You are on page 1of 14

Ilmu Tasawuf

PENDAHULUAN

Sejak empat belas abad yang silam, al-Qur’an telah menginformasikan


bahwa ajaran Islam yang di bawa oleh Nabi Muhammad saw. adalah sebagai
rahmat bagi semesta alam (lihat al-Qur’an surat al-An’am ayat: 107). Sayyid
Qutb, Ibn Jarir al-Thabary dan Ahmad Mustafa al-Maraghy, sebagai mufassir
berpendapat bahwa maksud rahmat ini adalah dapat di terima oleh seluruh
umat manusia, apakah mereka dari kalangan mukmin maupun mereka yang
bukan mukmin. Dalam arti lain bahwa, rahmatan li al-‘alamin bisa bermakna
bahwa ajaran Islam sejak diturunkannya telah memiliki karakteristik sebagai
ajaran yang abadi, sempurna dan universal.

Kebanyakan kalangan muslim percaya bahwa salah satu aspek penting


untuk mengetahui keuniversalan ajaran Islam tersebut adalah adanya
dorongan untuk senantiasa mencari ilmu pengetahuan dimana saja dan
kapan saja umat Islam berada. Dengan adanya dorongan dari ayat-ayat al-
Qur’an maupun dalam al-Hadits yang menganjurkan umat Islam agar
mencari ilmu pengetahuan inilah yang menyebabkan lahirnya beberapa
disiplin ilmu pengetahuan dalam Islam, dimana salah satu di antaranya
adalah lahirnya ilmu tasawuf yang akan dibahas dalam isi makalah ini. Ilmu
tasawuf sesungguhnya ialah salah satu cabang dari ilmu-ilmu Islam yang
utama, selain ilmu Tauhid (Ushuluddin)dan ilmu Fiqih. Yang mana dalam ilmu
Tauhid bertugas membahas tentang soal-soal I’tiqad (kepercayaan) seperti
I’tiqad (kepercayaan) mengenai hal Ketuhanan, kerasulan, hari ahir,
ketentuan qadla’ dan qadar Allah dan sebagainya. Kemudian dalam ilmu
Fiqih adalah lebih membahas tentang hal-hal ibadah yang bersifat dhahir
(lahir), seperti soal shalat, puasa, zakat, ibadah haji dan sebagainya.
Sedangkan dalam ilmu Tasawuf lebih membahas soal-soal yang bertalian
dengan akhlak, budi pekerti, amalan ibadah yang bertalian dengan masalah
bathin (hati), seperti: cara-cara ihlash,khusu’, taubat, tawadhu’, sabar,
redhla (kerelaan), tawakkal dan yang lainnya.

Sesuai dengan beban tugas yang diberikan kepada penulis untuk


membahas tentang Bidang Studi Ilmu Tasawuf, maka dalam makalah ini
sengaja di batasi uraian pengembangnnya hanya sekitar : Sejarah
perkembangan Tasawuf yang meliputi: Tentang pengertian tasawuf, asal
usul tasawuf, tokoh-tokoh tasawuf dan pokok-pokok ajarannya.

SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF

Pada dasarnya sejarah awal perkembangan tasawuf, adalah sudah ada


sejak zaman kehidupan Nabi saw. Hal ini dapat dilihat bagaimana peristiwa
dan prilaku kehidupan Nabi saw. sebelum diangkat menjadi rasul. Beliau
berhari-hari pernah berkhalwat di Gua Hira’, terutama pada bulan ramadlan.
Disana Nabi saw lebih banyak berdzikir dan bertafakkur dalam rangka untuk
mendekatkan diri kepada Allah Swt. Pengasingan diri Nabi saw. di Gua Hira’
inilah yang merupakan acuan utama para sufi dalam melakukan khalwat.
Dalam aspek lain dari sisi prikehidupan Nabi saw. adalah diyakini merupakan
benih-benih timbulnya tasawuf, dimana dalam kehidupan sehari-hari Nabi
saw. sangatlah sederhana, zuhud dan tak pernah terpesona oleh
kemewahan duniawi. Hal itu di kuatkan oleh salah satu do’a Nabi saw. ,
beliau pernah bermohon yang artinya: “Wahai Allah, hidupkanlah aku dalam
kemiskinan dan matikanlah aku selaku orang miskin”. (HR. al-Tirmizi, Ibn
Majah, dan al-Hakim).

Sejarah perkembangan tasawuf berikutnya (periode kedua setelah


periode Nabi saw.) ialah periode tasawuf pada masa “Khulafaurrasyidin”
yakni masa kehidupan empat sahabat besar setelah Nabi saw. yaitu pada
masa Abu Bakar al-Siddiq, Umar ibn al-Khattab, Usman ibn Affan, dan masa
Ali ibn Abi Thalib. Kehidupan para khulafaurrasyidin tersebut selalu dijadikan
acuan oleh para sufi, karena para sahabat diyakini sebagai murid langsung
Nabi saw. dalam segala perbuatan dan ucapan mereka jelas senantiasa
mengikuti tata cara kehidupan Nabi saw. terutama yang bertalian dengan
keteguhan imannya, ketaqwaannya, kezuhudan, budi pekerti luhur dan yang
lainnya.Salah satu contoh sahabat yang dianggap mempunyai kemiripan
hidup seperti Nabi saw. adalah sahabat Umar Ibn al-Khattab, beliau terkenal
dengan keheningan jiwa dan kebersihan kalbunya, ia terkenal kezuhudan
dan kesederhanaannya. Diriwayatkan pernah suatu ketika setelah ia
menjabat sebagai khalifah (Amirul Mukminin), ia berpidato dengan memakai
baju bertambal dua belas sobekan.

Selain mengacu pada kehidupan keempat khalifah di atas, para ahli


sufi juga merujuk pada kehidupan para “Ahlus Suffah” yaitu para sahabat
Nabi saw. yang tinggal di masjid nabawi di Madinah dalam keadaan serba
miskin namun senantiasa teguh dalam memegang akidah dan selalu
mendekatkan diri kepada Allah Swt. Diantara para Ahlus Suffah itu
ialah,sahabat Abu Hurairah, Abu Zar al-Ghiffari, Salman al-Farisi, Muadz bin
Jabal, Imran bin Husain, Abu Ubaidah bin Jarrah, Abdullah bin Mas’ud,
Abdullah bin Abbas dan Huzaifah bin Yaman dan lain-lain.

Perkembangan tasawuf selanjutnya adalah masuk pada periode


generasi setelah sahabat yakni pada masa kehidupan para “Tabi’in (sekitar
abad ke-1 dan abad ke-2 Hijriyah), pada periode ini munculah
kelompok(gerakan) tasawuf yang memisahkan diri terhadap konflik-konflik
politik yang di lancarkan oleh dinasti bani Umayyah yang sedang berkuasa
guna menumpas lawan-lawan politiknya. Gerakan tasawuf tersebut diberi
nama “Tawwabun” (kaum Tawwabin), yaitu mereka yang membersihkan diri
dari apa yang pernah mereka lakukan dan yang telah mereka dukung atas
kasus terbunuhnya Imam Husain bin Ali di Karbala oleh pasukan Muawiyyah,
dan mereka bertaubat dengan cara mengisi kehidupan sepenuhnya dengan
beribadah. Gerakan kaum Tawwabin ini dipimpin oleh Mukhtar bin Ubaid as-
Saqafi yang ahir kehidupannya terbunuh di Kuffah pada tahun 68 H.

Sejarah perkembangan tasawuf berikutnya adalah memasuki abad ke-


3 dan abad ke-4 Hijriyah. Pada masa ini terdapat dua kecenderungan para
tokoh tasawuf. Pertama, cenderung pada kajian tasawuf yang bersifat akhlak
yang di dasarkan pada al-Qur’an dan al-Sunnah yang biasa di sebut dengan
“Tasawuf Sunni” dengan tokoh-tokoh terkenalnya seperti : Haris al-Muhasibi
(Basrah), Imam al-Ghazali, Sirri as-Saqafi, Abu Ali ar-Ruzbani dan lain-
lain.Kelompok kedua, adalah yang cenderung pada kajian tasawuf filsafat,
dikatakan demikian karena tasawuf telah berbaur dengan kajian filsafat
metafisika. Adapun tokoh-tokoh tasawuf filsafat yang terkenal pada saat itu
diantaranya: Abu Yazid al-Bustami (W.260 H.) dengan konsep tasawuf
filsafatnya yang terkenal yakni tentang “Fana dan Baqa” (peleburan diri
untuk mencapai keabadian dalam diri Ilahi), serta “Ittihad” (Bersatunya
hamba dengan Tuhan). Adapun puncak perkembangan tasawuf filsafat pada
abad ke-3 dan abad ke-4, adalah pada masa Husain bin Mansur al-Hallaj
(244-309 H ), ia merupakan tokoh yang dianggap paling kontroversial dalam
sejarah tasawuf, sehingga ahirnya harus menemui ajalnya di taing
gantungan.

Periode sejarah perkembangan tasawuf pada abad ke-5 Hijriyah


terutama tasawuf filsafat telah mengalami kemunduran luar biasa, hal itu
akibat meninggalnya al-Hallaj sebagai tokoh utamanya. Dan pada periode ini
perkembangan sejarah tasawuf sunni mengalami kejayaan pesat, hal itu
ditandai dengan munculnya tokoh-tokoh tasawuf sunni seperti, Abu Ismail
Abdullah bin Muhammad al-Ansari al-Harawi (396-481 H.), seorang
penentang tasawuf filsafat yang paling keras yang telah disebarluaskan oleh
al-Bustani dan al-Hallaj. Dan puncak kecemerlangan tasawuf suni ini adalah
pada masa al-Ghazali, yang karena keluasan ilmu dan kedudukannya yang
tinggi, hingga ia mendapatkan suatu gelar kehormatan sebagai “Hujjatul
Islam”.

Sejarah perkembangan tasawuf selanjutnya adalah memasuki periode


abad ke-7, dimana tasawuf filsafat mengalami kemajuan kembali yang
dimunculkan oleh tokoh terkenal yakni Ibnu Arabi. Ibnu Arabi telah berhasil
menemukan teori baru dalam bidang tasawuf filsafat yakni tenyang
“Wahdatul Wujud”, yang banyak diikuti oleh tokoh-tokoh lainnya seperti Ibnu
Sab’in, Jalaluddin ar-Rumi dan sebagainya. Kecuali itu pada abad ke-6 dan
abad ke-7 ini pula muncul beberapa aliran tasawuf amali, yang ditandai
lahirnya beberapa tokoh tarikat besar seperti: Tarikat Qadiriyah oleh Syaikh
Abdul Qadir al-Jailani di Bagdad (470-561 H.), Tarikat Rifa’iyah yang didirikan
oleh Ahmad bin Ali Abul Abbas ar-Rifa’I di Irak (W.578 H.) dan sebagainya.
Dan sesudah abad ke-7 inilah tidak ada lagi tokoh-tokoh besar yang
membawa ide tersendiri dalam hal pengetahuan tasawuf, kalau toh ada hal
itu hanyalah sebagai seorang pengembang ide para tokoh pendahulunya.
PENGERTIAN TASAWUF

Secara etimologi (dari segi bahasa), sedikitnya ada 7 macam asal kata
Tasawuf, diantaranya: (1) Tasawuf berasal dari kata Saff, yang artinya
barisan dalam shalat berjamaah. Alasannya adalah bahwa seorang sufi itu
memiliki iman yang kuat dan selalu memilih sah terdepan dalam shalat
berjamaah. (2) Tasawuf berasal dari kata Saufanah, yaitu sejenis buah-
buahan kecil berbulu yang banyak tumbuh di gurun pasir Saudi Arabia.
Pengambilan kata ini karena kebanyakan orang-orang sufi itu memakai
pakaian berbulu dan hidup dalam kegersangan fisik. (3) Tasawuf berasal dari
kata Suffah, artinya pelana kuda yang biasa digunakan oleh para sahabat
Nabi saw. yang miskin untuk bantal tidur diatas bangku batu yang terdapat
di samping masjid nabawi (Madinah). (4) Tasawuf (Sufi) adalah merujuk pada
kata Safwah, yang berarti sesuatu yang terpilih atau yang terbaik. Karena
diyakini bahwa seorang sufi itu biasa memandang dirinya sebagai orang
pilihan atau oarang yang terbaik. (5) Tasawuf juga berasal dari akar kata
Safa atau Safw, artinya bersih atau suci, maksudnya seorang sufi itu
kehidupannya di arahkan pada pensucian batin untuk mendekatkan diri
kepada Allah Swt. (6) Tasawuf yang dalam bahasa Yunani berasal dari kata
Theosophi (Theo=Tuhan, dan Sophos=Hikmah), artinya hikmat Ketuhanan,
dengan alasan karena ajaran tasawuf banyak membicarakan masalah
Ketuhanan. (7) Dan Tasawuf juga berasal dari akar kata Suf, artinya Wol atau
kain kasar dari bulu domba. Disebut demikian , karena orang-orang sufi itu
kebanyakan memakai pakaian yang terbuat dari bulu binatang, sebagai
lambang kemiskinan dan kesederhanaan yang biasa dilawankan dengan
pakaian sutra yang biasa di pakai oleh orang-orang kaya.

Adapun pengertian Tasawuf secara Terminologi (menurut arti istilah),


terdapat beberapa pendapat dari para tokoh, diantaranya: (1)Menurut Abu
Yazid al-Bustami secara luas mendefinisikan bahwa, tasawuf itu mencakup
tiga aspek penting, yakni melepaskan diri dari perangai yang tercela,
menghiasi diri dengan akhlak yang terpuji dan mendekatkan diri kepada
Tuhan. (2) Ma’ruf al-Karkhi (W.200 H.) mendefinisikan bahwa, Tasawuf ialah
mengambil hakikat dan tidak tamak dari apa yang ada dalam genggaman
tangan makhluk. (3) Hamka, memberi istilah bahwa, Tasawuf adalah
membersihkan jiwa dari pengaruh benda atau alam, supaya dia mudah
menuju pada Allah Swt. (4) Adapun yang dimaksud dengan istilah sufi,
menurut Sahl at-Tustari ialah orang yang bersih dari kekeruhan , penuh
dengan renungan, putus hubungan dengan manusia dalam menghadap Allah
Swt. Dan baginya tiada beda antara harga emas dengan pasir.

Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa yang di maksud dengan


tasawuf ialah suatu ketekunan dalam beribadah, persembahan yang
berhubungan langsung dengan Allah (sufi), menjauhkan diri dari hal
kemewahan duniawi, berlaku zuhud terhadap yang di buru oleh kebanyakan
manusia, seperti kelezatan dan harta benda dan selalu menghindarkan diri
dari makhluk di dalam berkhalwat (mengasingkan diri) untuk beribadah.

ASAL-USUL TASAWUF

Teori mengenai asal timbulnya tasawuf atau munculnya aliran sufisme


dalam Islam terdapat beberapa perbedaan, diantaranya:

• Adanya pengaruh Kristen, yakni dengan faham menjahui dunia dan


hidup mengasingkan diri dalam biara. Dalam literatur Arab terdapat
tulisan tentang “Rahib” yang mengasingkan diri di padang pasir Saudi
Arabia, lampu yang mereka pasang di malam hari menjadi petunjuk
jalan bagi kafilah yang berlalu, kemah mereka yang sederhana
menjadi tempat berlindung bagi orang yang kemalaman dan
kemurahan hati mereka menjadi tempat memperoleh makan bagi
musafir yang kelaparan. Hampir ada kesamaan dengan Zahid dan Sufi
dalam Islam, dimana mereka meninggalkan dunia, memilih hidup
sederhana dan mengasingkan diri, hal itu diyakini adalah atas
pengaruh cara hidup para rahib Kristen tersebut.
• Pengaruh Falsafah Mistik Pythagoras. Falsafah Mistik Pythagoras
berpendapat, bahwa roh manusia itu bersifat kekal dan berada di
dunia sebagai orang asing. Badan jasmani merupakan penjara bagi
roh, kesenangan roh yang sebenarnya adalah di alam samawi.
Manusia harus membersihkan roh dengan meninggalkan kehidupan
materi yaitu dengan jalan Zuhud, untuk selanjutnya berkontemplasi.
Ajaran Pythagoras untuk meninggalkan dunia dan pergi
berkontemplasi, inilah menurut sebagian orang yang mempengaruhi
timbulnya zuhud dan sufisme dalam Islam.
• Falsafah Emanasi Plotinus. Falsafah Emanasi Plotinus mengatakan
bahwa, wujud ini memancar dari Zat Tuhan yang Maha Esa. Roh
berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan. Tetapi dengan
masuknya kealam materi, roh menjadi kotor, dan untuk dapat kembali
ketempat asalnya roh harus lebih dulu di bersihkan. Pensucian roh
ialah dengan meninggalkan dunia dan mendekati Tuhan sedekat
mungkin, kalau bisa bersatu dengan Tuhan.
• Ajaran Budha Dengan Faham Nirwananya. Untuk mencapai nirwana,
orang harus meninggalkan dunia dan memasuki hidup kontemplasi.
Faham Fana’ yang terdapat dalam sufisme hampir serupa dengan
faham nirwana.
• Ajaran Hinduisme. Ajaran Hindu yang juga mendorong manusia untuk
meninggalkan dunia dan mendekati Tuhan untuk mencapai persatuan
Atman dengan Brahman.
• Menurut Harun Nasution. Teori-teori yang menyatakan bahwa ajaran
tasawuf itu di pengaruhi oleh unsur-unsur asing, sebagaimana uraian
keterangan di atas,adalah sulit dibuktikan kebenarannya. Sebab dalam
ajaran Islam sendiri terdapat ayat-ayat al-Qur’an dan al-Hadits yang
menggambarkan tentang dekatnya manusia dengan Tuhannya.
Diantaranya terdapat dalam al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 186
menunjukkan, yang artinya: “Dan apabila hamba-hamba Ku bertanya
kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah
dekat”. Dalam ayat yang lain seperti al-Qur’an Surat Qaff ayat 16,
juga menyebutkan yang artinya: “Dan sesungguhnya kami telah
menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikan oleh
hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari urat lehernya”.

PEMBAGIAN TASAWUF

Secara keseluruhan ilmu tasawuf bisa dikelompokkan menjadi dua, bagian


pertama yakni tasawuf ilmi atau nadhari yaitu tasawuf bersifat teoritis.
Tasawuf yang tercakup dalam bagian ini ialah sejarah lahirnya tasawuf dan
perkembangannya sehingga menjelma ilmu yang berdiri sendiri. Termasuk
didalamnya adalah teori-teori tasawuf menurut berbagai tokoh tasawuf dan
tokoh luar tasawuf yang berwujud ungkapan sistematis dan filosofis.

Bagian kedua ialah tasawuf amali atau tathbiqi yaitu tasawuf terapan, yakni
ajaran tasawuf yang praktis. Tidak hanya sekedar teori belaka, tetapi
menuntut adanya pengamalan dalam rangka mencapai tujuan tasawuf.
Orang yang menjalankan ajaran tasawuf ini akan mendapat keseimbangan
dalam kehidupannya, antara material dan spritual, dunia dan akhirat.

Sementara ada lagi yang membagi tasawuf menjadi tiga bagian, yakni:

Tasawuf akhlaki

adalah ajaran tasawuf yang membahas tentang kesempurnaan dan kesucian


jiwa yang diformulasikan pada pengaturan sikap mental dan pendisiplinan
tingkah laku yang ketat, guna mencapai kebahagiaan yang optimal, manusia
lebih dahulu mengindentifikasikan eksistensi dirinya dengan ciri-ciri
ketuhanan melalui penyucian jiwa raga yang bermula dari pembentukan
pribadi yang bermoral paripurna, dan berakhlak mulia, yang dalam ilmu
tasawuf terkenal dengan Takhalli (pengosongan diri dari sifat-sifat tercela),
tahalli (menghiasi diri dengan sifat-sifat terpuji) dan tajalli (terungkap nur
yang gaib bagi hati yang bersih sehingga mampu menangkap cahaya
ketuhanan).

Tasawuf amali

adalah tasawuf yang membahas tentang bagaimana cara mendekatkan diri


kepada Tuhan. Tasawuf amali berkonotasikan tarekat.

Tasawuf falsafi
yaitu tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi intuitif dan visi
rasional. Walaupun demikian tasawuf filosofis tidak bisa dipandang sebagai
filsafat, karena ajaran dan metodenya didasarkan pada rasa (dauq) dan tidak
pula bisa dikatagorikan tasawuf (yang murni) karena sering diuangkapkan
dengan bahasa filsafat.

Dalam upaya mengungkapkan pengalaman rohaninya, para sufi falsafi


sering menggunakan ungkapan-ungkapan yang samar-samar, yang dikenal
dengan syathahat yaitu suatu ungkapa yang sulit dipahami, yang sering
mengakibatkan kesalahpahaman pihak luar, dan menimbulkan tragedi.
Tokoh-tokohnya ialah Abu Yazid Al-Busthami, Al-Hallaj, Ibnu Arabi dan Syech
Siti Jenar.

Abu Yazid Al-Busthami mempunyai teori Al-Ittihad, yaitu suatu tingkatan


tasawuf dimana di mana seorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan
Tuhan; suatu tingkatan dimana yang mencintai dan dicintai telah menjadi
satu, sehingga satu dari mereka dapat memanggil yang satu lagi dengan
kata-kata: “Hai Aku”. Dalam Al-Ittihad identitas telah menjadi satu. Sufi yang
bersangkutan dikarenakan fana-nya telah tak mempunyai kesadaran lagi,
dan berbicara dengan nama Tuhan. Diantara Syathatiyyat diungkapkan oleh
al-Busthami ialah: “Tiada Tuhan selain dari Aku, maka sembahlah aku”.
“Maha suci Aku, Maha Suci Aku, alangkah Maha Agungnya keadaan-Ku”.
“Tidak ada sesuatu dalam bajuku ini kecuali Allah”.

Tetapi sebenarnya ketiga tasawuf ini tidak bisa dipisahkan secara dikotomik,
sebab dalam prakteknya ketiganya tidak bisa dipisah-pisahkan satu sama
lainnya.

Jadi secara garis besar ada dua model tasawuf yang berkembang di
Indonesia pada saat itu, yaitu:

1. Tasawuf sunni

Tokoh yang paling menonjol dalam tasawuf sunni adalah Imam Al-Qusyairi
(w.465 H) yang berperan melapangkan jalan bagi Al-Ghazali untuk
memenangkan tasawuf sunni di dunia Islam. Kemenangan ini berpengaruh
kepada sosok pelopor dakwah Islam di Indonesia yang ternyata mereka
adalah anak cucu Imam Ahmad Ibn Isa Al-Muhajir yang garis keturunannya
melacak kepada Imam Ja’far Al-Shadiq, tokoh yang menurut tasawuf kalasik,
semisal Al-Qusyairi dan Al-Attar adalah peletak tasawuf dalam
perkembangannya dari zuhud, bahkan menurut Al-Jauzi dan Al-Sulami, Imam
Ja’far Al-Shadiq adalah peletak dasar-dasar al-muqomat wa al-ahwal.

2. Tasawuf falsafi
Tasawuf falsafi di Indonesia tidak mencatat keberhasilan yang berkelanjutan
karena para ulama terdahulu dalam dakwah berkiblat kepada tasawuf sunni.
Tetapi tidak bisa menutup mata adanya aliran yang berlawanan yang
dipelopori oleh seorang tokoh legendaris yaitu Siti Jenar yang diantara
ajaran-ajarannya tercium penyimpangan yang bertujuan melepaskan
kewajiban dan ketentuan syariat. Dia benar-benar berdiri pada sisi-sisi yang
berlawanan dengan wali songo. Masa itu dianggap sebagai tahap pertama
perkembangan tasawuf falsafi di Indonesia yang dinamakan tahap
pengenalan.

TOKOH-TOKOH TASAWUF DAN POKOK-POKOK AJARANNYA

Dalam kajian ilmu tasawuf, telah lahir beberapa ulama dalam bidang
Tasawuf, mereka diantaranya yang sangat terkenal ialah:

• Syeikh Hasan Basri (wafat 110 H.)


• Syeikhah Rabiatul Adawiyah (wafat 135 H.)
• Syeikh Sufyan Tsuri (wafat 161 H.)
• Syeikh Ibrahim bin Adham (wafat 161 H.)
• Syaikh Syaqiq al-Balakhi (wafat 195 H.)
• Syeikh Ma’ruf al-Kharkhi (wafat 200 H.)
• Syeikh Siri Siqthi (wafat 257 H.)
• Syeikh Dzun Nun al-Mishri (wafat 245 H.)
• Syeikh Juneid al-Bagdadi (wafat 297 H.)
• Syeikh Abu Yazid al-Busthami (wafat…H.)
• Syeikh Abu Thalib al-Makki (wafat 386 H.)
• Syeikh al-Qusyairi (wafat 465 H.)
• Hujatul Islam Abu Hamid al-Ghazali (wafat 505 H.)
• Syeikh Husain bin Mansur al-Hallaj (wafat 309 H.)
• 15.Syeikh Ibnu Arabi dan masih banyak yang lainnya.

Adapun pokok-pokok ajaran dari para tokoh tersebut di atas, dalam


makalah ini hanya akan di kutip dari sebagaian pendapat saja, diantaranya:

• Sufyan as-Sauri, seorang tokoh sufi dari kalangan tabi’in yang


terkenal kealimannya, mendasarkan pokok ajaran tasawufnya
berdasarkan zuhud dan wara’. Zuhud adalah keadaan meninggalkan
dunia dan hidup kematerian. Sedang Wara’ dalam konsep tasawuf
artinya, selalu menjauhi hal-hal yang tidak baik (meninggalkan segala
hal yang di dalamnya terdapat “Subhat” atau keragu-raguan).
• Dzun Nun al-Mishri, adalah disamping seorang sufi, ia juga seorang
ahli kimia. Dalam tasawuf ia dikenal sebagai peletak dasar ajaran
tentang “makrifat”, menurutnya pengetahuan tentang Tuhan itu
mempunyai tiga tingkatan, yaitu: (1) Pengetahauan awam, yaitu
pengetahuan tentang Tuhan dengan perantaraan ucapan kalimat
Syahadat. (2) Pengetahuan Ulama, yaitu pengetahuan tentang Tuhan
dengan alat logika dan akal. (3) Pengetahuan sufi (‘arif), yaitu
pengetahuan tentang Tuhan dengan hati sanubari. Pengetahuan sufi
ini di sebut juga dengan “makrifat”, yaitu kemampuan hati sanubari
untuk melihat Tuhan.
• Hasan al-Basri, seorang sufi yang pernah belajar tentang ilmu
kerohanian kepada sahabat Ali Bin Abi Thalib, adalah seorang yang
paling masyhur dalam konsep zuhudnya. Dimana ia mendasarkan
konsep zuhudnya itu dengan “Khauf” yaitu takut dengan kemurkaan
Allah, dan “Raja’” yaitu senantiasa mengharapkan karunia Allah Swt.
Oleh sebab itu al-Basri pernah mengatakan : Jauhilah dunia ini, karena
ia sebenarnya serupa dengan ular, licin pada perasaan tangan, tetapi
racunnya mematikan.

Hasan Al-Basri adalah Abu Sa'id Al Hasan bin Yasar. Baliau dilahirkan
oleh seorang perempuan yang bernama Khoiroh, dan beliau adalah
anak dari Yasaar, budak Zaid bin Tsabit pada tahun 21 H di kota
Madinah. Dan ketika menginjak 14 tahun beliau pindah ke kota Basrah
(Iraq). Tepat pada malam Juan`at di awal bulan Rajab sekitar tahun 110
H, beliau kembali ke rahmatulloh pada usia yang ke 80 tahun. Dasar
pendirian yang paling utama hádala Zuhud terhadap kehidupan dunia.
Prinsip ajarannya hádala khauf dan raja`, dengan pengertian merasa
takut lepada siksa Allahkarena berbuat dosa dan sering melalaikan
perintah Allah. Dan beliau termasuk golongan sunni, karena
berpondasi ataupun berdasarkan Al-Quran dan Hadist Nabi. Untuk
karya-karya beliau yang berbentuk buku penulis belum bisa
memaparkan akan tetapi banyak dari kitab ulama` yang membahas
tentang kebijakkan, kezuhudan, serta berbagai hal yang mana
mengarah lepada kebesaran nama beliau.

Dari sini kesimpilannya ialah bahwasanya janganlah terlena dengan


kenikmatan dunia yang kenikmatannya semu dan sementara yang
mana menjadikan kita terlena. Kita harus banyak berbuat untuk
kebaikan dan kemaslakhatan bersama , karena sebaik-baiknya orang
ádalah yang bermanfaat bagi yang lain. “Biarkan orang gembira dan
kita menanggis ketika kita lahir di dunia, akan tetapi buat orng
menanggis dan kita gembira kitika kita meninggal dunia karena aml-
amal sholeh kita.

• Rabiatul Adawiyah, seorang anak keluarga miskin yang hidup


sebagai hamba sahaya, kemudian menjalani hidup zuhud, hari-harinya
dihabiskan diatas tikar sajadah. Tokoh wanita yang satu ini lebih
dikenal sebagai seorang pendiri “agama cinta” (mahabbah) dan ia pun
dikenang sebagai “ibu para Sufi besar” (The Mother of the Grand
Master). Yang mendorong Rabiah Adawiyah berlaku demikian, karena
mempunyai keyakinan bahwa bersatunya hamba dengan Tuhannya
adalah terletak pada “Mahabbah” atau rasa cinta yang benar kepada
Tuhan. Sehingga tak ada yang tersisa lagi waktu dan ruang hatinya
selain rasa cinta kepada Allah Swt. Konsep Mahabbah (cinta) Rabiah
Adawiyah ini tergambar dalam salah satu syairnya yang terkenal,
seperti: “Tuhanku, jika ku puja Engkau karena takut pada neraka,
maka bakarlah aku di dalamnya. Dan jika ku puja Engkau karena
mengharapkan surga, maka jauhkanlah aku dari padanya. Tetapi jika
Engkau kupuja semata-mata karena Engkau, maka janganlah
sembunyikan kecantikan-Mu yang kekal itu dari diriku”.
• Abu Yazid al-Bustami, seorang tokoh sufi filsafat yang paling berani,
hal ini seperti tercermin dalam konsep ajarannya tentang “As-Sakr”
(mabuk Ketuhanan), “fana” dan “Baka” (peleburan diri untuk
mencapai keabadian dalam diri Ilahi) dan konsep ajarannya tentang
“Ittihad” (bersatunya dengan Tuhan). Ia pernah mengucapkan kata-
kata terkenal dalam dunia tasawuf seperti, : “Sesungguhnya Aku
adalah Allah, Tiada Tuhan kecuali Aku, maka sembahlah Aku”. Ucapan
demikian biasa di sebut “Syatahat” (bentuk tunggal dari kata, Syatah)
yaitu ucapan seorang sufi ketika ia dalam keadaan “Ekstase” (mabuk
Ketuhanan).
• Abu Hamid al-Ghazali (Imam al-Ghazali), seorang yang
mendapatkan gelar “Hujjatul Islam” karena keluasan ilmunya,
mendasarkan pokok ajaran tasawufnya pada bentuk maqamat dan
ahwal, melalui tahapan-tahapan latihan jiwa dan rohaniah tertentu,
sehingga seorang akan sampai pada tingkatan “fana”, “tauhid” ,
“makrifat” dan “sa’adah” (kebahagiaan abadi). Dalam konsep
makrifat, al-Ghazali menjelaskan bahwa orang yang yang mempunyai
makrifat tentang Tuhan, adalah “arif”, dimana mereka tidak akan
mengatakan dalam ucapannya itu : “Ya Allah atau Yaa Rabb”, karena
memanggil Tuhan dengan cara yang demikian berarti Tuhan itu jauh
berada dibelakang tabir, pada hal seorang yang sedang duduk
berhadapan dengan temannya, mereka tidaklah akan memanggil
temannya itu. Dan makrifat bagi al-Ghazali juga bisa sampai kepada
memandang wajah Allah Swt.
• Husain bin Mansur al-Hallaj, seorang yang mengembangkan
konsep tasawuf dengan ajaran tentang “al-Hulul”, yaitu faham yang
menyebutkan bahwa Tuhan itu memilih tubuh-tubuh manusia tertentu
untuk mengambil tempat di dalamnya, setelah sifat-sifat kemanusiaan
yang ada di dalam tubuh itu di lenyapkan. Bagi al-Hallaj bahwa,
didalam diri manusia itu terdapat sifat-sifat kemanusiaan (an-nasut)
dan sifat-sifat Ketuhanan (al-Lahut), bila manusia telah dapat
menghilangkan sifat-sifat kemanusiaan dari dirinya dengan jalan fana,
maka yang tinggal di dalam dirinya hanyalah sifat-sifat Ketuhanan.
Ketika itulah Tuhan akan masuk di dalam diri manusia yang di sebut
“al-Hulul”. Teori lain yang di kembangkan al-Hallaj ialah teori tentang
“Hakikat al-Muhammadiyah” (Nur Muhammad), Dimana Nur
Muhammad adalah tidak mengalami kematian, karena bersifat qadim,
sebagaimana qadimnya Zat Tuhan.
• Ibnu Arabi, seorang tokoh tasawuf filsafat yang mendasarkan konsep
tasawufnya tentang “Wahdatul Wujud”, yakni suatu teori yang
memandamng bahwa wujud mutlak dan hakiki itu adalah Allah Swt.
Sedangkan wujud “ka’inat” (alam) ini hanyalah wujud “majazi”
(kiasan)yang bergantung pada wujud Tuhan. Dengan demikian pada
dasarnya wujud yang sebenarnya adalah satu, yaitu wujud Allah
Swt.Fenomena alam yang serba ganda ini hanya merupakan wadah
tajali (penampakan lahir dari) Allah Swt.

Kesimpulan

Perbedaan pemikiran para tasawuf:

1. Hasan al-Basri (L. 21 H w.110 H)

Ajaran utamanya adalah tentang Kezuhudan. Zuhud menurut Hasan Al


Basri adalah khauf wa arraja (takut dan penuh pengharapan).

2. Rabiah Al Adawiyah (w. 185 H)

Terkenal dengan acaran cinta.

3. Al Muhasibi (165H - 243 H)

Memadukan filsafat dan teologi, guru dari Al Junaed, beliau adalah


kakek moyang dari Imam Syazili. Beliau menulis kitab tentang praktek
kehidupan spiritual (Ri'ayah li Huquq Allah)

4. Abu Yazid Al Bistami (L. 261 H)

Terkenal sebagai Sufi yang mabuk, ucapannya "Bahwa telah terjadi


kesatuan antara pecinta dan Yang Dicinta, dan cinta itu sendiri.
Ketiganya adalah satu. Betapa sungguh besar Aku (Arab. Subhani,
padahal yang umum dipakai adalah Subhanallah yang artinya Maha
Suci Allah).

5. Abdul Qasim Al-Qusyairi (376 H - 465H)

Sufi Persia yang menulis kitab al Risalah dan beberapa kitab yang
isinya tentang doktrin sufi.

6. Syaikh Abdul Qadir al Jailani (470 - 561H)

Umumnya disebut Sultan al Auliya. Kitab karangannya lebih dari 15


yang populer di Indonesia diantaranya : Futuh Al Ghaib, Aurad al Jilani,
al Hizb al Kabir. Beliau terkenal sebagai pendiri tharikat Qadiriyah,
melaluinya lahirlah gerakan Sufi dengan guru pembimbing spiritual.
Qadiriyah adalah tharekat yang pertama ada.

7. Al-Ghazali (450 H- 505H)

Seorang filosof, teolog, ahli hukum da Sufi.Al Ghazali adalah arsitek


perkembangan Islam di masa belakangan. Kitab karangan beliau
banyak populer di Indonesia, diantaranya adalah : Ihya Ulum al Din
(Menghidupkan kembali ilmu-ilmu Agama, Al Munqid min Al Dzalal
(Penyelamat dari kesesatan), karya beliau lebih dari 70 kitab. Dalam
kitab Tahafut al Falasifah (Sanggahan terhadap pemikiran kaum
filsosof), Ghazali menyangkal filosof yang mendasarkan pada
pemikiran pribadi dalam rangka menjelaskan kebenaran, dan ia
berusaha mengembalikan filsafat dalam koridor teologi. Sepeninggal Al
Ghazali perselisihan pandangan semenjak wafat Nabi Muhammad SAW
agak berkurang, menjadi kesatuan atas dasar keberagaman.

8. Ibnu Arabi (l. 560 H)

Ibnu Arabi (L 560H) yang mengarang tak kurang dari 500 judul buku,
diantaranya Futuhat al Makiyyah, Fusus Al Hikam dan sebagainya.
Ajaran Ibnu Arabi yang populer adalah wahdat al Wujud, dan Tasawuf
Irfani.

Dari 8 ajaran Sufi di atas bisa kita bagi dalam beberapa masa atau periode.

I. Masa Pembentukan:

Asketisme Islam pada abad I dan 2 H memiliki karakter:

a. Menjauhkan diri dari dunia


b. Motive utama takut disusul cinta
c. Pada abad ke 2, Rabiyah al Adawiyah membuat analisis yang
merupakan cikal bakal para filosof abad 3 dan 4 H.

II. Masa Pengembangan

Pada abad 3 dan 4, ajaran fana mulai diperbincangkan. Ajaran Wahdat


al-Wujud. Menurut Abu Al Wafa, tasawuf abad 3 dan 4 ada dua aliran :

Pertama : Aliran Salafi, bentuk tasawufnya dipagari dengan bersumber


al-Quran dan al-Hadits saja.
Kedua, Aliran Tasawuf Semi Falsafi, dimana pengikutnya cenderung
pada ungkapan ganjil (syatahiyat) serta bertolak dari keadaan fana
menuju penyatuan (hulul).

III. Masa Konsolidasi

Abad 5 H terjadi pertentangan antara tasawuf semi falsafi dan tasawuf


Suni. Dimenangkan tasawuf sunni, tasawuf falsafi tenggelam kemudian
muncul lagi abad 6H.

Tasawuf Al Ghazali yang berdasarkan ahlu sunnah wal jamaah


demikian populernya sehingga memperngaruhi filosof islam Syiah,
ikhwanu sofa dsb. Ajaran tasawuf al Ghazali ini mengutamakan
pendidikan moral (tasawuf akhlaki) hal ini dapat disimak dalam kitab
ihya ulumuddin.

IV. Masa Falsafi

Abad 6, ajaran tasawufnya tercampur dengan ajaran filsafat,


pembahasan term filsafat disubstitusikan pada ajaran tasawuf.
Akibatnya ajaran tasawuf ini bercampur dengan filsafat Yunani, Persia,
India, Nasrani walau ajaran tasawufnya tidaklah hilang.

Ajaran Tasawuf Falsafi ini tidak bisa dianggap sebagai filsafat karena
berdasarkan pada dzauq (rasa), tapi juga tidak jufa disebut tasawuf
murni karena selain term yang digunakan filsafat tapi juga ajaran
umumnya bercorak pantheisme.

V. Masa Pemurnian

Keruntuhan tasawuf mulai timbul akibat legenda tentang keajaiban


dihubungkan dengan tokoh-tokoh tertentu, amalan, azimat dan lain-
lain. Kemudian muncul Ibnu Taimiyah yang dengan tegas menolak
khurafat dan bentuk-bentuk bidah. Ibn Taimiyah berpendapat bahwa
wali Allah adalah yang berlaku shalih dan konsisten dengan syariat.

Berbeda dengan pembagian secara dekade, ada istilah tasawuf irfani,


yang lintas batasan periode. Tasawuf irfani berusaha menyingkap
hakikat kebenaran atau makrifat dengan tidak menggunakan logika
atau pemikiran tetapi melalui penyucian hati (tasfiat al qulb). Dengan
hati yang suci seorang dapat berdialog dengan Tuhan secara
bathiniah sehingga pengethauan makrifat disusupkan Allah ke dalam
hatinya, hakikat kebenarannya tersingkap melalui intuisi (ilham).
Tokoh-tokohnya : Rabiah al Adawiyah, Dzunnun al Misri (180 H - 246
H), Junail al Baghdadi (w. 297 H), ABu Yazid al Bistami, AL Hallaj (244 H
- 309 H), dan Jalaluddin Rumi. Ibnu Arabi bisa dimasukkan ke Tasawuf
Irfani, selain tasawuf falsafi. Ajaran Ibn Arabi menurut pengakuannya
merupakan perolehan dari Tuhan melalui intuisi, ada juga yang didapat
dari Rosulullah yang didapat melalui pertemuan yang unik

Sumber: (http://meetabied.wordpress.com/2010/02/20/ilmu-tasawuf/)

You might also like