirkan di Murcia, (Andalusia) Spanyol bagian tenggara,
pada 17 Ramadhan 560 H/28 Juli 1165 M.

Beliau memulai pendidikan formalnya ketika berumur delapan tahun, dengan mempelajari
berbagai ilmu pengetahuan di antaranya al-Qur¶an dan tafsirnya, Hadits, fiqih, teologi dan
filsafat scolastik. Inilah yang membawa beliau bertemu dengan filosof yang beraliran
aristotelianisme seperti Ibnu Rusyd, bahkan masih sempat mengajarkan al-Qur¶an Hadits dan
fiqih kepada murid-muridnya seperti Ibnu Hazm al-Zhahiri, dan Abū Bakr bin Khalaf.

Pada tahun-tahun berikutnya beliau hijrah ke Timur Tengah yakni Mekah, kemudian masuk
ke Romawi dan sempat mengembara ke berbagai wilayah di Timur, di antaranya Mesir,
Syiria, Aljazair, Baghdad, Mosul dan Asia Kecil, dan bermukim di Damaskus sampai beliau
wafat dan dimakamkan di Shalihiyah pada 22 Rabiu Tsani 638 H/Nopember 1240 M.

Beliau telah memberikan sumbangsih yang tidak sedikit terhadap khazanah pengetahuan
Islam dan termasuk penulis yang paling produktif di zamannya yang telah menghasilkan
begitu banyak karya-karya ilmiah. Terdapat lebih dari 400 buku, bahkan ada yang
menyebutnya 800 judul buku yang pernah dikarangnya, namun hanya sebagian kecil saja
yang sampai ke tangan kita.

Menurut Brockelmaun, salah seorang sarjana yang menghitung kira-kira 239 karya Ibnu al-
µArabi yang masih ada. Ini diperkuat oleh Osunan Yahia dalam karya bibliografinya telah
menyebutkan 846 judul dan menyimpulkan bahwa di antaranya hanya 700 judul yang asli,
dan dari yang asli itu hanya 400 yang masih ada. Sedangkan Ibnu al-µArabi pernah
menyebutkan 289 judul tulisan dalam sebuah catatan yang ditulisnya tahun 632 H/1234 M.
Meskipun jumlah yang ditulisnya berbeda-beda, yang pantas dikagumi adalah
produktifitasnya dalam berkarya sangat luar biasa.

Materi yang dibahas dalam karya-karyanya sangat inovatif, dimana mencakup metafisika,
kosmologi, psikoklogi, ilmu-ilmu al-Qur¶an dan hampir setiap lapangan pengetahuan lain,
yang semua itu didekati dengan tujuan untuk menjelaskan esoteriknya. Meskipun demikian,
dari sekian banyak karya-karyanya ada dua hal yang penting dan termashur yaitu al-Futūhāt
al-Makkīyah yang diklaim oleh Ibnu al-µArabi bahwa tulisan ini berupa ilham yang
didiktekan Tuhan melalui malaikat. Sedangkan tulisan yang lainnya adalah Fushush al-
Hikam yang disebut-sebut diterimanya langsung dari Nabi muhammad Saw, dan menyuruh
agar disampaikannya kepada seluruh umat manusia agar dapat diambil manfaat darinya.

Di antara tulisan yang monumental dalam bidang tasawuf-falsafi adalah al-Futuhat al-
Makkiyah dan Fushush al-Hikam, yang mulai disusun di Mekah pada tahun 598 H/1202 M,
dan selesai di Damaskus pada tahun 629 H/1231 M. Menurut pengakuannya, kitab ini didikte
oleh Tuhan melalui malaikat yang menyampaikan ilham. Sementara itu kitab Fushush al-
Hikam sekalipun relatif pendek namun tergolong karya yang paling banyak dibaca dan diberi
syarah (penjelasan), karena memang paling sulit dipahami. Karya ini ditulis sepuluh tahun
sebelum ia wafat, dan menurut pengakuannya karya ini diterimanya dari Nabi Muhammad
Saw, yang memerintahkan agar menyebarkannya, agar umat manusia dapat mengambil
manfaatnya.

Disamping kedua kitab tersebut, ia juga banyak menulis kitab yang jumlahnya tak terhitung
misalnya, Masyāhid al-Asrār, al-Qudsīyah, Muhādarāt al-Abrār wa Musāmarāt al-Ahyār.
Kasyf al-Ma¶nā an Sirri Asma¶illah al-Husna, µAnqāµ Mughrib, Rawdat al-µAsyiqīn,
Turjumān al-Musywāq, Insyā al-Dawa¶ir, Syajaratul Kaun, dan lain-lain. Karyanya juga
yang tak kalah menarik adalah konsep Wahdatul Wujud.

Metode yang digunakan oleh Ibnu al-µArabi dalam menulis karyanya, secara umum banyak
diwarnai dengan metode penuturan simbolistik yang sulit diterka. Sehingga muncullah faktor
fanatisme di kalangan sebagian ulama yang ortodoks, kemudian membatasi ruang gerak
perkembangan pmikiran Ibnu al-µArabi, bahkan mereka menganggap sesat dan keluar dari
agama Islam˜

 Wahdatul Wujud


Sebuah tema yang sangat mendominasi Fushush al-Hikam adalah Wahdatul Wujud yakni
konsep yang meliputi segalanya, sehingga semua konsep lainnya pada dasarnya tidak bisa
dilepaskan dari pengaruh konsep ini. Hal ini dinyatakan oleh Ibnu al-µArabi bahwa semua
distingsi, perbedaan dan konflik hanyalah segi-segi nyata dari sebuah realitas tunggal dan
unik dari wujud yang realitasnya mendasari semua wujud derivasi dan pengalamannya.

Wahdatul Wujud secara eksplisit berarti kesatuan wujud ³unity of existence´, dan sebagai
esensi al-Haqq, wujud adalah dasar segala sesuatu yang ada di dalam bentuk apapun yang
membuat dia dapat ditemukan. Demikian pula wujud tidak dapat di indera dalam dirinya
sendiri, namun tiada sesuatu pun yang dapat dilihat tanpa wujud.

Inti asal-muasal doktrin Wahdatul Wujud dari Ibnu al-µArabi menegaskan bahwa wujud
dalam pengertian sebenarnya adalah realitas tunggal dan tidak dapat menjadi dua wujud. Di
sinilah beliau mengikuti jejak pemikir yang lebih awal seperti al-Ghazali, yang mengomentari
ungkapan tentang kesatuan Tuhan (tauhid), namun Ibnu al-µArabi menekankan sebagian
besar tulisan-tulisannya untuk menjelaskan realitas jamak (katsrah) di dalam konteks
kesatuan tauhid.

Menurut pandangan beliau keragaman nyaris tampak tunggal, tatkala ia juga berakar kepada
Tuhan, al-Haqq. Di satu pihak alam semesta ada melalui wujud Tuhan, di pihak lain ³segala
sesuatu´ (syai¶) atau ³entitas´ (µain) yang ditemukan di dalam alam semesta memiliki sifat
khususnya sendiri.

Ibnu al-µArabi menjelaskan bahwa wujud menjadi nyata oleh karena Tuhan sebagai yang
Dzhahir memperlihatkan Diri-Nya dalam satu ³wadah manifestasi´ (locus of manifestation /
mazhhar), yakni di dalam kosmos itu sendiri. Tuhan tidak dapat memperlihatkan Diri-Nya
sebagai bathin, karena menurut definisi Tuhan sebagai yang bathin tidak dapat di jangkau dan
diketahui. Menurut paham ini juga tiap-tiap yang wujud mempunyai dua aspek; aspek lahir
yang merupakan sifat kemakhlukan, dan aspek bathin, dimana merupakan sifat ketuhanan
dan sifat kemakhlukan˜

    
Persoalan yang paling sering mengganggu para pakar tentang Ibnu al-µArabi adalah apakah ia
seorang pantheis? Ibnu al-µArabi sering mendapatkan kritik yang tajam, bahkan dituduh oleh
kawan-kawannya sebagai penganut faham bahwa Tuhan identik dengan alam, paham yang
disebut pantheisme atau monoisme. Di antara mereka yang paling menonjol ialah Ibnu
Taimiyyah (w.728 H/1328 M), Ibn Qayyim al-Jauziyyah (w.750 H/1350 M), at-Taftazani
(w.791 H/1389 M), dan Ibrahim al-Biqa¶i (w.885 H/1480 M).

Ibnu Taimiyyah misalnya, menuduh Ibnu al-µArabi berkeyakinan bahwa wujud hanya satu,
wujud alam adalah wujud Allah, wujud makhluk adalah wujud Khaliq, dan segala yang ada
ini adalah pengejawantahannya.

Sementara sarjana muslim kontemporer lainnya menolak jika dikatakan bahwa ajaran
Wahdatul Wujud adalah pantheisme yang berarti Tuhan sama dengan mahluknya (alam). Di
antara yang berpendapat demikian adalah Sayyed Husein Nasr, Mir Valiuddin, Sayyid Akbar
Abbas Dizui dan termasuk juga Harun Nasution. Harun Nasution misalnya menyatakan
bahwa istilah pantheisme tidak tepat untuk menyebut filsafat Wahdatul Wujud Ibnu al-µArabi˜


  

Ajaran Wahdatul Wujud Ibnu al-µArabi yang terpenting adalah aspek al-Haqq yang
merupakan esensi dari tiap-tiap wujud. Menurut pandangan Ibnu al-µArabi bahwa alam ini
diciptakan Tuhan dari µAin, sehingga apabila ingin melihat diri-Nya maka cukup melihat
alam ini, yang pada hakekatnya tidak ada perbedaan di antara keduanya. Hal ini dapat
diibaratkan seperti orang yang melihat bayangannya, seakan-akan menyatu dengan dirinya,
akan tetapi pada hakekatnya adalah lain, sebab bayangan itu bukanlah substansinya. Di
samping itu ajaran ini telah memadukan dua sisi imanesi Tuhan (tasybih) dan transendensi
Tuhan (tanzih). Inilah pengetahuan yang benar tentang Tuhan menurut Ibnu al-µArabi.

Dengan pemahaman konsep tanzih dan tasybih tersebut maka, paham Wahdatul Wujud bisa
dipahami dengan pengertian bahwa Tuhan adalah alam, dan alam adalah Tuhan yang disitu
masih ada unsur penciptaan yang berarti ada Khaliq (pencipta) dan Khalq (makhluk). Dengan
demikian, konsep Wahdatul Wujud Ibnu al-µArabi, masih dalam ruang lingkup tauhid yang
benar, karena masih adanya pengakuan adanya unsur penciptaan dan khalq (makhluk).

Di sisi lain, seseorang harus menyadari bahwa realitas esensial dari suatu pandangan
intelektual tidak menghalangi ekspresi mentalnya untuk tetap dipengaruhi oleh relatifitas
mode-mode pengetahuan luar. Misalnya suatu ketika beliau menggambarkan tentang
matahari sebagai jantung alam dan memancarkan cahaya ke semua bintang lain, yang
meliputi bintang-bintang tetap, dan bahwa matahari itu sendiri disinari secara langsung dan
tiada putus oleh wayu Tuhan.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama, Ibnu al-µArabi adalah tokoh
tasawwuf yang kemunculannya membawa pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan
spiritual dan intelektual Islam terlepas dari pro dan kontra terhadap konsep atau ajaran-ajaran
yang dibawanya. Kedua, konsep Wahdatul Wujud Ibnu al-µArabi, tidak harus dipahami dalam
satu tasybihnya saja, bahwa Tuhan berbeda sama sekali dengan alam, karena Dia adalah Dzat
mutlak yang tidak terbatas diluar alam nisbi yang terbatas. Wallahu a'lam.

D 
1. Brockelmann, C. Beschichte der Arabiychen. Leiden: tp, 1943.
2. Yahia, Osunan. Historie et Classification de l¶Oeuvre d¶Ibn Arabi. Damaskus: Institute
Francais de Damos, 1964.
3. Ibnu al-µArabī. Fushūsh al-Hikam. ed: Abū al-Aµlā µAfīfī. Beirut: Dār al-Kitāb al-µArabī,
1980.
4. Ibnu al-µArabī. Ijāzah li al-Malik al-Muzhaffar. Kairo: tp, 1888.
5. Nasr, Seyyed Hossein. Three Muslims Sages. ter. Ahmad Mujahid. Bandung: Risalah, 1986.
6. al-Syaµrānī. Kitāb al-Yawāqīt wa al-Jawāhir. Kairo: tp, 1888.

Diposkan oleh Muh. Anas Fachrudin di 20.39

You might also like