You are on page 1of 3

Cara Memahami Puisi

Oleh : Asul Wiyanto

Puisi termasuk karya seni, khususnya seni sastra. Sebagai karya seni, puisi sejajar dengan
karya seni lain seperti seni tari, seni lukis, atau seni patung. Semua karya seni
mengandung keindahan dan keindahan menimbulkan rasa senang. Dengan demikian,
puisi juga mengandung keindahan yang dapat menimbulkan rasa senang. Dengan kata
lain, puisi dapat dinikmati. Namun, menikmati keindahan sebuah puisi tidak semudah
menikmati seni musik, seni tari, atau seni lukis. Sebab, untuk bisa menikmati sebuah
puisi lebih dahulu kita harus bisa memahami puisi tulisan sang penyair.

Memahami puisi terkadang memang tidak mudah. Mengapa? Bahasa puisi berbeda
dengan bahasa yang kita gunakan sehari-hari. Penyair sengaja memilih kata-kata yang
indah, yang dapat menimbulkan kemerduan bunyi dan sekaligus dapat menggambarkan
ide yang ingin disampaikan dengan tepat. Cara penyair menyampaikan ide pun tidak
secara langsung, melainkan melalui simbol-simbol, perbandingan-perbandingan, dan
kiasan-kiasan. Selain itu, kata-kata dalam puisi amat terbatas, karena penyair
“membuang” kata-kata yang tidak terlalu penting. Kata-kata yang digunakan hanya kata-
kata terpilih untuk mewujudkan keindahan puisi. Meskipun jumlah katanya amat terbatas,
sebenarnya puisi mengekspresikan pikiran penyair secara lengkap.

Berkaitan dengan itu, dalam memahami puisi kita perlu melakukan langkah-langkah
berikut.
1. Kita mencoba “mengembalikan” kata-kata dan tanda-tanda baca yang “dibuang” oleh
penyair. Dengan kata lain, kita menambahkan kata-kata lain untuk melengkapi atau
memperjelas kata-kata dalam puisi dan menambahkan tanda-tanda baca untuk
memperjelas hubungan makna kata-kata tersebut.
2. Kita berusaha memahami kata-kata tertentu yang digunakan sebagai simbol,
perbandingan, atau kiasan yang masih belum jelas maknanya.
3. Kita menguraikan isi puisi dalam bentuk prosa. Nah, bila sudah dalam bentuk prosa,
kita dengan mudah dapat memahaminya.
Sebagai contoh, perhatikan cara memahami puisi berjudul “Dengan Puisi, Aku” karya
Taufiq Ismail berikut ini.

DENGAN PUISI, AKU

Dengan puisi aku bernyanyi


Sampai senja umurku nanti
Dengan puisi aku bercinta
Berbatas cakrawala
Dengan puisi aku mengenang
Keabadian Yang Akan Datang
Dengan puisi aku menangis
Jarum waktu bila kejam mengiris
Dengan puisi aku mengutuk
Nafas zaman yang busuk
Dengan puisi aku berdoa
Perkenankanlah kiranya.

Agar lebih mudah dipahami, kita tambahkan tanda baca dan kata-kata tertentu yang
sesuai, seperti di bawah ini. Kata-kata dan tanda-tanda baca tambahan kita letakkan di
dalam kurung.

DENGAN PUISI, AKU

Dengan puisi (yang kutulis ini) aku bernyanyi


Sampai senja umurku nanti (.)
Dengan puisi (ini) aku bercinta
Berbatas cakrawala (.)
Dengan puisi (ini) aku mengenang
Keabadian Yang Akan Datang (.)
Dengan puisi (ini) aku menangis
(terutama) (saat) Jarum waktu bila kejam mengiris (.)
Dengan puisi (ini) aku mengutuk
Nafas zaman yang (berbau) busuk
(bahkan) Dengan puisi (ini) (pula) aku berdoa
(Tuhan) Perkenankanlah kiranya.

Setelah kita tambahkan tanda-tanda baca dan kata-kata yang sesuai, puisi di atas sudah
semakin kelihatan maknanya meskipun belum jelas benar. Jika kata-kata kiasan yang
terdapat dalam puisi tersebut kita jelaskan, makna puisi akan tampak lebih nyata. Kata-
kata yang perlu kita jelaskan antara lain:
a. senja umurku, berarti ‘sampai umurku tua’;
b. berbatas cakrawala, berarti ‘sangat luas atau tidak ada batasnya’;
c. Keabadian Yang Akan Datang, berarti ‘kehidupan manusia pada masa datang yang
abadi, yang akan dialaminya setelah kehidupan di dunia’;
d. Jarum waktu bila kejam mengiris, berarti ‘waktu akan membinasakan manusia yang
tidak memanfaatkan sebaik-baiknya kesempatan hidup yang diberikan Tuhan
kepadanya’;
e. Nafas zaman yang busuk, berarti ‘kondisi masyarakat yang penuh dengan kejahatan,
kesesatan, kebobrokan, dan kemunafikan’.

Setelah menambahkan tanda-tanda baca dan kata-kata yang sesuai serta mengartikan
sejumlah kata, kita uraikan makna seluruh puisi dalam bentuk prosa, seperti di bawah ini.

Dengan puisi yang kutulis ini aku ingin bernyanyi sampai umurku tua nanti. Dengan puisi
ini aku bercinta, mencintai sesama tanpa batas. Dengan puisi ini aku mengenang
kehidupanku yang abadi di masa datang, yakni kehidupan yang akan kualami setelah
kematianku kelak. Dengan puisi ini aku menangis, terutama saat aku tidak bisa
memanfaatkan kesempatan hidup yang diberikan Tuhan kepadaku. Dengan puisi ini aku
mengutuk kondisi masyarakat yang penuh dengan kejahatan, kesesatan, kebrobrokan, dan
kemunafikan. Bahkan, dengan puisi ini pula aku berdoa, dengan harapan Tuhan berkenan
mengabulkannya.

Demikianlah cara yang dapat kita lakukan untuk memahami puisi. Cara tersebut sering
disebut parafrase, yaitu pengungkapan dalam bentuk lain yang isinya kurang lebih tetap.
Jika pengungkapan itu lebih panjang daripada aslinya, menurut Verhaar disebut perifrase.
Karena itu, sebuah perifrase pastilah parafrase.
Diposkan oleh endang sutisna di 14:15
Label: Partisipasi Anda

0 komentar:

Poskan Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama

You might also like