You are on page 1of 6

Asal Usul Manusia (1)

"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat : Sesungguhnya Aku akan
menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang
diberi bentuk. Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan
kedalamnya ruh (ciptaan)-ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud" (QS. Al
Hijr (15) : 28-29)

Muqadimah

Diantara sekian banyak penemuan manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang
sedemikian canggih, masih ada satu permasalahan yang hingga kini belum mampu dijawab dan
dijabarkan oleh manusia secara eksak dan ilmiah. Masalah itu ialah masalah tentang asal usul
kejadian manusia. Banyak ahli ilmu pengetahuan mendukung teori evolusi yang mengatakan bahwa
makhluk hidup (manusia) berasal dari makhluk yang mempunyai bentuk maupun kemampuan yang
sederhana kemudian mengalami evolusi dan kemudian menjadi manusia seperti sekarang ini. Hal ini
diperkuat dengan adanya penemuan-penemuan ilmiah berupa fosil seperti jenis Pitheccanthropus dan
Meghanthropus.

Di lain puhak banyak ahli agama yang menentang adanya proses evolusi manusia tersebut. Hal ini
didasarkan pada berita-berita dan informasi-informasi yang terdapat pada kitab suci masing-masing
agama yang mengatakan bahwa Adam adalah manusia pertama. Yang menjadi pertanyaan adalah
termasuk dalam golongan manakah Adam ? Apakah golongan fosil yang ditemukan tadi atau
golongan yang lain ? Lalu bagaimanakah keterkaitannya ?

Asal Usul Manusia menurut Islam

Kita sebagai umat yang mengakui dan meyakini rukun iman yang enam, maka sudah sepantasnya
kita mengakui bahwa Al Qur’an adalah satu-satunya literatur yang paling benar dan bersifat global
bagi ilmu pengetahuan.

"Kitab (Al Qur’an) in tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (yaitu) mereka yang
beriman kepada yang ghaib....." (QS. Al Baqarah (2) : 2-3)

Dengan memperhatikan ayat tersebut maka kita seharusnya tidak perlu berkecil hati menghadapi
orang-orang yang menyangkal kebenaran keterangan mengenai asal usul manusia. Hal ini
dikarenakan mereka tidak memiliki unsur utama yang dijelaskan dalam Al Qur’an yaitu Iman kepada
yang Ghaib. Ini sebenarnya tampak pula dalam pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan oleh mereka
dalam menguraikan masalah tersebut yaitu selalu diawali dengan kata kemungkinan, diperkirakan, dsb.
Jadi sebenarnya para ilmuwanpun ragu-ragu dengan apa yang mereka nyatakan.

Tahapan kejadian manusia :

a) Proses Kejadian Manusia Pertama (Adam)

Di dalam Al Qur’an dijelaskan bahwa Adam diciptakan oleh Allah dari tanah yang kering kemudian
dibentuk oleh Allah dengan bentuk yang sebaik-baiknya. Setelah sempurna maka oleh Allah
ditiupkan ruh kepadanya maka dia menjadi hidup. Hal ini ditegaskan oleh Allah di dalam firman-
Nya :

"Yang membuat sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari
tanah". (QS. As Sajdah (32) : 7)
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari
lumpur hitam yang diberi bentuk". (QS. Al Hijr (15) : 26)

Disamping itu Allah juga menjelaskan secara rinci tentang penciptaan manusia pertama itu dalah
surat Al Hijr ayat 28 dan 29 . Di dalam sebuah Hadits Rasulullah saw bersabda :

"Sesunguhnya manusia itu berasal dari Adam dan Adam itu (diciptakan) dari tanah". (HR. Bukhari)

b) Proses Kejadian Manusia Kedua (Siti Hawa)

Pada dasarnya segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah di dunia ini selalu dalam keadaan
berpasang-pasangan. Demikian halnya dengan manusia, Allah berkehendak menciptakan
lawanjenisnya untuk dijadikan kawan hidup (isteri). Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam salah sati
firman-Nya :

"Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan
oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui" (QS. Yaasiin (36) : 36)

Adapun proses kejadian manusia kedua ini oleh Allah dijelaskan di dalam surat An Nisaa’ ayat 1
yaitu :

"Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari
padanya Allah menciptakan isterinya, dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan
perempuan yang sangat banyak..." (QS. An Nisaa’ (4) : 1)

Di dalam salah satu Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dijelaskan :

"Maka sesungguhnya perempuan itu diciptakan dari tulang rusuk Adam" (HR. Bukhari-Muslim)

Apabila kita amati proses kejadian manusia kedua ini, maka secara tak langsung hubungan manusia
laki-laki dan perempuan melalui perkawinan adalah usaha untuk menyatukan kembali tulang rusuk
yang telah dipisahkan dari tempat semula dalam bentuk yang lain. Dengan perkawinan itu maka
akan lahirlah keturunan yang akan meneruskan generasinya.

c) Proses Kejadian Manusia Ketiga (semua keturunan Adam dan Hawa)

Kejadian manusia ketiga adalah kejadian semua keturunan Adam dan Hawa kecuali Nabi Isa a.s.
Dalam proses ini disamping dapat ditinjau menurut Al Qur’an dan Al Hadits dapat pula ditinjau
secara medis.

Di dalam Al Qur’an proses kejadian manusia secara biologis dejelaskan secara terperinci melalui
firman-Nya :

"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia itu dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian
Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu
Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging
itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kamudian Kami
jadikan ia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah , Pencipta Yang Paling Baik." (QS. Al
Mu’minuun (23) : 12-14).

Kemudian dalam salah satu hadits Rasulullah SAW bersabda :

"Telah bersabda Rasulullah SAW dan dialah yang benar dan dibenarkan. Sesungguhnya seorang diantara
kamu dikumpulkannya pembentukannya (kejadiannya) dalam rahim ibunya (embrio) selama empat puluh hari.
Kemudian selama itu pula (empat puluh hari) dijadikan segumpal darah. Kemudian selama itu pula (empat
puluh hari) dijadikan sepotong daging. Kemudian diutuslah beberapa malaikat untuk meniupkan ruh
kepadanya (untuk menuliskan/menetapkan) empat kalimat (macam) : rezekinya, ajal (umurnya), amalnya, dan
buruk baik (nasibnya)." (HR. Bukhari-Muslim)

Ungkapan ilmiah dari Al Qur’an dan Hadits 15 abad silam telah menjadi bahan penelitian bagi para
ahli biologi untuk memperdalam ilmu tentang organ-organ jasad manusia. Selanjutnya yang
dimaksud di dalam Al Qur’an dengan "saripati berasal dari tanah" sebagai substansi dasar kehidupan
manusia adalah protein, sari-sari makanan yang kita makan yang semua berasal dan hidup dari
tanah. Yang kemudian melalui proses metabolisme yang ada di dalam tubuh diantaranya
menghasilkan hormon (sperma), kemudian hasil dari pernikahan (hubungan seksual), maka
terjadilah pembauran antara sperma (lelaki) dan ovum (sel telur wanita) di dalam rahim. Kemudian
berproses hingga mewujudkan bentuk manusia yang sempurna (seperti dijelaskan dalam ayat
diatas).

Para ahli dari barat baru menemukan masalah pertumbuhan embrio secara bertahap pada tahun 1940
dan baru dibuktikan pada tahun 1955, tetapi dalam Al Qur’an dan Hadits yang diturunkan 15 abad
lalu hal ini sudah tercantum. Ini sangat mengagumkan bagi salah seorang embriolog terkemuka dari
Amerika yaitu Prof. Dr. Keith Moore, beliau mengatakan : "Saya takjub pada keakuratan ilmiyah
pernyataan Al Qur’an yang diturunkan pada abad ke-7 M itu". Selain iti beliau juga mengatakan, "Dari
ungkapan Al Qur’an dan hadits banyak mengilhami para scientist (ilmuwan) sekarang untuk
mengetahui perkembangan hidup manusia yang diawali dengan sel tunggal (zygote) yang terbentuk
ketika ovum (sel kelamin betina) dibuahi oleh sperma (sel kelamin jantan). Kesemuanya itu belum
diketahui oleh Spalanzani sampai dengan eksperimennya pada abad ke-18, demikian pula ide
tentang perkembangan yang dihasilkan dari perencanaan genetik dari kromosom zygote belum
ditemukan sampai akhir abad ke-19. Tetapi jauh ebelumnya Al Qur’an telah menegaskan dari nutfah
Dia (Allah) menciptakannya dan kemudian (hadits menjelaskan bahwa Allah) menentukan sifat-sifat
dan nasibnya."

Sebagai bukti yang konkrit di dalam penelitian ilmu genetika (janin) bahwa selama embriyo berada
di dalam kandungan ada tiga selubung yang menutupinya yaitu dinding abdomen (perut) ibu,
dinding uterus (rahim), dan lapisan tipis amichirionic (kegelapan di dalam perut, kegelapan dalam
rahim, dan kegelapan dalam selaput yang menutup/membungkus anak dalam rahim). Hal ini
ternyata sangat cocok dengan apa yang dijelaskan oleh Allah di dalam Al Qur’an :

"...Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan (kegelapan dalam
perut, kegelapan dalam rahim, dan kegelapan dalam selaput yang menutup anak dalam rahim)..." (QS. Az
Zumar (39) : 6).

Khatimah

Dari uraian diatas jelas tampak bahwa pernyataan dalam surat Al Baqarah ayat 2 -3 tersebut diatas
benar adanya dalam hal ini dapat dibuktikan secara ilmiah terutama dalam kaitannya dengan asal-
usul kejadian manusia. (Bersambung)

(Oleh : Fajar Adi Kusumo)

Referensi : - Al Qur’an

- Drs. M. Noor Matdawam, Manusia, Agama, dan Kebatinan


ASAL USUL MANUSIA DI PANDANG DARI SEGI
AGAMA ISLAM
Diposkan oleh inez

Apakah sesungguhnya pandangan Islam tentang manusia? Dalam Islam manusia bukan
sekedar binatang menyusui yang hanya makan,minum dan berhubungan seks, bukan juga
hanya “a thinking animal”, tetapi dari itu, ia memiliki potensial pada dan dalam dirinya yang
menjadikannya dalam bahasa al-Qur’an unik, berbeda dari yang lain. Pandangan Islam
mengenai kehidupan manusia di bumi ini amatlah menyeluruh (comprehensive) dalam artian
bahwa kehidupan di dunia ini merupakan sebagian dari kehidupan di akhirat. Tindakan di
dunia akan mempengaruhi kehidupannya di akhirat. Dalam Islam manusia merupakan
khalifah Allah di muka bumi yang dibekali dengan berbagai hak, dan dibebani dengan
berbagai kewajiban. Juga dalam Islam, manusia merupakan makhluk yang terdiri dari ruh
atau jiwa dan raga. Manusia menurut Islam, merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang diberi
ruh Ilahi dan dibuat dari mani. Kata ruh adalah soul dalam bahasa Inggris yang juga sama
dengan jiwa.
Bahkan, berbagai ayat dalam kitab suci umat Islam mengungkapkan bahwa Islam
mengajarkan manusia untuk mendapatkan kebahagiaan yang seimbang antara dunia dan
akhirat, yakni keseimbangan kebahagiaan spiritual dan material sebagaimana yang sering
diucapkan umat Islam dalam berdoa: “Ya Tuhan berikanlah aku kebahagian dunia dan juga
kebahagiaan akhirat dan jauhkanlah aku dari api neraka”. Ayat di atas dan doa tersebut
menunjukkan bahwa dalam Islam manusia itu terdiri dari ruh dan kebahagiaan ruh ini
tercapai melalui ibadah. Manusia juga dalam Islam percaya mengenai apa yang tidak terlihat
dengan indera penglihatan. Dengan kata lain, manusia Islam menyakini adanya kehidupan di
akhirat. Ini merupakan keyakinan mereka bahwa ada kehidupan spiritual di akhir zaman.
Terlalu banyak kiranya ayat-ayat dalam kitab suci al-Qur’an dimana Tuhan berfirman
mengenai kejadian & asal usul manusia dari jiwa dan raga,antara lain:
• Surah ke-23, al-Mu’minun ayat 12-15 yang terjemahannya sebagai berikut:
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) tanah.”(ayat 12)
“Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh
(rahim).” (ayat 13)
“Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu darah itu Kami jadikan tulang
belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami kami
jadikan dia makhluk yang (berbentuk lain). Maha Suci Allah, Pencipta Yang Paling
Baik.”(ayat 14)
“Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu benar-benar akan mati.”(ayat 15)
• Surah ke-32 al-Sajdah ayat 7-9 yang terjemahannya sebagai berikut:
“Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai
penciptaan manusia dari tanah.”(ayat 7)
“Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani).”(ayat 8)
“Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuhnya) ruh (ciptaan)-Nya
dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati (tetapi) kamu sedikit yang
bersyukur.”(ayat 9)
• Surah ke-37 al-Shaffat ayat 11 yang terjemahannya sebagai berikut:
“.....Sesungguhnya Kami telah menciptakan mereka dari tanah liat.”
• Surah ke-17 al-Isra ayat 85 yang terjemahnya sebagai berikut:
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: ruh itu termasuk urusan Tuhan-
Ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.”
• Surah ke-76 al-Insan ayat 72 yang terjemahannya sebagai berikut:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur (antara
benih laki-laki dengan perempuan) yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan
larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat.”
• Surah ke-86 al-Thariq ayat 5-7 yang terjemahannya sebagai berikut:
“Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah ia diciptakan?”(ayat 5)
“Dia diciptakan dari air yang terpancar.”(ayat 6)
“Yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada.”(ayat 7)
Kehidupan manusia di alam ini diawali dengan tidak ada,kemudian ada (lahir) dan terakhir
tidak ada lagi (mati) (lihat al-Qur’an surah ke-7 al-A’raf ayat 25). Mengenai lamanya hidup
manusia didunia tidak perlu kita perbincangkan di sini,sebab sulit untuk memberikan jawaban
yang pasti tentang hal tersebut.
Dapat dikemukakan bahwa filsafat Islam pada umumnya, memandang manusia terdiri dari
dua substansi yang bersifat materi (badan) dan substansi yang bersifat immateri (jiwa) dan
hakikat dari manusia adalah substansi immaterialnya seperti ditulis oleh Imam al-Ghazali
mengemukakan bahwa essensi manusia adalah jiwanya:
“Adanya jiwa dalam dirinya membuat manusia itu menjadi ciptaan Tuhan yang unggul.
Dengan jiwa itu pula manusia dapat mengenal Tuhannya dan sifat-sifatNya bukan dengan
organ tubuh lainnya. Dengan jiwa itu jualah, manusia dapat mendekatkan diri dengan tuhan
dan berusaha mewujudkan. Jadi, jiwa adalah raja dalam diri manusia dan anggota tubuh
lainnya adalah unsur-unsur yang melaksanakan perintah tuhan. Jiwa itu diterima oleh tuhan
apabila dia tetap bebas dari hal-hal selain dari tuhan. Apabila ia terikat pada hal-hal yang
bukan dengan tuhan, dia telah menjauh darinya. Jiwa manusialah yang akan dipertanyakan
dan disiksa.
Hal ini dikemukakan oleh Imam al-Ghazali dan juga dikutip oleh Dr. Muhammad Nasir
Nasution dalam bukunya, ”Manusia menurut al-Ghazali”. Ulasan al-Ghazali juga
mengungkapkan bahwa akal bukanlah daya yang terpenting dalam kehidupan keberagamaan
manusia karena usaha penyempurnaan dan iman diri bukanlah proses intelektual melainkan
penajaman dari daya intuisi dan emosi. Yang penting adalah menjaga keseimbangan antara
daya-daya tersebut. Mungkin yang dimaksud disini ialah apabila seseorang mempertajam
atau meningkatkan daya fisiknya, sebaiknya juga ia menambah daya nalar dan imannya
sehingga dia menjadi manusia yang utuh”.
Esensi manusia atau jiwanya, masih dalam ulasan al-Ghazali merupakan unsur immaterial
yang berdiri sendiri dan juga adalah subjek yang mengetahui disebut juga subjek yang sadar.
Al-Ghazali memberi contoh bagai seorang manusia yang menghentikan kegiatannya, masih
tetap sadar walaupun dia berada dalam keadaan tenang dan tidak berbuat apapun. Maka
aktifitas fisiknya menghilang tetapi ada sesuatu dalam dirinya yang tidak hilang, yaitu
kesadaran akan dirinya. Dia sadar bahwa ia ada; bahkan ia sadar bahwa ia sadar. Inilah yang
dapat dipahami dari istilah,” Subjek yang mengetahui ”. Manusia sadar dan mengetahui apa
yang baik dan apa yang buruk dan ia mampu mengoreksi semua unsur-unsur tersebut, apabila
ia berbuat salah, unsur jiwa dalam dirinya akan menyadarkannya karena ia adalah subjek
yang mengetahui.
Substansi immaterial atau jiwa itu juga disebut al-nafs dalam islam. Imam Ghazali
menguraikan al-nafs atau nafsu sebagai berikut: “Makna pertama ialah “hasrat:” atau diri
yang rendah. Hasrat merupakan kata yang menyeluruh yang terdiri dari ketama’an, amarah
dan unsur-unsur keji lainnya. Nabi Muhammad SAW bersabda,” Musuh anda yang terbesar
adalah nafsu anda yang terletak dikedua belah sisi anda”. Makna kedua dari Nafs adalah jiwa
seperti dijelakan terdahulu. Apabila nafsu menjadi tenang dan telah bebas dari amarah dan
birahi dia disebut nafsu Mutmainah atau jiwa yang tenang dan aman, seperti difirmankan oleh
Allah SWT,” O..jiwa yang tenang, kembalilah ketuhanmu dengan tenang dan
menenangkannya (89-27)”. Dalam ma’na yang pertama nafsu bersekutu dengan setan.
Apabila nafsu sudah tidak tenang dia tidak akan sempurna; ia disebut nafsu Lawamah atau
jiwa yang ternoda dan jiwa yang demikian mengabaikan tugas-tugas ilahinya. Apabila jiwa
menyerahkan diri kepada setan, ia disebut nafsu Ammarah atau nafsu yang dikuasai setan”.
Al-nafs mempunyai daya-daya dan daya berfikir terkandung didalamnya. Kesempurnaan
manusia diperoleh dengan jalan mempertajam daya berfikir ini.
Bila kita bandingkan pandangan al-Ghazali dan Koentjaraningrat mengenai manusia, maka
terlihat kesamaan yang dalam. Tentu Koentjaraningrat tidak mengatakan rujukannya adalah
al-Ghazali atau al-Qur’an dan Hadits. Istilah yang digunakan oleh Koentjara ningrat adalah
kepribadia individu. Kepribadian, menurut Koentjaratningrat, dalam bukunya: Pengantar
Antropologi 1, adalah susunan unsur-unsur akal dan jiwa yang menentukan tingkah laku atau
tindakan seorang individu yang berada pada setiap individu (Koentjaraningrat 1996, hlm.
99 ). Dalam buku yagn sama Koentjaraningrat juga menguraikan bahwa ada beberapa unsur
dalam kepribadian. Kalau al-Ghazali mengemukakan bahwa manusia memili beragam daya,
yakni daya fikir, daya fisik, daya rasa dan daya moral. Maka Koentjaraningrat, Abraham
Marslow, Kelvin S. Hall dan Gardner Lindsay menyebut daya-daya tersebut sebagai unsur-
unsur akal dan jiwa yang melangkapi kepribadian manusia, seperti unsur pengetahuan, unsur
perasaan, unsur motivasi. Hanya istilah yang berbeda; al-Ghazali menggunakan perkataan
“daya” atau “al-nafs” sedangkan berbagai pakar dari timur dan barat tersebut terdahulu
menyebutnya sebagai unsur-unsur dalam diri manusia.

You might also like