You are on page 1of 13

ILMU UKUR TANAH DAN APLIKASINYA

(Makalah Ilmu Ukur Tanah)

Oleh

KHAIRATUL MUKSITA

E1C108004

JURUSAN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2010
BAB 1
PENDAHULUAN

Seperti yang diketahui bahwa sejak zaman dahulu manusia telah mengenal

ilmu ukur tanah, baik itu dengan nama satu jengkal, satu depah, satu tombak, satu

langkah, satu kaki, dan lain-lain. Untuk itu apabila manusia bepergian biasanya

mereka menghitung dengan berpatokan melalui matahari yaitu terbitnya matahari

dan tenggelamnya matahari.

Perkembangan ilmu pengukuran tanah berasal dari bangsa Romawi, yang

ditandai dengan pekerjaan konstruksi diseluruh wilayah kekasisaran. Selanjutnya

ilmu ini dilestarikan oleh bangsa Arab yang disebut ilmu geometris praktis. Pada

abad ke-13, Von Piso dalam karyanya yang berjudul “Patricia Geometria”

menguraikan cara-cara pengukuran tanah, yang kemudian dilanjutkan oleh Liber

Quadratorium mengenai pembagian kuadra.

Dari segi peralatannya, astrolab adalah instrumen atau petunjuk yang

dipakai pada masa itu. Alat ini berbentuk lingkaran logam dengan penunjuk

berputar dipusatnya, yang dipegang oleh cincin diatasnya dan batang silang (cross

staff). Panjang batang silang menyebabkan jaraknya bisa dikur dengan

perbandingan sudut.

Sejalan dengan perkembangan zaman dan perkembangan dunia konstruksi,

maka ilmu ukur tanah mengalami perkembangan pula hingga ditemukannya alat

yang disebut waterpass dan theodolit, yang sangat membantu manusia sampai

sekarang. Ilmu ukur tanah bisa juga kita gunakan diberbagai bidang misalnya

bidang pertanian, perikanan, kehutanan dan pertambangan, cara pengambilan data

dan pengolahannya sama dengan di bidang teknik sipil.

BAB II
ILMU UKUR TANAH DAN APLIKASINYA

a. Pengertian

Ilmu ukur tanah adalah bagian rendah dari ilmu yang lebih luas yang

dinamakan Ilmu Geodesi. Ilmu Geodesi mempunyai dua maksud :

 Maksud ilmiah : menentukan bentuk permukaaan bumi

 Maksud praktis : membuat bayangan yang dinamakan peta dari sebagian

atau sebagian kecil permukaan bumi.

Peta merupakan salah satu hasil dari Geologi praktis dibut melalui tiga

tahap, yakni :

1. Melakukan pengukuran-pengukuran pada dan diantara titik-titik

dimuka bumi (surveying)

2. Menghimpun dan menghitung hasil ukuran, kemudian

memindahkannya pada bidang datar (peta)

3. Menafsir tanda-tanda/fakta-fakta yang ada dipermukaan bumi dan

menggambarkannya dengan simbol-simbol, seperti sungai, jalan, gunung,

saluran irigasi, bangunan, bentuk permukaan tanah dll.

Atau secara umum ada tiga tahapan dalam proses pembuatan peta : yakni

1. Pengambilan data (pengukuran).

2. Pengolahan data (perhitungan).

3. Penyajian data (penggambaran).

Pada tahap pengukuran (pengambilan data) terdapat tiga faktor yang

paling menetukan dan akan mempengaruhi ketelitian hasil ukur, yaitu kestabilan

alat ukur, ketrampilan pengukur itu sendiri serta keadaan/kondisi alam pada saat

pengukuran tersebut berlangsung. Pada tahap pengolahan data hasil pengolahan


data hasil ukuran juga terdapat tiga faktor yang perlu diperhatikan, seperti reduksi

hasil ukuran (penyimpangan yang terjadi pada tahap pengukuran), proses

hitungan (permukaan yang tidak tentu/model matematis yang rumit) serta

pemilihan jenis analisa hasil pengukuran tersebut. Tahap penggambaran juga ada

tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu distorsi pada sistem proyeksi, skala peta

dan simbol-simbol yang berlaku umum.

Pengukuran-pengukuran dibagi dalam pengukuran yang mendatar untuk

mendapat hubungan titik-titik yang diukur di atas permukaan bumi dan

pengukuran-pengukuran tegak guna mendapat hubungan tegak antara titik-titik

yng diukur. Titik-titik dimuka bumi yang diukur, dibagi dalam dua :

 Titik-titik kerangka dasar : yakni sejumlah titik-titik (ditandai

dengan patok yang terbuat dari kayu atau beton) yang dipasang dengan

kerapatan tertentu yang akan digunakan untuk menentukan koordinat dan

ketinggian titik-titik detail

 Titik-titik detail :yakni titik-titik yang telah ada di lapangan seperti

titik-titik sepanjang pinggiran sungai, jalan, saluran irigasi, pojok-pojok

bangunan dll.

Untuk menghitung titik-titiknya perlu adanya bidang hitungan tertentu.

Mengingat bahwa permukaan bumi fisis sangat tidak beraturan, yang tentunya

tidak dapat digunakan sebagai bidang hitungan. Didalam Geodesi, permukaan

bumi yang tidak beraturan diganti dengan bidang yang teratur, yakni bidang yang

mempunyai bentuk dan ukuran mendekati permukaan air laut rata-rata. Bidang

teratur tersebut adalah ellips putar (ellipsoida). Setelah data ukuran dihitung pada
ellipsoida kemudian hasilny dipindahkan ke bidang datar peta dengan aturan-

aturan menurut ilmu proyeksi peta.

Ellipsoida bumi disebut juga sebagai bidang perantara dalam

memindahkan keadaan bumi dari permukaan bumi yang tidak beraturan dan

melengkung ke atas bidang datar peta. Sebagian permukaan ellipsoida yang

mempunyai ukuran terbesar < 100 km, dapat dianggap sebagai sebagian

permukaan sebuah bola dengan jari-jari tertentu, dan bila luasnya mempunyai

ukuran tidak lebih 55 km, maka permukaannya dapat dianggap sebagai bidang

datar.

1. Ukuran

Panjang

Sebagai dasar ukuran panjang diambil meter internasional atau meter

standar yang disimpan di Bereau Internationale des Poids et Mesures Breteuil

dekat paris. Panjang meter standar itu ada sepersepuluh juta panjang meridian

bumi dan merupakan jarak antara dua garis pada kedua ujung meter standar.

Luas

Ukuran luas yang digunakan pada ilmu ukur tanah adalah 1 m 2; 1 a

(are)=100 m2 ; 1 ha=10000 m2 dan 1 km2 = 106 m2 .

Sudut

Dasar untuk menyatakan besarnya sudut ialah lingkaran yang dibagi

dalam 4 bagian, yang dinamakan kuadran. Cara seksagesimal membagi lingkaran

dalam 360 bagian yang dinamakan derajat, sehingga satu kuadran ada 90 derajat.

Satu derajat dibagi dalam 60 menit dan satu menit dibagi lagi dalam 60 sekon

(1˚=60’=60”).
Cara sentisimal membagi lingkaran dalam 400 bagian, sehingga satu

kuadran mempunyai 100 bagian yang dinamakan grade. Satu grade dibagi lagi

dalam 100 centigrade dan 1 centigrade dibagi lagi dalam 100 centi-centigrade(1

g=100c;1c=100cc).

2. Penentuan tempat titik-titik

o Bila harus menentukan tempat beberapa titik

dan titik-titik itu semuanya letak diatas garis lurus , maka tempat titik-titik itu

dapat dinyatakan dengan jarak dari suatu titik yang letak diatas garis lurus itu

pula. Titik yang diambil sebagai dasar untuk menghitung jarak-jarak dinamakan

titik nol.

B(-50) 0 A(+60)

Misalnya pada contoh diatas, satu bagian skala menyatakan jarak 10 m,

maka titik A jaraknya +60 m dari titik nol, titik B jaraknya -40 m dari tiik nol.

Bila titik-titik tidak terletak di suatu garis lurus.

o Menggunakan suatu titik P yang tentu dan garis

lurus PQ yang tidak tentu.

3. Skala dan peta

Skala peta adalah perbandingan antara suatu jarak di atas peta dan jarak

yang sama di atas permukaan bumi yang diperkecil.

Misalnya untuk skala 1:25.000 adalah 1 km=4 cm, maka dinamakan : peta 4 cm.

Peta adalah penyajian grafis dari bentuk ruang dan hubungan keruangan

antara berbagai perwujudan yang diwakili. Peta (geodesi) adalah gambaran dari
permukaan buni dalam skala tertentu dan digambarkan di atas bidang datar

melalui sistem proyeksi.

Menurut skala, peta dapat dibagi dalam:

o Peta-peta teknis dengan skala sampai dengan 1:10.000

o Peta-peta topografi/peta-peta detail, skala< 1:10.000-1:100.000

o Peta-peta geografi/peta-peta ikhtisar, skala< 1:100.000.

Menurut maksud, peta dibagi dalam :

o Peta jalan-jalan raya untuk keperluan tourisme

o Peta-peta sungai untuk pelayaran

o Peta geologi yang menyatakan keadaan geologis suatu daerah

o Peta hidrografi untuk dalamnya air pantai laut dan untuk

pelayaran,dll

4. Alat-alat pengukur jarak

− Kayu ukur jarak

− Pita ukur jarak dari kain

− Pita ukur jarak dari baja

− Rantai ukur jarak

Alat-alat pengukur sudut miring

Untuk mendapat jarak mendatar dari jarak miring yang diukur diperlukan

sudut miring α dari lapangan. Sudut miring α ini dapat ditentukan dengan alat

pengukur sudut miring, seperti macam pertama yang sederhana dan kedua

menggunakan teropong.

b. Pengukuran
1. Klasifikasi pengukuran

Pengukuran-pengukuran dilakukan pada dan diantara titik-titik

dipermukaan bumi, maka berdasarkan luas daerah pengukuran digolongkan

menjadi dua :

− kelas pengukuran tanah (plane surveying), adalah

kelas pengukuran dalam

hal ini permukaan bumi dapat dianggap sebagai bidang datar

− kelas pengukuran geodesi adalah kelas pengukuran

dimana permukaan bumi/ellipsoida tidak dapat dianggap sebagai bidang

datar.

2. Kerangka dasar pemetaan

Untuk melaksanakan pengukuran dan pemetaan, sebelumnya perlu adanya

sejumlah titik dengan kerapatan tertentu yang dilapangannya ditandai dengan

patok-patok dari kayu, pilar beton atau baut besi/kuningan yang ditanam pada

bangunan permanen.

Titik tersebut dengan pengukuran tertentu dapat ditentukan koordinatnya

dan mempunyai fungsi khusus sebagai berikut:

- sebagai titik pengikat (titik referensi), yakni untuk

menentukan koordinat titik-titik lainnya

- sebagai titik pengontrol, pengukuran-pengukuran yang baru.

Apabila titik-titik tersebut diatas digunakan untuk keperluan pemetaan

maka disebut titik kerangka dasar pemetaan, yang dalam tujuan praktisnya dibagi

atas titik kerangka dasar horizontal dan titik kerangka dasar vertikal.
Titik-titik kerangka dasar diukur dengan cara dan ketelitian yang berbeda,

yang dibagi atas:

 Titik kerangka dasar utama(primer)

 Titik kerangka dasar tingkat kedua

 Titik kerangka dasar tingkat ketiga

 Titik kerangka dasar tingkat keempat

Titik kerangka dasar mempunyai koordinat dalam satu sistem koordinat

tertentu. Untuk titik-titik kerangka dasar horizontal, sistem tertentu. Untuk titik-

titik kerangka dasar horizontal, sistem koordinatnya dapat berupa:

 Sistem koordinat siku-siku pada bidang datar (sistem koordinat

kartesian)

 Sistem koordinat proyeksi, juga merupakan koordinat siku-siku (x,

y)

 Sistem koordinat geografi/geodetic atau dengan koordinat lintang

(L atau λ ) dan bujur (B atau β ).

Untuk titik-titik kerangka dasar vertikal, tinggi titik-titiknya apabila tidak

ada keterangan lain umumnya dinyatakan terhadap muka air laut rata-rata. Atau

dapat dinyatakan secara relatif. Atau dapat pula dinyatakan secara relatif artinya

dinyatakan terhadap satu titik yang ditetapkan tingginya sama dengan nol,

disebut sistem tinggi lokal.

3. Cara pengukuran

Pengukuran dengan pengukur jarak dan alat pembuat sudut siku-siku

dibagi dalam dua cara : cara dengan koordinat tegak lurus(sudut siku-siku) dan

cara dengan mengikat pada garis-garis ukur.


Yang diukur ialah batas antara bidang-bidang tanah, yang berupa

pekarangan, ladang, sawah, dan sebagainya.batas ini dapat berupa dinding,

selokan atau pagar. Pengukuran gedung-gedung terdiri dari mengukur dua/tiga

sudut-sudutnya dengan cara mengikat atau dengan cara memproyeksikan sudut-

sudut gedung itu pada garis ukur.titik-titik lainnya ditentukan dengan pengukuran

jarak.

Dari hasil pengukuran harus dibuat sketsa dengan skala cukup besar yang

disesuaikan dengan besar kecilnya daerah yang diukur. Pada sketsa harus ditulis

semua garis ukur dan semua angka ukuran. Sketsa ini dibuat di atas kertas tebal

yang dapat tahan lama.

4. Pengukuran guna membuat peta

Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan peta adalah alat ukur Boussole

Tranche Montagne (BTM). Bagian-bagian yang perlu diatur adalah :

Membuat garis jurusan nivo tegak lurus pada sumbu kesatu

Sumbu kedua harus mendatar

Garis bidik teropong harus tegak lurus pada sumbu kedua

Kesalahan indeks pada lingkaran tegakharus sama dengan nol

Pengukur jarak optis harus mempunyai koefisien=100

Sudut-sudut mendatar dan tegak dengan alat pengukur sudut yang

dinamakan theodolit. Alat pengukur sudut ini dibagi dalam 3 bagian, bagian

bawah, tengah dan atas. Berhubung cara pengukuran, jadi pula dengan

konstruksinya, bentuk theodolit dibagi dalam theodolit reiterasi dan theodolit

repetisi.
Pengukuran sudut dengan theodolit adalah lebih teliti daripda pengukuran

azimuth dengan BTM. Karena itu hasil pengukuran poligon dengan theodolit

lebih teliti daripada pengukuan poligon dengan BTM . Poligon yang diukur

dengan BTM ternyata cukup teliti untuk maksud pembuatan peta dari suatu

daerah dengan uuran 1:5000 atau lebih.

Gambar 1. Alat Ilmu ukur tanah, survei dan pemetaan

BAB III
PENUTUP

Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah :

1) Ilmu ukur tanah adalah bagian rendah dari ilmu yang lebih luas

yang dinamakan Ilmu Geodesi yang mempelajari cara-cara pengukuran di

permukaan bumi dan di bawah tanah untuk menentukan posisi relatif tau

absolut titik-titik pada permukaan tanah, diatasnya atu dibawahnya dalam

memenuhi kebutuhan seperti pemetaan dan penentuan posisi relatif suatu

daerah.

2) Tiga tahapan dalam proses pembuatan peta : yakni pengambilan

data (pengukuran), pengolahan data (perhitungan), penyajian data

(penggambaran).
3) Yang diperhatikan dalam pengukuran adalah : Ukuran panjang,

luas, sudut, penentuan tempat titik-titik, skala dan peta, alat-alat pengukur

jarak, alat-alat pengukur sudut miring.

4) Pengukuran dengan pengukur jarak dan alat pembuat sudut siku-

siku dibagi dalam dua cara : cara dengan koordinat tegak lurus(sudut siku-

siku) dan cara dengan mengikat pada garis-garis ukur. Dari hasil pengukuran

harus dibuat sketsa dengan skala cukup besar yang disesuaikan dengan besar

kecilnya daerah yang diukur.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Sejarah Ilmu Ukur Tanah. http://lab-iut-ft-


umi.blogspot.com/2010/04/sejarah-dan-cabang- keilmuan- ilmu-ukur-
html. Diakses pada tanggal 24 September 2010.

Frick, Heinz. 1984. Ilmu dan Alat Ukur Tanah. Penerbit Kanisius.

Wahyudi, Noor. 2006. Ilmu Ukur Tanah Lab. Dasar Ukur Tanah Teknik Sipil.
Banjarbaru.

Wongsotjitro, Soetomo. 1983. Ilmu Ukur Tanah. Penerbit Yayasan


Kanisius.Yogyakarta.

You might also like