You are on page 1of 39

PRAKTIKUM MK.

PERENCANAAN PEMBANGUNAN AGRIBISNIS


”Kondisi dan Potensi Wilayah Provinsi RIAU”

Oleh :
Debrina (H34096014), Ismi (H34096048),
Ratu M. (H34096085), Yerris S. Preemasgar(H34096125)

Program Penyelenggaraan Khusus Ekstensi Agribisnis


Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
2010
Nilai
Hari / Tanggal : Sabtu / 20 November 2010
Ruang : Botani

PROVINSI RIAU
1. Keadaan Umum

1.1 Luas dan Batas Wilayah


Provinsi Riau terdiri dari daerah daratan dan perairan, dengan luas lebih kurang
8.915.015,09 Ha (89.150 Km2), Keberadaannya membentang dari lereng Bukit Barisan
sampai dengan Selat Malaka terletak antara 01° 05’ 00” Lintang Selatan - 02° 25’ 00”
Lintang Utara atau antara 100° 00’ 00” - 105° 05’ 00” Bujur Timur. Disamping itu sesuai
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 terdapat wilayah lautan sejauh 12 mil dari garis
pantai. Di daratan terdapat 15 sungai, diantaranya ada 4 sungai besar yang mempunyai
arti penting sebagai sarana perhubungan seperti Sungai Siak (300 Km) dengan kedalaman
8 -12 m, Sungai Rokan (400 Km) dengan kedalaman 6-8 m, Sungai Kampar (400 Km)
dengan kedalaman lebih kurang 6 m dan Sungai Indragiri (500 Km) dengan kedalaman
6-8 m. Ke 4 sungai yang membelah dari pegunungan daratan tinggi Bukit Barisan
Bermuara di Selat Malaka dan Laut Cina Selatan itu dipengaruhi pasang surut laut.
Adapun batas-batas Provinsi Riau bila dilihat posisinya dengan negara tetangga
dan provinsi lainnya adalah sebagai berikut:
a. Sebelah Utara : Selat Malaka dan Provinsi Sumatera Utara
b. Sebelah Selatan : Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Barat
c. Sebelah Timur : Provinsi Kepulauan Riau dan Selat Malaka
d. Sebelah Barat : Provinsi Sumatera Barat dan Sumatera Utara.
Provinsi Riau terdiri dari 9 (sembilan) Kabupaten dan 2 (dua) Kota dengan luas
wilayah masing-masing Kabupaten/Kota seperti terlihat pada tabel berikut ini :.
Nama-nama Ibukota dan Luas Wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Riau
NO KABUPATEN/KOTA IBUKOTA LUAS (Ha) LUAS AREA (%)
1 2 3 4 5
1. Kuantan Singingi Taluk Kuantan 520.216,13 5,84
2. Indragiri Hulu Rengat 767,626,66 8,61
3. Indragiri Hilir Tembilahan 1.379.837,12 15,48
4. Pelalawan Pangkalan Kerinci 1.240.413,95 13,9
5. Siak Siak Sri Indrapura 823.357,00 9,24
6. Kampar Bangkinang 1.092.819,71 12,26
7. Rokan Hulu Pasir Pangaraiyan 722.977,68 8,11
8. Bengkalis Bengkalis 1.204.423,05 13,51
9. Rokan Hilir Bagan Siapi-api 896.142,93 10,05
10. Pekanbaru Pekanbaru 63.300,86 0,71
11. Dumai Dumai 203.900,00 2,29
Provinsi Riau 8.915.015,09 100,00
Sumber: Riau Dalam Angka Tahun 2007

1.2 Iklim
Provinsi Riau pada umumnya beriklim tropis basah dengan rata-rata curah hujan
sepanjang tahun 2007 berkisar antara 2000-3000 mm per tahun yang dipengaruhi oleh
musim kemarau dan musim hujan. Sedangkan rata-rata hari hujan tercatat 167 hari.
Pekanbaru merupakan kota yang paling sering turun hujan, setiap tahunnya ada 212 hari,
diikuti Pelalawan 179 hari, Kabupaten Rokan Hilir 178 hari dan yang terakhir adalah
Kabupaten Siak 170 hari.
Berdasarkan data dari Stasiun Meteorologi Simpang Tiga, suhu udara rata-rata
Kota Pekanbaru tahun 2007 menunjukkan 27.4 celcius dengan suhu maksimum 32.5
celcius dan suhu minimum 23.2 celcius. Kejadian kabut selama tahun 2003 tercatat
sebanyak 45 kali dan yang paling banyak terjadi pada bulan Mei dan Juni sebanyak 13
kali. Permasalahan kabut merupakan permasalahan yang sangat serius di Provinsi Riau,
karena tidak saja merusak kesehatan tetapi sudah mengganggu jalur transportasi,
terutama transportasi udara. Disamping itu kabut itu sendiri sudah menganggu
kenyamanan negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura.
Provinsi Riau memiliki pulau-pulau yang cukup banyak, baik kecil maupun
besar, baik yang bernama maupun yang belum bernama dan baik yang berpenghuni
maupun yang belum berpenghuni. Jumlah pulau di Provinsi Riau sebanyak 3.214 buah
(sebelum dimekarkan menjadi dua Provinsi), diantaranya 743 buah pulau sudah
mempunyai nama, sedangkan yang lainnya belum mempunyai nama. Sebagian besar
pulau-pulau kecil yang terhampar di Laut Cina Selatan belum dihuni penduduk.
Sedangkan pulau-pulau yang terdapat di sepanjang pantai Riau Daratan
berhadapan dengan muara sungai-sungai besar, seperti; Pulau Lalang, Rupat, Bengkalis,
Padang, Ransang, Tebing Tinggi, Penyalai, Serampang, Muda, Pancung, Kateman, dan
lain-lain. Pulau-pulau ini masing-masing mempunyai sejarah dan peranan tersendiri.
Diantaranya Pulau Bengkalis, yaitu suatu pulau dimana terdapat Kota Bengkalis yang
sudah memegang peranan sejak abad 14 Masehi dalam perdagangan internasional. Pulau
Tebing Tinggi adalah suatu tempat terdapatnya Kota Selat Panjang, salah satu kota
penting pada saat ini. Di daerah Bagan Siapi-api terletak pulau yang bernama Berkeh,
yaitu pulau baru terbentuk beberapa tahun terakhir ini akibat endapan sungai Rokan.
Hampir 71.33 % Provinsi Riau merupakan daerah lautan (masih bergabung
dengan Provinsi Kepulauan Riau), dengan panjang garis pantai 1.800 mil. Berdasarkan
Undang-undang No. 5 tahun 1983, Luas Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) Provinsi Riau
adalah 379.000 Km2. Namun setelah terjadi pemekaran wilayah belum ada data yang
pasti berapa panjang garis pantai Provinsi Riau pada saat ini. Hingga saat ini belum ada
pengukuran yang dilakukan oleh pihak yang berwenang terhadap panjang garis pantai
Provinsi Riau setelah terjadinya pemekaran wilayah.

1.3 Kependudukan
1.3.1 Penduduk
Penduduk Riau berdasarkan hasil olahan SUPAS, Sensus Penduduk dan Proyeksi
Susenas tahun 2007 sebesar 5.070.952 jiwa. Kabupaten/Kota yang memiliki jumlah
penduduk terbanyak adalah Kota Pekanbaru dengan jumlah penduduk 779.899 jiwa,
sedangkan Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk terkecil adalah Kota Dumai sebesar
231.121 jiwa. Rincian jumlah penduduk per Kabupaten/Kota se Provinsi Riau dapat
dilihat pada Tabel.
JUMLAH PENDUDUK MASING-MASING KABUPATEN/KOTA
DARI TAHUN 2004 - 2008
TAHUN
KABUPATEN/
NO 2005 2006 2007 2008
KOTA
L P L P L P L P
1 Kuansing 137.968 122.259 140.637 124.624 142.897 127.423 145.242 129.515
2 Indragiri Hulu 163.803 142.379 166.882 145.056 169.589 148.160 172.168 150.591
3 Indragiri Hilir 328.265 302.598 335.405 309.179 341.397 316.682 348.003 322.811
4 Pelalawan 138.278 116.092 142.958 120.021 147.256 124.406 151.882 128.315
5 Siak 166.020 143.825 168.412 145.898 170.207 148.378 172.254 150.163
6 Kampar 299.165 272.814 304.083 277.298 307.911 282.556 312.238 286.526
7 Rokan Hulu 187.110 167.180 194.727 173.986 201.893 181.524 209.619 188.470
8 Bengkalis 395.908 322.984 401.566 327.599 405.833 333.163 410.666 337.131
9 Rokan Hilir 226.496 210.654 244.979 227.844 263.855 246.972 284.829 266.573
10 Pekanbaru 401.797 370.905 403.825 372.776 404.319 375.580 407.161 378.219
11 Dumai 117.164 102.187 120.314 104.935 123.090 126.103 126.103 110.675
TOTAL 2.561.974 2.273.788 2.623.788 2.329.216 2.678.077 2.392.875 2.740.165 2.448.989
JUMLAH
4.835.851 4.953.004 5.070.952 5.189.154
(L+P)
Sumber : BPS Provinsi Riau

1.3.2 Suku, Bahasa dan Kerajinan Daerah


Penduduk Provinsi Riau terdiri dari penduduk asli dan para pendatang yang
berjenis-jenis suku bangsanya. Mereka tinggal di daerah-daerah tertentu dan kota.
Adapun suku-suku yang terdapat di Provinsi Riau adalah sebagai berikut :

1. Suku Melayu; merupakan penduduk asli dan mayoritas, terdapat di seluruh daerah
Riau.
2. Suku Bugis dan Makassar; mereka datang dari Sulawesi Selatan. Banyak terdapat di
Indragiri Hilir, seperti di Tembilahan, Enok, Tempuling Gaung anak Serka dan Reteh.
Suku Banjar; Suku Banjar ini datang dari Kalimantan Selatan, mereka menetap di
Tembilahan dan Sapat.
3. Suku Mandahiling; mereka tinggal dengan daerah berbatasan dengan Sumatera Utara
seperti di Pasir Pengaraian.
4. Suku Batak; mereka tinggal dikota-kota yang agak besar. Banyak diantara mereka
yang bekerja sebagai Pegawai Negeri, anggota TNI dan buruh.
5. Suku Jawa; pada umumnya ada di daerah Riau, terutama daerah transmigrasi dan
daerah perkotaan. Mereka ada yang bekerja sebagai petani yang rajin, pegawai negeri,
anggota TNI, buruh dan sebagainya.
6. Suku Minangkabau; suku Minangkabau pada umumnya tinggal di kota-kota dan
daerah pasar. Pada umumnya mereka hidup sebagai pedagang, namun banyak juga
yang menjadi pegawai negeri, anggota TNI, dll. Suku Minangkabau merupakan suku
yang suka merantau.
7. Suku-suku lainnya adalah Cina; Suku Cina pada umumnya tinggal di daerah kepulaun
seperti di Bagansiapi-api dan Bengkalis. Namun sekarang ini banyak juga yang
tinggal didaerah perkotaan.
Bahasa pengantar pada umumnya menggunakan bahasa Melayu. Bahasa Melayu
Riau mempunyai sejarah yang cukup panjang, karena pada dasarnya Bahasa Indonesia
berasal dari bahasa Melayu. Pada Zaman Kerajaan Sriwijaya, Bahasa Melayu sudah
menjadi bahasa internasional Lingua franca di kepulauan Nusantara, atau sekurang-
kurangnya sebagai bahasa perdagangan di Kepulauan Nusantara. Bahasa Melayu,
semenjak pusat kerajaan berada di Malaka kemudian pindah ke Johor, akhirnya pindah ke
Riau mendapat predikat pula sesuai dengan nama pusat kerajaan Melayu itu. Karena itu
bahasa Melayu zaman Melaka terkenal dengan Melayu Melaka, bahasa Melayu zaman
Johor terkenal dengan Melayu Johor dan bahasa Melayu zaman Riau terkenal dengan
bahasa Melayu Riau.
Pada zaman dahulu ada beberapa alasan yang menyebabkan Bahasa Melayu
menjadi bahasa resmi digunakan, yaitu: (1) Bahasa Melayu Riau secara historis berasal
dari perkembangan Bahasa Melayu semenjak berabad-abad yang lalu. Bahasa Melayu
sudah tersebar keseluruh Nusantara, sehingga sudah dipahami oleh masyarakat, bahasa
ini sudah lama menjadi bahasa antar suku di Nusantara, (2) Bahasa Melayu Riau sudah
dibina sedemikian rupa oleh Raja Ali Haji dan kawan-kawannya, sehingga bahasa ini
sudah menjadi standar, dan (3) Bahasa Melayu Riau sudah banyak publikasi, berupa
buku-buku sastra, buku-buku sejarah dan agama baik dari zaman Melayu klasik maupun
dari yang baru.
Provinsi Riau sangat kaya akan kerajinan daerahnya, hanya sampai saat ini masih
kurang mendapat perhatian. Salah satu bentuk kerajinan daerah Riau adalah anyaman
yang berkembang dalam bentuk beraneka ragam yang erat hubungannya dengan
kebutuhan hidup manusia. Kerajinan anyaman dibuat dari daun pandan, daun rasau,
rumput laut, batang rumput resam, rotan, daun kelapa, daun nipah dan daun Rumbia.
Hasil anyaman ini berupa; bakul, sumpit, ambung, katang-katang, tikar, kajang, atap,
ketupat, tudung saji, tudung kepala dan alat penangkap ikan yang disebut sempirai,
pangilo, lukah dan sebagainya.
Kerajinan lainnya adalah berupa tenunan yang sangat terkenal yaitu tenunan Siak.
Tenunan siak ini mempunyai motif yang khas, sehingga nilai jualnya juga cukup tinggi.
Tenunan ini biasanya dikerjakan dengan peralatan tradisional. Tenunan ini apabila
dikelola dengan baik justru memberikan keuntungan yang cukup besar, tidak saja
pengrajin tenun tapi juga bagi daerah Siak sendiri.

1.3.3 Ketenagakerjaan
Masalah kependudukan selalu berkaitan dengan masalah ketenagakerjaan. Salah
satu contoh adalah tingginya tingkat pertumbuhan penduduk akan berpengaruh juga pada
tingginya penyediaan tenaga kerja. Penawaran tenaga kerja yang tinggi tanpa diikuti
penyediaan kesempatan kerja yang cukup dan kualitas dan kuantitas sumber daya
manusia yang ada justru akan menimbulkan pengangguran dan setengah pengangguran di
Provinsi Riau.
Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2006 tercatat bahwa
penduduk Provinsi Riau yang berusia 10 tahun keatas adalah 3.761.391 jiwa, dari jumlah
tersebut sebanyak 2.107.633 jiwa atau 56.03 % adalah angkatan kerja dan 1.653.758 jiwa
atau 43.97 % bukan angkatan kerja. Bila dibandingkan jumlah penduduk laki-laki
angkatan kerja dan bukan angkatan kerja pada masing-masing kabupaten/kota, jumlah
angkatan kerja jauh lebih banyak dari pada bukan angkatan kerja. Namun sebaliknya,
bukan angkatan kerja perempuan lebih banyak dibandingkan dari pada jumlah bukan
angkatan kerja laki-laki. Hal ini bisa dilihat bahwa kebanyakan perempuan di Provinsi
Riau lebih banyak tinggal di rumah.
Untuk melihat %tase angkatan kerja dan bukan angkatan kerja laki-laki dan
perempuan berdasarkan Kabupaten/Kota tahun 2006 (hasil Susenas) dapat dilihat pada
tabel dibawah ini :
%tase Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja Tahun 2006
No. KABUPATEN/KOTA LAKI-LAKI (%) PEREMPUAN (%)
Angk. Non Angk. Angk. KerjaNon Angk. Kerja
Kerja Kerja
1. Kuantan Singingi 83.93 16.07 34.08 65.92
2. Indragiri Hulu 82.13 17.87 26.22 73.78
3. Indragiri Hilir 83.58 16.42 35.38 64.62
4. Pelalawan 85.02 14.98 22.34 77.66
5. Siak 85.12 14.88 24.46 75.54
6. Kampar 79.23 20.77 30.21 69.79
7. Rokan Hulu 82.77 17.23 30.86 69.14
8. Bengkalis 81.86 18.14 26.04 73.96
9. Rokan Hilir 82.87 17.13 18.01 81.99
10. Pekanbaru 79.84 20.16 34.33 65.67
11. Dumai 80.09 19.91 24.02 75.98
Sumber : BPS Provinsi Riau
Penduduk diatas bekerja pada berbagai lapangan usaha yang ada di
kabupaten/kota. Penduduk berumur 10 tahun keatas yang bekerja di lapangan usaha
pertanian berjumlah 1.115.359 jiwa atau 52.92 %, pertambangan dan penggalian 65.126
jiwa atau 3.09 %, industri pengolahan berjumlah 96.740 atau 4.59 %, listrik, air dan gas
sebanyak 11.381 jiwa atau 0.54 %, bangunan dan kontruksi sebanyak 152.171 jiwa atau
7.22 %, perdagangan, rumah makan dan hotel sebanyak 294.647 jiwa atau 13.98 %,
angkutan dan komunikasi sebanyak 136.996 jiwa atau 6.50 %, keuangan dan asuransi
sebanyak 16.018 jiwa atau 0.76 %, jasa-jasa sebanyak 219.194 jiwa atau 10.40 % dan
lapangan usaha lainnya sebanyak 0.0 %.
Dari komposisi diatas terlihat bahwa penduduk Riau pada umumnya adalah
petani, karena sebanyak 1.115.359 jiwa atau 52.92 % bekerja di sektor pertanian.
Sedangkan untuk perdagangan, rumah makan dan hotel menempati posisi kedua yaitu
sebanyak 294.647 jiwa atau 13.98 %, posisi ketiga sektor jasa sebanyak 219.194 jiwa
atau 10.40 %.
Penduduk merupakan modal/aset bagi daerah dalam melaksanakan pembangunan
di daerah apabila dikelola secara baik dan benar. Namun kondisi ini akan menjadi
terbalik apabila potensi penduduk yang ada tidak bisa dimanfaatkan dalam pelaksanaan
pembangunan. Untuk itu diperlukan keahlian masing-masing individu untuk ikut serta
dalam upaya pelaksanaan pembangunan di masing-masing kabupaten/kota. Keahlian
individu tidak terlepas dari tingkat pendidikan yang dimilikinya, semakin tinggi tingkat
pendidikan maka semakin tinggi pula skill yang ia miliki. Biasanya dalam hal upah,
semakin tinggi pendidikan akan semakin tinggi pula upah yang diberikan oleh
perusahaan tempat sesorang bekerja. Perushaan lebih melihat kepada keahlian atau skill
seseorang untuk direkrut menjadi pegawainya.

1.3.4 Tingkat Partisipasi Pendidikan


Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan
keterampilan untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia sehingga
kualitas sumber daya manusia sangat tergantung dari kualitas pendidikan. Pentingnya
pendidikan tercermin dalam UUD 1945 dimana dinyatakan bahwa pendidikan merupakan
hak setiap warga negara yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan
demikian program pendidikan mempunyai andil besar terhadap kemajuan sosial ekonomi
suatu bangsa.
Salah satu indikator tingkat pendidikan masyarakat adalah Angka Partisifasi
Sekolah (APS). dan Angka Partisipasi Murni (APM). Meningkatnya angka partisifasi
sekolah dapat menunjukkan keberhasilan pembangunan dalam bidang pendidikan. Angka
partisifasi sekolah adalah %tase penduduk yang masih sekolah pada umur tertentu
terhadap seluruh penduduk pada umur tertentu tanpa melihat panjang pendidikan yang
sedang diikuti. Dari data tahun 2006, Angka Partisipasi Khusus (APK) untuk Sekolah
Dasar/MI adalah sebesar 109.47 %, Sekolah Menengah Pertama/MTS sebesar 86,36 %
dan Sekolah Menengah Atas/ SMK/ MA adalah sebesar 63,28 %. Sedangkan untuk
Angka Partisipasi Murni (APM) untuk Sekolah Dasar/MI adalah sebesar 96,29 %,
Sekolah Menengah Pertama/ MTS sebesar 70.48 % dan Sekolah Menengah Atas/
SMK/MA adalah sebesar 52.72 %.
Kecendrungan untuk terus meningkat tidak saja pada Angka Partisipasi Sekolah,
tetapi juga pada rata-rata lama sekolah di Provinsi Riau. Jika dibandingkan dengan rata-
rata nasional, Provinsi Riau masih jauh diatas rata-rata lama sekolah nasional. Untuk
tahun 2004, rata-rata lama sekolah di Provinsi Riau adalah 8.2 tahun, sedangkan rata-rata
nasional hanya selama 7.2 tahun. Tahun 2005 dan 2006 rata-rata lama sekolah di Provinsi
Riau adalah 8.4 tahun, sedangkan rata-rata nasional untuk tahun 2005 selama 7.3 tahun
dan 7.4 tahun pada tahun 2006.
Jika dilihat pada masing-masing kabupaten/kota, Kota Pekanbaru menempati
peringkat pertama untuk tahun 2006, yaitu 11.3 tahun, diikuti Kota Dumai dengan rata-
rata lama sekolah 9.7 tahun. Sedangkan kabupaten yang paling rendah adalah Kabupaten
Rokan Hilir yaitu selama 7.2 tahun dan diikuti Kabupaten Indragiri Hulu dan Pelalawan,
yaitu selama 7.3 tahun. Ini berarti, rata-rata lama sekolah kabupaten terendah di Provinsi
Riau sama dengan rata-rata lama sekolah nasional pada tahun 2005. Ini memberikan
indikasi, bahwa masalah pendidikan di Provinsi Riau cukup tinggi, namun masih banyak
yang perlu dibenahi agar pendidikan Riau bisa lebih maju dari tahun ketahun.
Rata-rata Lama Sekolah Masing-masing Kabupaten/Kota Tahun 2004 – 2006
NO. KABUPATEN/KOTA RATA-RATA LAMA SEKOLAH
2004 2005 2006
1. Kuntan Singingi 7.7 7.8 7.8
2. Indragiri Hulu 7.1 7.3 7.3
3. Indragiri Hilir 6.9 7.0 7.6
4. Pelalawan 7.0 7.0 7.3
5. Siak 8.8 8.8 8.8
6. Kampar 7.6 7.8 8.0
7. Rokan Hulu 7.1 7.1 7.5
8. Bengkalis 8.4 8.6 8.6
9. Rokan Hilir 7.0 7.0 7.2
10. Pekanbaru 11.1 11.3 11.3
11. Dumai 9.7 9.3 9.7
RIAU 8.2 8.4 8.4
INDONESIA 7.2 7.3 7.4
Sumber : BPS Provinsi Riau
Salah satu permasalahan dalam dunia pendidikan di Provinsi Riau adalah masih
banyaknya angka buta huruf, artinya seseorang tidak bisa membaca dan menulis kalimat
sedikitpun, namun disisi lain sudah semakin tingginya angka melek huruf. Melek huruf
adalah kemampuan seseorang untuk membaca dan menulis kalimat sederhana, semakin
tinggi angka %tase melek huruf maka akan semakin besar peluang untuk berinteraksi dan
mendapatkan informasi yang lebih banyak. Salah satu indikator keberhasilan
pembangunan ditandai dengan semakin tingginya tingkat melek huruf pada suatu daerah.
Selain itu kemampuan baca tulis atau melek huruf merupakan salah satu indikator yang
penting dari seseorang untuk dapat menerima pesan tertulis, aktif berpartisifasi dalam
pembangunan serta dapat menikmati hasil pembangunan secara lebih wajar.
Keadaan penduduk Provinsi Riau yang telah melek huruf menunjukkan
perkembangan kearah yang lebih baik. Hal ini ditandai dengan terus meningkatnya
jumlah penduduk yang melek huruf, yang berarti jumlah penduduk di Provinsi Riau yang
buta huruf semakin berkurang. Apalagi dalam menghadapi arus informasi dewasa ini
yang berkembang cukup pesat, bagi mereka yang buta huruf akan tertinggal jauh
terutama masalah informasi yang semakin beragam.Untuk melihat perkembangan %tase
penduduk melek huruf tahun 2004 – 2006 di masing-masing kabupaten/kota yang ada di
Provinsi Riau, dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Angka Melek Huruf Masing-masing Kabupaten /Kota Tahun 2004 - 2006
NO. KABUPATEN/KOTA ANGKA MELEK HURUF (%)
2004 2005 2006
1. Kuantan Singingi 97.8 97.8 97.8
2. Indragiri Hulu 92.4 92.8 96.7
3. Indragiri Hilir 98.5 98.5 98.5
4. Pelalawan 93.6 93.6 93.6
5. Siak 94.1 94.1 98.2
6. Kampar 97.6 98.0 98.0
7. Rokan Hulu 96.4 96.4 97.4
8. Bengkalis 97.0 97.3 97.3
9. Rokan Hilir 88.8 88.8 97.4
10. Pekanbaru 99.5 99.7 99.8
11. Dumai 99.1 99.1 99.1
RIAU 96.4 97.8 97.8
INDONESIA 90.4 90.9 91.5
Sumber: BPS Provinsi Riau
Dari tabel terlihat bahwa ada kecendrungan angka melek huruf di Provinsi Riau
dari tahun ketahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2004, angka melek huruf
Provinsi Riau adalah 96.4 % dimana rata-rata nasional hanya sebesar 90.4 %, tahun 2005
menjadi 97,8 %, rata-rata nasional 90.9 %. Pada tahun 2006 sama dengan tahun 2005
yaitu sebesar 97.8 %. Ini artinya jauh melebihi rata-rata nasional yang hanya sebesar 91.5
% pada tahun 2006.
Sedangkan perbandingan untuk kabupaten/kota yang ada di Provinsi Riau adalah
Kota Pekanbaru mempunyai angka melek huruf yang paling tinggi pada tahun 2006,
yaitu sebesar 99.8 %, diikuti Kota Dumai yaitu sebesar 99.1 %. Sedangkan
kabupaten/kota yang paling rendah angka melek hurufnya adalah Kabupaten Pelalawan,
yaitu sebesar 93.6 %, diikuti oleh Kabupaten Indragiri Hulu yang hanya sebesar 96.7 %.

1.3.5 Tingkat Pengagguran


Masalah kependudukan selalu berkaitan dengan masalah ketenagakerjaan yang
akhirnya akan bermuara pada tingkat pengangguran. Permasalahan dewasa ini adalah
tingginya tingkat pertumbuhan penduduk yang berpengaruh pada tingginya penyediaan
(supply) tenaga kerja. Penawaran tenaga kerja yang tinggi tanpa diikuti penyediaan
kesempatan kerja yang cukup akan menimbulkan pengangguran dan setengah
pengangguran. Kondisi ini merupakan permasalahan mendasar yang dihadapi Provinsi
Riau dalam menangani masalah ketenagakerjaan.
Salah satu akibat utama sekaligus faktor penyebab rendahnya taraf hidup
penduduk di negara berkembang dalam hal ini termasuk Indonesia adalah terbatasnya
penyerapan sumber daya, termasuk sumber daya manusia. Jika dibandingkan dengan
negara-negara maju pemanfaatan sumber daya yang dilakukan di Indonesia demikian
juga halnya yang terjadi di Provinsi Riau relatif sangat rendah.
Adapun penyebab utamanya ada dua hal; (1) adanya pengangguran terselubung,
artinya orang-orang bekerja dibawah kapasitas optimalnya. Ini terlihat dari banyaknya
tenaga kerja di daerah pedesaan maupun di perkotaan di Provinsi Riau yang bekerja di
bawah jam kerja normal, mereka hanya bekerja harian, mingguan bahkan musiman dan
(2) tingginya tingkat pengangguran penuh atau terbuka yakni orang-orang yang
sebenarnya mampu dan ingin bekerja akan tetapi tidak mendapatkan lapangan pekerjaan
sama sekali.
Pengangguran terselubung di Provinsi Riau banyak terdapat pada sektor pertanian
dan sektor-sektor informal, sepintas lalu mereka kelihatan bekerja secara penuh
sepanjang hari. Namun sebenarnya untuk penyelesaian pekerjaan-pekerjaan yang biasa
mereka tangani tersebut tidak memerlukan waktu sepanjang hari. Tekanan terhadap
sektor industri seringkali mengakibatkan adanya pengangguran tertutup tersebut. Apabila
setiap pekerjaan yang tersedia selalu digarap beramai-ramai maka orang yang
bersangkutan yakni separuh bekerja separuh menganggur tidak akan kelihatan jelas.
Akan tetapi seandainya volume pekerjaan yang ada di bagi secara merata maka mereka
akan segera kelihatan dan praktek pengangguran terlindungi yang tidak efisien itu akan
lebih mudah terlihat.
Dengan mempertimbangkan tingkat kelahiran yang terjadi di Provinsi Riau pada
saat ini, maka bisa dipastikan bahwa penawaran tenaga kerja di Provinsi Riau akan
meningkat. Hal ini berarti penyediaan lapangan kerja harus segera dilipatgandakan demi
memenuhi tuntutan pertumbuhan angkatan kerja yang terus meningkat tersebut.
Sementara itu, daerah di Provinsi Riau terutama pada daerah perkotaan semakin padat
dan persaingan untuk mendapatkan pekerjaan semakin sulit karena semakin banyak orang
dari luar Provinsi Riau yang melakukan migrasi dalam rangka mencari pekerjaan.
Pertumbuhan lowongan kerja yang tidak sebanding dengan jumlah angkatan
kerja ataupun jumlah mereka yang mencari pekerjaan menyebabkan terjadinya
peningkatan pengangguran. Kondisi ini bukan saja terjadi dalam satu daerah tetapi juga
antar daerah. Provinsi Riau yang dikenal sebagai daerah yang kaya akan sumber daya
alam dan mengeliat perekonomiannya menjadi incaran para pencari kerja untuk
mendapatkan penghidupan yang lebih baik. Namun yang menjadi permasalahan adalah
tidak semua mereka yang melakukan migrasi ke Provinsi Riau tersebut memiliki keahlian
tertentu sehingga sebahagian dari mereka turut menambah jumlah penggangguran dan
permasalahan ketenagakerjaan di daerah ini.
Dari Grafik 13 diatas terlihat bahwa pencari kerja dengan penempatan kerja kerja
sangat tidak sebanding, hal inilah yang menjadikan jumlah pengangguran di Provinsi
Riau tiap tahunnya selalu menunjukkan angka yang meningkat. Data di atas adalah data
tahun 2006, sisa pencari kerja tahun 2005 untuk laki-laki berjumlah sebanyak 19.752
orang sedangkan perempuan sebanyak 16.881 orang. Sedangkan pencari kerja tahun 2006
untuk laki-laki sebanyak 17.489 orang dan perempuan 12.415 orang, lowongan yang
akan diisi hanya untuk 1.363 orang laki-laki dan 1.175 orang perempuan. Pada saat yang
sama juga dilakukan penghapusan, dimana untuk laki-laki sebanyak 3.147 orang dan
perempuan sebanyak 2.485 orang, ini artinya sisa pencari kerja untuk tahun 2006 adalah,
laki-laki sebanyak 20.636 orang dan perempuan sebanyak 14.900 orang.
Sisa pencari kerja ini akan menjadi pengangguran kalau ia tidak berusaha untuk
mencari pekerjaan lain pada waktu itu. Sisa pencari kerja ini biasanya akan berusaha
untuk melamar kembali bulan atau tahun berikutnya, sehingga akan terjadi lagi kompetisi
yang sangat ketat dalam memperebutkan sisa lowongan pekerjaan yang tersedia, karena
jumlah pencari kerja ini akan semakin meningkat karena adanya pencari kerja yang baru
diluar sisa pencari kerja yang gagal memasuki lowongan kerja tahun sebelumnya.
Kondisi inilah yang sangat sulit untuk diatasi bagi Provinsi Riau.
Pencari Kerja yang Belum Ditempatkan Menurut Profesi
No. PROFESI Pencari Kerja yang Belum di Lowongan yang belum di
Tempatkan (Awal Tahun Penuhi (Awal Tahun 2007)
2007)
Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Perempuan
1. Tenaga Teknik, Ahli 2.615 2.734 0 0
2. Tenaga Pemerintahan 415 371 0 0
3. Tenaga Tata Usaha 13.663 13.785 0 0
4. Tenaga Usaha 137 370 0 0
5. Penjualan 606 954 0 0
6. Tenaga Usaha jasa 198 128 0 0
7. Tenaga Pertanian 15.097 7.294 0 0
Tenaga Produksi,
Operator dan Tenaga
Lainnya
JUMLAH 32.731 25.636 0 0
Sumber : DISNAKER Provinsi Riau
Dari tabel terlihat bahwa kebanyakan pencari kerja adalah tamatan universitas,
namun sangat disayangkan lowongan kerja untuk mereka tidak ada sama sekali. Dari
berbagai profesi pencari kerja yang ada di Provinsi Riau, tenaga produksi, operator, alat
angkutan dan tenaga lainnya merupakan yang paling banyak, yaitu untuk laki-laki
sebanyak 15.097 orang atau 46.12 %, sedangkan perempuan sebanyak 7.294 orang
atau 28.45 %. Tenaga tata usaha menempati urutan kedua, yaitu sebanyak 13.663 orang
atau 41.74 % untuk laki-laki dan 13.785 orang atau 53.77 % untuk perempuan. Tenaga
teknik/ahli juga masih banyak yang belum ditempatkan, yaitu sebanyak 2.615 orang atau
7.98 % untuk laki-laki dan 2.734 orang atau 10.66 % untuk perempuan.
Namun sangat disayangkan, dari begitu banyak tenaga kerja yang belum
ditempatkan disebabkan tidak ada lowongan pekerjaan sama sekali. Jumlah ini tiap tahun
akan selalu bertambah, sementara lowongan yang tersedia sangat terbatas. Untuk itulah
diharapkan, bagi mereka yang mempunyai keahlian agar bisa mengembangkan
keahliannya tersebut untuk lebih bersikap mandiri, sehingga tidak menunggu lowongan
pekerjaan yang tersedia baik di pemerintahan maupun di swasta.
Begitu juga hendaknya perusahaan baik lokal maupun asing agar lebih
memperhatikan tenaga kerja lokal dalam mengambil tenaga kerja di perusahaan. Hal ini
untuk menghindari kecemburuan sosial bagi penduduk tempatan, sehingga hal-hal yang
tidak diinginkan bisa dihindari. Upaya Pemerintah Daerah dalam menghimbau
perusahaan untuk mengambil tenaga kerja tempatan sudah dilakukan, sekarang tinggal
bagaimana kepatuhan suatu perusahaan untuk melaksanakannya. Pemerintah Daerah
harus bersikap tegas jika sekiranya suatu perusahaan tidak mematuhi peraturan yang
sudah ditentukan. Jalan seperti inilah nantinya akan bisa mengurangi pengangguran yang
ada di Provinsi Riau.
1.4 Sarana & Prasarana

1.4. 1. Kesehatan
Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan selama ini merupakan bagian yang
tidak dapat dipisahkan dari pembangunan Provinsi Riau, karena kesehatan menyentuh
hampir semua aspek demografi/kependudukan, keadaan dan pertumbuhan ekonomi
masyarakat termasuk tingkat pendidikan serta keadaan dan perkembangan lingkungan
fisik maupun biologik. Salah satu kebijaksanaan dasar pembangunan kesehatan diarahkan
untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, meningkatkan kesejahteraan
keluarga dan masyarakat serta mempertinggi kesadaran masyarakat akan pentingnya
hidup sehat.
Sementara itu mutu dan manajemen kesehatan sangat dipengaruhi oleh jumlah
dan jenis tenaga kesehatan, alokasi anggaran, sarana pelayanan kesehatan yang tersedia,
obat dan peralatan kesehatan serta sarana lainnya. Percepatan penyebaran tenaga
kesehatan telah diupayakan melalui penempatan dokter dan dokter gigi sebagai Pegawai
Tidak Tetap (PTT) dan penempatan tenaga bidan di desa, serta wajib kerja tenaga sarjana
bagi lulusan dokter spesialis. Di bidang sarana kesehatan telah diupayakan penyediaan
sarana dan prasarana pelayanan kesehatan secara merata di seluruh pelosok
kabupaten/kota yang ada di Provinsi Riau.
Berbagai terobosan telah dilakukan dalam rangka meningkatkan upaya
pembangunan kesehatan secara lebih berdayaguna serta mendekatkan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat, meningkatkan pemerataan dan mutu pelayanan terutama
untuk daerah terpencil. Sementara itu beberapa langkah telah diambil untuk
mengantisipasi dampak negatif krisis ekonomi yang berkelanjutan antara lain melalui
Jaringan Perlindungan Sosial Bidang Kesehatan (JPSBK). Dengan pembangunan yang
dilaksanakan secara intensif, berkesinambungan dan merata serta ditunjang oleh
informasi kesehatan yang baik, diharapkan derajat kesehatan masyarakat dapat semakin
ditingkatkan.
Walaupun secara umum terdapat kemajuan dibidang upaya kesehatan yang telah
berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, namun masalah-masalah kesehatan
yang dihadapi terasa semakin kompleks. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia,
bencana Alam yang memporak-porandakan kehidupan masyakat serta pemberlakuan UU
No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 33 tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, telah ditetapkan visi dan misi
Pembangunan Kesehatan Provinsi Riau. Namun demikian menyadari adanya
keterbatasan sumber daya dan sesuai dengan prioritas masalah yang ada
serta kecendrungannya dimasa mendatang, maka disusun program pembangunan
kesehatan di Provinsi Riau untuk mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat
dalam rencana pembangunan kesehatan telah ditetapkan Visi Riau Sehat 2005, yaitu : (1)
Program perbaikan gizi masyarakat, (2) Program lingkungan sehat, (3) Program perilaku
sehat dan pemberdayaan masyarakat, (4) Program upaya kesehatan, (5) Program sumber
daya kesehatan, (6) Program pengembangan peraturan penyelenggaraan upaya kesehatan
dan (7) Program obat, makanan dan bahan berbahaya.
Salah satu faktor penunjang dalam pelayanan kesehatan masyarakat adalah
keberadaan jasa pelayanan masyarakat itu sendiri, seperti Rumah Sakit, Puskesmas,
Posyandu, toko obat dan apotik. Keberadaan Rumah Sakit khusunya di Kota Pekanbaru
dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan, dalam hal ini Rumah Sakit Swasta.
Kondisi ini akan menjadi tantangan di masa mendatang bagi Rumah Sakit Negeri dalam
hal peningkatan pelayanan terhadap masyarakat. Dengan meningkatnya pelayanan,
diharapkan masyarakat Riau tidak lagi akan pergi ke Malaka untuk berobat, karena
selama ini banyak masyarakat Riau berobat ke Malaka disebabkan pelayanan yang
diberikan cukup baik dibandingkan dengan pelayanan di Rumah Sakit yang ada di
Provinsi Riau.
Untuk melihat perbandingan Rumah Sakit (swasta dan negeri), Klinik,
Puskesmas, Posyandu, Apotik dan toko obat masing-masing kabupaten/kota tahun 2006
bisa dilihat pada tabel berikut ini :
Sarana dan Prasarana Kesehatan Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2006
No. KABUPATEN/ SARANA & PRASARANA KESEHATAN
KOTA R.Sakit Klinik Psksmas Posyandu Apotik Tk.
Obat
1. Kuantan Singingi 1 33 15 295 2 11
2. Indragiri Hulu 1 45 13 353 8 26
3. Indragiri Hilir 1 23 23 404 8 75
4. Pelalawan 2 63 11 191 9 54
5. Siak 1 17 13 290 4 4
6. Kampar 3 42 19 510 13 128
7. Rokan Hulu 3 26 16 384 3 9
8. Bengkalis 2 22 16 567 24 24
9. Rokan Hilir 3 12 10 327 8 17
10. Pekanbaru 16 405 15 528 148 227
11. Dumai 3 49 7 135 12 56
JUMLAH 36 737 158 3.984 239 631
Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Riau - 2006
Dari tabel 28 terlihat bahwa sarana dan prasarana khususnya Rumah Sakit belum
merata di Provinsi Riau. Dari 36 Rumah Sakit Negeri dan Swasta yang ada di Provinsi
Riau tahun 2006, sebanyak 14 Rumah Sakit atau 50.00 % ada di Kota Pekanbaru.
Sementara di Kota Dumai sebanyak 3 Rumah Sakit atau 10.71 %.
Selain Kabupaten Kampar dan Pelalawan semua kabupaten hanya memiliki satu
buah Rumah Sakit. Hal ini memberikan gambaran bahwa kota lebih melihat Rumah Sakit
sebagai hal yang penting dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Jika dilihat
dari jumlah penduduk, sudah saatnya kabupaten/kota meningkatkan sarana dan prasarana
dalam hal ini Rumah Sakit pada masing-masing kabupaten/kota. Hal yang terpenting
adalah perlengkapan Rumah Sakit itu sendiri, karena selama ini untuk pengobatan
penyakit berat, Rumah Sakit kabupaten/kota memberi rujukan untuk pasien berobat ke
Kota Pekanbaru. Kondisi ini tidak saja menyangkut keselamatan pasien, tetapi waktu
yang ditempuh menuju Kota Pekanbaru memerlukan waktu yang lama sehingga akan
memperburuk kondisi pasien dalam perjalanan.
Untuk sarana dan prasarana kesehatan klinik, keberadaannya sudah merata di
hampir seluruh kabupaten/kota. Kota Pekanbaru memiliki klinik yang terbanyak, yaitu
405 klinik atau 54.95 % dari jumlah total keseluruhan klinik yang ada di Provinsi Riau.
Kabupaten Pelalawan menempati posisi kedua sebanyak 63 klinik atau 8.54 % dan Kota
Dumai sebanyak 49 klinik atau 6.64 %. Keberadaan klinik disuatu daerah merupakan hal
yang sangat vital dalam upaya membantu pengobatan masyarakat. Hal ini didasari bahwa
keberadaan Rumah Sakit di suatu kabupaten/kota yang masih terbatas, sehingga
keberadaan klinik merupakan salah satu solusi sebagai tempat pengobatan bagi
masyarakat.
Keberadaan Puskesmas di Provinsi Riau sudah cukup merata di masing-masing
kabupaten/kota, hal ini terlihat pada tabel 31 dimana hampir semua kabupaten/kota sudah
memiliki Puskesmas. Pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas diarahkan pada
kegiatan/pelayanan Puskesmas yang mempunyai daya ungkit didalam menurunkan
Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Balita (AKB) dan status gizi buru Balita.
Upaya kesehatan dasar di Puskesmas seperti imunisasi, gizi, penanggulangan ISPA,
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), pemberantasan diare, TB paru, malaria,
pemberantasan vektor demam berdarah dan penyuluhan kesehatan. Puskesmas bisa di
bagi beberapa kelas, yaitu Puskesmas Induk, Puskesmas Pembantu dan Puskesmas
Keliling. Dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan dasar di Provinsi Riau,
pemerintah telah membangun Puskesmas sebanyak 158 buah, dimana 23 Puskesmas atau
14.55 % berada di Kabupaten Indragiri Hilir, 19 Puskesmas atau 12.02 % berada di
Kabupaten Kampar dan 16 Puskesmas atau 10.12 % masing-masing berada di
Kabupaten Bengkalis dan Rokan Hulu.
Dari beberapa macam sarana dan prasarana kesehatan yang ada di Provinsi Riau,
Posyandu merupakan sarana dan prasarana yang paling banyak, yaitu 3.984 Posyandu.
Posyandu mempunyai peranan yang sangat penting, khususnya di daerah pedesaan.
Posyandu melayani ibu dan anak di pedesaan terutama melakukan penimbangan bayi
setiap bulannya. Kabupaten Bengkalis memiliki Posyandu yang paling banyak, yaitu 567
buah atau 14.23 %, Kota Pekanbaru sebanyak 528 buah atau 13.25 %.
Keberadaan apotik merupakan hal yang sangat penting dalam mendukung
pelayanan kesehatan masyarakat. Jumlah apotik di Provinsi Riau dari data yang ada
sebanyak 239 buah, dimana jumlah terbanyak terdapat di Kota Pekanbaru sebanyak 148
buah atau 61.92 %, diikuti Kabupaten Bengkalis sebanyak 24 buah atau 10.04 % dan
Kabupaten Kampar sebanyak 13 buah atau 5.43 %.
Disamping apotik juga ada toko obat dimana pada tahun 2006 toko obat di
Provinsi Riau berjumlah sebanyak 631 buah, dimana sebanyak 227 buah atau 35.97 %
berada di Kota Pekanbaru. Kabupaten Kampar juga memiliki toko obat yang cukup
banyak, yaitu 128 buah atau 20.28 %. Keberadaan toko obat di Provinsi Riau belum
merata, ada kabupaten/ kota yang memiliki toko obat yang banyak namun ada juga
kabupaten/kota yang belum memiliki toko obat.
Keberadaan sarana dan prasarana kesehatan sangat erat sekali hubungannya
dengan keberadaan tenaga medis. Tenaga medis bisa berupa dokter, bidan, perawat dan
apoteker. Pemerintah Daerah telah mengupayakan menciptakan tenaga medis dari sumber
daya manusia yang ada di Provinsi Riau. Setelah berjuang beberapa tahun, akhirnya
Provinsi Riau pada tahun 2004 sudah memiliki Fakultas Kedokteran. Hingga tahun 2007,
Fakultas Kedokteran Universitas Riau belum ada mewisuda mahasiswanya. Meskipun
demikian, sudah banyak mahasiswa Fakultas Kedokteran yang melakukan praktek di
berbagai rumah sakit baik Rumah Sakit Pemerintahan maupun Rumah Sakit Swasta
yang ada di Provinsi Riau.
Jumlah dokter spesialis di Provinsi Riau tahun 2006 sebanyak 229 orang, dokter
umum 701 orang, dokter gigi 177 orang, bidan 845 orang, perawat 1.984 orang dan
apoteker sebanyak 4.191 orang. Dari perbandingan tenaga medis di Provinsi Riau, jumlah
perawat lebih banyak dibandingkan dengan tenaga medis lainnya. Untuk lebih jelasnya
perbandingan jumlah tenaga medis masing-masing kabupaten/kota, dapat di lihat pada
tabel berikut ini :
Jumlah Tenaga Medis Masing-masing Kabupate/Kota Tahun 2006
No. KABUPATEN/ KOTA TENAGA MEDIS
dr.Spesialis dr.Umum dr. Gigi Bidan Perawat Aptkr
1. Kuantan Singingi 3 34 5 23 124 14
2. Indragiri Hulu 6 40 10 72 144 21
3. Indragiri Hilir 7 25 11 47 311 26
4. Pelalawan 20 55 10 6 51 33
5. Siak 3 38 10 84 62 14
6. Kampar 12 72 18 86 306 25
7. Rokan Hulu 5 57 5 35 151 15
8. Bengkalis 6 70 12 73 98 32
9. Rokan Hilir 6 54 10 34 133 20
10. Pekanbaru 142 203 70 301 482 169
11. Dumai 19 53 16 84 122 41
JUMLAH 229 701 177 845 1.984 4.191
Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Riau – 2006
Bila dilihat masing-masing kabupaten/kota, untuk dokter spesialis Kota
Pekanbaru sudah memiliki sebanyak 142 dokter spesialis atau 62.00 % dari total
keseluruhan dokter spesialis yang ada di Provinsi Riau. Kabupaten Pelalawan sebanyak
20 dokter spesialis atau 8.73 % dan Kota Dumai sebanyak 19 dokter spesialis atau 8.29
%. Sedangkan kabupaten lainnya masih relatif kecil keberadaan dokter spesialis. Untuk
itu keberadaan dokter spesialis sudah seharusnya ada di masing-masing kabupaten/kota.
Mudah-mudahan ditahun mendatang dimana kesehatan sudah mendapat prioritas dari
pemerintah, keberadaan dokter spesialis di masing-masing kabupaten/kota keberadaannya
bisa ditingkatkan lagi.
Dokter umum hampir sudah ada di masing-masing kabupaten/kota. Pada tahun
2006 jumlah dokter umum yang ada di Provinsi Riau sebanyak 701 orang. Keberadaan
dokter umum hampir sudah merata di masing-masing kabupaten/kota. Dari 701 dokter
umum yang ada di Provinsi Riau, sebanyak 203 orang atau 28.95 % berada di Kota
Pekanbaru, 72 orang atau 10.27 % ada di Kabupaten Kampar dan 70 orang atau 9.98 %
ada di Kabupaten Bengkalis. Meskipun dokter umum sudah ada di semua
kabupaten/kota, namun bila dibandingkan dengan jumlah penduduk di masing-masing
kabupaten/kota keberadaan dokter umum masih dirasakan kurang.
Pada tahun 2006 jumlah dokter gigi di Provinsi Riau sebanyak 177 orang, dimana
70 orang atau 39.54 % berada di Kota Pekanbaru, 18 orang atau 10.16 % berada di
Kabupaten Kampar dan 16 orang atau 9.03 % berada di Kota Dumai. Sedangkan
kabupaten yang paling sedikit keberadaan dokter gigi adalah Kabupaten Kuantan
Singingi dan Rokan Hulu yang hanya 5 orang atau 2.82 %. Bila dilihat jumlah penduduk
masing-masing kabupaten tersebut dengan dokter gigi yang ada masih belum sebanding.
Untuk itu keberadaan dokter gigi di Kabupaten Kuantan Singing dan Rokan Hulu perlu
ditambah lagi.
Keberadaan bidan di Provinsi Riau tahun 2006 berjumlah 845 bidan, 301 bidan
atau 35.62 % berada di Kota Pekanbaru, 86 bidan atau 10.17 % berada di Kabupaten
Kampar dan 84 bidan atau 9.94 % masing-masing berada di Kabupaten Siak dan Kota
Dumai. Meskipun keberadaan bidan sudah merata dimasing-masing kabupaten/kota,
namun untuk peningkatan pelayanan kesehatan keberadaan bidan perlu ditambah lagi,
khusunya keberadaan bidang di daerah-daerah terisolir. Bidan sangat berperan sekali
dalam upaya membantu ibu-ibu melahirkan, terutama di desa-desa. Untuk itu pemberian
insentif kepada bidan-bidan tersebut perlu lebih diperhatikan.
Jumlah perawat di Provinsi Riau tahun 2006 berjumlah 1.984 orang, dimana 482
orang atau 24.29 % berada di Kota Pekanbaru, 311 orang atau 15.67 % berada di
Kabupaten Indragiri Hilir dan 306 orang atau 15.42 % berada di Kabupaten Kampar.
Meskipun fungsi perawat tidak begitu sebesar peranan dokter, namun keberadaannya di
Rumah Sakit sangat diperlukan. Banyaknya jumlah perawat di Provinsi Riau tidak
terlepas dengan adanya sekolah perawat yang sudah ada di Provinsi Riau sejak
dahulunya. Hal ini bertolak belakang dengan Fakultas Kedokteran Universitas Riau yang
keberadaannya baru ada tahun 2004 ini di Provinsi Riau.
Tenaga medis apoteker di Provinsi Riau pada tahun 2006 berjumlah 410 orang,
dimana 169 orang atau 41.21 % ada di Kota Pekanbaru, 41 orang atau 10.00 % berada di
Kota Dumai dan 33 orang atau 8.04 % ada di Kabupaten Pelalawan. Keberadaan apoteker
saling terkait dengan keberadaan dokter maupun apotik. Jumlah apoteker yang ada
sekarang ini masih dirasakan kurang, ini terlihat masih antrinya pasien dalam
pengambilan obat resep dokter di Rumah Sakit.

1.4.2. Pendidikan
a. Pendidikan Umum
Perbincangan tentang pendidikan di Indonesia pada umumnya dan di Provinsi
Riau pada khususnya sudah ada sejak manusia lahir di dunia, namun masalah tersebut
selalu menarik untuk dipersoalkan. Proses belajar dan mengajar itu berkembang terus
seperti masyarakat, jadi wajar jika setiap saat perlu ada upaya untuk meninjau kembali
proses belajar mengajar yang dibuat dan disusun oleh pemerintah.
Perkembangan proses belajar mengajar para guru dan dosen akan beruntung
karena dapat ikut menerapkan sistem pendidikan yang sesuai dengan keperluan pasar.
Untuk memajukan perkembangan pendidikan diperlukan teknologi yang sesuai dengan
keperluan masyarakat terutama bagi pengguna hasil yang dibuat. Dengan teknologi
pendidikan yang sesuai dengan pasar akan terdapat suatu kegiatan yang bersifat
peningkatan keterampilan anak didik. Selama sekolah baru menerapkan sistem kurikulum
yang bersifat pasif, dan kurang mengacu kepada kepentingan pasar.
Untuk mencapai keberhasilan pendidikan dan peningkatan keterampilan lembaga
sekolah harus mampu menggali dan menyusun kurikulum yang berdimensi lokal.
Kurikulum yang baik mengacu pada potensi lokal yaitu potensi pasar dan lapangan kerja
yang ada di daerah di mana sekolah itu beroperasi. Proses pendidikan yang dilakukan
oleh pemerintah bukan hanya mencetak anak yang pandai untuk membaca tulis baca
tetapi mencetak anak yang dapat membaca keperluan baik pada tingkat daerah maupun
pada tingkat nasional. Ini artinya bahwa pendidikan sekarang ini akan mengarahkan
anak-anak menjadi terampil baik dari segi fisik maupun non fisik. Pemerintah dalam
membentuk lembaga pendidikan sudah dapat memperkirakan secara kuantitatif terhadap
anak yang mampu dan yang tidak mampu untuk melanjutkan serta anak yang putus
sekolah.
Untuk meningkatkan sumber daya manusia yang bermutu diperlukan sistem
pendidikan yang lebih baik dan tenaga pengajar yang berkualitas serta didukung sarana
dan parasarana yang memadai baik negeri maupun swasta. Peningkatan mutu tidak
dihitung dengan kualitas sekolah yang tersebar akan tetapi bagaimana menciptakan
sekolah yang berkualitas. Hal ini sesuai dengan Misi Pembangunan Provinsi Riau khusus
pendidikan, yaitu (1) Mewujudkan masyarakat Riau yang beriman dan bertagwa,
berkualitas, sehat, cerdas, terampil dan sejahtera serta menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi; (2) Meningkatkan peran lembaga pendidikan sekolah maupun luar sekolah
guna membentuk karakter, moral dan etika masyarakat yang agamis dan (3)
Meningkatkan hubungan kerjasama antar kabupaten/kota, antar provinsi serta luar negeri.
Jumlah SD, SLTP, SLTA dan SMK Negeri dan Swasta di Kabupaten/Kota
No. KABUPATEN/ KOTA SD SLTP SLTA SMK
Neg. Swa. Neg. Swa. Neg. Swa. Neg. Swa.
1. Kuantan Singingi 230 0 34 0 12 4 4 4
2. Indragiri Hulu 237 11 34 5 11 3 5 3
3. Indragiri Hilir 454 41 39 27 11 10 3 2
4. Pelalawan 187 3 18 21 9 2 2 4
5. Siak 160 12 25 14 14 1 3 2
6. Kampar 430 4 41 25 19 6 2 5
7. Rokan Hulu 195 10 15 19 6 8 1 7
8. Bengkalis 418 39 88 3 22 16 3 5
9. Rokan Hilir 68 158 28 49 11 21 1 4
10. Pekanbaru 202 34 30 32 12 20 6 27
11. Dumai 77 13 8 16 6 6 3 5
JUMLAH 2.658 325 360 211 133 97 33 68
Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Riau – 2006/2007
Fasilitas sarana dan prasarana pendidikan pada masing-masing kabupaten/ kota
sudah hampir merata, meskipun untuk level pendidikan tertentu masih terfokus di Kota
Pekanbaru. Pada Tahun 2006/2007 jumlah Sekolah Dasar Negeri di Provinsi Riau
berjumlah sebanyak 2.658 buah dan Sekolah Dasar Swasta sebanyak 325 buah.
Kabupaten Indragiri Hilir memiliki jumlah Sekolah Dasar Negeri yang paling banyak bila
dibandingkan kabupaten/kota lainnya, yaitu sebanyak 454 buah atau 17.08 % dari total
jumlah keseluruhan Sekolah Dasar Negeri yang ada di Provinsi Riau.
Kabupaten Kampar menempati posisi kedua yaitu sebanyak 430 buah atau 16.17
% dan Kabupaten Bengkalis sebanyak 418 buah atau 15.72 %. Sedangkan untuk Sekolah
Dasar Swasta yang paling banyak berada di Kabupaten Rokan Hilir, yaitu sebanyak 158
buah atau 48.61 %. Kabupaten Indragiri Hilir menempati posisi kedua yaitu sebanyak 41
buah atau 12.61 % dan Kabupaten Bengkalis sebanyak 39 buah atau 12.00 %.
Dibandingkan keberadaan Sekolah Dasar pada masing-masing kabupaten/ kota,
jumlah SLTP justru lebih sedikit. Pada tahun 2006/2007 jumlah SLTP Negeri di Provinsi
Riau sebanyak 360 buah dan SLTP Swasta sebanyak 211 buah. Dibandingkan dengan
level pendidikan lainnya, keberadaan SLTP Negeri pada masing-masing kabupaten/kota
hampir merata, meskipun ada kabupaten/kota lain jumlahnya agak lebih besar. Kabupaten
Bengkalis mempunyai jumlah SLTP Negeri yang paling banyak, yaitu sebanyak 88 buah
atau 24.44 %, diikuti Kabupaten Kampar sebanyak 41 buah atau 11.38 %. Sedangkan
SLTP Swasta yang paling banyak berada di Kabupaten Rokan Hilir, yaitu sebanyak 49
buah atau 23.22 %, diikuti Kota Pekanbaru sebanyak 32 buah atau 15.16 %.
Jumlah SLTA Negeri di Provinsi Riau tahun 2006/2007 berjumlah sebanyak 133, dimana
22 buah atau 16.54 % berada di Kabupaten Bengkalis. Kabupaten Kampar memiliki
sebanyak 19 buah atau 14.28 % dan Kabupaten Siak sebanyak 14 buah atau 10.52 %.
Sedangkan SLTA Swasta berjumlah sebanyak 97 buah, dimana sebanyak 21 buah atau
21.64 % berada di Kabupaten Rokan Hilir.
Sedangkan SMK di Provinsi Riau tahun 2006/2007 berjumlah sebanyak 33 SMK
Negeri dan 68 SMK Swasta. Dari perbandingan ini terlihat bahwa masih banyak SMK
Swasta di Provinsi Riau bila dibandingkan dengan SMK Negeri. Keberadaan SMK belum
merata di masing-masing kabupaten/kota, kalaupun ada jumlahnya tidak sebanyak
jumlah SLTA. Untuk mendapatkan tenaga kerja siap pakai, pada prinsipnya SMK lebih
baik untuk dikembangkan, terutama untuk kabupaten/kota yang belum memiliki SMK.
Keberadaan sarana dan prasaran pendidikan tidak terlepas dari keberadaan murid
yang akan menimba ilmu di suatu sekolah. Terkadang sekolah sudah dibangun, namun
jumlah murid yang belajar di sekolah tersebut tidak sesuai dengan apa yang kita
harapkan.
Jumlah Siswa SD, SLTP, SLTA dan SMK di Kabupaten/Kota
Tahun 2006/2007
No. KABUPATEN/ KOTA JUMLAH SISWA (orang)
SD SMP SMU SMK
1. Kuantan Singingi 36.945 733 5.129 2.229
2. Indragiri Hulu 44.360 12.530 5.129 2.425
3. Indragiri Hilir 79.177 13.728 6.391 1.326
4. Pelalawan 34.634 6.940 2.970 627
5. Siak 51.369 12.166 4.566 921
6. Kampar 98.794 19.840 9.270 1.909
7. Rokan Hulu 12.578 12.578 4.014 867
8. Bengkalis 3.033 24.772 13.399 2.451
9. Rokan Hilir 78.702 17.577 8.802 858
10. Pekanbaru 90.722 41.597 18.796 14.516
11. Dumai 31.639 9.195 4.894 1.895
JUMLAH 561.953 171.656 83.360 30.024
Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Riau – 2006/2007

Dari tabel 34 terlihat bahwa jumlah murid Sekolah Dasar lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah murid SLTP, SMU dan SMK. Jumlah murid Sekolah Dasar
di Provinsi Riau tahun 2006/2007 sebanyak 561.953 orang, SLTP sebanyak 171.656
orang, SMU sebanyak 83.360 orang dan SMK sebanyak 30.024 orang. Dengan
banyaknya murid Sekolah Dasar memberikan tantangan kedepan bagi dunia pendidikan
di Provinsi Riau untuk melahirkan Sumber Daya Manusia yang handal dan profesional
dalam membangun Riau kedepan.

Keberhasilan suatu pendidikan tidak saja ditentukan oleh sarana dan prasarana
pendukung, ataupun kualitas murid yang ada, tetapi yang lebih berperan adalah sentuhan
dingin dari sang pengajar/guru. Kondisi guru yang disebut juga pahlawan tanpa tanda
jasa di Provinsi Riau cukup memprihatinkan, terutama di daerah-daerah terpencil. Gaji
yang pas-pasan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari terkadang memaksa
mereka untuk mencari pekerjaan sambilan, sehingga proses belajar mengajar di
sekolahpun terbagi dua, untuk itu perhatian kepada guru-guru terutama di daerah
terpencil perlu diperhatikan, baik yang menyangkut kesejahteraannya maupun
pengembangan karirnya kedepan.
Tahun 2006/2007, jumlah guru Sekolah Dasar di Provinsi Riau berjumlah
sebanyak 32.926 orang, SLTP sebanyak 11.195 orang, SMU sebanyak 5.316 orang dan
SMK sebanyak 2.135 orang. Meskipun dilihat dari jumlah guru untuk semua sekolah
sudah banyak, namun sampai saat ini Provinsi Riau masih kekurangan guru, terutama
untuk penempatan di daerah terpencil. Untuk itu Pemerintah Daerah telah merekrut
sebanyak 7.500 guru honor daerah untuk menutupi kekurangan guru sebanyak 15.000
orang. Permasalahan mendasar adalah sulitnya untuk mencari guru yang benar-benar bisa
mengabdi di daerah terpencil. Dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya, kebanyakan
guru-guru di daerah terpencil mengurus proses pindahnya setelah mengabdi beberapa
tahun, sehingga kekosongan guru tidak cepat diatasi.
Jumlah Guru SD, SMP, SMU dan SMK di Kabupaten/Kota Tahun 2006/2007
No. KABUPATEN/ KOTA JUMLAH GURU (ORANG)
SD SMP SMA
SMK
Neg. Swst Neg. Swst Neg. Swst Neg. Swst
1. Kuantan Singingi 2.430 102 820 45 358 56 159 59
2. Indragiri Hulu 2.116 138 739 29 359 3 125 3
3. Indragiri Hilir 4.183 1.283 569 452 180 28 60 2
4. Pelalawan 1.735 153 357 39 213 21 2 4
5. Siak 1.959 404 840 146 312 9 49 21
6. Kampar 4.291 156 1.070 141 599 69 31 50
7. Rokan Hulu 2.681 116 444 183 182 120 16 157
8. Bengkalis 2.476 268 712 389 283 200 38 58
9. Rokan Hilir 747 1.518 232 579 122 304 10 47
10. Pekanbaru 4.146 692 2.146 439 768 588 410 774
11. Dumai 1.159 173 582 266 347 195 0 60
JUMLAH 7.923 5.003 8.511 2.708 3.723 1.593 900 1 .235
Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Riau – 2006/2007
b. Pendidikan Agama
Pendidikan umum dan pendidikan agama merupakan suatu sistem pendidikan
yang saling berkaitan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya. Keduanya
merupakan bagian dari proses perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik. Perbedaan
antara pendidikan umum dan pendidikan agama terletak pada wewenang penanganan
pembinaan kelembagaan sistem pendidikan itu sendiri. Pendidikan umum dibawah
pengawasan Dinas Pendidikan Nasional yang dijabarkan ke Dinas Pendidikan Provinsi
dan selanjutnya diteruskan ke kabupaten/kota. Sedangkan pendidikan agama
dipegang/diawasi oleh Departemen Agama pada beberapa hal yang bersifat prinsipil.
Walaupun ada perbedaan pada prinsip, namun kenyataannya sama-sama bekerja dalam
hal pembinaan sehingga tidak tampak perbedaan dalam penanganannya.
Jumlah MI, MTs dan MA Negeri dan Swasta Masing-masing
Kabupaten/Kota
No. KABUPATEN/ KOTA MI MTs MA
Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta
1. Kuantan Singingi 0 5 2 18 1 8
2. Indragiri Hulu 2 9 1 18 1 11
3. Indragiri Hilir 4 224 3 141 3 42
4. Pelalawan 0 5 0 19 0 4
5. Siak 0 7 2 27 0 17
6. Kampar 1 7 5 64 3 33
7. Rokan Hulu 2 11 2 26 0 10
8. Bengkalis 1 31 5 76 3 34
9. Rokan Hilir 1 50 1 61 0 26
10. Pekanbaru 3 10 3 21 2 111
11. Dumai 1 6 1 17 1 7
JUMLAH 15 365 25 488 14 203
Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Riau – 2007
Dari tabel 36 di atas terlihat bahwa jumlah sekolah agama di Provinsi Riau masih
sangat terbatas, hal ini tidak terlepas dari animo siswa untuk memasuki sekolah tersebut.
Bahkan perbandingan antara sekolah agama negeri dengan swasta sangat jauh sekali
perbedaannya. Untuk itu pengembangan kedepan sekolah-sekolah swasta tersebut bisa
dinegerikan, karena bagaimanapun juga sekolah swasta hanya diajar oleh guru yang
bersifat relawan, terkadang terima gaji tiap bulan dari iuran murid, namun tidak jarang
juga tidak mendapat gaji sama sekali.
Terlepas dari ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan agama, keberadaan
tenaga pengajar juga sangat menentukan dalam proses belajar mengajar. Meskipun tidak
sebanyak guru di sekolah umum, namun pendidikan di sekolah agama juga mempunyai
tenaga pengajar, baik yang berstatus PNS maupun yang non PNS.
Jumlah Guru MI, MTs dan MA Negeri dan Swasta di Kabupaten/Kota
No. KABUPATEN/ KOTA MI MTs MA
PNS Non PNS PNS Non PNS PNS Non PNS
1. Kuantan Singingi 65 301 18 36 35 176
2. Indragiri Hulu 22 68 52 257 35 219
3. Indragiri Hilir 183 1.514 69 1.305 56 607
4. Pelalawan 3 23 2 141 0 42
5. Siak 9 70 36 318 7 230
6. Kampar 58 78 178 1.012 60 472
7. Rokan Hulu 37 103 20 224 0 32
8. Bengkalis 33 303 95 362 42 68
9. Rokan Hilir 12 435 14 865 0 407
10. Pekanbaru 43 28 91 300 114 61
11. Dumai 18 55 50 264 23 110
JUMLAH 483 2.978 625 5.084 372 2.424
Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Riau - 2007

Dari tabel 37 terlihat bahwa perbandingan antara guru yang bestatus PNS dan
non PNS di sekolah agama sangat jauh sekali perbedaan jumlahnya. Bahkan yang sangat
disayangkan sekali di beberapa daerah guru yang berstatus PNS tidak ada, hal ini akan
sangat berpengaruh sekali pada proses belajar mengajar murid. Untuk itu prioritas
penempatan guru yang berstatus PNS di sekolah agama perlu diperhatikan, karena
bagaimanapun juga keberadaan sekolah agama sangat vital sekali untuk membentuk
akhlak murid kearah yang lebih baik. Apalagi di era globalisasi sekarang ini begitu
banyak godaan dan rayuan dari lingkungan dimana mereka tinggal, kalaulah murid tidak
dibekali pengetahuan agama justru akan terjerumus kedalam lingkungan yang tidak kita
inginkan.

AKTIVITAS PEREKONOMIAN
PERTANIAN
Sektor Tanaman Pangan

Struktur ekonomi Provinsi Riau sangat didominasi oleh sektor yang berkaitan dengan
migas seperti sektor pertambangan dan industri. Namun apabila unsur migas dikeluarkan
dari perhitungan perekonomian Provinsi Riau maka sektor pertanian menjadi salah satu
motor penggerak dan memiliki kontribusi yang besar terhadap perekonomian Provinsi
Riau selain sektor industri tanpa migas dan sektor perdagangan.

Pada awal tahun 2007 saja, potensi pertanian khususnya tanaman pangan dan hortikultura
cukup besar dimana untuk penggunaan lahan sawah sebesar 278.876 Ha dan bukan lahan
sawah 1.120.177 Ha, dari luas 8.915.016 Ha. Realisasi luas tanam padi sampai awal
tahun 2007 seluas 114.612 Ha. Untuk itu perlu diupayakan peningkatan penggunaan
lahan pertanian lebih secara intensif dan penggunaan teknologi tepat guna serta
peningkatan Indek Pertanaman (IP.100 menjadi IP.200), serta pembukaan kawasan sentra
pertanian baik untuk tanaman pangan maupun hortikultura dalam rangka peningkatan
produksi dan produktivitas juga mutu produk yang dihasilkan.

Cara seperti ini diharapkan akan dapat menjawab kekurangan konsumsi pangan pokok
masyarakat di Provinsi Riau yaitu beras, yang sudah menjadi kebutuhan utama pangan.
Dengan jumlah penduduk sekitar 4,7 juta jiwa dan konsumsi beras 114 kg/kapita/tahun,
maka kebutuhan akan beras untuk konsumsi langsung di Provinsi Riau kurang lebih
sebesar 650 ribu ton. Sedangkan produksi beras di Provinsi Riau belum mengcukupi
kebutuhan konsumsi masyarakatnya. Dapat dikatakan bahwa Provinsi Riau merupakan
daerah yang minus/kurang dalam hal produksi beras. Kekurangan produksi beras sekitar
400 ribu ton di supplay dari provinsi tetangga (Sumbar, Palembang, Jambi dan Sumatra
Utara) melalui perdagangan swasta dan dari Perum Bulog Divisi Regional Riau. Perum
ini setiap tahunnya mendistribusikan beras kurang lebih 100 ribu ton setiap tahunnya.

Meskipun Provinsi Riau bukan merupakan daerah produksi gabah/beras, namun beberapa
daerah masih dapat diandalkan untuk menghasilkan gabah/beras untuk mengcukupi
kebutuhan sendiri. Bahkan Pemerintah Provinsi Riau telah mencanangkan Program
Operasi Pangan Riau Makmur (OPRM) sebagai tindak lanjut program ketahanan pangan
nasional dalam rangka mewujudkan swasembada beras di Provinsi Riau pada tahun 2013.
Salah satu tujuan dari Program OPRM adalah untuk melepaskan ketergantungan Riau
akan suplai beras dari luar.

Perum Bulog Devisi Regional Riau sangat mendukung Program OPRM tersebut, salah
satu bentuk dukungannya adalah dengan membeli hasil panen gabah/beras melalui
Program Pengadaan Dalam Negeri dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang
berlaku saat ini (Inpres No. 3 Tahun 2007) yaitu untuk harga Gabah Kering Giling
(GKG) sebesar Rp. 2.600/kg di tingkat penggilingan dan untuk beras sebesar Rp.
4.000/kg di gudang Bulog. Selain itu, dukungan terhadap OPRM adalah adanya Unit
Pengolahan Gabah dan Beras yang dimiliki Perum Bulog Divisi Regional Riau di Rimba
Melintang Kabupaten Rokan Hilir. Unit Pengolahan Gabah dan Beras yang ada di Rokan
Hilir sudah mulai beroperasi pada tahun 2007.

Melihat kondisi geografis Provinsi Riau, dimana keberadaan air guna mendukung suplai
air untuk pertanian sangat diperlukan. Untuk itu penyedian air melalui saluran irigasi
sangat mutlak diperlukan. Keberadaan saluran irigasi guna mendukung aktifitas pertanian
di Provinsi Riau sudah ada sebelumnya, namun kondisinya sekarang sudah banyak tidak
berfungsi sebagaimana mestinya, baik itu saluran irigasi primer, sekunder maupun tersier.

Pada umumnya irigasi yang ada di Provinsi Riau adalah irigasi semi tekhnis, hingga
tahun 2007 panjang saluran irigasi primer adalah 88.879 Km. Dari panjang 88.879 Km,
kondisi baik hanya sepanjang 55.082 Km, sedangkan sisanya yaitu 33.797 Km dalam
keadaan rusak. Panjang saluran irigasi Sekunder di Provinsi Riau yaitu 160.429 Km,
99.245 Km dalam keadaan baik dan 61.184 Km tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Sedangkan untuk saluran irigasi tersier, sepanjang 16.950 Km dalam kondisi baik dan
104.790 Km berada dalam kondisi rusak.

Komoditi unggulan Provinsi Riau untuk sektor pertanian terdiri dari padi, jagung, umbi-
umbian dan lain-lain. Khusus untuk tanaman padi, Kabupaten Rokan Hilir memiliki luas
areal produksi yang paling luas, yaitu seluas 36.895 hektar, di ikuti oleh Indragiri Hilir
seluas 30.721 hektar, dan Kabupaten Rokan Hulu seluas 14.763 hektar. Sedangkan
kabupaten/kota yang luasnya paling kecil adalah Kabupaten Indragiri Hulu seluas 4.608
hektar di samping Kota Pekanbaru yang tidak punya sama sekali.

Dari luas 36.895 hektar padi yang ada di Kabupaten Rokan Hilir, bisa menghasil
produksi sebanyak 123.714 ton, untuk Kabupaten Indragiri Hilir jumlah produksi pada
tahun 2006 sebanyak 103.911 ton dan Kabupaten Rokan Hulu sebanyak 36.325 ton.
Sedangkan Kabupaten Indragiri Hulu sendiri hanya menghasilkan produksi padi
sebanyak 13.577 ton.

Tanaman padi dibandingkan dengan tanaman lainnya memiliki luas areal produksi yang
paling luas, yaitu 136.177 hektar, diikuti tanaman jagung seluas 15.539 hektar dan
singkong/umbi-umbian seluas 4.208 hektar. Bila dibandingkan jumlah produksi masing-
masing komoditi tersebut, tanaman padi juga mempunyai jumlah produksi yang paling
banyak, yaitu 429.380 ton, diikuti singkong/umbi-umbian sebesar 47.586 ton dan jagung
34.728 ton. Data ini memberikan gambaran bahwa tanaman padi masih mendominasi
sektor pertanian di Provinsi Riau.

Untuk tanaman jagung, Kabupaten Indragiri Hilir juga mempunyai areal produksi yang
paling luas bila dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya, yaitu seluas 5.417 hektar
atau 34.86 % dari jumlah luas keseluruhannya. Urutan kedua adalah Kabupaten
Pelalawan seluas 4.928 hektar atau 31.71 % dan Kabupaten Rokan Hulu seluas 1.351
hektar atau 8.69 %. Sedangkan kabupaten yang mempunyai areal produksi yang paling
kecil untuk tanaman jagung adalah Kota Pekanbaru seluas 128 hektar atau 0.82 %, dan
Kota Dumai seluas 204 hektar atau 1.31 %.
Untuk melihat tingkat luas areal produksi dan jumlah produksi komoditi unggulan
masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Riau Tahun 2006 dapat di lihat pada Tabel 14.

Luas Areal dan Jumlah Produksi Komoditi Unggulan Kabupaten/Kota

No. KABUPATEN/ KOTA PADI JAGUNG SINGKONG/ UMBI


LAP JP LAP JP LAP JP
1. Kuantan Singingi 9.412 30.517 219 470 369 3.760
2. Indragiri Hulu 4.608 13.577 966 2.045 398 3.707
3. Indragiri Hilir 30.721 103.911 5.417 12.333 286 3.666
4. Pelalawan 9.844 30.618 4.928 11.162 251 2.426
5. Siak 5.860 18.717 366 784 222 4.709
6. Kampar 8.980 25.900 1.218 2.672 849 10.631
7. Rokan Hulu 14.763 36.325 1.351 2.967 628 4.923
8. Bengkalis 10.473 33.245 227 487 479 5.122
9. Rokan Hilir 36.895 123.714 515 1.106 271 3.520
10. Pekanbaru 0 0 128 274 238 2.344
11. Dumai 4.621 12.846 204 428 217 3.078
TOTAL 136.177 429.380 15.539 34.728 4.208 47.586

Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Riau 2006


Keterangan : LAP = Luas Areal Produksi (Ha)
JP = Jumlah Produksi (Ton)

Untuk singkong dan umbi-umbian, kabupaten/kota yang mempunyai areal produksi yang
paling luas adalah Kabupaten Kampar, yaitu seluas 849 hektar atau 20.17 %, diikuti
Kabupaten Rokan Hulu seluas 628 hektar atau 14.92 % dan Bengkalis seluas 479 hektar
atau 11.38 %. Sedangkan kabupaten/kota yang mempunyai areal produksi yang paling
sedikit untuk singkong dan umbi-umbian adalah Kota Dumai, yaitu seluas 217 hektar
atau 5.15 % diikuti Kabupaten Siak seluas 222 hektar atau 5.27 %. Jika di lihat dari
kondisi daerah, disamping wilayahnya kecil Kota Dumai adalah daerah minyak yang
menyebabkan tanahnya tidak cocok untuk di tanam tanaman umbi-umbian.

Jumlah Produksi untuk singkong dan umbi-umbian, Kabupaten Kampar mempunyai


produksi yang terbanyak, yaitu 10.631 ton atau 22.34 %, diikuti oleh Kabupaten
Bengkalis sebanyak 5.122 ton atau 10.76 % dan Kabupaten Rokan Hulu sebanyak 4.923
ton atau 10.34 %. Sedangkan kabupaten yang paling sedikit jumlah produksi untuk
singkong dan umbi-umbian adalah Kota Pekanbaru sebanyak 2.344 ton atau 4.92 % dari
total produksi keseluruhan dan diikuti oleh Kabupaten Pelalawan sebanyak 2.426 ton atau
5.09 %.

Dari hasil analisa data diatas memberikan gambaran kepada kita bahwa kabupaten yang
potensial untuk dikembangkan menjadi lumbung pertanian adalah Kabupaten Indragiri
Hilir dan Rokan Hilir. Sedangkan kabupaten/kota yang tidak potensial untuk areal
pertanian adalah Kota Pekanbaru dan Dumai.

Sektor Perkebunan

Perkebunan mempunyai kedudukan yang penting di dalam pengembangan pertanian baik


pada tingkat nasional maupun regional. Perkembangan kegiatan perkebunan di Provinsi
Riau menujukkan trend yang semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari semakin
luasnya lahan perkebunan dan meningkatnya produksi rata-rata pertahun, dengan
komoditas utama kelapa sawit, kelapa, karet, kakao dan tanaman lainnya.

Peluang pengembangan tanaman perkebunan semakin memberikan harapan, hal ini


berkaitan dengan semakin kuatnya dukungan pemerintah terhadap usaha perkebunan
rakyat, tumbuhnya berbagai industri yang membutuhkan bahan baku dan semakin
luasnya pangsa pasar produk perkebunan.

Kebun kelapa sawit masih mendominasi perkebunan di Provinsi Riau. Pada tahun 2006,
luas kebun kelapa sawit di Provinsi Riau adalah seluas 1.530.150,39 Ha. Disamping
kelapa sawit masih banyak lagi jenis perkebunan, antara lain kelapa, karet, kopi, kakao
dan lain-lain. Luas kebun kelapa di Provinsi Riau tahun 2006 adalah seluas 475.556,13
Ha, karet seluas 514.469,72 ha, kopi seluas 10.816,43 Ha dan kakao seluas 5.586,18
Ha.

Untuk melihat perbandingan luas perkebunan kelapa sawit, kelapa, karet dan kopi pada
masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Riau tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 15
di bawah ini.

Luas Areal Kelapa Sawit, Kelapa, Karet dan Kopi Tahun 2006

No. KABUPATEN/ KOTA LUAS AREAL (Ha)


KLP. SAWIT KELAPA KARET KOPI
1. Kuantan Singingi 60.547,70 2.274,95 157.070,12 389,40
2. Indragiri Hulu 55.667,00 2.024,15 72.894,15 1.276,40
3. Indragiri Hilir 37.547,00 379.509,00 3.225,00 4.234,00
4. Pelalawan 54.392,00 26.316,00 22.436,50 830,00
5. Siak 93.115,18 3.395,80 18.124,95 801,56
6. Kampar 139.195,00 2.892,00 81.691,00 379,00
7. Rokan Hulu 105.998,00 760,23 46.087,00 634,57
8. Bengkalis 99.575,00 50.407,00 50.779,00 1.217,50
9. Rokan Hilir 80.399,00 5.944,00 36.678,00 1.054
10. Pekanbaru 0 0 0 0
11. Dumai 21.933,00 2.033,00 1.736,00 0
RAKYAT 748.368,88 475.556,13 490.721,72 10.816,43
PBN 72.011,00 - 10.901,00 -
PBS 709.770,51 - 12.847,00 -
JUMLAH 1.530.150,39 475.556,13 514.469,72 10.816,43

Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Riau - 2006

Meskipun dilihat dari luas areal yang ada, tidak semua perkebunan yang ada di Provinsi
Riau berada dalam kondisi produktif. Dari luas 1.530.150,39 Ha kebun kelapa sawit yang
ada, seluas 320.439,35 Ha belum menghasilkan, 3.754 Ha sudah tua dan sisanya seluas
1.205.957,04 Ha yang berada pada tahap produktif. Begitu juga dengan kebun kelapa,
hanya seluas 332.653,67 Ha yang benar-benar menghasilkan. Sisanya seluas 57.523,41
Ha masih tahap pertumbuhan dan 85.379,05 Ha merupakan tanaman yang sudah tua.
Dari 514.469,72 Ha total keseluruhan luas perkebunan karet, seluas 104.708 Ha masih
dalam tahap petumbuhan, 112.287,97 Ha merupakan tanaman yang sudah tua dan sisanya
seluas 297.473,75 Ha yang benar-benar berproduksi. Untuk perkebunan kopi, 1.787,69
Ha masih tahap pertumbuhan, 6.240,59 Ha sudah menghasilkan dan 2.788,15 Ha
merupakan tanaman yang sudah tua.

Kabupaten Kampar memiliki areal yang paling luas untuk tanaman kelapa sawit bila
dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya, yaitu 139.195 hektar atau 18.60 % dari
total jumlah keseluruhan, diikuti oleh Kabupaten Rokan Hulu seluas 105.998 hektar atau
14.16 % dan Kabupaten Bengkalis seluas 99.575 hektar atau 13.30 %. Sedangkan
kabupaten yang paling sedikit areal untuk perkebunan kelapa sawit adalah Kota Dumai
seluas 21.933 hektar atau 2.93 % disamping Kota Pekanbaru yang tidak mempunyai areal
perkebunan kelapa sawit. Kelapa sawit memerlukan areal yang luas untuk
penanamannya.

Untuk perkebunan kelapa, Kabupaten Indragiri Hilir mempunyai areal perkebunan yang
paling luas. Kabupaten Indragiri Hilir dari dulu terkenal dengan daerah penghasil kopra.
Luas areal perkebunam kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir seluas 379.509 hektar atau
79.80 % dari total jumlah keseluruhan. Diikuti oleh Kabupaten Bengkalis 50.407 hektar
atau 10.59 % dan Kabupaten Pelalawan seluas 26.316 hektar atau 5.53 %. Sedangkan
kabupaten/kota yang mempunyai areal perkebunan kelapa yang paling sedikit adalah
Kota Dumai yaitu seluas 2.033 Ha dan Kota Pekanbaru tidak mempunyai
perkebunan kelapa sama sekali.

Kabupaten Kuantan Singingi merupakan kabupaten yang mempunyai areal karet yang
paling luas di Provinsi Riau, yaitu seluas 157.070,12 Ha atau 32 %. Kabupaten Kampar
menduduki posisi kedua yaitu seluas 2.892 Ha atau 16,64 % dan Kabupaten Bengkalis
seluas 50.779 hektar atau 10.34 %. Sedangkan kabupaten/kota yang mempunyai areal
perkebunan kelapa yang paling sedikit adalah Kota Dumai yaitu seluas 1.736 Ha atau
hanya 0.35 % dan Kota Pekanbaru yang tidak mempunyai areal perkebunan karet sama
sekali.

Meskipun tidak menjadi komoditi unggulan di sektor perkebunan, luas areal perkebunan
kopi setidaknya bisa menambah pendapatan bagi petani kopi. Luas areal perkebunan kopi
di provinsi Riau tahun 2006 adalah seluas 10.816,43 Ha, dimana Kabupaten Indragiri
Hilir mempunyai areal perkebunan kopi yang paling luas yaitu 4.234 Ha atau 39.14 %. Di
posisi kedua adalah Kabupaten Indragiri Hulu yaitu seluas 1.276,40 Ha atau 11.79 %
dan Kabupaten Bengkalis seluas 1.217,50 Ha atau 11.25 %.

Disamping perkebunan kopi, Provinsi Riau juga mempunyai areal untuk perkebunan
kakao. Pada tahun 2006 luas areal perkebunan kakao di Provinsi Riau adalah seluas
5.586,18 Ha di mana seluas 2.586,18 Ha merupakan perkebunan kakao rakyat.
Kabupaten Indragiri Hilir mempunyai perkebunan kakao yang paling luas di Provinsi
Riau, yaitu seluas 1.522 Ha. Sedangkan Kabupaten Rokan Hilir, Siak dan Kota Dumai
tidak mempunyai perkebunan kakao.

Jumlah Produksi Kelapa Sawit, Kelapa, Karet dan Kopi Tahun 2006

No. KABUPATEN/ KOTA JUMLAH PRODUKSI (ton)


KLP. SAWIT KELAPA KARET KOPI
1. Kuantan Singingi 147.355,57 2.315,20 145.740,40 247,61
2. Indragiri Hulu 143.322,40 1.467,74 37.747,70 301,70
3. Indragiri Hilir 42.656,88 358.860,97 1.983,06 643,30
4. Pelalawan 144.063,12 30.745,79 18.675,60 178,20
5. Siak 254.005,49 3.288,65 16.054,02 399,56
6. Kampar 398.553,00 2.080,00 42.198,00 175,00
7. Rokan Hulu 265.634,20 971,80 61.619,00 152,00
8. Bengkalis 189.697,41 52.558,86 35.763,25 1.229.56
9. Rokan Hilir 152.597,30 3.109,80 16.169,00 474,00
10. Pekanbaru 0 0 0 0
11. Dumai 40.645,20 862,60 931,58 0
RAKYAT 1.778.530,57 456.261,41 376.881,61 3.803,93
PBN 309.151,19 - 16.867,00 -
PBS 2.571.582,11 - 22.157,07 -
TOTAL 4.659.263,87 456.261,41 415.905,68 3.803,93
Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Riau – 2006

Dari tabel 16 terlihat bahwa jumlah produksi kelapa sawit di Provinsi Riau tahun 2006
yaitu sebanyak 4.659.263,87 ton, jauh diatas jumlah produksi perkebunan kelapa, karet
dan kopi. Hal ini menunjukkan bahwa perkebunan kelapa sawit merupakan komoditi
unggulan bagi Provinsi Riau di sektor perkebunan. Untuk perkebunan kelapa, jumlah
produksi pada tahun 2006 hanya sebesar 456.261,11 ton, karet sebesar 415.905,68 ton
dan kopi sebesar 3.803,93 ton. Jika dibandingkan masing-masing kabupaten/kota, untuk
kelapa sawit Kabupaten Kampar mempunyai jumlah produksi yang paling banyak, yaitu
398.553 ton atau 22.41 % dari total keseluruhan produksi sawit di Provinsi Riau.
Disamping Kabupaten Kampar, Kabupaten Rokan Hulu juga mempunyai jumlah
produksi yang banyak yaitu sebesar 265.634,20 ton. Sedangkan Kota Dumai merupakan
yang paling sedikit hasil produksi sawitnya, yaitu sebesar 40.645,20 ton.

Sektor Kehutanan

Pembangunan kehutanan pada hakekatnya mengcakup semua upaya memanfaatkan dan


memantapkan fungsi sumber daya alam hutan dan sumber daya alam hayati lain serta
ekosistemnya, baik sebagai pelindung dan penyangga kehidupan dan pelestarian
keanekaragaman hayati maupun sebagai sumber daya pembangunan. Namun dalam
realitanya tiga fungsi utamanya sudah hilang, yaitu fungsi ekonomi jangka panjang,
fungsi lindung dan estetika sebagai dampak kebijakan pemerintah yang lalu.

Hilangnya ketiga fungsi diatas mengakibatkan semakin luasnya lahan kritis yang
diakibatkan oleh pengusahaan hutan yang tidak mengindahkan aspek kelestarian. Efek
selanjutnya adalah semakin menurunnya produksi kayu hutan non HPH, sementara upaya
reboisasi dan penghijauan belum optimal dilaksanakan. Masalah lain yang sangat
merugikan tidak saja Provinsi Riau pada khususnya tapi Indonesia pada umumnya
adalah masalah illegal logging. Masalah ini merupakan akar dari masah lalu yang
sulit sekali untuk diberantas.

Dari tahun ketahun kondisi hutan Riau semakin habis, sementara usaha untuk melakukan
rebosiasi tidak sebanding dengan hutan yang diambil. Berdasarkan Tata Guna Hutan
Kesepakatan masing-masing kabupaten/kota yang ada di Provinsi Riau, untuk hutan
lindung, Kabupaten Rokan Hulu mempunyai areal yang paling luas, yaitu 67.574,05
hektar atau 29.53 % dari total luas keseluruhan, Kabupaten Kuantan Singingi seluas
49.040,66 hektar atau 21.43 % dan Kabupaten Kampar seluas 41.697,04 hektar atau
18.22 %. Sedangkan Kabupaten Pelalawan, Siak dan Kota Pekanbaru dan Dumai tidak
mempunyai areal hutan lindung sama sekali.

Luas Hutan Berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan di Kabupaten/Kota

No. KABUPATEN/ HL HSAW HPT HPTb HB


KOTA
1. Kuantan Singingi 49.040,66 48.817,23 0 127.145,33 0
2. Indragiri Hulu 21.315,58 147.304,99 54.506,18 161.698,97 0
3. Indragiri Hilir 34.973,05 24.761,92 217.634,62 54.731,34 63.534,01
4. Pelalawan 0 33.976,47 424.456,69 297.018,16 444,78
5. Siak 0 72.314,30 188.187,69 215.229,48 6.830,56
6. Kampar 41.697,04 102.097,33 34.392,45 304.072,31 0
7. Rokan Hulu 67.574,05 0 51.592,17 134.771,75 0
8. Bengkalis 1.995,80 94.184,28 212.767,32 347.591,18 47.600,02
9. Rokan Hilir 12.197,64 559,60 138.739,08 276.385,08 8.441,46
10. Pekanbaru 0 749 0 15.024 0
11. Dumai 0 4.721,60 145.840,58 644,86 11.582,79
TOTAL 228.793,82 529.487,02 1.468.116,78 1.934.312,12 138.433,62

Sumber : RTRW Provinsi Riau 2001 - 2015


Keterangan :
HL : Hutan Lindung (Ha)
HSAW : Hutan Suaka Alam dan Wisata (Ha)
HPT : Hutan Produksi Tetap (Ha)
HPTb : Hutan Produksi Terbatas (Ha)
HB : Hutan Bakau (Ha)

Hutan suaka alam dan wisata bertujuan untuk melindungi keanekaragaman tumbuh-
tumbuhan dan satwa tertentu yang memerlukan upaya konservasi serta ekosistemnya
yang berfungsi sebagai sistem penyangga kehidupan bagi kepentingan ilmu pengetahuan
dan pembangunan pada umumnya. Bila dilihat luas hutan suaka alam dan wisata pada
masing-masing kabupaten/kota yang ada di Provinsi Riau, Kabupaten Indragiri Hulu
mempunyai areal yang paling luas, yaitu 147.304,99 hektar atau 27.82 % dari total luas
keseluruhan, diikuti Kabupaten Kampar seluas 102.097,33 hektar atau 19.28 % dan
Kabupaten Bengkalis seluas 94.184,28 hektar atau 17.78 %. Sedangkan kabupaten/kota
yang paling sedikit areal hutan suaka alam dan wisata adalah Kota Pekabaru seluas 749
hektar atau 0.14 % disamping Kabupaten Rokan Hulu tidak mempunyai areal sama
sekali.

Tujuan pengelolaan kawasan hutan produksi tetap adalah memanfaatkan ruang kawasan
dan potensi sumber daya hutan yang ada diatasnya, baik dengan cara Tebang Pilih dan
Tanam (TPT) maupun tebang habis dan tanam untuk memproduksi hasil-hasil hutan bagi
kepentingan negara, masyarakat, dunia industri dan bagi keperluan ekspor dengan tetap
menjaga kelestarian lingkungan dan keanekaragaman hayati. Bila dilihat luas hutan
produksi terbatas pada masing-masing kabupaten/kota pada Tabel 22 terlihat Kabupaten
Pelalawan mempunyai areal yang paling luas yaitu 424.456,69 hektar atau 28.91 % dari
total luas keseluruhan HPT yang ada di Provinsi Riau.

Untuk Hutan Produksi Terbatas (HPTb), Kabupaten Bengkalis mempunyai areal yang
paling luas, yaitu 347.591,18 hektar atau 17.69 % dari total luas keseluruhan. Kabupaten
Kampar menempati posisi kedua seluas 304.072,31 hektar atau 15.72 % dan Kabupaten
Pelalawan seluas 297.018,16 hektar atau 15.35 %. Sedangkan kabupaten/kota yang
mempunyai areal untuk hutan produksi terbatas yang paling sedikit adalah Kota
Pekanbaru dan Dumai masing-masing 15.024 hektar atau 0.77 % dan 644.86 hektar atau
0.03 %.

Hutan bakau bertujuan untuk melestarikan mangrove sebagai pembentuk ekosistem hutan
bakau dan tempat berkembangbiaknya berbagai biota laut, disamping sebagai pelindung
pantai dari pengikisan air laut (abrasi) dan bagi perlindungan usaha budidaya
dibelakangnya. Tidak semua kabupaten/kota di Provinsi Riau mempunyai hutan bakau,
kabupaten/kota yang memiliki hutan bakau, seperti Kabupaten Indragiri Hilir,
Pelalawan, Siak, Bengkalis, Rokan Hilir dan Kota Dumai. Kabupaten Indragiri Hilir
memiliki areal hutan bakau yang paling luas, yaitu seluas 63.534,01 hektar atau 45.89 %
dari luas total keseluruhan, diikuti Kabupaten Bengkalis seluas 47.600,02 hektar atau
34.38 % dan Kota Dumai seluas 11.582,79 hektar atau 8.36 %.

Provinsi Riau disamping kaya akan sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui juga
kaya akan sumber daya alam yang bisa diperbaharui seperti hasil hutan. Hasil hutan
Provinsi Riau berupa kayu bulat, kayu gergajian, kayu olahan dan jenis kayu lainnya.
Pada tahun 2006, untuk kayu bulat Kabupaten Siak mempunyai jumlah produksi yang
paling banyak yaitu 243.103,1 M3 atau 40.89 % dari jumlah keseluruhan produksi kayu
bulat Provinsi Riau sebanyak 594.458,77 M3. Kabupaten Indragiri Hulu menempati
posisi kedua sebanyak 159.282,41 M2 atau 26.79 % dan Kabupaten Pelalawan sebanyak
97.660,34 M3 atau 16.42 %. Sedangkan yang paling sedikit produksi kayu bulat adalah
Kabupaten Kampar dan Kota Pekanbaru yang tidak mempunyai produksi kayu olahan
sama sekali. Dari data Dinas Kehutanan Provinsi Riau pada tahun 2007, produksi kayu
bulat Provinsi Riau adalah 39.723,55 M3.

Untuk kayu gergajian justru Kabupaten Rokan Hulu yang paling banyak, yaitu 30.922,35
M2 atau 29.24 % dari total jumlah keseluruhan produksi kayu gergajian Provinsi Riau
sebanyak 105.738,71 M3. Posisi kedua adalah Kabupaten Siak sebanyak 29.153,72 M3
atau 27.57 % dan Kabupaten Bengkalis sebanyak 15.230,68 M3 atau 14.40 %.
Sedangkan Kabupaten Indragiri Hilir, Pelalawan dan Kota Dumai tidak mempunyai
produksi kayu gergajian. Pada tahun 2007, berdasarkan data dari Dinas kehutanan
Provinsi Riau produksi kayu gergajian Provinsi Riau adalah 21.490,01 M2. Untuk
melihat perbandingan hasil hutan masing-masing kabupaten/kota tahun 2006 bisa dilihat
pada Tabel 18.

Produksi Hasil Hutan Non HPH Masing-masing Kabupaten/Kota Tahun 2006

No. KABUPATEN/KOTA HASIL HUTAN NON HPH (M3)


Kayu Bulat Kayu Gergajian Kayu Olahan
1. Kuantan Singingi 3.722,47 12.470,40 -
2. Indragiri Hulu 159.282,41 1.999,34 -
3. Indragiri Hilir 4.051,40 - -
4. Pelalawan 97.660,34 - 100.864,33
5. Siak 243.103,10 29.153,72 -
6. Kampar - 7.072,94 -
7. Rokan Hulu 40.698,98 30.922.35 -
8. Bengkalis 17.276,15 15.230,68 39.028,84
9. Rokan Hilir 12.343,53 3.729,05 45.808,12
10. Pekanbaru - 5.160,19 -
11. Dumai 16.320,39 - -
JUMLAH 594.458,77 105.738,71 185.701,29

Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Riau - 2006

Untuk kayu olahan tidak semua kabupaten/kota yang ada di Provinsi Riau yang
memproduksinya, hanya Kabupaten Pelalawan, Bengkalis dan Rokan Hilir. Kabupaten
Pelalawan merupakan kabupaten penghasil kayu olahan yang banyak, yaitu 100.864,33
M3 atau 54.31 % dari total jumlah keseluruhan produksi kayu olahan Provinsi Riau
sebanyak 185.701,29 M3. Kabupaten Rokan Hilir sebanyak 45.808,12 M3 atau 24.66 %
dan Kabupaten Bengkalis sebanyak 39.028,84 M3 atau 21.01 %. Sedangkan pada tahun
2007, produksi kayu olahan Provinsi Riau adalah sebanyak 1.825.181,02 M3.

Semakin banyaknya praktek illegal logging telah menyebabkan pengawasan terhadap


kayu di perketat. Hal ini telah berdampak kepada mahalnya harga kayu di Provinsi Riau.
Sehingga bagi masyarakat yang membangun rumah dari kayu merasa keberatan akibat
melambungnya harga kayu.

Sektor Peternakan

Pembangunan sub sektor peternakan tidak hanya untuk meningkatkan populasi dan
produksi ternak dalam usaha memperbaiki gizi masyarakat tetapi juga untuk
meningkatkan pendapatan peternak. Usaha peternakan di Provinsi Riau pada umumnya
merupakan usaha rakyat bersifat sambilan dan berskala kecil (sapi, kerbau, kambing dan
unggas), namun cukup memberikan harapan dalam hal pengembangannya. Meskipun
demikian ada juga usaha peternakan dalam skala besar, khususnya bagi petani yang
mempunyai modal besar. Adapun permasalahan dalam hal pembangunan sub sektor
peternakan adalah relatif rendahnya kualitas sumber daya manusia, belum
berkembangnya pembibitan hewan ternak, usaha peternakan rakyat masih belum dikelola
secara profesional dan minimnya sarana dan prasarana penunjang usaha peternakan
rakyat. Pada umunya peternakan di Provinsi Riau masih bersifat tradisional, meskipun
demikian beberapa daerah mendapatkan penyuluhan dari Petugas Lapangan yang
didatangkan dari Dinas Peternakan dalam upaya peningkatan produksi ternak serta
imunisasi ternak terhadap berbagai kemungkinan terserang penyakit. Hal ini perlu
dilakukan agar jangan terjadi meluasnya wabah penyakit yang dapat merugikan peternak.

Dari berbagai jenis populasi hewan ternak yang ada di Provinsi Riau, populasi ayam
buras mempunyai jumlah populasi yang paling banyak di Provinsi Riau, yaitu sebanyak
6.361.835 ekor, diikuti populasi kambing sebanyak 274.968 ekor, sapi potong 117.078
ekor dan kerbau 52.153 ekor. Bila kita bandingkan populasi ternak pada masing-masing
kabupaten/kota, Kabupaten Indragiri Hulu
mempunyai populasi sapi potong yang paling banyak, yaitu 22.032 ekor atau 18.81 %
dari total populasi keseluruhan sapi potong di Provinsi Riau. Kabupaten Kuantan
Singingi menempati posisi kedua yaitu sebanyak 20.929 ekor atau 17.87 % dan
Kabupaten Siak sebanyak 17.978 ekor atau 15.35 %. Sedangkan kabupaten/kota yang
paling sedikit jumlah populasi sapi potong adalah Kota Dumai, yaitu sebanyak 1.534 ekor
atau 1.31 % dan Kabupaten Pelalawan sebanyak 2.087 ekor atau 1.78 %.

Untuk melihat perbandingan jumlah populasi ternak masing-masing kabupaten/ kota


tahun 2007 dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel. 19
Jumlah Populasi Ternak Masing-masing Kabupaten/Kota Tahun 2007

No. KABUPATEN/ KOTA P O P U L A S I T E R N A K (ekor)


Sapi Potong Kerbau Kambing Ayam Buras
1. Kuantan Singingi 20.929 18.166 20.530 397.607
2. Indragiri Hulu 22.032 2.215 20.277 115.330
3. Indragiri Hilir 6.233 16 17.704 630.239
4. Pelalawan 2.087 527 2.303 303.718
5. Siak 17.978 561 3.276 283.755
6. Kampar 11.121 22.396 19.828 1.112.578
7. Rokan Hulu 17.141 2.293 17.742 260.604
8. Bengkalis 6.631 3.388 87.589 1.847.539
9. Rokan Hilir 8.445 1.194 45.093 534.346
10. Pekanbaru 2.948 1.330 5.956 635.195
11. Dumai 1.534 68 34.670 240.924
TOTAL 117.078 52.153 274.968 6.361.835

Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Riau - 2007

Berbicara masalah populasi ternak tidak terlepas dari jumlah produksi daging yang
dihasilkan, karena kebanyakan peternak menjual daging ternaknya untuk menghidupi
kebutuhan hidup sehari-hari. Jumlah produksi ternak tergantung kepada kondisi ternak itu
sendiri. Ternak yang berkembang dengan baik atau dalam keadaan sehat akan besar
jumlah produksinya, namun sebaliknya apabila perkembangan ternak tidak normal atau
sakit akan mengurangi jumlah daging ternak itu sendiri. Untuk itu suplai makanan kepada
ternak menjadi modal utama bagi perkembangan ternak itu sendiri.
Untuk melihat jumlah produksi ternak pada masing-masing kabupaten/ kota dapat dilihat
pada Tabel 20.

Jumlah Produksi Daging Ternak Masing-masing Kabupaten/ Kota Tahun 2007

No. KABUPATEN/ KOTA J U M L A H P R O D U K S I (Kg)


Sapi Potong Kerbau Kambing Ayam Buras
1. Kuantan Singingi 698.574 261.164 60.363 415.151
2. Indragiri Hulu 112.012 13.092 22.433 120.419
3. Indragiri Hilir 408.207 1.109 130.167 658.047
4. Pelalawan 68.598 9.541 9.133 317.120
5. Siak 124.792 16.642 13.505 296.275
6. Kampar 306.907 799.469 28.529 1.161.669
7. Rokan Hulu 547.470 102.291 51.578 272.102
8. Bengkalis 517.024 172.408 314.376 1.929.058
9. Rokan Hilir 268.191 44.822 84.890 557.923
10. Pekanbaru 3.251.933 254.951 96.055 663.222
11. Dumai 46.985 187.941 6.404 251.555
TOTAL 6.350.694 1.863.431 817.434 6.642.541

Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Riau - 2007

Dari tabel 20 di atas terlihat bahwa produksi daging ayam buras lebih banyak
dibandingkan produksi daging ternak lainnya, yaitu sebanyak 6.642.541 kg, sapi potong
6.350.694 kg, kerbau 1.863.431 kg dan kambing sebanyak 817.434 kg. Jika
dibandingkan masing-masing kabupaten/kota untuk jumlah produksi daging ternak, Kota
Pekanbaru menghasilkan produksi daging sapi potong yang paling banyak, yaitu
3.251.933 kg atau 51.20 % atau lebih dari separoh produksi daging sapi yang ada di
Provinsi Riau. Kabupaten Kuantan Singingi menempati posisi kedua yaitu sebanyak
698.574 kg atau 10.99 % dan Kabupaten Rokan Hulu sebanyak 547.470 kg atau 8.62 %.
Sedangkan yang paling sedikit jumlah produksi daging sapi potong adalah Kota Dumai,
yaitu sebanyak 46.985 kg atau 0.73 % dan Kabupaten Pelalawan sebanyak 68.598 kg atau
1.08 %.

Untuk produksi daging kerbau, Kabupaten Kampar merupakan yang paling banyak, yaitu
799.469 kg atau 42.90 % dari total produksi daging kerbau secara keseluruhan di Provinsi
Riau tahun 2007. Kabupaten Kuantan Singingi menempati posisi kedua, yaitu sebanyak
261.164 kg atau 14.01 % dan Kota Pekanbaru sebanyak 254.951 kg atau 13.68 %.
Sedangkan kabupaten yang paling sedikit jumlah produksi daging kerbau adalah Indragiri
Hilir sebanyak 174 kg atau 0.02 % dan Kabupaten Pelalawan sebanyak 3.268 kg atau
0.33 %.

Produksi daging kambing bila dibandingkan daging ternak lainnya merupakan paling
sedikit produksi dagingnya di Provinsi Riau, yaitu hanya sebesar 817.434 Kg. Kabupaten
Bengkalis merupakan penghasil daging kambing yang paling banyak, yaitu 314.376 kg
atau 38.45 % dari total keseluruhan produksi daging itik di Provinsi Riau tahun 2007.
Posisi kedua ditempati Kabupaten Indragiri Hilir sebanyak 130.167 kg atau 15.92 % dan
Kota Pekanbaru sebanyak 96.055 kg atau 11.75 %. Kota Dumai merupakan penghasil
daging kambing yang paling sedikit, yaitu 6.404 kg atau 0.78 % dan Kabupaten
Pelalawan sebanyak 9.133 kg atau 1.11 %.

Kabupaten Bengkalis merupakan penghasil daging ayam buras yang paling banyak, yaitu
sebanyak 1.929.058 kg atau 29.04 %, Kabupaten Kampar sebanyak 1.161.669 kg atau
17.48 % dan Kota Pekanbaru sebanyak 663.222 kg atau 9.98 %. Kabupaten Indragiri
Hulu merupakan penghasil daging ayam buras paling sedikit, yaitu sebesar 120.419 kg
atau 1.81 % dan Kota Dumai sebanyak 251.555 kg atau 3.78 %.
Untuk memenuhi kebutuhan akan daging di Provinsi Riau, biasanya ternak tersebut di
lakukan pemotongan setiap hari. Namun sebahagian ternak banyak juga dilakukan
pemotongan pada hari raya qurban. Harga daging ternak cenderung berfluktuasi, kadang-
kadang bisa dijual dengan harga tinggi, namun apabila daging banyak di pasar justru
harganya akan menjadi turun.

Jumlah Pemotongan Ternak Masing-masing Kabupaten/ Kota Tahun 2007

No. KABUPATEN/ KOTA JUMLAH PEMOTONGAN (/TAHUN)


Sapi Potong Kerbau Kambing Ayam Buras
1. Kuantan Singingi 3.736 1.183 3.235 556.650
2. Indragiri Hulu 599 59 1.202 161.462
3. Indragiri Hilir 2.183 5 6.976 882.335
4. Pelalawan 367 367 490 425.205
5. Siak 667 75 724 397.257
6. Kampar 1.641 3.621 1.529 1.557.609
7. Rokan Hulu 2.928 463 2.764 364.846
8. Bengkalis 2.765 781 16.849 2.586.555
9. Rokan Hilir 1.434 203 4.550 748.084
10. Pekanbaru 17.390 1.155 5.148 889.273
11. Dumai 251 851 343 337.294
TOTAL 33.960 8.440 43.810 8.906.569

Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Riau - 2007

Dari tabel 21 terlihat bahwa pemotongan ayam buras lebih banyak di lakukan di Provinsi
Riau pada tahun 2007, yaitu sebanyak 8.906.569 ekor setiap tahunnya. Kabupaten
Bengkalis merupakan kabupaten yang paling banyak melakukan pemotongan, yaitu
sebanyak 2.586.555 ekor pertahun di ikuti Kabupaten Kampar sebanyak 1.557.609 ekor.
Pemotongan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan akan daging bagi penduduk Riau
dalam rangka memenuhi keperluan sehari-hari. Di samping ayam buras, pemotongan
kambing juga banyak dilakukan di Provinsi Riau. Pada tahun 2007 tercatat pemotongan
kambing di Provinsi Riau berjumlah 43.810 ekor per tahunnya dimana Kabupaten
bengkalis juga paling banyak melakukan pemotongan, yaitu sebanyak 16.849 ekor.
Sedangkan untuk ternak sapi potong, pemotongan setiap tahunnya berjumlah 33.960 ekor
dengan pemotongan terbanyak dilakukan di Kota pekanbaru, yaitu sebanyak 17.390 ekor.
Untuk ternak kerbau, jumlah pemotongan pada tahun 2007 hanya sebanyak 8.440 ekor,
dimana Kabupaten Kampar merupakan kabupaten paling banyak melakukan pemotongan
yaitu sebanyak 3.621 ekor.

Sektor Pertambangan

Perkembangan pertambangan umum di Provinsi Riau relatif cukup pesat, ditandai dengan
banyaknya perusahaan yang bergerak dibidang ini yang ikut serta dalam mengusahakan
beberapa hasil pertambangan antara lain bahan galian pasir laut, granit, bauksit, timah,
emas, batubara, gambut, pasir kwarsa dan andesit. Jenis izin Kuasa Pertambangan (KP)
diberikan kepada perusahaan swasta nasional. Sedangkan bagi perusahaan asing yang
berminat diberikan jenis izin lainnya berupa Kontrak Karya (KK) yang diberikan oleh
pemerintah dengan persetujuan DPR. Sebagian saham dalam kontrak ini harus dimiliki
oleh perusahaan nasional. Peluang untuk menanamkan investasi di sektor pertambangan
di Provinsi Riau terbuka lebar, baik investor lokal maupun investor asing. Wilayah
batubara yang telah dicadangkan untuk dikelola pemerintah, bila diminati oleh pihak
swasta dapat diberikan dalam bentuk PKP2B. Perusahaan pemegang izin PKP2B ini
diwajibkan menyetor 13,5 % dari hasil produksinya ke pemerintah melalui kas menteri
keuangan.

Produksi Pertambangan di Provinsi Riau Tahun 2004 – 2006 Menurut Jenis

JENIS SATUAN PRODUKSI


2004 2005 2006
1. Minyak Bumi
Ribu Barel 181 302,85 166 224,300 157.765,42
Crude Oil
2. Kondensat Ribu Barel - - -
3. Gas Bumi Ribu MSCF - - -
4. Batu Bara Metrik Ton 651 344,52 909 468,924 2.040.500,69
5. Gambut Ton 77 102,20 285 740,400 423.587,40

Sumber : Dinas Pertambangan Provinsi Riau

Produksi gambut dihasilkan oleh PT. Arara Abadi di daerah Perawang dan Kabupaten
Siak. Sedangkan batubara merupakan produksi PT. Nusa Riau Kencana Coal di
Kabupaten Kuantan Singingi. Untuk setiap perusahaan pemegang izin tahap eksploitasi
dikenakan iuran, yaitu iuran tetap/landrent dan iuran produksi/royalti. Sedangkan untuk
iuran tetap yang besarnya tergantung kepada luas wilayah pertambangannya. Disamping
iuran tersebut perusahaan pertambangan juga diwajibkan membayar iuran dan pajak-
pajak lainnya sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Disamping minyak bumi, batu bara dan gambut, Provinsi Riau juga memiliki potensi
pertambangan lainnya yang tidak kalah banyak jumlahnya. Sekarang tinggal bagaimana
Pemerintah Daerah mengelola potensi yang ada tersebut untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakatnya.

Untuk melihat potensi pertambangan yang ada di Provinsi Riau dapat dilihat pada tabel
berikut ini :

Potensi Pertambangan Menurut Jenis di Provinsi Riau

No. KABUPATEN/KOTA POTENSI PERTAMBANGAN (TON)


BATU BARA TIMAH EMAS
1. Kuantan Singingi 140.000.000 - 120.078
2. Indragiri Hulu 1.600.000.000 - -
3. Indragiri Hilir 65.000.000 - -
4. Kampar 75.000.000 3.000 59.470
5. Rokan Hulu 145.000.000 - -
JUMLAH 2.025.000.000 3.000 179.548

Sumber : Dinas Pertambangan Provinsi Riau

Sektor Kelistrikan

Energi mempunyai peranan yang sangat penting bagi mendukung pembangunan daerah,
terutama untuk mendukung sektor-sektor pembangunan lainnya. Untuk itu maka sasaran
pembangunan energi adalah menyediakan energi yang cukup dengan harga yang
terjangkau oleh daya beli masyarakat. Salah satu hal yang membedakan antara negara
maju (developed country) dengan negara sedang berkembang (developing country)
adalah tingkat konsumsi energi, oleh sebab itu tingkat konsumsi energi dijadikan salah
satu indikator yang digunakan untuk mengukur kemajuan suatu negara. Semakin maju
suatu negara maka energi yang dibutuhkan juga akan semakin besar.

Meskipun Provinsi Riau memiliki sumber energi listrik yang cukup besar (PLTD dan
PLTA) namun belum semua menyentuh kelapisan masyarakat bawah, khususnya di
daerah-daerah terisolir, karena masih banyak penduduk di desa-desa menggunakan lampu
petromak dan pelita sebagai lampu untuk penerangan. Untuk tahun 2006 berdasarkan
data yang ada, sebanyak 55.743 rumah tangga masih menggunakan lampu petromak
sebagai penerangan keluarga dan 165.277 rumah tangga menggunakan pelita sebagai
penerangan.

Hanya sekitar 646.540 rumah tangga di Provinsi Riau yang baru menggunakan listrik
PLN sebagai penerangan dalam rumah tangganya, dan 244.927 rumah tangga
menggunakan listrik non PLN. Listrik PLN tidak saja berfungsi sebagai penerangan
dalam kehidupan keluarga, tapi fungsi lain bisa digunakan untuk usaha lain baik yang
bersifat home industri maupun usaha skala menengah.

Banyaknya Rumah Tangga Menggunakan Sumber Penerangan

No. KABUPATEN/ KOTA SUMBER PENERANGAN


Listrik PLN Listrik Non PLN Petromak Pelita
1. Kuantan Singingi 25.041 17.729 4.143 14.655
2. Indragiri Hulu 33.726 20.819 1.666 15.208
3. Indragiri Hilir 45.102 35.670 22.092 49.506
4. Pelalawan 23.984 30.442 686 7.822
5. Siak 38.544 27.084 228 5.344
6. Kampar 90.157 25.969 2.561 5.319
7. Rokan Hulu 39.283 26.060 7.298 13.461
8. Bengkalis 105.560 19.970 14.235 25.215
9. Rokan Hilir 28.354 36.972 2.072 27.066
10. Pekanbaru 171.366 516 258 0
11. Dumai 45.423 3.696 504 1.681
JUMLAH 646.540 244.927 55.743 3.144

Sumber : PT. P L N Wilayah Riau - 2006

Untuk penggunaan listrik PLN, Kota Pekanbaru merupakan kabupaten/kota yang sudah
banyak menggunakannya, yaitu sebanyak 171.366 rumah tangga atau 26.50 %,
Kabupaten Bengkalis sebanyak 105.560 rumah tangga atau 16.32 % dan Kabupaten
Kampar sebanyak 90.157 rumah tangga atau 13.94 %. Sedangkan kabupaten yang masih
sedikit menggunakan jasa listrik PLN adalah Kabupaten Pelalawan, yaitu hanya sebanyak
23.984 rumah tangga atau 3.70 % dan Kabupaten Kuantan Singingi sebanyak 25.041
rumah tangga atau 3.87 %.

Bagi penduduk yang jauh dari jangkauan PLN alternatif lain untuk penerangan adalah
dengan menggunakan listrik diesel (non PLN), cara ini masih banyak digunakan oleh
masyarakat Riau. Tahun 2006 jumlah rumah tangga yang masih menggunakan listrik
diesel adalah sebanyak 244.927 rumah tangga. Kabupaten Rokan Hilir merupakan
kabupaten yang paling banyak menggunakan listrik diesel untuk penerangan, sebanyak
36.972 rumah tangga atau 15.09 % diikuti oleh Kabupaten Indragiri Hilir 35.670 rumah
tangga atau 14.56 %.

Dari 55.743 rumah tangga yang menggunakan petromak sebagai lampu penerangan,
Kabupaten Indragiri Hilir merupakan rumah tangga yang paling banyak, yaitu 22.092
atau 39.63 % dari jumlah total keseluruhannnya. Sedangkan kabupaten/kota yang paling
sedikit menggunakan petromak adalah Kabupaten Siak, yaitu sebanyak 228 rumah tangga
atau 0.40 %.

Potensi pengembangan energi di Provinsi Riau sebenarnya relatif besar, namun untuk
pengembangannya dihadapkan kepada aspek pembiayaan maupun investasi. Pemerintah
Daerah Provinsi Riau telah mempunyai rencana untuk pengembangan industri energi
listrik tenaga batu bara dan energi listrik tenaga gas di Kabupaten Pelalawan, namun
sekarang belum ada pihak investor yang berminat untuk menanamkan investasinya.
Pembangunan energi di Provinsi Riau harus dicarikan jalan keluarnya untuk mengatasi
segala permasalahan penyediaan energi yang cepat dan murah, terutama untuk
mendukung pengembangan industri serta pemerataannya ke seluruh daerah yang
membutuhkan energi.

Seiring dengan pertumbuhan pembangunan daerah maupun pembangunan sektor-sektor,


maka permintaan akan energi khususnya listrik akan terus meningkat. Demikian juga
dalam beberapa tahun kedepan dengan adanya proses transisi masyarakat perdesaan
menjadi masyarakat perkotaan akan mendorong kebutuhan akan energi. Selain dari pada
itu pengembangan ekonomi kerakyatan (ekonomi perdesaan) akan semakin ditingkatkan,
oleh karena itu kebutuhan akan energi di pedesaan juga akan semakin meningkat pula.
Permasalahan pembangunan kelistrikan di Daerah Riau untuk lima tahun mendatang
adalah mengusahakan bagaimana Pemerintah Daerah mampu mengolah potensi energi
yang ada (baik PLTA maupun PLTD) untuk pemenuhan agar setiap daerah yang berada
dalam wilayah Provinsi Riau dapat menikmati hasil pembangunan selama ini.
Bagaimanapun juga, Provinsi Riau masih menyimpan berbagai potensi sumber daya
alam, termasuk energi listrik. Sekarang bagaimana mengelola potensi yang ada tersebut
bisa bermanfaat bagi masyarakat Riau pada khususnya.

Untuk melihat perbandingan banyaknya pembangkit PLTD, kapasitas terpasang dan


tenaga yang dibangkitkan di Provinsi Riau tahun 2006 menurut cabang PT. PLN dapat
dilihat pada Tabel 26.

Banyaknya Pembangkit, Kapasitas Terpasang dan Tenaga yang Dibangkitkan.

No. PT. P L N Jumlah Pembangkit Kapasitas Tenaga yang di


(Unit) Terpasang Bangkitkan (Kw/h)
1. Cabang Pekanbaru 47 9.700 23.478.602
2. Cabang Rengat 118 59.508 136.108.752
3. Cabang Dumai 95 81.565 118.906.559
JUMLAH 254 150.773 278.493.913

Sumber : PT. P L N Wilayah Riau - 2006

Sektor Pariwisata

Pembangunan pariwisata merupakan kegiatan dan usaha yang terkoordinasi untuk


menarik wisatawan, menyediakan semua prasarana dan sarana serta fasilitas yang
diperlukan dalam melayani permintaan wisatawan. Pertumbuhan dan perkembangan
pariwisata di Provinsi Riau dewasa ini mengindikasikan bahwa pariwisata telah menjadi
sektor ekonomi utama tidak saja di Provinsi Riau juga bagi Indonesia.

Perkembangan kepariwisataan di Provinsi Riau menunjukkan hasil yang


menggembirakan. Hal ini bisa dilihat dari jumlah kunjungan wisatawan nusantara
maupun mancanegara yang berkunjung ke Provinsi Riau dari tahun ketahun selalu
menunjukkan peningkatan. Namun ini semua tergantung dengan kondisi di suatu daerah,
semakin kondusif suatu daerah maka kemungkinan wisatawan untuk mengunjungi daerah
tersebut akan semakin tinggi, namun sebaliknya jika kondisi daerah tidak kondusif maka
wisatawan akan enggan untuk berkunjung ke daerah tersebut.

Tujuan utama pengembangan industri pariwisata adalah untuk menggaet penerimaan


devisa dari pengeluaran wisatawan yang mengunjungi suatu negara. Kalau devisa hasil
ekspor diperoleh dari penjualan barang-barang di luar negeri, namun di sektor pariwisata
devisa diperoleh dari pengeluaran wisatawan yang mengunjungi suatu negara. Agar
devisa sektor pariwisata lebih banyak diterima maka perlu diupayakan agar wisatawan
yang datang lebih banyak dan lebih lama tinggal serta lebih banyak membelanjakan
uangnya di negara tujuan, sehingga semakin banyak uang yang dibelanjakan dinegara
tujuan, semakin banyak devisa yang akan diperoleh. Devisa ini secara langsung akan
bisa meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.

Pengembangan wisata dengan sasaran wisatawan nusantara maupun mancanegara juga


akan memacu lajunya pertumbuhan ekonomi daerah, karena pariwisata tidak berdiri
sendiri. Pengembangan pariwisata akan membuka berbagai lapangan kerja dan
mempercepat peredaran uang disuatu wilayah. Mengingat Provinsi Riau yang berhadapan
langsung dengan dua negara tetangga, yaitu Malaysia dan Singapore memberikan
peluang yang sangat menjanjikan untuk sektor pariwisata Riau di masa mendatang.

Dalam pembangunan perekonomian, kepariwisataan dapat diharapkan memegang


peranan yang menentukan dan dapat dijadikan katalisator untuk mengembangkan
pembangunan sektor-sektor lain secara bertahap. Tidak hanya perusahaan-perusahaan
yang dapat menyediakan kamar untuk menginap (hotel), makanan dan minuman (bar dan
restoran), perencana perjalanan wisata, agen perjalanan, industri kerajinan, pramuwisata,
tenaga terampil akan tetapi juga prasarana ekonomi, seperti jalan raya, jembatan,
terminal, pelabuhan dan lapangan udara. Disamping itu dibutuhkan juga prasarana
pembangkit listrik, fasilitas olah raga dan rekreasi dan banyak sektor perekonomian
lainnya.

Berbagai upaya untuk mengatasi persoalan diatas sudah mulai dibenahi oleh Pemerintah
Provinsi Riau dengan memberikan kemudahan kepada pihak-pihak investor untuk
menanamkan modalnya di bidang pariwisata. Jumlah hotel di Provinsi Riau dari tahun ke
tahun selalu mengalami peningkatan sebagai upaya untuk mengantisifasi arus globalisasi,
mulai dari kelas melati sampai kepada kelas berbintang. Pihak pengelola hotel juga
melengkapi hotelnya dengan berbagai fasilitas agar pengunjung bisa nyaman untuk
menginap di hotel mereka.

Bila melihat kondisi Provinsi Riau sekarang ini yang terdiri dari 11 kabupaten/kota,
sebagiannya mempunyai wilayah pesisir, hal ini sangat baik untuk di olah menjadi obyek
wisata bahari. Ada beberapa alasan kenapa wisata bahari perlu untuk dikembangkan,
antara lain : (1) Permintaan akan produk wisata bahari baik dalam maupun luar negeri
terus meningkat, sejalan dengan peningkatan dalam kunjungan wisatawan sebagai akibat
dari peningkatan mobilitas manusia, karena kemajuan teknologi transportasi dan
komunikasi, pertumbuhan penduduk serta kualitas hidup manusia semakin baik, (2)
Semakin berkembangnya penyebaran informasi menimbulkan hasrat yang semakin besar
untuk mengetahui dan mengenal lebih dekat tata cara kehidupan budaya dan keindahan
alam, (3) Provinsi Riau memiliki potensi wisata bahari yang apabila dikelola secara
profesional akan mendatangkan daya tarik bagi wisatawan baik dalam maupun luar
negeri.

Mengingat wisata bahari belum optimal dikelola, perlu kiranya dilakukan strategi
pengembangan wisata bahari tersebut, seperti : (1) Pembuatan rencana arahan
pengembangan wisata bahari, (2) Penggalian informasi potensi wisata bahari yang ada di
kabupaten/kota yang ada di Provinsi Riau, (3) Pendayagunaan potensi wisata bahari
sesuai dengan daya dukung dan pengembangan daerah tujuan wisata, (4) Pengendalian
dampak akibat kegiatan manusia terhadap potensi wisata bahari, (5) Peningkatan kualitas
dan kuantitas SDM untuk mendukung pengelolaan pariwisata bahari, (6) Pembinaan dan
pemanfaatan sistem kelembagaan dan (7) Membina kerjasama dengan instansi terkait.

Setelah ditentukan strategi pengembangan wisata bahari, maka langkah selanjutnya


adalah upaya pengembangannya. Ada beberapa upaya yang perlu diperhatikan dalam
pengembangan wisata bahari, antara lain : (1) Pengembangan wisata bahari secara
terpadu menyangkut pengembangan sarana dan prasarana, sarana umum, jasa pelayanan,
jaminan keselamatan dan aksesibilitas, (2) Promosi secara efektif, (3) Wisata bahari dapat
memberikan nilai tambah khusunya bagi masyarakat setempat, antara lain dengan
melibatkan masyarakat nelayan, sehingga menjadi paket-paket diversifikasi yang saling
terkait satu sama lain dan (4) Pengembangan wisata bahari harus diikuti dengan
pengembangan wisata budaya dengan memperhatikan kondisi sosial masyarakat lokal.
Dari data yang ada, jumlah wisatawan yang datang ke Provinsi Riau cenderung relatif
menurun dari tahun ketahun. Hal ini memberikan indikasi bahwa kesiapan daerah untuk
menarik jumlah wisatawan ke daerah ini belum optimal. Mengingat tahun 2008
merupakan tahun kunjungan wisatawan ke Indonesia, Provinsi Riau bisa memanfaatkan
momen tersebut untuk menarik wisatawan lebih banyak datang ke Bumi Lancang
Kuning.

Jumlah Wisatawan yang Berkunjung ke Provinsi Riau Melalui Pintu Masuk


Utama

No. PINTU MASUK TAHUN


2003 2004 2005 2006
1. Dumai 49.661 44.975 35.669 15.855
2. Pekanbaru 7.756 12.392 12.881 18.735
3. Lain-lain 2.212 1.905 6.174 5.169
JUMLAH 59.629 59.272 54.724 39.759

Sumber : Dinas Kebudayaa, Kesenian dan Pariwisata Provinsi Riau

Dari tabel 27 di atas terlihat bahwa kunjungan wisatawan yang berkunjung ke Provinsi
Riau terjadi penurunan, tahun 2003 jumlah wisatawan datang ke Provinsi Riau sebanyak
59.629 orang, tahun 2004 mengalami penurunan menjadi 59.272 orang. Tahun 2005
kembali terjadi penurunan jumlah wisatawan menjadi 54.724 orang dan tahun 2006
turung menjadi 39.759 orang.

Dari 39.759 orang wisatawan manca negara yang berkunjung ke Provinsi Riau tahun
2006, sebanyak 30.751 orang atau 77.34 % adalah dari negara Asean, ini berarti dominasi
kunjungan wisatawan yang datang ke Provinsi Riau adalah dari negara Asean. Dari benua
Asia sebanyak 2.802 orang atau 7.04 %, Amerika sebanyak 2.234 orang atau 5.61 %,
Eropa sebanyak 2.653 orang atau 6.67 %, Australia dan New Zealand sebanyak 1.104
orang atau 2.77 % dan lainnya sebanyak 215 orang atau 0.54 %. Tantangan kedepan bagi
Provinsi Riau setelah berpisah dengan Provinsi Kepulauan Riau adalah bagaimana bisa
menarik wisatawan sebanyak mungkin, karena dari data di atas banyaknya kunjungan
wisatawan ke Provinsi Riau pada tahun 2003 justru masuk melalui Provinsi Kepulauan
Riau yang dulu masih menjadi satu kesatuan dengan Provinsi Riau.

Meskipun wisata bahari belum begitu optimal dikembangkan di Provinsi Riau, namun
wisata lainnya sudah mulai dikenal baik di mancanegara maupun nusantara. Kabupaten
Kuantan Singingi misalnya telah menjadikan kesenian tradisional rakyat pacu jalur
sebagai event nasional yang setiap tahunnya bisa mendatangkan wisatawan untuk
berkunjung ke daerah ini. Kabupaten Kampar memilki wisata sejarah yaitu Candi Muara
Takus dan Mesjid Jamik, namun belum begitu di promosikan sehingga kunjungan
wisatawan untuk melihat obyek tersebut masih terbatas. Begitu juga dengan Kabupaten
Siak yang memiliki Istana Siak, namun hanya terbatas pada kunjungan wisatawan lokal.
Masih banyak lagi tempat wisata di kabupaten/kota yang ada di Provinsi Riau untuk bisa
dijadikan daya tarik wisatawan untuk mengunjunginya, namun belum dikelola secara
profesional.

Untuk itu sudah saatnya Pemerintah Daerah memberikan perhatian khusus terhadap
peningkatan sarana obyek wisata yang ada di masing-masing kabupaten/kota, misalnya
dengan meningkatkan sarana dan prasarana untuk menuju ke lokasi obyek wisata. Salah
satu prasarana yang perlu ditingkatkan adalah jalan sebagai akses utama menuju lokasi.
Sarana transportasi juga perlu ditingkatkan apalagi melihat kondisi geografi Provinsi
Riau dimana jarak antara satu kabupaten/kota dengan kabupaten/kota lainnya sangat jauh.
Untuk memberikan kenyamanan bagi wisatawan berkunjung ke lokasi perlu dibangun
tempat istirahat. Tempat istirahat tidak perlu hotel yang berbintang tetapi hotel kelas
melati/ wismapun sudah cukup dengan interiornya memperhatikan kultur wilayah daerah
setempat.

Hal lain yang juga sangat penting adalah masalah promosi obyek wisata itu sendiri. Di
era globalisasi sekarang ini sangat mudah untuk melakukan pengenalan obyek wisata
suatu daerah ke dunia luar, karena dengan sistem internet semua potensi wisata bisa di
masukkan ke dalam website, sehingga bisa di akses di seluruh dunia. Sekarang tinggal
kesiapan Pemerintah Daerah dan dukungan sumber daya manusia untuk
melaksanakannya. Disamping itu kebijakan Pemerintah Daerah dalam upaya
meningkatan jumlah kunjungan pariwisata ke Provinsi Riau juga sangat menentukan.
Kebijakan di sektor pariwisata hendaknya jangan mempersulit pihak investor untuk
menanamkan investasinya di bumi Lancang Kuning.

You might also like