You are on page 1of 4

MAKRAB NABIRE-PANIAI YOGYAKARTA 2010

Kaliurang 11 September 2010

MENGATASI PERGAULAN BEBAS DI KALANGAN REMAJA/PEMUDA KINI*

Masa remaja bagi sebagian besar orang merupakan masa-masa transisi, dari anak-anak menjadi
dewasa. Pada masa ini, seringkali remaja mengalami masa “pencarian identitas”. Berbagai usaha
dilakukan oleh para remaja untuk menunjukkan eksistensi diri mereka. Mulai dari gaya berbusana,
maupun mengikuti kontes ajang bakat. Pergaulan menjadi kunci sejauh mana mereka dapat
menunjukkan eksistensi dirinya. Pergaulan yang bebas terkadang membuat para remaja tidak
dapat mengontrol dirinya, sehingga mereka terjerumus terlalu jauh. Banyak contoh, misalnya :
free sex, pemakaian narkoba, drag user, dan lain sebagainya.

Sebab pergaulan bebas


Ada banyak hal yang menyebabkan para remaja ini terjerumus dalam pergaulan bebas, antara lain
:

a. Kurangnya perhatian dari orang tua,

Perceraian atau ketidakharmonisan orang tua seringkali menjadi pemicu utama para
remaja kemudian mencari pelarian atas permasalahannya, biasanya mereka mengkonsumsi
narkoba maupun minuman keras, untuk melupakan sesaat permasalahan mereka. Selain itu,
kesibukan orang tua juga menyebabkan orang tua tidak lagi memiliki waktu untuk sekedar
mengobrol dengan anak-anak mereka, sehingga anak-anak mereka mencari cara untuk
menarik perhatian mereka.

b. Penerimaan dalam kelompok,

Para remaja biasanya memiliki geng-geng atau kelompok-kelompok sepermainan. Masing-


masing kelompok memiliki ciri khas sendiri, atau kegiatan khas tersendiri. Untuk dapat
diterima sebagai anggota kelompok, biasanya remaja yang termasuk dalam kelompok ini
harus mengikuti aturan dalam kelompok. Misalnya, cara berbusana, maupun minuman-
minuman keras.

c. Kurangnya ajaran rohani,


Pemahaman remaja tentang agama, yaitu tentang perintah dan larangan Allah, saat ini
terasa sangat minim. Hal ini disebabkan karena kurangnya pendidikan agama di rumah,
bahkan di sekolah pun pelajaran agama hanya diberikan selama dua jam pelajaran dalam
satu minggu.

Keluarga sebagai sekolah pertama


Untuk mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi oleh para remaja ini diperlukan
kerjasama orang tua, sekolah, dan masyarakat. Keluarga, dalam hal ini orang tua,
merupakan tempat pendidikan yang pertama dan utama bagi remaja sebagai generasi
penerus bangsa. Keluarga memiliki tanggung jawab yang besar dalam mencetak pemimpin
bangsa. Keluarga adalah institusi pertama yang meletakkan informasi fondasi kepribdian
yang kuat, dengan kata lain pendidikan di keluarga seyogyanya dimulai sejak dini, atau
pada saat anak masih di dalam rahim. Pendidikan awal yang ditanamkan oleh orang tua
terhadap anaknya ialah dasar aqidah yang kuat. Pada saat anak masih dalam kandungan, ia
terbiasa mendengarkan kata-kata manis dan lembut dari ibunya dan lantunan rohani
.
Ada tiga tahap perkembangan pendidikan anak (dalam keluarga) :
Tahap pertama, yaitu pada saat anak berusia 0-7 tahun adalah pertumbuhan balita,
dimana akan sangat membutuhkan pemeliharaan dan kash sayang seorang ibu. Setelah
anak mulai belajar berbicara, peranan ibu sangat vital. Sebab bahasa yang pertama kali
dikenal oleh anak adalah bahasa ibu. Daam usia 6 tahun anak harus diajarkan adab sopan
santun untuk membentuk akhlaqul karimah sang anak.
Pada tahap kedua, usia 7 sampai 10 tahun adalah adalah tahap pemeliharaan anak,
menyampaikan nasehat-nasehat agama, dikenalkan kewajiban-kewajibannya sebagai
ajaran agama. Tahap (pengawasan) adalah tahap pada saat anak menjelang (7-15 tahun).
Tahap ini merupakan masa yang penting karena merupakan saat anak mengalami
pubertas/perubahan. Oleh karena itu anak harus dikenakan hukuman bila melanggar
kewajiban yang dibebankan kepadanya.
Tahap ketiga, jika anak telah mencapai usia mudah (lebih kurang 15 ke atas ), dapat
dikatakan anak memasuki tahap penyempurnaan kepribadian (dewasa) dan mulai
dibebankan kepada tanggung jawab. Dalam hal ini anak mulai dikenalkan cara mandiri
untuk mencari nafkah dan lebih bertanggung jawab dengan dirinya sendiri.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal


Setelah anak memasuki usia 5 tahun, peran keluarga dan masyarakat (lingkungan) tidak
lagi mencukupi kebutuhan pendidikan anak. Pada usia ini anak perlu mendapatkan proses
yang terstruktur dalam suatu kurikulum. Satu-satunya lembaga yang mampu
menyelenggarakan fungsi in adalah sekolah. Pendidikan di sekolah dilakukan berjenjang :
tingkat dasar, menengah, dan perguruan tinggi. Proses pendidikan di suatu jenjang
seharusnya dikembangkan serta dikokohkan di jenjang berikutnya
Sekolah melaksanakan peran pendidikan ini melalui tiga perangkat, yaitu: kurikulum
berlandaskan AJARAN agama, guru/tenaga pendidikan yang profesional serta
berkepribadian yang baik, serta sarana dan prasarana yang kondusif untuk melakukan
proses pembentukan sifat adil dan kapabilitas kepemimpinan pada anak. Pendidikan
kepribadian yang baik di sekolah harus dilakukan pada semua jenjang pendidikan sesuai
dengan proporsinya, dengan berbagai pendekatan.

Masyarakat sebagai “polisi sosial” Kontrol dari masyarakat juga diperlukan guna
mengatasi bahaya yang lebih besar lagi, karena lingkungan masyarakat merupakan tempat
remaja tersebut hidup. Masyarakat merupakan lingkup pendidikan nonformal, dimana
remaja belajar bersosialisasi dan menerapkan apa yang ia dapatkan dari keluarga dan
sekolah. Selain itu, dengan besosialisasi dengan masyarakat dan lingkungannya, remaja
juga belajar tentang norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat, misalnya norma
kesopanan, norma susila, norma hukum, dan lain sebagainya. Kontrol dari masyarakat juga
diperlukan untuk membentuk perilaku remaja itu. Masyarakatlah yang mengingatkan para
remaja yang melakukan tindakan-tindakan yang tidak terpuji, misalnya : drag race liar,
remaja berlainan jenis yang berdua-duaan, dan lain sebagainya. Namun, kondisi yang
sekarang ini dalam masyarakat sudah mulai terkesampingkan. Masyarakat tidak lagi
menjadi “polisi sosial”.

Dengan dapat disimpulkan bahwa dibutuhkan sinergi dari keluarga, sekolah, dan
masyarakat. Diharapkan kerjasama dari ketiganya akan mampu mengatasi bahaya
pergaulan bebas di kalangan remaja/pemuda. Keluarga bukan hanya tempat para
remaja/pemuda ini untuk menumpang hidup, makan dan tidur semata, melainkan di dalam
keluarga para remaja akan memperoleh pendidikan informal sebagai bekal mereka hidup
di luar lingkungan keluarganya. Jangan sampai keluarga hanya tahu mereka baik di dalam
rumah, tetapi di luar rumah mereka lepas kendali. Jadi, harus ada komunikasi di antara
kedua belah pihak. Sekolah juga bukan hanya tempat ia mencari ilmu, melainkan juga
sebagai tempat ia untuk belajar mandiri dan bersosialisasi dengan masyarakat.
Masyarakat sebagai “polisi sosial” harus mampu mengontrol tingkah laku para remaja.
Masyarakat tidak boleh bertindak masa bodoh, acuh tak acuh melihat pergaulan para
remaja yang sudah melanggar norma-norma yang berlaku di lingkungan masyarakatnya.

1. Faktor-Faktor Penyebab Pergaulan Bebas

o Kurangnya perhatian Orang Tua

o Kurangnya Kasih Sayang

o Kurangnya Pendidikan

o Lingkungan

2. Akibat Pergaulan Bebas

o Akibat Positif

 Menambah pengetahuan yang luas.

 Mempunyai jejaring yang luas.

o Akibat Negatif

 Mempunyai dapak buruk tentang perkembangan karakter.contoh :


mabuk, seks bebas, rokok, nonton film porno dan lainnya

 Sering nongkrong dengan teman-teman yang nakal.

 pergi tengah malam untuk hal yang negatif.

3. Saran

o Orang tua harus memperhatikan anaknya.

o Memperbaiki tingkah laku.


o bergaul dengan memilih patner yang tepat.

4. Pencegahan

o Hindari pulang malam.

o Tidak ikut-ikutan main ke diskotik.

o Tidak terjerumus dengan ajakan teman yang negatif.

o Tidak ke Lokalisasi

5. Contoh Pergaulan Bebas

o Di café

o Diskotik

o Bioskop

o Lokalisasi

o Mall / Astro

 Di sampaikan oleh Medex Pakage, staf Yayasan binterbusih

You might also like