Professional Documents
Culture Documents
MAKALAH
KAJIAN TEORITIS-ANALISIS PEMERINTAHAN DESA YANG IDEAL
BERDASARKAN UU NO. 5 TAHUN 1979, UU NO. 22 TAHUN 2009, UU NO. 32 TAHUN 2004,
dan PP NO. 72 TAHUN 2005
Disusun Oleh :
1
PENDAHULUAN
Desa di Indonesia pertama kali ditemukan oleh Mr. Herman Warner Muntinghe,
seorang Belanda pembantu Gubernur Jenderal Inggris tahun 1811. Desa berasal dari bahasa
India yakni swadesi yang berarti tempat asal, tempat tinggal, negeri asal, atau tanah leluhur
yang merujuk pada satu kesatuan hidup, dengan satu kesatuan norma, serta memiliki batas
yang jelas (Soetardjo: 1984). Pembentukan desa harus memenuhi persyaratan antara lain;
jumlah penduduk, luas wilayah, bagian wilayah kerja, perangkat, serta sarana dan prasarana
pemerintahan. (PP.No 72 Tahun 2005 Tentang Desa).
Sejak kemerdekaan Republik Indonesia hingga saat ini, keberadaan Desa seakan
timbul tenggelam dalam arus gelombang politik rezim yang memerintah. Padahal sejarah
menunjukkan bahwa Desa telah eksis jauh sebelumnya sebagai suatu kesatuan masyarakat
hukum adat dalam ikatan pola administrasi pemerintahan, ekonomi dan sosiologis yang
mandiri sebagai wujud dari otonomi asli, yang berasal dari asal-usul dan adat istiadat
setempat. Desa merupakan pilar pembangunan sebuah negara. Sebagaimana kita ketahui
bahwa sensus penduduk tahun 2000 menyatakan sekitar 60%, masyarakat indonesia tinggal
di pemukiman pedesaan. Saat ini ciri & problematika desa yang kita lihat yaitu rendahnya
tingkat produktivitas tenaga kerja, tingginya tingkat kemiskinan, rendahnya kualitas
lingkungan pemukiman & tingkat pendidikan.
Saat ini masih berlaku UU No. 32 tahun 2004. Tujuan UU No.32 tahun 2004 adalah
guna memodernkan pemerintahan desa agar mampu menjalankan 3 peranan utamanya
sebagai: 1). Struktur perantara 2). Sebagai pelayan masyarakat 3). Sebagai agen perubahan.
Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum terkecil yang memiliki batas-batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya berdasarkan asal-usul
dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati oleh negara. Pembangunan pedesaan
selayaknya mengarah pada peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan. Pembangunan
pedesaan dapat dilihat pula sebagai upaya mempercepat pembangunan pedesaan melalui
penyediaan sarana dan prasarana untuk memberdayakan masyarakat, dan upaya mempercepat
pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kokoh. Pembangunan pedesaan bersifat
multi-aspek, oleh karena itu perlu keterkaitan dengan bidang sektor dan aspek di luar
pedesaan sehingga dapat menjadi pondasi yang kokoh bagi pembangunan nasional.
2
Dengan berbagai tuntutan perubahan dan perkembangan yang dihadapi saat ini,
bagaimanakah seharusnya pemerintahan desa yang ideal? Dan bagaimanakah seharusnya
bentuk otonomi desa kedepan?. Kajian ini sangat relevan dan menarik karena kita harus
memahami secara komprehensif perkembangan, kondisi aktual, prospek pengembangan desa
kedepan, serta penyusunan kebijakan untuk desa.
BAB 1
3
PEMBAHASAN
4
UU NO 22 TAHUN 1999 mengenai Penyelenggaraan pemerintahan daerah dan desa.
Undang-undang ini menggantikan Undang-Undang No 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan
Desa.
7
* Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan
legislatif Daerah, baik sebagai fungsi legislasi, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
* Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada Daerah Propinsi dalam
kedudukannya sebagai Wilayah Administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan
tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah.
* Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari Pemerintah
kepada Daerah, tetapi juga dari Pemerintah dan Daerah kepada Desa yang disertai dengan
pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban me(aporkan
pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.
2. Pembagian Daerah
Isi dan jiwa yang terkandung dalam Pasal 18 UndangUndang Dasar 1945 beserta
penjelasannya menjadi pedoman dalam penyusunan undang-undang ini dengan pokok-pokok
pikiran sebagai berikut:
1. Sistem ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip pembagian kewenangan
berdasarkan asas dekonsentrasi dan desentralisasi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
2. Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah Daerah
Propinsi, sedangkan Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi adalah Daerah
Kabupaten dan Daerah Kota. Daerah yang dibentuk dengan asas desentralisasi berwenang
untuk menentukan dan melaksanakan kebijakan atas prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat;
3. Pembagian Daerah di luar Daerah Propinsi dibagi habis ke dalam Daerah Otonom.
Dengan demikian, Wilayah Administrasi yang berada dalam Daerah Kabupaten dan Daerah
Kota dapat dijadikan Daerah Otonom atau dihapus;
4. Kecamatan yang menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 sebagai Wilayah
Administrasi dalam kerangka dekonsentrasi, menurut undang-undang ini kedudukannya
diubah menjadi perangkat Daerah Kabupaten atau Daerah Kota.
3. Prinsip Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Prinsip penyelenggaraan Pemerintahan Daerah adalah :
1. digunakannya asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan;
2. penyelenggaraan asas desentralisasi secara utuh dan bulat yang dilaksanakan di Daerah
Kabupaten dan Daerah Kota; dan
8
3. asas tugas pembantuan yang dapat dilaksanakan di Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten,
Daerah Kota dan Desa.
4. Susunan Pemerintahan Daerah dan Hak DPRD
Susunan Pemerintahan Daerah Otonom meliputi DPRD dan Pemerintah Daerah. DPRD
dipisahkan dari Pemerintah Daerah dengan maksud untuk lebih memberdayakan DPRD dan
meningkatkan pertanggungjawaban Pemerintah Daerah kepada rakyat. Oleh karena itu hak-
hak DPRD cukup luas dan diarahkan untuk menyerap serta menyalurkan aspirasi masyarakat
menjadi kebijakan Daerah dan melakukan fungsi pengawasan.
5. Kepala Daerah
Untuk menjadi Kepala Daerah, seseorang diharuskan memenuhi persyaratan tertentu yang
intinya agar Kepala Daerah selalu bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki etika
dan moral, berpengetahuan, dan berkemampuan sebagai pimpinan pemerintahan,
berwawasan kebangsaan, serta mendapatkan kepercayaan rakyat. Kepala Daerah di samping
sebagai p.impinan pemerintahan, sekaligus adalah Pimpinan Daerah dan pengayom
masyarakat sehingga Kepala Daerah harus mampu berpikir, bertindak, dan bersikap dengan
lebih mengutamakan kepentingan bangsa, negara dan masyarakat umum daripada
kepentingan pribadi, golongan, dan aliran. Oleh karena itu, dari kelompok atau etnis, dan
keyakinan mana pun Kepala Daerah harus bersikap arif, bijaksana, jujur, adil, dan netral.
6. Pertanggungjawaban Kepala Daerah
Dalam menjalankan tugas dan kewajiban Pemerintah Daerah, Gubernur bertanggung jawab
kepada DPRD Propinsi, sedangkan dalam kedudukannya sebagai wakil Pemerintah,
Gubernur bertanggung jawab kepada Presiden. Sementara itu, dalam penyelenggaraan
Otonomi Daerah di Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, Bupati atau Walikota
bertanggungjawab kepada DPRD Kabupaten/DPRD Kota dan berkewajiban memberikan
laporan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri dalam rangka pembinaan dan
pengawasan.
7. Kepegawaian
Kebijakan kepegawaian dalam undang-undang ini dianut kebijakan yang mendorong
pengembangan Otonomi Daerah sehingga kebijakan kepegawaian di Daerah yang
dilaksanakan oleh Daerah Otonom sesuai dengan kebutuhannya, baik pengetahuan,
penempatan, pemindahan, dan mutasi maupun pemberhentian sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Mutasi antarDaerah Propinsi dan/atau antar-Daerah Kabupaten dan
Daerah Kota didasarkan pada kesepakatan Daerah Otonom tersebut.
8. Keuangan Daerah
9
(a) Untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab,
diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber keuangan sendiri, yang didukung
oleh perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta antara Propinsi dan
Kabupaten/Kota yang merupakan prasyarat dalam sistem Pemerintahan Daerah.
(b) Dalam rangka menyelenggarakan Otonomi Daerah kewenangan keuangan yang melekat
pada setiap kewenangan pemerintahan menjadi kewenangan Daerah.
9. Pemerintahan Desa
1. Desa berdasarkan Undang-undang ini adalah Desa atau yang disebut dengan nama lain
sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak
asal-usul yang bersifat istimewa, sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 18 Undang-
Undang Dasar 1945. Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai Pemerintahan Desa
adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan pemberdayaan
masyarakat.
2. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa merupakan subsistem dari sistem penyelengaraan
pemerintahan sehingga Desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakatnya. Kepala Desa bertanggung jawab pada Badan Perwakilan Desa
dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugas tersebut kepada Bupati.
3. Desa dapat melakukan perbuatan hukum, baik hukum publik maupun hukum perdata,
memiliki kekayaan, harta benda, dan bangunan serta dapat dituntut dan menuntut di
pengadilan. Untuk itu, Kepala Desa dengan persetujuan Badan Perwakilan Desa mempunyai
wewenang untuk melakukan perbuatan hukum dan mengadakan perjanjian yang saling
menguntungkan.
4. Sebagai perwujudan demokrasi, di Desa dibentuk Badan Perwakilan Desa atau sebutan
lain yang sesuai dengan budaya yang berkembang di Desa yang bersangkutan, yang berfungsi
sebagai lembaga legislasi dan pengawasan dalam hal pelaksanaan Peraturan Desa, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa, dan Keputusan Kepala Desa.
5. Di Desa dibentuk lembaga kemasyarakatan Desa lainnya sesuai dengan kebutuhan Desa.
Lembaga dimaksud merupakan mitra Pemerintah Desa dalam rangka pemberdayaan
masyarakat Desa.
6. Desa memiliki sumber pembiayaan berupa pendapatan Desa, bantuan Pemerintah dan
Pemerintah Desa, pendapatan lain-lain yang sah, sumbangan pihak ketiga dan pinjaman Desa.
7. Berdasarkan hak asal-usul Desa yang bersangkutan, Kepala Desa mempunyai wewenang
untuk mendamaikan perkara/sengketa dari para warganya.
10
8. Dalam upaya meningkatkan dan mempercepat pelayanan kepada masyarakat yang
bercirikan perkotaan dibentuk Kelurahan sebagai unit Pemerintah Kelurahan yang berada di
dalam Daerah Kabupatn dan/atau Daerah Kota.
10. Pembinaan dan Pengawasan
Yang dimaksud dengan pembinaan adalah lebih ditekankan pada memfasilitasi dalam upaya
pemberdayaan Daerah Otonom, sedangkan pengawasan lebih ditekankan pada pengawasan
represif untuk lebih memberikan kebebasan kepada Daerah Otonom dalam mengambil
keputusan serta memberikan peran kepada DPRD dalam mewujudkan fungsinya sebagai
badan pengawas terhadap pelaksanaan Otonomi Daerah. Karena itu, Peraturan Daerah yang
ditetapkan Daerah Otonom tidak memerlukan pengesahan terlebih dahulu oleh pejabat yang
berwenang.
11
• ISTILAH
Desa atau disebut dengan nama lain, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan NKRI
• BPD
Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa,
menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Anggota badan permusyawaratan desa
adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan
mufakat. Pimpinan badan permusyawaratan desa dipilih dari dan oleh anggota badan
permusyawaratan desa. Masa jabatan anggota badan permusyawaratan desa adalah 6 (enam)
tahun dan dapat dipilih lagi untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Syarat dan tata cara
penetapan anggota dan pimpinan badan permusyawaratan desa diatur dalam Perda yang
berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
• PEMBENTUKAN
Desa dapat dibentuk, dihapus dan digantikan dengan memperhatikan asal-usulnya, atas
prakarsa masyarakat.
• KEWENANGAN
-Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa.
-Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan
pengaturannya kepada desa.
-Tugas Pembantuan dari pemerintah, provinsi dan atau Kabupaten.
-Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkann ke
desa.
• HAK PELAKSANAAN PEMBANGUNAN
Pemerintah Kabupaten dan atau pihak ketiga yang merencanakan pembangunan bagian
wilayah desa menjadi wilayah permukiman, industri dan jasa wajib mengikkutsertakan
Pemerintah Desa dan BPD dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasannya.
• SUMBER PENDAPATAN / PENGHASILAN
Sumber Pendapatan Desa terdiri atas:
Pendapatan Asli Desa, yang meliputi:
1. Hasil Usaha Desa
2. Hasil Kekayaan Desa
3. Hasil Swadaya dan partisipasi masyarakat
12
4. Hasil Gotong Royong
5. Lain-lain pendapatan desa yang sah.
b. Bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten /kota.
c. Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dann daerah yang diterima oleh
kabupaten/kota.
d. Bantuan dari Pemerintah yang meliputi:
1. bersumber dari APBN
2. bersumber dari APBD Provinsi
3. APBD Kota/Kabupaten
e. Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga.
13
legitimasi yang cukup kuat untuk membawa desa tersebut ke arah yang dikehendakinya.
Namun demikian, masih sedikit masyarakat desa yang sadar bahwa potensi kewenangan ini
harus diperjuangkan kejelasannya kepada pemerintah daerah untuk menjadi kewenangan
yang lebih terperinci dan dinaungi oleh kebijakan pemerintah daerah yang cukup mengikat.
Hal ini perlu dilakukan agar desa tidak hanya menjadi ’tong sampah’ dari urusan-urusan yang
tidak bisa diselesaikan oleh pemerintah daerah.
Pada sisi pengelolaan anggaran, dengan adanya dana perimbangan maka pemerintah desa
memiliki keleluasaan untuk mengalokasikan anggaran penyelenggaraan pemerintahan desa
dan pemberdayaan masyarakat desa (pembangunan) sesuai dengan kebutuhan di desa
tersebut. Terlebih lagi saat ini, banyak sekali proyek-proyek pembangunan baik itu dari
pemerintah pusat, provinsi, kabupaten dan dari lembaga donor yang memilih desa sebagai
wilayah kerja proyeknya. Proyek-proyek berupa pembangunan fisik sarana prasarana,
bantuan sosial hingga bantuan ekonomi sepatutnya menjadi energi pendorong tersendiri bagi
desa untuk mengoptimalkan pemenuhan kebutuhan pembangunan desa. Namun demikian,
pengelolaan potensi anggaran ini belum dapat dikoordinasikan dan dikelola dengan cukup
baik oleh desa sehingga proyek-proyek tersebut dilaksanakan tidak terencana sebagai bagian
dari rencana pembangunan desa yang lebih komprehensif. Kadang-kadang budaya ’nrimo’,
asal ada yang mau bantu sudah cukup membuat masyarakat desa sedang padahal belum tentu
yang proyek tersebut adalah yang dibutuhkan oleh desa.
18
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan
Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul
dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Desa bukanlah bawahan kecamatan, karena kecamatan
merupakan bagian dari perangkat daerah kabupaten/kota, dan desa bukan merupakan bagian
dari perangkat daerah. Berbeda dengan Kelurahan, Desa memiliki hak mengatur wilayahnya
lebih luas. Namun dalam perkembangannya, sebuah desa dapat ditingkatkan statusnya
menjadi kelurahan.
• BPD
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa. Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa
bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah. Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun
Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat
lainnya. Masa jabatan anggota BPD adalah 6 tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali
untuk 1 kali masa jabatan berikutnya. Pimpinan dan Anggota BPD tidak diperbolehkan
merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa. BPD berfungsi menetapkan
Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
• PEMBENTUKAN
Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul desa dan
kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Pembentukan desa harus memenuhi syarat :
jumlah penduduk, luas wilayah, bagian wilayah kerja, perangkat, dan sarana dan prasarana
pemerintahan. Pembentukan desa dapat berupa penggabungan beberapa desa, atau bagian
desa yang bersandingan, atau pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih, atau
pembentukan desa di luar desa yang telah ada. Pemekaran dari satu desa menjadi dua desa
atau lebih dapat dilakukan setelah mencapai paling sedikit 5 (lima) tahun penyelenggaraan
pemerintahan desa. Desa yang kondisi masyarakat dan wilayahnya tidak lagi memenuhi
persyaratan dapat dihapus atau digabung. Desa dapat diubah atau disesuaikan statusnya
menjadi kelurahan berdasarkan prakarsa Pemerintah Desa bersama BPD dengan
memperhatikan saran dan pendapat masyarakat setempat. Desa yang berubah menjadi
Kelurahan, Lurah dan Perangkatnya diisi dari pegawai negeri sipil. Desa yang berubah
statusnya menjadi Kelurahan, kekayaannya menjadi kekayaan daerah dan dikelola oleh
kelurahan yang bersangkutan untuk kepentingan masyarakat setempat.
• KEWENANGAN
19
Kewenangan desa adalah:
Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul
desa
Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota
yang diserahkan pengaturannya kepada desa, yakni urusan pemerintahan yang secara
langsung dapat meningkatkan pelayanan masyarakat.
Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah
Kabupaten/Kota
Urusan pemerintahan lainnya yang diserahkan kepada desa.
• HAK PELAKSANAAN PEMBANGUNAN
Perencanaan pembangunan desa disusun secara berjangka meliputi:
* Rencana pembangunan jangka menengah desa yang selanjutnya disebut RPJMD untuk
jangka waktu 5 (lima) tahun.
* Rencana kerja pembangunan desa, selanjutnya disebut RKP-Desa, merupakan
penjabaran dari RPJMD untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
RPJMD ditetapkan dengan peraturan desa dan RKP-Desa ditetapkan dalam keputusan
kepala desa berpedoman pada peraturan daerah. Perencanaan pembangunan desa selayaknya
didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Pada
proyek-proyek pembangunan pedesaan yang dilakukan oleh pihak lain di luar pemerintah
desa (seperti REKOMPAK dengan Rencana Pembangunan Permukiman-nya), maka
dokumen-dokumen perencanaan pembangunan yang dihasilkan harus mengacu dan atau
terintegrasi dengan RPJM Desa atau RKP-Desa. Dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan desa disusun perencanaan pembangunan desa sebagai satu kesatuan dalam
sistem perencanaan pembangunan daerah kabupaten/kota. Perencanaan pembangunan desa
sebagaimana dimaksud disusun oleh pemerintahan desa secara partisipatif dengan melibatkan
seluruh masyarakat desa.
• SUMBER PENDAPATAN / PENGHASILAN
Sumber pendapatan desa terdiri atas:
• Pendapatan Asli Desa, antara lain terdiri dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa
(seperti tanah kas desa, pasar desa, bangunan desa), hasil swadaya dan partisipasi, hasil
gotong royong
• Bagi hasil Pajak Daerah Kabupaten/Kota
• bagian dari Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
20
• bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan;
• hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.
APB Desa terdiri atas bagian Pendapatan Desa, Belanja Desa dan Pembiayaan.
Rancangan APB Desa dibahas dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa. Kepala
Desa bersama BPD menetapkan APB Desa setiap tahun dengan Peraturan Desa.
21
masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
2. Partisipasi, memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
desa harus mampu mewujudkan peran aktif masyarakat agar masyarakat senantiasa memiliki
dan turut serta bertanggungjawab terhadap perkembangan kehidupan bersama sebagai sesama
warga desa.
3. Otonomi asli, memiliki makna bahwa kewenangan pemerintahan desa dalam mengatur
dan mengurus masyarakat setempat didasarkan pada hak asal usul dan nilai-nilai sosial
budaya yang terdapat pada masyarakat setempat namun harus diselenggarakan dalam
perspektif adiminstrasi pemerintahan negara yang selalu mengikuti perkembangan jaman.
4. Demokratisasi, memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan
pelaksanaan pembangunan di desa harus mengakomodasi aspirasi masyarakat yang
diartikulasi dan diagregasi melalui Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan lembaga
kemasyarakatan sebagai mitra pemerintah desa.
5. Pemberdayaan masyarakat, memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan
pelaksanaan pembangunan di desa ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan masyarakat melalui penetapan kebijakan, program dan kegiatan yang sesuai
dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat.
KESIMPULAN
“Desa Mawa Cara, Negara Mawa Tata”
Pepatah Jawa di atas secara harfiah berarti ”desa memiliki cara, negara memiliki tata
(aturan)”. Pepatah ini secara lebih luas ingin menyatakan bahwa setiap komunitas, setiap
kelompok, setiap desa, setiap negara memiliki tata cara, adat, kebiasaan, atau aturannya
sendiri-sendiri. Barangkali tata cara atau adat istiadat di tempat A berbeda dengan adat atau
aturan di tempat B. Apa yang disiratkan dalam peribahasa tersebut sesungguhnya
mengandung pengertian bahwa masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Jawa sangat
menghargai perbedaan. Masyarakat kita mempercayai bahwa ada begitu banyak adat atau
kebiasaan di berbagai tempat. Demikian pula dengan aturan di berbagai desa yang mungkin
22
memang berbeda dengan desa lain. Untuk itulah pepatah ini sebenarnya juga menyarankan
sebaiknya kita bisa menyesuaikan diri di mana pun mereka berada.
Kaitan ungkapan tersebut dengan kajian bahasan makalah ini yaitu kita seharusnya
memahami bahwa walaupun negara memiliki aturan tetapi desa juga memiliki cara dalam
melaksanakan aturan tersebut. Kita semua sangat menyadari, cara setiap desa melaksanakan
pemerintahan berbeda-beda dan negara mengakui hal itu. Oleh karenanya kita sebaiknya
jangan menyeragamkan desa di seluruh indonesia, biarkan mereka memilih sistemnya yang
sesuai dengan cara, adat istiadat dan kearifan lokal masing-masing. Karna pada dasarnya,
negara dalam hal ini diwakili oleh pemerintah pusat hanya memiliki tugas dan wewenang
untuk menyejahterakan masyarakat dengan cara membiayai, membina, dan memberdayakan
desa.
Mengenai pemerintahan desa adat yang jarang di singgung dalam undang-undang,
posisi kita harus mendukung beberapa hal yaitu bahwa dalam peraturan perundang-undangan
khususnya undang-undang sebagian sudah mengatur dan mengakui keberadaan masyarakat
hukum adat dan hukum adat, walaupun sepanjang hukum adat tersebut sejalan dan tidak
bertentangan dengan hukum nasional. Selain itu, bahwa sebaiknya keberadaan masyarakat
hukum adat dan hukum adat juga di akui di undang-undang lainnya, serta seharusnya ada
Undang-Undang tersendiri atau unifikasi yang mengatur tentang Masyarakat hukum adat dan
hukum adat sehingga pengaturannya jelas tidak saling bertentangan antara di peraturan
perundang-undangan yang satu dengan yang lainnya.
Intinya sistem pemerintahan desa dalam berbagai macam bentuk aturan, cara, adat
istiadat, dan kearifan lokal dapat dinilai ideal apabila sistem pemerintahan desa tersebut
mampu mewujudkan tujuan hidup berbangsa dan bernegara yaitu mensejahterakan seluruh
masyarakatnya.
SARAN
Menurut pemikiran saya ada banyak pertanyaan mengenai desa dalam perspektif
mahasiswa ilmu pemerintahan. Bagaimana aturan dan cara dalam pembinaan dan
pemberdayaan sebuah desa ?. Apakah desa tersebut memiliki potensi yang bisa
dikembangkan ?. Bagaimanakah cara mengembangkan potensi yang ada di desa ?. Di sektor
apa sajakah pengembangan yang bisa dilakukan di desa ?. Apakah hasil yang akan dicapai
dalam pembangunan desa ?. Bagaimana caranya agar kita dapat membantu masyarakat desa
untuk mencapai kesejahteraannya, agar mereka tidak hidup dibawah garis kemiskinan?.
Rekomendasi dari saya, sebaiknya pemerintah dalam melaksanakan program
pembangunan desa turut mengikutsertakan mahasiswa sebagai agent of change yang
23
notabene merupakan salah satu kalangan idealis. Contoh konkritnya misal program Bina
Desa Unpad. Bina Desa adalah sebuah program pengembangan sumber daya manusia dan
sumber daya alam yang berpotensi untuk dikembangkan yang terdapat di sebuah desa sebagai
suatu bentuk pengabdian dari mahasiswa untuk menuju terbentuknya sebuah desa yang
mandiri. Adapun yang dimaksud mandiri disini adalah mandiri untuk mengembangkan
potensi desanya setelah program bina desanya selesai. Tahapan awal dari bina desa adalah
menjalin hubungan yang baik dengan masyarakat di desa yang akan dikembangkan. Potensi
desa dikembangkan dengan cara melakukan pelatihan – pelatihan dan penyuluhan –
penyuluhan misalnya mencakup bidang ekonomi antara lain pertanian, peternakan, perikanan,
kewirausahaan, bidang kesehatan dan bidang pendidikan. Bina desa ini perlu dilaksanakan
selama tiga tahun di desa tersebut dengan tahapan tahun pertama adalah pencitraan desa,
tahun kedua pengembangan potensi desa dan tahun ketiga mengarah kepada kemandirian
desa.
METODE PELAKSANAAN
A. Tahapan Program
Tahapan – tahapan Program :
1. Survey mengenai potensi – potensi yang dimiliki oleh Desa tersebut yang mencakup
sumber daya manusia dan sumber daya alamnya
2. Menjalin hubungan silaturahmi yang baik antara mahasiswa dengan masyarakat Desa
3. Melakukan pengembangan potensi yang dimiliki Desa dengan cara :
mengadakan penyuluhan – penyuluhan di bidang kesehatan,
mengadakan pelatihan – pelatihan di bidang ekonomi yang sesuai dengan potensi
yang dimiliki Desa.
Mengadakan training motivasi,
mengadakan seminar – seminar pendidikan dan kewirausahaan.
4. Melakukan Follow Up terhadap program yang sudah dilaksanakan
5. Melakukan evaluasi terhadap program yang sudah dilaksanakan
B. Peserta program
Peserta dari program bina desa ini adalah mencakup semua elemen masyarakat yang terdiri
dari kelompok tani, ibu – ibu kader Posyandu, siswa – siswa SD dan aparat pemerintahan
desa.
24
C. Pendampingan Progam
Pada tahap awal/inisiasi setiap program pengembangan desa, kami berperan sebagai
pengelola langsung dari program dengan mengikutsertakan masyarakat pada kegiatan
tersebut. Di sini, kami selain sebagai pengelola langsung program, kami juga bertindak
sebagai perantara antara narasumber dengan masarakat. Fase inisiasi atau tahap awal ini
bertujuan sebagai program pengenalan sekaligus program pembiasaan kepada masyarakat
desa tersebut. Setiap akhir dari program, akan dilakukan assessment atau evaluasi tingkat
antusiasme dari masyarakat terhadap program yang telah diberikan.
Selanjutnya pada tahap kedua atau tahap kaderisasi. Selain sebagai pengelola langsung dan
fasilitator, kami juga melibatkan masyarakat desa dalam pengelolaan program. Masyarakat
dilibatkan dalam pengelolaan program setelah melewati fase pembiasaan, untuk bisa menjadi
kader yang dapat melanjutkan program pengembangan desa secara mandiri. Di sini juga kami
bertindak sebagai perantara, baik perantaraan narasumber dengan masyarakat maupun
sebagai distributor dengan pihak luar desa.
Pada fase pendampingan, kami disini hanya bertindak sebagai fasilitator/pemberi materi dan
distributor, kami juga hanya melakukan program pendampingan dan pengawasan terhadap
berlangsungnya program pengembangan yang telah berjalan di bawah pengelolaan
masyarakat secara langsung.
Pada fase akhir, setelah desa ini mandiri dalam melaksanakan program – program
pengembangannya, maka kami hanya akan menjalankan fungsi pengawasan dan propaganda
mengenai desa percontohan yang dapat ditiru oleh desa – desa sekitarnya.
Alur konsep pelaksanaan Bina Desa ini dibagi menjadi 3 bagian :
Tahapan pelaksanaan bina desa dimulai dari tahap pencitraan yang dilaksanakan pada tahun
pertama. Pencitraan ini ialah gerbang pembuka hubungan antara masyarakat dan mahasiswa.
Pada tahapan ini penekanannya lebih kepada bagaimana caranya mencuri perhatian
masyarakat serta mencitrakan image yang baik kepada masyarakat. Harapannya, di akhir
25
tahun pencitraan ini, masyarakat bisa menyambut dengan baik dan antusias terhadap program
– program yang ditawarkan pada Bina Desa ini.
Kemudian, tahapan kedua dari Bina Desa ialah tahapan pengembangan. Pada tahapan ini,
program Bina Desa lebih mengutamakan program – program yang sifatnya mendidik serta
memberikan pengetahuan dan keterampilan bagi masyarakat. Pada tahapan pengembangan
ini, ditujukan pula untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat supaya mau memajukan
kesejahteraan desanya. Targetan dari tahapan ini adalah munculnya kelompok – kelompok
masyarakat yang kompeten dalam bidang pekerjaannya masing – masing, yang ditandai
dengan adanya kelompok kader – kader pada tiap bidang, baik kesehatan, pendidikan,
maupun ekonomi.
Setelah melalui tahapan pengembangan, maka tahapan selanjutnya adalah tahap pemandirian.
Tujuannya yaitu untuk menumbuhkan kemandirian pada masyarakat desa. Tahapan ini
menekankan pada bagaimana caranya masyarakat dapat mandiri dalam menjalankan
program – program yang produktif guna memajukan kesejahteraan di desa. Diharapkan
setelah melewati tahap akhir bina desa, masyarakat mampu untuk membuat program –
program yang dapat meningkatkan produktivitas kinerjanya secara mandiri. Dan tentu saja,
diharapkan bisa menjadi desa percontohan bagi desa di sekitarnya.
Adapun alur pelaksanaan bina desa secara teknis ialah :
Secara teknis, setiap program Bina Desa memiliki langkah – langkah teknis yang telah
dirangkum pada bagan di atas. Langkah awal dari setiap program tersebut adalah program
pengenalan. Pada bagian ini, tujuannya adalah memperkenalkan program yang akan
diterapkan pada masyarakat desa tersebut. Capaiannya ketika mayarakat desa mau dengan
sukarela menerima program yang telah ditawarkan.
Setelah itu, langkah berikutnya adalah program penyuluhan. Program penyuluhan ini
merupakan program yang berorientasi pada pemberian informasi dan pengetahuan kepada
26
masyarakat desa. Capaian dari langkah ini adalah masyarakat bisa faham dan mengerti ilmu
dan informasi yang diberikan pada program – program yang dilaksanakan.
Adapun program berikutnya adalah program pengkaderan. Program ini bermaksud untuk
mencari kader – kader yang ahli dan mumpuni dalam bidang kesehatan, ekonomi, ataupun
pendidikan. Harapannya setelah melalui program ini, muncul kader – kader baru yang dapat
menjadi ujung tombak dari masyarakat desa tersebut.
Dan program terakhir adalah program pendampingan. Di program ini, masyarakat desa sudah
dapat menjalankan programnya secara mandiri. Dan pada program ini hanya dilakukan
pengawasan dan pendampingan terhadap program program yang telah berjalan di desa
tersebut.
SUMBER REFERENSI
27
28