Professional Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu aturan Islam yang bersifat individual, adalah mencari kehidupan
dari sumber-sumber yang halal. Islam mengajarkan kepada umatnya agar dalam
mencari nafkah kehidupan, hendaknya menempuh jalan yang halal dan terpuji
dalam pandangan syara`. Pintu-pintu rezeki yang halal terbuka sangat luas, tidak
seperti yang dibayangkan oleh banyak orang awam, bahwa di zaman modern ini
pintu rezeki yang halal sudah tertutup rapat dan tak ada jalan keluar dari sumber
yang haram. Anggapan ini amat keliru dan pessimistik. Tidak masuk akal, Allah
memerintahkan hamba-Nya mencari jalan hidup yang bersih sementara pintu halal
itu sendiri sudah tidak didapatkan lagi. Alasan di atas lebih merupakan hilah
(dalih) untuk menjustifikasi realitas masyarakat kita yang sudah menyimpang jauh
dan menghalalkan segala cara.
Larangan dalam ayat di atas menunjukkan bahwa memakan barang atau harta
orang lain, baik bersifat individu atau harta orang banyak hukumnya haram.
Pelakunya diancam dengan dosa.
Kalau kita amati apa yang berlangsung sekarang, orang menggabungkan ketiga tindak
pidana atau pelanggaran ketentuan ini menjadi satu istilah, KKN. Dalam penggunaanya
ketiga hal ini seolah-oleh telah menjadi satu kata. Saya takut malah sudah menjadi suatu
slogan. Akan tetapi sebagai akibatnya pembahasan mengenai masalahnya sendiri
menjadi tidak fokus, sebagai konsep mengambang, dan secara operasional menyulitkan.
Kalau seseorang dituduh melakukan tindakan KKN, mana sebenarnya yang dituduhkan,
korupsi, kolusi atau nepotisme atau ketiga-tiganya atau dua. Ini tidak jelas. Sebagai suatu
tuduhan politis atau sosial saya kira tidak menjadi masalah, ketiganya merupakan
tindakan tercela yang ingin kita berantas.
Istilah KKN dianggap dimengerti semua orang, tetapi begitu dibahas lebih mendalam,
ternyata orang mempunyai konsep atau definisi yang berbeda satu dengan yang lain.
Tentu diskusi atas dasar konsep yang dikira mempunyai satu arti, padahal tidak, ini dapat
menjadi simpang siur. Ini hampir menjadi jaminan akan tidak adanya program atau
tindakan yang nyata untuk menghilangkannya.
Selain itu juga terdapat masalah, bagaimana memulai proses peanganannya sehingga
masyarakat yakin bahwa seluruh masalah KKN akan diselesaikan secara tuntas.
Misalnya dimulai dengan mantan Presiden dan keluarganya, seperti sekarang terkesan
demikian. Ini baik. Akan tetapi perlu ada kejelasan bagi masyarakat, bagaimana program
penanganan ini secara keseluruhan, apakah ini tahap permulaan yang akan diikuti
dengan yang lain, bagaimana strategi pendekatannya, ini semua perlu kejelasan,
sehingga masyarakat mengetahui kesungguhan dari usaha ini. Saya yakin masyarakat
menghendaki hal ini. Penanganannya harus tuntas, terbuka dan adil. Karena masalahnya
rumit dan penanganannya memakan waktu, maka kejelasan strategi penanganan secara
keseluruhan perlu diumumkan agar masyarakat mengetahui dan dengan demikian
memahami sampai dimana dan mengapa demikian. Keterbukaan ini juga perlu agar
penganganan masalah KKN yang didasarkan atas tuntuan keadilan ini jangan sampai
menimbulkan ketidak adilan baru.
Selain itu, jelas tidak benar kalau masalah KKN itu hanya menyangkut pak Harto dengan
keluarga dan kroninya. Setiap tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme oleh siapapun
harus dikategorikan sebagai masalah KKN. Kalau sudah ada kejelasan mengenai apa
yang dimaksud dengan KKN dengan definisi yang operasional dengan perincian
kriterianya, maka pelaksanaan ketentuan ini akan menjadi lebih jelas.
Kejelasan konsep atau definisi ini sangat penting, akan tetapi baru merupakan langkah
yang sangat awal untuk menentukan langkah berikutnya. Memang tanpa kejelasan ini
gerakan menghapus KKN hanya mendasarkan diri atas emosi bagi yang menuntut dan
politik bagi yang menangani . Penaggulangan masalah KKN sampai sekarang
nampaknya dilakukan atas dasar kedekatan atau kejauhan seseorang dengan penguasa.
Ini tidak menyelesaikan masalah atau membuat masalah baru. Tindakan untuk meminta
pertanggung jawaban pelaku pelanggaran ketentuan KKN dengan menyeret seseorang
ke Kejaksaan Agung untuk diperiksa atas dasar laporan yang tidak jelas dan
menggunakan dasar yang tidak jelas hanya sekedar memenuhi tuntutan masyarakat
saja, lebih untuk kepentingan kehumasan. Selain itu tindakan ini dapat menumbuhkan
ketidak adilan baru seperti melepas yang sebenarnya bersalah atau menindak yang
sebenarnya tidak bersalah.
Argumentasi perlunya suatu badan yang independen untuk menangani masalah KKN
adalah agar terjadi penanganan yang adil dan efektif dari masalah ini. Dalam keadaan
normal, sebenarnya penanganan oleh instansi penegak hukum yang ada - kejaksaan,
kepolisian dan kehakiman - telah akan menjamin independensi lembaga yang bertugas
menangani masalah ini dari campur tangan pemerintahan. Akan tetapi dalam keadaan
rendahnya kredibilitas dari lembaga-lembaga ini di mata masyarakat, maka ini menjadi
suatu masalah tersendiri. Ketidak jelasan arti KKN serta rendahnya kredibilitas lembaga-
lembaga penegak hukum menambah komplikasi upaya pemberantasan KKN betapapun
nyaringnya tuntutan masyarakat dan janji Pemerintah untuk memperhatikan tuntutan
tersebut.
Tanpa adanya kejelasan arti atau definisi dari masing-masing unsur KKN, tanpa adanya
program menyeluruh apa yang akan dilakukan, tindakan yang sporadis hanya
menumbuhkan kecurigaan-kecurigaan yang mungkin tidak perlu. Karena itu, dalam
keadaan masih belum kokohnya kredibilitas aparat penegakan hukum, penanganan KKN
harus didasarkan atas konsep yang jelas didefinisikan dengan kriteria atau batasan-
batasannya, strategi pendekatannya secara menyeluruh dengan pentahapannya, Semua
menyadari bahwa masalah ini sangat kompleks dan pelik, karena itu tidak akan selesai
secara cepat. Akan tetapi justru karena itu maka kejelasan semua ini dengan
pengumuman terbuka oleh Pemerintah mengenai hal-hal tadi harus dilakukan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Korupsi
Artinya:
Setiap daging yang tumbuh dari sesuatu (makanan & minuman) yang haram,
maka lebih berhak masuk ke dalam neraka.
g. Anak-anak yang diberi makan dan minum dari hasil korupsi, susah dididik
menjadi anak yang shaleh, yang mau beribadah kepada Allah SWT serta berbakti
kepada kedua orang tua. Anak-anak seperti itu, cenderung mengabaikan ajaran
agama, menentang orang tua, mengkonsumsi obat-obatan terlarang,
mempraktekkan kehidupan free sex, suka tawuran, dan melakukan berbagai
kejahatan yang lain. Hal ini tidak lain karena mereka dibesarkan dari makanan dan
minuman yang dibeli dengan uang hasil korupsi yang secara tegas dilarang oleh
Allah. Sebagaimana telah difirmankan dalam surat an-Nisa' ayat 29:
ٍ َرfffَ ا َرةً عَن تfffونَ تِ َجfff ِل إِالَّ أَن تَ ُكfffوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِالبَا ِطfff
اءfff)النس29(اض ْ ُأْ ُكلfffَوا الَ تfff
َ وا أَ ْم ْ ُا الَّ ِذينَ آ َمنfffَا أَيُّهfffَي
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka sama-suka di antara kamu. An-Nisa', 4: 29.
a. Penyalah-gunaan wewenang
ada lima bidang kegiatan yang dianggap sebagai sumber praktek korupsi, yaitu:
1). Proyek pembangunan fisik dan pengadaan barang.Hal ini menyangkut harga,
kualitas, dan komisi.
2). Bea dan cukai yang menyangkut manipulasi bea masuk barang dan
penyelundupan administratif.
4). Pemberian izin usaha, dalam bentuk penyelewengan komisi dan jasa serta
pungutan liar.
5). Pemberian fasilitas kredit perbankan dalam bentuk penyelewengan komisi dan
jasa serta pungutan liar.
Sedangkan karyawan yang datang terlambat atau pulang lebih cepat dari
waktu yang telah ditentukan, dalam istilah yang populer tidak termasuk
dalam kategori korupsi karena tidak berupa penyalah-gunaan wewenang
atau penyelewengan dana. Sungguh pun demikian, hal itu termasuk
perbuatan yang tidak baik karena melanggar disiplin dan mengurangi
produktivitas kerja sehingga merugikan pihak lain.
B. Kolusi
Kolusi, ditinjau dari segi etimologi berasal dari bahasa Inggris collusion
yang berarti persekongkolan atau ‘kongkalikong’. Sedangkan menurut pasal 1 ayat
4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999, Kolusi adalah permufakatan atau
kerjasama secara melawan hukum antar penyelenggara negara atau antara
penyelenggara negara dengan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat,
bangsa atau negara.
Hanya saja ada alternatif lain. Jika seorang muslim tidak mampu
mengambil sikap yang "ahwath" di atas, dan ia terpaksa harus mengasi uang untuk
mendapatkan haknya, maka yang menanggung dosa dalam masalah ini adalah
pejabat yang menerima uang sogok tersebut. Demikian difatwakan oleh Syekh Dr.
Yusuf Al-Qardhawy. Akan tetapi sikap ini janganlah dilakukan kalau bukan
terpaksa.
Bila kita membahas masalah kolusi dalam tinjauan hukum syara`, maka
kita dapt temukan beberapa nash yang secara langsung dan tegas berbicara tentang
masalah kolusi ini, diantaranya, firman Allah swt:
"Dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim dengan
tujuan memakan harta orang lain dengan cara yang tak sah, padahal kamu
mengetahui."
Di samping itu, kita juga dapat menemukan hadits Rasul saw. yang secara
tegas berbicara tentang kolusi dan korupsi, yaitu :
"Rasulullah -shallallahu `alaihi wasallam- melaknat orang yang
memberikan uang sogok (risywah), penerima sogok dan perantara keduanya
(calo)."
C. Nepotisme
Pada umumnya, manusia mempunyai ikatan jiwa yang lebih kuat dengan
keluarga dan sanak famili dibanding dengan orang lain. Hal ini sesuai dengan
teori 'ashobiyah yang dikembangkan oleh Ibnu Khaldun. Oleh karena itu, sangat
wajar jika seorang pemimpin pemerintahan atau perusahaan swasta atau yang lain,
lebih senang memberikan jabatan-jabatan strategis kepada keluarga atau orang
yang disenanginya serta lebih mementingkan dan mengutamakan mereka dalam
segala hal dibanding dengan orang lain yang tidak mempunyai ikatan apa-apa. Hal
ini disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
KESIMPULAN
Pertama, meningkatkan iman dan budaya malu. Dengan iman, setiap orang
meyakini bahwa ia selalu diawasi oleh Yang Mahakuasa. Wallahu maakum haitsu
kuntum (Allah bersamamu di mana saja kamu berada). Rasulullah SAW
mengingatkan; Iman dan malu kawan seiring. Bila salah satu (iman) terangkat,
malunya juga hilang. Karenanya, Rasulullah SAW menjelaskan, seseorang tidak
akan berzina bila ia beriman, seseorang tidak akan mencuri bila ketika itu ia
beriman.
Kedua, meningkatkan kualitas akhlak. Ini sendi keutuhan bangsa. Salah satu tugas
Rasulullah SAW adalah beliau diutus untuk memperbaiki akhlak manusia. Syauqi
Bey dalam salah satu syairnya; Suatu bangsa tetap utuh dan jaya selama masih
menjaga akhlaknya, namun bangsa itu akan hancur bersama kehancuran
akhlaknya.
Ketiga, penegakan hukum. Hukum harus tegas, tanpa diskriminasi dan adil
terhadap siapa pun yang melanggarnya.
Kelima, pengamalan syari'at Islam secara kaffah. Syari'at Islam merupakan terapi
untuk menanggulangi berbagai problema umat. Setiap orang beriman dan
bertakwa akan menjaga dirinya dari setiap kesalahan (dosa). Dia tidak hanya taat
kepada Allah dan RasulNya, tapi juga taat atas perintah dan larangan. Ia juga
patuh kepada kepada hukum positif yang berlaku, baik KUHP maupun UU
Nomor 31 tahun 1999 jo UU nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi.