You are on page 1of 25

BERBAGAI KONSPIRASI DI PROVINSI ACEH

Konspirasi Kepentingan di APBA 2010

Masriadi Sambo - KONTRAS


PENGESAHAN APBA 2010 di Gedung DPRA Aceh disinyalir penuh konspirasi
kepentingan. Pasalnya, pengesahan buku uang pembangunan Aceh itu molor dari jadwal
yang ditentukan. Idealnya, pengesahan APBA dilakukan pada Januari 2010. Namun,
kalangan legislatif dan eksekutif tampaknya memiliki kepentingan masing-masing. Hingga
datang warning dari pemerintah pusat, bila APBA tidak disahkan pada 22 Maret 2010, maka
akan dikenakan sanksi pinalti. Ini pula yang membuat legislatif kebakaran jenggot dan
mempercepat pengesahan. Hasilnya, potret buruk pengesahan anggaran kembali terjadi.

“Saya melihat sarat kepentingan. Di satu sisi, kalangan DPRA memperjuangkan dana aspirasi
dewan, di sisi lain eksekutif memperjuangkan dana JKA (Jaminan Kesehatan Aceh), dan
dana perjalanan dinas gubernur dan wakil gubernur. Ini yang membuat lama pengesahan
APBA,” terang Koordinator Badan Pekerja Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian,
kepada Kontras, kemarin.

Dia menyebutkan, ada tiga poin besar yang harus dipertanyakan dalam pengesahan APBA,
yaitu dana perjalanan dinas gubernur dan wakil gubernur yang mencapai Rp 60 miliar.
Kemudian dana untuk program JKA sebesar Rp 350 miliar. Dana aspirasi 69 anggota DPRA
sebesar Rp 345 miliar.

“Tiga mata anggaran ini yang membuat lama pengesahan. Selain itu, tiga mata anggaran ini
pula yang membuat defisit APBA. APBA kali ini terlalu dipaksakan,” kritik Alfian tajam.

Awalnya, APBA direncanakan sebesar Rp 6,5 triliun. Namun, pengesahannya Rp 7,6 triliun.
Ini mengakibatkan APBA mengalami defisit sebesar Rp 1,3 triliun.

Alfian mengeritik tajam program JKA. Menurutnya, program itu belum memiliki mekanisme
yang jelas. Pasalnya, program yang hampir serupa telah diberlakukan secara nasional, yaitu
program Jamkesmas.

“JKA itu bagaimana mekanismenya. Siapa saja yang berhak menerima uang premi sebesar
Rp 16.000 per orang untuk pengobatan itu. Ini yang patut kita pertanyakan, karena
Jamkesmas juga sudah diberlakukan secara nasional,” terang Alfian.

Lebih jauh dia menyebutkan, sejauh ini, belum ada mekanisme apa pun untuk JKA. Dia
menduga, program itu akan menjadi program cet langet, tidak menyentuh masyarakat banyak.

Selain itu, khusus untuk Gubernur Irwandi Yusuf dan Wakil Gubernur Muhammad Nazar,
Alfian menyesalkan mengapa dana perjalanan dinas begitu besar. Dia mengakui sangat
paham akan keluhan gubernur yang dilansir di beberapa media lokal, tentang banyaknya
masyarakat yang datang ke rumahnya. “Kita paham keluhan gubernur. Tapi, harusnya bisa
digunakan secara efektif dan efisien. Jadi, sisa dana itu bisa digunakan untuk membangun
Aceh,” tegas Alfian.

Pada tahun 2009, sebut Alfian, dana perjalanan gubernur dan wakilnya mencapai Rp 70
miliar. Padahal, revisi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) saat itu, uang perjalanan dinas
hanya bisa digunakan sebesar Rp 22 miliar. Namun, kenyataannya tetap digunakan sebesar
Rp 70 miliar.

“Artinya, kejadian tahun lalu terulang kembali tahun ini. Ini berpotensi terjerat masalah
hukum,” urai aktivis lajang ini. Alfian menyebutkan, idealnya, dalam APBA tertampung
program yang pro-rakyat. Program pro-rakyat adalah membangun dan melengkapi fasilitas
kesehatan di seluruh Aceh. Saat ini, rumah sakit di semua daerah masih mengalami
kekurangan fasilitas. Rumah sakit yang memadai hanya terletak di ibukota provinsi di Banda
Aceh. Sedangkan di daerah, cerita pasien miskin telantar, hanya karena tidak ada uang dan
tidak didukung peralatan medis yang memadai masih saja terdengar nyaring di seluruh Aceh.

Selain itu, program memperkuat ekonomi masyarakat juga dikritiknya. Sejauh ini, konsep
pemberdayaan ekonomi masyarakat perlu segera dirancang. Sebelumnya, Gubernur Aceh
Irwandi Yusuf mencanangkan Kredit Pemakmu Nanggroe (KPN). Kini, kredit ini sudah
dihentikan. Seharusnya, dicari formula lain sebagai pengganti program ini, yang lebih efektif
dan efisien untuk mendongkrak ekonomi masyarakat di Aceh.

Program lainnya yang tak kunjung membaik adalah pembangunan infrastruktur jalan yang
memadai di seluruh Aceh. Sejauh ini, daerah barat-selatan masih sangat terisolir. Jalan
berkubang menjadi pemandangan sehari-hari di daerah itu. Ini juga belum tersentuh dengan
baik dalam APBA.

Dana Otsus
Selain itu, Alfian juga mengeritik mengapa sampai saat ini Pemerintah Aceh belum
mengubah aturan menggunakan dana otonomi khusus. Keistimewaan dan kekhususan Aceh
untuk menggunakan dana Otsus ada di provinsi. Akibatnya, daerah selalu ketiban masalah.
Daerah tidak memiliki hak untuk mengelola dana Otsus. Efek dari itu, sejak tahun 2007
sampai saat ini, proyek yang didanai dengan dana Otsus selalu tidak rampung alias telantar.

Daerah yang paling dirugikan tahun lalu oleh provinsi adalah Aceh Utara. Pasalnya, sebesar
Rp 32 miliar dana Otsus untuk bidang pendidikan tidak bisa dicairkan, hanya karena
keterlambatan provinsi menyiapkan sket gambar bangunan. “Aceh Utara salah satu daerah
yang paling dirugikan. Seharusnya, dana Otsus bisa dikelola di daerah. Caranya, ubah dulu
qanun yang ada,” kata Alfian.

Dia menyesalkan sikap Pemerintah Aceh dan DPRA yang tidak peka terhadap persoalan dana
Otsus ini. Sebelumnya, Forum Kabupaten Kota (FKK) bahkan telah mendesak Gubernur
Aceh Irwandi Yusuf untuk melimpahkan dana Otsus ke daerah. Sehingga, pengawasan
mudah dilakukan. Tujuannya jelas, mengoptimalkan pembangunan yang berkualitas di Aceh.

“Ada kesan, kalau dikelola daerah, maka provinsi tidak memiliki uang lagi. Ini yang aneh.
Padahal, tujuan pembangunan adalah membuat bangunan yang berkualitas untuk dinikmati
rakyat,” kata Alfian. Namun, dia menilai, belum ada itikad baik untuk mengubah aturan
terkait dana Otsus. “Tidak ada pengawalan proyek dana Otsu sselama ini. Siapa yang
mengawal, oke katakanlah gubernur. Buktinya, proyek bermasalah. Uang ditarik, proyek
telantar. Kan itu realitas yang tak bisa kita pungkiri selama ini,” pungkas Alfian.

--
Tabloid KONTRAS Nomor : 534 | Tahun XI 25 - 31 Maret 2010
Konspirasi Kelulusan CPNS Aceh Tamiang
Monday, 08 June 2009 23:57

CPNS

Oleh Syarifuddin Buhfa -


Pemerintah Kabupaten (Pemkab)
Aceh Tamiang diduga melakukan
manipulasi ranking Calon Pegawai
Negeri Sipil (CPNS). Siapa berani
mengungkapnya?

Kasus ini bermula dari pungutan


liar (pungli) terhadap Calon
Pegawai Negeri Sipil (CPNS)
yang berimbas pada konspirasi
merubah data CPNS formasi
Menpan Nomor
B/1099/M.PAN/3/2008. Diduga,
perubahan ilegal itu dilakukan
oknum pejabat di Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kabupaten Aceh
Tamiang.

Modus operandinya dilakukan dengan menarik setoran (baca-pungli) pada CPNS dengan
jumlah bervariasi dengan janji akan diuluskan dalam formasi tersebut. Diperkirakan total
nominalnya berjumlah miliaran rupiah. Per CPNS ditarik dana mulai Rp20 juta untuk
katagori D-II dan Rp70 juta untuk S-1.

Dari jumlah yang diminta itu, ada CPNS yang menyerahkan langsung tunai 100 persen ada
juga yang menyetor 50 persen sebagai tanda jadi pengurusan kelulusan. Kepada CPNS
(korban-red) oknum di dinas tersebut berdalih uang sebanyak itu untuk biaya pengurusan
kelulusan mereka ke Kantor Badan Kepegawaian Nasional (BKN) Regional VI Medan,
Sumatera Utara dan Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Provinsi Aceh.

Indikasi kecurangan ini sudah terendus sejak lama. Berbagai kejanggalan terjadi. Sebut saja
proses administrasi yang dilakukan BKPP Aceh Tamiang. Pengumpulan berkas administrasi
CPNS dilakukan sebelum adanya pengumuman kelulusan CPNS sisipan 2008 dari BKPP
Provinsi Aceh.

Sejumlah CPNS juga sudah mempersiapkan berkas-berkan administrasi kelulusan sebelum


pengumuman lulus resmi diumumkan. Penelusuruan Harian Aceh ada 23 nama CPNS yang
masuk lewat jalur ilegal ini. Ke-23 nama itu tertuang dalam surat usulan Bupati Aceh
Tamiang nomor 800/796/2009, tanggal 20 Maret 2009.

Surat itu dinilai bertentangan dengan surat keputusan Menpan nomor B/109/M.PAN/3/2009,
tentang persetujuan perubahan penerimaan formasi CPNS sisipan Kabupaten Aceh Tamiang
tahun 2008.
Beberapa CPNS dari jalur tidak resmi ini malah sudah mengurus SKCK di Bagian Intelkam
Polres Aceh Tamiang. Ketika ditelusuri lebih jauh, mereka terkesan tertutup dan menolak
bicara. Kesannya, sudah diarahkan untuk tidak berbicara kepada siapapun, lebih-lebih kepada
wartawan. “Saya tidak mau terancam, kalau saya bicara takutnya nama saya dicoret,” elak
salah seorang CPNS.

Selain itu, CPNS yang dijumpai Harian Aceh ini pun punya alasan lain untuk bungkam,
yakni tak mau menjadi saksi di pengadilan bila kasus itu terbongkar. “Kalau saya
berkomentar saya akan dipanggil sebagai saksi suatu saat di pengadilan bila hal ini jadi
kasus,” lanjutnya.

Meski demikian, ia mengaku sudah menyetor sejumlah uang untuk pengurusan kelululsan
lewat jalur non resmi itu. Uang pelicin itu disetor melalui salah seorang oknum pejabat Aceh
Tamiang bernisial Jol. Pengakuan ini juga selaras dengan pernyataan salah seorang keluar
CPNS lainnya. “Saya tidak tahu berapa jumlahnya, yang jelas kakak saya memberikannya
melalui Pak Jol untuk mengurus pengangkatan jadi PNS,” ungkap sumber tersebut.

Kepala Bidang Pengembangan dan Pemutasian pada Badan Kepegawaian Pendidikan dan
Pelatihan (BKPP) Provinsi Aceh, Rusli membenarkan adanya upaya BKPP Aceh Tamiang
merubah data CPNS tersebut. Namun, Rusli mengaku tidak berani mengutak atik data
tersebut. “Saya tidak berani merubahnya, mengingat resiko yang akan saya terima nantinya
lebih besar,” kata Rusli.

Disinyalir, siasat mengutak-atik data CPNS itu dilakukan oleh Kepala BKPP Aceh Tamiang,
Basyaruddin SH di salah satu hotel di Banda Aceh. Sebenarnya kata Rusli, seluruh data
rangking CPNS sudah diserahkan ke Badan Kepegawaian Nasional (BKN) Regional VI,
Medan, Sumatera Utara. “Jadi kalau Bupati memohon itu bisa-bisa saja, keputusan tetap ada
di BKN VI Medan. Saya tidak ada terlibat dalam masalah itu, walau mereka pernah
menjumpai saya dengan membawah berkas, tapi saya tidak bisa menerima adanya rencana
perubahan renking itu,” ungkap Rusli.

Pertemuan dirinya dengan Basyaruddin SH di sebuah hotel di Banda Aceh, diakui Rusli
terjadi secara tidak sengaja. Pada pertemuan itulah Basyaruddin meminta untuk dilakukan
perubahan perangkingan. Namun Rusli menolaknya. “Saya tidak menerima uang dan tidak
memberi uang, dan surat usulan Bupati Aceh Tamiang tentang perubahan itu akan kita tidak
lanjuti, yang mana dalam surat saya ini akan menolak tentang usulan yang diajukan Buapti
setempat,” lanjut Rusli.

Tanggapan:

Ir Syaiful Anwar SH, Sekdakab Aceh Tamiang

Itu Ditangani Bupati

Menanggapi kasus manipulasi data perangkingan CPNS itu, Sekretaris Daerah Kabupaten
(Sekdakab) Aceh Tamiang, Ir Syaiful Anwar mengatakan masalah itu sudah ditangani Bupati
Aceh Tamiang, Drs H Abdul Latief. Menurutnya, bupati sudah memanggil dan memberi
peringatan kepada Kepala BKPP Aceh Tamiang, Basyaruddin.
Bupati sudah memberi teguran keras kepada Basyaruddin. Bila hal itu terulang, maka
Basyaruddin akan dicopot dari jabatannya. “Saya tidak mungkin lagi mengambil tindakan,
karena bupati sudah mengambil tindakan tegas dengan menengur dan memperingatkan
Basyaruddin,” kata Sekda Aceh Tamiang, Ir Syaiful Anwar, Senin (25/5).

Sikap bupati yang hanya memperingatkan Basyaruddin menuai kecaman dari tokoh LSM
Tamianga, Chairul Dalpen. Menurutnya, tindakan bupati kurang tegas terhadap Basyaruddin.
Ia juga meminta polisi untuk mengusut kasus tersebut hingga tuntas. “Apakah karena
Basyaruddin dekat dengan polisi hingga ia tidak diperiksa? Sementara orang lain yang belum
jelas bersalah langsung dipanggil dan diperiksa,” tanya Chairul, Kamis (27/5) di Kuala
Simpang.***

BKN Regional VI Medan Membantah Terlibat

Setelah kasus manipulasi data CPNS formasi umum 2008 di Kabupaten Aceh tamuang
terkuak ke media, seorang pejabat dari Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan
(BKPP), diutus ke Badan Kepegawaian Nasional (BKN) Regional VI Medan, Sumatera Utara
untuk mengambil kembali data tersebut. Tujuannya membawa kembali datai itu ke BKPP
Provindi untuk dirubah kembali.

Kepala Bagian Pemutasian pada BKN Refional VI Medan, H Ramdani SH membantah


pihaknya terlibat dalam manipulasi data tersebut. menurutnya, data rangking yang diberikan
kepadanya bertujuan untuk mengawasi berbagai kecurangan di daerah. “Kalau ada yang mau
merubah data ranking saya akan tolak. Jangankan merubah data ranking, formasih Menpan
saja berbeda dangan usulan yang diajukan saya tolak. Apa lagi ini, jelas saya tolak,” jelas
Ramdani.

Ramdani juga menambahkan, bahwa data ranking di BKN ini hanya dipegang atau ketahui
oleh dua orang saja yakni ia dan stafnya. “Memang persoalan tersebut sering terjadi di
daerah-daerah, tapi saya tetap menolak semua permainan itu dan di sinilah fungsi saya dalam
mengawasi pengrekrutan CPNS di daerah-daerah, bila data ranking,” lanjutnya. ***

Sekilas Aceh Tamiang

Kabupaten ini adalah hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Timur. Kabupaten yang mempunyai
semboyan: Kaseh pape setie mati ini terletak dekat dengan perbatasan Sumatera Utara. Berasal dari
kata Da Miang. Sejarah menunjukkan tentang eksistensi wilayah Tamiang seperti prasasti Sriwijaya,
kemudian ada riwayat dari Tiongkok karya Wee Pei Shih yang mencatat keberadaan negeri Kan Pei
Chiang (Tamiang), atau Tumihang dalam Kitab Nagarakretagama.

Aceh Tamiang juga dikenal dengan nama Bumi Muda Sedia, sesuai dengan nama Raja Muda Sedia
yang memerintah wilayah ini selama 6 tahun (1330-1336). Raja ini mendapatkan Cap Sikureung dan
hak Tumpang Gantung dari Sultan Aceh atas wilayah Karang dan Kejuruan Muda di masa itu.
Kabupaten ini berada di jalur timur Sumatera yang strategis dan hanya berjarak lebih kurang
250 km dari Kota Medan sehingga akses serta harga barang di kawasan ini relatif lebih murah
daripada daerah Aceh lainnya. Disamping itu, kawasan ini relatif lebih aman semasa GAM
berjaya dahulu. Ketika seruan mogok oleh GAM diberlakukan di seluruh Aceh, hanya
kawasan ini khususnya Kota Kuala Simpang yang aktivitas ekonominya tetap berjalan.

Potensi Daerah

Kabupaten ini adalah kawasan kaya minyak dan gas, meski jumlahnya tidak sebesar Aceh
Utara, dan kawasan ini juga merupakan salah satu sentra perkebunan kelapa sawit di NAD.
Disamping itu, Aceh Tamiang juga mengandalkan sektor angkutan karena posisinya yang
strategis, dan angkutan air merupakan salah satu primadona alternatif karena kabupaten ini
dialiri dua sungai besar yakni Sungai Tamiang (yang terpecah menjadi Simpang Kiri dan
Simpang Kanan) dan Sungai Kaloy.

Aceh Tamiang pun mengandalkan sektor pertanian, industri pengolahan dan perdagangan.
Kabupaten Aceh Tamiang juga memiliki beberapa tempat wisata yang hingga saat ini perlu
penataan yang serius dan dikelola dengan baik. Air Terjun Tujuh Tingkat, Bendungan, Gua
Walet, Pantai Seruway adalah beberapa contoh tempat wisata di Aceh Tamiang yang perlu
mendapatkan perhatian untuk dapat dikelola menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah.

Kabupaten Aceh Tamiang merupakan pecahan dari Kabupaten Aceh Timur dan merupakan
satu-satunya kawasan di Aceh yang didominasi oleh etnis Melayu. Selain orang Melayu, juga
terdapat orang Aceh, Gayo, Jawa, Karo dan lain sebagainya. Bupati Aceh Tamiang sekarang
adalah Drs. H. Abdul Latief bersama wakilnya H.Awaluddin.SH.MH sebagai hasil Pilkada
untuk bertugas masa 2007 - 2012.

Sebagian besar penduduk Kabupaten Aceh Tamiang adalah suku Melayu yang lebih sering
disebut Melayu Tamiang. Mereka mempunyai kesamaan dialek dan bahasa dengan
masyarakat Melayu yang tinggal di kabupaten Langkat, Sumatera Utara serta berbeda dengan
masyarakat Aceh. Meski demikian mereka telah sekian abad menjadi bagian dari Aceh.
Kebudayaan, mereka juga sama dengan masyarakat Melayu pesisir timur Sumatera lainnya.

Sejarah Tamiang
Dulu Tamiang adalah satu kerajaan yang pernah mencapai puncak kejayaan di bawah
pimpinan seorang Raja Muda Setia yang memerintah selama tahun 1330 - 1366 M. Pada
masa kerajaan tersebut wilayah Tamiang dibatasi oleh Sungai Raya / Selat Malaka di bagian
Utara, Besitang di bagian Selatan, Selat Malaka di bagianTimur, dan Gunung Segama (
gunung Bendahara / Wilhelmina Gebergte ) di bagian Barat.
Saat Kesultanan Aceh bertahta, kerajaan Tamiang telah mendapat Cap Sukureung dan hak
Tumpang Gantung ( Zainuddin, 1961, 136 - 137 ) dari Sultan Aceh Darussalam, atas wilayah
Negeri Karang dan negeri Kejuruan Muda. Sementara negeri Sulthan Muda Seruway, negeri
Sungai Iyu, negeri Kaloy dan negeri Telaga Meuku merupakan wilayah-wilayah yang belum
mendapat cap Sikureung dan dijadikan sebagai wilayah protector bagi wilayah yang telah
mendapat cap Sikureung.(thy/dbs)
Konspirasi Hitam DibalikTsunami Aceh 2004

Afghanistan dan Iraq sudah binasa, para bankir Wall Street semuanya putus asa mencari-cari
cara untuk mengendalikan dunia kita ini, secara tiba-tiba dengan mudahnya Parit Sumatra
meledak. Trick or Treat? "Bahkan yang lainnya terlibat menyerang dalam bentuk eco-type of
terrorism, mereka dapat merubah iklim, membuat gempa bumi atau meledakkan gunung
berapi dari jarak jauh, dengan menggunakan senjata gelombang elektomagnetik" Menteri
Pertahanan Amerika, William S. Cohen, April 1997 Big surprise! Kemungkinan Cohen sudah
mengetahui terlebih dahulu bahwa sebuah senjata nuklir dapat mendorong terjadinya apa
yang dia sebutnya sebagai "gelombang elektromagnetik".

USS Abraham Lincoln CVN72 Real Blast Epicenter in Sumatran Trench Mosque near
Ground Zero, Aceh

Walaupun kecenderungan alami manusia dikejutkan kedalam kesunyian karena banyaknya


orang yang mati dan luka-luka di Asia pada tanggal 26 Desember 2004, meskipun juga
sedikit merasa takut karena kehilangan kepercayaan pribadi karena besarnya tingkat
kejahatan yang baru saja terjadi, terdapat banyak bukti-bukti kejanggalan yang dapat
dibuktikan mengenai ceritera resmi Tsunami yang dibuat Amerika, sekarang harus dicatat
walaupun secara sederhana, atau untuk selamanya akan hilang ditelan waktu,

Adalah tidak diragukan lagi bahwa sebuah gelombang raksasa (Tsunami) telah menerjang
sepanjang Asia Selatan dan Asia Tenggara serta kekuatannya masih cukup untuk meneruskan
bergerak ke sepanjang Lautan India ke Afrika, membunuh dan melukai ratusan orang lainnya
lagi. Jadi hanya sebuah pertanyaan yang harus kita ajukan,"apakah Tsunami ini terjadi secara
alami atau bencana yang dibuat manusia?". Sebuah kejadian alam yang cukup mengerikan,
akan tetapi jika Tsunami merupakan perbuatan tangan-tangan jahil manusia, maka kita tidak
perlu bertanya lagi hanya menunjuk kepada satu-satunya penjahat perang terbesar dalam
sejarah dunia.

Untuk membuat semua ketidak beresan menjadi masuk akal, kita harus memulainya dari
permulaan sekali, dan kemudian mengikuti arah kejadian-kejadiannya sebagaimana yang
mereka ungkapkan, terutama sekali kejadian-kejadian disekitar daerah sekeliling pusat gempa
bumi Tsunami yang sebenarnya, karena episenter yang disampaikan dengan tanpa belas
kasihan oleh the New York Times dan CNN, sangat berbeda dari lokasi sebenarnya.

Pada tengah hari waktu Asutralia Saya mencatat dengan sebenarnya yang terjadi mengenai
magnitude dan posisi yang dicatat oleh Kantor Pencatatan Gempa Jakarta, Indonesia. Sebuah
gempa bumi berukuran 6.4 skala Richter telah menghantam wilayah utara Indonesia, yaitu
Pulau Sumatera. Kantor Pencatatan Gempa Jakarta dengan teliti mencatat pusat gempa bumi
yang terjadi pada waktu itu yang lokasinya pada 155 mil di selatan barat daya Provinsi Aceh.

Posisinya kira-kira berada 250 mil selatan pada posisi yang kemudian dipilih oleh the
American NOAA, yang memetakan pusat gempa di barat laut Aceh, dan yang pada mulanya
diklaim terbaca sebesar 8.0. Richter. Cilakanya, walaupun kekuatan gempa tersebut tidak
cukup untuk menutupi kerusakan yang diakibatkan kejadian yang luar biasa, jadi NOAA
secara terus-menerus memperbaharui membacanya menjadi 8.5, kemudian menjadi 8.9, dan
akhirnya 9.0 - setidaknya untuk waktu itu.

Jadi, kejanggalan pertama yang disuguhkan oleh pejabat-pejabat Amerika di NOAA, tiba-tiba
ditemukan sesuatu yang baru yang 'fleksibel' titik tertinggi gempa bumi untuk kejadian
tersebut, yang lebih besar daripada Jakarta, ketika kantor di Jakarta menentukan lokasi yang
lebih dekat pada hampir point-blank range. Percayalah ketika Saya menceriterakan kepada
Anda bahwa tidak ada sesuatu seperti 'fleksibel' yang baru 'titik tertinggi yang diklaim
NOAA. Titik pertama tertinggi gempa bumi yang dicatat adalah hanya titik tertinggi yang
sebenarnya, kecuali tentu saja Anda sendiri kemudian menambahkan menggambar beberapa
titik tertinggi lainnya, untuk menyesuaikan dengan agenda yang diusahakan. Tentu saja
hanya terdapat satu titik pusat gempa yang telah dicatat secara dengan benar oleh lusinan
seismograph, baik di Indonesia maupun di India.

Untuk menyederhanakan masalah bagi pembaca non-teknis, sebuah gempa bumi selalu
dipicu oleh sebuah getaran frekuensi elektromagnetik berkisar antara 0.5 sampai 12 Hertz ,
tetapi bukan kejadian yang mendadak, karena getaran frekuensi harus tepat. Dengan
demikian getaran yang sebenarnya mendekat, garis patah mulai bergetar seperti seutas tali
yang tegang, kemudian mengirimkan peringatan kepada seismograph dalam bentuk
peningkatan yang mantap berupa garis lintang gelombang yang menyapu.

Jika semua yang Anda dapat adalah sebuah cluster dari "P" tekanan gelombang, kemudian
Anda hampir pasti melihat ledakan di bawah tanah atau di bawah permukaan laut. Bahkan ini
sebenarnya hanya merupakan sinyal yang banyak dari seismik yang didapat oleh Indonesia
dan India, dan mereka memperhatikannya dengan rasa keingin tahuannya karena serupa
dengan yang dihasilkan oleh ledakan besar senjata nuklir bawah tanah di Nevada beberapa
tahun lalu.
Pemerintah India mengetahui sepenuhnya dengan baik bahwa itu bukan sebuah gempa bumi
"normal". Pada tanggal 27 Desember, India menolak untuk bergabung dengan rencana
eksklusif 'club of four' George Bush, yang akan secara efektif menarik kekuatan nuklir Asia
ini keluar dari koalisi barunya dengan Russia, China dan Brazil. Pada tanggal 28 Desember
Pemerintah India dengan sopannya memperingatkan militer Amerika untuk tetap tidak
memasuki wilayah kedaulatannya, dan pada tanggal 29 Desember Editorial India Daily
secara umum mempertanyakan sifat dasar kejadian tersebut:

"Apakah ini sebuah pameran kekuatan oleh sebuah negara untuk memperlihatkan malapetaka
apa yang biasa diciptakan di wilayah ini?

"Dengan tingkat kerusakan yang ada dan sebagai fakta bahwa India merupakan kekuatan
regional di Asia Tenggara, Angkatan Laut India bertanggungjawab untuk melakukan
penyelidikan dan memberitahukan hasilnya ke seluruh dunia, apa yang telah mereka temukan
."

Kita akan kembali nanti kepada gambaran tugas yang relatif sederhana yaitu berupa
pengiriman sebuah senjata termonuklir berkekuatan multi-megaton ke dalam Parit laut
Sumatra, kemudian meledakkannya dengan akibat-akibat yang mengagumkan, tetapi
sekarang ini kita perlu untuk kembali ke tugas awal yaitu mengikuti jalan kejadian dan
ketidakberesan yang tak dapat difahami. Pertama kita harus melakukan perjalanan ke selatan
jauh ke gurun di pulau Australia yang sekarang ini dikuasai oleh seorang penjilat Wall Street
dikenal sebagai Little Johnny Howard. Walau membuat kejengkelan yang amat kuat kepada
"warganegara" Australia, Little Johnny Howard tidak pernah melangkah ke luar Australia
kecuali dia menerima instruksi yang tegas dari seorang penjaganya di New York. Ingatlah
kenyataan ini, karena benar-benar penting dalam kaitan dengan apa yang Australia lakukan
berikutnya.

Pada pagi hari tanggal 27 Desember, media Australia (yang dimiliki New York)
memberitakan dengan sangat jelas bahwa negara yang paling buruk terkena Tsunami adalah
Sri Lanka, sebuah negara pulau di ujung selatan India, seperti Australia, Sri Lanka juga
negara anggota Persemakmuran Inggris. Karena itu, Tim Costello, kepala salah satu lembaga
derma paling besar di Australia, segera membuat rencana untuk terbang ke wilayah yang
terkena musibah dan mengkaji mengenai bantuan apa yang dibutuhkan. Tetapi pada pagi
yang sama, Little Johnny menari mengikuti irama musik yang berbeda, yang berdasarkan
kepada kepatuhannya, harus mengurangi sambungan telepon yang aman dari Wall Street.

Dengan cara yang benar-benar tertutup, Little Johnny dengan diam-diam memberangkatkan
dua buah RAAF Hercules pesawat pengangkut lengkap dengan suplainya ke Malaysia on
"Stand By", dan memerintahkan dua buah pesawat lainnya diterbangkan ke Darwin di utara
Australia. Tolong dicatat jika Little Johnny mempunyai perhatian terhadap kemanusiaan,
keempat pesawat Hercules bisa saja diterbangkan secara langsung ke mitranya sesama
anggota Commonwealth, Sri Lanka, dimana setiap orang Australia telah didiberitahu oleh
media bahwa bantuan diperlukan. Tetapi tidak ada, tidak diperuntukkan untuk itu, dan Little
Johnny menunggu dengan sabarnya perintah dari New York.
Masa tunggu yang singkat, dan setelah sebuah jet pengintai terbang tinggi menetapkan bahwa
landasan terbang bersih di Medan di Sumatra bagian timur, keempat Hercules Australia
lengkap dengan pasukan, senjata dan lainnya, menyerbu Sumatra tepat di selatan provinsi
Aceh yang hancur. Pada gilirannya, dengan 90% penduduknya terbunuh oleh Tsunami, Aceh
barangkali suatu hari segera menjadi Guantanamo Bay Indonesia, dipenuhi oleh ratusan
orang Australia dan Amerika yang diperlengkapi dengan senjata berat. Ingat secara hati-hati,
meskipun pada waktu itu ke-empat Hercules ini mendarat di Medan, publik Australia biasa
masih tidak mempunyai ide dimana Sumatra yang diserang Tsunami dengan sangat buruk itu.
Hanya Little Johnny mengetahui, dan tentu kepada kepercayaannya crystal ball di New York.

To hell with Sri Lanka, boss menginginkan sebuah dasar yang utama untuk kontrak
rekonstruksi yang sangat besar di Asia, yang dirancang untuk menggantikan pencurian
minyak dan rekonstruksi yang gagal di Irak, dan tetap membuat miskin Zion tua yang
berjalan terhuyung-huyung di atas kaki New York untuk beberapa minggu atau bulan lagi.

Pada akhirnya, apakah gerangan itu, berarti berapa banyak Goyim yang harus meninggal?
Dan dalam daftar mereka telah membunuh lebih dari 100,000 orang-orang Muslim di
Sumatra dengan sebuah gelombang pasang surut, yang merupakan sebagian pembayaran atas
kekalahan mereka di Afghanistan dan Irak.

Tidak perlu dikatakan lagi ternyata Australia adalah termasuk kelompok awal yang
mempersiapkan diri, yang segera bergabung dengan anehnya karena sudah mempersiapkan
diri dengan baik dan diperlengkapi dengan peralatan Militer Amerika Serikat, meskipun
diragukan bahwa setiap perwira dan personelnya yang terlibat benar-benar memahami apa
yang sebenarnya terjadi. Hanya sedikit dari mereka yang berpikir untuk mempertanyakan
mengapa mereka melakukan latihan selama setahun penuh hanya untuk sebuah tugas "Misi
Kemanusiaan", ketika semua menunjuk kepada Angkatan Laut Amerika Serikat dan Korps
Marinir yang sudah terbiasa membunuh banyak orang. Lihat sajalah ke Falujah, tengoklah
Falujah.

Meskipun terdapat sejumlah besar korban Tsunami di negara bagian Tamil Nadu, India
merubah secara keseluruhan kapal penelitian INS Nirupak menjadi sebuah rumah sakit
terapung berkapasitas 50-tempat tidur kurang dari 72 jam, kemudian mengirimkan kapal tak
bersenjata itu untuk membantu orang Aceh di Indonesia yang putus asa. Dengan
membandingan secara langsung, dimana Amerika mengirimkan kapal perang serta Marinir
bersenjata. Padahal Angkatan laut Amerika Serikat mempunyai dua buah kapal rumah sakit
berkapasitas 1000 tempat tidur, yaitu the 'Comfort' dan the 'Mercy', namun tidak satu pun
dikirim untuk membantu korban di Aceh. Tapi pada kejadian September 2001 USNS
Comfort dikirim ke New York untuk menolong 3,000 orang Amerika yang meninggal,
kurangnya tindakan Amerika terhadap kejadian Tsunami di Aceh ini memberikan sinyal yang
kuat bahwa tidak adanya perhatian apapun dari power brokers di New York, walaupun
150,000 orang meninggal (sebagian besar Muslim) di Kawasan Asia Tenggara dan setengah
juta orang lainnya luka-luka.
Secara teoritis, Pentagon 9 megaton W-53 hulu-ledak termonuklir (kiri atas), bisa dengan
mudah dikemas dalam sebuah tempat kecil 'menyerupai' saturasi untuk menyelam (kanan
atas), supaya terlindung dari tekanan 10,000 pound dari setiap inci persegi di dasar laut
Sumatra Trench. Keseluruhan kemas yang dilapisi baja beratnya kurang dari lima ton, bisa
diselipkan di buritan kapal penyuplai anjungan minyak, yang di Asia sendiri terdapat lebih
dari 300 buah. Siapa yang akan memperhatikan?
Konspirasi Syariat Di Aceh: Dalam Bingkai Sekular.

PENJEGALAN SYARIAT DI SERAMBI MEKAH (ACEH)


(Resiko Syariat dalam bingkai Demokrasi)

JEJAK pro-kontra Qory putri Indonesia yang mengaku mewakili Aceh dan mendapat restu
dari pemda NAD/Aceh belum sirna, kini Aceh kembali menjadi sorotan berbagai pihak
dalam negeri dan luar negeri. Berawal dari Rapat Paripurna DPR Aceh pada Senin (14/9)
dikota Banda Aceh, secara bulat mengesahkan lima Rancangan Qanun (Raqan) menjadi
Qanun, termasuk pengesahan rancangan Qanun Hukum Jinayat.

Semua fraksi mendukung pengesahan peraturan ini, walaupun Fraksi Partai Demokrat sempat
melobi fraksi-fraksi lain agar mereka memperbaiki pasal tentang hukuman cambuk.Dengan
alasan, karena bagaimanapun Perda itu harus menyesuaikan dengan hukum nasional.Upaya
lobi itu kandas, karena mayoritas fraksi tetap bersikukuh sesuai rancangan akhir yang telah
disepakati.

Demikian halnya, Partai Aceh, yang berhasil meraih 50,21 persen suara DPRA pemegang
kursi mayoritas DPR Aceh periode 2009-2014, berencana untuk mempelajari kembali qanun
pidana Islam tersebut. Seperti ungkap Juru bicara Partai Aceh, Adnan Beuransah yang
menganggap perda ini masih mengandung sejumlah kelemahan.

Pengamatan dari lapang, ungkap Harist Abu Ulya Ketua Lajnah Siyasiyah HTI saat
kunjungan ke Aceh; apa yang disahkan oleh DPRA sesungguhnya tidak melahirkan kontraksi
dasyat ditengah masyarakat seperti yang digembor-gemborkan beberapa LSM dan individu.
Ini tidak aneh, mengingat kalangan pegiat HAM dan LSM perempuan sejak awal menolak
Qanun ini, karena dianggap tidak sepenuhnya melibatkan aspirasi masyarakat Aceh.

Isi aturan itu juga dianggap bertentangan dengan semangat penghormatan terhadap hak asasi
manusia.Seolah gayung bersambut, sikap Gubernur Aceh Irwandi Yusuf mewakili
pemerintah menolak menandatangani Qanun ini, sebagian pihak menilai ini sikap arogan.
Akhirnya disambut lebih pedas lagi, Irwandi menegaskan bahwa dirinya sebagai gubernur
berhak dalam tiga hal; berhak menolak, berhak diam dan berhak menandatangani.

Adapun pasal yang menjadi pro-kontra tersebut, yakni pasal 24 ayat

(1) menetapkan hukuman 100 kali cambuk bagi pelaku zina yang belum menikah dan
hukuman rajam bagi pelaku zina yang sudah menikah. Di ayat
(2) disebutkan, bagi pelaku jarimah seperti yang disebutkan di ayat (1) bisa juga dikenakan
hukuman penjara 40 bulan.

Alasan kelompok yang kontra terhadap Qanun baru di Serambi Mekah ini, seperti Ketua
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ifdhal Kasim mengatakan
pemberlakuan hukum rajam, selain melanggar Konvensi Internasional Anti Penyiksaan yang
diratifikasi pada 1998 juga melanggar hukum positif yang berlaku di Indonesia. “Apapun
produk hukum yang menyiksa, itu melanggar HAM,” ujarnya di Banda Aceh, Selasa (15/9).
Senada dengan Kasim, Ketua Badan Pengurus SETARA Institut Jakarta, Hendardi, Senin
(14/9), menganggap pengesahan qanun tentang Jinayat (hukum pidana materil) dan hukum
acara jinayat di Aceh yang dilakukan DPR Aceh merupakan klimaks irrasionalitas politik
perundang-undangan nasional Indonesia, yang menggenapi praktik positivisasi agama dalam
tubuh negara. Bahkan meminta pemerintahan SBY harus bertanggung jawab atas
pelanggaran konstitusional yang diciptakan oleh qanun jinayat tersebut, yang secara tegas
jelas bertentangan dengan Konstitusi RI.

Hukum cambuk, rajam bahkan hingga meninggal yang sudah diputuskan anggota DPRA,
kata mantan Ketua PBHI ini, merupakan bentuk penghukuman kejam, tidak manusiawi, dan
merendahkan martabat yang bertentangan dengan Konvensi Anti Penyiksaan, yang telah
diratifikasi oleh pemerintah Indonesia.Lebih jauh dia berharap kepada Partai Aceh yang
mayoritas untuk melakukan legislative review, dia yakin PA secara geneologi berasal dari
GAM, dan GAM memilih praktik penegakan hukum yang humanis berlandaskan pada
prinsip-prinsip hak asasi manusia,” ungkapnya.

Disisi lain dari pemerintah pusat melalui Mendagri Mardiyanto, Rabu (16/9), terkesan
memberikan dukungan pada sikap Gubernur dengan alasan klise. Jangan sampai
pemberlakuan qanun itu merugikan Aceh sendiri. “Kalau pemberlakuan yang berlebihan, itu
bisa merugikan, investasi tidak mau masuk, orang mau ke Aceh jadi ngeri, itu kan
merupakan hal yang harus diperhitungkan,” katanya.

Bahkan MA (Mahkamah Agung) mengirim utusan khusus Hakim ke Aceh yakni


Abdurrahman dan Abdul Manan.Yang memungkinkan nantinya akan ada upaya hukum
kasasi atau PK, MA akan melihat terlebih dahulu UU-nya.Aturannya memungkinkan warga
Aceh untuk mengajukan uji materiil sesuai dengan Pasal 235 UUPA .

Di kesempatan lain, ketua MK (Mahkamah Konstitusi) Mahfud MD, Qanun Jinayat dan
Hukum Acara Jinayat yang disahkan DPRA, Senin (14/15), dinilai tetap harus disinkronkan
dengan sistem perundangan di Indonesia. “Hal ini penting dilakukan untuk pelaksanaan dan
penegakan hukum tersebut secara efektif dalam kehidupan masyarakat Aceh nantinya,” ujar
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD di sela-sela buka puasa bersama ulama di
rumah dinas Wakil Gubernur Aceh, Senin (14/9).

Sekalipun demikian, dia masih memahami aspek sosial dan legal formalnya,“yang
melaksanakan ini semua adalah masyarakat Aceh itu sendiri. Pembentukan qanun ini sendiri
merupakan turunan dari perundangan yang mengatur keistimewaan Aceh sehingga kita tidak
masalah,” tandasnya.

Adat bersandikan Syara’, Syara’bersandikan Kitabullah

Cukup aneh rasanya jika pemberlakuan Syariat Islam diAceh dipersoalkan.Karena Legal
Frame sudah cukup kokoh tertuang dalam berbagai klausul kesepakatan.Jadi baik alasan
sosial historis, normatif dan legal formal, Serta filosofi empiriknya seharusnya telah cukup
mendorong pemerintah Aceh untuk progresif mengimplementasikan Qanun-qanun yang telah
disahkan, Ungkap Abu Ulya (Ketua Lajnah Siyasiyah HTI).

Karena pelaksanaan Syariat Islam (SI) di Aceh, bukanlah suka-suka siapa saja. Tetapi
amanah Undang-Undang No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Dimana jinayah
adalah bagian dari substansi dari pelaksanaan SI itu, sebagaimana dengan jelas ditulis dalam
Pasal 125 ayat 2. Dan juga bagian dari diktum yang diamanahkan dalam UU PA hasil dari
perdamaian Helsinki, pada pasal 234 UUPA, qanun itu harus ditandatangani bersama antara
eksekutif dan DPR Aceh dan baru qanun itu berlaku.

Telah kritis Qanun jinayat dengan prespektif yang utuh menjadi krusial,

(1) Tinjauan Sosiologis Historisnya,


(2) Tinjauan Normatif dan Yuridis (legal formal) dan
(3) Tinjauan Filosofis Empiriknya, karena tiga prespektif ini sudah memenuhi syarat, karena:

Pertama: Lahirnya Qanun jinayat merupakan keinginan masyarakat Aceh yang mayoritas
islam dan secara sosiologis merupakan daerah syariat islam yang memeiliki keistimewaan di
bidang agama dan budaya dari sejak zaman sebelum kemerdakaan, sultan Iskandar Muda
sampai dengan sekarang;

Kedua: Lahirnya Qanun jinayat juga berdasarkan perintah Allah swt seperti yang termaktub
dalam Al Qur’an dan As Sunnah, Ijma’ dan Qiyas, secara yuridis merupakan amanat dari
Undang-Undang Nomor 11 Tentang Pemerintahan Aceh Pasal 125 ayat (1), (2) dan (3) yang
berbunyi “Syari’at Islam yang dilaksanakan di Aceh meliputi aqidah, syar’iyah dan akhlak”.
“Syari’at Islam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi ibadah, ahwal alsyakhshiyah
(hukum keluarga), muamalah (hukum perdata), jinayah (hukum pidana), qadha’ (peradilan),
tarbiyah (pendidikan), dakwah, syiar, dan pembelaan Islam”.

Ketiga: Filosofi hukum peradilan dalam Islam memuat nilai zawajir (efek pencegah) dan
jawabir (sebagai penebus).

Dilapangan dukungan mengalir deras, dari berbagai komponen unjuk rasa menuntut agar
Gubernur segera menandatangani Qanun ini. Seperti yang terjadi di Lhoksumawe salah satu
kota yang menjadi barometer politik di Aceh, aliansi peduli syariat yang terdiri dari para
mahasiswa yang tergabung dalam KAMMI Lhokseumawe dan Aceh Utara, HMI, UKM Al-
Kautsar, Al-Furqan, Fordima dan RMB ini melakukan aksi berlangsung dari pukul 09.00
WIB hingga pukul 11.30 WIB dimulai dari Lapangan Hiraq Lhokseumawe, dan orasi di
Simpang Jam.(7/11).

Begitu juga berbagai aksi di gelar di Banda Aceh.Jadi terlalu dipaksakan dengan logika
politik yang berlebihan jika masyarakat Aceh adalah silent mayority dalam tekanan dan tidak
bisa untuk mengatakan tidak.Ini pandangan yang tidak berakar dari tradisi dan budaya Aceh,
seperti yang sudah menjadi semboyan bagi masyarakat disana: ”adat bersandikan syara’ dan
syara’bersandikan kitaballah.

Perlu Intropeksi

Lantas yang menolak mewakili kepentingan siapa? Rakyat Aceh yang mana? Dan pemerintah
Aceh menolak melahirkan pertanyaan; pemerintah yang ada itu mewakili siapa?rakyatnya
atau mewakili tuan diatasnya? Secara obyektif penerapan syariat Islam di Aceh memang
masih dihadapkan pada persoalan-persoalan krusial, menurut Abu Ulya (LS-HTI);

pertama: Kesiapan konsepsi yang belum matang,


kedua; dukungan SDM paham syariat yang duduk di semua instansi pemda Aceh masih
minim,
ketiga; adanya double sistem/split sistem yakni syariat ada dalam bingkai demokrasi dengan
Undang-undang positifnya,
keempat: pembiayaan yang tidak proporsional akibat tidak ada goodwill political dari para
pejabat eksekutif dan legislatif,
kelima; minimnya media yang efektif untuk sosialisasi dan kondisioning masyarakat Aceh.

Justru sebaliknya, media sekuler menggempur habis-habisan dan membangun citra negatif
pada syariat Islam. Orang-orang yang menolak itu ibarat batu sandungan yang salah tempat.
Irwandi: Sistem Birokrasi Buruk Memicu Konflik
Wednesday, 10 November 2010 12:41

Banda Aceh | Harian Aceh - Buruknya sistem birokrasi dan kurangnya program pembangunan yang
sensitif konflik dinilai sebagai salah satu faktor yang memanaskan konflik di Aceh selama ini. Karena
itu, diperlukan pemahaman dari Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) dan Satuan Kerja Perangkat
Kabupaten (SKPK) agar setiap program yang dirancang selalu berorientasi pada kepentingan
masyarakat dan perdamaian Aceh.

Hal ini disampaikan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dalam kata sambutannya saat membuka acara
Diseminasi dan Pelatihan Penyusunan Program Peka Konflik, di Gedung Serba Guna Bappeda Aceh,
Selasa (9/11).

Menurut Irwandi, meski perdamaian di Aceh sudah berumur lima tahun, namun total benih-benih
konflik belumlah sepenuhnya selesai. Bahkan, penelitian Bank Dunia menyebutkan, ada 40 persen
wilayah Aceh yang sudah damai, tapi kemudian kembali lagi ke kancah konflik.

“Ini diakibatkan penanganan sistem dan proses perdamaian tidak berjalan baik,” katanya di hadapan
peserta pelatihan yang berasal dari unsur SKPA dan SKPK di Aceh.

Konflik, jelas Irwandi, berakar pada ketidakpuasan dan kegagalan suatu sistem. Konflik juga
berhubungan dengan janji dan pelayanan yang tidak memadai, serta hak-hak rakyat yang tidak
diakomodir dengan baik. Celakanya lagi, kata Irwandi, tak jarang konflik itu muncul justru dari
program yang dirancang pemerintah. Bukannya memberikan ketenangan bagi rakyat, malah
melahirkan petaka baru yang bisa membawa Aceh kembali ke kancah konflik.

“Inilah sebenarnya yang menjadi core (inti) dari persoalan konflik dan harus kita hindari sejak dini,”
kata Irwandi.

Itulah sebabnya, lanjut dia, penting disadari oleh jajaran pemerintah di tingkat provinsi dan
kabupaten untuk memiliki pengetahuan dalam bidang penyusunan program sensitif konflik ini.

“Hal ini pula yang mendasari dilakukannya pertemuan dan pelatihan ini,” katanya.

Pemerintah Aceh, kata Irwandi, menyadari pentingnya kerangka kerja perdamaian dan pendekatan
pembangunan peka konflik (conflict sensitive approach) bagi pembangunan paskakonflik di Aceh.
“Pendekatan peka konflik bagi SKPA dan SKPK diharap bisa menjadi agenda tetap Badan
Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan (BKPP) Aceh, sehingga proses penguatan perencanaan yang
peka konflik bias berlangsung secara berkesinambungan,” kata Irwandi dalam acara yang digagas
Badan Reintegrasi Aceh (BRA) itu.(cdh)
Konon, Abuya Pencipta Tsunami Aceh
May 26th, 2010 konspirasi

KUALA LUMPUR — Sebulan sebelum


pemimpin Al Arqam, Asaari Muhammad, yang
akrab dipanggil Abuya, meninggal dunia, istri
keduanya, Hatijah Aam, meluncurkan buku
berjudul Tsunami: Bukti Abuya Putra Bani
Tamim, yang mengklaim bahwa Abuya-lah
yang menciptakan tsunami Aceh tahun 2004.

Dalam bukunya itu, ditulis juga Abuya akan


merebut kekuasaan Pemerintah Indonesia dari
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,
demikian Berita Harian, seperti terpantau di
Kuala Lumpur, Malaysia, Selasa (25/5/2010).

Menurut harian Malaysia tersebut, buku yang mengklaim bencana tsunami di Aceh tahun
2004 terjadi atas kehendak Abuya itu diluncurkan di Hotel Sultan, Jakarta, 7 April 2010.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat mengkritik keras peluncuran buku itu dan
menuduhnya sebagai sesat serta mendesak agar buku tersebut dilarang peredarannya.

Hatijah mengatakan, pemimpin Al Arqam Malaysia itu punya mukjizat, yaitu mampu
mengangkat dan menerbangkan air laut sebesar gunung setinggi 10.000 meter dan secepat
pesawat Boeing berkecepatan 700 kilometer per jam.

Tujuan Abuya mengirim tsunami ke Aceh adalah untuk menghentikan orang yang gila perang
di Aceh agar tidak sanggup lagi berperang di bumi milik Abuya, demikian dalam bukunya di
bab tiga.

Buku itu malah tidak dijual dan diedarkan di Malaysia yang merupakan basis dari Darul Al
Arqam.

Pemerintah Malaysia telah melarang aliran Al Arqam yang punya pengikut sekitar 10.000
tahun 1994. Abuya pun sempat ditahan Pemerintah Malaysia dengan dasar ISA (UU
Keamanan Dalam Negeri).

Untuk menggambarkan kehebatan suaminya, dalam bab empat yang berjudul “Perang Penuh
Keajaiban”, Hatijah menceritakan satu keluarga Aceh selamat dari maut tsunami hanya
karena menyebut nama Abuya.

Diceritakan ketika saat air laut sampai ke tahap leher, anggota keluarga Dinas Kesehatan
Aceh, Rita Mutia, saling berpegangan tangan dan memohon ampun dari Allah serta menjerit
“Mak, Ayah, tolong. Ya Allah tolong! Ya Allah tolong!”

Namun, abang Rita, Syeikh Mujiburrizal, meminta Rita jangan meminta tolong kepada Allah,
melainkan kepada Abuya. Syeikh pun dengan lantang berteriak “Abuya tolong!” dan Rita
turut menjerit meminta pertolongan dari Abuya.
Hatijah mengklaim keluarga tersebut ternyata selamat dari maut hanya dengan menjerit nama
Abuya karena sebuah kapal ikan yang dipandu pasukan penyelamat gaib ada mendekati dan
menyelamatkan mereka.

Dalam bab enam yang berjudul “Betulkah Abuya Asaari Putra Bani Tamim”, Hatijah menulis
karena mengaku dialah Putra Bani Tamim atau Putra Bani Hashim atau Satria Piningit itu.
Dan dia adalah calon Presiden Indonesia mendatang.

Buku tersebut juga diluncurkan di Bandung, Jawa Barat, pada 23 April 2010 dan mendapat
kritikan MUI Jabar yang mengatakan tulisannya tidak masuk akal dan menyesatkan.

Asaari Muhammad telah meninggal dunia pada 13 Mei 2010 di Rumah Sakit Ipoh. Jenazah
telah dikuburkan di Rembau, Seremban. Namun, belum lama ini menimbulkan kehebohan
karena Hatijah mengatakan bahwa Abuya akan hidup lagi dari kubur sehingga banyak
pengikutnya menanti di kuburan. Pemerintah Malaysia kini terus memantau kegiatan
pengikutnya.
Tiori Konsirasi Intelijen

Sebuah artikel menarik dalam sebuah Blog anak muda progressif patut untuk disimak. Intisari
tulisan tersebut adalah tentang teori konspirasi intelijen yang mengambil kasus Pilkada Aceh.
Lihat..

Konflik Pilkada Aceh dan Teori Konspirasi Intelijen

Saiful Haq

Di salah satu koran nasional edisi 29 September 2006, kepala Badan Intelijen Negara (BIN)
Syamsir Siregar, menyatakan, potensi terjadinya konflik dalam pemilihan kepala daerah
(pilkada) di Aceh, sangat besar. Pernyataan serupa juga pernah dikeluarkan BIN pada masa
menjelang Pemilu 2004. Dan seperti telah menjadi langganan, menjelang hari-hari besar
keagamaan semisal idul fitri maupun natal, BIN juga selalu mengeluarkan pernyataan tentang
kemungkinan akan terjadinya tindakan pengeboman atau aksi teror dalam berbagai bentuk.

Demikian pula, ketika bom meledak di Poso tahun 2006 lalu, Pangdam VII Wirabuana, juga
berdasarkan laporan Intelijen, menyatakan, aksi teror bom di Palu dan Poso didalangi oleh
eks anggota Partai Komunis Indonesia (PKI). Beberapa minggu setelahnya, ketika pelakunya
tertangkap, ternyata ia adalah eks anggota tentara nasional Indonesia (TNI). Fakta-fakta di
atas, bukanlah sesuatu yang sulit ditemukan dari pernyataan-pernyataan berdasarkan laporan
intelijen yang bersifat konspiratif.

Teori konspirasi sejatinya lahir dari bangunan prakonsepsi, asumsi, praduga atau bahkan
imajinasi yang sudah terbangun mendahului fakta. Menurut Syafii Anwar, teori konspirasi
menjadi masalah besar ketika masuk pada tiga area. Pertama, ketika teori konspirasi
mengarah kepada apa yang disebut sebagai pharanoia within reason. Selalu ada semacam
paranoia atau ketakutan yang berlebihan, yang selalu mengikut dalam akal manusia. Hal ini
seperti dikatakan Sigmund Freud, seorang pencetus psikoanalis, sebagai penyebab dari mimpi
yakni, ketakutan atau keinginan berlebihan yang selalu menekan alam bawah sadar manusia.

Kedua, teori konspirasi juga mengembangkan apa yang dalam ilmu komunikasi disebut
sebagai systematically distortion of information. Informasi yang di didistorsi sedemikian rupa
secara sistematis sehingga sulit untuk dipertanggungjawabkan. Tentu kita ingat pepatah,
kebohongan yang diulang seribu kali akan menjadi sebuah kebenaran.

Ketiga, teori konspirasi juga selalu mengarah kepada terrorizing of the truth, karena sulit
dibuktikan maka pernyataan yang berbau konspiratif justru menjadi teror bagi kebenaran.

Contoh-contoh pernyataan di awal tulisan ini, memenuhi tiga kriteria mengenai teori
konspirasi tersebut. Pernyataan Syamsir Siregar di DPR, adalah pernyataan yang berasal dari
pharanoia wthin reason, praduga subyektif dan dibangun di atas ketakutan berlebihan, ketika
GAM, kelak akan memenangkan pertarungan dalam Pilkada Aceh. Demikian pula pernyataan
Pangdam VII Wirabuana, yang menuduh eks PKI sebagai dalang aksi teror bom di Poso
Sulawesi Tengah, juga didasarkan pada ketakutan dan kebencian yang terekam di kepalanya
tentang hantu komunisme. Pernyataan Syamsir juga memenuhi kriteria systematically
distortion of information, sebab pernyataan itu sangat sulit dibuktikan, mendahului fakta
lapangan. Kalau mau jujur, seharusnya Syamsir mengajukan indikator-indikator tentang
eskalasi konflik maupun fakta-fakta mengenai potensi munculnya konflik menjelang Pilkada
Aceh, bukan malah mendahului fakta dengan menyatakan bahwa potensi konflik dikarenakan
adanya calon yang berasal dari GAM dan non GAM. Pernyataan itu, justru besar
kemungkinan malah akan merangsang timbulnya potensi konflik, sebab masyarakat yang
tadinya tidak berpikir ke arah itu malah menjadi menduga-duga dan resah setelah keluarnya
pernyataan itu. Inilah yang kemudian disebut sebagai distorsi informasi atau disinformasi.

Kriteria mengenai terrorizing of the truth, juga terpenuhi dengan keluarnya pernyataan
Syamsir itu. Bagaimana tidak, belum ada tanda-tanda konflik menjelang Pilkada di Aceh,
semua berjalan wajar-wajar saja, namun jika suatu saat ada gesekan di masyarakat maka
pernyataan Syamsir akan menjadi referensi utama dalam community mind. Semua akan
berpikir bahwa segala sesuatu terjadi diakibatkan oleh dikotomi yang telah sengaja dibangun
oleh Syamsir, GAM dan Non GAM.

Pernyataan seperti itu sebenarnya tidak perlu dikeluarkan oleh seorang Kepala BIN. Ada tiga
alasannya: pertama, karena hanya berdasar pada teori konspirasi sehingga sulit
dipertanggungjawabkan dan juga berpeluang membangun dikotomi antara GAM dan Non
GAM sehingga terjadi segregasi (pemisahan) dalam masyarakat yang kelak akan membawa
masyarakat Aceh pada posisi yang berhadap-hadapan dan sangat mudah diprovokasi. Kedua,
jika kita percaya bahwa proses damai di Aceh adalah kemauan baik kedua belah pihak (GAM
dan Pemerintah RI), maka kita harus percaya bahwa mulai dari MoU, rekonstruksi, pilkada,
hingga reintegrasi adalah upaya untuk memenangkan kepentingan rakyat Aceh secara
menyeluru. Dengan demikian, paranoia jika GAM kelak memenangkan Pilkada di Aceh,
tidak perlu muncul dalam wajah yang konspiratif tapi, diterjemahkan sebagai kemenangan
rakyat Aceh secara keseluruhan.

Ketiga, Syamsir dengan pernyataan itu bisa dikategorikan sedang melakukan apa yang dalam
dunia inteljen dikenal sebagai information operation. Di sini informasi dijadikan sebagai alat
dalam operasi intelijen. Jika benar BIN memiliki data yang kuat, seharusnya Syamsir tidak
perlu mengeluarkan pernyataan tersebut ke publik, sebab hanya akan diamanfaatkan menjadi
komoditas politik. Terbukti setelah pernyataan Syamsir, dua orang anggota DPR RI Dedy
Djamaluddin Malik (PAN) dan Soeripto (PKS), langsung menyatakan bahwa BIN harus
segera menindaklanjuti laporan tersebut sebab menangnya GAM bisa jadi akan
membangkitkan kembali Ideologi Kemerdekaan (mungkin karena tidak menemukan kata
ganti ideologi komunis sehingga kata ini digunakan) di Aceh. Pernyataan ini juga berpeluang
mempersiapkan kambing hitam, jika kelak terjadi konflik di Aceh: GAM sebagai dalang yang
harus dipersalahkan.

Pernyataan berbau konspiratif harusnya tidak lagi diucapkan oleh orang-orang yang tidak
memiliki kompetensi untuk menyatakan hal-hal yang berbau ramalan. Pernyataan seperti itu
nyata didasari oleh motif kepentingan politik untuk melakukan konstruksi wacana yang
bukannya meminimalisir potensi konflik dan ancaman bagi warga negara, malah menjadi
obat perangsang terjadinya konflik dalam Pilkada Aceh. Seharusnya, semua pihak berlapang
dada dengan proses demokrasi di Aceh. Majunya calon dari GAM dalam Pilkada, harus
disikapi sebagai wujud integrasi GAM kembali ke sistem negara.

Pengalaman Pemilu 2004 dan Pilkada di berbagai daerah menunjukkan, potensi konflik
dalam proses pemilu terjadi karena ketidakpuasan atas adanya indikasi kecurangan dan
pelanggaran dalam pemilu. Soal inilah yang seharusnya dibereskan oleh penyelenggara
pemilu: kampanye yang bukan pada waktunya, pemantauan dana kampanye, korupsi, atau
indikasi money politics. Penegakan hukum, kinerja KIP yang baik dan jujur, transparansi dan
akuntabilitas dalam pilkada, adalah jawaban yang tepat untuk menjawab kekhawatiran akan
terjadinya konflik dalam Pilkada Aceh.

Bukan melempar pernyataan konspiratif yang sulit dipertanggungjawabkan.***

Penulis adalah mahasiswa Defense Study ITB-Cranfield University, juga bekerja sebagai pemerhati studi konflik dan perdamaian
Aceh.

Sumber: http://intelindonesia.blogspot.com/2006/11/teori-konspirasi-intelijen.html
Diduga Terlibat Konspirasi Kajati Aceh Diadukan ke Kejagung

MEDAN – Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh, Yafizham SH, diadukan ke Kejaksaan
Agung (Kejagung) terkait tudingan adanya praktik konspirasi dalam menangani kasus
penipuan, penggelapan, serta pemalsuan surat yang dituduhkan kepada seorang pengusaha
asal Medan, Robby Meyer (51), penduduk Jalan Karya, Kecamatan Medan Barat, Sumatera
Utara (Sumut).

Melalui kuasa hukumnya Prof Ediwarman dan Dr Triono Eddy, Robby juga melaporkan
Yafizham ke Komisi Kejaksaan RI, Komisi III DPR RI, dan Jaksa Agung Muda Pengawas.
“Suratnya sudah kami layangkan pada 11 Mei lalu,” kata Ediwarman kepada Serambi di
Medan, Senin (25/5). Pengaduan itu merupakan buntut dari kebijakan Kejati Aceh yang tetap
menuntut hukuman tujuh tahun penjara terdahap Robby Meyer sebagai terdakwa yang
dituduh memalsukan surat garansi Bank Sumut yang digunakan sebagai jaminan uang muka
pelaksanaan pengerjaan 325 unit rumah untuk korban tsunami yang ditenderkan oleh
Catholic Relief Services (CRS).

Selain itu, Robby Meyer juga dituding melakukan penipuan terhadap rekanan proyek
tersebut, Fredi Kelana, pemilik Restoran Tip Top yang berlokasi di Jalan Ahmad Yani,
Kesawan Medan, senilai Rp 1,5 miliar. Tak hanya itu, pihak kejaksaan juga menuntut Robby
menggelapkan dana hampir Rp 2 miliar. “Klien saya difitnah. Padahal dia telah menjalankan
proyek sesuai kontrak dan tak pernah menyelewengkan dana,” tegas Ediwarman didampingi
Triono Eddy.

Malah, kata Ediwarman, jauh sebelum pembacaan vonis, tepatnya 18 Juni 2008, pihak
Kejagung sudah menyurati Kejati Aceh dengan Nomor R-870/II/Hpu.1/06/2008 yang
menyatakan kasus yang dihadapi Robby Meyer adalah murni kasus perdata. Namun, pihak
Kejati Aceh tetap ngotot melanjutkan proses persidangan itu dan bersikukuh untuk
menetapkan Robby Meyer sebagai terdakwa kasus pidana. Akhirnya, Pengadilan Negeri (PN)
Banda Aceh menjatuhkan vonis bebas terhadap Robby Meyer pada 16 April 2009 yang
dikuatkan dengan putusan Nomor 207/Pid.B/2008/PN-BNA.

“Artinya, Kejati Aceh telah mengangkangi proses hukum di Indonesia. Kejagung merupakan
lembaga kejaksaan tertinggi di negeri ini, tapi keputusannya tidak mereka gubris,” kata
Ediwarman. Tak hanya itu, selama proses persidangan, Robby Meyer sering mendapat
intimidasi dari dua oknum jaksa, masing-masing berinisial S dan NA. Satu di antaranya
malah memaksa Robby Meyer agar berdamai dengan Fredi Kelana. Bila tawaran damai tak
dituruti, maka kedua oknum jaksa mengancam akan membidik Robby dengan tuntutan tinggi.

Bahkan, menurut Ediwarman, Kajati Aceh Yafizham sempat melibatkan nama orang nomor
satu di lingkungan Kejagung RI sebagai senjata untuk menakut-nakuti Robby Meyer agar
mau berdamai. Uniknya lagi, ketika itu Robby sudah mendapat bocoran dari Fredi Kelana
bahwa dirinya bakal dituntut ancaman penjara selama tujuh tahun.

“Ada dugaan terjadi kolusi antara pihak pelapor dengan oknum jaksa. Cukup
membingungkan ketika masyarakat umum sudah tahu rencana tuntutan yang akan dibacakan
jaksa,” sambung Ediwarman. Namun dari serangkaian perilaku negatif itu, Ediwarman
menilai tindakan yang paling fatal dilakukan Kejati Aceh ialah saat mengajukan kasasi ke
Kejagung terkait vonis bebas tersebut.

Padahal, menurutnya, berdasarkan Pasal 67 dan Pasal 244 KUHAP, terhadap terdakwa yang
telah dijatuhi vonis bebas tidak dapat diajukan kasasi. “Makanya kami mengajukan
kontramemori kasasi, karena langkah kasasi yang mereka lakukan sudah betentangan dengan
hukum. Sepertinya beberapa oknum jaksa di Kejati Aceh tidak profesional dan kurang
memahami hukum, jadi tidak heran jika banyak kejanggalan terjadi di sana,” tukasnya.

Bergabung
Kasus itu berawal dari tender proyek CRS yang dimenangkan PT Bintang Saudara untuk
membangun 325 unit rumah di Desa Rukoh, Kecamatan Syiah Kuala, Aceh Besar. Selaku
Dirut PT Bintang Saudara, Robby Meyer mengajak Fredi Kelana bergabung dalam proyek
itu. Namun belakangan Fredi hanya mampu menyelesaikan 167 unit rumah. Fredi selanjutnya
melaporkan Robby Meyer ke Polda Aceh atas tuduhan penggelapan, penipuan, serta
pemalsuan surat, meski akhirnya di pengadilan tingkat pertama dinyatakan tidak bersalah.

“Cukup saya saja yang jadi korban ketidakprofesionalan oknum jaksa di Aceh. Saya ingin
Kejagung mengusut kasus ini sampai tuntas,” kata Robby Meyer ketika dikonfirmasi secara
terpisah kemarin. Sementara itu, Kajati Aceh Yafizham SH yang dikonfirmasi melalui
telepon selular mengaku belum mengetahui kalau dirinya diadukan ke Kejagung RI oleh
Robby Meyer melalui kuasa hukumnya.

Meski begitu, dia siap menghadapi proses hukum, bila nantinya kasus itu mulai disidik. Saat
dikonfirmasi, Yafizham membantah pernah mengintimidasi maupun membujuk Robby
Meyer untuk berdamai dengan Fredi Kelana. Bahkan dia tegaskan, proses persidangan sudah
berjalan secara transaparan. “Saya sengaja mengekspose kasus itu di Jakarta, biar lebih
transaparan. Jadi, hak mereka bila ingin mengadukan kasus tersebut ke Jakarta,” tukasnya.
(rw)

Sumber : http://serambinews.com/news/kajati-aceh-diadukan-ke-kejagung
Konspirasi
Iskandar Norman
| 27 December 2009 | 16:24

Kejujuran adalah umpan lain dari tipu daya

Hal ini berlaku dalam beragam konspirasi kekuasaan untuk menguasai aliran dana publik.
Ketika konspirasi itu terkuak, mereka tinggal memainkan intrik menjatuhkan kawan sebagai
lawan, karena itu adalah kedok terbaik untuk mengaburkan korupsi.

Pengkhianatan atas konspirasi seperti itu kerap dilakukan oleh penguasa untuk cuci tangan.
Kasus pembobolan kas daerah Aceh Utara senilai Rp220 miliar salah satu contohnya. Untuk
melindungi kekuasaan, seseorang harus dikorbankan.

Konspirasi yang terbuka kedoknya selalu memunculkan sakit hati dan dendam. Manusia lebih
siap membalas sakit hati tinimbang keuntungan, karena rasa syukur adalah beban dan balas
dendam adalah kesenangan. Demikian Tacitus (55-120 M) pernah berkata.

Dalam kasus bobolnya Kasda Aceh Utara, beberapa orang di lingkaran kekuasaan telah
ditetapkan sebagai tersangka, diantaranya, Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Aceh
Utara yang juga staf ahli bupati setempat, M Basri Yusuf, Koordinator Tim Asistensi
Percepatan Pemberdayaan Ekonomi (TAPPE) Aceh Utara, Yunus A Gani Kiram, serta
Direktur PT SDM berinisial HB.

Basri Yusuf kecipratan Rp12 miliar yang kemudian dibagikan kepada Yunus Gani Kiran
Rp4,2 miliar. Ide untuk mendepositokan dana milik Pemkab Aceh Utara itu ternyata berasal
dari Salahuddin Alfata dengan bunga 10,5 persen. Namun Salahuddin sampai kini belum
tersentuh. Sebagai orang yang memiliki ide untuk konspirasi itu, ia sukses menggunakan
tangan-tangan lain untuk meraup keuntungan.

Mungkin inilah lakon yang disebut Robert Greene dalam The 48 Laws of Power, penipu
terbaik memanfaatkan kedok yang membosankan dan tidak mencolok yang tidak
menyebabkan mereka menarik perhatian. Begitu juga dengan Bupati Ilyas Pase yang paling
bertanggungjawab secara politik terhadap kasus tersebut, disadari atau tidak ikut larut dalam
konspirasi yang dimainkan oleh orang-orang dekatnya. Atau bisa jadi bupati juga memilih
untuk cuci tangan demi menyelamatkan kekuasaan. Bagaimanapun, seorang penguasa sering
memiliki tugas kotor yang harus dilakukan, akan tetapi demi nama baik, ia biasanya
menyuruh orang lain untuk melakukannya.

Kembali ke Robert Greene, dalam kasus seperti ini, katanya, teman yang setia sering kali
mampu melakukan tugas kotor itu dengan baik. Karena kedekatan dengan kekuasaan dan
keuntungan yang akan didapat, mereka berani mengambil risiko. Dalam kasus ini, Yunus
Gani Kiran Cs telah mengambil risiko tersebut, meski kemudian gagal.

Karena kegagalan deposito itu, maka penguasa tinggal memainkan peran kambing hitam
dengan mengorbankan seorang teman. Ini yang disebut Robert Greene sebagai kejatuhan
orang kesayangan. Penguasa dalam konspirasi itu tak perlu mengorbankan semua orang
dekat, karena biasanya, para penipu terbaik dalam lingkaran kekuasaan, akan melakukan
segala yang bisa mereka lakukan untuk menutupi kualitas jahat mereka. Mereka
memancarkan aura kejujuran dalam satu bidang untuk menyamarkan kecurangan di bidang
lainnya. Kejujuran hanyalah umpan lain dari tipu daya.

Mencermati lebih jauh, pendepositoan dana yang berasal dari kas daerah dilakukan harus atas
persetujuan bupati. Ini sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor
13 tahun 2006, tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah. Setelah Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten (APBK) disahkan, maka pengelolaan penerimaan
dan pengeluaran kas daerah menjadi tanggung jawab Bendara Umum Daerah (BUD). BUD
wajib membuka rekening kas umum pada bank yang sehat. Hasil deposito itu, berdasarkan
pasal 73 ayat 1 Permendagri nomot 13 tahun 2006 harus disetor ke kas daerah sebagai
Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Penunjukan bank yang sehat ditetapkan dengan keputusan kepala daerah, dalam hal ini bupati
dan harus diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) setempat.
Ironisnya, dalam kasus ini, DPRK Aceh Utara tidak diberitahukan tentang penempatan dana
deposito tersebut. Bunga deposito sebesar 10,5 persen dari penempatan dana Rp220 miliar itu
tidak disetor ke kasda Aceh Utara, tapi dibagi-bagikan bersama para pihak dalam konspirasi
itu.

Kasus ini kini sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Siapakah nanti yang
akan benar-benar jadi kambing hitam, dan siapa pula yang sukses memainkan peran
menjatuhkan orang kesayangan? Semoga saja kejujuran tak selamanya menjadi umpan tipu
daya.[]

You might also like