You are on page 1of 18

DAMPAK PERGAULAN BEBAS BAGI REMAJA

Remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa. Para ahli pendidikan
sependapat bahwa remaja adalah mereka yang berusia antara 13 tahun sampai dengan 18
tahun. Seorang remaja sudah tidak lagi dapat dikatakan sebagai kanak-kanak, namun
masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Mereka sedang mencari pola
hidup yang paling sesuai baginya dan inipun sering dilakukan melalui metode coba-coba
walaupun melalui banyak kesalahan. Kesalahan yang dilakukan sering menimbulkan
kekhawatiran serta perasaan yang tidak menyenangkan bagi lingkungan dan orangtuanya.

Generasi muda adalah tulang punggung bangsa, yang diharapkan di masa depan mampu
meneruskan tongkat estafet kepemimpinan bangsa ini agar lebih baik. Dalam
mempersiapkan generasi muda juga sangat tergantung kepada kesiapan masyarakat yakni
dengan keberadaan budayanya. Termasuk didalamnya tentang pentingnya memberikan
filter tentang perilaku-perilaku yang negatif, yang antara lain; minuman keras,
mengkonsumsi obat terlarang, sex bebas, dan lain-lain yang dapat menyebabkan
terjangkitnya penyakit HIV/AIDS.

Sekarang ini zaman globalisasi. Remaja harus diselamatkan dari globalisasi. Karena
globalisasi ini ibaratnya kebebasan dari segala aspek. Sehingga banyak kebudayaan-
kebudayaan yang asing yang masuk. Sementara tidak cocok dengan kebudayaan kita.
Sebagai contoh kebudayaan free sex itu tidak cocok dengan kebudayaan kita.

Pada saat ini, kebebasan bergaul sudah sampai pada tingkat yang menguatirkan. Para
remaja dengan bebas dapat bergaul antar jenis. Tidak jarang dijumpai pemandangan di
tempat-tempat umum, para remaja saling berangkulan mesra tanpa memperdulikan
masyarakat sekitarnya. Mereka sudah mengenal istilah pacaran sejak awal masa remaja.
Pacar, bagi mereka, merupakan salah satu bentuk gengsi yang membanggakan.
Akibatnya, di kalangan remaja kemudian terjadi persaingan untuk mendapatkan pacar.
Pengertian pacaran dalam era globalisasi informasi ini sudah sangat berbeda dengan
pengertian pacaran 15 tahun yang lalu. Akibatnya, di jaman ini banyak remaja yang putus
sekolah karena hamil. Oleh karena itu, dalam masa pacaran, anak hendaknya diberi
pengarahan tentang idealisme dan kenyataan. Anak hendaknya ditumbuhkan kesadaran
bahwa kenyataan sering tidak seperti harapan kita, sebaliknya harapan tidak selalu
menjadi kenyataan. Demikian pula dengan pacaran. Keindahan dan kehangatan masa
pacaran sesungguhnya tidak akan terus berlangsung selamanya.

Dalam memberikan pengarahan dan pengawasan terhadap remaja yang sedang jatuh
cinta, orangtua hendaknya bersikap seimbang, seimbang antar pengawasan dengan
kebebasan. Semakin muda usia anak, semakin ketat pengawasan yang diberikan tetapi
anak harus banyak diberi pengertian agar mereka tidak ketakutan dengan orangtua yang
dapat menyebabkan mereka berpacaran dengan sembunyi-sembunyi. Apabila usia makin
meningkat, orangtua dapat memberi lebih banyak kebebasan kepada anak. Namun, tetap
harus dijaga agar mereka tidak salah jalan. Menyesali kesalahan yang telah dilakukan
sesungguhnya kurang bermanfaat.

Penyelesaian masalah dalam pacaran membutuhkan kerja sama orangtua dengan anak.
Misalnya, ketika orangtua tidak setuju dengan pacar pilihan si anak. Ketidaksetujuan ini
hendaknya diutarakan dengan bijaksana. Jangan hanya dengan kekerasan dan kekuasaan.
Berilah pengertian sebaik-baiknya. Bila tidak berhasil, gunakanlah pihak ketiga untuk
menengahinya. Hal yang paling penting di sini adalah adanya komunikasi dua arah antara
orangtua dan anak. Orangtua hendaknya menjadi sahabat anak. Orangtua hendaknya
selalu menjalin dan menjaga komunikasi dua arah dengan sebaik-baiknya sehingga anak
tidak merasa takut menyampaikan masalahnya kepada orangtua.

Dalam menghadapi masalah pergaulan bebas antar jenis di masa kini, orangtua
hendaknya memberikan bimbingan pendidikan seksual secara terbuka, sabar, dan
bijaksana kepada para remaja. Remaja hendaknya diberi pengarahan tentang kematangan
seksual serta segala akibat baik dan buruk dari adanya kematangan seksual. Orangtua
hendaknya memberikan teladan dalam menekankan bimbingan serta pelaksanaan latihan
kemoralan. Dengan memiliki latihan kemoralan yang kuat, remaja akan lebih mudah
menentukan sikap dalam bergaul. Mereka akan mempunyai pedoman yang jelas tentang
perbuatan yang boleh dilakukan dan perbuatan yang tidak boleh dikerjakan. Dengan
demikian, mereka akan menghindari perbuatan yang tidak boleh dilakukan dan
melaksanakan perbuatan yang harus dilakukan.

Berdasarkan penelitian di berbagai kota besar di Indonesia, sekitar 20 hingga 30 persen


remaja mengaku pernah melakukan hubungan seks. Celakanya, perilaku seks bebas
tersebut berlanjut hingga menginjak ke jenjang perkawinan. Ancaman pola hidup seks
bebas remaja secara umum baik di pondokan atau kos-kosan tampaknya berkembang
semakin serius. Pakar seks juga specialis Obstetri dan Ginekologi Dr. Boyke Dian
Nugraha di Jakarta mengungkapkan, dari tahun ke tahun data remaja yang melakukan
hubungan seks bebas semakin meningkat. Dari sekitar lima persen pada tahun 1980-an,
menjadi dua puluh persen pada tahun 2000. Kisaran angka tersebut, kata Boyke,
dikumpulkan dari berbagai penelitian di beberapa kota besar di Indonesia, seperti Jakarta,
Surabaya, Palu dan Banjarmasin. Bahkan di pulau Palu, Sulawesi Tenggara, pada tahun
2000 lalu tercatat remaja yang pernah melakukan hubungan seks pranikah mencapai 29,9
persen.

Kelompok remaja yang masuk ke dalam penelitian tersebut rata-rata berusia 17-21 tahun,
dan umumnya masih bersekolah di tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau
mahasiswa. Namun dalam beberapa kasus juga terjadi pada anak-anak yang duduk di
tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Tingginya angka hubungan seks pranikah di
kalangan remaja erat kaitannya dengan meningkatnya jumlah aborsi saat ini, serta
kurangnya pengetahuan remaja akan reproduksi sehat. Jumlah aborsi saat ini tercatat
sekitar 2,3 juta, dan 15-20 persen diantaranya dilakukan remaja. Hal ini pula yang
menjadikan tingginya angka kematian ibu di Indonesia, menjadikan Indonesia sebagai
negara yang angka kematian ibunya tertinggi di seluruh Asia Tenggara.

Dari sisi kesehatan, perilaku seks bebas bisa menimbulkan berbagai gangguan.
Diantaranya, terjadi kehamilan yang tidak diinginkan. Selain tentunya kecenderungan
untuk aborsi, juga menjadi salah satu penyebab munculnya anak-anak yang tidak
diinginkan. Keadaan ini juga bisa dijadikan bahan pertanyaan tentang kualitas anak
tersebut, apabila ibunya sudah tidak menghendaki. Seks pranikah, lanjut Boyke juga bisa
meningkatkan resiko kanker mulut rahim. Jika hubungan seks tersebut dilakukan sebelum
usia 17 tahun, risiko terkena penyakit tersebut bisa mencapai empat hingga lima kali
lipat.

Sekuat-kuatnya mental seorang remaja untuk tidak tergoda pola hidup seks bebas, kalau
terus-menerus mengalami godaan dan dalam kondisi sangat bebas dari kontrol, tentu
suatu saat akan tergoda pula untuk melakukannya. Godaan semacam itu terasa lebih berat
lagi bagi remaja yang memang benteng mental dan keagamaannya tidak begitu kuat. Saat
ini untuk menekankan jumlah pelaku seks bebas-terutama di kalangan remaja-bukan
hanya membentengi diri mereka dengan unsur agama yang kuat, juga dibentengi dengan
pendampingan orang tua dan selektivitas dalam memilih teman-teman. Karena ada
kecenderungan remaja lebih terbuka kepada teman dekatnya ketimbang dengan orang tua
sendiri.

Selain itu, sudah saatnya di kalangan remaja diberikan suatu bekal pendidikan kesehatan
reproduksi di sekolah-sekolah, namun bukan pendidikan seks secara vulgar. Pendidikan
Kesehatan Reproduksi di kalangan remaja bukan hanya memberikan pengetahuan tentang
organ reproduksi, tetapi bahaya akibat pergaulan bebas, seperti penyakit menular seksual
dan sebagainya. Dengan demikian, anak-anak remaja ini bisa terhindar dari percobaan
melakukan seks bebas. Dalam keterpurukan dunia remaja saat ini, anehnya banyak orang
tua yang cuek bebek saja terhadap perkembangan anak-anaknya. Kini tak sedikit orang
tua dengan alasan sibuk karena termasuk tipe “jarum super” alias jarang di rumah suka
pergi; lebih senang menitipkan anaknya di babby sitter. Udah gedean dikit di sekolahin di
sekolah yang mahal tapi miskin nilai-nilai agama.

Acara televisi begitu berjibun dengan tayangan yang bikin ‘gerah’, Video klip lagu
dangdut saja, saat ini makin berani pamer aurat dan adegan-adegan yang bikin dek-dekan
jantung para lelaki. Belum lagi tayangan film yang bikin otak remaja teracuni dengan
pesan sesatnya. Ditambah lagi, maraknya tabloid dan majalah yang memajang gambar
“sekwilda”, alias sekitar wilayah dada; dan gambar “bupati”, alias buka paha tinggi-
tinggi. Konyolnya, pendidikan agama di sekolah-sekolah ternyata tidak menggugah
kesadaran remaja untuk kritis dan inovatif.

Diposkan oleh Abdul Rauf di 08.13 13 komentar

KEKERASAN BUKAN SEBUAH SOLUSI

Remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa. Para ahli

pendidikan sependapat bahwa remaja adalah mereka yang berusia antara 13

tahun sampai dengan 18 tahun. Seorang remaja sudah tidak lagi dapat

dikatakan sebagai kanak-kanak, namun masih belum cukup matang untuk dapat

dikatakan dewasa. Mereka sedang mencari pola hidup yang paling sesuai

baginya dan inipun sering dilakukan melalui metode coba-coba walaupun melalui

banyak kesalahan. Kesalahan yang dilakukan sering menimbulkan kekhawatiran

serta perasaan yang tidak menyenangkan bagi lingkungan dan orangtuanya.

Masa remaja adalah masa yang paling indah dan sekaligus masa yang penuh

dengan tantangan. Kalau tidak memiliki benteng pertahanan diri yang kuat dan

pengendalian diri yang baik, maka remaja tersebut akan mudah terpengaruh

bahkan terjerumus kepada hal-hal yang negatif. Perbuatan atau tindakan yang

negatif ini misalnya melakukan perkelahian, ikut tawuran antar pelajar,

penyalahgunaan narkoba, melakukan pergaulan bebas, meminum-minuman

keras atau beralkohol, dan lain sebagainya.

Remaja biasanya memiliki semangat, emosi, dan energi yang berlebih atau

besar. Sehingga kalau tidak disalurkan kepada perbuatan-perbuatan positif maka

dikhawatirkan energi tersebut akan disalahgunakan untuk perbuatan yang


negatif. Mereka juga bertindak atau melakukan sesuatu bukan memprioritaskan

akal sehat tetapi cenderung mengutamakan emosi dan kemauan diri mereka

sendiri.

Kalau seorang remaja memiliki masalah maka ia biasanya memilih teman untuk

membantu menyelesaikan masalah daripada orangtuanya. Karena adanya rasa

solidaritas yang tinggi itulah maka sebagian remaja membentuk suatu kelompok

atau dikenal dengan istilah “geng”. Sebuah geng biasanya beranggotakan antara

4-7 orang. Hubungan diantara anggota geng sangatlah dekat.

Remaja agar berhati-hati dalam memilih teman, karena banyak diantara mereka

yang dapat membawa ke hal-hal yang kurang baik. Remaja dapat mengalami

perubahan perilaku ke arah negatif akibat pengaruh teman, misalnya suka

berkelahi dan tawuran dengan remaja lain. Untuk tetap bisa diterima sebagai

anggota kelompok, remaja dituntut untuk memiliki sikap yang bijaksana dalam

menghadapinya, salah satunya adalah memiliki sikap asertif. Sikap asertif adalah

pengungkapan perasaan dan pengaduan secara terus terang tanpa

merendahkan harga diri dan menyakitkan orang lain.

Sikap asertif perlu dikembangkan agar remaja mempunyai rasa percaya diri,

kontrol diri dan mempunyai keberanian mengatakan “tidak” tanpa merasa

bersalah dalam menolak ajakan teman sebaya untuk melakukan tindakan

kekerasan atau perkelahian, serta berani meminta bantuan kepada orang lain

jika memang membutuhkan.


Sebagian remaja tidak mampu menyatakan tidak untuk menolak ajakan teman,

dengan alasan demi persahabatan diantara mereka. Banyak kasus menunjukkan

bahwa remaja itu terjerumus ke dalam perkelahian atau tawuran dengan sesama

pelajar lainnya hanya karena demi persahabatan.

Pada kehidupan remaja sering terjadi pertikaian dan pertentangan antara

sesamanya. Padahal, permasalahannya hanya sepele tetapi mereka biasanya

memilih untuk berkelahi atau menyelesaikannya dengan jalan kekerasan.

Sebenarnya masih ada jalan atau cara lainnya yang lebih bijaksana dan baik.

Tentunya, dengan menggunakan kepala dingin dan hati yang lapang.

Kekerasan bukan menyelesaikan masalah, tetapi justru memperparah

masalahnya. Tindakan kekerasan dapat merugikan kedua belah pihak yang

bertikai. Seperti kata pepatah “Menang Jadi Arang Kalah Jadi Abu”.

Remaja hendaknya mengisi waktu luangnya dengan hal-hal atau perbuatan yang

bermanfaat. Ada banyak hal yang bisa mereka lakukan, seperti ikut

ekstrakurikuler di sekolah, belajar kelompok, ikut serta dalam bidang olah raga,

seni, tari, musik, dan lain sebagainya.

Kalau seorang remaja memang memiliki bakat dalam bidang olah raga bela diri.

Ada banyak jenis olah raga bela diri yang dapat menyalurkannya seperti silat,

karate, tinju, judo dan lain-lain. Jadi bukan menyalahgunakan bakat atau

keahlian bela dirinya dengan berkelahi dengan remaja lainnya. Ingatlah,


kekerasan bukan sebuah solusi untuk menyelesaikan masalah tetapi malahan

dapat menambah masalah baru.

Diposkan oleh Abdul Rauf di 08.12 0 komentar

SIKAP PENGENDALIAN DIRI MENCEGAH TINDAKAN


KEKERASAN

Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak kepada masa

dewasa. Masa remaja merupakan masa pencaharian identitas diri. Jiwa remaja

penuh gejolak dan pemberontakan. Gejolak ingin mendapatkan pengakuan atas

keberadaannya, ingin mendapatkan kepercayaan, ingin mendapatkan

penghargaan, ingin menunjukkan keberanian, ingin mengambil resiko atau

nekad dan ingin mendapatkan kebebasan dan kemandirian.

Remaja juga ditandai oleh kekompakan, kesetiaan, kepatuhan dan solidaritas

tinggi terhadap kelompok sebaya, mengalahkan kesetiaan dan kepatuhan

terhadap orang tua dan gurunya. Gejolak kejiwaan remaja tersebut seringkali

diperparah oleh sikap dan perlakuan orang tua dan orang dewasa disekitarnya

yang tidak memahaminya.

Pada masa-masa ini remaja lebih senang bergaul dengan teman-teman

sebayanya, ingin jadi anak gaul yang diterima di dalam lingkungannya dan mulai

mencari identitas dirinya. Dalam proses pencarian jati diri ini, remaja

membutuhkan kemandirian yang meliputi: perilaku mampu berinisiatif, mampu

mengatasi hambatan atau masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat

melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain.


Secara kejiwaan remaja mempunyai energi yang berpotensi menghasilkan

kecermelangan berfikir dalam menemukan ide dan inovasi baru yang penuh

kedinamisan. Namun potensi ini harus diimbangi dengan kejelasan arah dan

tujuan hidupnya. Ketika remaja kosong dengan tujuan hidup yang benar,

pemanfaatan potensi ini akan beralih pada keadaan yang justru merugikan

bahkan menghancurkan kehidupannya.

Hal yang sering mencemaskan para pendidik dan orang tua, karena cenderung

berulang dari tahun ke tahun, adalah tawuran antar pelajar. Tawuran sering

menimbulkan berbagai akibat yang menyedihkan.

Remaja juga mudah terprovokasi atau terpancing untuk melakukan tindakan

kekerasan atau tawuran. Mereka kebanyakan hanya ikut-ikutan untuk melakukan

kekerasan atau perkelahian dengan remaja lainnya. Hal ini disebabkan oleh

lemahnya sikap pengendalian diri yang mereka miliki.

Oleh sebab itu, diharapkan kepada setiap remaja agar dapat menumbuhkan

sikap pengendalian diri yang baik sehingga tidak mudah terjemurus kepada hal-

hal yang negatif. Kalau seorang remaja memiliki sikap pengendalian diri yang

bagus maka ia tidak mudah terpengaruh oleh ajakan temannya untuk melakukan

perbuatan kekerasan atau tawuran. Bahkan ia akan berusaha untuk melerai

temannya yang melakukan kekerasan dan menasehatinya dengan cara yang

lembut dan sopan. Sehingga temannya tidak jadi melakukan tindakan kekerasan.

Diposkan oleh Abdul Rauf di 08.10 0 komentar


Rabu, 10 September 2008
MENUMBUHKAN MINAT BACA BAGI SISWA

Membaca diartikan melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan
atau hanya dalam hati). Dari pengertian tersebut, membaca sebenarnya tidak hanya
memahami kata-kata yang terdapat dalam bacaan, namun membaca merupakan suatu
upaya menangkap atau menyerap konsep yang dituangkan pengarang sehingga
memperoleh penguasaan bahkan mengkritisi bahan bacaan.

Membaca merupakan kemampuan dan keterampilan untuk membuat suatu penafsiran


terhadap bahan yang dibaca. Yang dimaksud dengan kepandaian membaca tidak hanya
menginterpretasikan huruf-huruf, gambar-gambar, dan angka-angka saja, akan tetapi
yang lebih luas daripada itu ialah kemampuan seseorang untuk dapat memahami makna
dari sesuatu yang dibacanya. Karena itulah membaca merupakan kegiatan intelektual
yang dapat mendatangkan pandangan, sikap, dan tindakan yang positif. Fungsi dari
membaca itu sendiri adalah dapat membuka cakrawala pengetahuan menjadi lebih luas,
pengetahuan kita menjadi bertambah banyak sehingga menjadi manusia yang tidak picik.

Secara bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia minat berarti kecenderungan hati
yang tinggi terhadap sesuatu. Minat juga diartikan gambaran sifat dan sikap ingin
memiliki kecenderungan tertentu. Aspek minat membaca meliputi kesenangan membaca,
kesadaran akan manfaat membaca, frekuensi membaca, dan jumlah buku bacaan yang
pernah dibaca. Minat baca bukanlah sesuatu yang lahir begitu saja pada diri seseorang.
Akan tetapi minat baca harus dipupuk sejak dini, dalam hal ini perpustakaan sangat
berperan dalam menumbuh kembangkan minat untuk membaca buku.

Manusia akan terdorong untuk melakukan sesuatu bila dirasakan kebutuhan yang ada
pada dirinya belum terpenuhi (menuntut pemenuhan). Motivasi itu merupakan daya yang
dapat merangsang atau mendorong manusia untuk mengadakan kegiatan dalam
memenuhi kebutuhan guna mencapai tujuan yang diharapkan. Motif dan motivasi
berkaitan erat dengan penghayatan suatu kebutuhan berperilaku tertentu untuk mencapai
tujuan. Motif menghasilkan mobilisasi energi (semangat) dan menguatkan perilaku
seseorang.

Dalam pembinaan minat baca, fungsi motivasi lebih menekankan kepada pemberian
dorongan atau motivasi yang sifatnya datang dari lingkungan luar. Dalam hal ini
perpustakaan harus menstimulisasi dan memberi kesempatan kepada masyarakat untuk
belajar. Oleh karena itu, motif yang ada pada diri seseorang perlu dibina sedini mungkin,
dalam hal ini pustakawan harus dapat menstimulisasi agar motif untuk membaca yang
ada pada diri seseorang dapat bekerja dengan efektif untuk mencapai suatu tujuan.

Membaca adalah salah satu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dalam dunia
pendidikan, baik di tingkat dasar, menengah, maupun tinggi. Karena kegiatan membaca
merupakan salah satu proses tranformasi ilmu melalui cara melihat dan memahami isi
yang tertulis di dalam buku pengetahuan maupun pelajaran. Namun di sisi lain, diakui
atau tidak, minat baca siswa khususnya di negara kita masih terhitung sangat rendah.
Rata-rata siswa melakukan kegiatan membaca pada saat belajar saja, di luar itu sedikit
sekali yang suka membaca buku lain. Ada juga yang tidak membaca sama sekali.

Minat baca masyarakat Indonesia untuk kawasan Asia Tenggara menduduki peringkat
keempat, setelah Malaysia, Thailand, dan Singapura. Hasil survei Unesco tahun 1992
menyebutkan, tingkat minat baca rakyat Indonesia menempati urutan 27 dari 32 negara.
Sedangkan survei yang dilakukan Departemen Pendidikan Nasional tahun 1995
menyatakan, sebanyak 57 persen pembaca dinilai sekadar membaca, tanpa memahami
dan menghayati apa yang dibacanya.

Perlunya peningkatan minat baca ini dilatari oleh kemampuan membaca (Reading
Literacy) anak-anak Indonesia sangat rendah bila dibandingkan dengan negara-negara
berkembang lainnya, bahkan dalam kawasan ASEAN sekali pun. International
Association for Evaluation of Educational (IEA) pada tahun 1992 dalam sebuah studi
kemampuan membaca murid-murid Sekolah Dasar Kelas IV pada 30 negara di dunia,
menyimpulkan bahwa Indonesia menempati urutan ke 29 setingkat di atas Venezuela
yang menempati peringkat terakhir pada urutan ke 30. Rendahnya kemampuan membaca
ini dilatari oleh suatu kondisi pasif tentang kurangnya gairah dan kemampuan para
peserta didik untuk mencari, menggali, menemukan, mengolah, memanfaatkan dan
mengembangkan informasi. Salah satu sebab etimologisnya yaitu lemahnya minat baca
mereka. Inilah yang perlu dicermati perkembangannnya serta diupayakan alternatif
solusinya.

Menurut data yang dikeluarkan oleh Bank Dunia, semenjak tahun 1998 kebiasaan
membaca anak-anak Indonesia berada pada peringkat paling rendah (skor 51,7). Skor ini
di bawah Filipina (52,6), Thailand (65,1), dan Singapura (74,0). Sedangkan BPS tahun
2006 mempublikasikan, membaca bagi masyarakat Indonesia belum menjadikan kegiatan
sebagai sumber utama untuk mendapatkan informasi. Masyarakat lebih memilih
menonton televisi (85,9%) dan mendengarkan radio (40,3%) dan membaca koran
(23,5%).

Ada banyak faktor yang menyebabkan kemampuan membaca anak-anak Indonesia


tergolong rendah. Pertama, ketiadaan sarana dan prasarana, khususnya perpustakaan
dengan buku-buku yang bermutu dan memadai. Bisa dibayangkan, bagaimana aktivitas
membaca dapat dilakukan tanpa adanya buku-buku bermutu. Untuk itulah, ketiadaan
sarana dan prasarana, khususnya perpustakaan dengan buku-buku bermutu menjadi suatu
keniscayaan bagi kita.

Dengan kata lain, ketersediaan bahan bacaan memungkinkan setiap orang atau siswa
untuk memilih apa yang sesuai dengan minat dan kepentingannya. Dari situlah, tumbuh
harapan bahwa masyarakat kita akan semakin mencintai bahan bacaan. Implikasinya,
taraf kecerdasan masyarakat akan kian meningkat; dan oleh karena itu isyarat baik bagi
sebuah kerja perbaikan mutu perikehidupan suatu masyarakat.

Rendahnya minat baca di kalangan siswa, secara langsung atau tidak langsung
berpengaruhi terhadap kualitas sumber daya manusia, karena membaca secara signifikan
dapat melahirkan kecakapan, cenderung memiliki intelegensi, penguasaan bahasa, dan
keterampilan berkomunikasi. Oleh sebab itu, di negara-negara maju pengembangan minat
baca masyarakat sangat diperhatikan dan difasilitasi. Budaya membaca yang meningkat
merupakan cermin kemajuan suatu bangsa.

Untuk meningkatkan minat baca warga sekolah, pemberdayaan perpustakaan perlu


dilakukan agar dapat membangkitkan motivasi belajar siswa. Ada banyak kiat yang dapat
dilakukan oleh perpustakaan untuk menumbuhkan minat baca siswa antara lain sebagai
berikut :

1. Berupaya menambah koleksi perpustakaan, terutama koleksi pustaka yang banyak


diminati warga sekolah, baik buku fiksi maupun non fiksi.

2. Menggadakan pameran buku. Pameran buku dapat dilaksanakan dengan bekerjasama


dengan penerbit. Dengan memberikan potongan harga, diharapkan siswa tertarik
untuk membaca atau membelinya.

3. Diupayakan media internet di perpustakaan sehingga dapat menambah wawasan dan


pengetahuan siswa.

4. Bekerjasama dengan pihak sekolah agar menggadakan proses pembelajaran di


perpustakaan.

5. Secara berkala mengganti susunan rak-rak buku sehingga memberikan kesan yang
lebih menarik dan fantastis.

6. Membuat iklan layanan masyarakat di media cetak dan elektronik.

Dalam rangka meningkatkan kecerdasan kehidupan berbangsa, perlu ditumbuhkan


budaya gemar membaca melalui pengembangan dan pemberdayaan perpustakaan sebagai
pusat informasi yang menyimpan berbagai sumber informasi. Eksistensi perpustakaan
seharusnya dapat dijadikan tempat atau sarana untuk membantu menggairahkan semangat
belajar, menumbuhkan minat baca, dan mendorong membiasakan siswa belajar secara
mandiri.
Buku adalah sahabat setia kita dalam mencapai ilmu pengetahuan, dengan buku kita
dapat mengetahui segala bentuk informasi yang ada di dunia ini, mulai dari teknologi,
ekonomi, politik, sosial sampai dengan budaya. Buku juga sebagai suatu sarana dalam
menuangkan segala macam bentuk aspek rasa yang tentunya telah kita olah dan kita
hasilkan dalam sebuah buku, yang nantinya dapat digunakan dan diaplikasikan di dalam
masyarakat.

Dengan buku pula kita dapat melihat gambaran kondisi masa lampau, masa sekarang,
sampai masa depan. Sehingga sangat penting keberadaan suatu tempat untuk menyimpan
buku yaitu perpustakaan, fungsinya juga tidak hanya sebatas sebagai tempat
penyimpanan melainkan sebagai tempat untuk meningkatkan ilmu pengetahuan.

Secara umum fungsi dari perpustakaan terdiri dari fungsi pelestarian, fungsi informasi,
fungsi pendidikan, fungsi rekreasi dan fungsi budaya. Sebagai gudangnya ilmu
pengetahuan dan informasi, perpustakaan merupakan salah satu sarana favorit bagi
masyarakat negara-negara maju. Sayangnya, di Indonesia, antara perpustakaan dan
masyarakat cenderung masih berjarak. Hasil jajak pendapat terhadap responden pada
kota-kota besar di Indonesia ditemukan bahwa lebih dari separuh responden, mencapai 55
persen mengaku belum pernah sekalipun mendatangi atau mengunjungi perpustakaan.

Bila dicermati lebih jauh sebenarnya keberadaan perpustakaan setidaknya menjadi


alternatif bagi masyarakat untuk mendapatkan akses informasi dalam pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan, dalam kondisi sekarang ini, perpustakaan
dituntut untuk lebih peka dalam memahami kebutuhan dan permintaan masyarakat akan
akses informasi tersebut.

Pemakai perpustakaan adalah masyarakat umum. Ikatan mereka dengan perpustakaan


semata-mata karena buku atau bahan bacaan. Oleh karena itu, tidak mudah bagi para
petugas perpustakaan untuk membantu atau mengajak mereka agar bisa membaca. Setiap
pemakai perpustakaan yang menggunakan bahan perpustakaan tertentu mempunyai
kepentingan yang berbeda-beda.
Perpustakaan yang berada di tengah-tengah masyarakat mempunyai tujuan dan fungsi
yang bermacam-macam, di antaranya adalah sebagai sarana pendidikan dan bahkan
sering disebut sebagai “Universitas Masyarakat”. Belajar di perpustakaan merupakan
suatu bentuk belajar melalui pengalaman. Belajar melalui pengalaman sering timbul
karena adanya ketidakpuasan akan informasi yang diperoleh. Untuk mencapai suatu
tingkat kepuasan akan pemahaman suatu informasi dibutuhkan suatu cara belajar yang
kreatif agar tercapai suatu cara belajar yang efektif.

Produk belajar yang kreatif pada akhirnya adalah suatu pengembangan pembawaan dan
penggunaan akal budi secara penuh dari masyarakat yang lambat laun melalui membaca
menyadari, bahwa salah satu potensi yang dimilikinya harus dikembangkan untuk
mencapai suatu hasil belajar. Sejalan dengan kedudukan perpustakaan itu sendiri maka
terdapat implikasi lebih jauh bahwa perpustakaan sebagai tempat untuk mengembangkan
proses belajar melalui membaca yang bermanfaat bagi masyarakat. Kemampuan
membaca merupakan hal yang mutlak dimiliki oleh masyarakat yang sedang belajar.
Salah satu tujuan belajar adalah mengakumulasi ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan
pada umumnya dihimpun, dicetak, dan dilestarikan dalam media cetak. Media cetak
berfungsi sebagai individu kalau individu tersebut dapat membaca.

Fungsi perpustakaan menjadi berkembang sebagai tempat pemupuk minat baca. Fungsi
perpustakaan bagi masyarakat adalah untuk memperdalam dan menelusuri berbagai ilmu
pengetahuan yang berkaitan dengan kebutuhan hidupnya. Penguasaan konsep dasar yang
baik memudahkan masyarakat untuk mengaplikasikan ilmunya pada situasi dan kondisi
yang lebih berkembang yang akhirnya masyarakat akan memiliki inisiatif, daya kreatif,
sikap kritis, rasional, dan objektif. Fungsi perpustakaan bagi masyarakat lainnya adalah
untuk meningkatkan apresiasi seni dan sastra serta seni budaya lainnya melalui cara
membaca di perpustakaan.

Tuntutan itu sebenarnya tidak berlebihan mengingat perpustakaan dalam era informasi
memang harus ''bersaing'' dengan media lain yang bernuansa hiburan, seperti bioskop,
taman hiburan, supermarket dan lain sebagainya. Maraknya tempat-tempat hiburan
tersebut sanggup meninabobokan masyarakat di tengah dunia yang dipenuhi dengan
rutinitas yang cenderung menjemukan. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan jika
tempat-tempat yang bernuansa pendidikan, seperti perpustakaan, museum, taman bacaan,
masih kalah pengunjungnya dibandingkan dengan tempat-tempat yang bersifat hiburan.

Dalam konteks ini memang sangat diperlukan suatu terobosan baru dan serius serta
berkelanjutan untuk menjadikan perpustakaan sebagai rumah belajar yang dekat dengan
masyarakat. Terobosan dapat berupa penyediaan berbagai jenis bahan bacaan,
penyediaan sarana dan prasarana yang memadai, layanan perpustakaan berbasis
komputer, dan pemberian layanan prima kepada setiap pengunjung perpustakaan.

Mewajibkan semua siswa, guru, dan karyawan sekolah untuk membudayakan membaca,
dan membuat slogan-slogan di kelas seperti “Tiada Hari Tanpa Membaca”, “Gunakan
waktu luang untuk membaca”, dan “Buku adalah jendela ilmu pengetahuan”. Dengan
membuat kegiatan yang bersifat rekreatif dan edukatif diharapkan dapat membangun
minat baca di kalangan siswa sekolah.

Membaca memiliki manfaat dan makna. Dengan banyak membaca, kita akan
memperoleh pengalaman dan pelajaran dari orang lain. Begitu pentingnya membaca bagi
siswa sehingga masyarakat yang mempunyai peradaban maju adalah masyarakat yang
gemar untuk mengetahui sesuatu dengan membaca kemudian menuliskan
pengetahuannya.

Diposkan oleh Abdul Rauf di 01.32 0 komentar


Label: abdul, abdulrauf, baca, menumbuhkan, minat, rauf

Minggu, 10 Agustus 2008


Karya Tulis

By Abdul Rauf
SMAN 8 Pekanbaru
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak kepada masa dewasa. Masa
remaja merupakan masa pencaharian identitas diri. Jiwa remaja penuh gejolak dan
pemberontakan. Gejolak ingin mendapatkan pengakuan atas keberadaannya, ingin
mendapatkan kepercayaan, ingin mendapatkan penghargaan, ingin berprestasi, ingin
menunjukkan keberanian, dan ingin mendapatkan kebebasan dan kemandirian.
Kecenderungan anak melakukan penyalahgunaan narkoba tidak dapat dilepaskan dari
peran dan tanggung jawab orang tua. Sekalipun lingkungan seperti keluarga, sekolah dan
teman sebaya, mempunyai pengaruh yang besar bagi anak, tetapi apabila orang tua dapat
melaksanakan peran dan tanggung jawabnya, maka pengaruh lingkungan tersebut dapat
ditekan seminimal mungkin.
Sekolah merupakan tempat yang tepat bagi para pelajar untuk melakukan berbagai
kegiatan yang positif, mengembangkan bakat dan minatnya agar tidak terjemurus kepada
penyalahgunaan narkoba. Akan tetapi, tentunya pelajar jauh lebih lama berada di
keluarganya dibandingkan dengan berada di sekolah. Oleh sebab itu, orang tua jauh lebih
berperan untuk menjaga, dan mengawasi anaknya agar tidak terjerumus kepada
penyalahgunaan narkoba.
Berdasarkan uraian dan keterangan di atas maka penulis tertarik menelitinya lebih lanjut.
Penelitian ini berjudul "PERANAN ORANG TUA DALAM PENANGGULANGAN
PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA PELAJAR".
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka permasalahannya adalah sebagai
berikut:
1. Apa faktor-faktor yang menyebabkan pelajar melakukan penyalahgunaan narkoba ?
2. Apa saja upaya yang harus dilakukan oleh orang tua agar pelajar terhindar dari
penyalahgunaan narkoba ?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan pelajar melakukan
penyalahgunaan narkoba.
b. Untuk mengetahui upaya yang harus dilakukan oleh orang tua agar pelajar terhindar
dari penyalahgunaan narkoba.
2. Kegunaan Penelitian
a. Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Lomba Karya Tulis Remaja dalam rangka
menyambut hari hari Ulang Tahun Pekanbaru MX yang ke-2.
b. Hasil riset ini diharapkan dapat menambah dan memperdalam khazanah ilmu
pengetahuan khususnya mengenai narkoba.
c. Sebagai kontribusi bagi penulis kepada para pelajar agar terhindar dari penyalahgunaan
narkoba.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Narkoba
Istilah Narkoba adalah singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan zat (bahan adiktif)
lainnya. Pengertian lebih jelasnya adalah sebagai berikut:
1. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik
sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan.
2. Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
3. Bahan/Zat Adiktif lainnya
Adalah bahan lain bukan narkotika atau psikotropika yang penggunaannya dapat
menimbulkan ketergantungan.

B. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Pelajar Melakukan Penyalahgunaan Narkoba


Faktor-faktor yang menyebabkan remaja melakukan penyalahgunaan narkoba adalah
sebagai berikut:
1. Kepribadian yang lemah
2. Ketidakmampuan mengendalikan diri
3. Dorongan ingin tahu, ingin mencoba, ingin meniru dan ingin berpetualang
4. Tidak memikirkan akan bahaya narkoba
5. Orang tua (ayah dan ibu) tidak harmonis
6. Orang tua kurang/tidak ada komunikasi dan keterbukaan
7. Orang tua tidak acuh dan tidak mengadakan pengawasan
8. Tidak ada perhatian, kehangatan, kasih sayang dan kemesraan dalam keluarga
9. Adanya anggota kelompok sebaya yang menjadi pengedar narkoba
10. Paksaan dan tekanan kelompok sebaya, bila tidak ikut melakukan penyalahgunaan
narkoba dianggap tidak setia kepada kelompoknya.

C. Peranan Dan Tanggung Jawab Orang Tua Yang Dapat Mencegah Penyalahgunaan
Narkoba Pada Pelajar
Peranan dan tanggung jawab orang tua yang dapat mencegah penyalahgunaan narkoba
pada anak/pelajar adalah sebagai berikut:
1. Orang tua menjadi panutan
Melihat dan menyerap pola atau perilaku dan nilai-nilai yang ditampilkan orang tua.
Misalnya orang tua menghendaki anak tidak merokok, maka orang tua jangan merokok.
2. Orang tua menjadi tempat bertanya
Orang tua perlu mengikuti perkembangan remaja dan permasalahannya, sehingga dapat
memberikan penjelasan bila anak bertanya, termasuk masalah narkoba.
3. Orang tua perlu menggali potensi anak untuk dikembangkan melalui berbagai macam
kegiatan
Pengembangan potensi ini dapat menumbuhkan prestasi bagi anak sehingga dapat
menumbuhkan rasa percaya diri, harga diri yang positif dan akhirnya anak akan memiliki
jati diri yang stabil.
4. Orang tua dapat berperan sebagai pembimbing bagi anak
Peranan sebagai pembimbing anak terutama dalam membantu anak mengatasi berbagai
masalah yang dihadapi dan mengembangkan alternatif penyelesaian masalah, termasuk
dalam mengatasi tekanan dan pengaruh negatif teman sebayanya.
5. Orang tua perlu mengontrol kegiatan anak
Setiap anak hendak pergi, orang tua perlu bertanya dengan rinci kemana tujuan, kapan
pulang, dengan siapa mereka pergi dan lain-lain yang dirasakan perlu. Kontrol di sini
untuk menunjukkan bahwa orang tua punya perhatian khusus kepada anak, dan tidak
membiarkan anak untuk bertindak semaunya sendiri.
6. Orang tua perlu menumbuhkan kesadaran kepada anak bahwa:
a. Penyalahgunaan narkoba tidak sesuai dengan nilai, norma, dan aturan-aturan hukum
yang berlaku dalam masyarakat.
b. Menyalahgunakan narkoba dapat mengakibatkan putus sekolah, tidak bisa bekerja
dengan baik, terlibat tindak kekerasan dan mengganggu ketertiban umum, terkena
berbagai macam penyakit, dan lain-lain.
7. Orang tua menjadi teman diskusi
Apa pun yang disampaikan anak, berita baik maupun buruk, perlu didengarkan dengan
baik dan kemudian mengajak anak untuk berdialog secara lebih terbuka dan mendalam.
Untuk itu pilihlah waktu yang tepat, jagalah kerahasiaan anak, perhatikan segala ekspresi
wajah dan tingkah laku anak, serta jagalah emosi anda.

D. Sikap Orang Tua Jika Mengetahui Anaknya Menyalahgunakan Narkoba


Sikap orang tua jika mengetahui anaknya menyalahgunakan narkoba adalah sebagai
berikut:
1. Berusaha tenang
Kendalikan emosi, marah, tersinggung atau rasa bersalah tidak ada gunanya.
2. Hargai kejujuran
Bila anak sudah mengaku menggunakan narkoba, janganlah menampilkan reaksi marah.
Orang tua perlu bersyukur bahwa anak mau bersikap jujur.
3. Pendekatan kepada orang tua teman anak pemakai narkoba
Kunjungi orang tua teman anak yang menggunakan narkoba ungkapkan dengan hati-hati
dan bijaksana apa yang anda ketahui, ajak kerjasama menghadapi masalah.
4. Jangan tunda masalah
Hadapi kenyataan, adakan dialog terbuka dengan anak, kemukakan apa yang anda
ketahui, jangan menuduh pada saat anak berada dalam pengaruh narkoba.

You might also like