You are on page 1of 18

MARKETING PLAN

Marketing plan merupakan bagian dari business plan. Inti kegiatan marketing plan
adalah:
- Analisa situasi lingkungan dan peluang pasar
- Mengembangkan sasaran pemasaran
- Menetapkan strategi pemasaran
- Menciptakan taktik atau tindakan pelaksanaan

Ruang Lingkup Rencana Pemasaran


 Where have we been?
 Where do we want to go?
 How do we get there?

5 Konsep Pemasaran:
 Konsep Produksi (production concept)
 Konsep Produk (product concept)
 Konsep Penjualan (Selling concept)
 Konsep Pasar (Marketing concept)
 Konsep pemasaran berwawasan sosial (society concept) responsibility

Sebuah usaha itu memasarkan berbagai jenis barang dan jasa, seperti barang
konsumsi (covenience goods, shopping goods, specialty goods, instence goods, bulk goods),
barang hasil bumi, barang industri, dan jasa. Meskipun jasa memiliki karakteristik yang berbeda
dari goods, namun bisnis jasa juga harus tetap menentukan pilihan strategi. Perusahaan tidak
mungkin melayani seluruh konsumen dan memiliki kebutuhan dan keinginan yang begitu banyak
dan luas termasuk pola dan perilaku pembeliannya. Perusahaan perlu melakukan fokus pada upayanya
melayani pelanggan dengan baik. Fokus diartikan menyediakan bauran jasa yang sempit untuk
segmen pasar tertentu, yaitu kelompok yang memiliki kesamaan karakteristik, kebutuhan, perilaku
pembelian atau pola konsumsi. Konsep Ini merupakan strategi penting dan dapat dibagi menjadi
dua hal, yaitu fokus pasar (market focus) atau fokus jasa (service focus). Fokus pasar mengilustrasikan
besarnya pasar atau banyaknya pasar yang dilayani oleh perusahaan dan fokus jasa mengilustrasikan
luasan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan.
Strategi pemasaran adalah memilih dan menganalisa pasar sasaran yang merupakan
suatu kelompok orang yang ingin dicapai oleh perusahaan dan menciptakan suatu bauran
pemasaran yang cocok dan yang dapat memuaskan pasar sasaran tersebut.
Salah satu tahap penting dan kritis dalam penyusunan strategi adalah bergantung pada
penentuan target konsumen yang tepat. Diperlukan keputusan untuk mendefinisikan market
segmentation melalui proses clustering pasar berdasarkan kelompok dan kebutuhan konsumen.
Secara umum customer segmentation untuk consumer markets dapat dilakukan berdasarkan:
demographic factors (age, income, sex, etc), socioeconomic factors (social class, stage in the
family life cycle), geographic factors (cultural, regional and national differences), psychological
factors (lifestyle, personality traits), consumption patterns (heavy, moderate, light users) and
perceptual factors (benefit segmentation, perceptual mapping) [Hitt et al]. Selanjutnya, konsumen
dapat dikiasifikasikan menurut Bowles sebagai berikut:
Consumer classification based on attitudes and values or on patterns of purchasing
conduct can discriminate more powerfully between target markets than is possible from
demographic classifications alone. It also can add more important insights. But such
classifications give the greatest discrimination when designed to address specific markets. No
set consumer segmentation.
Penjabaran deskripsi consumer markets berdasarkan behavior yang paling umum
didasarkan pada lifestyle, social class dan interest [Walker].
1. Lifestyle, merupakan salah satu behavior yang berkembang selaras dengan pola kehidupan
modern saat ini. Dewasa ini, muncul kelompok baru yang mempertegas segmensi gender dan
lifestyle, yaitu kelompok yang disebut pria metroseksual. Kelompok ini juga menjadi konsumen
penting dan terus bertumbuh. Menurut Tika Bisono, perilaku kelompok ini bukan sekadar tren,
namun merupakan gaya hidup dan tata nilai bagi seseorang. Gaya hidup metroseksual
membutuhkan kematangan kepribadian, perilaku dan emosi yang selaras. Perilaku tersebut
dapat merupakan kebiasaan atau karena compulsive bahwa orang merasa tidak nayaman kalau
segala sesuatu tidak pada kondisi semestinya.
2. Social Class, merupakan suatu deskripsi dari kelompok status y,ang turnbuh dan diakui dalam
kehidupan sosial masyarakat. Pengelompokan pada umumnya berdasarkan income,
education, dan occupation.
3. Interest, segmentasi ini didasarkan pada kesamaan ketertarikan atau peminatan seperti hobbies,
do-it yourself activities, sports, travel, health, raising a family, job-related activities and
education.
Penetapan segmentasi berdasarkan teori motivasi Maslow dalam implementasinya
dapat dikaitkan dengan customer value yang merupakan tingkat perimbangan antara
pengorbanan konsumen (cost) dan tingkat manfaat (benefit) yang diterima oleh konsumen.
Rasionalitas yang dipahami oleh konsumen mengalami pergeseran dari tingkat pengorbanan
terendah ke arah pengorbanan yang Iebih tinggi. Semakin tinggi tingkat pengorbanan yang
dikeluarkan oleh konsumen maka tingkat benefit yanq diekspektasikan oleh konsumen semakin
tinggi dan mengalami pergeseran nilai. Merespons tingkat tuntutan value yang semakin tinggi
seiring tingkat pengorbanan konsumen, perusahaan memberikan alternatif dengan melakukan
peningkatan customer value dengan menggesernya dari gateway value menjadi competitive
value dan tertingqi disebut ultimate value. Respons perusahaan ini dilakukan untuk
menjaga tingkat kepuasan.
konsumeni pada level yang minimal sama dan menjaga tingkat competitiveness
menghadapi pesaing. Apabila konsumen memersepsikan tingkat value perusahaan
pesaing dianggap lebih balk, maka konsumen kemungkinan akan melakukan migrasi atau
derajat tingkat kepuasannya menjadi menurun secara relatif.
Pergeseran tuntutan nilai tersebut didorong oleh motivasi yang menurut Maslow juga
mengalami pergeseran tuntutan kebutuhan yang lebih tinggi berdasarkan peningkatan
kelompok kelas yang lebih tinggi. Dalam menyusun strategi pemasaran ada 2 variable utama
yang perlu dipertimbangkan:

1. Variabel yang dapat dikontrol (market segmentation, market budget, timing,


marketing mix)
2. Variabel yang tidak dapat dikontrol oleh pengusaha

Marketing Mix
Pada tahap selanjutnya, segmentasi yang telah ditetapkan perlu dilakukan targeting
dan positioning (Kotler [2003: 36-38]). Mengutip beberapa pendapat terkait positioning, menurut
Michael Treacy and Fred Wiersema, menentukan positioning adalah berdasarkan product
leadership, operational excellence dan customer intimacy, sedangkan Fred Crawford and Ryan
Mathews menentukan positioning berdasarkan product, price, easy to accsess, value-added
service, dan customer experience.Inti dari positioning terletak pada performance above average
(differentiate) dan positioning tidak berlaku selamanya, selalu berubah dan memerlukan
evaluasi secara terus-menerus. Menyikapi perubahan situasi yang terjadi saat ini, khususnya
mendasari pada pemahaman resources-based dan market-based untuk menciptakan
competitive advantage [Wheelen and Hunger], competitive advantage dapat diciptakan bila memiliki
distinctive competencies; [Hill and Jones]. Distinctive Competencies ini dapat menjadi salah sat-u
motor berkembangnya dan munculnya pemikiran inovatif yang melahirkan inovasi. Inovasi
itu sendiri didasarkan pada new knowledge [Drucker]. Penjabaran competencies dalam
manajemen pemasaran jasa tidak terlepas dari marketing mix-services. Marketing mix services
merupakan marketing- mix 4Ps yang dilengkapi 3Ps khusus jasa, yaitu people, process dan
physical- evidence [Fandy Tjiptono dan Chandra] dan ditambahkan psychological yang
memegang peranan penting khusus dalam services. Hal ini mengingat, bahwa nilai
intangible sangat dipengaruhi oleh faktor emotional, terlebih lagi pada services industries
[Bernard T. Widjaja].

A. Product
Produk jasa (the service product) merupakan produk intangible yang dapat
memberikan manfaat, memenuhi kebutuhan konsumen, dan dapat memuaskan konsumen.
Sesungguhnya pelanggan tidak membeli barang atau jasa, tetapi membeli manfaat dan nilai
dari sesuatu yang ditawarkan. Pengertian yang ditawarkan menunjukkan sejumlah manfaat
yang didapat oleh konsumen, balk barang atau jasa atau kombinasinya [Hurriyati].
Pengembangan produk pada suatu perusahaan dapat dilakukan melalui berbagai
tahap. Tahap-tahap yang biasanya diikuti dalam pengembangan produk adalah adanya suatu
ide, penyaringan ide, pengembangan ide, pembuatan percobaan, analisis usaha, percobaan
penjualan di pasar.
Tujuan pengembangan produk:
 Memenuhi keinginan konsumen
 Memenangkan persaingan
 Meningkatkan jumlah penjualan
 Mendayagunakan sumber-sumber produksi
 Mencegah kebosanan konsumen.

B. Price
Kebijakan penetapan harga merupakan suatu hal penting. Perusahaan akan melakukan hal in
dengan penuh pertimbangan karena penetapan harga akan nlemengaruhi pendapatan total dan biaya. Harga
merupakan faktor utama penetapan posisi dan harus diputuskan sesuai dengan pasarsasaran, bauran ragam produk,
dan pelayanan, derta persaingan [Kotler dan Amstrong].
Berdasarkan perimbangan antara tingkat kualitas dan harga, secara umum Sullivan and
Adcock membagi harga menjadi empat strategi dasar. Nilai yang diharapkan merupakan nilai yang
sebanding di antara seluruh harga yang dibayarkan dan kualitas yang dirasakan. Keempat strategi
tersebut adalah:
1. Strategi premium merupakan perbandingan kesesuaian di antara dua nilai yang ekstrem, yaitu
harga yang tinggi dengan kualitas yang tinggi.
1. Strategi ekonomis merupakan harga yang rendah dengan kualitas produk yang rendah pula.
2. Strategi penetrasi (penetration), harga juga dapat dilihat ketika menawarkan nilai lebih
daripada yang diharapkan dan di sisi yang lain harga cenderung turun. Diharapkan hal tersebut
dapat memenuhi nilai lebih dari kualitas yang dirasakan.
3. Strategi skimming, merupakan nilai harga yang dibayarkan tidak sesuai dengan kualitas yang
dirasakan.
Pada jasa, pembayaran dapat disebut dengan berbagal istilah antara lain tuition (untuk
sekolah, kursus), fee (perusahaan atau profesional), service charge (perawatan properti, restoran, hotel
service), fare (dalam jasa transports), freight cost (jasa tranportasi barang), rent (jasa persewaan),
ubcription (berlangganan, keanggotaan club), commission (jasa pialang, trader), admission charge
(tiket masuk), utility (jasa listrik, air) dan room rate (hotel) [Lovelock].
Penerapan pricing dapat dilakukan dengan pemilihan strategi pricing diatas dengan
mempertimbangkan juga berbagal aspek lainnya seperti tingkat fungsional-psikologis jasa yang yang
ditawarkan, tingkat persaingan, derajat uniqueness jasa yang ditawarkan, target market, kombinasi
product-service dan cost based.
Menurut Tellis, pada dasarnya pricing strategies dapat dibagi dalam kategori sebagai
berikut:
1. Differential Pricing Strategies, diterapkan pada konsumen yang heterogen dan atau kondisi
yang menyebabkan terjadinya vaniasi harga, pada keadaan in dapat diterapkan strategi sebagai
berikut:
a. Second market discounting
b. Periodic discounts
c. Random discounts
2. Competitive Pricing, diterapkan dengan tujuan untuk mengatur posisi perusahaan sesuai
dengan competitive position-nya. Strategi yang dapat dilakukan adalah:
a. Penetration and experience curve pricing
b. Price signaling
c. Geographic pricing
d. Product Line Pricing, diterapkan apabila perusahaan memiliki berbagai set produk/jasa
yang ditawarkan, dengan tujuan untuk memenuhi permintaan pasar yang lebih luas dan memaksimalkan
keuntungan. Product line pricing in memungkinkan terjadinya cross-subsidies di antara produk/jasa
yang ditawarkan. Dalam pelaksanaannya dapat berupa: price bundling, premium price atau
complimentary pricing.
Pricing dapat dikomunikasikan kepada konsumen melalui proses informational
melalui advertisements, product labels atau price-lists, word-of- mouth, magazine articles, dan
sekaligus dapat mengomunikasikan mengenai product performance, quality, dan feature yang
ditawarkan. Informasi harga yang tersedia bagi konsumen dapat membantu memberikan indikasi
terhadap produk/jasa yang ditawarkan. Harga yang lebih tinggi memberikan persepsi kualitas yang
lebih tinggi pula, dan demikian diharapkan dapat memengaruhi kurva demand yang bergeser
positif. Hal ini juga se- ring kali terindentifikasi dan terkait dengan brand image produk atau jasa
[Conover].
Berkaitan dengan faktor harga, terdapat pendapat yang mengelompokkan konsumen
dalam dua kelompok, yaitu segmen snobs dan segmen conformist. Snobs, sangat menghargai
uniqueness, dan bersedia membayar dengan harga yang tinggi. Namun, sebagian dari kelompok
ini akan merasa berkurang value-nya pada kondisi terjadinya peningkatan pormintaan (tingkat
uniqueness-nya dinilai menjadi kurang). Sedangkan conformist sebaliknya, pada saat demand
meningkat, kelompok konsumen ini menganggap value dari produk yang dibelinya meningkat
(nilai ekonomisnya bertambah sejalan dengan peningkatan demand) [Amaldoss and Jain].
Namun, lebih lanjut, dalam penelitiannya, ditemukan perluasan dari teori tersebut di
atas, bahwa banyak snobs membeli produk saat harga meningkat yang seharusnya hal ini terjadi pada
conformist. Ditemukan, bahwa ,,nobs melakukan pembelian bukan karena mereka menginginkan
higher- quality product namun cenderung karena faktor uniqueness. Hal ini sangat menguntungkan
perusahaan yang dapat menyajikan conspicuous product (memiliki perbedaan menyolok) karena
dapat memperoleh keuntungan yang memadai daripada produk dengan functional differences
yang akan memicu price competition yang mengakibatkan reducing profitabilitas.

C. Place
MacLeod, lokasi yang strategis akan menjadi salah satu keuntungan bagi perusahaan
karena mudah terjangkau oleh konsumen, namun sekaligus juga akan menjadikan biaya rental atau
investasi tempat menjadi mahal. Tingginya biaya lokasi tersebut dapat terkompensasi dengan
reducing biaya marketing, sebaliknya lokasi yang kurang strategis akan membutuhkan biaya
marketing lebih mahal untuk menarik konsumen agar berkunjung.
Di samping faktor lokasi, bangunan dan kelengkapannya menjadi faktor penting dalam
place untuk perusahaan. Dekorasi sering kali menjadi daya tarik yang besar bagi konsumen dalam
memilih tempat, bahkan terdapat kecenderungan saat ini gerai-gerai yang disukai dan populer di
kalangan masyarakat adalah bercorak kontemporer [Huntsley] dan minimalis [Ward]. Kondisi
bangunan merupakan persyaratan yang memberikan kenyamanan (convenience), sedangkan lokasi
yang strategis bagi konsumen akan memperkecil pengorbanan energl dan waktu.
Manfaat tersebut akan menjadi lebih bernilai apabila di samping bangun fisik m enunjang
proses penyampaian jasa, konsep penciptaan suasana juga dapat memengaruhi customer emotion. Di
samping konsep interior, color management, music menjadi salah satu alat penting pencipta suasana,
bahkan menurut Toni Sitohang, music therapy dapat dijadikan sebagai salah satu teknik yang dapat
memotivasi untuk mengubah dan memberi dampak pada cognitive, physical, communication,
social, dan emotional seseorang.

D. Promotion
Craven mengemukakan, market targets dan positoning strategy merupakan acuan
untuk pengambilan keputusan dalam promosi. Tahap-tahap penyusunan strategi promosi adalah:
1. Menentukan communications objectives.
2. Memutuskan pemilihan komponen promotion mix yang akan digunakan.
3. Menentukan bujet promosi.
4. Memilih strategi untuk masing-masing komponen promotion mix, yaitu advertising, personal
selling, sales promotion, direct marketing dan public relations.
Lebih lanjut disebutkan bahwa market targets, product, distribution, dan price
desicion akan menjadi pedoman dalam memutuskan role of promotion strategy untuk keseluruhan
marketing program dan untuk mengidentifikasi communication task yang spesifik untuk kegiatan
promosi.
Komunikasi pemasaran (promotion) dapat disusun untuk kepentingan yang berbeda-
beda, antara lain dikemukakan oleh Craven sebagai berikut:
1. Need Recognition, komunikasi ini bertujuan untuk memperkenalkan produk/jasa, terutama
produk/jasa baru untuk memicu needs.
1. Finding Buyers, komunikasi ini bertujuan mengidentifikasi prospective buyer, melakukan
screening dan memilih prospective buyer.
2. Brand Building, tujuan komunikasi ini untuk memberikan informasi kepada konsumen agar
konsumen mengenal produk/merek lebih baik.
3. Evaluation of Alternatives, tujuan komunikasi ini adalah membantu konsumen untuk
mengevaluasi dan membandingkan produk-produk alternatif, biasanya nnelalui kombinasi
iklan dengan personal selling untuk mempertegas dan memperkuat merek melalui penjelasan
keunggulan produk.
4. Desicion to Purchase, pada umumnya penggunaan personal selling menjadi salah satu cara
efektif untuk mendorong pengambilan keputusan pada penjualan durable goods dan industrial
products.
5. Customer Retention, komunikasi post purchase adalah komunikasi pemasaran yang penting,
tindak lanjut dari layanan setelah konsumen membeli produk, termasuk merespons problem
yang muncul setelah pembellan.
6. Product Potioning, tujuannya adalah membangun image untuk menciptakan posisi yang
menguntungkan bagi perusahaan.
Penyampaian komunikasi pamasaran harus ditunjang dengan creative strategy yang
diwujudkan dengan membangun promotional message yang benar-benar mencerminkan suatu
yang sesungguhnya akan dibeli dan menjadi motivasi utama konsumen untuk membeli.
Pentingnya promotional message tentu harus sesuai dengan promotion objectives atau tujuan
dalam komunikasi pemasaran [Czinkota et al].
Menurut Berman and Evans, elemen promosi terdiri atas empat komponen, yaitu:
advertising, sales promotion, public relation, dan personal selling, sedangkan Kotler berpendapat
bahwa promosi terdiri atas komponen promotiom mixi, yaitu: iklan (advertising), promosi
penjualan (sales promotion), penjualan langsung (direct selling), hubungan masyara kat (public
relations), dan penjualan tatap muka (personal selling). Sedangkan, dalam mengomunikasikan
pemasaran jasa (promotion), Phillips and Rasberry, menyebutkan dapat dilakukan melalui
communication-mix: advertising, personnal selling, word of mouth, public relation, dan
promotion.
Advertising, secara luas banyak digunakan untuk komunikasi pemasaran. Advertising
didefinisikan oleh Kotler sebagai berikut: Any paid form of nonpersonal presentation and
promotion of ideas, goods, or services by an identified sponsor.
Meskipun penggunaan iklan cukup luas, namun di Amerika, dari hasil research,
cukup fenomenal, bahwa banyak bisnis kelas menengah tidak membutuhkan advertising untuk
menjadi perusahaan yang maju. Pertimbangan yang menjadi alasan utama adalah cost
effectiveness, advertising tidak menjamin untuk menghasilkan return yang sesuai cost yang
dikeluarkan dan advertising tidak menjamin loyalitas konsumen. Secara jangka panjang hal ini
kurang menguntungkan, dan menimbulkan ketergantungan pada advertising, serta bahwa di mata
publik kebanyakan advertising berisi kebohongan dan manipulatif—tidak sesuai dengan kualitas
goods atau services [Phillips and Rasberry].
Komponen kedua promotion mix adalah sales promotion (promosi penjualan). Kotler
[2003: 604] mendefinisikan sales promotion adalah: Short- term incentives to encourage trial or
purchase of a product or service.
Komponen lain dari promotion mix adalah direct marketing, public relation dan
personal selling yang didefinisikan berturut-turut oleh Kotler sebagai berikut:
1. Direct marketing: use of mail, telephone and other non personal contact tools to
communicate with or solicit a response from specific customers and prospects.
2. Public relations and publicity: a variety of programs designed to promote and/or protect a
company's image or its individual products.
3. Personal selling: face to face interaction with one or more prospective purchasers for the
purpose of making sales.
Secara khusus, Gambino menyusun marketing communications untuk sebuah bisnis
dengan elemen-elemen sebagai berikut:
1.Advertising
a. Media advertising: printed media(newspapers, magazines, telephone directory),
broadcast media (radio, television) and outdoor advertising (billboard, signage,
banner)
b. Word of mouth advertising
c. Direct advertising: direct mail (circular: printed sheets, brochure), cooperative mailing
and news letter
2. Sales Promotion
a. Sales and promotion: voucher, discount, gimmick
b. Open house
c. Demonstration
d. Tie-in promotion
3. Publicity
4. Community Service
Di samping komponen di atas, internet dan media telepon seluler menjadi pilihan
komunikasi yang lebih komunikatif dan emotional. Salah satu pola komunikasi yang dapat
diterapkan dan memberikan dampak personalize dan emotional adalah melalui telepon seluler.
Penggunaan internet dan telepon seluler ini dapat menjadi media komunikasi pemasaran dan menjalin
customer relationship yang baik dalam jasa. Daya tarik teknologi ini sangat mendorong peningkatan
komunikasi dan menjadi experience tersendiri bagi penggunanya, dan dengan demikian
teknologi ini dapat dimanfaatkan merek untuk dapat memberikan nilai emotional.
Internet merupakan media yang sangat ideal untuk untuk komunikasi aktif dalam dunia
e-community. Namun sayang, saat ini masih terlalu premature berbicara mengenai e-community.
Sementara itu, teknologi alternative yang mendorong aktivitas komunikasi aktif dapat dimulai
dengan pemanfaatan mobile telephone. Meskipun pemasaran via mobile telephone/device ini
masih sangat awal untuk branding, namun perkembangannya sangat menjanjikan [Barnes and
Corbitt].
Short Message Service (SMS), sebagai contoh, SMS menjadi media komunikasi yang
diterima oleh masyarakat dan menjadi salah satu alternatif media komunikasi yang dapat dimanfaatkan
untuk komunikasi merek. SMS yang dimanfaatkan bersama event besar menjadi booster yang luar
biasa dalam memengaruhi emosi penggunanya. Aplikasi SMS telah dilakukan untuk media CRM,
baik mengingatkan jadwal reservasi dan informasi program promosi. Pola interaksi yang terjadi
menjadi lebih efektif dan terarah bila dapat dikelola dalam suatu manajemen yang tertata, yaitu
Customer Relationship Management (CRM). Cara ini memungkinkan perusahaan untuk merekam,
mengamati, meneliti, dan memahami konsumen dengan lebih baik dan personalize. Database yang
baik menjadi salah satu syarat untuk dapat mengumpulkan data customer secara akurat. Dengan
diketahuinya customer behavior secara individual atau group customer, merek juga dapat diarahkan
sesuai dengan pola personality yang diharapkan oleh customer.
Sebagai contoh, di Belgia terdapat perusahaan yang berhasil memasarkan produknya
dengan mengumpulkan informasi customer dengan mengundang mereka melalui "discount club"
dan berkomunikasi melalui SMS. Anggota yang menerima pertanyaan dan menjawabnya
mendapatkan kupon discount atau undangan demo [de Lussanet]. Konsumen dapat melakukan
reservasi melalui SMS. Hal ini merupakan contoh individuality-service dan personalized value.
Goal yang diharapkan dari m-CRM ini adalah untuk empowerment brand, men-charge kembali
benak konsumen dan berinteraksi serta merespons dengan cepat. Ditambahkan, Ward menekankan
pentingnya kedekatan dengan pelanggan dan relationship yang baik dapat memperkuat branding.
Setiap kali terjadi kontak staf dengan pelanggan, hal itu akan meningkatkan nilai merek dan se-
kaligus melakukan aktivitas public relation.

E. People
People, merupakan kunci keberhasilan dalam dekade terakhir ini, melalui pengetahuan
(knowledge) telah dianggap menjadi salah satu hal yang penting dalam kelangsungan bisnis.
Pentingnya penggunaan knowledge secara optimal untuk memungkinkan perusahaan berinovasi
[Davenport] dan sebagai salah satu cara untuk menciptakan suatu daya saing yang sustainable
[Drucker]. Hal ini disebabkan karena pada akhirnya, knowledge digunakan untuk
membangun/memproduksi suatu produk/jasa. Atau dengan kata lain produk/jasa yang dijual ke
customer secara tidak langsung mengandung komponen knowledge, baik untuk mendesainnya,
memproduksinya, cara pengemasannya, pemasarannya, cara distribusinya, dan sebagainya. Dengan
demikian, semakin banyak komponen ini terkandung dalam suatu produk/jasa, semakin sulit bagi
competitor untuk melakukan imitasi atau disebut sustainable competitive advantage [Hitt et al].
Realita sebenarnya adalah bahwa knowledge mengalir masuk ke dalam organisasi melalui
individu-individu yang bekerja dalam organisasi tersebut. Setiap individu memiliki kombinasi
knowledge, skills, pengalaman, dan juga bakat yang unik. Dengan demikian, sebenarnya sebuah
organisasi kaya akan knowledge, hanya saja sumbernya tersebar di banyak individu—bila mana
individu tersebut keluar dari organisasi tersebut, knowledge yang dimilikinya akan ikut terbawa keluar.
Pada banyak kasus, performance suatu team/departemen cukup terpengaruh ketika orang kunci di
dalamnya keluar. Oleh sebab itu, memanfaatkan knowledge dalam organisasi secara optimal
berimplikasi bahwa organisasi harus menciptakan suatu mekanisme untuk me-manage dan me-
leverage knowledge dalam konteks yang lebih besar, yaitu dalam konteks organisasi secara
keseluruhan [Bernard T. Widjaja]. Dart sinilah konsep knowledge management mulai
dikembangkan [Sveiby and Lloyd] membagi knowledge menjadi profesional dan manajerial,
sedangkan Quinn et al membagi menjadi know-what, know-how, know-why dan care-why.
Knowledge mengalir masuk ke dalam organisasi melalui proses rekrutmen, pelatihan, dan riset yang
dilakukan perusahaan. Dengan knowledge inilah competencies dapat ditumbuhkan, dan competencies
inilah yang menjadi di dasar menciptakan competitive advantage.
Faktor penting lainnya dalam people adalah attitude dan motivation dari karyawan dalam
industri jasa. Moment of truth (MOT) terjadi pada saat terjadi kontak antara karyawan dan konsumen.
Kunci penting dalam MOT adalah pada attitude dan motivasi karyawan. Attitude sangat penting, dapat
diaplikasikan dalam berbagai bentuk seperti penampilan karyawan, suara dalam bicara, body language,
ekspresi wajah, dan tutur kata. Sedangkan, motivasi karyawan diperlukan untuk dapat mewujudkan
penyampaian pesan MOT dan jasa yang ditawarkan pada level yang diekspektasikan [MacLeod].
People merupakan aset utama dalam industri jasa, terlebih lagi people yang merupakan
karyawan dengan performance tinggi. Ketergantungan konsumen terhadap karyawan berkinerja
tinggi akan menyebabkan konsumen puas dan loyal. Namun demikian, apabila star perfomer
employee ini keluar atau berpindah perusahaan maka dapat terjadi kemungkinan migrasi konsumen
mengikuti karyawan tersebut [Bendapundi and Leone]. Di samping faktor pekerja dengan kinerja
yang tingi, faktor favoritisme pada karyawan tersebut merupakan kejadian yang berlaku umum pada
industri jasa.
F. Process
Process, mutu layanan jasa sangat bergantung pada proses penyampaian Jasa kepada
konsumen. Mengingat bahwa provider jasa adalah karyawan Itu sendiri, maka untuk menjamin
mutu layanan (quality assurance), seluruh operasional perusahaan harus dijalankan sesuai sistem dan
prosedur yang terstandardisasi oleh karyawan yang berkompetensi, berkomitmen, dan loyal
terhadap perusahaan tempatnya bekerja.
Proses pelayanan pada standar yang tinggi memerlukan evaluasi terusmenerus. Men urut
MacLeod, pengukuran performance perusahaan dapat dilakukan langsung atau tidak langsung
dengan menggunakan:
1) Staffappraisals, dilakukan baikterhadap penampilan, attitude dan performance figures,
sedangkan untuk terapis dan hairderssers ditambahkan penilaian skill performance.
2) Mystery client visits, metode ini untuk memberikan penilaian yang lebih objektif.
3) Managerial observation.
4) Peer group evaluation, sangat baik dilakukan untuk menumbuhkan persaingan yang sehat
antartim dalam perusahaan.
5) Client exit surveys.
6) Tturn-over and client retention, penurunan dari indikator ini menjadi salah satu gejala
terjadinya suatu problem yang harus segera ditangani.

G. Physical evidence
Building adalah bagian dari bukti fisik [Ward], karakteristik yang menjadi persyaratan
yang bernilai tambah bagi konsumen adalah perusahaan jasa yang memiliki karakter [Huntsley].
Perhatian terhadap interior, perlengkapan bangunan, termasuk lighting system, dan tata ruang yang
lapang menjadi perhatian penting dan dapat memengaruhi mood pengunjung.
Bangunan harus dapat menciptakan atmospheredengan memperhatikan ambience
sehingga memberikan experience kepada pengunjung dan hal ini dapat memberikan nilai
tambah bagi pengunjung. Pembagian tata ruang sesuai dengan alur dan pemisahan fungsi ruang
sangat penting untuk memberikan kenyamanan bagi konsumen [White].

MEGA MARKETING
Mega marketing adalah koordinasi yang strategis dari keahlian ekonomi, psikologi,
politik dan keahlian public relation untuk mendapatkan kerja sama dari berbagai pihak untuk
memasuki suatu pasar tertentu.

Konsep Experiental Marketing


Memasarkan dengan Sentuhan Emosional Konsep Eksperiental Marketing
mencoba mengeleminasi keunggulan fitur dan benefit. Sebab, kosumen tidak lagi membeli
produk, melainkan sebuah pengalaman yang tercipta. Benar jika seorang marketer masih
terpaku pada teori lama yang sekedar bicara soal benefit dan benefit bagi konsumen, maka
akan celaka. Sebuah merek akan “tergilas” apabila marketernya sibuk mengurusi kualitas dan
banyaknya keuntungan yang didapat konsumen.
Semua merek melakukan itu. Sehingga, kompetisi dengan strategy dan taktik yang
sama akan menghasilkan persaingan yang ketat. Jika sudah seperti itu, peperangan akan
menghasilkan pemasaran “berdarah-darah” (red ocean). Sehingga, di butuhkan cara lain agar
tidak kehabisan darah dan kalah di dalam persaingan. Tentu saja ada beraneka cara untuk
tampil beda (marketing diferentiation). Salah satunya adalah dengan lebih memperhatikan
konsumen atau lebih bisa menyentuh emosi (emotional touch) pelanggan. Tidak cukup dengan
sesuatu yang excellent, lebih dari itu, harus fantastik dan sensasional.
Ingat, pasar tidak berhenti sampai disitu. Konsumen sudah tak cukup puas diiming-imingi soal
keunggulan, karena pesaing pun melakukan hal yang serupa. Menciptakan pengalaman unik
dan berkesan dalam memori konsumen adalah solusinya. Solusi itu lantas disebut sebagai
experiental marketing.
Menurut penggagas experiental marketing, Bernd H schmitt, kini konsumen tidak
lagi hanya membeli produk, melainkan sebuah pengalaman yang tercipta dari mengkonsumsi
produk tersebut. Konsumen bukan lagi sosok yang rasional, tapi sosok emosional yang peka
dan punya fantasi.
Pemikiran Bernd ini sudah mengalir sejak tahun 1999. Dan, pemikiran itu terus
tumbuh dab berkembang berkat pengaplikasiaan oleh para marketer yang kreatif. Hasilnya
metode ini bisa dijadikan alat untuk mendekati, mendapatkan, dan mempertahankan konsumen
hingga menjadi pelanggan loyal (loyal customer). Bahkan, dalam pandangan staf pengajar
Columbia University ini, dampak bola salju experiental marketing lebih luas dari emosi.
Schimitt berpendapat, untuk menjalankan konsep experiental marketing dengan baik,
diharapkan marketer menggenjot beberapa unsur, yaitu:
1. Sense
2. Feel
3. Think
4. Act
5. Relate

A. Sense
Kalau bicara mengenai sense, maka kita akan membahas sesuatu yang bersifat
kognitif. Ini tahap pertama. Jika ada sense, jelas ada experience. Ini soal style atau tema.
Pengamat pemasaran dari Frontier Consulting Group, Handi Irwan D, mencontohkan, ketika
masuk ke bank, style eksterior dan interiornya akan menghasilkan impresi. Impresi merupakan
suatu pengalaman pertama. Kadang kala para marketer salah menyangka bahwa experiental
marketing itu soal service yang ber-experience. Padahal tidak, konsumen memandang sesuatu
yang menarik pun sudah bisa di sebut experiental marketing.

B. Feel
Ini kaitannya dengan attitude. Misalnya konsumen berkata “wah kok bangku nya
enak ya? Suasananya juga enak banget”. Ketika konsumen merasakan demikian maka dia akan
lebih aware, lebih puas dan mau datang lagi.

C. Think & Relate


Apabila customer sudah berpikir, apalagi sampai berfikir secara kreatif dan
optimal, otomatis ia mempunyai kemampuan untuk ber-experience. Misalnya teh botol. Saat
konsumen melihat logonya, sense akan berfikir produksinya dimana? Berfikir untuk
meminumnya (act), lalu berfikir jika meminum produk tersebut masuk ke society mana
(relate)? Jadi, sudah mendapatkan semuannya.

Konsep IMC (Integrated Marketing Communication)


Menurut Duncan (2005), Principles of Advertasing and IMC, komunikasi
pemasaran terpadu adalah proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pesan suatu
merek untuk dapat menciptakan hubungan jangka panjang dengan pelanggan. Jadi IMC
merupakan suatu sinergi, kreativitas, integrasi, dan komunikasi pemasaran secara terpadu
dengan cara memanfaatkan beragam elemen komunikasi yang berbeda-beda agar tercipta
koherensi yang paling mendukung.
Kita dapat mengklaim memiliki komunikasi terpadu (integrated) secara penuh
apabila kita sudah mengindentifikasikan satu per satu pesan inti yang mengarah pada satu ide
kreatif besar dan dapat pula diimplementasikan pada segala bidang yang kita tekuni. Atau, kita
boleh mengatakan mampu mempertahankan komunikasi terpadu dari waktu ke waktu apabila
dalam perkembangannya, komunikasi kita dianggap benar sesuai keadaan dan karakteristik
merek yang ada (Rangkuti, 2009: 30).
Integrated Marketing Communication merupakan alat untuk meningkatkan ekuitas
merek karena dapat mempengaruhi perilaku yang diinginkan dari target market. Dengan
mengelola ekuitas merek, perusahaan dapat meningkatkan loaylitas merek, meningkatkan
market share, serta dapat bersaing dengan produk lain sejenis (Rangkuti, 2009: 59).
Tujuan komunikasi pemasaran secara terintegrasi atau Integrated Marketing
Communication (IMC) adalah meningkatkan ekuitas merek . Produk yang memiliki ekuitas
merek yang relative tinggi dibandingkan dengan produk-produk lain sejenis akan mudah
mengajak konsumen untuk mencoba produk yang ditawarkan (Rangkuti, 2009: 59).
Menurut Rangkuti (2009: 64) proses membuat perencanaan IMC secara detail
adalah melalui enam tahap:
1. Identifikasi Target Audiences
2. Analisis SWOT
3. Menentukan Tujuan Komunikasi pemasaran
4. Menentukan Strategi dan Taktik
5. Menyusun Budget
6. Malakukan Evaluasi Efektivitas

Konsep Corporate Social Responsibility (CSR)


Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR): Komitmen bisnis untuk
berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelannjutan, bekerja dengan karyawan
perusahaan, keluarga karyawan tersebut, berikut komunitas setempat (local) dan masyarakat
secara keseluruhan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup (The World Bussiness Coucil
for suistanable Development).
Corporate Social Responsibility (CSR) menjadi tuntutan tak terelakan seiring
dengan bermunculannya tuntutan komunitas terhadap korporat. Korporat sadar bahwa
keberhasilannya dalam mencapai tujuan bukan hanya dipengaruhi oleh faktor internal
melainkan juga oleh komunitas yang berada di sekelilingnya. Ini artinya, telah terjadi
pergeseran hubungan antara korporat dan komunitas. Korporat yang semula memposisikan diri
sebagai pemberi donasi melalui kegiatan charity dan phylanthrohy, kini memposisikan
komunitas sebagai mitra yang turut andil dalam kelangsungan ekstensi korporat (Rahman,
2009: 5).
Dalam praktiknya di Indonesia belum banyak perusahaan yang menerapkan CSR.
Berdasarkan survei Kompas pada 2007, menyatakan bahwa 70% perusahaan di Indonesia
belum melaksanakan CSR. Masih banyak yang menganggap CSR adalah beban dalam operasi
produksi.
Rahman (2009) mengemukakan CSR adalah ‘investasi’ jangka panjang untuk
mencegah krisis melalui peningkatan reputasi dan image korporat. Meski demikian, CSR
bukanlah program yang dilakukan secara periodik, mengikuti tren, ataupun tanpa rencana.
Hakikat CSR adalah menciptakan long term relationship dengan komunitas demi kehidupan
yang lebih baik bagi semua. Oleh karena itu, perencanaan dan pengomunikasian program CSR
harus dilakukan secara sistematis.

Welcome to the New Wave Era


Yuswohady (2008) mengatakan bahwa makin banyak korban berjatuhan akibat
“horizontalization”. Saat ini kita telah memasuki dunia yang sama sekali baru. “ A whole New
world”. “New world with new rules of the game” and “new world with the new formula of
success”.
Sumber malapetaka dating dari konnsumen. Karena saat ini konsumen telah
berubah. Konsumen telah berubah menjadi mutan yang sama sekali berbeda dengan yang
sebelumnya. Perubahan itu di sebabkan oleh kelahiran web technologies seperti blog, vblog,
tags, chat, wikis, RSS, dig, coComent, internet messenger (IM), podcast, social networking
telah merubah DNA konsumen.
Tools tersebut telah membebaskan konsumen untuk berkomunikasi, berinteraksi,
berbagi, dan berkomunitas. Akibatnya secara natural konsumen pun bermetamorfose menjadi
mahluk yang semakin mengelompok, berinteraksi intens satu sama lain dan membentuk
crowd.

You might also like