You are on page 1of 13

MAKALAH

MODEL DAN KAJIAN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN


MATA KULIAH MANAJEMEN KEUANGAN PENDIDIKAN

DOSEN PENGAMPU
Dr. BAMBANG, M.Pd

DI SUSUN OLEH:

UMI PUJIATI
09755011

PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
TAHUN 2010
MODEL DAN KAJIAN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN

Umi Pujiati

Abstrak : Pendanaan Pendidikan sudah diatur secara khusus dalam UU


Sisdiknas Bab XIII tentang tanggung jawab (pasal 46), sumber pendanaan (pasal
47), pengelolaan (pasal 48), dan pengalokasian dana pendidikan (pasal 49). Tujuan
manajemen keuangan pendidikan adalah membantu pengelolaan sumber keuangan
organisasi pendidikan serta menciptakan mekanisme pengendalian yang tepat,
Sehingga perlu adanya kajian yang tepat berkaitan dengan pembiayaan pendidikan
dalam konteks manajemen pendidikan ialah Kajian tentang pembiayaan pendidikan
juga harus terintegrasi ke dalam program-program sekolah atau instansi tertentu
yang telah dibuat secara analitis dengan pendekatan sistem, yang artinya setiap
program sudah dimasuki unsur pembiayaan dan sumber-sumber pendidikan lain
yang diperlukan. bagi pengambilan keputusan keuangan yang dalam pencapaian
tujuan organisasi pendidikan yang transparan, akuntabel dan efektif. Ditinjau dari
berbagai aspek alam dan manusia pembiayaan pendidikan memerlukan model-
model agar ada gambaran yang sesuai untuk diimplementasikan di lingkungan
instansi masing-masing. Berikut ini merupakan model pembiayaan pendidikan
menurut Hamadah (2010): (1) Model Dana Bantuan Murni (Flat Grant Model); (2)
Model Landasan Perencanaan (Foundation Plan Model); (3) Model Perencanaan
Pokok Jaminan Pajak (Guaranted Tax Base Plan), (4) Model Persamaan Persentase
(Persentage Equalizing Model); (5) Model Perencanaan Persamaan Kemampuan
(Power Equalizing Plan) Model ini menghendaki distrik yang kaya membayar
pajak sekolah yang dikumpulkan kembali ke negara. Selanjutnya negara
menggunakan uang dari sekolah distrik yang kaya itu untuk meningkatkan bantuan
sekolah pada distrik yang lebih miskin; (6) Model Pendanaan Negara Sepenuhnya
(Full State Funding Model); (7) Model Sumber Pembiayaan (The Resources Cost
Model); (8) Model Surat Bukti / Penerimaan (Models of Choice and Voucher
Plans). Model ini memberikan dana untuk pendidikan langsung kepada individu
atau institusi rumah tangga berdasarkan permintaan pendidikan. Mereka diberikan
surat bukti penerimaan dana untuk bersekolah melalui sistem voucher yang
mencerminkan subsidi langsung kepada pihak yang membutuhkan yaitu murid; (9)
Model Rencana Bobot Siswa (Weight Student Plan), (10) Model Berdasarkan
Pengalaman (Historic Funding); (11) Model Berdasarkan Usulan (Bidding Model);
(12) Model Berdasarkan Kebijaksanaan (Descretion Model).

Kata kunci: model pembiayaan, kajian pembiayaan, Sisdiknas, Dana pembiayaan


pendidikan.

Model dan Kajian Pembiayaan Pendidikan Hal. 2


A. Pendahuluan
Harus diakui permasalahan pembiayaan pendidikan di negeri ini merupakan
permasalahan klasik yang tak berujung. Dana bantuan operasional sekolah (BOS)
Rp 254.000 per siswa SD per tahun dan Rp 354.000 per siswa SMP per tahun yang
diberikan ke sekolah sesuai jumlah siswa setiap 3 bulan sebenarnya belum
mencukupi. Banyak sekolah yang hanya mengandalkan dana BOS sehingga sering
kali memungut biaya dari orangtua siswa. Akibatnya, hampir setiap saat ditemui
protes terkait urusan biaya sekolah. Anak putus sekolah meskipun berusaha
diminimalisir, di berbagai daerah sebenarnya ada yang tidak terpantau. Khusus di
dunia perguruan tinggi, banyak elemen kampus menentang kebijakan universitas
menaikkan biaya pendidikan dari masyarakat. Apalagi berubahnya perguruan tinggi
menjadi badan hukum, aksi penolakan pun tak berhenti dikumandangkan.
Mengacu pada Pasal 31 Ayat 1 UUD 1945, beberapa pihak menganggap
telah terjadi pelanggaran konstitusi. Pemerintah dinilai melanggar konstitusi jika
berlepas tangan terhadap biaya pendidikan warga negaranya. Tampaknya
diperlukan penjelasan terkait ketentuan-ketentuan dalam Pasal 31 UUD 1945.
Kewajiban pemerintah membiayai pendidikan cenderung tidak sampai perguruan
tinggi dan hanya membiayai pendidikan dasar warga negaranya (Pasal 31 Ayat 2).
Malah anggaran pendidikan sebesar minimal 20 persen pun sebenarnya tak
mungkin untuk mencukupi biaya pendidikan setiap warga negaranya hingga
merampungkan jenjang pendidikan tinggi. Dalam hal ini, hak warga negara
memperoleh pendidikan tidak selamanya menuntut kewajiban negara membiayai
pendidikan pascapendidikan dasar (SD-SMP). Memang tidak akan mungkin biaya
pendidikan dibebankan kepada pemerintah secara keseluruhan mengingat anggaran
negara juga diperlukan untuk memasok kebutuhan-kebutuhan nonpendidikan.
Merujuk hasil sebuah pengamatan, terdapat empat model pembiayaan
pendidikan di dunia selama ini: Pertama, subsidi penuh dari jenjang pendidikan
rendah (SD) hingga pendidikan tinggi (S-3). Kedua, mirip model pertama, masa
gratis untuk pendidikan tinggi diberikan sampai usia tertentu. Ketiga, masa gratis
hanya sampai SMA dan di perguruan tinggi tetap membayar SPP walau masih
disubsidi. Keempat, semua jenjang pendidikan membiayai dirinya sendiri. Dana
diperoleh dari kerja sama dengan industri atau perbankan, membentuk komunitas
alumni atau murni semua diperoleh dari mahasiswanya.

Model dan Kajian Pembiayaan Pendidikan Hal. 3


Keempat model yang diutarakan di atas bukanlah standar baku pembiayaan
pendidikan. Lalu, bagaimana model pembiayaan pendidikan yang sekiranya tepat
diterapkan di Indonesia?
Dalam konteks Indonesia, jenjang pendidikan dasar (SD-SMP) dibiayai
penuh negara, namun untuk jenjang pendidikan tinggi diperlukan kreasi dan inovasi
perguruan tinggi mencari sumber pendanaan pendidikan. Yang perlu diperhatikan,
perguruan tinggi jangan seenaknya menarik biaya pendidikan atas nama otonomi
perguruan tinggi. Model tersebut terasa tepat dengan mengacu konstitusi dan
seperti dikemukakan di muka, anggaran negara relatif tidak mungkin membiayai
pendidikan warga negara hingga merampungkan jenjang pendidikan tinggi. Selain
itu, peran masyarakat untuk menyokong biaya pendidikan sangat penting.
Sekarang di era otonomi daerah dan otonomi pendidikan persoalan
pendanaan (pembiayaan) pendidikan telah mengalami perubahan yang mendasar,
misalnya tanggung jawab dan sumber biaya pendidikan ditanggung secara bersama-
sama oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat berdasarkan prinsip
keadilan, kecukupan dan keberlanjutan. Pengelolaan biaya pendidikan dilaksanakan
berdasarkan prinsip keadilan, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas publik. Dan
pengalokasian biaya pendidikan tidak semata-mata berdasarkan alokasi input
(pemerataan) yang biasa dihitung atau ditentukan berdasarkan jumlah siswa,
melainkan juga berdasarkan prinsip kompetisi.
Ternyata paradigma baru pembiayaan pendidikan belum dipahami oleh
sebagian anggota masyarakat, dalam persoalan pembiayaan pendidikan ini mereka
masih berfikir, bersikap, dan bertindak dalam paradigma lama, yakni pendidikan
yang gratisan. Cara berfikir yang demikian itu sebagai akibat dari lemahnya
implementasi kebijakan oleh pemerintah (eksekutif) dan legislatif.
Dalam perspektif politik, sebelum berlakunya UU No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, sistem pendidikan nasional mengacu pada UU
No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dimana pendanaan
tidak diatur secara khusus. Namun, dalam UU No. 20 tahun 2003, Pendanaan
Pendidikan sudah diatur secara khusus dalam Bab XIII tentang tanggung jawab
(pasal 46), sumber pendanaan (pasal 47), pengelolaan (pasal 48), dan
pengalokasian dana pendidikan (pasal 49):

Model dan Kajian Pembiayaan Pendidikan Hal. 4


Pasal 46
1. Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat.
2. Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab menyediakan
anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 31 ayat (4)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Ketentuan mengenai tanggung jawab pendanaan pendidikan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 47
1. Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip
keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan.
2. Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat mengerahkan sumber
daya yang ada sesuai dengan pengaturan perundang-undangan yang
berlaku.
3. Ketentuan mengenai sumber pendanaan pendidikan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.

Pasal 48
1. Pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan,
efisiensi, transaparansi, dan akuntablitas publik.
2. Ketentuan mengenai pengelolaan dana pendidikan sebagaiman
dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 49
1. Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan
dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan Belanja Daerah (APBD).
2. Gaji guru dan dosen yang diangkat pemerintah dialokasikan dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
3. Dana pendidikan dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk satuan
pendidikan diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
4. Dana pendidikan dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah diberikan
dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
5. Ketentuan mengenai pengalokasian dana pendidikan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pembiayaan menurut Ambarini (2009) adalah sebuah elemen yang tidak


bisa dan tidak mungkin dipisahkan dari proses pendidikan. Sebaik apapun konsep

Model dan Kajian Pembiayaan Pendidikan Hal. 5


pendidikan bila tidak ada pembiayaan yang mencukupi, maka menjadi suatu yang
kurang efektif.
Hal itu juga disampaikan oleh Supriyadi yang mengatakan bahwa biaya
pendidikan merupakan salah satu komponen masukan instrumental (instrumental
input) yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah maupun
di madrasah. Dalam segala upaya pencapaian tujuan pendidikan, biaya dan
pembiayaan pendidikan memiliki peranan yang sangat menentukan. Jadi tidak ada
upaya pendidikan yang dapat mengabaikan peran pembiayaan, karena tanpa biaya
proses pendidikan tidak akan berjalan dengan maksimal.
Kebutuhan dana untuk kegiatan operasional secara rutin dan pengembangan
program pendidikan secara berkelanjutan sangat dirasakan setiap pengelola
lembaga pendidikan, semakin banyak kegiatan yang dilakukan maka semakin
banyak dana yang dibutuhkan. Untuk itu kreativitas setiap pengelola pendidikan
dalam menggali dana dari berbagai sumber akan sangat membantu kelancaran
pelaksanaan program pendidikan baik rutin maupun pengembangan di lembaga
yang bersangkutan.
Dalam perspektif administrasi publik, tujuan manajemen keuangan
pendidikan adalah membantu pengelolaan sumber keuangan organisasi pendidikan
serta menciptakan mekanisme pengendalian yang tepat, bagi pengambilan
keputusan keuangan yang dalam pencapaian tujuan organisasi pendidikan yang
transparan, akuntabel dan efektif. Pengendalian yang baik terhadap administrasi
manajemen keuangan pendidikan akan memberikan pertanggungjawaban sosial
yang baik kepada berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholder).
Kajian tentang pembiayaan pendidikan menjadi penting untuk diketahui
oleh semua orang yang terlibat didalamnya agar terwujud persamaan pandangan
dalam pengalokasian, perencanaan, penggunaan, hingga proses evaluasi
pembiayaan tersebut. Persamaan persepsi diperlukan meskipun kita tahu bahwa
otonomi daerah membuat desentralisasi pendidikan harus menyesuaikan dengan
perkembangan dan kemajuan jaman. Kajian tentang pembiayaan pendidikan juga
harus terintegrasi ke dalam program-program sekolah atau instansi tertentu yang
telah dibuat secara analitis dengan pendekatan sistem, yang artinya setiap program
sudah dimasuki unsur pembiayaan dan sumber-sumber pendidikan lain yang
diperlukan.

Model dan Kajian Pembiayaan Pendidikan Hal. 6


Ditinjau dari berbagai aspek alam dan manusia pembiayaan pendidikan
memerlukan model-model agar ada gambaran yang sesuai untuk
diimplementasikan di lingkungan instansi masing-masing. Setiap daerah bebas
menggunakan model manapun atas pembiayaan pendidikannya, namun alangkah
baiknya jika model pembiayaan pendidikan disesuaikan dengan lingkungan fisik
maupun SDM yang dimiliki.

B. Model Pembiayaan Pendidikan


Model pembiayaan pendidikan yang ditampilkan pada sajian berikut ini bersumber
pada berbagai aspek. Berikut ini merupakan model pembiayaan pendidikan
menurut Hamadah (2010):
1. Model Dana Bantuan Murni (Flat Grant Model)
Merupakan uang bantuan negara yang dibagikan pada sekolah di daerah
tanpa memperhitungkan pertimbangan kemampuan pembayaran pajak
daerah setempat, yang didasarkan pada jumlah siswa yang harus dididik.
2. Model Landasan Perencanaan (Foundation Plan Model)
Negara tanpa mempertimbangkan kekayaan & pajak daerah memberikan
dana kepada daerah yang miskin lebih banyak untuk setiap siswanya
dibandingkan dengan daerah yang makmur. Tujuannya untuk menjaga
sekolah dari kehancuran lebih parah (pada daerah yang miskin).
3. Model Perencanaan Pokok Jaminan Pajak (Guaranted Tax Base Plan)
Model ini dibatasi dengan menentukan penafsiran penilaian per siswa yang
menjadi jaminan negara diperuntukkan bagi wilayah sekolah setempat.
Bantuan negara menjadi berbeda antara apa yang diterima daerah per siswa
dengan jaminan negara per siswa. Pembagian presentasenya sangat tinggi di
sekolah distrik yang miskin, dan rendah di sekolah distrik yang kaya /
sejahtera.
4. Model Persamaan Persentase (Persentage Equalizing Model).
Model ini dikembangkan tahun 1920-an, lebih banyak memberikan
sumbangan yang dibutuhkan pada tiap murid & guru ke daerah-daerah yang
kurang makmur. Dalam program yang sama, jumlah pembayaran yang
disetujui dihitung bagi setiap siswa, tiap guru, atau bagian lain yang di

Model dan Kajian Pembiayaan Pendidikan Hal. 7


butuhkan. Jumlah yang diperlukan berubah-ubah tiap bagian sesuai
keperluan.
5. Model Perencanaan Persamaan Kemampuan (Power Equalizing Plan)
Model ini menghendaki distrik yang kaya membayar pajak sekolah yang
dikumpulkan kembali ke negara. Selanjutnya negara menggunakan uang
dari sekolah distrik yang kaya itu untuk meningkatkan bantuan sekolah pada
distrik yang lebih miskin.
6. Model Pendanaan Negara Sepenuhnya (Full State Funding Model).
Model ini merupakan rencana yang dirancang untuk mengeliminir
perbedaan local dalam hal pembelanjaan dan perpajakan. Pendanaan
sekolah akan dikumpulkan ditingkat negara dan diberikan ke sekolah distrik
dengan dasar yang sama. Asas keadilan tentang perlakuan terhadap siswa
dan pembayar pajak, serta pembiayaan pendidikan berdasarkan tingkat
kekayaan yang dimiliki. Untuk menghindari banyaknya anak pada
masyarakat miskin meninggalkan pendidikan sehingga muncul masalah
pengangguran dan kesejahteraan bagi generasi penerusnya.
7. Model Sumber Pembiayaan (The Resources Cost Model).
Model ini dikembangkan Hambers dan Parrish dalam Hamadah (2010) yang
menyediakan suatu proses penentuan pembiayaan pendidikan yang
mencerminkan kebutuhan berbeda dari kondisi ekonomi di setiap daerah.
Model ini menurut Sergivanni tidak bersangkutan dengan pendapatan pajak
maupun kekayaan suatu daerah.
8. Model Surat Bukti / Penerimaan (Models of Choice and Voucher Plans).
Model ini memberikan dana untuk pendidikan langsung kepada individu
atau institusi rumah tangga berdasarkan permintaan pendidikan. Mereka
diberikan surat bukti penerimaan dana untuk bersekolah melalui sistem
voucher yang mencerminkan subsidi langsung kepada pihak yang
membutuhkan yaitu murid.
9. Model Rencana Bobot Siswa (Weight Student Plan)
Adalah model yang mempertimbangkan siswa-siswa berdasarkan
proporsinya. Contoh siswa yang cacat, siswa program kejuruan atau siswa
yang pandai dua bahasa.

Model dan Kajian Pembiayaan Pendidikan Hal. 8


10. Model Berdasarkan Pengalaman (Historic Funding).
Model ini sering disebut Incrementalism, dimana biaya yang diterima satu
sekolah mengacu pada penerimaan tahun yang lalu, dengan hanya
penyesuaian.
11. Model Berdasarkan Usulan (Bidding Model).
Model ini sekolah mengajukan usulan pada sumber dana dengan berbagai
acuan, kemudian sumber dana meneliti usulan yang masuk, dan
menyesuaikan dengan criteria.
12. Model Berdasarkan Kebijaksanaan (Descretion Model).
Model ini penyandang dana melakukan studi terlebih dahulu untuk
mengetahui komponen-komponen apa yang perlu dibantuberdasarkan
prioritas pada suatu tempat dari hasil eksplorasinya.
Selanjutnya dalam perkembangan perencanaan dan penggunaan
pembiayaan pendidikan dikenal model – model berikut ini:
1. Model Sentralistik
Model ini menggunakan dua program yaitu pembangunan dan rutin. Dana
alokasi umum bersifat Blok Grant untuk mengatasi masalah ketimpang
horizontal. Dana bagi hasil ialah dana pertimbangan untuk mengetasi
masalah ketimpangan vertikal.
2. Model Desentralisasi
Perencanaan pembiayaan dilakukan ditingkat pusat dan daerah. Adapun
sumber dana pada model ini dibagi menjadi beberapa golongan:
a. Dana alokasi khusus sifatnya khusus atau Spesific Grant untuk
memenuhi biaya khusus.
b. Dana kontijensi adalah dana bantuan bagi daerah yang kekurangan
anggaran dari DAU dan bagi hasil.
c. Dana Dekonsentrasi dan lintas daerah.

C. Kajian Pembiayaan Pendidikan


Biaya pendidikan adalah nilai ekonomi (dalam bentuk uang) dari Input atau
sumber-sumber pendidikan tertentu yang digunakan untuk pembelajaran guna
menghasilkan output pendidikan dari suatu program pendidikan tingkat tertentu.
Pada tataran konsep pembiayaan secara umum, biaya dapat berupa pengeluaran

Model dan Kajian Pembiayaan Pendidikan Hal. 9


sejumlah uang tertentu atau pengorbanan tertentu yang bukan berbentuk uang
namun dapat dinilai dengan uang.
Berikut ini merupakan ruang lingkup kajian dalam pembiayaan pendidikan
dalam konteks manajemen pendidikan menurut Moejiarto (2003):
1. Perencanaan pembiayaan.
Ada beberapa jenis perencanaan pembiayaan pendidikan menurut Pidarta
(2005;142) yaitu:
a. A Line Item Budget merupakan perencanaan pembiayaan yang
tradisional karena perencana pendidikan menentukan terlebih dahulu
program-program yang ada di dalamnya.
b. PPBS (Planning Programming Budgeting System) merupakan
program pembiayaan pendidikan dengan menekankan pada output,
program, penyelesaian program, dan merencanakan sumber-sumber
biaya.
c. ZBB (Zero-Base Budgeting) merupakan perencanaan pembiayaan
pendidikan dengan penentuan waktu berlakunya perencanaan budget
dan dalam pemberian tambahan budget.
2. Pengorganisasian yaitu pengelompokan orang-orang dan tugas masing-
masing untuk menjalankan kegiatan di bidang keuangan.
3. Pelaksanaan pembiayaan, pelaksaannya dilakukan oleh orang berkompeten
dalam bidang keuangan dan harus sesuai dengan perencanaan sebelumnya.
4. Pengendalian, merupakan pengendalian terhadap proses pelaksanaan
program agar tidak menyimpang jauh dari apa yang direncanakan.
5. Komunikasi merupakan hubungan komponen program pembiayaan
pendidikan agar terwujud tujuan pendidikan.
Standar pembiayaan pendidikan secara umum terdiri atas: (1) biaya investasi, (2)
biaya operasi, dan (3) biaya personal.
1. Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi
biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya
manusia, dan modal kerja tetap.
2. Biaya personal sebagaimana dimaksud pada di atas meliputi biaya
pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti
proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.

Model dan Kajian Pembiayaan Pendidikan Hal. 10


3. Biaya operasi satuan pendidikan yang dimaksud ialah :
a. Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang
melekat pada gaji.
b. Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan
c. Biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa
telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur,
transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya.

D. Simpulan
Model pembiayaan pendidikan menurut Hamadah (2010) sebagai berikut:
1. Model Dana Bantuan Murni (Flat Grant Model)
2. Model Landasan Perencanaan (Foundation Plan Model)
3. Model Perencanaan Pokok Jaminan Pajak (Guaranted Tax Base Plan)
4. Model Persamaan Persentase (Persentage Equalizing Model).
5. Model Perencanaan Persamaan Kemampuan (Power Equalizing Plan)
6. Model Pendanaan Negara Sepenuhnya (Full State Funding Model).
7. Model Sumber Pembiayaan (The Resources Cost Model).
8. Model Surat Bukti / Penerimaan (Models of Choice and Voucher Plans).
Model Rencana Bobot Siswa (Weight Student Plan)
9. Model Berdasarkan Pengalaman (Historic Funding).
10. Model Berdasarkan Usulan (Bidding Model).
11. Model Berdasarkan Kebijaksanaan (Descretion Model).
Selanjutnya dalam perkembangan perencanaan dan penggunaan pembiayaan
pendidikan ditinjau dari kewilayahan dikenal model – model berikut ini:
1. Model Sentralistik
2. Model Desentralisasi
Biaya pendidikan adalah nilai ekonomi (dalam bentuk uang) dari Input atau
sumber-sumber pendidikan tertentu yang digunakan untuk pembelajaran guna
menghasilkan output pendidikan dari suatu program pendidikan tingkat tertentu.
Pada tataran konsep pembiayaan secara umum, biaya dapat berupa pengeluaran
sejumlah uang tertentu atau pengorbanan tertentu yang bukan berbentuk uang
namun dapat dinilai dengan uang.

Model dan Kajian Pembiayaan Pendidikan Hal. 11


Berikut ini merupakan ruang lingkup kajian dalam pembiayaan pendidikan
dalam konteks manajemen pendidikan menurut Moejiarto (2003):
1. Perencanaan pembiayaan,
Ada beberapa jenis perencanaan pembiayaan pendidikan menurut Pidarta
(2005;142) yaitu:
a. A Line Item Budget
b. PPBS (Planning Programming Budgeting System)
c. ZBB (Zero-Base Budgeting)
2. Pengorganisasian,
3. Pelaksanaan pembiayaan,
4. Pengendalian,
5. Komunikasi
Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi
biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan
modal kerja tetap.

1. Biaya personal
2. Biaya operasi satuan pendidikan yang dimaksud ialah :
a. Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang
melekat pada gaji.
b. Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan

DAFTAR PUSTAKA

Ambarini,Naura.2009.Urgensi Pembiayaan Pendidikan. Surabaya.


http://niesya07.wordpress.com/category/pembiayaan-pendidikan/page/2/.Diakses
pada tanggal 22 Oktober 2010

Model dan Kajian Pembiayaan Pendidikan Hal. 12


Moedjiarto.2003.Manajemen Keuangan di Bidang Pendidikan.Surabaya: Unesa University
Press.

Pidarta, Made.Perencanaan Pendidikan Partisipatori dengan Pendekatan Sistem (Edisi


Revisi).Jakarta:Rineka Cipta

_________.2006.Undang-Undang Guru dan Dosen& Undang-Undang


Sisdiknas.Jakarta:Asa Mandiri.

Hamadah,Fi.2009.Sumber Keuangan Sekolah. Surabaya:


http://fihamadah.blog.com/2009/04/19/sumber-keuangan-sekolah/. Diakses pada
tanggal 22 Oktober 2010

Sugiantoro,Hendra.2009.Mencari Pembiayaan Pendidikan.Surabaya:


http://niesya07.wordpress.com/category/pembiayaan-pendidikan/page/2/. Diakses
pada tanggal 22 Oktober 2010

Supriyadi

Model dan Kajian Pembiayaan Pendidikan Hal. 13

You might also like