You are on page 1of 9

LAPORAN PRAKTIKUM

PATOLOGI KLINIK

REDUKSI URINE

Dosen Pengampu : dr. Sotianingsih, SpPK

Disusun Oleh :

Nama : Feggi maidandy

NIM : G1A109023

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

UNIVERSITAS JAMBI

TAHUN AJARAN 2009 – 2010


PEMERIKSAAN REDUKSI URINE

1. UJI PROTEIN

TUJUAN : untuk mengetahui adakah di dalam urine mengandung protein atau tidak

DASAR TEORI
Pemeriksaan reduksi urine termasuk juga pemeriksaan rutin, Pada pemeriksaan
urine kali ini, pemberian asam asetat dilakukan untuk mencapai atau mendekati titik iso-
elektrik protein; pemanasan selanjutnya mengadakan denaturasi dan terjadilah presipitasi.
Proses presipitasi dibantu oleh adanya garam-garam yang telah ada dalam urine atau yang
sengaja ditambahkan kepada urin. Pada percobaan ini, sebanyak 0,004% protein dapat
dinyatakan dengan tes ini.
Asam asetat yang dipakai tidak penting konsentrasinya, tiap konsentrasi antara 3-
6 % boleh dipakai, yang penting ialah pH yang dicapai dengan pemberian asam asetat.
Dengan reagens ini adanya garam-garam untuk mempresipitatkan protein dnegan
sendirinya terjamin. Urine encer yang mempunyai berat jenis rendah tidak baik untuk tes
ini. Hasil yang sebaik-baiknya pada percobaan dengan asam aseteat diperoleh dengan
urine yang reaksinya asam. Sebelum percobaan dimulai, reaksi urine yang lindi itu
dijadikan asam dengan sedikit asam asetat juga.

ALAT DAN BAHAN


Alat
1. Rak tabung reaksi dan 6 tabung reaksi
2. 1 buah tabung spritus

3. 1 buah pipet tetes

4. 1 buah penjepit tabung reaksi

5. 1 buah suntikan

Bahan
1. Urine
2. Urine patologis

3. Larutan asam asetat 6%

CARA KERJA :
1. Masukkanlah 2,5 ml urine jernih ke dalam tabung reaksi.
2. Dengan memegang tabung reaksi itu pada ujung bawah , lapisan atas urine itu dipanasi
di atas nyala api sampai mendidih selama 30 detik.
3. Perhatikan terjadinya kekeruhan di lapisan atas urine itu, dengan membandingkan
jernihnya dengan bagian bawah yang tidak dipanasi. Jika terjadi kekeruhan, mungkin
ia disebabkan oleh protein, tetapi mungkin juga oleh calciumfosfat atau
calciumkarbonat.
4. Kemudian teteskanlah ke dalam urine yang masih panas itu 3-5 tetes larutan asam
asetat 6%. Jika kekeruhan disebabkan oleh calciumfosfat, kekeruhan itu akan lenyap.
Akan tetapi, jika kekeruhan itu disebabkan oleh calciumkarbonat, kekeruhan hilang
juga, tapi dengan pembentukan gas. Jika kekeruhan tetap ada atau menjadi lebih lagi,
test terhadap protein adalah positif.
5. Panasilah sekali lagi lapisan atas itu sampai mendidih dan kemudian berilah penilaian
semikuantitatif kepada hasilnya.
HASIL
Urine normal dipanaskan sampai mendidih , setelah mendidih diamkan beberapa menit
dan hasilnya jernih itu menandakan urine normal.

Urine patologis dipanaskan sampai mendidih , setelah dipanaskan menunjukan adanya


kekeruhan dalam urine patologis.

KESIMPULAN

Setelah melakukan percobaan pada urine normal, hasil yang diberikan ialah (-) .
Hal ini ditunjukkan bahwa tidak terjadinya kekeruhan pada urine setelah dipanaskan.
Hal ini berarti dalam urine tersebut tidak mengandung protein. Urine tersebut dapat
dikatakan sebagai urine normal.

Setelah melakukan percobaan pada urine patologis ini, hasil yang diberikan ialah
+++ ( 3 + ) . dikarenakan setelah dipanaskan dan dicampur dengan larutan asam
asetat 6% lalu dipanaskan kembali pun, urine tetap menunjukkan adanya kekeruhan.
Hasil +++ ini berarti kekeruhan yang ditunjukkan pada percobaan ialah berupa
urine yang gumpalan keruhnya nyata dan kekeruhan itu berkeping-keping (0,2-0,5%).
2. UJI GLUKOSA
Tujuan
Menentukan adanya glukosa di dalam urine atau tidak
Dasar
Pada pemeriksaan reduksi urine ini kita lakukan dengan metode benedict atau fehling.
Bahwa dengan pemanasan urine akan berada dalam suasana alkalis, glukosa akan
mereduksi ion cupri ( cupri sulfat ) menjadi cupro dan membentuk endapan cupri
hidroksida yang berwarna merah bata.
Diantara reagensia yang mengandung garam cupri untuk menyatakan adanya
reduksi, reagens Benedict lah yang terbaik. Biarpun begitu, selalu diingat bahwa yang
ditentukan ialah sifat reduksi sesuatu zat saja, yang tidak selalu berarti glukosa. Juga
monosakarida lain , seperti galaktosa, fruktosa, dan pentosa, disakarida seperti laktosa
dan beberapa zat bukan gula seperti asam homogentisat dan alkapton dapat mengadakan
reduksi. Zat bukan gula dalam urine yang mungkin mengadakan reduksi, seperti formalin
( pengawet ), glucuronat-glucuronat (hasil konjugasi dalam hati dengan macam-macam
zat dan obat-obat seperti streptomycin), salicylat-salycilat dalam kadar tinggi, vitamin C,
dan sebagainya.
Jika urine banyak mengandung albumin, yaitu dengan reaksi +++ atau ++++,
buanglah dulu albumin itu karena mungkin jumlah besar albumin dapat mengadakan
reduksi.
ALAT DAN BAHAN
Alat
1. Rak tabung reaksi dan 6 tabung reaksi
2. 1 buah tabung spritus

3. 1 buah pipet tetes

4. 1 buah penjepit tabung reaksi

5. 1 buah suntikan

Bahan
1. Urine
2. Urine patologis

3. Larutan Benedict

- Cara Kerja

1. Masukkanlah 2,5 ml reagens Benedict ke dalam tabung reaksi.


2. Lalu teteskan 4 tetes urine ke dalam tabung tersebut.
3. Setelah itu, tabung reaksi dipanaskan. Apabila larutan mendidih,segera diaduk rata
kembali.
4. Angkat, kocok, dan interpretasikanlah hasil yang didapat
HASIL
 Negatif : tidak ada kekeruhan
 Positif +: kekeruhan ringan tanpa butiran
 Positif ++ : kekeruhan dengan butiran
 Positif +++ : kekeruhan dengan kepingan
 Positif ++++ : kekeruhan dengan gumpalan

Kesimpulan
Setelah melakukan percobaan pada urine normal, dapat diperoleh bahwa hasil
percobaan ialah (-). Hal ini berarti larutan tetap biru jernih meskipun telah dilakukan
percobaan. Urine tersebut berarti tidak mengandung glukosa di dalamnya dan dapat
dikatakan sebagai urine yang normal. Dan Pada urine patologis setelah melakukan
percobaan ini hasilnya ++++. Di karenakan larutan terjadi perubahan warna merah
keruh menunjukkan adanya glukosa 3,5 % glukosa dalam urine.

You might also like