You are on page 1of 6

WTO dibentuk tg 15 April 1994 di Marakesh, Maroko setelah perundingan panjang mengenai perdagangan dunia yang disebut Putaran

Uruguay. Berlaku efektif sejak 1 Januari


1995 dan Indonesia meratifisir lewat DPR tg 13 Oktober 1994 menjadi UU No. 7 th 1994.
Dalam draft Final Act perjanjian Marakesh dikemukakan ttg rancangan mendirikan Multilateral Trade Organization (MTO) yang kemudian diubah namanya menjadi World Trade
Organization (WTO) sebagai pegganti GATT.
Putaran Uruguay telah meluaskan cakupannya secara substansi dan telah menghasilkan banyak perjanjian baru yang sebelumnya tidak pernah ditangani GATT.
TUJUAN
Mendorong arus perdagangan antara negara, dengan mengurangi dan menghapus berbagai hambatan yang dapat mengganggu kelancaran arus perdagangan barang dan jasa.
Memfasilitasi perundingan dengan menyediakan forum negosiasi yang lebih permanen.
Untuk penyelesaian sengketa, mengingat hubungan dagang sering menimbulkan konflik-konflik kepentingan.
FUNGSI
Memfasilitasi implementasi, administrasi dan pelaksa-naan dari persetujuan WTO.
Memberikan suatu forum tetap guna melakukan perun-dingan diantara anggota, baik masalah yang telah terca-kup dalam persetujuan WTO maupun yang belum tercakup.
Menyelesaikan sengketa yang terjadi dalam WTO.
Mengawasi kebijakan perdagangan.
Kerjasama dengan organisasi lainnya.
SEJARAH
WTO secara resmi berdiri pd tg 1 Januari 1995.
Cikal bakal WTO adalah GATT ( General Agreement on Tariffs and Trade) yang telah berdiri sejak th 1948.
Setelah WTO resmi berdiri, GATT tetap exis sebagai salah satu bagian dari WTO sejajar dengan GATS ( General Agreement on Trade and Services ) dan TRIPS ( Agreement on
Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights)
PERBEDAAN UTAMA GATT dan WTO
GATT bersifat ad hoc dan sementara waktu. Persetujuan umum tidak pernah diratifikasi oleh Parlemen negara anggota dan tidak mengandung ketentuan bagi penciptaan suatu
organisasi.
WTO memiliki anggota, sedang GATT terdiri dari para pihak, yg menegaskan bahwa GATT secara resmi merupakan suatu teks legal.
GATT hanya memasukkan perdagangan barang,sedang WTO mencakup GATT (barang), GATS (jasa) dan TRIPS (kekayaan intelektual).
Sistem penyelesaian sengketa WTO lebih cepat dan lebih otomatis daripada sistem GATT yang lama.
WTO dan persetujuan2 didlmnya bersifat permanen dan sebagai OI, WTO memiliki aturan2 yg pasti dan diratifikasi oleh negara2 anggotanya.
DIREKTUR JENDERAL GATT DAN WTO
Sir Eric yndham White ( Inggris ) 1948-68
Oliver Long (Swiss) 1968-80
Arthur Dunkel (Swiss) 1980-93
Peter Sutherland (Irlandia) GATT 1993-94
WTO 1994-95
Renato Ruggiero (Italia) 1995-99
Mike Moore (Selandia Baru) 1999-2002.
Supathai Panitchpakdi (Thailand) 2002-2005
PRINSIP-PRINSIP
Most Favoured Nation (MFN): Perlakuan yang sama thdp semua Mitra Dagang (non-diskriminasi), artinya keringanan tarif impor yg diberikan pd produk 1 neg hrs diberikan jg pd
produk impor dr neg mitra dagang lainnya.
National Treatment (perlakuan nasional) artinya neg angg wajib unt memberikan perlakuan sama atas barang2 impor dan barang lokal, paling tdk setelah barang impor memasuki
pasar domestik.
Transparency (transparan) artinya bahwa neg angg wajib bersikap terbuka thdp berbagai kebijakan perdagangannya, shg para pelaku ekonomi mudah melakukan kegiatan
perdagangan.
SISTEM ORGANISASI
Seperti yang biasa dilakukan dalam GATT, mekanisme pengambilan keputusan dalam WTO adalah Konsensus.
Apabila konsensus sulit dicapai, pengambilan keputusan akan dilakukan Voting dengan sistem satu negara satu suara & kemenangan mayoritas.
Hasil Voting dianggap sah apabila:
- Untuk perdag multilateral mendapat persetujuan 2/3 angg WTO.
- Melepaskan suatu negara dari suatu kewajiban hrs mendpt persetujuan ¾ suara.
- Untuk mengamandemen ketentuan hrs mendapat dukungan 2/3 suara.
- Untuk menetapkan anggota baru, diperlukan suara mayoritas (2/3 suara).
KEWENANGAN DALAM WTO
Kewenangan tkt tertinggi: Konferensi Tingkat Menteri yang bersidang sedikitnya 1x dlm 2 th.
Kewenangan tkt kedua: General Council.
Kewenangan tkt ketiga: Dewan2 ( Councils).
Kewenangan tkt keempat: Subsidiary Bodies yakni badan2 yang berada dibawah Council.
KEANGGOTAAN
Anggota GATT otomatis menjadi anggota WTO, yang dikenal sebagai anggota asli WTO.
Suatu Neg yang ingin menjadi anggota harus melewati 4 tahap sbb:
1. Permintaan resmi untuk menjadi anggota.
2. Negosiasi dengan seluruh anggota WTO.
3. Menyusun draft Keanggotaan baru.
4. Keputusan akhir.
Sebagian besar negara anggota mempunyai perwakilan diplomatik di Jenewa yang dikepalai oleh seorang Dubes khusus untuk WTO.
PENGELOMPOKAN ANGGOTA DALAM WTO
Anggota WTO sekarang ini mengelompok2 yg dlm beberapa hal mrk menyampaikan suaranya dengan menggunakan satu juru bicara atau satu tim negosiasi.
Kelompok-kelompok tersebut adalah:
- Uni Eropa = European Communities, sbg kelompok yg terbesar yang terdiri dr 15 negara. Uni Eropa memiliki satu kebijakan perdagangan eksternal. Dalam berbagai sidang di
WTO, Eoropean Com bertindak atas nama UE. Jadi UE merupakan anggota WTO yg memp hak-hak spt yg dimiliki negara2 anggota UE.
- ASEAN : Malaysia, Indonesia, Sing, Phil, Thai, Myanmar, Kamboja, Brunei.
- Latin American Economc System ( SELA )
- African, Caribbean and Pacific Group ( ACP )
- North American Free Trade Area ( NAFTA )
- The Southern Common Market (MERCOSUR)-Brazil, Argentina, Paraguay, Uruguay
- Cairns Group yang dibentuk sesaat sebelum Putaran Uruguay dimulai th 1986 unt membahas liberalisasi perdag bidang pertanian.
- Like Minded Group (LMG) yg dibentuk menjelang KTM III WTO di Seatle yang beranggotakan Kuba, Rep Dominika, Mesir, Honduras, Indonsia, India. Kenya, Malaysia, Sri Lanka,
Tanzania, Uganda, Zimbabwe dan Jamaika.
SEKRETARIAT
Sekretariat WTO terletak di Jenewa dengan memiliki sekitar 550 staf dan dikepalai seorang Dirjen.
Tugas Dirjen adalah:
- Melaksnakan tugas administrasi dan tehnis bagi badan2 WTO.
- Memberikan dukungan tehnis untuk negar-negara berkembang, khususnya negara berkembang paling terbelakang.
- Menganalisis kinerja dan kebijakan perdagangan oleh para ahli ekonomi dan statistik WTO.
- Memberikan bantuan Hukum dlm rangka penyelesaian sengketa.
- Menangani maalah aksesi anggota baru dan memberikan saran-saran kpd pemerintah yang mengajukan aksesi.
ANGGARAN WTO
Total anggaran WTO pada th 2004 adalah sebesar 161.776.500 Swiss Franc yang berasal dari kontribusi negara-negara anggota yang diperhitungkan berdasarkan besarnya nilai
perdagangan.
Indonsia termasuk salah satu dari 25 negara pembayar kontribusi terbesar (th 2003) mengingat besarnya peran (trade share) Indonesia dalam perdagangan dunia.
PRINSIP-PRINSIP PENYELESAIAN SENGKETA
Pada prinsipnya penyelesaian sengketa dilakukan dngn Adil, Cepat, Efektif dan saling menguntungkan.
Tetap diharapkan bhw negara yang sengketa dapat melakukan perundingan dan menyelesaikan masalah mereka tanpa harus membentuk panel.
Pada GATT, suatu putusan disahkan hanya berdasarkan konsensus. Ini artinya bahwa jika ada keberatan dr suatu negara, maka tidak akan ada keputusan. Dibawah WTO
putusan secara otomatis disahkan kecuali ada konsensus untuk menolak hasil putusan. Neg yang ingin merintangi keputusan harus mendekati seluruh anggota WTO, termasuk
lawan sengketanya, untuk membatalkan keputusan panel.
PROSES PENYELESAIAN SENGKETA
Penyelesaian sengketa menjadi tanggung jawab Dispute Settlement Body (DSB). Badan ini terdiri dari para ahli yang bertugas menelaah kasus, dan satu2nya yang memiliki
otoritas membentuk Panel. (Panel secara resmi bertugas membantu DSB membuat keputusan atau rekomendasi).
DSB dapat menerima atau menolak keputusan Panel atau keputusan pada tingkat banding.
DSB juga memonitor pelaksanaan putusan dan mereko-mendasi serta memiliki kekuasan untuk mengesahkan retaliasi, jika suatu negara tidak mematuhi keputusan.
TAHAP PENYELESAIAN SENGKETA
Tahap I: Konsultasi (maksimum 60 hr).
Seblm dibawa ke Panel, negara sengketa harus berunding (konsultasi) unt mencari jalan keluar.
Tahap II: Panel ( maksimum 45 hr unt pembentukan Panel + 6 bulan Panel bekerja unt menghslkan keputusan ).
- Jika tahap I gagal, penggugat dpt meminta dibentuknya Panel. Negara tergugat dpt merintangi terbentuknya Panel sebanyak satu kali, tetapi pada sidang DSB yang kedua
kalinya, pemben-tukan Panel tidak bisa lagi dihalangi, kecualii ada konsensus yang menentang pembentukan Panel tsb.
- Laporan Panel hanya dapat ditolak melalui konsensus dalam DSB, maka hasil putusannya sulit untuk digugurkan.
-Laporan akhir Panel biasanya diberikan kpd pihak2 yang bersengketa dalam waktu 6 bulan, kecuali dalam kasus penting atau kasus barang yang mudah hancur dalam waktu 3
bulan.
TAHAP PENYELESAIAN SENGKETA
1. Sebelum dengar pendapat yang pertama: masing-masing pihak mengajukan argumen kpd Panel secara tertulis.
2. Dengar pendapat yang pertama: kasus unt neg penggugat dan tergugat dan negara lain yang menyatakan punya kepentingan dalam kasus tsb.
3. Bantahan (Rebuttal):Negara yang terlibat mengajukan banthan tertulis danargumen lisan pd pertemuan Panel yang kedua.
4. Peran Ahli (Experts): Panel dapat meminta pendapat para ahli atau menunjuk expert review group unt mempersiapkan pendapatnya.
5. Draft pertama: Panel mengajukan draft laporan yang berisi latar belakang, fakta dan argumen unt kedua belah pihak dan memberikan waktu 2 minggu kpd pihak2 unt
memberikan tanggapannya. Laporn ini tdk memuat temuan & kesimpln akhir.
6. Laporn smentara (interim report): Panel mengajukan lap smentara yang memuat temuan2 & kesimp akhir kpd kedua pihak dan memberikan 1 mingg unt memberikan tanggapan
(review).
7. Peninjauan ( Review): Lamanya waktu unt menanggapi tdk melebihi 2 minggu, dan dlm waktu tsb Panel bisa saja bersidang tambahan dng kedua pihak yang sengketa.
8. Laporan Akhir (Final report): Lap akhir diberikan kpd kedua pihak. Setlh 3 minggu lap tsb disirkulasi kpd semua anggota WTO. Jika terbukti tergugat bersalah, maka Panel dapat
memberi arahan ttg bgmn seharusnya dilakukan.
9. Lap Akhir menjadi Keputusan: Laporan tsb otomatis menjadi keputusan atau rekomendasi DSB dlm jangka waktu 60 hr, kecuali ada konsesnsus menolaknya. Kedua pihak yang
bersengketa dapat mengajukan banding.
WAKTU PENYELESAIAN SENGKETA
Konsultasi, mediasi dll : 60 hr
Pembentkan dan Penunjukan Panel : 45 hr
Lap final Panel pd pihak2 sengketa : 6 bln
Lap final Panel pd smua angg WTO : 3 ming
DSB mengesahkan laporan : 60 hr
Total tanpa Banding 1 tahun.
Laporan Banding : 60-90 hr
DSB mengesahkan Lap Banding : 30 hr
Total dng Banding 1 tahun 3 bulan
BANDING (APPEALS)
Tiap pihak dapat mengajukan banding terhadap keputusan Panel.
Banding harus didasarkan pada suatu peraturan tertentu spt interpretasi legal atas suatu pasal dalam suatu persetujaun WTO.
Banding tidak dilakukan untuk menguji kembali bukti2 yang ada atau bukti2 baru yang muncul, melainkan untukmeneliti argumentasi yang dikemukakan oleh Panel sebelumnya.
Tiap upaya banding diteliti oleh tiga dari tujuh orang anggota Tetap Badan Banding (Appellate Body) yang ditetapkan oleh DSB dan berasal dari anggota WTO yang mewakili
kalangan luas.
Anggota AB memiliki masa kerja 4 tahun dan mrk berasal dari individu2 yang memiliki reputasi dlm bidang Hukum dan Perdagangan Internasional dan lepas dari kepentingan
negara manapun.
Keputusan pd tkt Banding dapat menunda, mengubah ataupun memutarbalikkan temuan dan putusan Panel.
Banding biasanya membutuhkan waktu tidak lebih dr 60 hr dan batas maksimum 90 hari.
• DSB hrs menerima tau menolak laporan banding tsb dlm jangka waktu tdk lebih dr 30 hr, dan penolakan dimungkinkan hanya melalui konsensus.
I.   Umum

World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar
negara. Sistem perdagangan multilateral WTO diatur melalui suatu persetujuan yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional sebagai hasil perundingan yang telah
ditandatangani oleh negara-negara anggota. Persetujuan tersebut merupakan kontrak antar negara-anggota yang mengikat pemerintah untuk mematuhinya dalam pelaksanaan
kebijakan perdagangannya. Walaupun ditandatangani oleh pemerintah, tujuan utamanya adalah untuk membantu para produsen barang dan jasa, eksportir dan importer dalam
kegiatan perdagangan. Indonesia merupakan salah satu negara pendiri WTO dan telah meratifikasi Persetujuan Pembentukan WTO melalui UU NO. 7/1994.

II.  Sejarah pembentukan

WTO secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 tetapi sistem perdagangan itu sendiri telah ada setengah abad yang lalu. Sejak tahun 1948, General Agreement on Tariffs
and Trade (GATT) - Persetujuan Umum mengenai Tarif dan Perdagangan telah membuat aturan-aturan untuk sistem ini. Sejak tahun 1948-1994 sistem GATT memuat peraturan-
peraturan mengenai perdagangan dunia dan menghasilkan pertumbuhan perdagangan internasional tertinggi.

Pada awalnya GATT ditujukan untuk membentuk International Trade Organization (ITO), suatu badan khusus PBB yang merupakan bagian dari sistem Bretton Woods (IMF dan
bank Dunia). Meskipun Piagam ITO akhirnya disetujui dalam UN Conference on Trade and Development di Havana pada bulan Maret 1948, proses ratifikasi oleh lembaga-
lembaga legislatif negara tidak berjalan lancar. Tantangan paling serius berasal dari kongres Amerika Serikat, yang walaupun sebagai pencetus, AS tidak meratifikasi   Piagam
Havana sehingga ITO secara efektif tidak dapat dilaksanakan. Meskipun demikian, GATT tetap merupakan instrument multilateral yang mengatur perdagangan internasional.

Hampir setengah abad teks legal GATT masih tetap sama sebagaimana pada tahun 1948 dengan beberapa penambahan diantaranya bentuk persetujuan “plurilateral” (disepakati
oleh beberapa negara saja) dan upaya-upaya pengurangan tariff. Masalah-masalah perdagangan diselesaikan melalui serangkaian perundingan multilateral yang dikenal dengan
nama “Putaran Perdagangan” (trade round), sebagai upaya untuk mendorong liberalisasi perdagangan internasional.
 
III. Putaran-putaran perundingan

Pada tahun-tahun awal, Putaran Perdagangan GATT mengkonsentrasikan negosiasi pada upaya pengurangan tariff.  Pada Putaran Kennedy (pertengahan tahun 1960-an)
dibahas mengenai tariff dan Persetujuan Anti Dumping (Anti Dumping Agreement).

Putaran Tokyo (1973-1979) meneruskan upaya GATT mengurangi tariff secara progresif. Hasil yang diperoleh rata-rata mencakup sepertiga pemotongan dari bea impor/ekspor
terhadap 9 negara industri utama, yang mengakibatkan tariff rata-rata atas produk industri turun menjadi 4,7%. Pengurangan tariff, yang berlangsung selama 8 tahun, mencakup
unsur “harmonisasi” – yakni semakin tinggi tariff, semakin luas pemotongannya secara proporsional. Dalam isu lainnya, Putaran Tokyo gagal menyelesaikan masalah produk
utama yang berkaitan dengan perdagangan produk pertanian dan penetapan persetujuan baru mengenai “safeguards” ( emergency import measures). Meskipun demikian,
serangkaian persetujuan mengenai hambatan non tariff telah muncul di berbagai perundingan, yang dalam beberapa kasus menginterpretasikan peraturan GATT yang sudah ada.

Selanjutnya adalah Putaran Uruguay (1986-1994) yang mengarah kepada pembentukan WTO. Putaran Uruguay memakan waktu 7,5 tahun. Putaran tersebut hampir mencakup
semua bidang perdagangan. Pada saat itu putaran tersebut nampaknya akan berakhir dengan kegagalan. Tetapi pada akhirnya Putaran Uruguay membawa perubahan besar bagi
sistem perdagangan dunia sejak diciptakannya GATT pada akhir Perang Dunia II. Meskipun mengalami kesulitan dalam permulaan pembahasan, Putaran Uruguay memberikan
hasil yang nyata. Hanya dalam waktu 2 tahun, para peserta telah menyetujui suatu paket pemotongan atas bea masuk terhadap produk-produk tropis dari negara berkembang,
penyelesaian sengketa, dan menyepakati agar para anggota memberikan laporan reguler mengenai kebijakan perdagangan. Hal ini merupakan langkah penting bagi peningkatan
transparansi aturan perdagangan di seluruh dunia.

IV.  Persetujuan-persetujuan WTO

Hasil dari Putaran Uruguay berupa the Legal Text terdiri dari sekitar 60 persetujuan, lampiran (annexes), keputusan dan kesepakatan. Persetujuan-persetujuan dalam WTO
mencakup barang, jasa, dan kekayaaan intelektual yang mengandung prinsip-prinsip utama liberalisasi.

Struktur dasar persetujuan WTO, meliputi:


Barang/ goods (General Agreement on Tariff and Trade/ GATT)
Jasa/ services (General Agreement on Trade and Services/ GATS)
Kepemilikan intelektual (Trade-Related Aspects of Intellectual Properties/ TRIPs)
Penyelesaian sengketa (Dispute Settlements)

Persetujuan-persetujuan di atas dan annexnya berhubungan antara lain dengan sektor-sektor di bawah ini:
Pertanian
Sanitary and Phytosanitary/ SPS
Badan Pemantau Tekstil (Textiles and Clothing)
Standar Produk
Tindakan investasi yang terkait dengan perdagangan (TRIMs)
Tindakan anti-dumping
Penilaian Pabean (Customs Valuation Methods)
Pemeriksaan sebelum pengapalan (Preshipment Inspection)
Ketentuan asal barang (Rules of Origin)
Lisensi Impor (Imports Licencing)
Subsidi dan Tindakan Imbalan (Subsidies and Countervailing Measures)
Tindakan Pengamanan (safeguards)

Untuk jasa (dalam Annex GATS):


Pergerakan tenaga kerja (movement of natural persons)
Transportasi udara (air transport)
Jasa keuangan (financial services)
Perkapalan (shipping)
Telekomunikasi (telecommunication)
 

V.   Prinsip-prinsip Sistem Perdagangan Multilateral


MFN (Most-Favoured Nation): Perlakuan yang sama terhadap semua mitra dagang
Dengan berdasarkan prinsip MFN, negara-negara anggota tidak dapat begitu saja mendiskriminasikan mitra-mitra dagangnya. Keinginan tarif impor yang diberikan pada produk
suatu negara harus diberikan pula kepada produk impor dari mitra dagang negara anggota lainnya.
Perlakuan Nasional (National Treatment)
Negara anggota diwajibkan untuk memberikan perlakuan sama atas barang-barang impor dan lokal- paling tidak setelah barang impor memasuki pasar domestik.
Transparansi (Transparency )
Negara anggota diwajibkan untuk bersikap terbuka/transparan terhadap berbagai kebijakan perdagangannya sehingga memudahkan para pelaku usaha untuk melakukan kegiatan
perdagangan.

VI.  Persetujuan Bidang Pertanian

Persetujuan Bidang Pertanian (Agreement on Agriculture/ AoA) yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 1995 bertujuan untuk  melakukan reformasi kebijakan perdagangan di bidang
pertanian dalam rangka menciptakan suatu sistem perdagangan pertanian yang adil dan berorientasi pasar. Program reformasi tersebut berisi komitmen-komitmen spesifik untuk
mengurangi subsidi domestik, subsidi ekspor dan meningkatkan akses pasar melalui penciptaan peraturan dan disiplin GATT yang kuat dan efektif.

Persetujuan tersebut juga meliputi isu-isu di luar perdagangan seperti ketahanan pangan, perlindungan lingkungan, perlakuan khusus dan berbeda ( special and differential
treatment – S&D) bagi negara-negara berkembang, termasuk juga perbaikan kesempatan dan persyaratan akses untuk produk-produk pertanian bagi negara-negara tersebut.

Dalam Persetujuan Bidang Pertanian dengan mengacu pada sistem klasifikasi HS ( harmonized system of product classification), produk-produk pertanian didefinisikan sebagai
komoditi dasar pertanian (seperti beras, gandum, dll.) dan produk-produk olahannya (seperti roti, mentega, dll.) Sedangkan, ikan dan produk hasil hutan serta seluruh produk
olahannya tidak tercakup dalam definisi produk pertanian tersebut.

Persetujuan Bidang Pertanian menetapkan sejumlah peraturan pelaksanaan tindakan-tindakan perdagangan di bidang pertanian, terutama yang menyangkut akses pasar, subsidi
domestik dan subsidi ekspor. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, para anggota WTO berkomitmen untuk meningkatkan akses pasar dan mengurangi subsidi-subsidi yang
mendistorsi perdagangan melalui skedul komitmen masing-masing negara. Komitmen tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari GATT.

A. Akses Pasar
Dilihat dari sisi akses pasar, Putaran Uruguay telah menghasilkan perubahan sistemik yang sangat signifikan: perubahan dari situasi dimana sebelumnya ketentuan-ketentuan non-
tarif yang menghambat arus perdagangan produk pertanian menjadi suatu rezim proteksi pasar berdasarkan pengikatan tarif beserta komitmen-komitmen pengurangan subsidinya.
Aspek utama dari perubahan yang fundamental ini adalah stimulasi terhadap investasi, produksi dan perdagangan produk pertanian melalui: (i) akses pasar produk pertanian yang
transparan, prediktabel dan kompetitif, (ii) peningkatan hubungan antara pasar produk pertanian nasional dengan pasar internasional, dan (iii) penekanan pada mekanisme pasar
yang mengarahkan penggunaan yang paling produktif terhadap sumber daya yang terbatas, baik di sektor pertanian maupun perekonomian secara luas.

Umumnya tarif merupakan satu-satunya  bentuk proteksi produk pertanian sebelum   Putaran Uruguay. Pada Putaran Uruguay, yang disepakati adalah ”diikatnya” tarif pada tingkat
maksimum. Namun bagi sejumlah produk tertentu, pembatasan akses pasar juga melibatkan hambatan-hambatan non-tarif. Putaran Uruguay bertujuan untuk menghapuskan
hambatan-hambatan tersebut. Untuk itu disepakati suatu paket ”tarifikasi” yang diantaranya mengganti kebijakan-kebijakan non-tarif produk pertanian menjadi kebijakan tarif yang
memberikan tingkat proteksi yang sama.
   
Negara anggota dari kelompok negara maju sepakat untuk mengurangi tarif mereka sebesar rata-rata 36% pada seluruh produk pertanian, dengan pengurangan minimum 15%
untuk setiap produk, dalam periode enam tahun sejak tahun 1995. Bagi negara berkembang, pengurangannya adalah 24% dan minimum 10% untuk setiap produk. Negara
terbelakang diminta untuk mengikat seluruh tarif pertaniannya namun tidak diharuskan untuk melakukan pengurangan tarif. 

B. Subsidi Domestik
Subsidi domestik dibagi ke dalam dua kategori. Kategori pertama adalah subsidi domestik yang tidak terpengaruh atau kalaupun ada sangat kecil pengaruhnya terhadap distorsi
perdagangan (sering disebut sebagai Green Box) sehingga tidak perlu dikurangi. Kategori kedua adalah subsidi domestik yang mendistorsi perdagangan (sering disebut sebagai
Amber Box) sehingga harus dikurangi sesuai komitmen.

Subsidi Domestik dalam sektor Pertanian:


Amber Box, adalah semua subsidi domestik yang dianggap mendistorsi produksi dan perdagangan;
Blue Box, adalah amber box dengan persyaratan tertentu yang ditujukan untuk mengurangi distorsi. Subsidi yang biasanya dikategorikan sebagai Amber Box akan dimasukkan ke
dalam Blue Box jika subsidi tersebut juga menuntut dikuranginya produksi oleh para petani; dan
Green Box, adalah subsidi yang tidak berpengaruh atau kalaupun ada sangat kecil pengaruhnya terhadap perdagangan. Subsidi tersebut harus dibiayai dari anggaran pemerintah
(tidak dengan membebani konsumen dengan harga yang lebih tinggi) dan harus tidak melibatkan subsidi terhadap harga.

Berkaitan dengan kebijakan yang diatur dalam Green Box terdapat tiga jenis subsidi lainnya yang dikecualikan dari komitmen penurunan subsidi yaitu kebijakan pembangunan
tertentu di negara berkembang, pembayaran langsung pada program pembatasan produksi (blue box), dan tingkat subsidi yang disebut de minimis.

C. Subsidi Ekspor
Hak untuk memberlakukan subsidi ekspor pada saat ini dibatasi pada: (i) subsidi untuk produk-produk tertentu yang masuk dalam komitmen untuk dikurangi dan masih dalam
batas yang ditentukan oleh skedul komitmen tersebut; (ii) kelebihan pengeluaran anggaran untuk subsidi ekspor ataupun volume ekspor yang telah disubsidi yang melebihi batas
yang ditentukan oleh skedul komitmen tetapi diatur oleh ketentuan ”fleksibilitas hilir” (downstream flexibility); (iii) subsidi ekspor yang sesuai dengan ketentuan S&D bagi negara-
negara berkembang; dan (iv) Subsidi ekspor di luar skedul komitmen tetapi masih sesuai dengan ketentuan anti-circumvention. Segala jenis subsidi ekspor di luar hal-hal di atas
adalah dilarang.

VII. Putaran Doha


A. Deklarasi Doha
Sejak terbentuknya WTO awal tahun 1995 telah diselenggarakan lima kali Konperensi Tingkat Menteri (KTM) yang merupakan forum pengambil kebijakan tertinggi dalam WTO.
KTM-WTO pertama kali diselenggarakan di Singapura tahun 1996, kedua di Jenewa tahun 1998, ketiga di Seatlle tahun 1999 dan KTM keempat di Doha, Qatar tahun 2001.
Sementara itu KTM kelima diselenggarakan di Cancun, Mexico tahun 2003. 

KTM ke-4 (9-14 Nopember 2001) yang dihadiri oleh 142 negara. Menghasilkan dokumen utama berupa Deklarasi Menteri (Deklarasi Doha) yang menandai diluncurkannya putaran
perundingan baru mengenai perdagangan jasa, produk pertanian, tarif industri, lingkungan, isu-isu implementasi, Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), penyelesaian sengketa
dan peraturan WTO.

Deklarasi tersebut mengamanatkan kepada para anggota untuk mencari jalan bagi tercapainya konsensus mengenai Singapore Issues yang mencakup isu-isu: investasi, kebijakan
kompetisi (competition policy), transparansi dalam  pengadaan pemerintah (goverment procurement), dan fasilitasi perdagangan. Namun perundingan mengenai isu-isu tersebut
ditunda hingga selesainya KTM V WTO pada tahun 2003, jika terdapat konsensus yang jelas (explicit concensus) dimana para anggota menyetujui dilakukannya perundingan.
Deklarasi juga memuat mandat untuk meneliti program-program kerja mengenai electronic commerce, negara-negara kecil (small economies), serta hubungan antara
perdagangan, hutang dan alih teknologi.

Deklarasi Doha juga telah memberikan mandat kepada para anggota WTO untuk melakukan negosiasi di berbagai bidang, termasuk isu-isu yang berkaitan dengan pelaksanaan
persetujuan yang ada. Perundingan dilaksanakan di Komite Perundingan Perdagangan ( Trade Negotiations Committee/TNC) dan badan-badan dibawahnya (subsidiaries body).
Selebihnya, dilakukan melalui program kerja yang dilaksanakan oleh Councils dan Commitee yang ada di WTO.

B. Doha Development Agenda


Keputusan-keputusan yang telah dihasilkan KTM IV ini dikenal pula dengan sebutan ”Agenda Pembangunan Doha” (Doha Development Agenda) mengingat didalamnya termuat
isu-isu pembangunan yang menjadi kepentingan negara-negara berkembang paling terbelakang ( Least developed countries/LDCs), seperti: kerangka kerja kegiatan bantuan
teknik WTO, program kerja bagi negara-negara terbelakang, dan program kerja untuk mengintegrasikan secara penuh negara-negara kecil ke dalam WTO.

Mengenai perlakuan khusus dan berbeda” (special and differential treatment), Deklarasi tersebut telah mencatat proposal negara berkembang untuk merundingkan Persetujuan
mengenai Perlakuan khusus dan berbeda (Framework Agreement of Special and Differential Treatment/S&D ), namun tidak mengusulkan suatu tindakan konkrit mengenai isu
tersebut. Para menteri setuju bahwa masalah S&D ini akan ditinjau kembali agar lebih efektif dan operasional.

C. Isu-isu yang disetujui untuk dirundingkan lebih lanjut


Deklarasi Doha mencanangkan segera dimulainya perundingan lebih lanjut mengenai beberapa bidang spesifik, antara lain di bidang pertanian. Perundingan di bidang pertanian
telah dimulai sejak bulan sejak bulan Maret 2000. Sudah 126 anggota (85% dari 148 anggota) telah menyampaikan 45 proposal dan 4 dokumen teknis mengenai bagaimana
perundingan seharusnya dijalankan. Salah satu keberhasilan besar negara-negara berkembang dan negara eksportir produk pertanian adalah dimuatnya mandat mengenai
”pengurangan, dengan kemungkinan penghapusan, sebagai bentuk subsidi ekspor”.

Mandat lain yang sama pentingnya adalah kemajuan dalam hal akses pasar, pengurangan substansial dalam hal program dukungan/subsidi domestik yang mengganggu
perdagangan (trade-distorting domestic suport programs), serta memperbaiki perlakukan khusus dan berbeda di bidang pertanian bagi negara-negara berkembang.

Paragraf 13 dari Deklarasi KTM Doha juga menekankan mengenai kesepakatan agar perlakuan khusus dan berbeda untuk negara berkembang akan menjadi bagian integral dari
perundingan di bidang pertanian. Dicatat pula pentingnya memperhatikan kebutuhan negara berkembang termasuk pentingnya ketahanan pangan dan pembangunan pedesaan.

VIII. Konperensi Tingkat Menteri (KTM) V WTO di Cancun, Meksiko


Konperensi Tingkat Menteri (KTM) V WTO berlangsung di Cancun, Meksiko tanggal 10-14 September 2003. Berbeda dengan KTM IV di Doha, KTM V di Cancun kali ini tidak
mengeluarkan Deklarasi yang rinci dan substantif, karena gagal menyepakati secara konsensus, terutama terhadap draft teks pertanian, akses pasar produk non pertanian
(MANAP) dan Singapore issues.

Perundingan untuk isu pertanian diwarnai dengan munculnya joint paper AS-UE, proposal Group 20 (yang menentang proposal gabungan AS-UE) dan proposal Group 33 (yang
memperjuangkan konsep special product dan special safeguard mechanism).

Secara singkat, joint paper AS-UE antara lain memuat proposal yang menghendaki adanya penurunan tarif yang cukup signifikan di negara berkembang, tetapi tidak menginginkan
adanya pengurangan subsidi dan tidak secara tegas memuat komitmen untuk menurunkan tarif tinggi (tariff peak) di negara maju.

Sebaliknya, negara berkembang yang tergabung dalam Group 20 menginginkan adanya penurunan subsidi domestik (domestik support) dan penghapusan subsidi ekspor
pertanian di negara-negara maju, sebagaimana dimandatkan dalam Deklarasi Doha.
Sementara itu, kelompok negara-negara berkembang lainnya yang tergabung dalam Group 33 (group yang dimotori Indonesia dan Filipina) mengajukan proposal yang
menghendaki adanya pengecualian dari penurunan tarif, dan subsidi untuk Special Products (SPs) serta diberlakukannya Special Safeguard Mechanism (SSM) untuk negara-
negara berkembang.

IX.  Kesepakatan Juli 2004

Setelah gagalnya KTM V WTO di Cancun, Meksiko pada tahun 2003, Sidang Dewan Umum WTO tanggal 1 Agustus 2004 berhasil menyepakati Keputusan Dewan Umum tentang
Program Kerja Doha, yang juga sering disebut sebagai Paket Juli. Pada kesempatan tersebut berhasil disepakati kerangka ( framework) perundingan lebih lanjut untuk DDA (Doha
Development Agenda) bagi lima isu utama yaitu perundingan pertanian, akses pasar produk non-pertanian (NAMA), isu-isu pembangunan dan impelementasi, jasa, serta Trade
Facilitation dan penanganan Singapore issues lainnya.

Keputusan Dewan Umum WTO melampirkan Annex A sebagai framework perundingan lebih lanjut untuk isu pertanian. Keputusan untuk ketiga pilar perundingan sektor pertanian
(subsidi domestik, akses pasar dan subsidi ekspor) adalah:
Subsidi domestik
Negara maju harus memotong 20% dari total subsidi domestiknya pada tahun pertama implementasi perjanjian pertanian.
Pemberian subsidi untuk kategori blue box akan dibatasi sebesar 5% dari total produksi pertanian pada tahun pertama implementasi.
Negara berkembang dibebaskan dari keharusan untuk menurunkan subsidi dalam kategori de minimis asalkan subsidi tersebut ditujukan untuk membantu petani kecil dan miskin.
Subsidi ekspor
Semua subsidi ekspor akan dihapuskan dan dilakukan secara paralel dengan penghapusan elemen subsidi program seperti kredit ekspor, garansi kredit ekspor atau program
asuransi yang mempunyai masa pembayaran melebihi 180 hari.
Memperketat ketentuan kredit ekspor, garansi kredit ekspor atau program asuransi yang mempunyai masa pembayaran 180 hari atau kurang, yang mencakup pembayaran bunga,
tingkat suku bunga minimum, dan ketentuan premi minimum.
Implementasi penghapusan subsidi ekspor bagi negara berkembang yang lebih lama dibandingkan dengan negara maju.
Hak monopoli perusahaan negara di negara berkembang yang berperan dalam menjamin stabilitas harga konsumen dan keamanan pangan, tidak harus dihapuskan.
Aturan pemberian bantuan makanan (food aid) diperketat untuk menghindari penyalahgunaannya sebagai alat untuk mengalihkan kelebihan produksi negara maju.
Beberapa aturan perlakuan khusus dan berbeda (S&D) untuk negara berkembang diperkuat.
Akses Pasar
Untuk alasan penyeragaman dan karena pertimbangan perbedaan dalam struktur tarif, penurunan tarif akan menggunakan tiered formula.
Penurunan tarif akan dilakukan terhadap bound rate.
Paragraf mengenai special products (SP) dibuat lebih umum dan tidak lagi menjamin jumlah produk yang dapat dikategorikan sebagai sensitive product. Negara berkembang dapat
menentukan jumlah produk yang dikategorikan sebagai special products berdasarkan kriteria food security, livelihood security, dan rural development.

Dunia juga masuk secara monolitik ke dalam sistem perekonomian neo-liberal yang terlembagakan ke dalam perjanjian-perjanjian internasional, khususnya ke dalam organisasi
World Trade Organization (WTO). Jika ditilik secara intensif, maka kita melihat bagaimana azas neoliberalisme mendominasi dalam spirit WTO di mana praktis lembaga tersebut
telah menjadi ’wasit’ dalam proses globalisasi. Ini mengingat jargon the borderless world yang mereka implementasikan dalam aturan WTO. Yakni semua negara yang telah
meratifikasikan pelbagai aturan yang tercantum dalam WTO, antara lain terpenting bahwa semua negara harus menghilangkan semua hambatan perdagangan – baik tarif maupun
nontarif – dengan jadwal keharusan pelaksanaannya yang sangat ketat beserta sanksi yang keras jika sebuah negara tak mentaatinya.
Dengan begitu, berarti semua negara nantinya tanpa kecuali harus siap bersaing secara bebas dalam perdagangan internasional. Dengan harga dan kualitas barang dan jasa yang
mereka hasilkan, mereka harus bersaing tanpa perlindungan (proteksi tariff maupun non-tarif) dan subsidi apa pun kecuali untuk hal-hal yang sangat terbatas, misalnya bantuan
untuk pelatihan bagi kalangan SME (small and medium enterprises). Juga dalam ’era WTO’ ini, berarti azas neoliberalisme cenderung mengabaikan keragaman kemampuan
antara negara dalam level of playing field. Padahal dengan prinsip tersebut, bahwa persaingan hanya akan menghasilkan kemakmuran bersama (prinsip pareto optimality/positive
some game) jika diciptakan suatu kesamaan level dalam kemampuan masing-masing peserta/pelaku kegiatan ekonomi. Ini justru oleh Adam Smith sendiri -- Bapak/Pendiri
Ekonomi Modern – harus dipertimbangkan dalam menciptakan persaingan antara pelaku ekonomi baik tingkat perusahaan maupun negara. Dengan kata lain, seperti layaknya
dalam dunia pertinjuan dengan adanya kelas-kelas yang dipertandingkan (yang sama levelnya: ringan, terbang dan berat), maka dalam alam globalisasi ekonomi yang dipimpin
WTO dan Negara Industri, dengan demikian akan cenderung diabaikan. Dengan suasana ini memang secara positif masing-masing negara mempersiapkan semaksimal mungkin
agar pada saatnya mampu memasuki dalam era persaingan global yang keras tersebut. Ini antara lain terlihat kesibukan para pelaku ekonomi dan politik menyambutnya dengan
pelbagai kegiatan, baik di tingkat mikro (peningkatan kapabilitas SDM, manajerial, permodalan, teknologi, informasi) maupun makro (demokratisasi politik, penegakan supremasi
hukum, penghormatan HAM, deregulasi ekonomi, reformasi birokrasi).

Semua negara mau tak mau menerima Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menjadi badan supra nasional yang mampu memaksa negara manapun mencabut semua
hambatan tarif dan non-tarif. Termasuk mencabut subsidi untuk orang miskin dan sektorsektor ekonomi yang sensitif seperti pertanian. Dalam konteks tersebut, pemerintahan di
negara-negara sedang berkembang – dengan euforia demokrasi dan politik – makin dilemahkan. Elite bisnis, LSM, politik, maupun pemerintahan di negara-negara sedang
berkembang makin mewakili kepentingan kaum metropolis di negara-negara industry maju daripada memperjuangkan rakyatnya yang semakin lemah baik secara ekonomi
maupun politik.

Secara kronologis, terbentuknya WTO awalnya dilatarbelakangi oleh perjuangan NSB. Tujuannya agar mereka dapat memperbaiki kondisi ekonominya yang terbelakang akibat
bertumpu pada ekspor bahan mentah. Itu dilakukan pasca-Konferensi Asia Afrika tahun 1955 di Bandung yang dipelopori Indonesia, India, dan Alzajair. Kemudian terjadi
serangkaian putaran perundingan Utara-Selatan yang merumuskan komitmen negara-negara industri maju untuk membuka pasarnya terhadap produk olahan negara-negara
sedang berkembang setelah merealisasikan minimal satu persen produk domestik bruto (PDB) dari negaranegara industri maju untuk pembangunan negara-negara sedang
berkembang dalam rangka development decade Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Tak dinyana, terjadi kejaiban Asia. Negara-negara industri baru Asia seperti Jepang, Korea-
selatan, Taiwan, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Indonesia berhasil menguasai pasar Amerika Serikat (AS) sesuai dengan level teknologinya masing masing.

Sementara itu, AS mengalami double crisis (krisis neraca anggaran dan perdagangan) secara kolosal hingga masa pemerintahan Ronald Reagan dengan besaran mencapai 500
miliar dolar AS. AS praktis menjadi negara pengutang terbesar di dunia terhadap perusahaan asing ( foreign direct investment, FDI ) terutama terhadap negaranegara industri baru
Asia. Pemerintah Bill Clinton kemudian melancarkan dual track policy. Di satu pihak berusaha melakukan perbaikan ke dalam agar daya saing industrinya dapat unggul kembali --
terutama menghadapi serbuan produk egara-negara industri baru Asia -- di lain pihak membalikkan putaran perundingan Utara-Selatan menjadi strategi untuk menyelesaikan krisis
internal AS dari luar. Dalam perundingan di Maroko berhasil dibentuk WTO yang menjamin agar produk-produk unggulan AS khususnya dan NIM pada umumnya bebas masuk ke
pasar egara-negara sedang berkembang. Kemudian diciptakanlah isu borderless dalam rangka ‘’globalisasi untuk kemakmuran dunia’’ yang pengendaliannya berada di tangan
WTO -- di samping sebelumnya telah ada IMF (untuk bantuan moneter) dan Bank Dunia (untuk bantuan program pembangunan). Jadilah trio global superbody (WTO-IMF-WB)
sebagai aat ampuh AS dalam menegakkan imperiumnya di dunia lewat proses globalisasi. Memang, dengan tidak netralnya isu globalisasi bukan alibi untuk memaafkan
kebobrokan pemerintahan, bisnis, dan politik yang dilakukan elite bangsa sendiri. Tapi kita memerlukan pengembangan wacana ‘’sinergi peradaban”, bukannya clash of civilization
ala Huntington.

Tujuan TRIPs
TRIPs bertujuan untuk melindungi dan menegakkan hukum hak milik intelektual guna mendorong timbulnya inovasi, pengalihan, serta penyebaran teknologi, diperolehnya manfaat
bersama pembuat dan pemakai pengetahuan teknologi, dengan cara yang menciptakan kesejahteraan sosial dan ekonomi serta berkeseimbangan antara hak dan kewajiban
(Pasal 7 TRIPs). Untuk itu perlu dikurangi gangguan dan hambatan dalam perdagangan intemasional,dengan mengingat kebutuhan untuk meningkatkan perlindungan yang efektif
dan memadai terhadap hak milik intelektual, serta untuk menjamin agar tindakan dan prosedur untuk menegakkan hak milik intelektual tidak kemudian menjadi penghalang bagi
perdagangan yang sah.

You might also like