You are on page 1of 6

Ketahanan Nasional dan Peran Generasi Muda

Oleh M. Masad Masrur

I. Pendahuluan
Dunia, memasuki abad ke-21 atau Milenium III ditandai dengan perubahan fundamental pada
berbagai sisi kehidupan manusia, terlebih kemajuan di bidang transportasi, telekomunikasi, ilmu
pengetahuan dan informasi yang membuat hubungan antar-manusia menjadi lebih dekat.
Perpindahan manusia dan barang antar-negara lebih mudah dan lebih sering karena moda
transportasi yang tumbuh dengan pesat. Pergerakan modal juga mengalami perubahan yang
cepat, saat ini setiap orang bisa menanamkan investasi melintasi negara melalui pasar modal di
berbagai negara yang terkoneksi ke seluruh dunia. Teknologi telekomunikasi dan informasi
membuat komunikasi antar-manusia di berbagai belahan dunia dapat berjalan dengan cepat dan
real time. Informasi bergerak dengan leluasa dan tidak ada satu negara pun yang dapat
membendung informasi dari luar. Intinya muncul kekaburan batas-batas negara (borderless) dan
semakin menyatunya dunia dengan resiko munculnya saling ketergantungan antar-negara
(interdependensi).
Keadaan ini disebut dengan globalisasi, yaitu ketika dunia menjadi sebuah desa global (global
village) yang memperpendek jarak dan interaksi manusia di berbagai belahan bumi. Namun
keadaan ini tidak selamanya menguntungkan, menurut Sosiolog Anthony Giddens, globalisasi
menjadikan masa depan yang dihadapi bersama penuh dengan ketidakpastian, perubahan adalah
sesuatu yang tak bisa dihindarkan bahkan cenderung berkembang menjadi suatu gejala baru yang
penuh dengan kontradiksi, konflik maupun pembalikan arah, sehingga membuat hari depan akan
penuh dengan kejutan . Tantangan sebuah bangsa dan negara akan semakin rumit dan berat.
Krisis moneter tahun 1997 adalah contoh nyata bahwa sebuah negara dapat terpuruk akibat
permainan mata uang, yang dilakukan oleh pelaku pasar uang.
Belakangan, masyarakat dunia juga menghadapi berbagai krisis yang diakibatkan oleh
terkurasnya sumber energi dan sumber makanan dunia yang menggenapi krisis ekonomi yang
makin mengglobal. Krisis pangan, krisis energi, krisis ekonomi, bahkan krisis air menjadi
ancaman yang tidak boleh disepelekan. Negara-negara yang tidak memperhatikan ketahanan
pangan dan ketahanan lainnya akan mudah terpuruk menjadi bangsa yang lemah dan tergantung
dari bangsa lain.
Tidak bisa dimungkiri, memang bangsa Indonesia yang memiliki limpahan Sumberdaya Alam
(SDA). Namun, keadaan itu ternyata tidak cukup menjadikan bangsa dan negaranya kuat.
Sumberdaya Manusia (human resources atau SDM) kurang cukup mengimbangi pembangunan
ekonomi yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). SDA yang melimpah tetapi tidak
didukung oleh SDM yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, menjadikan
ketergantungan pada bangsa-negara asing. Melihat kondisi SDA dan ancaman ketergantungan
pada asing memperlihatkan bahwa peningkatan kualitass SDM menjadi sangat vital.
Pembangunan Nasional Indonesia pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Pembangunan Nasional bertujuan
untuk mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa dan tujuan nasional dalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat
dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib dan dinamis serta dalam
lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai. Tantangan pembanguan
nasional antara lain mewujudkan kemandirian, kemajuan ekonomi yang perlu didukung oleh
kemampuan mengembangkan potensi diri. Tantangan tersebut antara lain; [1] mengembangkan
perekonomian yang didukung oleh penguasaan dan penerapan teknologi; [2] meningkatkan
produktivitas SDM; [3] mengembangkan kelembagaan ekonomi yang efisien dengan
menerapkan praktik-praktik terbaik dan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik; dan [4]
menjamin ketersediaan kebutuhan dasar dalam negeri.
Berbagai tantangan diatas adalah saling terkait dan saling mendukung. Salah satu potensi yang
penting dikembangkan adalah keberadaan pemuda yang merupakan SDM muda (young human
resources) yang dimiliki oleh setiap bangsa. Jumlah pemuda yang mencapai 80 juta orang
merupakan potensi pembangunan yang sangat besar . Pemberdayaan pemuda sebagai upaya
peningkatan kualitass SDM dilakukan melalui dorongan, bimbingan, kesempatan, pendidikan,
pelatihan dan panduan sehingga mempunyai kesempatan untuk tumbuh sehat, dinamis, maju,
mandiri, berjiwa wirausaha, tangguh, unggul, berdaya saing, demokratis dan bertanggung jawab
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

II. Peran Pemuda dan Urgensi Keberadaan Pemuda


Dalam kosakata bahasa Indonesia, pemuda juga dikenal dengan sebutan generasi muda dan
kaum muda yang memiliki terminologi beragam. Untuk menyebut pemuda, digunakan istilah
young human resources sebagai salah satu sumber pembangunan. Mereka adalah generasi yang
ditempatkan sebagai subjek pemberdayaan yang memiliki kualifikasi efektif dengan kemampuan
dan keterampilan yang didukung penguasaan iptek untuk dapat maju dan berdiri dalam
keterlibatannya secara aktif bersama kekuatan efektif lainnya guna penyelesaian masalah-
masalah yang dihadapi bangsa. Meskipun tidak pula dipungkiri bahwa pemuda sebagai objek
pemberdayaan, yaitu mereka yang masih memerlukan bantuan, dukungan dan pengembangan ke
arah pertumbuhan potensi dan kemampuan efektif ke tingkat yang optimal untuk dapat bersikap
mandiri dan melibatkan secara fungsional .
Dalam pendekatan ekosferis, generasi muda atau pemuda berada dalam status yang sama dalam
menghadapi dinamika kehidupan seperti halnya orang tua. Generasi tua sebagai ‘generasi yang
berlalu’ (passsing generation) berkewajiban membimbing generasi muda sebagai generasi
penerus, mempersiapkan generasi muda untuk memikul tanggung jawabnya yang semakin
kompleks. Di pihak lain, generasi muda yang penuh dinamika, berkewajiban mengisi akumulator
generasi tua yang makin melemah, di samping memetik buah pengalaman generasi tua. Dalam
hubungan ini, generasi tua tidak dapat mengklaim bahwa merekalah satu-satunya penyelamat
masyarakat dan negara.
Sebaliknya generasi muda tidak bisa melepaskan diri dari kewajiban untuk memelihara dan
membangun masyarakat dan negara. Pemuda memiliki peran yang lebih berat karena merekalah
yang akan hidup dan menikmati masa depan. Sejarah memperlihatkan kiprah kaum muda selalu
mengikuti setiap tapak-tapak penting sejarah. Pemuda sering tampil sebagai kekuatan utama
dalam proses modernisasi dan perubahan. Dan biasanya pula pemuda jenis ini adalah para
pemuda yang terdidik yang mempunyai kelebihan dalam pemikiran ilmiah, selain semangat
mudanya, sifat kritisnya, kematangan logikanya dan ‘kebersihan’-nya dari noda orde masanya.
Angkatan 1908 mendapat inspirasi dari asiatic reveil (kebangkitan bangsa-bangsa Asia) akibat
kemenangan Jepang terhadap Rusia pada tahun 1904-1905, sehingga mulai tumbuh kesadaran
sebagai bangsa. Melalui Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928, para pemuda berikrar untuk
mengakui satu bangsa Indonesia. Angkatan 1945 menjadi angkatan yang mendorong lahirnya
negara baru bernama Indonesia melalui proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Angkatan
1966 melakukan koreksi terhadap kepemimpinan nasional yang dipicu oleh pemberontakan PKI.
Angkatan 1966 juga dianggap sebagai penyelamat atas keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Angkatan 1974 menjadi angkatan yang mengoreksi kebijakan pemerintah Orde Baru
hingga Angkatan 1998 sebagai pendobrak otokrasi yang dilakukan oleh Presiden Soeharto.
Lewat gerakan Reformasi, kembali peran pemuda diharapkan muncul sebagai ‘penyelamat
krisis’ bangsa.
Melihat peran pemuda tersebut, posisi pemuda sebagai salah satu elemen bangsa adalah sangat
urgen. Krisis ekonomi yang merembet ke krisis multidimensi ini belum berakhir. Pemuda yang
menjadi penggerak pada setiap zamannya, kembali dituntut untuk tampil, meski tantangan yang
dihadapi selalu berbeda.

III. Ketahanan Nasional dan Perlunya Pemuda Tampil


Ketahanan Nasional adalah suatu kondisi dinamis suatu bangsa yang terdiri atas ketangguhan
serta keuletan dan kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi
segala macam dan bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan baik yang datang dari
dalam maupun luar, secara langsung maupun yang tidak langsung yang mengancam dan
membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan
dalam mewujudkan tujuan perjuangan nasional. Bentuk-bentuk ancaman tersebut menurut
doktrin Hankamnas (catur dharma eka karma) adalah [1] ancaman di dalam negeri, misalnya
pemeberontakan dan subversi yang berasal atau terbentuk dari masyarakat Indonesia. [2]
ancaman dari luar negeri, seperti infiltrasi, subversi dan intervensi dari kekuatan kolonialisme
dan imperialisme serta invasi dari darat, udara dan laut oleh musuh dari luar negeri.
Melihat berbagai tantangan tersebut, seluruh elemen bangsa seperti pemerintah, masyarakat,
generasi tua, wanita, pemuda dan sebagainya, memiliki peranan vital di masing-masing
bidangnya. Namun, pemuda yang memiliki batasan produktif dalam berkarya, memiliki posisi
yang penting. Dalam konstruksi pemuda, posisi generasi muda lebih sebagai subjek dibanding
sebagai obyek dan pada tingkat tertentu berperan secara lebih aktif, produktif dalam membangun
jati diri secara bertanggung jawab dan efektif. Artinya, kalaupun masih banyak pemuda yang
berposisi sebagai obyek pembangunan, maka harus terjadi perubahan paradigma, sehingga posisi
mereka sebagai obyek bisa berubah dengan pemberdayaan diri dan kesadaran berkarya.
Dengan demikian, pemuda tidak hanya memiliki tantangan terhadap dirinya sendiri, yaitu
melihat dirinya sebagai obyek pembangunan, tetapi tantangan luar yang menghampiri seluruh
bangsa. Kesadaran untuk menjadi subyek sangat perlu dihayati bahwa solusi pengangguran dan
berbagai problem pemuda lainnya, bisa diselesaikan oleh mereka sendiri. Kemampuan
menyelesaikan problem obyektif yang ada diharapkan mampu mengantarkan pemuda untuk
tampil menghadapi tantangan yang lebih luas lagi.

IV. Sikap Pemuda terhadap Persoalan Bangsa


Potensi yang dimiliki oleh generasi muda diharapkan mampu meningkatkan peran dan
memberikan kontribusi dalam mengatasi persoalan bangsa. Persoalan bangsa, bahkan menuju
pada makin memudarnya atau tereliminasinya jiwa dan semangat bangsa, sebagaimana yang
dimaksudkan Socrates sebagai discovery of the soul . Berbagai gejala sosial dengan mudah dapat
dilihat, mulai dari rapuhnya sendi-sendi kehidupan masyarakat, rendahnya sensitivitas sosial,
memudarnya etika, lemahnya penghargaan nilai-nilai kemanusiaan, kedudukan dan jabatan
bukan lagi sebagai amanah penederitaan rakyat, tak ada lagi jaminan rasa aman, mahalnya
menegakan keadilan dan masih banyak lagi problem sosial yang kita harus selesaikan.
Hal ini harus menjadi catatan agar pemuda lebih memiliki daya sensitivitas, karena bangsa ini
sesungguhnya sedang menghadapi problem multidimensi yang serius, dan harus dituntaskan
secara simultan tidak fragmentasi. Oleh karena itu, rekonstruksi nilai-nilai dasar bangsa ke depan
perlu bberapa langkah strategis dalam mengatasi persoalan bangsa ; pertama, komitmen untuk
meningkatkan kemandirian dan martabat bangsa. Kemandirian dan martabat bangsa Indonesia di
mata dunia adalah terpompanya harga diri bangsa. Seluruh aktivitas pembangunan sejauh
mungkin dijalankan berdasar kemampuan sendiri, misalnya dengan menegakkan semangat
berdikari.
Kedua, harmonisasi kehidupan sosial dan meningkatkan ekspektasi masyarakat sehingga
berkembang mutual social trust yang berawal dari komitmen seluruh komponen bangsa.
Pelaksanaan hukum, sebagai benteng formal untuk mengatasi korupsi, tidak boleh dipaksa
tunduk pada kemauan pribadi pucuk pimpinan negara. Ketiga, penyelenggara negara dan
segenap elemen bangsa harus terjalin dalam satu kesatuan jiwa Kata kucinya adalah segera
terwujudnya sistem kepemimpinan nasional yang kuat dan berwibawa di mata rakyat yang
memiliki integritas tinggi (terpercaya, jujur dan adil), adanya kejelasan visi (ke depan) pemimpin
yang jelas dan implementatif, pemimpin yang mampu memberi inspirasi (inspiring) dan
mengarahkan (directing) semangat rakyat secara kolektif, memiliki semangat jihad, komunikatif
terhadap rakyat, mampu membangkitkan semangat solidaritas (solidarity maker) atau conflict
resolutor.
Dan untuk pemuda, mereka harus mempu memperjuangkan sistem nilai-nilai yang
merepresentasikan aspirasi, sensitivitas dan integritas para generasi muda terhadap gejala
ketidakadilan yang terjadi di masyarakat.

V. Strategi Pemuda dalam Memperkuat Ketahanan Nasional


Strategi yang perlu dilakukan untuk mewujudkan pemuda Indonesia yang berwawasan
kebangsaan, cerdas, terampil, kreatif, memiliki daya saing dan berakhlak mulia adalah :
1. pemberdayaan generasi muda yang dilaksanakan harus terencana, menyeluruh, terpadu,
terarah, bertahap dan berlanjut untuk memacu tumbuh kembangnya wawasan generasi muda
dalam mewujudkan kehidupan yang sejajar dengan generasi muda bangsa-bangsa lain. Usaha
pengembangan ini merupakan pemerataan serta perluasan dari tahap sebelumnya dan merupakan
rangkaian yang berkelanjutan.
2. pemberdayaan generasi muda merupakan program pembangunan yang bersifat lintas bidang
dan lintas sektoral, harus dikoordinasikan sedini mungkin dari perumusan kebijaksanaan,
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasanserta melibatkan peran serta
masyarakat.
3. menempatkan posisi generasi muda lebih sebagai subjek dibanding sebagai objek dan pada
tingkat tertentu diharapkan agar generasi muda dapat berperan secara lebih aktif, produktif dalam
membangun jati diri secara bertanggung jawab dan efektif.
Dalam pelaksanaan strtategi ini, perlu dirancang rumusan hak dan kewajiban yang merupakan
proses gradual semenjak kanak-kanak hingga mencapai usia dewasa. Proses gradual ini secara
sosiologis meru¬pakan proses sosialisasi (penanaman) nilai dan norma masyarakat sesuai dengan
tahapan usianya. Proses ini dapat dikelompokkan sesuai usia; 0-6 tahun, 6-18 tahun, 18-21 tahun
dan 21-35 tahun. Kelompok 6-18 tahun harus mulai melakukan interaksi sosial dalam rangka
memperoleh keterampilan sosial sebagai bekal untuk menjadi orang dewasa sehingga ketika
mereka mencapai usia kelompok berikutnya (usia 21-35 tahun), diharapkan mampu mencapai
tingkat kematangan pemikiran sekaligus mampu menerapkannya dalam lingkungannya.
Namun demikian, perlu sarana kondusif untuk mencapai puncak kematangan sebuah generasi.
Pemuda, dan masyarakat umumnya, memerlukan fasilitas untuk mencapai kemandirian. Pertama,
harus diciptakan iklim yang kondusif agar para generasi muda dapat mengaktualisasikan segenap
potensi, bakat, dan minat yang dimilikinya. Dengan pernyataan ini maka berarti kita memiliki
pandangan yang positif dan optimis tentang para generasi muda, yaitu bahwa setiap generasi
muda memiliki potensi, bakat, dan minat masing-masing. Kedua, pemberdayaan generasi muda
membutuhkan suatu strategi kebudayaan, bukan strategi kekuasaan. Dengan strategi kebudayaan
berarti kita harus menempatkan generasi muda bukan lagi sebagai obyek, melainkan sebagai
subyek. Para generasi muda harus diberikan otoritas untuk melakukan proses pembelajaran
sendiri agar mereka menjadi lebih berdaya dan diberdayakan. Ketiga, memberikan kesempatan
dan kebebasan kepada para generasi muda untuk mengorganisasikan dirinya secara bebas dan
merdeka. Ini dimaksudkan agar etos kompetisi tumbuh dan berkembang dengan baik.
Kecenderungan untuk menyeragamkan mereka dalam suatu wadah tunggal seperti kebiasaan
lama ternyata justru menumbuhkan semangat berkompetisi.

VI. Kesimpulan dan Penutup


Pemuda memiliki potensi yang besar dalam menyelesaikan persoalan bangsa, terutama persoalan
yang menyangkut ketahanan nasional, meski tidak dimungkiri bahwa persoalan dalam diri
pemuda juga banyak. Yang terpenting adalah kesadaran pemuda untuk mampu merubah dirinya
dari obyek pembangunan menjadi subyek pembangunan dan mampu tampil untuk mendukung
ketahanan nasional bangsa ini.
Persoalan bangsa memang tidak dapat segera diselesaikan, tetapi setidaknya, dengan
membangun kesadaran bagi pemuda, maka peroblem ketahanan nasional memiliki harapan untuk
makin diperkokoh. Wallahu’alam bishawab.*

DAFTAR PUSTAKA

Anthony Giddens, Third Way and Its Critics, Illustrated Edition Postcard Book, Polity Press,
May 1 2000.
Edi Budiono, dkk (editor), Profil Pemuda Indonesia Tahun 2007, Kementerian Negara Pemuda
dan Olahraga Republik Indonesia Bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik, Jakarta Desember
2007.
Erlangga Masdiana dkk, Peran Generasi Muda Dalam Ketahanan Nasional, Kementerian negara
Pemuda dan olahraga, April 2008.
Faisal H. Basri, Krisis Ekonomi di Tengah Gelombang Globalisasi : Implikasinya Bagi Kerja
sama Ekonomi di Asia Pasifik, Jakarta: Gramedia, 1999.
Keputusan Menteri Pemuda dan Olahraga Nomor 084/Menpora/1999
Manai Sophiaan, Nasionalisme dan Sumpah Pemuda dalam 45 Tahun Sumpah Pemuda, Jakarta:
Museum Sumpah Pemuda, Cet.2, 2006.
Seskoad, Kewiraan, Bandung: Seskoad, 1997.
Sunario, Arti Sumpah Pemuda, Nasional dan Internasional dalam 45 Tahun Sumpah Pemuda,
Jakarta: Museum Sumpah Pemuda, Cet.2. 2006
Undang Undang No. 3/2002 tentang Pertahanan Negara.
Wan Usman, Daya Tahan Bangsa. Program Studi Pengkajian Ketahanan Nasional, Universitas
Indonesia, Jakarta, 2003.
Yussuf Solichien, Bayang-bayang Ekonomi Global, dalam Indonesia Baru dan Tantangan
Pemerintah, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999.

You might also like