Professional Documents
Culture Documents
A. Pengantar
• Bayaan secara leksikal bermakna ‘terang’ atau ‘jelas’. Secara terminologi: ilmu untuk
mengetahui bagaimana mengungkapkan gagasan ke dalam bahasa yang bervariasi
• Kalam yang fasih adalah kalam yang terhindar dari tanaafur al-huruf, gharabah, dan
mukhalafah al-qiyaas dalam kata-katanya, serta kalimat-kalimat yang diungkapkan tidak bersifat
tanaafur, dha’fu al-ta’lif, dan ta’qid lafdzi
• Tanaafur al-huruf: kata-kata yang sukar diucapkan
• Gharabah: ungkapan yang terdiri atas kata-kata yang asing, jarang dipakai, dan tidak diketahui
oleh orang banyak
• Mukhaalafah al-Qiyaas: kata-kata yang menyalahi atau tidak seuai dengan kaidah umum ilmu
sharf
• Dha’fu al-ta’lif: susunan kalimat yang lemah, sebab menyalahi kaidah umum nahwu/sharf
• Ta’qid lafzhi (kerancuan pada kata-kata): ungkapan kata-katan tidak menunjukkan tujuan
karena ada cacat dalam susunannya
• Ta’qid ma’nawi: kerancuan makna
• Mutakallim fasih: orang yang dapat menyampaikan maksudnya dengan ucapan yang fasihah
(baik dan benar)
• Balaghah: Ilmu yang mempelajari kefasihan berbahasa yang meliputi ilmu ma’aani, bayan, dan
badi’
• Bidang kajian ilmu bayaan meliputi: tasybih, majaz, dan kinayah
B. Tasybih
C. Majaz
• Majaz secara leksikal bermakna melewati. Secara terminologi: Kata yang digunakan bukan
untuk makna yang sebenarnya karena adanya ‘alaqah disertai adanya qarinah yang mencegah
dimaknai secara hakiki
• Majaz (konotatif) merupakan kebalikan dari hakiki (denotatif)
• Makna hakiki: makna asal dari suatu lafal atau ungkapan yang pengertiannya dipahami orang
pada umumnya. Lafal atau ungkapan itu lahir untuk makna itu sendiri.
• Majazi: perubahan makna dari makna asal ke makna kedua. Makna ini lahir bukan untuk
pengertian pada umumnya. Dalam makna ini ada proses perubahan makna.
• Muraadif atau munaasabah tdk dikatakan memiliki makna majazi karena di dalamnya tidak ada
perubahan dari makna asal kepada makna baru
• Suatu teks bisa dinilai mengandung makna haqiqi jika si penulis menyatakan secara jelas
bahwa maksudnya sesuai dengan makna asalnya; atau tidak adanya qarinah-qarinah (indikator)
yang menunjukkan bahwa teks tsb mempunyai makna majazi.
• Jika ada qarinah-qarinah yang menunjukkan bahwa lafal atau ungkapan tidak boleh dimaknai
secara haqiqi, maka kita harus memaknainya secara majazi
• Ungkapan majaz muncul disebabkan:
o Sabab lafzhi: lafal-lafal tsb tidak bisa dan tidak boleh dimaknai secara hakiki. Jika dimaknai
haqiqi maka akan muncul pengertian yang salah. Qarinah pada ungkapan majaz jenis ini bersifat
lafzhi pula
o Sabab takribi (isnadi): ungkapan majazi terjadi bukan karena lafal-lafalnya yang tidak bisa
dipahami secara hakiki, akan tetapi dari segi penisbatan. Penisbatan fi’il kepada failnya tidak
bisa diterima secara rasional dan keyakinan
• Makna haqiqi: makna yang dipakai menurut makna yang seharusnya.
• Makna majazi: kata yang dipakai bukan pada makna yang semestinya karena ada alaqah
(hubungan) dan disertai qarinah (lafal yang mencegah penggunaan makna asli).
• Majas pada garis besarnya terdiri atas majas lughowi dan majaz aqli.
• Majas lughowi: majas yang alaqahnya atau illah nya didasarkan pada aspek bahasa
• Majas aqli adalah penisbatan suatu kata fi’il (verba) kepada fa’il yang tidak sebenarnya
• Majas lughowi terdiri atas majaz isti’arah dan majaz mursal:
o Majaz isti’arah: yang alaqahnya (hubungan) antara makna asal dan makna yang dimaksud
adalah musyaabahah (keserupaan).
o Majaz mursal: majaz yang alaqahnya ghair musyabbah (tidak saling menyerupai)
• Majaz isti’arah adalah tasybih yang dibuang salah satu tharafain nya (musyabbah atau
musyabbah bih nya) dan dibuang pula wajh syibh dan adat tasybihnya
• Dalam isti’arah: musyabbah dinamai musta’ar lah dan musyabbah bih dinamai musta’ar minhu.
Lafal yang mengandung isti’arah dinamakan musta’ar dan wajh syibh nya dinamakan jami’.
Qarinahnya ada dua yaitu qarinah mufrad dan qarinah jama’
• Ditinjau dari musta’ar lah dan musta’ar minhu, majaz isti’arah ada dua kategori:
o Isti’arah tashriihiyyah: yang ditegaskan (ditashrih) adalah musta’ar minhu nya sedangkan
musta’ar lah nya dibuang. Dengan istilah lain: musyabbah bihnya disebut, dan musyabbahnya
dibuang
o Isti’arah makniyyah: yang dibuang adalah musta’ar minhu, atau dengan kata lain musyabbah
bihnya dibuang.
D. Kinayah
• Kinayah secara leksikal bermakna ‘ucapan yang berbeda dengan maknanya. Secara etimologis:
suatu kalam yang diungkapkan dengan pengertiannya yang berbeda dengan pengertian
umumnya, dengan tetap dibolehkan mengambil makna hakikinya
• Kinayah pada awalnya bermakna dhamir, irdaf, isyarah, isim maushul, laqab, badal, dan tikrar.
Sekarang mempunyai pengertian seperti di atas
• Perbedaan antara majaz dan kinayah terletak pada hubungan antara makna hakiki (denotatif)
dengan makna majazi (konotatif). Pada ungkapan berbentuk majaz, teks harus dimaknai secara
majazi dan tidak boleh dimaknai secara hakiki. Sedangkan pada ungkapan kinayah, teks harus
dimaknai dengan makna yang berbeda dengan lazimnya dengan tetap dibolehkan mengambil
makna hakikinya.
• Ilmu balaghah mengalami perkembangan sampai pada akhirnya para ahli balaghah bersepakat
bahwa kinayah adalah “suatu ungkapan yang diucapkan dengan pengertiannya yang lazim, akan
tetapi tidak tertutup kemungkinan dipahami dalam pengertiannya yang asal
• Dari segi makna kinayah dibagi menjadi tiga: kinayah sifah, kinayah maushuf, dan kinayah
nisbah
• Kinayah sifah adalah pengungkapan sifat tertentu tidak dengan jelas, melainkan dengan isyarah
atau ungkapan yang dapat menunjukkan maknanya yang umum. Istilah shifah dalam ilmu
balaghah berbeda dengan shifah pada ilmu nahwu. Sifat sebagai salah satu karakteristik kinayah
berarti sifat dalam pengertiannya yang maknawi (seperti: kedermawanan, keberanian, panjang,
keindahan, dan sifat-sifat lain yang merupakan lawan dari zat)
• Kinayah shifah mempunyai dua jenis:
o Kinayah qariibah: perjalanan makna dari lafal yang dikinayahkan (makny anhu) kepada lafal
kinayah tanpa melalui media
o Kinayah baa’idah: perpindahan makna dari makna lafal-lafal yang dikinayahkan (makny anhu)
kepada makna pada lafal-lafal kinayah memerlukan lafal-lafal lain untuk menjelaskannya.
• Kinayah maushuf: apabila yang menjadi makny anhu nya atau lafal-lafal yang dikinayahkan
adalah maushuf (dzat). Ada dua jenis kinayah maushuf:
o Kinayah yang makny anhu nya (lafal yang dikinayahkan) diungkapkan hanya dengan satu
ungkapan
o Kinayah yang makny anhu nya diungkapkan dengan ungkapan-ungkapan yang banyak. Pada
jenis kinayah ini, sifat-sifat tsb harus dikhususkan untuk maushuf, tdk untuk yang lainnya.
• Kinayah nisbah: apabila lafal yang menjadi kinayah bukan merupakan sifat dan bukan pula
merupakan maushuf, akan tetapi merupakan hubungan sifat dan maushuf
• Dari aspek wasaaith (media; lafal-lafal atau makna-makna yang menjadi media atau
penyambung dari makna hakiki kepada makna majazi) kinayah dibagi menjadi tiga: kinayah
ta’ridh, talwih, imaa atau isyarah, dan ramz
• Kinayah ta’riidh (sindiran): secara leksikal bermakna ‘sesuatu ungkapan yang maknanya
menyalahi lahirnya lafal. Secara terminologi: suatu ungkapan yang mempunyai makna yang
berbeda dengan makna sebenarnya. Pengambilan makna tersebut didasarkan kepada konteks
pengucapannya
• Zarkasyi: Ta’ridh adalah pengambilan makna dari suatu lafal melalui mafhum (pemahaman
konteks). Dinamakan ta’ridh karena pengambilan makna didasarkan pada pemaparan lafal atau
konteksnya
• Zamakhsyari: Antara kinayah dan ta’ridh terdapat perbedaan. Kinayah berarti menyebutkan
sesuatu bukan dengan lafal yang ditunjukkannya. Sedangkan ta’ridh menyebutkan suatu lafal
yang menunjuk pada suatu makna yang tidak disebutkannya
• Ibn Al-Atsir: Ta’ridh lebih mementingkan makna dengan meninggalkan lafal
• Syakaki: Ta’ridh selain terdapat pada kinayah juga terdapat pada majaz
• Talwih secara bahasa bermakna ‘engkau menunjuk orang lain dari kejauhan’. Secara
terminologi: Talwih adalah jenis kinayah yang di dalamnya terdapat banyak wasaaith (media)
dan tidak menggunakan ta’ridh (Bakri Syeikh Amin)
• Zarkasyi: Talwih adalah seorang mutakallim memberi isyarah kepada pendengarnya pada
sesuatu yang dimaksudkannya
• Imaa atau isyaarah: Kinayah jenis ini merupakan kebalikan dari talwih. Di dalam imaa,
perpindahan makna dari makna asal kepada makna lazimnya terjadi melaui media (wasaaith)
yang sedikit. Pada kinayah ini, makna lazimnya tampak dan makna yang dimaksud juga dekat
• Ramz: Secara bhs ramz berarti isyaarah dengan dua bibir, dua mata, dua alis, mulut, tangan dan
lisan. Isyarah-isyarah tsb biasanya dilakukan dengan cara tersirat. Secara istilah: ramz adalah
jenis kinayah dengan media (wasaaith) yang sedikit dan lazimnya tersirat. Dengan kata lain,
ramz adalah isyaarah kepada sesuatu yang dekat dengan anda secara tersirat. Ramz menyerupai
bahasa sandi. Orang Arab menyebutnya ‘Lahn’ atau ‘malaahin’
• Tujuan Kinayah:
o Menjelaskan (Al-Idhaah)
o Memperindah makna
o Menjelaskan sesuatu
o Mengganti dengan kata-kata yang sebanding karena dianggap jelek
o Menghindari kata-kata yang dianggap malu untuk diucapkan
o Peringatan atas keagungan tuhan
o Untuk mubalaghah (hiperbola)
o Untuk meringkas kalimat