Professional Documents
Culture Documents
MODUL I
PENGUKURAN SUDUT
KELOMPOK 19
LABORATORIUM TRANSPORTASI
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2010
PENGUKURAN SUDUT
A. Tujuan Percobaan
Mengetahui besar sudut horizontal dengan menggunakan auto-leveling.
B. Peralatan Percobaan
Autoleveling
Rambu
Statif
Unting-unting
C. Teori
Lokasi titik-titik dan orientasi garis-garis sering tergantung pada pengukuran
sudut dan arah. Dalam pengukuran sebidang tanah, arah ditentukan oleh sudut arah dan
azimut.
Sudut yang diukur dalam pengukuran tanah digolongkan sebagai sudut horizontal
dan vertikal, tergantung pada bidang datar dimana sudut diukur.
Jenis sudut horizontal yang paling biasa diukur dalam pengukuran tanah adalah
sudut dalam, sudut ke kanan, dan sudut belokan.
Tiga persyaratan dasar menentukan sebuah sudut yaitu garis awal atau acuan,
arah perputaran dan jarak sudut (harga sudut).
Pada saat pengukuran di lapangan seharusnya dipakai prosedur yang seragam,
misalnya bila mungkin selalu mengukur sudut searah jarum jam, dan arah putaran
ditunjukkan dalam buku lapangan dengan sebuah sketsa.
Sudut antara dua jurusan A dan B dapat diketahui dengan menghitung selisih
pembacaan sudut horizontal pada autoleveling diarahkan ke A dan B.
Ada 4 cara untuk menentukan sudut antara dua jurusan, yaitu cara reiterasi, cara
repetisi, cara dengan mengukur jurusan, dan cara dengan mengukur sektor-sektor. Cara
yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah cara mengukur jurusan, tetapi hanya
dilakukan pengulangan dua kali, bukan tiga kali.
D. Prosedur Percobaan
B C D
A O E
Meletakkan statif pada titik permulaan, menggantungkan unting-unting di bawah
statif untuk memastikan posisi statif tepat di atas titik acuan (O).
Memasang autoleveling pada statif.
Membidikkan autoleveling ke sasaran A.
Memutar lingkaran berskala agar menunjukkan 0º.
Membidik semua sasaran berturut-turut dalam arah jarum jam (A, B, C, D, E).
Mencatat tiap-tiap perubahan nilai pada lingkaran berskala pada tiap-tiap
pembidikan.
Mencatat tali atas, tali bawah, dan tali tengah pada tiap pembidikan.
Setelah membidik titik paling kanan (titik E), melakukan pembidikan ulang
berlawanan arah jarum jam (E, D, C, B, A).
Mencatat tiap-tiap perubahan nilai pada lingkaran berskala pada tiap-tiap
pembidikan.
Mencatat tali atas, tali bawah, dan tali tengah pada tiap pembidikan.
titik sasaran benang atas (cm) benang bawah (cm) jarak ((ba-bb)*100) (cm)
A 121,5 112 950
B 124 111,5 1250
C 121,75 113 875
D 124 111,5 1250
E 120,75 111,7 905
Perhitungan jarak sudut suatu titik acuan dengan titik acuan sebelumnya:
sudut
titik jarak sudut dari titik sebelumnya (°)
(°)
A 0 0
B 46,5 46,5
C 90 43,5
D 138 48
E 182 44
titik sasaran benang atas (cm) benang bawah (cm) jarak ((ba-bb)*100) (cm)
E 120,8 111,6 920
D 122,2 109,5 1270
C 121,5 112,8 870
B 122,2 109,5 1270
A 121 112 900
Perhitungan jarak sudut suatu titik acuan dengan titik acuan sebelumnya:
sudut
titik jarak sudut dari titik sebelumnya (°)
(°)
E 0 0
D 44 44
C 88 44
B 134,5 46,5
A 180 45,5
Rata-rata
Rata-rata jarak dari titik acuan (O) ke titik sasaran:
searah jarum jam
titik sasaran
(cm) berlawan arah jarum jam (cm) rata-rata
A 950 900 925
B 1250 1270 1260
C 875 870 872,5
D 1250 1270 1260
E 905 920 912,5
F. Analisa
Analisa percobaan
Statif diletakkan tepat di atas titik acuan (O), dengan bantuan unting-unting
untuk lebih memastikan ketepatan peletakannya.
Autoleveling dipasang pada statif dengan memasukkan sekrup statif pada
lubang yang berada di bawah autoleveling agar autoleveling terkunci pada statif.
Autoleveling dibidikkan ke sasaran pertama (A), dan mengeset lingkaran
skala ke 0°. Hal ini dilakukan karena titik A adalah titik pertama yang dibidik,
jarak sudut ke titik lain akan diukur relatif terhadap titik A ini.
Mencatat tali atas, tali bawah, dan tali tengah untuk menghitung jarak dari
titik acuan (O) ke titik sasaran. Melanjutkan pembidikan ke titik-titik selanjutnya,
dengan mencatat perubahan sudut, benang atas, benang bawah dan benang tengah
pada masing-masing pembidikan untuk setiap titik sasaran untuk mengetahui
jarak sudut relatif terhadap titik A dan jaraknya terhadap titik acuan (O).
Mengulangi pengukuran untuk putaran berlawanan arah jarum jam, agar
didapatkan hasil yang lebih objektif. Pada pengulangan ini, titik yang pertama
kali dibidik adalah titik E, dengan prosedur yang sama dengan pengukuran yang
searah jarum jam, hanya berbeda arah putarannya saja.
Analisa Hasil
B C D
A O E
Dapat kita lihat bahwa jarak sudut antar titik A-B, B-C, C-D, D-E, pada
praktikum kali ini cendrung konstan di 45. Jarak titik O-A, O-C, dan O-E
cendrung mendekati 9 m, dan jarak titik O-B, dan O-D mendekati 12,7 m. Hal ini
sesuai dengan theorema phytagoras yang menyatakan bahwa kuadrat hipotenusa
sama dengan jumlah kuadrat kedua sisi lain pada segitiga siku-siku. Di mana
yang dimaksud dengan hipotenusa adalah O-B dan O-D.
Hal ini juga sesuai dengan trigonometri, sebagai contoh diambil sudut DOE
yang besarnya 45, nilai cos 45 adalah 0,707, sesuai dengan hasil bagi antara
jarak O-E dengan jarak O-D.
Hasil pengukuran yang didapatkan juga tidak jauh berbeda dengan standart
ukuran lapangan volley, yaitu 18 m × 9 m.
Analisa Kesalahan
Kesalahan relatif untuk sudut:
searah
berlawan arah rata- Δ sudut kesalahan relatif (Δ sudut / rata-
titik jarum jam
jarum jam (°) rata (°) (°) rata)*100% (%)
(°)
A-B 46,5 45,5 46 1 2,173913043
B-C 43,5 46,5 45 3 6,666666667
C-D 48 44 46 4 8,695652174
D-E 44 44 44 0 0
kesalahan relatif rata-rata untuk sudut 4,384057971
G. Kesimpulan
Jarak O-A sejauh 925 cm
Jarak O-B sejauh 1270 cm
Jarak O-C sejauh 870 cm
Jarak O-D sejauh 1270 cm
Jarak O-E sejauh 920 cm
Sudut AOB sebesar 46
Sudut BOC sebesar 45
Sudut COD sebesar 46
Sudut DOE sebesar 44
Deviasi yang terjadi disebabkan oleh paralaks pada pembacaan skala rambu.
H. Lampiran
lokasi