You are on page 1of 7

MENCANGKUL = KECANGKUL

Hari itu adalah hari Selasa tanggal 23 Maret 2010. Aku terbangun
pukul 04.30 masih terasa gelap gulita di rumah baruku itu. Aku keluar
dari kamar tetapi belum ada satu orang pun yang bangun di rumah
baruku itu. Aku kembali ke kamar.
Pukul 05.30 aku mendengar suara pintu membuka dari kamar
orangtua asuhku. Kemudian aku keluar dari kamarku. Ternyata ibu
sudah bangun. Ibu sedang membuat perapian. Aku ikut menghangatkan
badan di perapian itu.
Pukul 07.00 Bapak Witarno sudah siap untuk berangkat ke ladang.
Aku dan Arga (teman rumahku) juga bersiap-siap untuk ikut bapak ke
ladang. Sekitar pukul 07.30 kami berangkat. Bapak berangkat dengan
membawa pikulan untuk membawa rumput pada waktu pulang.
Jalan yang dilewati tidaklah mudah, jalan yang kami lewati terus
menanjak. Menajak, dan semakin menajak. Belum lagi kami melewati
jalan ladang yang cukup sempit, berbatu dan berliku-liku. Akhirnya kami
sampai di ladang pak Witarno.waktu yang dibutuhkan sampai ke ladang
bapak tidaklah sebentar. Kesabaran dan kekuatan sangat diperlukan
untuk mencapai ladang bapak.
Sesampainya diladang bapak aku merasa capek, untung bapak
megajakku beristirahat terlebih dahulu. Beberapa saat kemudian bapak
mulai mengambil cangkul dan memulai mencangkul, sedikit demi sedikit
tanah mulai dikeduknya, karena ada rasa penasaran. Arga ingin
membantu mencangkul dan bagaimana cara mencangkul. Bapak mulai
mengajarkan tangan kanan lebih berada di bawah dari tangan kiri, kaki
dan tangan dilemaskan supaya tanah yang diambil banyak karena ada
keliatan.
Arga mulai mengerjakan apa yang dikatakan bapak cangkulan
pertama ia berasil melakukannya walaupun tanah yang dicangkulnya
sedikit. Cangkulan kedua pun juga berhasil. Dan kini tiba cangkulan
ketiga entah dia tidak konsentrasi atau apa ia tidak mencangkul tanah
tetapi ia mencangkul kakinya. Seketika aku dan bapak kaget. Tapi Arga
bilang tidak apa-apa walaupun darah kecucuran dari kakinya.
Sekarang giliranku, aku berharap tidak mengalami apa yang Arga
alami, cangkulan pertama, kedua, ketiga, keempat berhasil tetapi bapak
bilang itu kurang rapi. Aku pun menyerah. Aku dan Arga memilih
mengumpulkan kayu tembakau untuk dibuat kayu bakar dirumah. Satu
demi satu kami kumpulkanternyata banyak juga kayu yang harus
dikumpulkan.
Aku mulai kelelahan. Untung ibu datang membawakan bekal dari
rumah, Ibu membawakan roti dan tempe kemul (makanan favoritku)
juga membawa minumanberupa teh hangat. Sungguh nikmat dunia
ketika makan serta melihat pemandangan yang sangant indah dari
ladang walaupun makanannya sederhana tetapi terlihat sederhana.
Karena di Semarang tidak bisa melihat pemandangan yang hebat dan
indah.
Itulah pengalamanku bersama bapak asuhku. Perjuangan bapak
yang berat dalam mengarungi hidup dan ia tetap bersyukur, sungguh
pengalaman yang berharga dan kenangan yang mungkin sulit dan tak
mungkin bisa aku lupakan.

Yulius Damara
XB/32
SEJUTA PESONA DESA BUNTU

Aku menjalani hari – hariku dari hari senin, 23 Maret 2010 sampai
hari Jumat, 26 Maret 2010 di rumah baruku. Rumah baruku terletak
disebuah desa yang bernama Desa Buntu. Dirumah baruku aku tinggal
bersama keluarga asuhku yang dikepalai oleh bapak Witarno.
Bapak Witarno hanya tinggal bersama istrinya karena keempat
anaknya sudah berkeluarga. Keempat anaknya tetap tinggal di Desa
Buntu. Ketiga anaknya sangat aktif ke gereja. Tetapi anak beliau yang
bungsu akhir-akhir ini jarang ke gereja. Oh ya... Bapak Witarno
sekeluarga memang beragama katolik jadi tempat ibadahnya adalah
gereja. Anak Pak Witarno yang pertama bernama Alfonsa Ngapiyah dan
anak Bapak yang kedua bernama Kartinah.
Pak witarno mempunyai 6 orang cucu. Keenam cucu pak Witarno
lucu-lucu. Rata-rata dari mereka TK dan SD. Cucu-cucu Pak Witarno
diantaranya bernama Eri, Dea, dan Ferdi . Mereka sering bermain
bersama.
Sehari-hari Pak Witarno bekerja diladang. Pak Witarno mempunyai
6 ladang. Jalan keladang milik Pak Witarnotidaklah mudah. Perjalanan
yang ditempuh sangat jauh. Jalanpun menanjak juga berbatu-batu dan
harus lewat jalan ladang yang licin, sempit dan berliku-liku aku juga
nggak bisa ngebayangin jika aku harus berjalan berkilo-kilometer setiap
hari untuk mencapai ladang. Pasti capek, lelah, lesu, lunglai, lemas dan
masih banyak perasaan lain. Tetapi bapak tetap tegar untuk
menjalaninya. Ladang bapak ditanami berbagai macam – macam
tanaman, ada kentang, wortel, tembakau. Pak Witarno dengan sabar
mengolah ladang-ladangnya. Mencangkul, memberi lemi (pupuk dari
kotoran ayam). Memberi pertisida, mencabuti rumput-rumputnya dan
sebagainya. Itulah kegiatan Pak Witarno sehari-hari. Pekerjaan ibu juga
seperti bapak yaitu meladang tetapi biasanya ibu meladang lebih siang
karena ibu membawakan makan siang untuk bapak. Bapak biasanya
pulang sekitar 14.00 dan ibu pulang lebih dahulu sekitar 12.00. Bapak
dan ibu memang pekerja keras.
Rumah bapak Witarno sangat sederhana kompornya pun masih
menggunakan kayu bakar tidak menggunakan kompor gas, soalnya ibu
takut menggunakan kompor gas karena bisa meledak. Padahal
pemerintah sudah berusaha memberikan bantuan berupa kompor dan
tabung gasnya diberikan kepada anaknya. Ruangan di Pak Witarnoterdiri
dari 2 kamar, ruang tamu, ruang makan, dapur dan kamar mandi. Selain
meladang bapak juga ternak kambing dan ayam. Kata bapak ternak
kambing bisa dijual menguntungkan, 1 anak kambing bisa dengan harga
yang menggiurkan maka dari itu di sebelah dapur di bangun sebuah
kandang kambing.
Buntu adalah sebuah desa yang penuh dengan sejuta pesona
alam. Desa Buntu memiliki luas 35.00ha. Jumlah warga perempuan di
desa Buntu adalah 1161 jiwa dan warga laki-lakinya berjumlah1188. di
Desa Buntu ini memiliki 681 Kepala keluarga(KK).Walaupun Buntu
merupakan desa dengan penghasilan terendah diantara desa – desa lain
di daerah Wonosobo tetapi Desa Buntu dijadikan desa panutan karena
Desa buntu merupakan desa yang aman dan nyaman untuk ditinggali
soalnya di Desa buntu tidak pernah terjadi tawuran.
Desa Buntu sangatlah indah karena didesa itu banyak ladang dan
dikelilingi oleh beberapa gunung. Suasana sejuk dan dingin pedesaan
yang merasuk jiwa. Udaranya pun segar karena belum banyak terkena
polusi. Tetapi jalanan di Buntu yang sudah beraspal banyak yang rusak
karena sering dilewati oleh banyak truk-truk besar yang mengangkut
hasil bumi dari Buntu.
Warga desa buntu banyak yang bekerja sebagai petani diladang.
Pagi-pagi mereka sudah mempersiapkan diri untuk pergi keladang. Ada
yang membawa cangkul, pikulan, arit, pestisida (untuk membasmi
hama) dan sebagainya. Warga Desa Buntu ada yang naik sepeda motor
namun ada juga yang berjalan kaki. Padahal jarak dari rumah ke ladang
rata – rata melalui perjalanan yang jauh. Banyak jenis sayuran yang
ditanam di ladang warga Desa Buntu. Ada yang di tanami onclang,
kubis/kol. Bodin (nama daerah ketela di Desa Buntu), cabe hijau,
tembakau, wortel, jipang, kentang dan beberapa jenis tanaman lainya.
Tetapi sayang tanaman – tanaman itu di beri pertisida. Kentang akan
berwarna hitam dan tidak dapat di konsumsi karena terkena siraman air
hujan setiap hari.
Banyak penduduk Desa Buntu yang menjadi petani karena
dipengaruhi oleh faktor alam yang sangat mendukung daerah Buntu
terletak dipegunungan dan wilayahnya cocok untuk menanam tanaman
sayuran . mungkin juga faktor keturunan, misalnya : ladang yang
dipunya merupakan warisan dari orang tua sehingga harus diolah agar
bermanfaat dan menghasilkan yang terbaik. Mereka mencangkul,
memberi pupuk, menanamm, dan merawatnya serta memberi pestisida
dengan cermat dan sabar sehingga dihasilkan hasil yang maksimal.
Warga Desa Buntu sanagtlah ramah , setiap ada orang lewat pasti
disapa entah rumahnya di ujung sana maupun tetangga pasti disapa.
Keramah tamahan warga Desa Buntu patut dicontoh untuk orang –
orang kota. Biasanya orang kota nama tetangga saja tidak tahu
bagaimana mau menyapa? Itulah unggulnya orang desa.
Di Desa Buntu ada penambangan pasir liar. Penambangan pasir itu
sangat meresahkan warga. Pasir-pasir yang diambil sangatlah banyak
sehingga menimbulkan jurang yang setiap saat bisa longsor. Padahal
menjadi kuli pengangkut pasir menghasilkan penghasilan yang sedikit.
Maka dari itu, warga desa sangat marah. Selain itu truk-truk pengangkut
pasir juga membuat jalanan di Desa Buntu yang sudah beraspal menjadi
bolong-bolong karena dilewati oleh truk-truk yang besar.
Rata – rata kondisi ekonomi warga Desa Buntu sudahlah cukup
bahkan mungkin melebihi orang kota. Misalnya, apakah ada orang kota
yang memiliki 6 sawah seperti Bapak Witarno? Warga Desa Buntu selalu
mempunyai persedian makanan, seperti kentang, cemilan, beras dan
sebagainya, yang melimpah. Mereka juga mempunyai banyak kambing.
Kebanyakan warga Desa Buntu bersyukur atas hasil yang mereka
dapatkan. Tetapi Bapak Witarno bilang jadi petani tidaklah enak maka
beliau berpesan agar aku tidak menjadi petani.
Warga Desa Buntu menganut 3 macam agama. Agama – agama
tersebut adalah Khatolik, Budha dan Islam. Islam pun masih di bagi
menjadi dua yaitu Muhammadiyah dan NU. Di Desa Buntuterdapat 2
Masjid tetapi terdapat banyak Mushola. Di Desa Buntu juga terdapat 1
Gereja kecil atau kapel dan 1 wihara. Meskipun di Desa Buntu menganut
agama yang beraneka ragam tetapi mereka rukun. Dahulu mereka
bertengkar dan tidak rukun. Setiap ada orang yang meninggal, orang
yang melayat hanyalah orang yang menganut agama yang sama
dengan orang yang meninggal sedangkan yang menaganut agama lain
tidak peduli, seiring jaman berlalu, keadaan sudah berbeda. Setiap
warga sudah mau bekerja sama dan bergotong royong untuk
membangun desa. Jika ada orang yang meninggal, tidak hanya orang
yang menganut agama yang sama dengan orang yang meninggal tetapi
semua warga bergotong royong untuk membangun tratak dan melayat.
Karena kerukunan inilah warga Desa Buntu di jadikan panutan oleh desa
– desa lain di Wonosobo. Itulah hebatnya sebuah desa kecil yang
memiliki tata krama dan sopan santun yang patut diacungi jempol.
Rata – rata di Desa Buntu sudah memiliki kamar mandi. Tetapi
adapula yang belum memiliki kamar mandi. Maka dari itu, mereka yang
tidak mempunyai kamar mandi harus menjalani MCKnya di kamar mandi
umum yang terletak didekat mushola, masjid atau kapel. Air yang
terdapat di Desa Buntu sangatlah dingin, air yang terdapat di Desa
Buntu berasal dari Gunung Sindoro yang diambil atau dialirkan oleh PAM
kemudian dialirkan menuju Desa Buntu dan desa di selatan Buntu.
Dahulu sebelum ada kamar mandi dan kamar mandi warga Desa Buntu
harus berjalan untuk mandi di sungai. Sungai di desa Buntu ada banyak,
diantaranya ada yang bernama Kali Lempong dan Sungai Gondang.l
Tetapi sungai – sungai tersebut kini telah kering karena pada waktu
hujan sering terkena banjir. Sekarang sungai-sungai tersebut telah
dijadikan penambangan untuk mengambil pasirnya.
Anak remaja di Desa Buntu biasanya menghabiskan dengan
bermain burung dara di lapangan. Lapangan itu diberi kotakan dari
bambu. Permainan itu biasa di sebut ”nggabur dara” siapa yang
pertama kali burung daranya masuk dalam kotak, itulah pemenang.
Kenangan di Desa Buntu sangatlah tidak mungkin di lupakan,
rasanya ingin pergi lagi kesana. Mungkin ketika suatu saat aku
termenung aku teringat suasana Desa Buntu yang begitu nyaman. Desa
Buntu memang penuh pesona alam. Keramah – tamahan warga yang
membuat aku kerasan. Pengalaman hidup yang tidak mungkin
kulupakan dan kukenang sepanjang masa.

Yulius Damara
XB/32

You might also like