You are on page 1of 13

REAKSI OKSIDASI REDUKSI

(TITRASI IODOMETRI)

I. TUJUAN
Menentukan konsintrasi kalium iodat menggunakan metode titrasi iodometri

II. PRINSIP
Reaksi redoks, yaitu reaksi kimia yang mengakibatkan pelepasan dan penarikkan electron
sehingga terjadi penurunan dan kenaikan biloks
a. Reaksi reduksi, yaitu reaksi penangkapan electron disertai penurunan biloks
b. Reaksi oksidasi, yaitu reaksi pelepasan electron disertai kenaikan biloks

III. REAKSI
Standarisasi Larutan Natrium Tiosulfat dengan Kalium Iodat
a. Reaksi Pembentukkan Iodium
Red : IO3- + 6H+ + 6e- I- + 3H2O | x1
- -
Oks : 2I I2 + 2e | x3
- - + -
IO3 + 3I + 6H I + 3I2 + 3H2O

b. Reaksi Standarisasi atrium Tiosulfat dengan Kalium Iodat


Red : I2 + 2e- 2I-
Oks : 2S2O32- S4O62- + 2e-
I2 + 2S2O32- 2I- + S4O62-
IV. TEORI DASAR

Reduksi–oksidasi adalah proses perpindahan elektron dari suatu oksidator ke reduktor.


Reaksi reduksi adalah reaksi penangkapan elektron atau reaksi terjadinya penurunan bilangan
oksidasi. Sedangkan reaksi oksidasi adalah pelepasan elektron atau reaksi terjadinya kenaikan
bilangan oksidasi. Jadi, reaksi redoks adalah reaksi penerimaan elektron dan pelepasan elektron
atau reaksi penurunan dan kenaikan bilangan oksidasi (Rivai, 1995).

Titrasi Reduksi oksidasi (redoks) adalah suatu penetapan kadar reduktor atau oksidator
berdasarkan atas reaksi oksidasi dan reduksi dimana redoktur akan teroksidasi dan oksidator
akan tereduksi (Siregar, 2010).
Agar dapat digunakan sebagai dasar titrasi, maka reaksi redoks harus memenuhi
persyaratan umum sebagai berikut :

1. Reaksi harus cepat dan sempurna,

2. Reaksi berlangsung secara stiokiometrik, yaitu terdapat kesetaraan yang pasti antara
oksidator dan reduktor,

3. Titik akhir harus dapat dideteksi, misalnya dengan bantuan indikator redoks atau secara
potentiometrik.

(Siregar, 2010).

Banyak unsur-unsur mempunyai lebih dari satu tingkat oksidasi, maka dikenal beberapa
macam titrasi redoks yaitu :

1. Titrasi permanganometri

2. Titrasi Iodo-Iodimetri

3. Titrasi Bromometri dan Bromatometri

4. Titrasi serimetri

(Siregar, 2010).

Metode titrasi iodometri langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu
larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (iodometri) adalah berkenaan
dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia (Basset, 1994).

Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah natrium
thiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak
boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan
standar primer. Larutan natrium thiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama (Day &
Underwood, 2001)
Ion iodida adalah agen pereduksi lemah dan akan mereduksi agen oksidasi yang kuat. Ini
tidak digunakan sebagai titran terutama karena kurangnya sistem indikator visual yang tepat,
serta faktor-faktor lain seperti kecepatan reaksi. Ketika kelebihan iodida ditambahkan ke dalam
larutan agen pengoksidasi, iodium diproduksi dalam jumlah yang setara dengan saat ini agen
pengoksidasi. Iodium ini bisa dititrasi dengan agen pereduksi, dan hasilnya akan sama seperti
jika agen pengoksidasi yang dititrasi secara langsung. agen titrasi yang digunakan adalah
natrium tiosulfat.

Iodat dapat ditentukan secara iodometri:

IO3- + 5I- + 6H+ 3I2 + 3H2O

Masing-masing iodat menghasilkan 3 yodium, yang bereaksi lagi dengan 6 tiosulfat, dan milimol
iodat diperoleh dengan mengalikan milimol tiosulfat yang digunakan dalam titrasi dengan 1 / 6
(Christian,1994).

Iodium hanya sedikit larut dalam air (0,00134 mol per liter pada 25 oC), tetapi agak larut
dalam larutan yang mengandung ion iodida. Larutan iodium standar dapat dibuat dengan
menimbang langsung iodium murni dan pengenceran dalam botol volumetrik. Iodium,
dimurnikan dengan sublimasi dan ditambahkan pada suatu larutan KI pekat, yang ditimbang
dengan teliti sebelum dan sesudah penembahan iodium. Akan tetapi biasanya larutan
distandarisasikan terhadap suatu standar primer, As 2O3 yang paling biasa digunakan (Day &
Underwood, 2001).

Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga iodium dapat bekerja sebagai
indikatornya sendiri. Iodium juga memberi warna ungu atau merah lembayung yang kuat
kepada pelarut-pelarut sebagai karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang hal ini
digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan
(dispersi koloidal) kanji, karena warna biru tua dari kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu
uji sangat peka terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit asam
daripada larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida (Day & Underwood, 2001).

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam titrasi iodometri dan iodimetri :

1. oksigen error, terjadi jika dalam larutan asam, maka oksigen dari udara akan
mengoksidasi iodide menjadi iod (kesalahan makin besar dengan meningkatnya asam)
2. reaksi iodometri dilakukan dalam suasana asam sedikit basa (pH <8)
3. larutan kanji yang sudah rusak akan memberikan warna violet yang sulit hilang
warnanya, sehingga akan mengganggu peniteran.
4. pemberian kanji terlalu awal akan menyebabakan iod menguraikan amilum dan hasil
peruraian menggangu perubahan warna pada titik akhir.
5. penambahan KI harus berlebih, karena I 2 yang dihasilkan sukar larut dalam air tetapi
mudah larut dalam KI.
6. larutan Thiosulfat dalam suasana yang sangat asam dapat menguraikan larutan
thiosulfat menjadi belerang, pada suasana basa (pH>9) thio sulfat menjadi ion sulfat
(Perdana, 2009).

Kekurangan kanji sebagai indicator adalah :

1. kanji tidak larut dalam air dingin


2. suspensinya dalam air tidak stabil
3. bila penambahan kanji dilakukan pada awal titrasi dengan I 2 akan membentuk kompleks
Iod-amilum.jika dalam titrasi menggunakan indicator kanji maka penambahan kanji
dilakukan pada saat mendekati ttitik ekivalen.

Dalam proses titrasi iodo dan iodimetri sebaiknya menggunakan indicator larutan Natrium
Amylumglikolat. Indicator ini dengan I2 tidsk akan membentuk kompleks Iod-amilum sehingga
dapt ditambahkan pada awal titrasi.

(Perdana, 2009).

V. ALAT DAN BAHAN


V.1 Alat
a. Batang pengaduk
b. Buret
c. Corong pendek
d. Gelas kimia
e. Gelas ukur
f. Kaca arloji
g. Klem buret
h. Labu Erlenmeyer
i. Labu ukur
j. Neraca analitik
k. Pipet tetes
l. Pipet volume
m. Porselen
n. Spatula
o. Statif

V.2 Bahan
a. Akuades
b. Amilum
c. Asam sulfat
d. Kalium iodat
e. Kalium iodide
f. Natrium tiosulfat
V.3 Rangkaian Alat

10

Kl
20

30

e 40
B
m 50

u
St
a r
ti e
f t
Erle
nme
yer
Gambar 5.3 Rangkaian Alat Tittrasi Iodometri

VI. PROSEDUR

VI.1 Pembuatan Larutan Baku Primer Kalium Iodat


Pertama, kalium iodat ditimbang sebanyak 0,1820 gram dengan neraca analitik.
Kalium iodat yang tertimbang dilarutkan dengan akuades didalam labu ukur 100 mL.
akuades ditambahkan kedalam Erlenmeyer hingga tanda batas, kemudian larutan kalium
iodat dihomogenkan.

VI.2 Pembuatan Larutan Baku Sekunder Natrium Tiosulfat


Natrium tiosulfat 1N diukur sebanyak 60 mL menggunakan gelas ukur. Kemudian
natrium tiosulfat dimasukkan kedalam gelas kimia dan ditambahkan akuades hingga 600
mL. larutan natrium tiosulfat dihomogenkan dengan cara diaduk dengan batang pengaduk.

VI.3 Pembuatan Asam Sulfat 2N


Sebanyak 16,66 mL asam sulfat pekat diukur dengan menggunakan gelas ukur, asam
sulfat pekat dimasukkan kedalam gelas kimia dan ditambahkan akuades hingga 150 mL.
larutan asam sulfat dihomogenkan.

VI.4 Standarisasi Natrium Tiosulfat dengan Kalium Iodat


Pertama, buret diisi dengan larutan natrium tiosulfat yang akan distadarisasi.
Sebanyak 25 mL kalium iodat 0,05N dipipet denga volume pipet, lalu dimasukkan kedalam
Erlenmeyer. Kemudian kalium iodat didalam Erlenmeyer ditambahkan 5 mL asam sulfat 2N
dan 0,5 gram kalium iodide. Analit harus cepat-cepat dititrasi dengan natrium tiosulfat
hingga warna larutan berwarna kuning. Beberapa tetes larutan kanji ditambahkan pada
analit hingga larutan berwarna biru. Kemudian analit dititrasi kembali dengan natrium
tiosulfat hingga TA , dimana terjadi perubahan warna larutan dari biru menjadi tak
berwarna. Titrasi standarisasi natrium tiosulfat dengan kalium iodat dilakukan secara
duplo. Kemudian konsentrasi natrium tiosulfat dihitung.

VI.5 Penetapan Konsentrasi Sampel Kalium Iodat


Sebanyak 25 mL sampel dipipet dengan volum pipet dan dimasukkan kedalam labu
Erlenmeyer. 5 mL asam sulfat 2N dan 0,5 gram kalium iodide ditambahkan kedalam labu
Erlenmeyer. Sampel dititrasi dengan natrium tiosulfat hingga larutan berwarna kuning.
Beberapa tetes larutan kanji/amilum ditambahkan kedalam larutan sampel hingga
terbentuk warna biru tua. Kemudian sampel dititrasi kembali dengan natrium tiosulfat
hingga TA, dimana terjadi perubahan warna dari biru menjadi tidak berwarna. Titrasi
penetapan konsetrasi sampel ini dilakukan secara duplo.

VII. HASIL DAN PENGAMATAN


VII.1 Tabel data standarisasi

V KIO3 (mL) [KIO3] (N) V Na2S2O3 (mL) [Na2S2O3] (N)


25 0,0510 25,20 0,0506
25 0,0510 25,18 0,0506

VII.2 Tabel data titrasi penetapan konsentrasi sampel

V KIO3 (mL) [KIO3] (N) V Na2S2O3 (mL) [Na2S2O3] (N)


25 0,0586 28,95 0,0506
25 0,0586 28,95 0,0506

VII.3 Perhitungan
a. Pembuatan larutan baku primer kalium iodat

massa 1000 massa 1000


[KIO3] = x [KIO3] = x
Be 100 Be 100
massa 1000 0,1820 1000
0,05N = x = x
35,68 100 35,68 100
Massa = 0,1784 gram = 0,0510N

*) masssa teoritis = 0,1784 gram


Massa tertimbang = 0,1820 gram

b. Pembuatan larutan baku sekunder natrium tiosulfat

V1 x N1 = V2 x N2
V1 x 1N = 600mL x 0,1N
60
V1 =
1
V1 = 60mL

Jadi, 60 mL natrium tiosulfat 1N diukur dan diencerkan hingga 600mL dengan


akuades

c. Pembuatan asam sulfat 2N

10 x ρ x %
[Na2S2O3] =
Be
10 x 1,84 x 96
=
98,08
= 18,0098N

V1 x N1 = V2 x N2
V1 x 18,0098N = 150mL x 2N
300
V1 =
18,0098
V1 = 16,66 mL

Jadi, 16,66 mL asam sulfat pekat diencerkan dengan akuades hingga 150 mL

d. Standarisasi natrium tiosulfat dengan kalium iodat


mek KIO3 = mek Na2S2O3 *)Vakhir titrasi = 25,19mL
VKIO3 x [KIO3] = VNa2S2O3 x [Na2S2O3] [KIO3] = 0,0510N
25 x 0,0510N = 25,19mL x [Na2S2O3] VKIO3 = 25mL
[Na2S2O3] = 0,0506N

e. Penetapan konsentrasi sampel kalium iodat

mek KIO3 = mek Na2S2O3 *)Vakhir titrasi = 25,19mL


VKIO3 x [KIO3] = VNa2S2O3 x [Na2S2O3] [KIO3] = 0,0510N
25 x [KIO3] = 28,95mL x 0,0506N VKIO3 = 25mL
[KIO3] = 0,0586N

|[ KIO3 ] sebenarnya−[ KIO3 ] percobaan|


KSR = x 100 %
[ KIO 3 ] sebenarnya
|0,0589 – 0,0586|
= x 100 %
0,0589
= 0,51%

VIII. PEMBAHASAN

Titrasi iodometri yaitu titrasi tidak langsung dimana oksidator yang dianalisis kemudian
direaksikan dengan ion Iodida berlebih dalam keadaan yang sesuai yang selanjutnya Iodium
dibebaskan secara kuantatif dan dititrasi dengan larutan standar atau asam. Titrasi Iodometri
ini termasuk golongan titrasi redoks dimana mengacu pada transfer electron.

I2+ 2e- 2I-

(Day & Underwood,2001).

Disini Iod merupakan oksidator lemah sedangkan ion Iodida sering bertindak sebagai
reduktor . Oleh karena itu iodium dapat digunakan sebagai reduktor dan oksidator.
Pada percobaan ini akan menentukan konsentrasi larutan kalium iodat dengan larutan natrium
tiosulfat menggunakan sebuah indikator kanji yang tentunya menggunakan metode titrasi
iodometri yang berprinsipkan berdasarkan reaksi redoks yaitu serah terima elektron dimana
elektron diberikan oleh pereduksi dan diterima oleh pengoksidasi. Dalam prosedurnya akan
melakukan dua titrasi yaitu standarisasi larutan natrium tiosulfat oleh larutan kalium iodat dan
penentuan kadar sampel kalium iodat oleh larutan natrium tiosulfat.
Sebelum melakukan percobaan, semua alat gelas yang akan digunakan dalam percobaan
harus dicuci terlebih dahulu dan setelah itu dikeringkan. Alat gelas yang digunakan dalam
percobaan harus dalam keadaan bersih dan kering agar kuantitatif, bebas dari zat-zat pengotor
yang dapat mengganggu percobaan sehingga hasilnya tidak akurat.

Titrasi pertama yaitu stadarisasi disini menggunakan larutan kalium iodat sebagai
larutan standar atau larutan baku primer karena sudah diketahui konsentrasinya dan sifat-
sifatnya sesuai dengan syarat larutan baku primer yaitu tidak higrokopis( stabil terhadap udara)
dan kemurniannya yang baik. Larutan kalium iodat dipipet dan dimasukan kedalam labu titrasi,
setelah itu ditambahkan padatan kalium iodida. Padatan kalium iodida ini sangat bersifat
higrokopis oleh karena itu setelah penimbangan padatan kalium iodida harus ditutup dengan
plastik karena berkurangnya iodium akibat penguapan dan oksidasi udara dapat menyebabkan
banyak kesalahan untuk analisis selanjutnya. Fungsi penambahan padatan kalium iodida ini
untuk memperbesar kelarutan iodium yang sukar larut dalam air dan kalium iodida ini untuk
mereduksi analit sehingga bisa dijadikan standarisasi. Kemudian ditambahkan larutan asam
sulfat karena titrasi ini dilakukan di suasana asam (pH < 8,0), bila pada pH > 8,0 maka akan
bereaksi dengan hidroksida, dengan reaksi :

I2 + 2OH- I- + IO- + H2O


3IO- 2I- + IO3-

(Day & Underwood,2001).

Larutan kalium iodat asam mulai dititrasi dengan larutan baku sekunder natrium tiosulfat.
Larutan natrium tiosulfat perlu distandarisasikan karena sifatnya belum stabil dalam waktu
yang lama dan larutan ini bersifat reduktor didalam air dengan adanya CO2 terjadi reaksi:

S2O3 + H+ HSO3- + S (endapan koloid yang dapat membuat larutan keruh)

(Svehla, 1990).

Penguraian ini dapat juga ditimbulkan oleh mikroba Thiobacillus thioparus bila larutan
dibiarkan lama, selain itu kestabilan larutan natrium tiosulfat dipengaruhi oleh pH rendah dan
lamanya terkena sinar matahari oleh karena itu pada penyimpanan natrium tiosulfat ditempat
dengan pH 7-10 karena pada pH yang berkisar sekitar itu aktivitas bakteri minimal. Sehingga
pada saat pembuatannya, natrium tiosulfat ditambahkan dengan natrium karbonat untuk
menjadikan pH larutan berkisar antara 7-10.

Titrasi iodometri dilakukan pada suasana asam. Pereaksi yang digunakan untuk membuat
suasana larutan menjadi asam adalah asam sulfat 2N yang dibuat dari pengenceran asam sulfat
pekat. Pengenceran harus dilakukan dalam ruang asam, karena asam sulfat bersifat eksotermis.
Penambahan sedikit demi sedikit asam sulfat pekat ke dalam air akan menyebabkan pelepasan
kalor dan gas sulfide yang berbahaya bila terhirup manusia, maka pengenceran asam sulfat
dilakukan dalam ruang asam. Penambahan asam sulfat dalam pelarut air dilakukan melalui
dinding gelas kimia dan sedikit demi sedikit. Karena bila ditambahkan langsung pada pelarut
tanpa melalui dinding dikhawatirkan akan terjadi percikan karena sifat eksotermis tadi. Asam
sulfat yang ditambahkan air bukan sebaliknya. Air memiliki massa jenis yang lebih rendah dari
asam sulfat dan cenderung mengapung di atasnya, sehingga apabila air ditambahkan kedalam
asam sulfat pekat, akan mendidih dan bereaksi dengan keras. Asam sulfat adalah zat penhidrasi
yang sangat baik, afinitas asam sulfat terhadap air cukuplah kuat sedemikian hingga atom
hydrogen dan oksigen dari suatu senyawa dapat terpisah.

Proses titrasi harus cepat dilakukan karena kalium iodida dalam larutan masih bisa
menguap yang dapat mengakibatkan warna titik akhir akan hilang sebelum waktunya. Warna
awal yaitu cokelat menuju jingga yang setelah dititrasi menjadi warna kuning. Pada kondisi ini
ditambahkan indikator kanji. Indikator kanji ini digunakan karena sensitivitas warna biru-tua
yang mempermudah pengamatan perubahan pada titik akhit titrasi selain itu kompleks antara
iodium dan amilum memiliki kelarutan yang amat kecil dalam air apalagi dalam larutan asam
iodida mudah untuk dioksidasikan menjadi iod bebas dengan sejumlah zat pengoksid, sehingga
iod bebas ini mudah diidentifikasi dengan larutan indikator sebagai uji kepekaan terhadap iod
dari pewarnaan biru-tua yang dihasilkan oleh indikator kanji. Indikator kanji ditambahkan pada
saat akan menjelang titik akhir agar amilum tidak mengikat atau membungkus Iodida yang
dapat menyebabkan sulit untuk lepas kembali sehingga warna biru sulit untuk lenyap atau
hilang sehingga dapat menganggu pengamatan perubahan warna pada titik akhir yaitu larutan
yang tak berwarna. Perubahan warna itu terjadi dari warna biru karena masih ada iodium,
dimana larutan sampel kalium iodat dipipet dan dimasukan kedalam labu titrasi kemudian
diencerkan dengan air suling jangan terlalu banyak kemudian ditambahkan padatan kalium
iodida agar iodium larut dalam air dan tambahkan juga asam sulfat agar media bersifat asam
sehingga iodida dapat dioksidasikan menjadi iod-iod bebas yang mudah untuk diidentifikasi
nantinya kemudian mulai dititrasi cepat-cepat dengan larutan natrium tiosulfat sebagai peniter,
titrasi cepat-cepat agar kalium iodida tidak habis menguap, pada titik akhir berubah menjadi
warna kuning kemudian ditambahkan indikator kanji sehingga kanji dengan adanya iodida,
ioidum dapat bereaksi membentuk kompleks berwarna biru tua disebabkan iodium diadsorpsi
oleh larutan kanji kemudian dititrasi lagi sehingga warna dari biru menjadi tak berwarna
menandakan iodium hasil reaksi habis semua dititrasi oleh larutan natrium tiosulfat.

Larutan I2 dalam larutan KI encer bewarna coklat muda. Bila 1 tetes larutan I 2 0,1 N
dimasukkan kedalam 100 ml aquades akan memberikan warna kuninng muda, sehingga dapat
dikatakan bahwa dalam suatu larutan yang tidak berwarna I 2 dapat berfungsi sebagai indicator.
Namun demikian, warna terjadi dalam larutan terszebut akan lebih sensitive dengan
menggunakan larutan kanji sebagai katalisatornya, karena kanji dengan I 2 dalam larutan KI
bereaksi menjadi suatu kompleks Iodium yang berwarna biru.

Amilum dengan iodium dapat membentuk kompleks biru. Hal ini disebabkan karena
dalam larutan pati, terdapat unit-unit glukosa membentuk rantai heliks karena adanya ikatan
dengan konfigurasi pada tiap unit glukosanya. Betuk ini menyebabkan pati dapat membentuk
kompleks dengan molekul iodium yang dapat masuk kedalam spiralnya, sehingga menyebabkan
warna biru tua pada kompleks tersebut.

+ I2 I2 I2 I2

Amilosa kompleks amilum-iod


(struktur α-heliks) (biru tua)

(Sumardjo,2009).

Kalium iodide merupakan yang higroskopis, mudah dioksidasi oksigen dari udara dengan
reaksi berikut :

4H+ + 4I- + O2 2I- + 2H2O

(Sumardjo, 2009).

Reaksi berjalan cepat dalam suasana asam. Sehingga saat kalium iodide dimasukkan kedalam
larutan kalium iodat dalam suasana asam, harus terhindar dari kontak dengan udara, karena
akan mengakibatkan iodium yang terbentuk akan lebih banyak dari yang seharusnya, yaitu
iodium hasil dari reaksi redoks antara kalium iodat dan kalium iodide, juga iodium dari hasil
reaksi oksidasi kalium iodide oleh udara.

Pada titrasi iodometri ini, standarisasi natrium tiosulfat dapat juga digunakan kalium
dikromat yang berwarna jingga sebagai larutan baku primer. Pada titik akhir terjadi perubahan
warna dari biru menjadi hijau. Warna hijau ini berasal dari ion Cr 3+ hasil dari oksidasi dikromat.
Sebelum ditambah amilum pada saat mendekati titik ekivalen, warna larutan adalah kuning
kehijauan, karena masih terkandung iodium didalam larutan yang akan membentuk kompleks
amilum-iod yang berwarna biru dengan penambahan amilum pada saat mendekati titik
ekivalen. Pada saat dititrasi kembali dengan natrium tiosulfat maka akan terjadi reaksi redoks
antara iodium dan tiosulfat sehingga yang tersisa hanya larutan Cr 3+ yang berwarna hijau saat
titik akhir.

Perbedaan antara titrasi standarisasi natrium tiosulfat oleh kalium iodat dan kalium
dikromat adalah pereaksi pembuat suasana asamnya. Pada kalium iodat digunakan asam sulfat,
sedangkan pada kalium dikromat digunakan asam klorida pekat. Pada reaksi redoks antara
kalium dikromat dengan kalium iodide, reaksi berjalan pada suasana asam, dibutuhkan 14H +.

Cr2O72- + 14H+ + 5e- 2Cr3+ + 7H2O

(Day & Underwood, 2001).

Ion klorida tidak akan mempengaruhi reaksi redoks antara dikromat dengan iodide, karena
kalium dikromat merupakan oksidator kuat, dan energy potensial reduksi iodide lebih kecil dari
klorida, sehingga iodide lebih mudah mengalami oksidasi dibandingkan dengan klorida. Selain
itu ion klorida juga membantu dalam penentuan titik akhir. Ion Cr 3+ akan bereaksi dengan ion
klorida membentuk kompleks berwarna hijau, yang akan terlihat jelas bila iodium yag terikat
oleh amilum tepat bereaksi (redoks) dengan tiosulfat.

Kekurangan kanji sebagai indicator adalah :

1. kanji tidak larut dalam air dingin


2. suspensinya dalam air tidak stabil
3. bila penambahan kanji dilakukan pada awal titrasi dengan I 2 akan membentuk kompleks
Iod-amilum.jika dalam titrasi menggunakan indicator kanji maka penambahan kanji
dilakukan pada saat mendekati ttitik ekivalen.

Karena hal-hal diatas maka, dalam proses titrasi iodo dan iodimetri sebaiknya
menggunakan indicator larutan Natrium Amylumglikolat. Indicator ini dengan I 2 tidsk akan
membentuk kompleks Iod-amilum sehingga dapt ditambahkan pada awal titrasi.

IX. KESIMPULAN
Sampel kalium iodat dapat diketahui konsentrasinya dengan metode titrasi iodometri
dengan hasil 0,0586N dan konsentrasi sebenarnya adalah 0,0589N sehingga didapat KSR
sebesar 0,51%.
DAFTAR PUSTAKA

Basset, J.C., F.C. Denay, S.B. Jefferey & J. Mendham.1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analitik
Kuantitatif Anorganik, diterjemahkan oleh L. Setiawan. Edisi Keempat. EGC. Jakarta.
Christian, G.D. 1994.Analytical Chemistry. Fifth Edition. John Wiley & Sons. New York.
Day, R.A & A.L.Underwood. 2001. Analisis kimia Kuantitatif, diterjemahkan oleh iis
Sopyan. Erlangga.Jakarta.
Perdana, D. 2010. Analisa Bilangan Iod pada Minyak Nyamplung.http://floatshaker.blogspot.
com/2009/06/laporan-semi-resmi-praktek-pembuatan.html
Rivai, H.1995. Asas Pemeriksaan Kimia. UI-Press. Jakarta.
Siregar, K. 2010. Titrasi Oksidasi Reduksi. http://khairunnisasiregar.wordpress.com/2010/11/
05/titrasi-osidasi-reduksi/
Sumardjo, D. 2009. Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran. EGC. Jakarta.
Svehla, G. 1990. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik kualitatif Makro dan Semimikro,
diterjemahkan oleh A.H. Pudjaatmaka. Kalman Media Pustaka. Jakarta.

You might also like