Laman pribadi ini dimaksudkan untuk membantu proses belajar saya mempelajari dan memahami susastra. Tampaknya aneh mendengar pernyataan bahwa ‘sesungguhnya Aku ingin belajar dari kehidupan’. Yang jelas, saya suka membaca karya sastra, mencoba menangkap secara khusus fiksi yang bercerita tentang kehidupan. Saya mafhum; kenyataannya, fiksi dibagi menjadi dua bagian, yaitu fiksi serius dan fiksi populer. Kendati saya menyukai keduanya, tapi ketika disodorkan dengan pertanyaan fiksi yang mana yang paling diminati, saya lebih memilih fiksi serius ketimbang populer karena fiksi serius mengandung berbagai hal yang membuat saya berolah rasa dan pikir. Ia tidak hanya menyodorkan fakta-fakta dan isu-isu yang relavan, tapi juga mudah dimengerti karena bahasa yang digunakan adalah pengalaman berbahasa keseharian. Perbedaan antara fiksi populer dan fiksi serius nampak pada karakter-karakter dan situasi-situasi yang tidak lagi lazim ketika membaca fiksi klasik pada zaman sekarang, begitu juga sebaliknya. Buku pegangan yang saya gunakan untuk memahami susastra adalah An Introduction to Fiction, Robert Stanton (Teori Fiksi, Robert Stanton). Secara teoritis, seperti kebanyakan mahasiswa sastra Inggris lainnya, wajib bagi saya untuk mencari buku pegangan agar dapat menuntun saya ke jalur yang benar dalam memaknai setiap gagasan karya sastra. Sesungguhnya Aku ingin belajar dari kehidupan. Lagi- lagi, mendengar pernyataan ini, selintas kedengarannya mungkin http://babang‐juwanto.blogspot.com/2010/09/selayang‐ pandang‐tentang‐lema‐membaca.html 3
aneh dan berlebihan. Alasan saya, yang jelas sangat sederhana,
apabila saya ingin menjadi pengarang, misalnya cerpenis. Sebuah karya seyogianya, menurut Robert Stanton, harus bisa dinikmati oleh berbagai generasi karena mampu bercerita tentang pengalaman dan bahasa keseharian. Tapi, dengan catatan fiksi jenis ini harus secara tegas menyodorkan fakta-fakta dan isu-isu yang relavan pada pembaca. Oleh karena itu, untuk bisa menikmati atau memahami karya yang bagus, saya perlu membacanya terlebih dahulu dan mengkliping cerita-cerita pendek (kumpulan cerita pendek di laman daring) ke laman personal saya ini. Memang secara teoritis, sebagaimana yang dilakukan oleh banyak orang, saya dapat menemukannya sendiri asalkan saya mengerti teori fiksi itu sendiri. Hal ini saya rasakan penting untuk meluruskan segala miskonsepsi gagasan-gagasan yang keliru mengenai apa dan bagaimana fiksi serius yang telah mengintervensi pemahaman dan kenikmatan yang diperoleh pembaca seperti saya. Meski demikian, gagasan tersebut bukanlah serta merta hasil penelusuran langsung karya-karya yang telah dibaca, melainkan hanya teorisasi gampangan. Bisa dikatakan hanya sebatas komentar apresiasi, bukan kritik sastra. Menurut Robert Stanton, kekeliruan cara pandang tersebut mungkin sudah terlampau akut. Meski begitu, kekeliruan ini jadi pelajaran berharga; bagi saya, tidak ada salahnya berhati-hati dalam mencerna setiap gagasan yang telah dianggap sebagai kebenaran umum (ide-ide klise tentang dua jenis fiksi). Persamaan antara fiksi populer dan fiksi serius hanya terletak pada unsur, alur, karakter, dan latar. Sedangkan perbedaannya, fiksi populer mudah dibaca karena benar-benar mengisahkan sesuatu sedangkan fiksi serius lebih sukar karena mengandung dua elemen tambahan; tema atau gagasan utama yang harus digali pengarang, kritikus, serta pembaca dan sarana- sarana artistik yang harus diketahui dan dihargai oleh mereka. Syahdan, untuk membuktikan seberapa jauh gagasan-gagasan umum, tentunya saya harus memahami fiksi serius seperti apa saja karakteristiknya, mengapa pantas untuk dibaca, dan harus mulai dari mana saya membacanya. Penting, amat penting ketika saya memutuskan untuk menulis dengan bagus, nantinya. Dan tentu saja, saya tidak ingin disebut ‘generasi kempong’ (istilah yang dipopulerkan oleh budayawan, pengarang Emha Ainun Nadjib).