Professional Documents
Culture Documents
1. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pajak merupakan tulang punggung negara di bidang pembiayaan pemerintahan
dan pembangunan. Hal ini dapat dilihat sejak zaman kerajaan baik di Benua Eropa, Ker
ajaan-kerajaan di Asia hingga Negara Modern yang demokratis seperti Amerika Serikat s
ekarang ini pajak merupakan penerimaan negara yang paling diandalkan.
Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda dahulu, di Nusantara, salah satu
pajak yang dilaksanakan adalah Bea Balik Nama atas tanah yang dilaksanakan berdasa
rkan Ordonansi Bea Balik Nama Staatsblad 1924 Nomor 291 ( selanjutnya disingkat Ord
onansi BBN, Stbl. 1924 No.291 ). Pajak ini dipungut atas peristiwa hukum yang terjadi k
arena pemindahan hak atas harta tetap ( tanah dan atau bangunan) sebagaimana yang
diatur dalam Buku II Kitab Undang-undang Hukum Perdata/Sipil (KUHP/S) yang terkenal
dengan sebutan Hak Barat atau yang disamakan dengan orang barat ( orang Timur Asin
g ).
Pada zaman Pemerintahan Hindia Belanda sampai dengan zaman kemerdekaan
Republik Indonesia sebelum tahun 1960 terdapat dualisme hukum yang berlaku di
bidang pertanahan. Bagi masyarakat yang berasal dari Eropa, Amerika dan orang Asia /
Timur Asing termasuk Cina, India, Jepang dan lain-lain berlaku Hukum Barat yang diatur
dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata/Sipil. Sedangkan untuk orang Indonesia a
sli (Bumiputra) berlaku Hukum Adat masing-masing daerahnya. Perbedaan perlakuan at
as hukum yang berlaku ini sangat terasa dan besar dampaknya bagi masyarakat. Khusu
s bagi BBN sebagaimana yang tertuang dalam Stbl 1924 No.291 hanya diberlakukan ke
pada orang atau badan yang hak hukumnya diatur dalam KUHP/S yang dalam setiap pe
ralihan atau perolehan hak penguasaannya atas tanah dan atau bangunan dicatat dala
m Akte. Sedangkan bagi mereka para pribumi (bumiputra) bahkan dulu disebut Inlander
tidak dikenakan BBN karena tidak diatur peralihan haknya dalam KUHP/S tetapi diatur d
alam Hukum Adat dan tidak melalui Akte. Dalam pelaksanaannya peralihan hak ini hany
a dicatatkan melalui Lurah/Kepala Desa dan dicatat dalam Buku Wira-Wiri Desa guna pe
mungutan Pajak Bumi yang nantinya akan dilaporkan kepada Jawatan Pajak Bumi (seka
rang Direktorat Pajak Bumi dan Bangunan, Direktorat Jenderal Pajak) atau Kantor Pend
aftaran Tanah Milik.
Pada tahun 1960 lahir Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan
Dasar Pokok-pokok Agraria ( UUPA No.5/1960 ), dimana melalui Undang-undang ini
dualisme di bidang hukum pertanahan DIFUSIKAN, artinya hak-hak atas tanah menurut
Hukum Barat dan Hukum Adat dilebur menjadi Hak Indonesia. Sejalan dengan itu maka
Ordonansi BBN Stbl 1924 No.291 kehilangan objeknya karena telah dibekukan dengan
keluarnya UUPA No.5 Tahun 1960. Keadaan atau kekosongan dasar pemungutan BBN
tersebut berjalan mulai 1960 sampai dengan 1997 dan pada tanggal 29 Mei 1997 lahirla
h Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan B
angunan (BPHTB) yang diundangkan melalui Lembaran Negara Republik Indonesia Tah
un 1997 Nomor 44.
Namun baru berjalan kurang lebih selama 3(tiga) tahun Undang-undang ini telah
mengalami perubahan dengan keluranya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000
tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 Tentang BPHTB. Bebe
rapa pokok pikiran yang melatarbelakangi perubahan Undang-undang ini adalah:
1. Memperluas cakupan objek pajak untuk mengakomodir adanya perolehan hak
atas tanah dan bangunan yang belum diatur ;
2. Lebih memberikan kepastian hukum dan keadilan dalam pengenaan pajak ;
3. Lebih memberikan kepastian hukum mengenai ketentuan dan sanksi bagi wajib
pajak dan pejabat pemerintah/fiskus ;
4. Menyesuaikan dengan ketentuan baku dan istilah yang tercantum dalam
Undang-undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan ( UU KUP ) ;
5. Menyesuaikan dengan ketentuan yang berkaitan dengan Undang-undang Nomor
22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25
Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daer
ah.
B. TUJUAN INSTRUKSIONAL
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah mendapatkan pelajaran ini para peserta didik diharapkan dapat mengerti,
memahami, dan menjelaskan serta melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam
Undang Undang BPHTB beserta segala aturan pelaksanaannya mulai dari latar
belakang, dasar 2arif, sampai dengan sanksi yang dikenakan terhadap pejabat yang
melanggar ketentuan.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mendapatkan pelajaran ini, para peserta didik diharapkan dapat :
a. Mengerti dan memahami latar belakang dan tujuan ditetapkannya Undang-
undang BPHTB.
pengenaan BPHTB.
d. Memahami dan menjelaskan serta melaksanakan tatacara perhitungan
BPHTB.
e. Memahami dan menjelaskan tempat dan saat terutang BPHTB, tempat dan
tatacara pembayaran serta tatacara penagihan BPHTB.
f. Memahami, menjelaskan , dan melaksanakan pemberian pelayanan atas
permohonan keberatan, banding, dan pengurangan BPHTB.
g. Memahami dan menjelaskan penggunaan SSB, penerbitan SKBKB/
SKBKBT/SKBLB/SKBN, pemberian restitusi dan imbalan bunga.
h. Memahami dan menjelaskan mekanisme pembayaran, pengiriman, dan
pembagian hasil BPHTB.
i. Memahami dan menjelaskan ketentuan bagi pejabat, pelaporan, dan sanksi
atas pelanggaran yang dilakukan.
C. ALAT PENUNJANG
Dalam pelaksanaannya, mata ajar BPHTB ini perlu ditunjang dengan alat dan
kemudahan untuk memahami aturan/Undang-undang BPHTB seperti:
1. Buku Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang BPHTB dan Buku Undang-
undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor
21 Tahun 1997 tentang BPHTB.
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia yang berkaitan dengan BPHTB.
3. Surat Keputusan Menteri, Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak, dan Surat
Keputusan maupun Surat Edaran lainnya yang berkaitan dengan BPHTB.
4. Transparansi Materi Ajar.
2. KEGIATAN BELAJAR 1
A. OBJEK BPHTB
Sesuai bunyi pasal 2 Undang-undang BPHTB, yang menjadi objek BPHTB
adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan tersebut meliputi:
Berdasarkan ketentuan pasal 3 ayat (1) terdapat beberapa objek pajak yang
tidak dikenakan BPHTB yaitu :
1. Objek yang diperoleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasar azas perlakuan timbal
balik
2. Objek yang diperoleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk
pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum
3. Objek yang diperoleh Badan/Perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha/kegia
tan lain diluar fungsi dan tugasnya
4. Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena KONVERSI HAK atau karena
perbuatan Hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama
5. Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena WAKAF
6. Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena kepentingan IBADAH
B SUBJEK BPHTB
Yang menjadi subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh
hak atas Tanah dan atau Bangunan.
Latihan
1. Apa yang dimaksud dengan pemasukan dalam perseroan menurut UU BPHTB?
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pemberian hak baru sebagai kelanjutan
pelepasan hak.
3. Jelaskan maksud dari perlakuan azas timbal balik dalam pengenaan BPHTB
3. KEGIATAN BELAJAR 2
A. T A R I F
Sesuai pasal 5 UU BPHTB, tarif BPHTB merupakan tarif tunggal sebesar 5 %.
Penentuan tarif tunggal ini dimaksudkan untuk kesederhanaan dan kemudahan perhitun
gan.
B. DASAR PENGENAAN
Yang menjadi dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak atau
disingkat NPOP sesuai ketentuan pasal 6 UU BPHTB.
Berdasarkan jenis perolehan haknya, NPOP tersebut adalah sebagai berikut :
1. Jual Beli = Harga Transaksi
2. Tukar Menukar = Nilai Pasar
3. Hibah = Nilai Pasar
4. Hibah Wasiat = Nilai Pasar
5. Waris = Nilai Pasar
6. Pemasukan dalam Perseroan / Badan Hukum lainnya = Nilai Pasar
7. Pemisahan Hak = Nilai Pasar
8. Peralihan Hak karena Putusan Hakim = Nilai Pasar
9. Pemberian Hak Baru = Nilai Pasar
10. Penggabungan Usaha = Nilai Pasar
11. Peleburan Usaha = Nilai Pasar
12. Pemekaran Usaha = Nilai Pasar
13. Hadiah = Nilai Pasar
14. Lelang = yang tercantum dalam Risalah Lelang
Berdasarkan ketentuan pasal 6 ayat (3) UU BPHTB, bila NPOP tidak diketahui atau
NPOP lebih rendah dari NJOP PBB maka yang menjadi dasar pengenaan adalah NJOP
PBB dan apabila NJOP PBB belum ditetapkan maka sesuai dengan ketentuan pasal 6 a
yat (4) besarnya NJOP PBB ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Selanjutnya didalam pasal 7 UU BPHTB, pemerintah menentukan suatu batas
nilai perolehan tidak kena pajak yang disebut Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena P
MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II
HALAMAN 6
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
ajak (NPOPTKP). Ketentuan pasal 7 ini dijabarkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemeri
ntah dan yang terakhir adalah Peraturan Pemerintah Nomor 113 Tahun 2000 tanggal 1
Desember 2000 yang kemudian ditindaklanjuti lagi dengan Keputusan Menteri Keuanga
n Nomor 516/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000. Keputusan Menteri Keuangan
ini kemudian mengalami perubahan dan yang terakhir diubah dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 33/PMK.03/2008 tanggal 22 Februari 2008 tentang Perubahan Kedua
Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 516/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara
Penentuan Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajaak Tidak Kena Pajak BPHTB. Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.03/2008 ini berisikan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk perolehan hak karean waris , atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi
yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat,
termasuk suami/istri, ditetapkan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah)
b. untuk perolehan hak Rumah Sederhana Sehat (RSH) sebagaimana diatur dalam
e. dalam hal NPOPTKP yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf d lebih
f. dalam hal NPOPTKP yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf d lebih
Contoh :
1. Pada tanggal 1 Pebruari 2003, Bapak Sumarno membeli sebidang tanah yang
terletak di Kabupaten Tangerang dengan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) sebesar
Rp50.000.000,- Apabila NPOPTKP ditetapkan untuk Kabupaten Tangerang sebesar Rp
60.000.000,- maka BPHTB yang menjadi kewajiban Bapak Sumarno tsb adalah :
5% x (50.000.000 - 60.000.000) = Nihil
atau dengan kata lain Bapak Sumarno tidak terutang BPHTB.
2. Pada tanggal 1 Maret 2003 , Bapak Ali membeli sebuah rumah seluas 200 M2 yang
berada diatas sebidang tanah hak milik seluas 500 M2 di Kota Bogor dengan harga pero
lehan sebesar Rp500.000.000,- Berdasarkan data SPPT PBB atas objek tersebut terny
ata NJOPnya sebesar Rp.600.000.000,- (tanah dan bangunan). Bila NPOPTKP ditentuk
an sebesar Rp50.000.000,- maka kewajiban BPHTB yang harus dipenuhi oleh Bapak Ali
tersebut adalah :
5% x (600.000.000 - 50.000.000) = Rp27.500.000,-
Latihan:
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan tarif pajak tunggal
4. KEGIATAN BELAJAR 3
Contoh :
1. Seorang anak menerima warisan dari orang tuanya sebidang tanah dan
bangunan dengan nilai pasar pada waktu pendaftaran hak sebesar Rp250 juta.
Terhadap tanah dan bangunan tersebut telah dikenakan PBB dengan NJOP seb
esar Rp325 juta. Apabila NPOPTKP karena waris untuk daerah tersebut ditentuk
an sebesar Rp250 juta maka BPHTB yang terutang adalah sebesar :
3. Sebuah Yayasan Yatim Piatu “ Al-Jannah” menerima hibah wasiat dari seorang
dermawan sebidang tanah seluas 1.000 M2 dengan nilai pasar pada waktu pend
aftaran hak sebesar Rp800 juta. Apabila NPOPTKP pada daerah tersebut ditent
ukan sebesar Rp60 juta maka BPHTB terutang yang harus dibayar oleh Yayasan
tersebut adalah sebesar :
50% x 5% x ( Rp800 juta – Rp60 juta) = Rp18.500.000,-
Contoh :
1. Perum Perumnas menerima Hak Pengelolaan dari Pemerintah sebidang tanah
seluas seluas 5 Ha dengan nilai pasar pada waktu penerbitan hak sebesar Rp3
milyar. Apabila NPOPTKP pada daerah tersebut ditetapkan sebesar Rp60 juta m
aka besarnya BPHTB yang harus diabayar oleh Perum Perumnas tersebut adala
h:
0% x 5% x (Rp3 milyar – Rp60 juta) = 0 ( nihil ).
2. Sebuah perusahaan negara milik daerah ( BUMD Perpakiran ) menerima hak
pengelolaan dari pemerintah sebidang tanah dan sebuah gedung untuk parkir de
ngan nilai pasar pada waktu penerbitan hak sebesar Rp1 milyar. Terhadap tanah
dan bangunan tersebut telah diterbitkan SPPT PBB dengan NJOP sebesar Rp1,
25 milyar. Apabila NPOPTKP atas daerah tersebut ditetapkan sebesar Rp50 juta
maka besarnya BPHTB yang harus dibayar oleh BUMD Perpakiran tersebut adal
ah sebesar :
50% x 5% x (Rp1,25 milyar – Rp50 juta) = Rp30 juta
Latihan:
5. KEGIATAN BELAJAR 4
Tempat pajak terutang adalah di wilayah Kabupaten, Kota, atau Propinsi yang
meliputi letak tanah dan atau bangunan
Latihan:
1. Kapankan saat terutangnya BPHTB dan dimana harus dibayar?
2. Sebutkan tat cara pembayaran BPTHB!
6. KEGIATAN BELAJAR 5
2. Setelah terbit SKBKB, terdapat data baru lagi sehingga Pajak terutang
Jawab :
MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II
HALAMAN 14
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
Latihan:
1. Jelaskan bagaimana tata cara penetapan BPHTB
2. Jelaskan bagaimana tata cara penbagihan BPHTB
3. Apa yang harus dilakukan oleh fiskus apabila Dasar Penagihan sudah jatuh
tempo?
7. KEGIATAN BELAJAR 6
A. KEBERATAN
Keberatan diatur dalam pasal 16 dan 17 yang dapat dirinci sebagai berikut :
1. Diajukan oleh wajib pajak kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala KPPBB/KPP
Pratama atas : SKBKB, SKBKBT, SKBLB, SKBN ;
2. Secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas dan dilampiri :
a.Copy SSB ;
b.Asli SKBKB/SKBKBT/SKBLB/SKBN
c.Copy Akta/Risalah Lelang / SK Pemberian Hak / Putusan Hakim
d.Copy identitas
3. Keberatan diajukan dalam waktu 3(tiga) bulan sejak diterimanya SK oleh wajib pajak
4. Yang tidak memenuhi syarat tidak dianggap sebagai surat keberatan dan tidak
dipertimbangkan
5. Keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak
6. Keputusan dalam jangka waktu 12 bulan sejak diterima permohonan dari wajib pajak,
lewat waktu dianggap diterima
8. Wajib Pajak yang tidak setuju atas keputusan keberatan dari Direktur Jenderal Pajak
dapat mengajukan banding ke Badan Penyelesaian Sengketa Pajak ( sekarang
Pengadilan Pajak )
B. B A N D I N G
Banding diatur dalam pasal 18 dan 19 Undang-undang BPHTB yang dapat
disarikan sebagai berikut :
• Diajukan ke BPSP ( Pengadilan Pajak ) dalam jangka waktu 3 bulan sejak terima SK
Keputusan Keberatan
• Pengajuan banding tidak menunda kewajiban pembayaran pajak
• Bila Keberatan dan Banding dikabulkan, kelebihan pembayaran dapat imbalan
bunga 2%/bulan maksimum 24 bulan yang dihitung sejak pelunasan pajak sampai
dengan terbit Surat Ketetapan BPHTB Lebih Bayar
C. PENGURANGAN
Pengurangan diatur dalam pasal 20 Undang-undang BPHTB yang kemudian
dijabarkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.03/2004 tanggal 25
Nopember 2004 tentang Pemberian Pengurangan BPHTB. Keputusan Menteri
Keuangan ini kemudian diubah dan terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor: 91/PMK.03/2006 tanggal 13 Oktober 2006 tentang Perubahan Kedua atas KMK
No.561/KMK.04/2004 tentang Pemberian Pengurangan BPHTB, yang dapat dirinci
sebagai berikut :
1. Dalam hal kondisi tertentu WP yang ada hubungannya dengan Objek Pajak :
a. WP memperoleh hak dari hasil pembelian uang ganti rugi pemerintah yang nilai
d. WP Bank Mandiri yang memperoleh hak atas tanah yang berasal dari BBD, BDN,
Bapindo dan Bank Exim dalam rangka merger, mendapat pengurangan sebesar
100%
f. WP memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang tidak berfungsi lagi
karena bencana alam dlsb yang terjadi dalam waktu 3 bulan setelah
penandatanganan Akta, mendapat pengurangan sebesar 50%
yang memproleh hak atas tanah dan atau bangunan rumah dinas pemerintah,
mendapat pengurangan 75%
h. WP Badan Korpri yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan dalam
rangka pengadaaan perumahan bagi anggota Korpri/PNS, mendapat
pengurangan sebesar 100%
i. WP Badan anak perusahaan dari perusahaan asuransi dan reasuransi yang
memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang berasal dari peusahaan
induknya selaku pemegang saham tunggal sebagai kelanjutan dari pelaksanaan
KepMenKeu tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi, mendapat pengurangan sebesar 50%.
j. WP yang domisilinya termasuk dalam wilayah program rehabilitasi dan
rekonstruksi yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan melalui
program pemerintah di bidang pertanahan atau WP yang objek pajaknya
MODUL BPHTB@DTS DASAR PAJAK II
HALAMAN 18
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
terkena bencana lam gempa bumi dan gelombang tsunami di Propinsi NAD dan
Kepulauan Nias, Sumatera Utara, mendapat pengurangan sebesar 100%.
k. WP yang objek pajaknya terkena bencana alam gempa bumi di Propinsi DIY
dan sebagian Propinsi Jawa Tengah yang perolehan haknya atau saat
terhutangnya terjadi 3(tiga) bulan sebelum terjadinya bencana, diberi
pengurangan sebesar 100%.
l. WP yang objek pajaknya terkena bencana alam gempa bumi dan tsunami di
pesisir Pantai Selatan Pulau Jawa yang perolehan haknya atau saat
terhutangnya terjadi 3(tiga) bulan sebelum terjadinya bencana, diberi
pengurangan sebesar 100%.
4. Tanah dan atau bangunan di Propinsi NAD yang selama masa reahbilitasi
berlangsung digunakan untuk kepentingan sosial/pendidikan yang semata-mata tidak
untuk mencari keuntungan mendapat pengurangan sebesar 100%.
TATA CARA PERMOHONAN PENGURANGAN
Hakim
c. Fotokopi identitas
Notaris/PPAT
KEPUTUSAN PENGURANGAN
1. Keputusan oleh Kepala KPPBB/KPP Pratama dalam waktu 3(tiga) bulan sejak
terima permohonan dari Wajib Pajak, lebih dari 3 bulan dianggap diterima.
Keputusan oleh Kakanwil DJP dalam waktu 4(empat) bulan sejak diterima
pemohonan dari WP, lebih dari 4 bulan dianggap diterima, dan keputusan oleh
Direktur Jenderal Pajak dalam waktu 6(enam) bulan, lebih dari 6 bulan dianggap
dikabulkan.
3. Wewenang Keputusan :
a. Ketetapan sampai dengan 2,5 M oleh Kepala Kantor PBB/ KPP Pratama
b. Ketetapan diatas 2,5 M sampai dengan 5 M oleh KAKANWIL DJP
c. Lebih dari 5 M, dampak krisis, merger dan Bank Mandiri oleh Direktur Jenderal
Pajak
Latihan:
1. Sebutkan syarat-syarat untuk mengajukan keberatan BPHTB
BPHTB? Jelaskan!
3. Sebutkan dan jelaskan kondisi tertentu Wajib Pajak yang ada hubungannya
dengan Objek Pajak yang dapat mengajukan penguranagn BPHTB
4. Jelaskan tata cara pengurangan yang dihitung sendiri oleh Wajib Pajak
8. KEGIATAN BELAJAR 7
1. Sebab-sebab Restitusi :
a. Pajak dibayar > pajak terutang yang disebabkan oleh :
- Perobahan peraturan
Hakim
menerbitkan :
3) SKBKB apabila jumlah pajak yang telah dibayar oleh WP lebih kecil dari
nerbitan SKBLB lewat waktu maka WP mendapat bunga 2% per bulan dihitu
ng sejak lewat waktu sampai dengan terbit SKBLB.
e. Berdasarkan SKBLB harus diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian
Kelebihan Pembayaran BPHTB (SKPKPB) yang dikirim ke : WP, BO, KPKN d
an Kanwil DJP.
f. Dalam waktu 2 bulan setelah SKBLB harus diterbitkan Surat Perintah
Membayar Kelebihan Pembayaran BPHTB ( SPMKPB ), lewat dari waktu yan
g ditentukan tersebut WP dapat bunga 2% per bulan.
g. Atas imbalan bunga diterbitkan Surat Ketetapan Imbalan Bunga ( SKIB ) dan
Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga ( SPMIB )
1. Pemerintah Pusat mendapat bagian sebesar 20% dari seluruh penerimaan BPHTB
yang kemudian bagian Pemerintah Pusat ini dibagikan secara merata keseluruh daer
ah Kabupaten/Kota dan dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu bulan April, bulan
Agustus, dan bulan Nopember tahun anggaran berjalan.
2. Pemerintah Daerah mendapat bagian sebesar 80% yang dibagi sebagai berikut :
a.16% untuk Daerah Propinsi
b.64% untuk Daerah Kabupaten/Kota
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 04/PMK.07/2008 tanggal
28 Januari 2008 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer
ke Daerah, atas transfer Dana Bagi Hasil BPHTB untuk daerah Direktur Jenderal
Perimbangan Keuangan selaku Kuasa Pengguna Anggaran melimpahkan sebagian
kewenangan perintah pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke
Rekening Kas Umum Daerah kepada Kuasa Bendahara Umum Negara. Pelimpahan
kewenangan ini dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Menerbitkan Surat
Kuasa Umum (SPMSKU). Berdasarkan SPMSKU ini maka Kuasa Bendahara Umum
Negara menerbitkan Surat Kuasa Umum (SKU) kepada Bank Operasional III untuk
melakukan pemindahbukuan Dana Bagi Hasil BPHTB dari Rekening Kas Umum
Negara ke Rekening Kas Umum Daerah. Penyaluran Dana Bagi Hasil BPHTB ini
berdasarkan realisasi penerimaan BPHTB tahun anggaran berjalan dan
dilaksanakan secara mingguan.
Latihan:
1. Sebutkan sebab-sebab terjadinya kelebihan bayar BPHTB
2. Jelaskan tata cara pengajuan restitusi BPHTB
3. Jelaskan secara singkat pembagian hasil penerimaan BPHTB
9. KEGIATAN BELAJAR 8
A. KEWAJIBAN PEJABAT
Ketentuan bagi pejabat diatur dalam pasal 24 Undang-undang BPHTB yang
mengatur tentang kewajiban bagi pejabat yang berkaitan dengan pelaksanaan BPHTB y
aitu :
1. Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT) / Notaris hanya dapat
menandatangani Akta pada saat WP menyerahkan Surat Setoran BPHTB (SSB) den
gan menyerahkan fotokopi dan menunjukkan aslinya.
2. Pejabat Lelang hanya dapat menanda tangani Risalah Lelang pada saat
WP menyerahkan SSB.
3. Pejabat yang berwenang menandatangani dan menerbitkan Surat
Keputusan pemberian hak atas tanah hanya dapat menandatangani dan menerbitka
n SK dimaksud pada saat WP menyerahkan SSB.
4. Pendaftaran peralihan hak atas tanah karena waris/hibah wasiat hanya
dapat dilakukan oleh Pejabat Pertanahan Kabupaten/Kota pada saat WP
menyerahkan SSB.
B. PELAPORAN
Masalah pelaporan pelaksanaan BPHTB diatur dalam pasal 25 Undang-undang
BPHTB yang mengatur hal-hal sebagai berikut :
1. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) /Notaris, Kepala Kantor Lelang wajib
menyampaikan laporan tentang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan dis
ertai salinan SSB kepada Kepala KPPBB/KPP Pratama
tanah karena pemberian hak baru kepada Kepala KPPBB/KPP Pratama disertai
salinan SSB.
3. Laporan/Pemberitahuan disampaikan selambat-lambatnya tanggal 10 bulan
berikutnya, bila libur hari kerja berikutnya.
C. S A N K S I
Sanksi yang dikenakan kepada para pejabat terkait diatur dalam pasal 26
Undang-undang BPHTB sebagai berikut :
1. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) / Notaris / Kepala Kantor Lelang yang
melanggar ketentuan Kewajiban Bagi Pejabat, dikenakan sanksi berupa denda s
ebesar Rp.7.500.000,- setiap pelanggaran dan denda sebesar Rp.250.000,- unt
uk setiap laporan.
2. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang melanggar ketentuan bagi
pejabat dikenakan sanksi sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tah
un 1980 (PP 30/80) tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Latihan:
1. Sebutkan kewajiban bagi para pejabat yang berkaitan dengan pelaksanaan
BPHTB
2. Sebutkan pula sanksi yang dpat dikenakan kepada para pejabat terkait dalam
pelaksanaan BPHTB apabila mereka melanggar ketentuan bagi pejabat.
TEST FORMATIF:
I. Pilihan Ganda
Berikanlah tanda lingkaran ( O ) atau tanda silang ( X ) untuk jawaban yang Saudara
anggap paling benar menurut ketentuan pada huruf didepannya ( a,b,c,d ).
5. Apabila NPOP lebih rendah dari NJOP, maka dasar pengenaan BPHTB adalah
17. Tempat dan Tata cara pembayaran BPHTB sebagaimana diatur dalam
Kep.Men.KeuRI. No.517/KMK.04/2000 adalah:
a. BPHTB dibayar keKas Negara di wilayah kbupaten/kota tempat domisili
subjek pajak
b. BPHTB dibayar di Bank/Kantor Pos Tempat Pembayaran di wilayah
kabupaten/kota tempat domisisli subjek pajak
c. BPHTB dibayar di Tempat Pembayaran BPHTB di wilayah kabupaten/kota
yang meliputi Bank/Kantor Pos terdekat dengan menggunakan SSB
d. BPHTB dibayar ke Kas Negaradi Tempat P{embayaran BPHTB di wilayah
kabupaten/kota yang meliputi klokasi objek pajak dengan menggunakan
SSB
18. Apabila wajib pajak akan mengajukan permohonan pengurangan BPHTB karena
merger, maka permohonannya diajukan kepada:
a. Kepala KPPBB yang bersangkutan
b. Kakanwil DJP yang bersangkutan
c. Direktur Jenderal Pajak
d. Menteri Keuangan
19. Keberatan dapat diajukan atas:
a. SKBKB, SKBKBT, SSB
b. SKBKB, SKBLB, STB
c. SKBKB, SKBLB, SKBN
d. SKBKB, SSB, STB
20. Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan berwenang memberikan
keputusan pemberian pengurangan BPHTB atas tanah dan atau bangunan:
a. karena dampak krisis ekonomi dan merger
b. dengan jumlah pengurangan lebih dari Rp2,5 milyar sampai dengan Rp5
milyar
c. atas objek yang sudah tidak berfungsi lagi karena bencana alam
d. dengan jumlah pengurangan kurang dari Rp2,5 milyar
II. URAIAN/ESSAY:
1. Bapak Hasan Azhary, seorang hartawan dari Nangro Aceh Darussalam
bermaksud memberikan hibah wasiat sebidang tanah seluas 2 Ha kepada
sebuah Yayasan Yatim Piatu “Al-Khairat”. Untuk itu Pak Hasan Azhary menemui
Saudara dan menanyakan segala sesuatu mengenai BPHTB karena hibah
wasiat. Saudara diminta memberikan penjelasan selengkapnya kepada Pak
Hasan Azhary mengenai BPHTB karena hibah wasiat tersebut.
2. Ibu Farida pada tanggal 5 Februari 2007 membeli sebidang tanah dan bangunan
dari Ibu Ratna yang terletak di Jalan Anyelir No.9 Kebayoran Baru, Jakarta
Selatan dengan luas tanah 400 M2 dan luas bangunan 180 M2 melalui transaksi
jual beli dan harga yang dilaporkan kepada KPPBB Jakarta Selatan Dua sebesar
Rp500 juta dan dibuktikan dengan SSB yang telah dibayar lunas di Bank tempat
Pembayaran. Pada tanggal 10 Maret 2007, setelah laporan PPAT diterima oleh
KPPBB dan dilakukan penelitian data klasifikasi NJOP, ternyata NJOP tanah di
Jalan Anyelir No.9 Kebayoran Baru tersebut ditetapkan kelas A-12, sedangkan
NJOP bangunan kelas A-1. Atas perbedaan ini KPPBB kemudian menerbitkan
SKBKB pada tanggal 11 Maret 2007. Pada tanggal 10 Mei 2007 KPPBB
mengadakan uji silang data dengan KPP. Dari hasil uji silang data tersebut
ternyata ditemukan data yang lebih baru lagi yaitu Ibu Ratna (penjual) telah
membayar PPh Final atas penjual tanah dan bangunan kepada Ibu Farida
sebesar Rp50 juta. Atas temuan ini KPPBB menerbitkan SKBKBT pada tanggal
11 Mei 2007. Hitung besarnya BPHTB yang harus dibayar oleh Ibu Farida
berdasarkan SKBKB dan SKBKBT apabila NPOPTKP ditentukan sebesar Rp60
juta.
II. Uraian/Essay:
1. Lihat kegiatan belajar 3
2. Lihat kegiatan belajar 5
UMPAN BALIK
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Jawaban Test Formatif yang ada pada
Modul ini. Kemudian hitunglah jumlah jawaban yang benar dan gunakan rumus di bawah
ini untuk mengetahui sampai sejauh mana Tingkat Pemahaman (TP) Anda.
Apabila TP Anda belum mencapai 81% ke atas (kategori baik), maka disarankan Anda
untuk mengulang materi yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
3. Peraturan Pemerintah Nomor 111 Tahun 2000 tentang BPHTB Karena Waris dan
Hibah Wasiat
4. Peraturan Pemerintah Nomor 112 tahun 2000 tentang BPHTB Karena Pemberian
Hak Pengelolaan
5. Peraturan Menteri Keuangan RI. Nomor 33/PMK.03/2008 tentang Perubahan
Kedua Atas Keputusan Menteri Keuangan RI. Nomor 516/KMK.04/2000 tentang
Tatacara Penentuan Besarnya NPOPTKP BPHTB
6. Keputusan Menteri Keuangan RI. Nomor 517/KMK.04/2000 tentang Penunjukan
Tempat dan Tatacara Pembayaran BPHTB
7. Keputusan Menteri Keuangan RI. Nomor 518/KMK.04/2000 tentang Tatacara
Pemberian Pengurangan BPHTB