You are on page 1of 45

Pembelajaran Tuntas (Mastery-Learning) dalam KTSP

2 November 2009 AKHMAD SUDRAJAT Tinggalkan komentar Go to comments

A. Latar Belakang

Salah satu di antara masalah besar dalam bidang pendidikan di Indonesia


yang banyak diperbincangkan adalah rendahnya mutu pendidikan yang tercermin dari
rendahnya rata-rata prestasi belajar, khususnya peserta didik Sekolah Menengah Atas (SMA).
Masalah lain adalah bahwa pendekatan dalam pembelajaran masih terlalu didominasi peran
guru (teacher centered). Guru lebih banyak menempatkan peserta didik sebagai objek dan
bukan sebagai subjek didik. Pendidikan kita kurang memberikan kesempatan kepada peserta
didik dalam berbagai mata pelajaran, untuk mengembangkan kemampuan berpikir holistik
(menyeluruh), kreatif, objektif, dan logis, belum memanfaatkan quantum learning sebagai
salah satu paradigma menarik dalam pembelajaran, serta kurang memperhatikan ketuntasan
belajar secara individual.

Demikian juga proses pendidikan dalam sistem persekolahan kita, umumnya belum
menerapkan pembelajaran sampai peserta didik menguasai materi pembelajaran secara tuntas.
Akibatnya, banyak peserta didik yang tidak menguasai materi pembelajaran meskipun sudah
dinyatakan tamat dari sekolah. Tidak heran kalau mutu pendidikan secara nasional masih
rendah.

Penerapan Standar Isi yang berbasis pendekatan kompetensi sebagai upaya perbaikan kondisi
pendidikan di tanah air ini memiliki beberapa alasan, di antaranya:

1. potensi peserta didik berbeda-beda, dan potensi tersebut akan berkembang jika
stimulusnya tepat;
2. mutu hasil pendidikan yang masih rendah serta mengabaikan aspek-aspek moral,
akhlak, budi pekerti, seni & olah raga, serta kecakapan hidup (life skill);
3. persaingan global yang memungkinkan hanya mereka yang mampu akan berhasil;
4. 4. persaingan kemampuan SDM (Sumber Daya Manusia) produk lembaga pendidikan;
5. persaingan yang terjadi pada lembaga pendidikan, sehingga perlu rumusan yang jelas
mengenai standar kompetensi lulusan.

Upaya-upaya dalam rangka perbaikan dan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi


meliputi: kewenangan pengembangan, pendekatan pembelajaran, penataan isi/konten, serta
model sosialisasi, lebih disesuaikan dengan perkembangan situasi dan kondisi serta era yang
terjadi saat ini. Pendekatan pembelajaran diarahkan pada upaya mengembangkan kemampuan
peserta didik dalam mengelola perolehan belajar (kompetensi) yang paling sesuai dengan
kondisi masing-masing. Dengan demikian proses pembelajaran lebih mengacu kepada
bagaimana peserta didik belajar dan bukan lagi pada apa yang dipelajari.

Sesuai dengan cita-cita dari tujuan pendidikan nasional, guru perlu memiliki beberapa prinsip
mengajar yang mengacu pada peningkatan kemampuan internal peserta didik di dalam
merancang strategi dan melaksanakan pembelajaran. Peningkatan potensi internal itu
misalnya dengan menerapkan jenis-jenis strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta
didik mampu mencapai kompetensi secara penuh, utuh dan kontekstual.

Berbicara tentang rendahnya daya serap atau prestasi belajar, atau belum terwujudnya
keterampilan proses dan pembelajaran yang menekankan pada peran aktif peserta didik, inti
persoalannya adalah pada masalah “ketuntasan belajar” yakni pencapaian taraf penguasaan
minimal yang ditetapkan bagi setiap kompetensi secara perorangan. Masalah ketuntasan
belajar merupakan masalah yang penting, sebab menyangkut masa depan peserta didik,
terutama mereka yang mengalami kesulitan belajar.

Pendekatan pembelajaran tuntas adalah salah satu usaha dalam pendidikan yang bertujuan
untuk memotivasi peserta didik mencapai penguasaan (mastery level) terhadap kompetensi
tertentu. Dengan menempatkan pembelajaran tuntas (mastery learning) sebagai salah satu
prinsip utama dalam mendukung pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi, berarti
pembelajaran tuntas merupakan sesuatu yang harus dipahami dan dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya oleh seluruh warga sekolah. Untuk itu perlu adanya panduan yang
memberikan arah serta petunjuk bagi guru dan warga sekolah tentang bagaimana
pembelajaran tuntas seharusnya dilaksanakan.

B. Asumsi Dasar

Metode pembelajaran adalah cara untuk mempermudah peserta didik mencapai kompetensi
tertentu. Hal ini berlaku baik bagi guru (dalam pemilihan metode mengajar) maupun bagi
peserta didik (dalam memilih strategi belajar). Dengan demikian makin baik metode, akan
makin efektif pula pencapaian tujuan belajar (Winarno Surahmad, 1982). Langkah metode
pembelajaran yang dipilih memainkan peranan utama, yang berakhir pada semakin
meningkatnya prestasi belajar peserta didik.

Pembelajaran tuntas (mastery learning) dalam proses pembelajaran berbasis kompetensi


dimaksudkan adalah pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan peserta didik
menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran
tertentu. Dalam model yang paling sederhana, dikemukakan bahwa jika setiap peserta didik
diberikan waktu sesuai dengan yang diperlukan untuk mencapai suatu tingkat penguasaan,
dan jika dia menghabiskan waktu yang diperlukan, maka besar kemungkinan peserta didik
akan mencapai tingkat penguasaan kompetensi. Tetapi jika peserta didik tidak diberi cukup
waktu atau dia tidak dapat menggunakan waktu yang diperlukan secara penuh, maka tingkat
penguasaan kompetensi peserta didik tersebut belum optimal. Block (1971) menyatakan
tingkat penguasaan kompetensi peserta didik sebagai berikut :

Model ini menggambarkan bahwa tingkat penguasaan kompetensi (degree of learning)


ditentukan oleh seberapa banyak waktu yang benar-benar digunakan (time actually spent)
untuk belajar dibagi dengan waktu yang diperlukan (time needed) untuk menguasai
kompetensi tertentu.

Dalam pembelajaran konvensional, bakat (aptitude) peserta didik tersebar secara normal. Jika
kepada mereka diberikan pembelajaran yang sama dalam jumlah pembelajaran dan waktu
yang tersedia untuk belajar, maka hasil belajar yang dicapai akan tersebar secara normal pula.
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa hubungan antara bakat dan tingkat penguasaan adalah
tinggi. Secara skematis konsep tentang prestasi belajar sebagai dampak pembelajaran dengan
pendekatan konvensional dapat digambarkan sebagai berikut :

Sebaliknya, apabila bakat peserta didik tersebar secara normal, dan kepada mereka diberi
kesempatan belajar yang sama untuk setiap peserta didik, tetapi diberikan perlakuan yang
berbeda dalam kualitas pembelajarannya, maka besar kemungkinan bahwa peserta didik yang
dapat mencapai penguasaan akan bertambah banyak. Dalam hal ini hubungan antara bakat
dengan keberhasilan akan menjadi semakin kecil.

Secara skematis konsep prestasi belajar sebagai dampak pembelajaran dengan pendekatan
pembelajaran tuntas, dapat digambarkan sebagai berikut:

Dari konsep-konsep di atas, kiranya cukup jelas bahwa harapan dari proses pembelajaran
dengan pendekatan belajar tuntas adalah untuk mempertinggi rata-rata prestasi peserta didik
dalam belajar dengan memberikan kualitas pembelajaran yang lebih sesuai, bantuan, serta
perhatian khusus bagi peserta didik yang lambat agar menguasai standar kompetensi atau
kompetensi dasar. Dari konsep tersebut, dapat dikemukakan prinsip-prinsip utama
pembelalaran tuntas adalah:

1. Kompetensi yang harus dicapai peserta didik dirumuskan dengan urutan yang hirarkis,
2. Evaluasi yang digunakan adalah penilaian acuan patokan, dan setiap kompetensi harus
diberikan feedback,
3. Pemberian pembelajaran remedial serta bimbingan yang diperlukan,
4. Pemberian program pengayaan bagi peserta didik yang mencapai ketuntasan belajar
lebih awal. (Gentile & Lalley: 2003)

C. Perbedaan antara Pembelajaran Tuntas dengan Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran tuntas adalah pola pembelajaran yang menggunakan prinsip ketuntasan secara
individual. Dalam hal pemberian kebebasan belajar, serta untuk mengurangi kegagalan
peserta didik dalam belajar, strategi belajar tuntas menganut pendekatan individual, dalam arti
meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompok peserta didik (klasikal), tetapi
mengakui dan melayani perbedaan-perbedaan perorangan peserta didik sedemikiah rupa,
sehingga dengan penerapan pembelajaran tuntas memungkinkan berkembangnya potensi
masing-masing peserta didik secara optimal. Dasar pemikiran dari belajar tuntas dengan
pendekatan individual ialah adanya pengakuan terhadap perbedaan individual masing-masing
peserta didik.

Untuk merealisasikan pengakuan dan pelayanan terhadap perbedaan individu, pembelajaran


harus menggunakan strategi pembelajaran yang berasaskan maju berkelanjutan (continuous
progress). Untuk itu, pendekatan sistem yang merupakan salah satu prinsip dasar dalam
teknologi pembelajaran harus benar-benar dapat diimplementasikan. Salah satu caranya
adalah standar kompetensi dan kompetensi dasar harus dinyatakan secara jelas, dan
pembelajaran dipecah-pecah ke dalam satuan-satuan (cremental units). Peserta didik belajar
selangkah demi selangkah dan boleh mempelajari kompetensi dasar berikutnya setelah
menguasai sejumlah kompetensi dasar yang ditetapkan menurut kriteria tertentu. Dalam pola
ini, seorang peserta didik yang mempelajari unit satuan pembelajaran tertentu dapat berpindah
ke unit satuan pembelajaran berikutnya jika peserta didik yang bersangkutan telah menguasai
sekurang-kurangnya 75% dari kompetensi dasar yang ditetapkan. Sedangkan pembelajaran
konvensional dalam kaitan ini diartikan sebagai pembelajaran dalam konteks klasikal yang
sudah terbiasa dilakukan, sifatnya berpusat pada guru, sehingga pelaksanaannya kurang
memperhatikan keseluruhan situasi belajar (non belajar tuntas).

Dengan memperhatikan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa perbedaan antara


pembelajaran tuntas dengan pembelajaran konvensional adalah bahwa pembelajaran tuntas
dilakukan melalui asas-asas ketuntasan belajar, sedangkan pembelajaran konvensional pada
umumnya kurang memperhatikan ketuntasan belajar khususnya ketuntasan peserta didik
secara individual. Secara kualitatif perbandingan ke dua pola tersebut dapat dicermati pada
Tabel berikut,

Tabel 1: Perbandingan Kualitatif antara Pembelajaran Tuntas dengan Pembelajaran


Konvensional

Pembelajaran Pembelajaran
Langkah Aspek Pembeda
Tuntas Konvensional
A. Persiapan 1.Tingkat ketuntasan Diukur dariDiukur dari performance
performance pesertapeserta didik yang
didik dalam setiapdilakukan secara acak
unit (satuan
kompetensi atau
kemampuan dasar).
Setiap peserta didik
harus mencapai nilai
75
2. Satuan AcaraDibuat untuk satuDibuat untuk satu minggu
Pembelajaran minggu pembelajar-an, dan hanya
pembelajaran, dandipakai sebagai pedoman
dipakai sebagaiguru
pedoman guru serta
diberikan kepada
peserta didik
3. Pandangan terhadapKemampuan hampirKemampuan peserta didik
kemampuan pesertasama, namun tetapdianggap sama
didik saat memasukiada variasi
satuan pembelajaran
tertentu
B. Pelaksanaan4. BentukDilaksanakan melaluiDilaksanakan sepenuhnya
pembelajaran pembelajaran dalampendekatan klasikal,melalui pendekatan
satu unit kompetensikelompok danklasikal
atau kemampuan dasar individual
5. Cara pembelajaranPembelajaran Dilakukan melalui
Pembelajaran Pembelajaran
Langkah Aspek Pembeda
Tuntas Konvensional
dalam setiap standardilakukan melaluimendengarkan (lecture),
kompetensi ataupenjelasan gurutanya jawab, dan membaca
kompetensi dasar (lecture), membaca(tidak terkontrol)
secara mandiri dan
terkontrol,
berdiskusi, dan
belajar secara
individual
6. OrientasiPada terminalPada bahan pembelajaran
pembelajaran performance peserta
didik (kompetensi
atau kemampuan
dasar) secara
individual
7. Peranan guru Sebagai pengelolaSebagai pengelola
pembelajaran untukpembelajaran untuk
memenuhi kebutuhanmemenuhi kebutuhan
peserta didik secaraseluruh peserta didik
individual dalam kelas
8. Fokus kegiatanDitujukan kepadaDitujukan kepada peserta
pembelajaran masing-masing didik dengan kemampuan
peserta didik secaramenengah
individual
9. PenentuanDitentukan olehDitentukan sepenuhnya
keputusan mengenaipeserta didik denganoleh guru
satuan pembelajaran bantuan guru
C. Umpan Balik 10. Instrumen umpanMenggunakan Lebih mengandalkan pada
balik berbagai jenis sertapenggunaan tes objektif
bentuk tagihan secarauntuk penggalan waktu
berkelanjutan tertentu
11. Cara membantuMenggunakan sistemDilakukan oleh guru
peserta didik tutor dalam diskusidalam bentuk tanya jawab
kelompok (small- secara klasikal
group learning
activities) dan tutor
yang dilakukan
secara individual

D. Indikator Pelaksanaan Pembelajaran Tuntas

1. Metode Pembelajaran

Strategi pembelajaran tuntas sebenarnya menganut pendekatan individual, dalam arti


meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompok peserta didik (klasikal), tetapi juga
mengakui dan memberikan layanan sesuai dengan perbedaan-perbedaan individual peserta
didik, sehingga pembelajaran memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing peserta
didik secara optimal.
Adapun langkah-langkahnya adalah :

• mengidentifikasi prasyarat (prerequisite),


• membuat tes untuk mengukur perkembangan dan pencapaian kompetensi,
• mengukur pencapaian kompetensi peserta didik.

Metode pembelajaran yang sangat ditekankan dalam pembelajaran tuntas adalah pembelajaran
individual, pembelajaran dengan teman atau sejawat (peer instruction), dan bekerja dalam
kelompok kecil. Berbagai jenis metode (multi metode) pembelajaran harus digunakan untuk
kelas atau kelompok.

Pembelajaran tuntas sangat mengandalkan pada pendekatan tutorial dengan sesion-sesion


kelompok kecil, tutorial orang perorang, pembelajaran terprogram, buku-buku kerja,
permainan dan pembelajaran berbasis komputer (Kindsvatter, 1996)

2. Peran Guru

Strategi pembelajaran tuntas menekankan pada peran atau tanggung jawab guru dalam
mendorong keberhasilan peserta didik secara individual. Pendekatan yang digunakan
mendekati model Personalized System of Instruction (PSI) seperti dikembangkan oleh Keller,
yang lebih menekankan pada interaksi antara peserta didik dengan materi/objek belajar.

Peran guru harus intensif dalam hal-hal berikut:

• Menjabarkan/memecah KD (Kompetensi Dasar) ke dalam satuan-satuan (unit-unit)


yang lebih kecil dengan memperhatikan pengetahuan prasyaratnya.
• Mengembangkan indikator berdasarkan SK/KD.
• Menyajikan materi pembelajaran dalam bentuk yang bervariasi
• Memonitor seluruh pekerjaan peserta didik
• Menilai perkembangan peserta didik dalam pencapaian kompetensi (kognitif,
psikomotor, dan afektif)
• Menggunakan teknik diagnostik
• Menyediakan sejumlah alternatif strategi pembelajaran bagi peserta didik yang
mengalami kesulitan

3. Peran Peserta didik

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang memiliki pendekatan berbasis kompetensi sangat
menjunjung tinggi dan menempatkan peran peserta didik sebagai subjek didik. Fokus program
pembelajaran bukan pada “Guru dan yang akan dikerjakannya” melainkan pada ”Peserta didik
dan yang akan dikerjakannya”. Oleh karena itu, pembelajaran tuntas memungkinkan peserta
didik lebih leluasa dalam menentukan jumlah waktu belajar yang diperlukan. Artinya, peserta
didik diberi kebebasan dalam menetapkan kecepatan pencapaian kompetensinya. Kemajuan
peserta didik sangat bertumpu pada usaha serta ketekunannya secara individual.

4. Evaluasi

Penting untuk dicatat bahwa ketuntasan belajar dalam KTSP ditetapkan dengan penilaian
acuan patokan (criterion referenced) pada setiap kompetensi dasar dan tidak ditetapkan
berdasarkan norma (norm referenced). Dalam hal ini batas ketuntasan belajar harus ditetapkan
oleh guru, misalnya apakah peserta didik harus mencapai nilai 75, 65, 55, atau sampai nilai
berapa seorang peserta didik dinyatakatan mencapai ketuntasan dalam belajar.

Asumsi dasarnya adalah:

• bahwa semua orang bisa belajar apa saja, hanya waktu yang diperlukan berbeda,
• standar harus ditetapkan terlebih dahulu, dan hasil evaluasi adalah lulus atau tidak
lulus. (Gentile & Lalley: 2003)

Sistem evaluasi menggunakan penilaian berkelanjutan, yang ciri-cirinya adalah:

• Ulangan dilaksanakan untuk melihat ketuntasan setiap Kompetensi Dasar


• Ulangan dapat dilaksanakan terdiri atas satu atau lebih Kompetensi Dasar (KD)
• Hasil ulangan dianalisis dan ditindaklanjuti melalui program remedial dan program
pengayaan.
• Ulangan mencakup aspek kognitif dan psikomotor
• Aspek afektif diukur melalui kegiatan inventori afektif seperti pengamatan, kuesioner,
dsb.

Sistem penilaian mencakup jenis tagihan serta bentuk instrumen/soal. Dalam pembelajaran
tuntas tes diusahakan disusun berdasarkan indikator sebagai alat diagnosis terhadap program
pembelajaran. Dengan menggunakan tes diagnostik yang dirancang secara baik, peserta didik
dimungkinkan dapat menilai sendiri hasil tesnya, termasuk mengenali di mana ia mengalami
kesulitan dengan segera. Sedangkan penentuan batas pencapaian ketuntasan belajar, meskipun
umumnya disepakati pada skor/nilai 75 (75%) namun batas ketuntasan yang paling realistik
atau paling sesuai adalah ditetapkan oleh guru mata pelajaran, sehingga memungkinkan
adanya perbedaan dalam penentuan batas ketuntasan untuk setiap KD maupun pada setiap
sekolah dan atau daerah.

Mengingat kecepatan tiap-tiap peserta didik dalam pencapaian KD tidak sama, maka dalam
pembelajaran terjadi perbedaan kecepatan belajar antara peserta didik yang sangat pandai dan
pandai, dengan yang kurang pandai dalam pencapaian kompetensi. Sementara pembelajaran
berbasis kompetensi mengharuskan pencapaian ketuntasan dalam pencapaian kompetensi
untuk seluruh kompetensi dasar secara perorangan. Implikasi dari prinsip tersebut
mengharuskan dilaksanakannya program-program remedial dan pengayaan sebagai bagian tak
terpisahkan dari penerapan sistem pembelajaran tuntas.

Sumber:

Diambil dan Adaptasi dari :

Depdiknas. 2008. Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Tuntas (Mastery-Learning)


Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Atas

Categories: kurikulum dan pembelajaran Tag:artikel, berita, KTSP, kurikulum, opini,


pembelajaran, umum
Komentar (13) Lacak Balik (0) Tinggalkan komentar Lacak balik

1.
ANALISIS KEBIJAKAN
KTSP 2006

Oleh: Sri Hendrawati


Ditulis pada tahun 2007

A. PENDAHULUAN
Perubahan kurikulum di Indonesia hingga sampai pada KTSP tahun 2006 menunjukkan
kuatnya anggapan bahwa kegagalan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia hanyalah
disebabkan oleh kesalahan rancangan kurikulum. Anggapan seperti itu telah mengabaikan
faktor lain yang juga ikut mempengaruhi terjadinya kegagalan itu sendiri. Dalam beberapa
literatur dijelaskan beberapa faktor yang dimaksud adalah kompetensi guru dalam
melaksanakan kurikulum, ketidaktersediaan sarana dan prasarana sekolah, kurangnya
keterlibatan stakeholder, tidak terciptanya kerjasama yang baik antara perguruan tinggi
sebagai pencetak tenaga guru, pemerintah, dan sekolah, sistem evaluasi dan standarisasi
nasional dan daerah yang tidak akurat, dan ketidakjelasan arah serta model pendidikan yang
diselenggarakan.
KTSP singkatan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan merupakan sebuah kurikulum
yang dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah/daerah, karakteristik
sekolah/daerah, sosial budaya masyarakat setempat dan karekteristik peserta didik.
Kemunculan KTSP merupakan suatu jawaban atas tuntutan masyarakat dan realita yang kini
dihadapi pendidikan di Indonesia yang seolah mengalami masa suram akibat rendahnya mutu
sistem pendidikan di Indonesia.
Menghadapi hal tersebut, perlu dilakukan penataan terhadap sistem pendidikan secara kaffah
(menyeluruh), terutama berkaitan dengan kualitas pendidikan, serta relevansinya dengan
kebutuhan masyarakat dan dunia kerja, dalam hal ini perlu adanya perubahan sosial yang
memberi arah bahwa pendidikan merupakan pendekatan dasar dalam proses perubahan itu.
Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan,
peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan. Pemerataan
kesempatan pendidikan diwujudkan dalam program wajib belajar 9 tahun. Peningkatan mutu
pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui
olahhati, olahpikir, olahrasa dan olahraga agar memiliki daya saing dalam menghadapi
tantangan global. Peningkatan relevansi pendidikan dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan
yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan berbasis potensi sumber daya alam Indonesia.
Peningkatan efisiensi manajemen pendidikan dilakukan melalui penerapan manajemen
berbasis sekolah dan pembaharuan pengelolaan pendidikan secara terencana, terarah, dan
berkesinambungan.
Implementasi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan
tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu:
(1)standar isi, (2)standar proses, (3)standar kompetensi lulusan, (4)standar pendidik dan
tenaga kependidikan, (5)standar sarana dan prasarana, (6)standar pengelolaan, standar
pembiayaan, dan (7)standar penilaian pendidikan.
Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan untuk
mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan pendidikan, yaitu
kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan pendidikan.
Secara substansial, pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih
kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan tetapi, esensi isi
dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan tercapainya paket-paket
kompetensi (dan bukan berorientasi pada subject matter), yaitu:
Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.−
Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.−
Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.−
Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur
edukatif.−
Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau
pencapaian suatu kompetensi.−
− Terdapat perbedaan mendasar dibandingkan dengan kurikulum berbasis kompetensi
sebelumnya (versi 2002 dan 2004), bahwa sekolah diberi kewenangan penuh menyusun
rencana pendidikannya dengan mengacu pada standar-standar yang telah ditetapkan, mulai
dari tujuan, visi – misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan,
hingga pengembangan silabusnya.

B. Selayang Pandang KTSP


KTSP adalah pengembangan kurikulum berbasis sekolah (PKBS) yang di Australia dikenal
dengan school based curriculum development (SBCD). Pengembangan kurikulum mencakup
kegiatan merencanakan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi kurikulum. Dalam KTSP
dapat digunakan model-model kurikulum, seperti, KBK, subjek akademik, humanistik,
rekonstruksi sosial, dan lain sebagainya. Namun, dalam tataran praktis karena tuntutan
pencapaian standar kompetensi, yakni, siswa harus menguasai sejumlah kompetensi manakala
mereka menamatkan pendidikan dalam satuan pendidikan, penggunaan model kurikulum
yang mendasarkan pada pencapaian kompetensi (KBK) tidak dapat dielakkan.
KTSP merupakan model manajemen pengembangan kurikulum yang arahannya
memberdayakan berbagai unsur manajemen (manusia, uang, metode, peralatan, bahan, dan
lain-lain) untuk tercapainya tujuan-tujuan pengembangan kurikulum. Jika konsisten dengan
namanya, KTSP bersifat desentralistik. Namun demikian, manakala kita melihat kerangka
dasar dan struktur kurikulum, standar kompetensi, dan pengendalian serta evaluasi kurikulum
yang masih tampak dominasi pemerintah pusat, maka pengelolaan KTSP tampaknya berada
di antara sentralistik dan desentralistik, yakni dekonsentratif.
Hakikat KTSP, dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP Pasal 1 ayat 15) dikemukakan
bahwa :
Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun
dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyususnan KTSP dilakukan oleh
satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta
kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)

Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan dilandasi oleh undang-undang dan peraturan


pemerintah sebagai berikut :
- Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas.
- PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang standar Nasional pendidikan.
- Permendiknas No.22 tahun 2006 tentang Standar Isi.
- Permendiknas No.23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan.
- Permendiknas No.24 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Permendiknas No.22 dan 23 .

KTSP disusun dan dikembangkan berdasarkan Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat (1) dan (2) sebagai berikut:
1) Pengembangan kurikulum mengacu pada Standar Nasional pendidikan untuk mewujudkan
Tujuan Pendidikan Nasional.
2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip
diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.

Struktur kurikulum

Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh
peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalam muatan kurikulum setiap mata pelajaran
pada setiap satuan pendidikan dituang kan dalam kompentensi yang harus dikuasai peserta
didik sesuai dengan bahan belajar yang tercantum dalam struktur kurikulum. Kompentensi
tersebut terdiri atas standar kompentensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan
berdasarkan standar kompentensi lulusan. Muatan local dan kegiatan pengembangan diri
merupakan bagian integral dari struktur kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah.
Struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah mencangkup struktur kurikulum
pendidikan umum dan pendidikan khusus.

Struktur kurikulum pendidikan umum


Struktur kurikulum pendidikan umum terdiri dari struktur kurikulum SD/MI, struktur
kurikulum SMP/MTs, dan struktur kurikulum SMA/MA.

Struktur kurikulum SD/MI


Struktur kurikulum SD/MI meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu
jenjang pendidikan selama enam tahun mulai kelas I sampai dengan kelas VI. Struktur
kurikulum SD/MI disusun berdasarkan standar kompentensi lulusan dan standar kompentensi
mata pelajaran dengan ketentuan sebagai berikut.
1. Kurikulum SD/MI memuat 8 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri.
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompentesi yang
disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah,keunggulan daerah, yang materinya tidak
dapat dikelompokan kedalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan local ditentukan
oleh satuan pendidikan. Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus di
asuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan mengembangkan kesempatan kepada peserta
didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri dengan kebutuhan, bakat, dan minat
peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri di fasilitasi atau
dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk
kegiatan ekstrakulikuler.
2. Substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SD/MI merupakan “IPA terpadu” dan “IPS
terpadu”.
3. Pembelajaran pada Kelas I s.d. III dilaksanakan melalui pendekatan tematik, sedangkan
pada kelas IV s.d. VI dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran.
4. Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam
struktur kurikulum.
5. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per
minggu secara keseluruhan.
6. Alokasi waktu satu jam pembelajaran 35 menit.
7. Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38 minggu.

STRUKTUR KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR/


MADRASAH IBTIDAIYAH
Struktur Kurikulum SD/MI Komponen Kelas dan Alokasi Waktu
I II III IV, V, dan VI
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama 3
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2
3. Bahasa Indonesia 5
4. Matematika 5
5. Ilmu Pengetahuan Alam 4
6. Ilmu Pengetahuan Sosial 3
7. Seni Budaya dan Keterampilan 4
8. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 4
B. Muatan Lokal 2
C. Pengembangan Diri 2*)
J u m l a h 26 27 28 32
*) ekuivalen 2 jam pembelajaran
Sumber: Sanjaya, Wina. (2007). Buku Materi Pokok: Kajian Kurikulum dan Pembelajaran.
Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Halaman 259.

C. KONDISI RIIL PELAKSANAAN KTSP DI LAPANGAN


Kurikulum merupakan salah satu komponen penting dalam sistem pendidikan, sebab
kurikulum merupakan alat pencapaian pendidikan yang didalamnya berisi tentang rumusan
tujuan yang harus dicapai, isi/materi pelajaran yang harus dipelajari siswa, cara untuk
mempelajari serta bagaimana cara untuk mengetahui pencapaiannya. Namun demikian opini
yang kini berhembus menyatakan bahwa banyak praktisi pendidikan termasuk guru yang
tidak memahami kurikulum secara benar. Misalnya banyak guru yang ketika mengajar hanya
mengandalkan buku pegangan yang diterbitkan salah satu penerbit, tidak pernah menghayati
kurikulum kemudian menjabarkannya dalam bentuk perencanaan pembelajaran. Akibatnya,
setiap terjadi penyempurnaan kurikulum, tidak pernah dijadikan sebagai sesuatu yang
menantang untuk meningkatkan kualitas pendidikan, akan tetapi merupakan suatu beban yang
sangat berat.
Dalam KTSP, guru maupun kepala sekolah merupakan key person untuk mewujudkan
keberhasilan pengembangan KTSP, seperti yang diangkapkan Hamalik (2007;hal.232-233),
karena memegang peranan yang sangat penting dan krusial sebagai berikut : Pengelolaan
administrative ; Pengelolaan konseling dan pengembangan kurikulum, Guru sebagai tenaga
profesi kependidikan; Berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum, Meningkatkan
keberhasilan sistem instruksional Pendekatan kurikulum, Meningkatkan pemahaman konsep
diri, Memupuk hubungan timbal balik yang harmonis dengan siswa.
Berdasarkan pernyataan Hamalik tersebut di atas , idealnya, jika setiap guru melaksanakan
peran dan fungsinya secara baik, maka pengembangan KTSP dapat dilaksanakan dengan baik.
Kekurangpahaman guru bisa berakibat fatal terhadap hasil belajar peserta didik. Hal ini
terbukti, ketika mereka dihadapkan pada ujian nasional, mereka sering kelabakan, dan sering
ketakutan, takut kalau-kalau peserta didik di sekolahnya tidak lulus ujian karena tidak bisa
menyelesaikan soal dengan baik.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.24 Tahun 2006
pasal 2 ayat (3) dan (4) bahwa jika satuan pendidikan tersebut telah melakukan uji coba KBK
atau kurikulum 2004 secara menyeluruh dapat melaksanakan KTSP secara menyeluruh untuk
semua tingkatan kelas mulai tahun ajaran 2006/2007. Sedangkan yang belum melakukan uji
coba KBK secara menyeluruh dapat melakukannya secara bertahap dalam waktu paling lama
3 tahun, dengan tahapan tahun pertama kelas 1 dan 4; tahun kedua kelas 1,2,4,5 dan tahun
ketiga kelas 1,2,3,4,5,6. Dengan demikian maka sebenarnya sekolah diberi keleluasaan untuk
melaksanakan KTSP secara bertahap sesuai dengan kemampuannya, hal ini meliputi seluruh
komponen pendidikan yang terkait dengan satuan pendidikan tersebut, termasuk kesiapan
guru. Jadi sebenarnya tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa ini semua adalah tugas yang
sangat berat bagi guru. Pemerintah sudah mengantisipasinya dengan memberikan jangka
waktu agar sekolah dan komponennya dapat menerapkan KTSP secara maksimal.
Yang perlu menjadi dasar pemikiran adalah bagaimana memotivasi para guru untuk mau
menerima perubahan ini dengan sikap yang terbuka, mau belajar, mau mencari tahu/informasi
tentang bidang yang digelutinya, dalam hal ini tentang kurikulum sehingga guru tidak
ketinggalan jaman, pemikirannya selalu up to date sejalan dengan perkembangan kemajuan
dunia pendidikan, sehingga guru terutama guru senior, tidak hanya mengandalkan
pengalamannya saja, melainkan mau mengembangkan dirinya untuk meningkatkan
kemampuan yang menunjang profesionalismenya. Opini yang kini berkembang dalam benak
para guru, bahwa kurikulum berubah-ubah padahal itu-itu saja , haruslah diubah. Pandangan
seperti itu tidak benar, karena proses penyusunan kurikulum itu tidak mudah, melainkan
dibuat dengan sangat serius, seperti penyusunan KTSP, dimana didalamnya terlibat sebuah
badan independen BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan), yang terdiri dari para ahli di
bidang psikometri, evaluasi pendidikan, kurikulum, dan manajemen pendidikan yang
memiliki wawasan, pengalaman, dan komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan. (UU
Sisdiknas Tahun 2005 Pasal 74 ayat 2). Kemudian pada tahap pembuatan dokumen KTSP
tingkat sekolah, baik kepala sekolah, para guru serta orangtua murid melalui Dewan Sekolah,
turut ambil bagian yang sangat menentukan arah pengembangan kurikulum, serta tujuan yang
ingin di capai. Nah, dengan demikian, maka para guru seyogyanyalah memaknai kurikulum
yang disusunnya jauh lebih baik dari pada pihak lain, misalnya penerbit buku.
Dalam kaitannya dengan perencanaan dan perumusan KTSP di tingkat sekolah, banyak
sekolah yang meng-copy paste isi KTSP, hanya ganti cover saja, demikian pula dengan
silabus dan perangkatnya, dan tentunya guru pun melakukan hal yang sama yaitu meng-copy
paste RPP, soal evaluasi dan sebagainya. (telaah berdasarkan pengalaman pribadi dan
pengamatan di beberapa sekolah). Sebenarnya dalam rangka sosialisasi KTSP , jika suatu
sekolah mengadopsi KTSP dari sekolah lain, hal tersebut sah-sah saja selama mekanismenya
berjalan dengan benar. Sekolah yang mempunyai kemampuan mandiri dapat mengembangkan
KTSP dan silabus yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya dengan pengawasan dari
Dinas Pendidikan (provinsi,kabupaten/kota). Dinas Pendidikan setempat dapat
mengkoordinasikan sekolah-sekolah yang belum mempunyai kemampuan mandiri untuk
menyusun KTSP dan silabus. Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia No.24 Tahun 2006 pasal 1 ayat (4) bahwa satuan pendidikan dasar dan
menengah dapat mengadopsi atau mengadaptasi model kurikulum tingkat satuan pendidikan
dasar dan menengah yang disusun oleh BSNP.
Berbicara mengenai pelaksanaan kurikulum ditatanan yang paling bawah yaitu sekolah, dan
ujung tombaknya adalah pelaksanaan di dalam kelas yang dilakukan oleh guru, tidak terlepas
dari peran supervisi dan pembinaan. Sampai sejauh mana sosialisasi KTSP dilakukan , apakah
sudah tepat sasaran, apakah sudah menyentuh hingga lapisan yang paling bawah, bagaimana
timbal baliknya, apakah sudah ada masukan yang berarti dari para praktisi termasuk guru
tentang implementasi kurikulum yang berguna bagi perbaikan dan penyempurnaan
kurikulum. Jangan-jangan memang faktor pembinaan yang kurang baik dilaksanakan hingga
akhirnya setiap penyempurnaan kurikulum dianggap sebagai tugas yang berat bagi guru .
Berikut adalah telaah faktor supervisi di dalam implementasi KTSP.
Dalam Peraturan Pemerintah RI No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
pasal 55 dikatakan bahwa pengawasan satuan pendidikan meliputi pemantauan, supervisi,
evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut hasil pengawasan. Dilanjutkan oleh Pasal 56 bahwa
pemantauan dilakukan oleh pimpinan satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah atau
bentuk lain dari lembaga perwakilan pihak-pihak yang berkepentingan secara teratur dan
berkesinambungan untuk menilai efisiensi, efektifitas, dan akuntabilitas satuan pendidikan
serta ditegaskan oleh pasal 57 bahwa : supervisi yang meliputi supervisi manajerial dan
akademik dilakukan secara teratur dan berkesinambungan oleh pengawas atau penilik satuan
pendidikan dan kepala satuan pendidikan.
Berdasarkan PP No.19 tahun 2005 tersebut, menyatakan betapa besarnya peranan kepala
satuan pendidikan dan pengawas/penilik dalam melakukan supervisi dan pembinaan. Dalam
kaitannya dengan kurikulum, jika kepala sekolah maupun pengawas melakukan supervisi
secara teratur dan berkesinambungan untuk menilai efisiensi, efektifitas, dan akuntabilitas
satuan pendidikan, maka dapat mendeteksi sejak dini mana yang harus dibantu, mana yang
harus ditingkatkan baik oleh guru maupun komponen sekolah lainnya. Kenyataan di lapangan
mengindikasikan banyaknya kepala sekolah maupun pengawas yang memang belum paham
tentang KTSP. Sebagai contoh kasus yang terjadi di sebuah komplek sekolah dasar di kota
Bandung, guru-guru di sekolah tersebut mengalami kesulitan manakala harus menerapkan
KTSP karena kurangnya pembinaan yang dilakukan kepala sekolah maupun pengawas.
Ironisnya adalah komplek sekolah tersebut merupakan sekolah yang memang cukup diminati
masyarakat, namun di dalamnya, manajemennya sungguh berantakan dan memprihatinkan.
Dan hal ini dirasakan pula oleh sekolah lain yang berada di lingkungan kecamatan tersebut.
Guru-guru mengalami kebingungan kemana harus bertanya untuk memulai apa yang harus
dipersiapkan dan langkah apa yang harus ditempuh dalam melaksanakan KTSP. Mereka
kesulitan dalam menyusun silabus, membuat RPP, menyususn penilaian, dsb. Hal ini
disebabkan oleh banyak factor, satu diantaranya adalah pengawas dan kepala sekolah yang
kurang kualified.
Selain daripada itu pemberdayaan KKG atau MGMP yang kurang maksimal mengakibatkan
terhambatnya pemahaman guru mengenai KTSP. Pemberdayaan KKG dan MGMP jika
ditingkatkan akan membantu program pembinaan yang dilakukan (Mulyasa;2007). Sehingga
sosialisasi KTSP dapat berjalan maksimal. Peran KKG dan MGMP dapat membantu guru
agar lebih memahami dan memaknai kurikulum serta memberdayakan guru binaannya dalam
penyusunan RPP (Rencana Pelaksanan Pengajaran), penyusunan strategi pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar meliputi metode dan evaluasinya, serta pemahaman terhadap
peserta didik secara menyeluruh.

D. PERMASALAHAN
Secara umum kurikulum pendidikan dasar dan menengah menghadapi dua permasalahan
pokok: “Pertama” yang berkaitan dengan materi/perangkat pengaturan yang ditetapkan oleh
pusat (kurikulum tertulis), dan “Kedua” pelaksanaan dari kurikulum yang ditetapkan. Secara
garis besar permasalahan kurikulum dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Permasalahan yang Berkaitan dengan Kurikulum Tertulis
Yang dimaksud dengan kurikulum (tertulis) adalah dokumen KTSP yang disusun dan
dikembangkan oleh sekolah yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
belajar mengajar di sekolah.
Masalah yang dihadapi adalah:
a. Sekolah mengalami kesulitan dalam menyusun isi dokumen KTSP, mulai dari pembuatan
misi dan visi sekolah, pemilihan materi pelajaran, hingga penyusunan silabus. Hal ini
dikarenakan sumber daya manusianya kurang memadai.
b. Kekurangpahaman pihak sekolah terhadap penyusunan KTSP mengakibatkan banyak
sekolah membuat KTSP asal jadi saja, mengadopsi mentah-mentah KTSP yang disusun oleh
sekolah lain tanpa menyesuaikan dengan kondisi sekolah yang bersangkutan.
c. Kesulitan dalam menyusun kurikulum yang sesuai dengan tuntutan pembangunan nasional
(kebutuhan tenaga bidang industri dan bidang lainnya yang belum sinkron dengan
perencanaan pendidikan sebagai penghasil lulusan / tenaga kerja).
d. Tidak mudah memilih materi dan komposisi kurikulum yang tepat untuk mendukung
berbagai tujuan yang telah ditetapkan sesuai kemampuan dan perkembangan jiwa anak.
e. Pengembangan kurikulum tidak melibatkan tim kerja yang kompak dan transparan, baik
dari komponen guru maupun masyarakat.
f. Sebagai guru borongan, guru-guru SD mengalami kesulitan dalam menganalisis setiap mata
pelajaran dalam kurikulum dan menentukan bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik
lingkungan serta peserta didik.
2. Permasalahan yang berkaitan dengan Pelaksanaan Kurikulum
Dalam melaksanakan kurikulum nasional ditemukan berbagai permasalahan, antara lain:
a. Besarnya sasaran pembinaan pendidikan dasar dan menengah tidak mudah mencukupi
keperluan sarana/alat pendukung untuk melaksanakan kurikulum (antara lain: buku
kurikulum, buku pelajaran, alat peraga, alat praktek).
b. Besarnya jumlah guru pendidikan dasar dan menengah yang tersebar diseluruh tanah air,
sulit mendapatkan pembinaan yang intensif dan merata untuk dapat melaksanakan kurikulum
pendidikan nasional dengan sebaik-baiknya.
c. Kurangnya jumlah dan mutu tenaga supervisi serta fasilitas pendukungnya, mengakibatkan
pelaksanaan supervisi tidak dapat dilakukan dengan baik.
d. Sistem penataran guru dalam rangka meningkatkan kemampuan untuk melaksanakan
kurikulum pendidikan nasional belum mantap. Tak jarang guru yang dikirimkan untuk
mengikuti penataran adalah orang yang itu-itu saja dan hasilnya tidak disampaikan secara
maksimal kepada guru lainnya.
e. Belum terciptanya kondisi yang kondusif yang memberikan kemungkinan para pelaksana
pendidikan (Pembina, Kepala Sekolah, dan Guru) untuk melaksanakan tugasnya secara
kreatif, inovatif, dan bertanggung jawab.
f. Peran KKG dan MGMP yang tidak maksimal menyebabkan terhambatnya sosialisasi
KTSP.
g. Kurangnya sosialisasi KTSP, keterlambatan pengesahan pedoman standar penilaian oleh
BSNP, keterlambatan pencetakan buku rapor siswa berdampak pada kinerja guru di sekolah.

E. ANALISIS SWOT PELAKSANAAN KTSP


Pada bagian ini khusus mengenai analisis pelaksanaan KTSP. Analisis ini menggunakan
metode Analisis SWOT yang terdiri dari :
1. Strength = kekuatan/kelebihan
2. Weakness = kelemahan
3. Opportunity = peluang
4. Treat = tantangan /ancaman

A. Kelebihan KTSP
Kelebihan-kelebihan KTSP ini antara lain:
1. Mendorong terwujudnya otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan
Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu bentuk kegagalan pelaksanaan kurikulum di masa
lalu adalah adanya penyeragaman kurikulum di seluruh Indonesia, tidak melihat kepada
situasi riil di lapangan, dan kurang menghargai potensi keunggulan lokal. Dengan adanya
penyeragaman ini, sekolah di kota sama dengan sekolah di daerah pinggiran maupun di
daerah pedesaan. Penyeragaman kurikulum ini juga berimplikasi pada beberapa kenyataan
bahwa sekolah di daerah pertanian sama dengan sekolah yang daerah pesisir pantai, sekolah
di daerah industri sama dengan di wilayah pariwisata. Oleh karenanya, kurikulum tersebut
menjadi kurang operasional, sehingga tidak memberikan kompetensi yang cukup bagi peserta
didik untuk mengembangkan diri dan keunggulan khas yang ada di daerahnya. Sebagai
implikasi dari penyeragaman ini akibatnya para lulusan tidak memiliki daya kompetitif di
dunia kerja dan berimplikasi pula terhadap meningkatnya angka pengangguran. Untuk itulah
kehadiran KTSP diharapkan dapat memberikan jawaban yang konkrit terhadap mutu dunia
pendidikan di Indonesia.
Dengan semangat otonomi itu, sekolah bersama dengan komite sekolah dapat secara bersama-
sama merumuskan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi lingkungan
sekolah. Sebagai sesuatu yang baru, sekolah mungkin mengalami kesulitan dalam penyusunan
KTSP. Oleh karena itu, jika diperlukan, sekolah dapat berkonsultasi baik secara vertikal
maupun secara horizontal. Secara vertikal, sekolah dapat berkonsultasi dengan Dinas
Pendidikan Daerah Kabupaten atau Kota, Dinas Pendidikan Provinsi, Lembaga Penjamin
Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi, dan Departemen Pendidikan Nasional. Sedangkan secara
horizontal, sekolah dapat bermitra dengan stakeholder pendidikan dalam merumuskan KTSP.
Misalnya, dunia industri, kerajinan, pariwisata, petani, nelayan, organisasi profesi, dan
sebagainya agar kurikulum yang dibuat oleh sekolah benar-benar mampu menjawab
kebutuhan di daerah di mana sekolah tersebut berada.
2. Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin
meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program-program pendidikan.
Dengan berpijak pada panduan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah
yang dibuat oleh BNSP, sekolah diberi keleluasaan untuk merancang, mengembangkan, dan
mengimplementasikan kurikulum sekolah sesuai dengan situasi, kondisi, dan potensi
keunggulan lokal yang bisa dimunculkan oleh sekolah. Sekolah bisa mengembangkan standar
yang lebih tinggi dari standar isi dan standar kompetensi lulusan. Dengan demikian dapat
terjadi persaingan yang cukup sehat diantara sekolah-sekolah dalam meningkatkan mutu
pendidikan. Keberadaan suatu sekolah pun, pencitraan sekolah, kualitas lulusan yang
dihasilkan pada akhirnya menjadi tolak ukur masyarakat dalam penilaian kinerja sekolah. Hal
ini dapat menyebabkan seleksi alam, bahwa hanya sekolah bermutulah yang akan bertahan
dan diminati masyarakat, sedangkan sekolah dengan kinerja yang kurang baik akan ter-
eleminasi. Mau tak mau sekolah harus meningkatkan kualitasnya untuk mempertahankan
eksistensinya.
3. Memberikan kesempatan bagi masyarakat dan orangtua untuk berpartisipasi dalam
menentukan arah kebijakan pendidikan di sekolah
Sebagaimana diketahui, prinsip pengembangan KTSP adalah (1) Berpusat pada potensi,
perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya; (2) Beragam
dan terpadu; (3) Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; (4)
Relevan dengan kebutuhan kehidupan; (5) Menyeluruh dan berkesinambungan; (6) Belajar
sepanjang hayat; (7) Dan seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
Berdasarkan prinsip-prinsip ini, KTSP sangat relevan dengan konsep desentralisasi
pendidikan sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah dan konsep manajemen berbasis
sekolah (MBS) yang mencakup otonomi sekolah di dalamnya. Pemerintah daerah dapat lebih
leluasa berimprovisasi dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Di samping itu, sekolah
bersama komite sekolah diberi otonomi menyusun kurikulum sendiri sesuai dengan
kebutuhan di lapangan.
4. KTSP sangat memungkinkan bagi setiap sekolah untuk menitikberatkan dan
mengembangkan mata pelajaran tertentu yang akseptabel bagi kebutuhan siswa.
Sesuai dengan kebijakan Departemen Pendidikan Nasional yang tertuang dalam Peraturan
Mendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) dan Peraturan Mendiknas No. 23
tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL), sekolah diwajibkan menyusun
kurikulumnya sendiri. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) itu memungkinkan
sekolah menitikberatkan pada mata pelajaran tertentu yang dianggap paling dibutuhkan
siswanya. Sebagai contoh misalnya, sekolah yang berada dalam kawasan pariwisata dapat
lebih memfokuskan pada mata pelajaran bahasa Inggris atau mata pelajaran di bidang
kepariwisataan lainnya. Sekolah-sekolah tersebut tidak hanya menjadikan materi bahasa
Inggris dan kepariwisataan sebagai mata pelajaran saja, tetapi lebih dari itu menjadikan mata
pelajaran tersebut sebagai sebuah keterampilan. Sehingga kelak jika peserta didik di
lingkungan ini telah menyelesaikan studinya bila mereka tidak berkeinginan untuk
melanjutkan studinya ke jenjang perguruan tinggi mereka dapat langsung bekerja menerapkan
ilmu dan ketrampilan yang telah diperoleh di bangku sekolah.
KTSP ini sesungguhnya lebih mudah, karena guru diberi kebebasan untuk mengembangkan
kompetensi siswanya sesuai dengan lingkungan dan kultur daerahnya. KTSP juga tidak
mengatur secara rinci kegiatan belajar mengajar (KBM) di kelas, tetapi guru dan sekolah
diberi keleluasaan untuk mengembangkannya sendiri sesuai dengan kondisi murid dan
daerahnya. Di samping itu yang harus digarisbawahi adalah bahwa yang akan dikeluarkan
oleh BNSP tersebut bukanlah kurikulum tetapi tepatnya Pedoman Penyusunan Kurikulum
2006.
5. KTSP akan mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat dan memberatkan kurang
lebih 20%.
KTSP dapat mengurangi beban belajar sebanyak 20% karena materi dalam KTSP disusun
lebih sederhana. Di samping jam pelajaran akan dikurangi antara 100-200 jam per tahun,
bahan ajar yang dianggap memberatkan siswa pun akan dikurangi. Meskipun terdapat
pengurangan jam pelajaran dan bahan ajar, KTSP tetap memberikan tekanan pada
pengembangan kompetensi siswa.
Pengurangan jam belajar siswa tersebut merupakan rekomendasi dari BNSP. Rekomendasi ini
dapat dikatakan cukup unik, karena selama bertahun-tahun beban belajar siswa tidak
mengalami perubahan, dan biasanya yang berubah adalah metode pengajaran dan buku
pelajaran semata. Jam pelajaran yang biasa diterapkan kepada siswa sebelunya berkisar antara
1.000-1.200 jam pelajaran dalam setahun. Jika biasanya satu jam pelajaran untuk siswa SD,
SMP dan SMA adalah 45 menit, maka rekomendasi BNSP ini mengusulkan pengurangan
untuk SD menjadi 35 menit setiap jam pelajaran, untuk SMP menjadi 40 menit, dan untuk
SMA tidak berubah, yakni tetap 45 menit setiap jam pelajaran. Total 1.000 jam pelajaran
dalam satu tahun ini dengan asumsi setahun terdapat 36-40 minggu efektif kegiatan belajar
mengajar.dan dalam seminggu tersebut meliputi 36-38 jam pelajaran.
Alasan diadakannya pengurangan jam pelajaran ini karena menurut pakar-pakar pendidikan
anak bahwa jam pelajaran di sekolah-sekolah selama ini terlalu banyak. Apalagi kegiatan
belajar mengajar masih banyak yang terpaku pada kegiatan tatap muka di kelas. Sehingga
suasana yang tercipta pun menjadi terkesan sangat formal. Dampak yang mungkin tidak
terlalu disadari adalah siswa terlalu terbebani dengan jam pelajaran tersebut. Akibat lebih jauh
lagi adalah mempengaruhi perkembangan jiwa anak.
Persoalan ini lebih dirasakan untuk siswa SD dan SMP. Dalam usia yang masih anak-anak,
mereka membutuhkan waktu bermain yang cukup untuk mengembangkan kepribadiannya.
Suasana formal yang diciptakan sekolah, ditambah lagi standar jam pelajaran yang relatif
lama, tentu akan memberikan dampak tersendiri pada psikologis anak. Banyak pakar yang
menilai sekolah selama ini telah merampas hak anak untuk mengembangkan kepribadian
secara alami.
Inilah yang menjadi dasar pemikiran bahwa jam pelajaran untuk siswa perlu dikurangi. Meski
demikian, perngurangan itu tidak dilakukan secara ekstrim dengan memangkas sekian jam
frekwensi siswa berhubungan dengan mata pelajaran di kelas. Melainkan memotong sedikit,
atau menghilangkan titik kejenuhan siswa terhadap mata pelajaran dalam sehari akibat terlalu
lama berkutat dengan pelajaran itu.
6. KTSP memberikan peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk
mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan.
Pola kurikulum baru (KTSP) akan memberi angin segar pada sekolah-sekolah yang menyebut
dirinya nasional plus. Sekolah-sekolah swasta yang kini marak bermunculan itu sejak
beberapa tahun terakhir telah mengembangkan variasi atas kurikulum yang ditetapkan
pemerintah. Sehingga ketika pemerintah kemudian justru mewajibkan adanya pengayaan dari
masing-masing sekolah, sekolah-sekolah plus itu jelas akan menyambut gembira.
Kehadiran KTSP ini bisa jadi merupakan kabar baik bagi sekolah-sekolah plus. Sebagian
sekolah-sekolah plus tersebut ada yang khawatir ditegur karena memakai bilingual atau
memakai istilah kurikulum yang bermacam-macam seperti yang ada sekarang. Sekarang
semua bentuk improvisasi dibebaskan asal tidak keluar panduan yang telah ditetapkan dalam
KTSP. Sebagai contoh, Sekolah High Scope Indonesia, sebelumnya sejak awal berdiri pada
1990 telah menggunakan kombinasi kurikulum Indonesia dengan Amerika Serikat (AS).
Kendati mendapat lisensi dari AS, namun pihaknya tetap mematuhi kurikulum pemerintah.
Caranya dengan mematuhi batas minimal, namun secara optimal memberikan penekanan pada
aspek-aspek tertentu yang tidak diatur oleh kurikulum. Misalnya tetap memberikan materi
Bahasa Indonesia, namun menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar utama.

B. Kelemahan KTSP
Setiap kurikulum yang diberlakukan di Indonesia di samping memiliki kelebihan-kelebihan
juga memiliki kelemahan-kelamahannya. Sebagai konsekuansi logis dari penerapan KTSP ini
setidak-tidaknya terdapat beberapa kelemahan-kelamahan dalam KTSP maupun
penerapannya, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Kurangnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada kebanyakan satuan
pendidikan yang ada.
Pola penerapan KTSP terbentur pada masih minimnya kualitas guru dan sekolah. Sebagian
besar guru belum bisa diharapkan memberikan kontribusi pemikiran dan ide-ide kreatif untuk
menjabarkan panduan kurikulum itu (KTSP), baik di atas kertas maupun di depan kelas.
Selain disebabkan oleh rendahnya kualifikasi, juga disebabkan pola kurikulum lama yang
terlanjur mengekang kreativitas guru.
Berdasarkan evaluasi yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas pada
tahun 2004, bahwa dari 2,7 juta guru menunjukkan bahwa ketidaksesuaian ijasah yang
mengajar di jenjang pendidikan dasar dan menengah menunjukkan kecenderungan yang
kurang mengembirakan, jika mengacu pada persyaratan yang ada. Guru SD tercatat 66,11%
yang tidak memiliki ijasah sesuai ketentuan, guru SMP 39,99% , dan guru SMA sebanyak
34,08%. Selain itu tercatat secara umum terdapat 15,21% guru pada berbagai jenjang
pendidikan dasar dan menengah yang mengajar tidak sesuai dengan kompetensinya. Hasil
survey Human Development Indeks (HDI) sebanyak 60% guru SD, 40% guru SMP, 43%
guru SMA, dan 34% guru SMK belum memenuhi standarisasi mutu pendidikan nasional.
Lebih mengkhawatirkan lagi bila 17,2% guru di Indonesia mengajar bukan pada bidang
keahliannya (Toharudin, Oktober 2005 dalam Muhyi,Dindin MZ, 2007)
Dari data di atas, dapat diperoleh gambaran kondisi guru di lapangan, dengan keadaan yang
demikian, mampukah guru memaknai kurikulum dengan benar? Nampaknya hal ini sulit
untuk dilakukan meskipun tidak mustahil, mengingat untuk memahami kurikulum yang
begitu luas cakupannya, membutuhkan suatu keterampilan khusus yang harus dimiliki oleh
seorang guru yang sesuai dengan jenjang dan bidang keahliannya.
2. Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai kelengkapan dari
pelaksanaan KTSP.
Ketersediaan sarana dan prasarana yang lengkap dan representatif merupakan salah satu
syarat yang paling urgen bagi pelaksanaan KTSP. Sementara kondisi di lapangan
menunjukkan masih banyak satuan pendidikan yang minim alat peraga, laboratorium serta
fasilitas penunjang yang menjadi syarat utama pemberlakuan KTSP. Banyaknya fasilitas
sekolah yang rusak sampai bangunan yang roboh, menambah panjang daftar kelemahan
implementasi KTSP di lapangan.
3. Masih banyak guru yang belum memahami KTSP secara komprehensif baik konsepnya,
penyusunannya maupun prakteknya di lapangan.
Masih rendahnya kuantitas guru yang diharapkan mampu memahami dan menguasai KTSP
dapat disebabkan karena pelaksanaan sosialisasi masih belum terlaksana secara menyeluruh.
Jika tahapan sosialisasi tidak dapat tercapai secara menyeluruh, maka pemberlakuan KTSP
secara nasional yang targetnya hendak dicapai paling lambat tahun 2009 tidak memungkinkan
untuk dapat dicapai.
4. Penerapan KTSP yang merekomendasikan pengurangan jam pelajaran akan berdampak
berkurang pendapatan para guru.
Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) akan menambah persoalan di dunia
pendidikan. Selain menghadapi ketidaksiapan sekolah berganti kurikulum, KTSP juga
mengancam pendapatan para guru. Sebagaimana diketahui rekomendasi BSNP terkait
pemberlakuan KTSP tersebut berimplikasi pada pengurangan jumlah jam mengajar. Hal ini
berdampak pada berkurangnya jumlah jam mengajar para guru. Akibatnya, guru terancam
tidak memperoleh tunjangan profesi dan fungsional.
Untuk memperoleh tunjangan profesi dan fungsional semua guru harus mengajar 24 jam, jika
jamnya dikurangi maka tidak akan bisa memperoleh tunjangan. Sebagai contoh, pelajaran
Sosiologi untuk kelas 1 SMA atau kelas 10 mendapat dua jam pelajaran di KTSP maupun
kurikulum sebelumnya. Sedangkan di kelas 2 SMA atau kelas 11 IPS, Sosiologi diajarkan
selama lima jam pelajaran di kurikulum lama. Namun di KTSP Sosiologi hanya mendapat
jatah tiga jam pelajaran. Hal yang sama terjadi di kelas 3 IPS. Pada kurikulum lama, pelajaran
Sosiologi diajarkan untuk empat jam pelajaran tapi pada KTSP menjadi tiga jam pelajaran.
Sementara itu masih banyak guru yang belum mengetahui tentang ketentuan baru kurikulum
ini. Jika KTSP telah benar-benar diberlakukan, para guru sulit memenuhi ketentuan 24 jam
mengajar agar bisa memperoleh tunjangan.
5. Kepemimpinan Kepala Sekolah yang kurang demokratis dan kurang profesional
berdampak pada kurangnya peran serta masyarakat yang diwakilkan oleh Dewan/Komite
sekolah dalam merumuskan KTSP
Masih rendahnya keikutsertaan masyarakat dalam hal ini dewan/komite sekolah dalam
penyusunan KTSP menyebabkan pengembangan kurikulum di sekolah tidak sesuai dengan
apa yang diharapkan hingga akhirnya sekolah meng-copy paste saja dokumen KTSP yang
sudah jadi. Al hasil, penerapan KTSP pun tidak maksimal.
6. Kurangnya pembinaan dan sosialisasi KTSP di tingkat kecamatan
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa sosialisasi KTSP yang kurang serta
pembinaan yang kurang serius di tingkat cabang dinas pendidikan kecamatan, menyebabkan
terhambatnya pemahaman guru dalam implementasi KTSP di sekolah. Bahkan masih banyak
sekolah yang hingga hari ini dokumen KTSP-nya belum disahkan oleh pejabat yang
berwenang di dinas pendidikan kota.
7. Keterlambatan sosialisasi standar penilaian serta keterlambatan pencetakan buku rapor
siswa berdampak pada kesalahan dalam penulisan laporan pendidikan siswa (rapor)
Ketika pemerintah menurunkan kebijakan untuk melaksanakan KTSP, timbul keresahan di
sana-sini, khususnya para guru. Hal ini disebabkan karena pedoman penyususnan dan
pengembangan KTSP belum seluruhnya rampung disiapkan oleh pemerintah, salah satunya
adalah standar penilaian. Keterlambatan sosialisasi penilaian ini menyebabkan beberapa
sekolah salah menuliskan nilai pada buku rapor. Sebagian sekolah masih menggunakan
rentang nilai 1-10, padahal di dalam KTSP telah menggunakan rentang nilai 1-100.
keterlambatan pencetakan rapor terutama di kota Bandung menyebabkan guru terutama guru
kelas 1 harus ekstra menulis ulang nilai rapor, rapor sementara dulu baru rapor asli. Di suatu
sekolah terjadi kasus, bahwa rapor asli baru diterima pihak sekolah pada semester 2 dibarengi
dengan pemberian foto copy buku pedoman penilaian. Dengan demikian terjadi perubahan
nilai rapor dari rentang 1-10 menjadi rentang nilai 1-100 dengan pembulatan yang berakibat
pada kebingungan orangtua murid. Hal ini berdampak pula pada kepercayaan orangtua murid
terhadap sekolah yang pada akhirnya kinerja sekolah dinilai kurang baik.
Beberapa faktor kelemahan di atas harus menjadi perhatian bagi pemerintah agar
pemberlakuan KTSP tidak hanya akan menambah daftar persoalan-persoalan yang dihadapi
dalam dunia pendidikan kita. Jika tidak, maka pemberlakuan KTSP hanya akan menambah
daftar makin carut marutnya pendidikan di Indonesia.

C. Peluang
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa KTSP merupakan kurikulum operasional
yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan, maka peluang untuk
meningkatkan mutu pendidikan dan bangkit dari keterpurukan, dapat direalisasikan. Memang
hal ini tidaklah mudah, tidak semudah membalikkan telapak tangan, melainkan membutuhkan
waktu dan proses.
Keterlibatan guru, kepala sekolah, masyarakat yang tergabung dalam komite sekolah dan
dewan pendidikan dalam pengambilan keputusan akan membangkitkan rasa kepemilikan yang
lebih tinggi terhadap sekolah, dan terhadap pengembangan kurikulum. Dengan demikian
dapat mendorong mereka untuk mendayagunakan sumber daya yang ada seefisien mungkin
untuk mencapai hasil yang optimal. Konsep ini sesuai dengan konsep Self Determination
Theory yang menyatakan bahwa jika seseorang memiliki kekuasaan dalam pengambilan suatu
keputusan, maka akan memiliki tanggung jawab yang besar untuk melaksanakan keputusan
tersebut.
KTSP memberikan peluang kepada sekolah untuk mengoptimalkan kondisi lingkungannya
dengan memperhatikan karakteristik sekolah, peserta didik serta sosial budaya
masyarakatnya. Dengan diberikannya otonomi luas kepada sekolah, maka sekolah dapat
menentukan arah pengembangan kurikulum dengan jelas sesuai dengan kebutuhan. Hal ini
memungkinkan terwujudnya sekolah-sekolah unggulan yang memiliki ciri khas dan keunikan
sendiri yang memperkaya perkembangan dunia pendidikan negeri ini, sesuai dengan prinsip
kebersamaan dalam keberagaman.
KTSP juga membuka peluang bagi sekolah untuk mandiri, maju dan berkembang berdasarkan
strategi kebijakan manajemen pendidikan yang ditetapkan pemerintah dengan penuh
tanggungjawab. Dengan demikian, sekolah dapat meningkatkan kualitasnya baik sumber
daya, dalam hal ini tenaga pendidik dan kependidikan, sarana prasarana, kualitas
pembelajaran serta peningkatan mutu lulusan yang dihasilkannya.

D. Tantangan
KTSP merupakan salah satu bentuk inovasi dalam pendidikan, dan dalam setiap inovasi selalu
saja terdapat tantangan di dalamnya. Tantangan yang dihadapi dalam penerapan KTSP ini
sangat kompleks namun secara umum tantangan yang dihadapi antara lain :
1. Pengembangan KTSP perlu didukung oleh iklim pembelajaran yang kondusif bagi
terciptanya suasana yang aman, nyaman dan tertib, sehingga proses pembelajaran dapat
berlangsung dengan tenang dan menyenangkan (enjoyable learning). Iklim yang demikian
akan mendorong pembelajaran yang menekankan pada learning to know, learning to do,
learning to be dan learning to live together. Suasana tersebut akan memupuk tumbuhnya
kemandirian dan berkurangnya ketergantungan di kalangan warga sekolah tidak hanya bagi
peserta didik, melainkan bagi guru dan pimpinannya.
2. KTSP yang memberikan otonomi luas kepada sekolah perlu disertai seperangkat
kewajiban, serta monitoring dan tuntutan pertanggungjawaban yang relative tinggi untuk
menjamin bahwa sekolah selain memiliki otonomi luas juga memiliki kewajiban
melaksanakan kebijakan pemerintah dan memenuhi harapan masyarakat. Sekolah memiliki
kewajiban untuk melaksanakan pelayanan prima yang berusaha untuk memuaskan pengguna
jasa ( customer satisfaction) dalam hal ini peserta didik dan orangtua murid.
3. Pelaksanaan KTSP memerlukan sosok kepala sekolah yang professional, memiliki
kemampuan manajerial yang handal serta demokratis dalam setiap pengambilan keputusan.
Pada umumnya kepala sekolah di negeri ini belum dapat dikatakan professional seperti yang
diungkapkan oleh Bank Dunia (1999) bahwa salah satu penyebab makin menurunnya kualitas
pendidikan di Indonesia adalah kurang profesionalnya kepala sekolah sebagai manager
pendidikan di lapangan. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah sebaiknya melakukan
perubahan dalam hal pengangkatan kepala sekolah, dari yang berorientasi pada pengalaman
kerja ketika menjadi guru menjadi orientasi kemampuan dan keterampilan secara
professional.
4. Dalam pengembangan KTSP, wujud partisipasi masyarakat dan orang tua murid tidak
hanya dalam bentuk financial. Ide, gagasan dan pemikiran masyarakat sangat dibutuhkan
untuk dapat menunjang keberhasilan sekolah. Sekolah harus berupaya untuk menumbuhkan
kesadaran pada masyarakat dan orangtua murid bahwa sekolah adalah lembaga yang harus
didukung oleh semua pihak. Keberhasilan sekolah adalah kebanggaan bagi masyarakat, dan
untuk mewujudkannya diperlukan kerjasama yang harmonis.
5. KTSP menuntut kinerja sekolah terutama guru dalam implementasinya. Oleh sebab itu guru
harus senantiasa mengembangkan kemampuan dan keterampilan profesionalismenya. Hal ini
dapat juga dilakukan melalui KKG atau MGMP. Pemberdayaan KKG dan MGMP dapat
meningkatkan kualitas dan kompetensi guru dalam menyususn, merumuskan, melaksanakan,
dan melakukan penilaian dalam pembelajaran. Kekompakan guru sebagai tim pengembang
kurikulum perlu ditingkatkan untuk memberdayakan KKG dan MGMP.

Rekomendasi
Untuk menangani permasalahan tersebut, perlu diambil langkah-langkah kebijaksanaan baik
mengenai kurikulum (tertulis) maupun kurikulum dalam pelaksanaannya. Langkah-langkah
kebijaksanaan yang ditempuh antara lain sebagai berikut:
1. Perlu diciptakan sistem informasi yang dapat mengkomunikasikan/memantau
perkembangan pelaksanaan kurikulum pada berbagai daerah diseluruh tanah air.
2. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan profesionalisme (Pembina, pengawas/
penilik, kepal sekolah, guru) agar kurikulum dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
3. Mencukupi fasilitas pendukung pelaksanaan kurikulum baik oleh masyarakat maupun
pemerintah (buku, alat pendidikan, dan sarana pendidikan lainnya)
4. Meningkatkan kesejahteraan bagi para pelaksana pendidikan agar berfungsi sesuai tugas
dan tanggung jawabnya.
5. Menciptakan kondisi yang kondusif yang dapat memberikan kemungkinan para pelaksana
pendidikan menjalankan tugasnya secara kreatif, inovatif, dan bertanggung jawab.
6. Menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk ikut serta berpartisipasi dalam meningkatkan
kualitas pembelajaran di sekolah dan memiliki rasa kepedulian yang tinggi terhadap kondisi
sekolah.

Daftar Referensi :

Ali, Muhammad.1992. Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung : Sinar Baru


Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Pedoman Penyusunan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BNSP.
Dakir. 2004. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, Jakarta : PT. Rineka Cipta
Depdiknas. 2005. Standar Nasional Pendidikan,Jakarta :Peraturan Pemerintah RI No.19 tahun
2005
----------. 2006. Standar Isi, Jakarta : Permendiknas No 22 tahun 2006
----------. 2006. Standar Kompetensi Lulusan, Jakarta : Permendiknas No.23 tahun 2006
Ciri-Ciri Makhluk Hidup Seperti Manusia, Hewan Dan
Tumbuhan - Syarat Mahluk / Benda Hidup Biologi
Wed, 08/08/2007 - 10:32am — godam64

Untuk dikatakan sebagai benda hidup, makhluk hidup atau organisme bernyawa diperlukan
pemenuhan ciri-ciri sebagai berikut di bawah ini :

1. Terdapat Protoplasma
Protoplasma merupakan suatu bagian yang terdiri atas bahan yang kompleks dan terlindung
dengan baik. Protoplasma biasa dikenal dengan sebutan sel. Berbeda dengan benda tak hidup
atau benda mati yang tidak memiliki protoplasma. Lihat saja batu atau komputer yang tidak
memiliki protoplasma atau sel, sehingga disebut dengan benda mati.

2. Mempunyai Bentuk dan Ukuran


Makhluk hidup dapat dikenali ciri khas yang menempel padanya dengan melihat bentuknya.
Antara jenis mahluk hidup yang satu dengan yang lain memiliki perbedaan baik dalam ukuran
maupun bentuknya. Tengok saja antara pohon jamblang dengan pohon teh, pasti terlihat jelas
bedanya.

3. Melakukan Aktivitas-Aktifitas Kehidupan :

- Makan
Semua benda hidup membutuhkan asupan bahan makanan yang berasal dari luar tubuh untuk
kemudian diproses menjadi energi atau tenaga bagi tubuh.

- Tumbuh Dan Berkembang


Orang, Binatang dan Tumbuh-Tumbuhan ketika baru lahir atau tumbuh ukurannya akan lebih
kecil dan biasanya akan berkembang menjadi lebih besar menyerupai induknya.

- Berkembang Biak
Makhluk hidup yang tidak mampu berkembangbiak menghasilkan keturunan akan punah dan
musnah di makan waktu. Oleh sebab itu makhluk hidup memiliki cara masing-masing untuk
dapat memperbanyak diri untuk mempertahankan keberadaan di dunia.

- Melakukan Adaptasi
Semua makhluk hidup perlu melakukan penyesuain diri dengan fungsi tubuh dan lingkungan
sekitar ekosistem, habitat tempat tinggalnya untuk dapat bertahan hidup dengan lebih baik
dan mudah. Contohnya seperti hewan gurun yang tahan panas, bunglong bisa berubah warna,
dan lain sebagainya.

- Memiliki Sistem Transportasi


Untuk menyampaikan zat ke bagian-bagian yang membutuhkan.

- Dapat Bergerak
Manusia dan hewan memerlukan kegiatan dengan menggerakkan anggota tubuh untuk
berbagai keperluan seperti jalan, makan, menggaruk, berkedip, dan sebagainya. Untuk
tumbuhan tidak semuanya dapat melakukan pergerakan. Kemampuan untuk bereaksi terhadap
rangsangan dari lingkungan disebut dengan istilah iritabilita.
- Metabolisme
Metabolisme adalah aktifitas fisika atau kimia yang terjadi di dalam tubuh baik secara
anabolisme maupun katabolisme.

- Sistem Regulasi
Pengertian arti definisi sistem regulasi adalah aturan sistem yang ada di dalam tubuh makhluk
hidup untuk dapat hidup seimbang, serasi dan selaras.

KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP


Tingkat Keanekaragaman

1. Keanekaragaman Tingkat Gen


Variasi susunan gen dalam suatu spesies.
Keanekaragaman gen dalam satu spesies variasi disebut Varietas.
Misal :
Spesies Kucing = Kucing Anggora, Siam, Inggris♣
Tanaman = Warna bunga Krisan ada yang putih, kuning♣
Keanekaragaman gen dapat terjadi secara alami akibat perkawinan seksual, maupun secara
buatan dengan proses budidaya manusia.
Misal : Persilangan anggrek untuk mendapatkan warna anggrek yang beraneka ragam.

2. Keanekaragaman Spesies (Jenis)


• Kucing Spesies Hewan
• Bunga Krisan Spesies Tumbuhan
Keduanya punya sifat yang jauh berbeda
Contoh :
• Kucing dan monyet perbedaan sifat sedikit.
• Kucing dan anjing beda sifat lebih sedikit.
• Bunga krisan dan pohon kelapa perbedaan sifat sedikit.
• Bunga krisan dan melati beda sifat lebih sedikit.
Perbedaan-perbedaan itu disebut sebagai keanekaragaman spesies.
Spesies adalah kumpulan makhluk hidup yang memiliki persamaan ciri umum dan dapat
melakukan perkawinan dengan sesamanya serta menghasilkan keturunan yang subur (fertil).
Keanekaragaman spesies ditemukan dihalaman rumah, misal :
Ada rumput, pohon mangga, jeruk, bunga melati, burung gereja dsb.

3. Keanekaragaman Ekosistem
Makhluk hidup selalu berinteraksi antara makhluk hidup itu sendiri atau dengan faktor
abiotik.
Kombinasi faktor lingkungan abiotik membentuk lingkungan yang beraneka ragam.
Interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungan abiotik menunjukkan adanya
keanekaragaman ekosistem.
Contoh :
• Ekosistem terumbu karang
• Ekosistem hutan
Kedua ekosistem memiliki jenis tumbuhan dan hewan yang berbeda.

Persebaran Organisme
Persebaran organisme di muka bumi dipelajari dalam cabang biologi yang disebut
biogeografi.
Menurut Alfred Russel Wallace, berdasarkan adanya persamaan fauna di daerah-daerah
tertentu di bumi, maka dapat dibedakan 6 daerah biogeografi dunia, yaitu sebagai berikut :
a. Nearktik : Amerika Utara.
b. Palearktik : Asia sebelah utara Himalaya, Eropa dan Afrika, Gurun Sahara sebelah utara.
c. Neotropikal : Amerika Selatan bagian tengah.
d. Oriental : Asia, Himalaya, bagian selatan.
e. Ethiopia : Afrika
f. Australia : Australia dan pulau – pulau sekitarnya.

Persebaran Fauna di Indonesia


Menurut garis Wallace , persebaran fauna di Indonesia terbagi menjadi bagian barat (oriental)
dan timur (Australia) yang masing-masing ditandai oleh fauna yang khas. Sementara itu,
menurut garis Webber, diantara wilayah barat dan timur, atau antara Oriental dan Australia
terdapat zona peralihan. Berikut adalah persebaran fauna berdasarkan wilayah persebarannya :
• Wilayah Indonesia Barat (Oriental).
Berbagai jenis kera, gajah, harimau, tapir, badak, kerbau liar, babi hutan, serta rusa.
• Wilayah Indonesia Timur (Australia).
Berbagai jenis burung misal :kasuari, nuri, parkit, cendrawasih dan merpati berjambul.
Beberapa jenis hewan berkantong misal : kanguru wallabi dan kanguru pohon.
• Wilayah zona peralihan (Oriental dan Australia).
Burung Hantu, bajing dan babi dan di Sulawesi terdapat hewan khas yaitu anoa dan di pulau
Komodo terdapat komodo.

Persebaran Flora di Indonesia


Menurut Dr. Sampurno Kadarsan, ahli botani Indonesia, flora Indonesia termasuk dalam
kawasan Malesiana. Berikut ini akan diuraikan penyebaran flora di Indonesia.
♣ Daerah hutan hujan tropis
Terdapat di Kalimantan, Sumatera, Papua, Sulawesi dan sedikit di Jawa Barat. Ciri hutan
lebat, heterogen dan lembab.
♣ Daerah hutan musim
Terdapat di Pulau Jawa. Ciri hanya terdapat satu jenis tumbuhan (homogen), contohnya hutan
jati.
♣ Daerah sabana
Terdapat di Madura dan dataran tinggi Gayo (Nanggroe Aceh Darussalam). Ciri banyak
ditemukan rumput yang diselingi semak atau rumpun pohon rendah.
♣ Padang rumput (stepa)
Terdapat di Pulau Sumba, Sumbawa, Flores dan Timor. Cirinya padang rumput yang luas,
musim kemarau yang panjang.

Manfaat Keanekaragaman Hayati


Keanekaragaman tumbuhan dan hewan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia, diantaranya :
♣ Sebagai sumber pangan
Contohnya : beras,singkong, ubi jalar dsb. Selain itu juga berasal dari hewan-hewan ternak
seperti sapi, ayam, kambing dsb.
♣ Sebagai sumber sandang dan papan
Contoh : Kapas, rami, yute, ulat sutera yang dibutuhkan untuk bahan pembuatan kain. Kayu
jati, mahoni, lontar dibutuhkan sebagai bahan bangunan.
♣ Sebagai sumber obat dan kosmetik
Contoh : laos,turi, temulawak, jahe dsb.Yang digunakan sebagai bahan obat-obatan.
Penggunaan bunga-bungaan seperti cendana, melati, mawar, kemuning dsb digunakan sebagai
bahan pembuatan kosmetik.

Hilangnya Keanekaragaman Hayati


Berkurangnya keanekaragaman hayati menunjukkan ketidakseimbangan antara kebutuhan
manusia dan kapasitas alam. Penyebab hilangnya keanekaragaman hayati antara lain sebagai
berikut :
o Fragmentasi dan hilangnya habitat.
o Introduksi spesies.
o Eksploitasi berlebihan pada spesies hewan dan tumbuhan.
o Pencemaran tanah, air, dan udara.
o Perubahan iklim global.
o Industrialisasi kehutanan dan pertanian.

Konservasi Keanekaragaman Hayati


Pemanfaatan sumber daya hayati yang secara terus-terusan secara tidak seimbang dapat
mengakibatkan hilangnya habitat, rusaknya ekosistem, dan menipisnya plasma nutfah. Hal ini
dapat dicegah dengan cara :
♣ Cagar budaya.
♣ Pelestarian in situ.
♣ Pelestarian ex situ.

Keanekaragaman Makhluk Hidup


Keanekaragaman makhluk hidup merupakan pernyataan terdapatnya berbagai macam
keragaman bentuk, penampilan, jumlah, sifat yang ada pada berbgai tingkatan mkhluk, yaitu
tingkatan ekosistem, tingkatan jenis, dan tingkatan genetik.

Keanekaragaman Ekosistem
Ekosistem merupakan suatu satuan lingkungan, yang tertidiri dari unsur-unsur biotik yaitu
jenis-jenis makhluk hidup, dan unsur abiotik, yaitu faktor-faktor fisik (iklim, air, tanah) dan
kimia (keasaman, salinitas) yang berinteraksi satu sama lainnya. Dengan berbagai macam
kombinasi lingkungan fisik dan kimia yang beranekaragam maka jika susunan komponen jenis
dan susunan faktor fisik serta kimianya berbeda,ekosistem yang dihasilkannya akan berbeda
pula.
Dengan demikian,dapat dimengerti jika perpaduan antara tanah dan iklim yang beraneka
ragam, letak geografi yng membentang luas, serta jenis-jenis makhluk hidup yang beragam ,
akan menyebabkan ekosistem yang terbentuk juga beraneka ragam.

Keanekaragaman Jenis
Jenis (spesies) merupakan suatu satuan organisme yang dapat dikenal dari bentuk atau
penampilannya dan terdiri atas pengelompokan populasi atau gabungan individu yang mampu
kawin sesamanya secara bebas (tapi tidak dapat melakukannya dengan jenis lain), untuk
menghasilkan keturunan. Lingkungan tempat hidup jenis itu beraneka ragam , jenis yang
dihasilkannya akan beragam pula. Jenis yang terjadi ini juga punya peluang menghasilkan
jenis-jenis yang lain, melalui proses evolusi telah terbentuk jutaan jenis berbeda-beda.hal ini
mengakibatkan keterkaitan antara jenis satu dengan yang lainnya, inilah yang disebut dengan
kekerabatan.
Keanekaragaman Mikrobiota Indonesia
Berpegang pada hipotesis maka dunia monera (mikroba yang tidak memiliki inti sel sejati atau
prokariota, seperti bakteri ganggang biru) diwakili oleh sekitar 300 jenis misalnya (bakteri
yang menyebabkan fermentasi, yang menyebabkan makanan busuk).
Dugaan konservatifjumlah fungi jamur sekitar 12.000 Jenis, termasuk lumut kerak, jamur
lendir, dan jamur air.Sedangkan mikrobiota yang ntergolong tumbuhan (plantae) diwakili oleh
kelompok ganggang (algae) dan lumut (Bryopita).

Keanekaragaman Tumbuhan Berpembuluh Indonesia


Struktur vegetasi yang komplek, pohon-pohon yang tinggi sebagai kerangka menciptakan
lingkungan yang memungkinkan bagi berbagai jenis tumbuhan lain hidup dibawahnya.
Keanekaragaman ini memang dapat disimpulkan dari besarnya jumlah jenis makhluk yang kita
miliki misalnya meranti merantian (Dipterocarpaceae) sekitar 70% ada di negara kita.
Kita memiliki banyak sekali tanaman budi daya seperti coklat, cengkeh, karet , durian dsb.
Untuk bambu bambuan tidak kurang dari 125 jenis seperti bambu tali, bambu, pringgondani,
bambu betung dsb.
Untuk kayu-kayuan tidak kurang dari 1000 jenis, seperti kayu meranti, mahoni, albasia, pinus,
salam.

Keanekaragaman Hewan Indonesia


Besarnya keanekaragaman fauna ini dimungkinkan karena posisi tanah air kita terletak di
persimpangan utar selatan dan menjadi jembatan antara dua region fauna utama dunia.
Dari segi kualitas dapat ditunjukkan , fauna yang terdapat di negeri ini mencakup kelompok
modern seperti burung dan mamalia. Ada juga kelompok lain yang merupakan populasi sisa,
seperti biawak, komodo, dan badak jawa.
Keanekaragaman hewan indonesia juga terlihat dari persebaran geografi dan ekologinya. Ikan
indonesia sudah dikenal dunia, tongkol, tenggiri, bandeng, bawal, kakap, baronang,dan banyak
lagi jenis ikan yang menjadi komoditi ekspor. Kelompok invertebrata, kelompok binatang
beruas (antropoda), kelompok serannga, menunjukkan yang tinngi dan menarik. Tentunya
kepulauan yang berjumlah ribuan dengan ratusan gunung, sangat kaya dengan dengan
keanekaragaman hewannya.

Keanekaragaman Genetik
Ternyata dalam jenis yang sama, masih kita temukan banyak keragaman contoh (ayam
bangkok, ayam buras, ayam pelung, ayam hutan), keanekaragaman ini dinamakan genetik atau
keanekaragaman plasma nutfah.
Keanekaragaman plasma nutfah yang terdapat di negara kita ini sungguh luar biasa sehingga
mendapat julukan MEGA BIODIVERSITY. Masih tersimpan dalam jumlah besar plasma
nutfah binatang yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan.

Kesimpulan
Setelah kita mempelajari ciri-ciri keanekaragaman makhluk hidup ternyata di dalam negara
kita ini terdapat banyak macam-macam tumbuhan dan hewan yang beraneka ragam, sesuai
susnan genetik dan ekosistem.

Pertumbuhan dan Perkembangan pada Makhluk Hidup

Salah satu ciri makhluk hidup adalah tumbuh dan berkembang. Mula-mula hewan dan
tumbuhan itu berukuran kecil, kemudian secara bertahap tumbuh menjadi besar. Manusia juga
tumbuh dan berkembang, tetapi pertumbuhan pada manusia hanya terbatas sampai dengan usia
tertentu. Bagaimanakah pertumbuhan pada makhluk hidup? Apakah ciri-ciri setiap tahap
pertumbuhan manusia?

Perubahan pada ukuran tubuh bersifat ireversibel (tidak dapat kembali seperti semula).
Bertambahnya ukuran tubuh inilah yang disebut dengan pertumbuhan. Ukuran tubuh meliputi
tinggi, berat, dan volume. Pertumbuhan pada makhluk bersel satu ditandai dengan
bertambahnya ukuran sel. Sedangkan pada makhluk bersel banyak, pertumbuhan ditandai
dengan bertambahnya ukuran dan jumlah sel. Pertumbuhan pada manusia dan hewan ada
batasnya. Setelah mencapai usia tertentu, manusia dan hewan tidak tumbuh lagi.

Sedangkan tumbuhan hampir selalu tumbuh sepanjang hidupnya. Pertumbuhan diikuti dengan
proses perkembangan, yaitu proses biologis makhluk hidup menuju tingkat kedewasaan atau
kesempurnaan. Contoh perkembangan adalah perubahan susunan dan fungsi organ-organ
tubuh.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Perkembangan dan Pertumbuhan


Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua proses yang berjalan sejajar dan
berdampingan. Jadi proses pertumbuhan dan perkembangan tidak dapat dipisahkan satu
dengan yang lain. Setiap makhluk hidup mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan.
Misalnya yang terjadi pada diri kita, kalau diamati keadaan ketika bayi sangat berbeda dengan
keadaan saat ini.

Pertumbuhan adalah proses pertambahan ukuran yang tidak dapat kembali ke asal
(irreversibel), yang meliputi pertambahan volume dam pertambahan massa. Selain disebabkan
pertambahan ukuran sel, pertumbuhan juga terjadi karena pertambahan jumlah sel. Contohnya
bayi yang baru lahir ukurannya + 45 cm dengan berat badan + 3 kg. Setelah mengalami
pertumbuhan, tinggi badan dapat mencapai lebih dari 150 cm dan berat badan lebih dari 30 kg.

Perkembangan adalah proses menuju tercapainya kedewasaan. Pada tingkat seluler,


perkembangan dapat berupa diferensiasi sel-sel yang baru membelah membentuk jaringan
yang menyusun organ tertentu. Pada tumbuhan perkembangan ditandai dengan munculnya
bunga atau buah. Sedang pada hewan dan manusia ditandai dengan kematangan organ
reproduksi sehingga siap untuk menghasilkan keturunan. Perkembangan juga menyebabkan
perkembangan psikis dari usia bayi, anak-anak, dan menjadi dewasa.

1. Faktor Dalam (Internal)


a. Gen
Gen adalah substansi/materi pembawa sifat yang diturunkan dari induk. Gen mempengaruhi
ciri dan sifat makhluk hidup, misalnya bentuk tubuh, tinggi tubuh, warna kulit, warna bunga,
warna bulu, rasa buah, dan sebagainya. Gen juga menentukan kemampuan metabolisme
makhluk hidup, sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya.
Hewan, tumbuhan, dan manusia yang memiliki gen tumbuh yang baik akan tumbuh dan
berkembang dengan cepat sesuai dengan periode pertumbuhan dan perkembangannya.

Meskipun peranan gen sangat penting, faktor genetis bukan satu-satunya faktor yang
menentukan pola pertumbuhan dan perkembangan, karena juga dipengaruhi oleh faktor
lainnya. Misalnya tanaman yang mempunyai sifat unggul dalam pertumbuhan dan
perkembangannya, hanya akan tumbuh dengan cepat, lekas berbuah, dan berbuah lebat jika
ditanam di lahan subur dan kondisinya sesuai. Bila ditanam di lahan tandus dan kondisi
lingkungannya tidak sesuai, pertumbuhan dan perkembangannya menjadi kurang baik.
Demikian juga ternak unggul hanya akan berproduksi secara optimal bila diberi pakan yang
baik dan dipelihara di lingkungan yang sesuai.

b. Hormon
Hormon merupakan zat yang berfungsi untuk mengendalikan berbagai fungsi di dalam tubuh.
Meskipun kadarnya sedikit, hormon memberikan pengaruh yang nyata dalam pengaturan
berbagai proses dalam tubuh. Hormon yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
pada makhluk hidup beragam jenisnya.

2. Faktor Luar (External)


Faktor luar yang mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup
berasal dari faktor lingkungan. Beberapa faktor lingkungan yang memengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan makhluk hidup adalah sebagai berikut.

a. Makanan atau Nutrisi Makanan merupakan bahan baku dan sumber energi dalam proses
metabolisme tubuh. Kualitas dan kuantitas makanan
akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup. Karena sedang dalam
masa pertumbuhan, kamu harus cukup makan makanan yang bergizi untuk mendukung
pertumbuhan dan perkembangan tubuhmu.
Zat gizi yang diperlukan manusia dan hewan adalah karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan
mineral. Semua zat ini diperoleh dari makanan. Sedangkan bagi tumbuhan, nutrisi yang
diperlukan berupa air dan zat hara yang terlarut dalam air. Melalui proses fotosintesis, air dan
karbon dioksida (CO2) diubah menjadi zat makanan dengan bantuan sinar matahari. Meskipun
tidak berperan langsung dalam fotosintesis, zat hara diperlukan agar tumbuhan dapat tumbuh
dan berkembang dengan baik. Coba kamu amati, tanaman padi yang terlambat dipupuk,
daunnya akan berwarna kekuningan. Setelah dipupuk, daun tanaman padi itu akan kembali
berwarna hijau dan tumbuh dengan baik. Mengapa demikian? Di dalam pupuk terkandung zat
hara yang penting sebagai nutrisi tanaman.

b. Suhu
Semua makhluk hidup membutuhkan suhu yang sesuai untuk menunjang pertumbuhan dan
perkembangannya. Suhu ini disebut suhu optimum, misalnya suhu tubuh manusia yang normal
adalah sekitar 37°C. Pada suhu optimum, semua makhluk hidup dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik. Hewan dan manusia memiliki kemampuan untuk bertahan hidup
dalam kisaran suhu lingkungan tertentu. Tumbuhan menunjukkan pengaruh yang lebih nyata
terhadap suhu. Padi yang ditanam pada awal musim kemarau (suhu udara rata-rata tinggi)
lebih cepat dipanen daripada padi yang ditanam pada musim penghujan (suhu udara rata-rata
rendah). Jenis bunga mawar yang tumbuh dan berbunga dengan baik di pegunungan yang
sejuk, ketika ditanam di daerah pantai yang panas pertumbuhannya menjadi lambat dan tidak
menghasilkan bunga yang seindah sebelumnya. Hal ini disebabkan karena semua proses dalam
pertumbuhan dan perkembangan seperti penyerapan air, fotosintesis, penguapan, dan
pernapasan pada tumbuhan dipengaruhi oleh suhu.

c. Cahaya
Cahaya berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup. Tumbuhan
sangat membutuhkan cahaya matahari untuk fotosintesis. Namun keberadaan cahaya ternyata
dapat menghambat pertumbuhan tumbuhan karena cahaya dapat merusak hormon auksin yang
terdapat pada ujung batang. Bila kamu menyimpan kecambah di tempat gelap selama beberapa
hari, kecambah itu akan tumbuh lebih cepat (lebih tinggi) dari seharusnya, namun tampak
lemah dan pucat/kekuning-kuningan karena kekurangan klorofil. Selain tumbuhan, manusia
juga membutuhkan cahaya matahari untuk membantu pembentukan vitamin D.

d. Air dan Kelembapan


Air dan kelembapan merupakan faktor penting untukpertumbuhan dan perkembangan. Air
sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup. Tanpa air, makhluk hidup tidak dapat bertahan hidup.
Air merupakan tempat berlangsungnya reaksi-reaksi kimia di dalam tubuh. Tanpa air, reaksi
kimia di dalam sel tidak dapat berlangsung, sehingga dapat mengakibatkan kematian.

Kelembapan adalah banyaknya kandungan uap air dalam udara atau tanah. Tanah yang lembab
berpengarauh baik terhadap pertumbuhan tumbuhan. Kondisi yang lembab banyak air yang
dapat diserap oleh tumbuhan dan lebih sedikit penguapan. Kondisi ini sangat mempengaruhi
sekali terhadap pemanjangan sel. Kelembapan juga penting untuk mempertahankan stabilitas
bentuk sel.

e. Tanah
Bagi tumbuhan, tanah berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangannya. Tumbuhan
akan tumbuh dan berkembang dengan optimal bila kondisi tanah tempat hidupnya sesuai
dengan kebutuhan nutrisi dan unsur hara. Kondisi tanah ditentukan oleh faktor lingkungan
lain, misalnya suhu, kandungan mineral, dan air.

2 3
2 3
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
2 3
Pertumbuhan Dan Perkembangan
Biologi Kelas 2 > Pertumbuhan Dan Perkembangan 2 3
55
< Sebelum Sesudah >

A. Faktor Luar

1. Air dan Mineral ⇒ berpengaruh pada pertumbuhan tajuk 2 akar.


Diferensiasi salah satu unsur hara atau lebih akan menghambat atau
menyebabkan pertumbuhan tak normal.

2. Kelembaban.

3. Suhu ⇒ di antaranya mempengaruhi kerja enzim. Suhu ideal yang


diperlukan untuk pertumbuhan yang paling baik adalah suhu optimum,
yang berbeda untuk tiap jenis tumbuhan.

4. Cahaya ⇒ mempengaruhi fotosintesis. Secara umum merupakan faktor


penghambat.
Etiolasi adalah pertumbuhan yang sangat cepat di tempat yang gelap
Fotoperiodisme adalah respon tumbuhan terhadap intensitas cahaya
dan panjang penyinaran.
B. Faktor Dalam

1. Faktor hereditas.
2. Hormon.

a. Auksin
adalah senyawa asam indol asetat (IAA) yang dihasilkan di ujung
meristem apikal (ujung akar dan batang). F.W. Went (1928)
pertama kali menemukan auksin pada ujung koleoptil kecambah
gandum Avena sativa.
- membantu perkecambahan
- dominasi apikal
b. Giberelin
Senyawa ini dihasilkan oleh jamur Giberella fujikuroi atau Fusarium
moniliformae, ditemukan oleh F. Kurusawa.
Fungsi giberelin :
- pemanjangan tumbuhan
- berperan dalam partenokarpi
c. Sitokinin
Pertama kali ditemukan pada tembakau. Hormon ini merangsang
pembelahan sel.
d. Gas etilen
Banyak ditemukan pada buah yang sudah tua
e. Asam absiat
f. Florigen
g. Kalin
Hormon pertumbuhan organ, terdiri dari :
- Rhizokalin
- Kaulokali
- Filokalin
- Antokalin
h. Asam traumalin atau kambium luka
Merangsang pembelahan sel di daerah luka sebagai mekanisme
untuk menutupi luka

Gbr. a. Distribusi Auksin pada Kecambah


b. Pertumbuhan Ujung Akar dan Ujung Batang

< Sebelum Sesudah >


copyright® praweda internet solution division
PT. Praweda Ciptakarsa Informatika
www.praweda.co.id

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK DALAM


MASA PUBERTAS
• View
• clicks

Posted April 28th, 2008 by MUHAMMAD SAUFI

• Psikologi Umum

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK


DALAM MASA PUBERTAS

HAKEKAT PERKEMBANGAN
Kalau kita memperlihatkan segala sesuatu yang ada di sekitar kita, baik kehidupan manusia,
binatang, flora, fauna maupun benda-benda anorganing, kita akan melihat satu hal yang abadi,
yaitu selalu adanya perubahan.
Semuanya berubah, tidak satupun yang abadi kecuali ketidak abadian itu sendiri. Demikian
pula halnya dengan manusia, yang bermula telur, kemudian melalui gris pertumbuhan : janin,
bayi, kanak-kanak, anak, permuda, adolesen, orang tua dan dengan segala variasinya sendiri.
Menurut irama perkembangannya sendiri-sendiri, tiada dua orang yang sama. Tiada dua orang
yang sama. Tiada seorang ahlipun yang mampu menemukan sesuatu hukum tertentu.
Perkembangan yang dialami manusia adalah perkembangan biologis, yaitu dari telur ke janin,
kemudian menjadi bayi dan seterusnya, kemudian baru secara psikhis.Yang bermula dari
sifatnya yang tidak berdaya.
Secara umum perkembangan manusia selalu dipengaruhi oleh fktor luar dan faktor dalam.
Dalam perkembangan hubungan keluarga juga sangat mendukung perkembangan anak.

1. Ciri-ciri Penting Periode Pubertas


Kata pubertas berasal dari kata latin yang berarti usia menjadi orang, suatu periode dalam
mana anak dipersiapkan untuk mampu menjadi individu yang dapat melaksanakan tugas
biologis berupa melanjutkan keturunannya atau berkembang biak. Perubahan-perubahan
biologis berupa mulai bekerjanya organ-organ reproduktif dan disertaipula oleh perubahan-
perubahan yang bersifat psikologis.
Ciri-ciri utama dan umum periode pubertas :
a. Pubertas merupakan periode transisi dan tumpang tindih. Dikatakan transisi sebab pubertas
berada dalam peralihan antara masa kanak-kanak dengan masa remaja. Dikatakan tumpang
tindih sebab beberapa ciri biologis-psikologis kanak-kanak masih dimiliknya, sementara
beberapa ciri remaja dimilikinyapula.
b. Pubertas merupakan periode terjadinya perubahan yang sangat cepat. Perubahan dari
bentuk tubuh kanak-kanak pada umumnya ke arah bentuk tubuh orang dewasa. Terjadi pula
perubahan sikap dan sifat yang menonjol, terutama terhadap teman sebaya lawan jenis,
terhadap permainan dan anggota keluarga.
2. Pertumbuhan dan Perkembangan Fisik
Secara umum terjadi pertumbuhan dan perkembangan fisik yang sangat pesat dalam masa
pubertas. Tubuhnya mulai menunjukkan mekar-tubuh yang membedakannya dengan tubuh
kanak-kanak. Sebagian ciri pubertas yang dia miliki ditunjukkan dalam sikap, perasaan,
keinginan, dan perbuatan-perbuatan.
Sikapnya yang paling menonjol antara lain sikap tidak tenang dan tidak menentu.
Pertumbuhan dan perkembangan badannya, tumbuh normal, sesuai dengan usianya. Berat
badannya 40 kg, dan tinggi badannya.

3. Pertumbuhan dan perkembangan Biologis – Psikologis Masa Pubertas


a. Ciri-ciri seks primer
Perkembangan organ-organ seks wanita ditandai dengan adanya haid pertama atau
“menarche” yang disertai dengan berbagai perasaan tidak enak bagi yang mengalaminya.
Haid (menstruasi) yang pertama kali dia alami pada usia 9 tahun. Jika dilihat dari usianya saat
ia mengalami menstruasi, ia masih dalam masa kanak-kanak akhir. Cukup mengejutkan
dirinya saat ia mengalami menstruasi pertama, karena usia dan sifatnya yang masih kekanak-
kanakan.

Setelah menstruasi itu ia alami beberapa kali, ia mulai bisa dan mengerti bahwa dirinya telah
tumbuh menjadi seorang remaja. Sedikit demi sedikit dan perlahan demi perlahan ia mulai
bisa meninggalkan kebiasaan sifat kekanak-kanakannya.

b. Ciri-ciri seks sekunder


Gejala yang mulai ditunjukkan dari dirinya yaitu :
- Pinggul yang membesar dan membulat
- Dada yang semakin nampak menonjol
- Tumbuhnya rambuh di daerah kelamin, ketiak, lengan dan kaki
- Perubahan suara dari suara kanak-kanak menjadi lebih merdu (melodius)
- Kelenjar keringat lebih aktif dan sering tumbuh jerawat
- Kulit menjadi lebih besar dibanding kulit anak-anak.

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PADA HEWAN

Pertumbuhan dan perkembangan pada hewan termasuk manusia dapat dibedakan menjadi dua
fase utama, yaitu pertumbuhan dan perkembangan embrionik serta pertumbuhan dan
perkembangan pasca embrionik.

Pertumbuhan dan Perkembangan Embrionik Pertumbuhan dan perkembangan embrionik


adalah pertumbuhan dan perkembangan selama masa embrio.

Pertumbuhan dan perkembangan masa embrio melalui suatu tahap tertentu yang sistematik
dan teratur.

Pertumbuhan dan perkembangan embrionik diawali dengan pertemuan sel telur (ovum)
dengan sperma sehingga menghasilkan sebuah sel yang disebut zigot. Zigot selanjutnya
mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan melalui tahap-tahap yaitu pembelahan
zigot, gastrulasi, dan
organogenesis.

Pembelahan zigot. Zigot akan mengalami pembelahan secara mitosis, yaitu dari satu sel
menjadi dua sel, dua sel menjadi empat sel, empat sel menjadi delapan sel, dst.

Pembelahan zigot menjadi sel-sel anak disebut cleavage. Pembelahan sel tersebut berlangsung
cepat dan akan menghsilkan selsel anak yang tetap terkumpul menjadi satu kesatuan yang
menyerupai buah anggur yang disebut morula. Dalam pertumbuhan selanjutnya morula akan
menjadi blastula
yang memiliki suatu rongga. Proses pembentukan morula menjadi blastula disebut blastulasi.

Gastrulasi. Dalam pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya, blastula akan menjadi


gastrula, proses pembentukan gastrula disebut gastrulasi. Pada bentuk gastrula ini, embrio
telah terbentuk menjadi tiga lapisan embrionik, yaitu lapisan bagian luar (ektoderm), lapisan
bagian tengah
(mesoderm), dan lapisan bagian dalam (endoderm). Dalam perkembangan berikutnya lapisan
embrionik akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan menghasilkan berbagai organ
tubuh.

Organogenesis . organogenesis merupakan proses pembentukan alat-alat tubuh atau organ


seperti otak, jantung, paru-paru, ginjal, hati, dsb. Organ-organ tersebut merupakan
perkembangan lebih lanjut dari ketiga lapisan embrionik yang terbentuk saat gastrulasi.

Ektoderm mengalami diferensiasi menjadi kulit, rambut, sistem saraf, dan alat-alat indra.

Mesoderm mengalami diferensiasi menjadi otot, rangka, alat reproduksi (seperti testis dan
ovarium), alat peredaran darah, dan alat ekskresi seperti ginjal. Endoderm mengalami
diferensiasi menjadi alat pencernaan, dan alat-alat pernapasan seperti paru-paru.

Pada mamalia embrio memiliki selaput embrio, yaitu amnion, korion, sakus vitelinus, dan
alantois. Selaput embrio melindungi embrio terhadap kekeringan , goncangan, membantu
pernapasan, ekskresi serta fungsi penting lainnya selama berada di rahim induknya. Embrio
mendapat makan dari
induknya dengan perantaraan plasenta. Lama pertumbuhan dan perkembangan embrio
berbeda pada setiap jenis hewan.

Pertumbuhan dan perkembangan pasca Embrionik. Pertumbuhan dan perkembangan pasca


embrionik adalah pertumbuhan dan perkembangan setelah masa embrio. Pada masa ini
pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi terutama penyempurnaan alatalat reproduksi
(alat-alat kelamin). Pada manusia perkembangan kemampuan reproduksai ditandai dengan
penampakan sifat-sifat seks sekunder. Pada laki-laki sifatsifat seks sekunder seperti suara
yang
membesar, tumbuh cambang, kumis, dan otot-otot tampak kekar. Sedangkan pada perempuan
misalnya tumbuh payudara. Selain itu pada masa ini biasanya hanya terjadi peningkatan
ukuran bagian-bagian tubuh saja.

Tetapi tidak semua bagian tubuh mengalami pertumbuhan dan perkembangan dengan
kecepatan yang sama, tetapi membentuk ukuran tertentu yang proporsional. Pada hewan
tertentu sebelum tumbuh menjadi hewan dewasa, membentuk tahap larva terlebih dahulu.
Pertumbuhan dan
perkembangan pasca embrionik yang melalui tahap larva dikenal dengan nama Metamorfosis.
Contoh hewan yang mengalami metamorfosis adalah: serangga dan katak.

METAMORFOSIS PADA SERANGGA DAN KATAK

Metamorfosis adalah perubahan bentuk tubuh yang dialami oleh hewan (misalnya serangga
dan katak) dari tahap larva hingga mencapai bentuk dewasa.

Metamorfosis pada Serangga Pada beberapa serangga seperti kupu-kupu. Lalat, nyamuk,
lebah, dan kumbang bentuk larva dan dewasa sering hampir tidaka ada kemiripan. Sedangkan
pada beberapa serangga lainya seperti belalang, lipas (kecoa) dan jangkrik, bentuk larva
(nimfa) mirip
bentuk dewasa. Pada proses metamorfosis terjadi proses fisik, pergantian kulit yang disebut
molting. Pada serangga biasanya mengalami empat kali molting. Pada proses ini terjadi
pembentukan kulit baru dan membentuk alat-alat tubuh yang diperlukan menjelng dewasa.
Pada bentuk dewasa
(imago) telah terjadi perkembangan organ reproduksi sehingga sudah mampu untuk
bereproduksi.

Berdasarkan kemiripan bentuk larva ,metamorfosis pada serangga dibedakan menjadi dua ,
yaitu metamorfosis sempurna dan metamorfosis tidak sempurna. Metamorfosis sempurna
(holometabola).
Pada metamorfosis sempurna, serangga dalam daur hidupnya mengalami perubahanperubahan
yang mencolok pada bentuk luar dan organ-organ tubuh dari berbagai stadiumnya. Bentuk
larva dan dewasa serangga kelompok ini tidak ada kemiripannya.

Pada metamorfosis sempurna perubahan bentuk yang terjadi adalah :

Telur menetas menjadi larva . larva umumnya mengalami molting empat kali sehingga
terbentuk larva stadium satu hingga larva stadium empat. Pada tahap larva umumnya serangga
sangat aktif makan . larva stadium empat berubah menjadi pupa (kepompong).

Pada tahap pupa tidak aktif makan (periode puasa), tetapi proses metabolisme tetap terus
berlangsung. Setelah mengalami pertumbuhan dan pembelahan sel , diferensiasi dan
orgagenesis, maka pupa akan berubah menjadi serangga dewasa (imago).

Selama metamorfosis terjadi pengulangan proses seperti halnya pada pertumbuhan dan
perkembangan embrionik hingga akhirnya larva berubah menjadi bentuk dewasa.
Contoh serangga yang mengalami metamorfosis sempurna adalah kupu-kupu, lalat, nyamuk,
lebah, dan kumbang.

Metamorfosis tidak sempurna (heterometabola).

Pada metamorfosis tidak sempurna serangga mengalami bentuk dari telur menjadi dewasa
yang tidak mencolok dalam daur hidupnya. Bentuk larva atau pra dewasanya disebut nimfa.
Nimfa memiliki kemiripan dengan bentuk dewasa (imago), kecuali organ reproduksi dan
sayap. Organ reproduksi pada nimpa belum berkembang, baru setelah dewasa organ
reproduksinya berkembang dan serangga dapat bereproduksi. Pada metamorfosis tidak
sempurna tidak terbentuk tahap pupa (kepompong).
Pada metamorfosis tidak sempurna perubahan bentuk yang terjadi adalah :

contoh hewan yang mengalami metamorfosis tidak sempurna antara lain: belalang, lipas
(kecoa), dan jangkrik.

Metamorfosis pada katak Katak merupakan golongan hewan amfibi, yaitu memiliki dua alam
kehidupan di darat dan di air.

Pertumbuhan dan perkembangan pada katak di awali dengan dengan pembuahan sel telur
oleh sperma . sel telur yang dibuahi olehsperma akan membentuk zigot. Pembuahan ini terjadi
diluar tubuh betina (fertilisasi eksternal), yaitu dilingkungan air. Zigot berkembang menjadi
embrio dalam beberapa tahap yaitu morula, blastula, dan gastrula.

Morula terbentuk setelah 3 – 7 jam setelah pembuahan, blastula terbentuk 18 jam setelah
pembuahan, dan gastrula terbentuk 34 jam setelah pembuahan. Setelah kurang lebih 84 jam ,
tampak adanya ekor. Beberapa hari kemudian kurang lebih enam hari , embrio menetas
menjadi larva yang disebut berudu (kecebong). Semula berudu mempunyai tiga pasang insang
luar. Dalam
perkembangan selanjutnya setelah sembilan hari insang luar berganti dengan insang dalam.
Sesudah kurang lebih 12 hari terbentuk tutup insang dan tungkai belakang tampak setelah
kurang lebih dua sampai tiga bulan. Berudu hidup di lingkungan air dan bersifat herbivora.

Setelah berumur kurang lebih 3 bulan atau lebih (tergantung pada spesies dan suhu yang
sesuai), berudu mengalami metamorfosis. Perkembangan organ selanjutnya adalah paruparu
mulai tumbuh dan berkembang, usus menjadi lebih pendek, insang mengalami kemunduran,
dan akhirnya berudu
berkembang menjadi katak. Katak hidup di lingkungan darat dan bersifat insektivora.

Setelah berumur satu tahun atau lebih , katak berkembang menjadi dewasa. Pada katak
dewasaa organ reproduksinya telah berkembang dan dapat bereproduksi.

Metagenesis pada Tumbuhan dan Hewan Metagenesis merupakan pergiliran daur hidup
antara generasi yang bereproduksi secara seksual dan generasi lainnya yang bereproduksi
secara aseksual.
Metagenesis pada Tumbuhan Metagenesis pada tumbuhan dapat kita lihat pada tumbuhan
lumut dan paku. Lumut dan paku mempunyai generasi seksual (generatif) yang disebut
generasi gametofit dan generasi aseksual (vegetatif) yang disebut generasi sporofit.

Tumbuhan lumut yang sering kita lihat merupakan generasi gametofit. Generasi sporofitnya
tergantung pada gametofit untuk memperoleh nutrisi. Sedangkan tumbuhan paku yang sering
kita lihat merupakan generasi sporofit. Generasi gametofitnya yaitu protalium.

Facebook © 2009
Menjadi abid sebenar-benarnya Abied

• Beranda
• Artikel
• Buku Tamu
• Tentang Abied

Beranda > Budaya, Cerita, Hidup > Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


30 Oktober 2009 Abied Tinggalkan komentar Go to comments

A. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan

Istilah pertumbuhan dan perkembangan sering digunakan secara bergantian atau secara
bersama dalam arti yang sama. Namun demikian, sebenarnya mempunyai pengertian yang
berbeda, walaupun keduanya mempunyai aspek yang sama, yaitu terjadinya perubahan dan
pertambahan. Untuk jelasnya dapat kita lihat beberapa definisi yang dikemukakan para ahli.

Dr. Kartini Kartono mengemukakan bahwa:

Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses fungsi-fungsi fisik
yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat, dalam passage (peredaran waktu)
tertentu.[1]

Drs. Muhiddin Syah mengemukakan bahwa:

“Pertumbuhan berarti perubahan-perubahan kualitatif yang mengacu pada jumlah, besar dan
luas yang bersifat konkret.”.[2]

Drs. H. Abu Ahmadi, mengemukakan bahwa:

Pertumbuhan dapat diartikan sebagai perubahan kuantitatif pada material sesuatu sebagai
akibat dari adanya pengaruh lingkungan . . . , Pertumbuhan

itu tidak hanya berlaku pada hal-hal yang bersifat kuantitatif, karena tidak selamanya material
itu kuantitatif. Material dapat terdiri dari bahan-bahan kuantitatif misalnya atom, sel,
kromosan, rambut dan lain-lain, dapat pula material terdiri dari bahan-bahan kualitatif
misalnya kesan, keinginan, ide, gagasan, pengetahuan, nilai, dan lain-lain.[3]
Dari uraian di atas, dapatlah kita rumuskan arti pertumbuhan sebagai perubahan kuantitatif
pada material pribadi sebagai akibat dari adanya pengaruh lingkungan. Material pribadi
seperti sel, kromoson, rambut, butiran darah, tulang, adalah tidak dapat dikatakan
berkembang, melainkan bertumbuh. Begitu juga material pribadi seperti kesan, keinginan,
ide, pengetahuan, nilai, selama tidak dihubungkan dengan fungsinya. Jadi pertumbuhan
meliputi pertambahan material, baik yang pertumbuhan yang bersifat kuantitatif maupun yang
bersifat kualitatif, sepanjang tidak berhubungan dengan fungsinya.

Selanjutnya untuk pengertian perkembangan, dapat kita lihat dari definisi yang dikemukakan
oleh para ahli sebagai berikut:

Drs. Tadjad mengemukakan bahwa:

“Perkembangan adalah perubahan dan pertambahan yang bersifat kualitatif dari setiap fungsi-
fungsi kejiwaan dan kepribadian”.[4]

Sejalan dengan itu Drs. Muhiddin Syam mengemukakan bahwa:

Perkembangan ialah proses perubahan kualitatif yang mengacu pada mutu

fungsi organ-organ jasmaniah, bukan organ-organ jasmaniahnya itu sendiri. Dengan kata lain,
perekanan arti perkembangan itu terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis yang
disandang oleh organ-organ fisik.[5]

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perkembangan itu adalah perubahan dan
pertambahan kualitatif daripada setiap fungsi disebabkan adanya proses pertumbuhan material
yang memungkinkan adanya fungsi itu, di samping itu juga disebabkan oleh karena
perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar. Jadi kita dapat merumuskan pengertian
perkembangan pribadi sebagai perubahan kualitatif dari setiap fungsi kepribadian akibat dari
pertumbuhan dan belajar.

Dari beberapa pengertian pertumbuhan dan perkembangan yang telah dikemukakan di atas,
dapat kita simpulkan bahwa pertumbuhan mengandung arti yang berbeda dengan pribadi yang
berkembang. Dalam pribadi manusia, baik yang jasmaniah maupun yang rohaniah, terdapat
dua bagian yang berbeda sebagai kondisi yang menjadikan pribadi manusia berubah menuju
kesempurnaan. Dua bagian yang kuantitatif dan bagian pribadi fungsional yang kualitatif.
Pribadi material yang kuantitatif mengalami pertumbuhan, sedangkan pribadi fungsional yang
kuantitatif mengalami perkembangan.

B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Setelah membahas pengertian pertumbuhan dan perkembangan di atas, kita akan membahas
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan seorang anak,
memang tidak dapat dihindari adanya beberapa faktor yang mempengaruhi organ tubuh anak,
antara lain:
1. Faktor sebelum lahir, yaitu adanya gejala-gejala tertentu yang terjadi sewaktu anak
masih di dalam kandungan. Contoh: Adanya gejala kurungan nutrisi pada ibu atau
janin, terkena infeksi oleh bakteri syphilis, dan lain-lain.
2. Faktor pada waktu lahir, yaitu terjadinya gangguan pada saat anak dilahirkan. Contoh:
Dinding rahim terlalu sempit hingga terjadi tekanan yang kuat dan mengakibatkan
pendarahan pada kepala, dan lain-lain.
3. Faktor sesudah lahir, yaitu peristriwa-peristiwa tertentu yang terjadi setelah anak lahir,
terkadang menimbulkan terhambatnya peertumbuhan anak. Contoh: Kekurangan gizi
atau vitamin, adanya benturan di kepala, dan lain-lain.
4. Faktor psikologis, yaitu adanya kejadian-kejadian tertentu yang menghambat
berfungsinya psikis terutama yang menyangkut perkembangan intelegensi dan emosi
anak yang berdampak pada proses pertumbuhan anak. Contoh: Kurangnya perawatan
jasmani, atau rohani, kurangnya kasih sayang dan perhatian, dan lain sebagainya.[6]

Jadi pada dasarnya peertumbuhan anak sangat dipengaruhi oleh keempat faktor di atas,
kekurangan nutrisi pada ibu atau janin, perdarahan di bagian kepala yang disebabkan oleh
tekanan dari dinding rahim waktu dilahirkan, ataupun pengalaman traumatik karena terjatuh,
dapat menyebabkan

pertumbuhan bayi dan anak menjadi terganggu.

Di samping itu dapat kita lihat, bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu dari golongan sosial
ekonomis yang rendah pada umumnya tumbuh lebih kecil daripada bayi yang dilahirkan oleh
ibu-ibu dari kelas menengah dan tinggi. Hal ini disebabkan karena kekurangan gizi dan
kurang sempurnanya perawatan kesehatan.

Sedangkan faktor yang mempengaruhi perkembangan seorang anak, menurut Kartini


Kartono, antara lain:

1. Faktor herediter (warisan sejak lahir), bawaan).


2. Faktor lingkungan, yang menguntungkan atau yang merugikan.
3. Kematangan fungsi-fungsi organis dan fungsi-fungsi psikis.
4. Aktivitas anak sebagai subyek bebas yang berkemauan, kemampuan sosial, bisa
menolak atau menyetujui, punya emosi, serta usaha membangun diri sendiri.[7]

Setiap gejala perkembangan anak merupakan hasil kerjasama dan pengaruh timbal balik
antara potensi hereditas dengan faktor-faktor lingkungan. Oleh karena itu bakat dan potensi
anak patut diperhitungkan. Perkembangan setiap anak pada batas tertentu sangat ditentukan
oleh bibit dari setiap potensi psiko-psiko anak. Dan kualitas alami tersebut mempengaruhi
cara bereaksi atau respon anak terhadap segala pengaruh dari lingkungan.

Kualitas-kualitas bawaan akan tampak pada penampakan ciri-ciri fisik

yang karaktereistik, misalnya: penampakantubuh, warna rambut, bentuk hidung, dan lain-
lain. Hal ini juga tampak pada ciri-ciri psikis yang ber-karakteristik, misalnya: kecverdasan
atau intelegensi, ketekunan, minat, dan lain-lain.
Pertumbuhan dan perkembangan anak kemudian diikuti dengan usaha belajar. Dan setiap
pengalaman anak sejak masa lahirnya akan cenderung mendorong maju perkembangannya.
Jelaslah bahwa impuls untuk tumbuh dan berkembang pada anak itu sangat kuat. Implus ini
dimanfaatkan oleh anak untuk mencoba setiap bakat dan kemampuannya, dengan caranya
sendiri. Oleh karena itulah maka anak disebut sebagai subyek yang aktif.

Menurut Tadjad pada garis besarnya ada dua faktor yang mempengaruhi terjadinya
pertumbuhan dan perkembangan pada seorang anak, yaitu:

1. Faktor intern, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri anak, yang berasal dari
keturunan dan pembawaan.
2. Faktor ekstern, yaitu faktor yang berasal dari luar diri anak, yang berasal dari
pengalaman dan interaksinya dengan lingkungan.[8]

Pada dasarnya, faktor-faktor tersebut di atas sama dengan yang dijelaskan sebelumnya, yaitu
bahwa faktor keturunan atau pembawaan dari anak dan juga faktor dari lingkungan
sekitarnya sangan mempengaruhi proses

pertumbuhandan perkembangannya, tidak terlepas dari pembawaan dan lingkungannya.

C. Teori Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Suatu sistem pengertian atau konseptualisasi yang diorganisasikan secara logis, dan diperoleh
melalui jalan (pendekatan) yang sistematis, biasanya disebut sebagai teori. Adapun yang
menyangkut teori-teori tentang pertumbuhan dan perkembangan anak dari para ahli sangat
beragam. Menurut Tadjad ada tiga teori tentang pertumbuhan dan perkembangan seorang
anak, yaitu:

1. Teori Nativisme, berpendapat bahwa sejak lahir anak telah memiliki sifat dan dasar-
dasar tertentu, yang bersifat pembawaan atau keturunan. Sifat-sifat dan dasar-dasar
tertentu inilah yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak sepenuhnya.
Sedangkan pendidikan dan lingkungan boleh dikatakan tidak berarti, kecuali sebagai
wadah dan memberikan rangsangan saja.
2. Teori Empirisme, berpendapat bahwa anak dilahirkan tidak membawa apa-apa.
Seluruh pertumbuhan dan perkembangan semata ditentukan oleh faktor di luar, yaitu
lingkungan, pengalaman dan pendidikan yang diterimanya.
3. Teori Konvergensi, berpendapat bahwa pertumbuhan dan perkembangan anak itu
adalah sebagai akibat interaksi antara faktor intern dan ekstern. Anak dilahirkan
dengan membawa sifat-sifat dasar atau benih-benih tertentu yang berasal dari
keturunan (herediter), namun sifat dasar benih tersebut baru bisa tumbuh dan
berkembang setelah mendapatkan pengaruh dari lingkungan dan pendidikan yang
tepat.[9]

Selain dari teori yang telah disebutkan di atas, Drs. H. Abu Ahmadi menuliskan dalam
bukunya beberapa teori perkembangan anak sebagai berikut:
1. Teori Empirisme

Teori Empirisme, berpendapat bahwa pada dasarnya anak lahir di dunia, perkembangannya
ditentukan oleh adanya pengaruh dari luar, termasuk pendidikan dan pengajaran.
Dianggapnya anak lahir dalam kondisi kosong, putih bersih seperti meja lilin (tabularasa),
maka pengalaman (empiris) anaklah yang bakal menentukan corak dan bentuk perkembangan
jiwa anak. Dengan demikian menurut teori ini, pendidikan atau pengajaran anak pasti
berhasil membentuk perkembangan atau pengajaran anak pasti berhasil membentuk
perkembangannya. Teori ini biasa juga dikenal sebagai:

1. Teori Optimisme (paedagogik optimisme) dengan alasan karena teori ini sangat yakin
dan optimis akan keberhasilan upaya pendidikan dalam membina kepribadian anak.
2. Teori yang berorientasi lingkungan, karena lingkungan lebih banyak menentukan
corak perkembangan anak.
3. Teori Tabularasa, karena faham ini mengibaratkan anak lahir dalam kondisi putih
bersih seperti meja lilin (tabula/table: meja, rasa, lilin).
1. 2. Teori Nativisme
2. Teori Nativisme mengemukakan bahwa anak lahir telah dilengkapi pemba-
3. pembawaan bakat alami (kodrat). Dan pembawaan inilah yang akan
menentukan wujud kepribadian seorang anak. Pengaruh lain dari luar tidak
akan mampu merubah pemba2waan anak. Dengan demikian, maka pendidikan
bagi anak adalah sia-sia tidak perlu dihiraukan. Tokoh utamanya adalah
Shopenhauer dari Jerman
4. Teori Passimisme (paedagogik passimisme), karena teori ini menolakdan
pasimis terhadap pengaruh dari luar.
5. Teori Biologis, karena teori ini menitikberatkan faktor biologis, faktor
keturunan (genetic) dan keadaan psikofisik yang dibawa sejak lahir.
1. 3. Teori Konvergensi.

Teori ini berpendapat bahwa perkembangan jiwa anak lebih banyak ditentukan oleh dua
faktor yang saling menopang, yakni faktor bakat dan faktor pengaruh lingkungan. Keduanya
tidak dapat dipisahkan, seolah-olah memadu dan bertemu dalam satu titik (converge). Di sini
dapat dipahami bahwa kepribadian seorang anak akan terbentuk dengan baik apabila dibina
oleh suatu pendidikan (pengalaman) yang baik serta ditopang oleh bakat yang merupakan
pembawaan lahir. Tokoh utama yang mempelajari teori ini adalah sepasang suami isteri
Williams Stern dan clara Stern.

4. Teori Rekapitulasi

Rekapitulasi berarti ulangan, yang dimaksudkan di sini adalah bahwa

perkembangan jiwa anak adalah merupakan hasil ulangan dari perkembangan seluruh jenis
manusia. Disimpulkan bahwa seorang manusia akan mengalami tingkatan masa sebagai
berikut:

1. Masa berburu (merampok) sampai umur kurang lebih 8 tahun, rupa kegiatannya antara
lain menangkap binatang.
2. Masa penggembala, umur 8 – 10 tahun seorang anak senang memelihara binatang,
ikan, kambing dan lain-lain.
3. Masa bertani, umur 10 – 12 tahun anak suka berkebun memelihara dan menanam
tanaman, bunga dan lain-lain…
4. Masa berdagang, umur kurang lebih 12- 14 tahun anak gemar bermain pasar-pasaran,
tukar-menukar perangko, tukar gambar, dan lain-lain.
5. Masa industri, umur 14 tahun ke atas anak mulai mencoba berkarya sendiri, membuat
mainan, membuat kandang merpati, dan lain-lain.

Pernyataan terkenal dari teori ini adalah onogenese recapitulatie philogenesa (perkembangan
suatu jenis makhluk adalah mengulangi perkembangan seluruhnya). Tokoh utama teori ini
adalah Haekal yang kemudian diikuti oleh Stanley Hall.

5. Teori Psikodinamika

Teori ini berpendapat bahwa perkembangan jiwa atau kepribadian seseorang ditentukan oleh
komponen dasar yang bersifat sosioafektif, yakni ketegangan yang ada di dalam diri seseorang
ikut menentukan dinamika di tengah-tengah lingkungannya. Maka teori ini pun menekankan
pada peranan lingkungan di dalam perkembangan anak. Yang termasuk pendukung teori ini
adalah K. Homey, E. From dan juga Sigmund Freud.

6. Teori Kemungkinan Berkembang

1. Anak adalah makhluk manusia yang hidup


2. Waktu dilahirkan anak dalam kondisi tidak berdaya, sehingga membutuhkan
perlindungan.
3. Dalam perkembangannya, anak melakukan kegiatan yang bersifat pasif (menerima)
dan aktif (eksplorasi).

Yang menyampaikan teori ini adalah salah seorang ilmuan dari Belanda yaitu Dr. M.J.
Langeveld.

7. Teori Interaksionisme

Menurut teori ini perkembangan jiwa atau perilaku anak banyak ditentukan oleh adanya
dialektif dengan lingkungannya. Maksudnya, adalah bahwa perkembangan kognitif seorang
anak bukan merupakan perkembanan yang wajar, melainkan ditentukan oleh interaksi budaya.
Pengaruh yang datang dari pengalaman dalam berinteraksi budaya, serta dari penanaman
nilai-nilai lewat pendidikan (disebut transmisial) itu diharapkan mencapai suatu stadium yang
disebut ekulibrasi, yakni keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi

pada diri anak.[10]

Dalam ajaran Islam, sifat dasar yang berasal dari keturunan tersebut biasa disebut fitrah. Atas
dasar fitrah itulah manusia diciptakan (ditumbuh- kembangkan). Namun merupakan tugas
pendidik dan orang tua untuk mengajar, mendidik dan mengarahkan pertumbuhan dan
perkembangan potensi dari fitrah tersebut agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik
dan sempurna.
[1]Kartini Kartono, Psikologi Anak Psikologi Perkembangan (Cet. V; Bandung: Mandar
Maju, 1995), h. 18.

[2]Muhiddin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru (Cet. I; Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1995), h. 41.

[3]H. Abu Ahmadi, Munawar Sholeh, Psikologi Pengembangan (Cet. I; Jakarta: Rineka
Cipta, 1991), h. 5.

[4]Tadjad, Ilmu Jiwa Pendidikan (Cet. I; Surabaya: Karya Abditama, 1994), h. 19.

[5]Muhiddin Syah, loc. cit.

[6]H. Abu Ahmadi, op. cit., h. 31.

[7]Kartini Kartono, op. cit., h. 21.

[8]Tadjad, op. cit., h. 20.

[9]Ibid., h. 20-21.

[10]Disadur dari H. Abu Ahmadi, op. cit., h. 20.

SURAT PERMINTAAN PEMBAYARAN

Tanggal : Nomor : /DIPA/2009


Sifat Pembayaran : Pembayaran Uang Persediaan (UP)
Jenis Pembyaran :

1. Departemen /Lembaga : AGAMA 7. Kegiatan : Pengelolaan dan


Peny. NR
2. Unit organisasi : DEP. AGAMA 8. Kode Kegiatan : 0118
3. Lokasi : BLORA 9. Kode Fungsi : 09.01.01
4. Kantor/Satuan kerja : KUA Kec. Sambong Sub Fungsi Prog.
5. Tempat : Sambong 10. Kewenangan : Kantor Daerah
Pelaksana
6. Alamat : Jl. Cepu Km. 5 Blora

KEPADA
Yth. Kantor Departemen Agama Kabupaten Blora
Cq. Kasi Urais
Di Blora
Berdasarkan DIPA Kantor DepartemenAgama Kabupaten Blora Nomor : 0018.0/25-
01/2/XIII/2009 tanggal 19 Agustus 2009, bersama ini kami ajukan permintaan pembayaran
sebagai berikut :
1. Jumlah Pembayaran yangdiminta : 1) dengan angka Rp. 2.073.600,00
2) dengan huruf ( Dua Juta Tujuh Puluh
Tiga ribu Enam Ratus Rupiah )
2. Untuk Keperluan :Biaya Pengolahan dan Penyelenggaraan NR di
Kantor Departemen AgamaKabupaten Blora
dan KUA Kecamatan Sambong
3. Jenis Belanja : Belanja Barang Operasional Lainnya (521119)
4. Atas Nama : Bendahara Pengeluaran Kandepag Kabupaten
Blora
5. Atas Nama : Jl. Dr. Sutomo No. 48 Blora 58211
6. Mempunyai Rekening : Pada Bank ……………--……………
Nomor Rekening……..--……………
7. Dengan Penjelasan : NPWP………………...--……………
No. KEGIATAN,SUB PAGU SPP SPP JUMLAH SISA
UR KEGIATAN DAN DALAM SAMPAI INI SAMPAI DANA
UT MAK DIPA DGN YG (Rp.) DGN SPP
BERSANGKUTAN ( Rp.) LALU INI (Rp.)
(Rp.)
1 2 3 4 5 6 7
1. 09.01.01.3315.0118.52 - - 2.073. 2.073.600 -
1119 600
JUMLAH

Hubungan Tingkat Kecerdasan, Motivasi Berprestasi &


Kebiasaan Belajar Matematika Siswa dg Prestasi Belajar
Matematika Siswa SMA
• View
• clicks

Posted May 26th, 2008 by nedi

• Pendidikan Matematika

abstraks:

Mulyani. Hubungan Antara Tingkat Kecerdasan, Motivasi berprestasi, dan


Kebiasaan Belajar Matematika Siswa dengan Prestasi Belajar Matematika Siswa
Semester 1 Kelas XI IPA A SMA Negeri 6 Kota Bengkulu. Skripsi S1, Program studi
Matematika-PMIPA-FKIP-UNIB. Pembimbing (I) Drs. Rusdi, M.Pd., Pembimbing (II)
Dra. Sri Saparahayuningsih, M.Pd.
Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui hubungan antara tingkat
kecerdasan dengan prestasi belajar matematika (2) Untuk mengetahui hubungan antara
motivasi berprestasi dengan prestasi belajar matematika (3) Untuk mengetahui
hubungan antara kebiasaan belajar dengan prestasi belajar matematika (4) Untuk
mengetahui hubungan antara tingkat kecerdasan, motivasi berprestasi, dan kebiasaan
belajar matematika dengan prestasi belajar matematika siswa semester 1
kelas XI IPA A SMA Negeri 6 kota Bengkulu. Jumlah sampel dalam penelitian ni
sebanyak 40 orang siswa.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelatif sehingga data
dianalisa untuk mendeskripsikan hubungan antara tingkat kecerdasan, motivasi
berprestasi, dan kebiasaan belajar matematika dengan prestasi belajar matematika
siswa. Instrumen pengambilan data menggunakan dokumentasi dan angket, dan
dianalisa menggunakan regresi dan korelasi linier sederhana, serta regresi dan korelasi
linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara : (1) tingkat kecerdasan dengan prestasi belajar matematika siswa,
(2) motivasi berprestasi dengan prestasi belajar matematika siswa, (3) kebiasaan belajar
dengan prestasi belajar matematika siswa (4) tingkat kecerdasan, motivasi berprestasi
dan kebiasaan belajar matematika dengan prestasi belajar matematika siswa.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara (Anonim, 2003: 3).
Penyempurnaan kurikulum harus mengacu pada undang-undang tersebut.
Kurikulum 2004 bertujuan untuk mewujudkan peningkatan mutu dan relevansi
pendidikan yang dilakukan secara menyeluruh mencakup pengembangan dimensi
manusia Indonesia seutuhnya. Dalam kurikulum ini diberlakukan standar nasional
pendidikan yang berkenaan dengan standar isi, proses dan kompetensi lulusan
(Depdiknas, 2003: 3).
Matematika disebut sebagai ratunya ilmu. Jadi matematika merupakan kunci
utama dari pengetahuan-pengetahuan lain yang dipelajari di sekolah. Tujuan dari
pendidikan matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah
menekankan pada penataan nalar dan pembentukan kepribadian (sikap) siswa agar
dapat menerapkan atau menggunakan matematika dalam kehidupannya (Soedjadi,
2000: 42). Dengan demikian matematika menjadi mata pelajaran yang sangat
penting dalam pendidikan dan wajib dipelajari pada setiap jenjang pendidikan.
Setiap individu mempunyai pandangan yang berbeda tentang pelajaran
matematika. Ada yang memandang matematika sebagai mata pelajaran yang
menyenangkan dan ada juga yang memandang matematika sebagai pelajaran yang
sulit. Bagi yang menganggap matematika menyenangkan maka akan tumbuh
motivasi dalam diri individu tersebut untuk mempelajari matematika dan optimis
dalam menyelesaikan masalah-masalah yang bersifat menantang dalam pelajaran
matematika. Sebaliknya, bagi yang menganggap matematika sebagai pelajaran yang
sulit, maka individu tersebut akan bersikap pesimis dalam menyelesaikan masalah
matematika dan kurang termotivasi untuk mempelajarinya. Sikap-sikap tersebut
tentunya akan mempengaruhi hasil yang akan mereka capai dalam belajar.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi intelegensi, motivasi,
kebiasaan, kecemasan, minat, dan sebagainya. Sedangkan faktor eksternal meliputi
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, keadaan sosial
ekonomi, dan sebagainya (Ahmadi dan Supriyono, 2004: 138).
Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan tentang kaitan beberapa faktor
internal pada diri siswa dengan hasil yang dicapai oleh siswa. Faktor-faktor internal
tersebut diantaranya adalah faktor intelektif yaitu kecerdasan siswa dan faktor non
intelektif yaitu motivasi berprestasi dan kebiasaan belajar siswa.
Faktor intelektif (kecerdasan) mempunyai pengaruh yang cukup jelas dalam
hal pencapaian hasil belajar. Seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan yang
relatif tinggi cenderung lebih baik prestasi belajarnya dibandingkan dengan seseorang yang
memiliki tingkat kecerdasan yang relatif rendah. Namun demikian,
faktor kecerdasan bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan prestasi yang
akan dicapai siswa.
Faktor non intelektif diantaranya adalah motivasi dan kebiasaan. Motivasi
merupakan faktor yang sangat penting dalam proses belajar guna mencapai prestasi
yang diharapkan. Ini dikarenakan motivasi merupakan pendorong dan penggerak
individu yang dapat menimbulkan dan memberikan arah bagi individu untuk
melakukan aktivitas-aktivitas tertentu untuk mencapai tujuannya. Standar nilai baik
nilai ketuntasan belajar maupun kelulusan yang ditetapkan secara nasional yang
harus dicapai oleh siswa dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar dan
berprestasi. Serta membuat siswa tertuntut untuk mengubah kebiasaan belajarnya
ke arah yang lebih baik.
Kebiasaan belajar merupakan pola belajar yang ada pada diri siswa yang
bersifat teratur dan otomatis. Kebiasaan bukanlah bawaan sejak lahir, melainkan
kebiasaan itu dapat dibentuk oleh siswa sendiri serta lingkungan pendukungnya.
Suatu tuntutan atau tekad serta cita-cita yang ingin dicapai dapat mendorong
seseorang untuk membiasakan dirinya melakukan sesuatu agar apa yang
diinginkannya tercapai dengan baik. Kebiasaan belajar yang baik akan dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa, sebaliknya kebiasaan belajar yang tidak baik
cenderung menyebabkan prestasi belajar siswa menjadi rendah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang guru bidang studi
matematika, motivasi siswa kelas X pada tahun ajaran 2005/2006 yang sekarang menjadi
kelas XI pada tahun ajaran 2006/2007 dalam belajar matematika secara
umum relatif rendah. Hal ini terlihat dalam hal pengerjaan tugas, jika tidak ada
konsekuensi tugas harus dikumpul maka hanya sebagian kecil saja siswa yang
mengerjakan tugas tersebut. Keadaan tersebut menjadi kebiasaan yang kurang baik
pada diri siswa dalam belajar. Pada kegiatan proses belajar mengajar motivasi siswa
cenderung meningkat apabila mereka diminta mengerjakan tugas yang mereka bisa,
namun akan terjadi hal sebaliknya bila tugas yang diberikan terasa sulit. Adapun
respon siswa dalam kegiatan belajar mengajar tergantung dengan metode yang
digunakan oleh guru. Sementara itu, hasil ujian blok bersama yang diadakan pada
akhir tahun ajaran 2005/2006 menunjukkan tentang ketuntasan belajar matematika
siswa yaitu 70% dari siswa kelas X tahun ajaran 2005/2006 tuntas dan 30% belum
tuntas, sedangkan kriteria keberhasilan adalah 85 % siswa tuntas dalam belajar.
Dari uraian di atas, maka penulis tertarik mengadakan penelitian tentang
‘Hubungan Antara Tingkat Kecerdasan, Motivasi Berprestasi dan Kebiasaan
Belajar Matematika Siswa dengan Prestasi Belajar Matematika Siswa Semester
1 Kelas XI IPA A SMA Negeri 6 Kota Bengkulu’.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan pokok dalam
penelitian ini adalah :
1. Apakah ada hubungan yang signifikan antara tingkat kecerdasan siswa dengan
prestasi belajar matematika siswa semester 1 kelas XI IPA A SMA Negeri 6
kota Bengkulu?
2. Apakah ada hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi siswa
dengan prestasi belajar matematika siswa semester 1 kelas XI IPA A SMA
Negeri 6 kota Bengkulu?
3. Apakah ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan belajar matematika
siswa dengan prestasi belajar matematika siswa semester 1 kelas XI IPA A
SMA Negeri 6 kota Bengkulu?
4. Apakah ada hubungan yang signifikan antara tingkat kecerdasan, motivasi
berprestasi dan kebiasaan belajar matematika siswa dengan prestasi belajar
matematika siswa semester 1 kelas XI IPA A SMA Negeri 6 kota Bengkulu?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang signifikan antara tingkat
kecerdasan siswa dengan prestasi belajar matematika siswa semester 1 kelas XI
IPA A SMA Negeri 6 kota Bengkulu.
2. Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang signifikan antara motivasi
berprestasi siswa dengan prestasi belajar matematika siswa semester 1 kelas XI
IPA A SMA Negeri 6 kota Bengkulu.
3. Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang signifikan antara kebiasaan
belajar matematika siswa dengan prestasi belajar matematika siswa semester 1
kelas XI IPA A SMA Negeri 6 kota Bengkulu.
4. Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang signifikan antara tingkat
kecerdasan, motivasi berprestasi dan kebiasaan belajar matematika siswa dengan prestasi
belajar matematika siswa semester 1 kelas XI IPA A SMA
Negeri 6 kota Bengkulu.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Sumbangan bagi guru matematika tentang hubungan tingkat kecerdasan,
motivasi berprestasi, kebiasaan belajar matematika dengan prestasi belajar
matematika siswa.
2. Memberikan masukan bagi siswa agar termotivasi untuk belajar matematika
dan meningkatkan prestasinya serta mendorong siswa untuk membentuk
kebiasaan belajar matematika yang lebih baik.
3. Dapat menambah pengetahuan peneliti tentang hubungan tingkat kecerdasan,
motivasi berprestasi dan kebiasaan belajar matematika dengan prestasi belajar
matematika.
1.5 Batasan Istilah
1. Kecerdasan (intelegensi) adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah,
berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif.
2. Motivasi berprestasi adalah rangkaian dorongan yang menggerakkan seseorang
untuk melakukan keinginan yang dilandasi adanya tujuan mencapai prestasi
yang baik.
3. Kebiasaan belajar matematika adalah cara belajar matematika yang telah
dilakukan secara rutin dan berulang-ulang yang bersifat teratur dan seragam
serta tetap dengan sendirinya.
4. Prestasi belajar matematika adalah hasil yang dicapai oleh siswa setelah
mengalami proses belajar mengajar matematika yang dinyatakan dalam hasil
tes.

You might also like