You are on page 1of 26

BAB I

ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS
Nama : Ny.YS
Usia : 42 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh Cuci
Pendidikan terakhir : SD
Status : Menikah
Suku bangsa : Jawa
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Cibinong, Bogor-Jawa Barat
Tanggal masuk Ruang Rawat : 26 Oktober 2010
No. Rekam Medis : 339 – 81 – 94

II. KELUHAN UTAMA


Benjolan di payudara kiri yang semakin membesar dan nyeri sejak 8 bulan sebelum
masuk rumah sakit (SMRS).

III.RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Sejak 8 bulan SMRS, pasien mengeluhkan adanya benjolan di payudara kiri.
Benjolan teraba hanya satu, sebesar telur puyuh, teraba keras, dapat digerakkan, dan tidak
nyeri. Pada payudara tidak terdapat perubahan bentuk dan warna kulit. Puting tidak
tertarik ke dalam, dan tidak ada cairan yang keluar dari puting. Benjolan tidak
dipengaruhi oleh siklus menstruasi (tidak bertambah besar ataupun nyeri). Keluhan mual
dan muntah disangkal. Benjolan pada tempat lain disangkal. Nafsu makan baik dan tidak
terdapat penurunan berat badan. Buang air besar dan buang air kecil biasa.
Pasien kemudian berobat ke Puskesmas setempat, dan dikatakan bahwa payudaranya
normal. Pasien kemudian sempat mengkonsumsi tanaman herbal untuk mengatasi
benjolan atas saran dari teman. Karena tidak terdapat perubahan, pasien memutuskan

1
untuk pergi ke Rumah Sakit di Cibinong setelah tiga minggu mengkonsumsi tanaman
herbal. Di Rumah Sakit Cibinong, setelah dilakukan pemeriksaan payudara oleh dokter
bedah, dikatakan benjolan di payudara pasien mengarah ke keganasan. Kemudian pasien
dirujuk ke RSCM untuk menjalani pemeriksaan dan penatalaksanaan lebih lanjut.
Di RSCM pasien berobat ke poli bedah, dan dilakukan pemeriksaan tambahan berupa
foto dada, USG payudara, mammografi, pemeriksaan darah, pemeriksaan urin dan
kedokteran nuklir. Hasil pemeriksaan tersebut mengarah ke tumor ganas.
Lama kelamaan, benjolan di payudara kiri semakin membesar, keras dan sulit
digerakkan. Keluhan juga disertai adanya benjolan di ketiak kiri yang dirasakan sejak ± 4
bulan SMRS. Payudara kiri juga terasa nyeri dan terlihat kemerahan. Saat itu juga tidak
terdapat perubahan bentuk dan warna kulit, puting tidak tertarik ke dalam, tidak ada
cairan yang keluar dari puting.
4 bulan SMRS pasien dilakukan biopsi pada benjolan di payudara kiri. Pada hasil
biopsi didapatkan kecurigaan mengarah keganasan, namun belum pasti. Oleh karena itu
dilakukan pemeriksaan biopsi ulang 1 bulan setelahnyaSetelah dilakukan biopsy pertama
pasien sempat keluar cairan bewarna putih bercampur kemerahan sebanyak satu kali.
Hasil biopsy kedua dikatakan tumor payudara ganas dan disarankan untuk dilakukan
operasi pengangkatan payudara kiri. Namun pasien merasa takut dan belum memutuskan
untuk dilakukan operasi. Selama 3 bulan terakhir pasien tidak control ke poli bedah
RSCM dulu.
Hari pasien masuk ke ruang rawat, sebelumnya pasien kontrol ke poli karena sudah
memantapkan hati untuk di operasi. Menurut dokter yang memeriksa tumor di payudara
kiri pasien sudah mengalami perlengketan dan disarankan untuk dilakukan kemoterapi 3
kali sebelum operasi dan dilanjutkan kemoterapi 3 kali setelah operasi.
Riwayat disinar sebelum ini disangkal, pasien tidak mengeluh nyeri pada tulang
belakang atau paha. Keluhan batuk dan sesak, sakit kepala, dan rasa begah pada perut
disangkal.

IV. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Riwayat keluhan serupa sebelumnya disangkal. Pasien juga belum pernah dirawat di
Rumah Sakit sebelumnya. Riwayat benjolan di payudara sebelumnya disangkal. Pasien

2
tidak pernah menjalani radiasi di daerah dada. Diabetes melitus, hipertensi, alergi obat,
dan asma disangkal.

V. RIWAYAT PENYAKIT DALAM KELUARGA


Riwayat penyakit serupa dalam keluarga disangkal. Riwayat keganasan dalam keluarga
disangkal. Hipertensi, diabetes mellitus dan asma disangkal.

VI. RIWAYAT PEKERJAAN, SOSIAL, EKONOMI DAN KEBIASAAN


Pasien pertama kali haid pada usia 14 tahun, siklus teratur (30 hari), lama setiap
menstruasi kurang lebih 5-7 hari, dan pasien belum mengalami menopause. Pasien sudah
menikah dan memiliki dua anak. Pasien menikah usia 29 tahun, mempunyai anak
pertama saat usia 30 tahun. Jarak anak pertama dengan anak ke-dua adalah satu tahun.
Pasien menyusui selama + 6 bulan untuk masing- masing anak. Sejak kelahiran anak
kedua pasien memakai pil KB sebagai alat kontrasepsi. Pasien mengonsumsi rutin setiap
hari hingga saat ini. Sejak pasien sakit pasien sudah tidak aktif bekerja sebagai buruh
cuci. Pasien jarang berolahraga. Pasien tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol.
Pasien berobat dengan menggunakan SKTM.

VII. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik, 26 Oktober 2010
Status Generalis
KU : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital:
Nadi : 80 x /menit
Nafas : 16 x/menit
Suhu : 36,8°C
TD : 120/80 mmHg
Status gizi:
Berat badan : 62 kg
Tinggi badan : 155 cm

3
IMT : 25,8kg/m2
Kepala : deformitas -
Mata : konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-
Telinga : tidak ditemukan deformitas, tanda radang,
Serumen+/+ minimal, membran timpani intak
Hidung : tidak ditemukan sekret, deformitas, deviasi septum
Tenggorok : bibir basah, mukosa mulut basah, faring tidak
hiperemis, tonsil T1-T1
Paru : bunyi nafas utama vesikuler, ronkhi -/- dan wheezing -/-
Jantung : bunyi jantung I dan II normal, reguler, murmur (-) dan gallop (-)
Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan (-), hati/limpa tidak teraba pembesaran,
ballotement (-), bising usus (+) normal
Ekstremitas: akral dingin, pucat, edema (-) / (-), capillary refill time < 2 detik
KGB : teraba kelenjar getah bening aksila kiri, soliter, ukuran 2x1cm, kenyal,
mobile, tidak nyeri. KGB aksila kanan, supraklavikula, dan
infraklavikula tdak teraba.

Status lokalis
Regio mammae sinistra
Inspeksi : Payudara asimetris, kiri lebih besar dari kanan, letak papilla mamae kiri
lebih rendah dari kanan, tampak benjolan di regio lateral atas kiri berbentuk ireguler
berukuran 10cm x 10 cm, berwarna kemerahan, kebiruan (-), venektasi (-),
mengkilap(-) , tidak terdapat nanah, darah (-), retraksi puting (-), peau d’orange (-),
ulserasi (-), tidak ada cairan yang keluar dari putting. Terdapat sikatriks bekas tempat
biopsi berbentuk garis sepanjang 3 cm di region lateral atas payudara, 15 cm di atas
areola mammae.

Palpasi : Teraba massa di regio lateral atas kiri berbentuk ireguler,soliter,


berukuran 10cm x 10 cm x 3 cm, konsistensi keras, batas tegas, permukaan tidak
berbenjol, immobile saat relaksasi, akan kontraksi, dan saat kontraksi (terfiksir ke
dinding dada), tidak nyeri, suhu lebih hangat dari sekitar, nipple discharge (-).

4
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium (4 Oktober 2010)
Hematologi
Rutin
Hb 11.2 g/dL (13 – 16 g/dL) ↓
Ht 34.4% (40 – 48%) ↓
Eritrosit 3.990.000/ul (4jt – 5jt/uL) ↓
Leukosit 7.370/ul (5.000 – 10.000/µL)
Trombosit 360.000/ul (150.000 – 400.000/µL)
MCV 86.2 fl (82 – 92 fl)
MCH 28.1 pg (27 – 31 pg)
MCHC 32.6 g/dl (32 – 36 g/dL)
Hitung jenis:
Basofil 0.3% (0-1)
Eosinofil 2.8% (1-3)
Neutrofil 60.6% (52-76)
Limfosit 30.3% (20-40)
Monosit 6.0% (2-8)
LED 70 mm (0-20)
Hemostasis
PT 11.8 detik
PT Kontrol 12.4 detik
APTT 43.0 detik
APTT Kontrol 34.6 detik
Kimia Klinik
SGOT 38 U/L (<27)
SGPT 54 U/L (<36)
Ureum darah 23 mg/dL (<50)
Kreatinin darah 0,7 mg/dL (0,6 – 1,2 mg/dL)
GDS 82 mg/dL
Elektrolit

5
Na 143 mEq/L (132-147)
K 3.65 mEq/L (3.3-5.4)
Cl 105.4 mEq/L (94-111)

b. Foto Toraks (31 Mei 2010)


Tidak tampak nodul metastasis. Kor dan pulmo dalam batas normal.

c. Whole Body Bone Scan (11 Juni 2010)


Tidak tampak gambaran metastasis tulang pada whole body scan

d. USG mammae (15 Juni 2010)


Mammae kiri : Tampak lesi hipoekoik berbatas tegas dengan tepi sebagian ireguler di
arah jam 1-2 berukuran 2,94 x 3,13 x 2,96 cm3. Tampak lesi hipoekoik berbatas tegas
berukuran 1,49 x 1,23 x 1,04 cm3 di aksila kiri. Tidak tampak penebalan kutis dan
subkutis. Jaringan fibroglandular mammae baik.
Mammae kanan : kutis dan subkutis baik, tidak tampak penebalan, tidak tampak
retraksi papila, tidak tampak lesi hipoekoik/hiperekoik patologis, tidak tampak
kalsifikasi.
Kesimpulan:
Massa di arah jam 1-2 mammae kiri sugestif maligna dengan pembesaran KGB aksila
kiri

e. Pemeriksaan Patologi Anatomi (5 Juli 2010)


Pattern umum hitologik merupakan mammary dysplasia, berbercak dalam jaringan
lemak ada kelompokkan-kelompokkan ringan sel ganas epetel cenderung ke arah
susunan Karsinoma Duktal Invasif “Cribifor/papillotubular. Curiga emboli limfatik.
Setelah dibuat potongan lebih dalam disertai beberapa pewarnaan khusus sederhana,
sel dalam jaringan lemak tetap ada tetapi makin sedikithabis, khususnya yang untuk
identifikasi emboli limfatik.
Kesimpulan: sel ganas didalam jaringan lemak bebercak tetap manifest.

6
f. Pemeriksaan Imunohistokimia (30 Juli 2010)
Reseptor estrogen : negatif
Reseptor progesterone :negatif
C-Erb 2 : negatif
Cathepsin D : positif (70%, sedang-kuat)
P53 : negatif

g. Pemeriksaan Patologi Anatomi (21 September 2010)


Kesimpulan: Karsinoma duktal invasive grade 3, dan terdapat invasi pembuluh.

h. USG abdomen (7 Oktober 2010)


Tidak tampak kelainan pada usg abdomen saat ini. Tidak tampak tanda-tanda
metastasis
Kesan: tidak tampak kelainan pada cor dan pulmo saat ini, tidak tampak tanda-tanda
metastasis.

IX. RESUME
Pasien, wanita usia 41 tahun dating dengan keluhan utama benjolan di payudara kiri
yang semakin membesar dan nyeri sejak 8 bulan sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
Pasien mengeluhkan adanya benjolan di payudara kiri sejak 8 bulan SMRS. Benjolan
teraba hanya satu, sebesar telur puyuh, teraba keras, dapat digerakkan, dan tidak nyeri.
Pada payudara tidak terdapat perubahan bentuk dan warna kulit. Puting tidak tertarik ke
dalam, dan tidak ada cairan yang keluar dari puting. Benjolan tidak dipengaruhi oleh
siklus menstruasi (tidak bertambah besar ataupun nyeri). Dari pemeriksaan di poli bedah
RSCM, hasil pemeriksaan tersebut mengarah ke tumor ganas.
Lama kelamaan, benjolan di payudara kiri semakin membesar, keras dan sulit
digerakkan. Keluhan juga disertai adanya benjolan di ketiak kiri yang dirasakan sejak ± 4
bulan SMRS. 4 bulan SMRS pasien dilakukan biopsi pada benjolan di payudara kiri.
Pada hasil biopsi didapatkan kecurigaan mengarah keganasan, namun belum pasti. Oleh
karena itu dilakukan pemeriksaan biopsi ulang 1 bulan setelahnya. Saat ini pasien datang
ke RSCM untuk rencana kemoterapi. Riwayat keganasan dalam keluarga disangkal.

7
Pasien pertama kali haid pada usia 14 tahun, siklus teratur, dan pasien belum
mengalami menopause. Pasien menikah usia 29 tahun, mempunyai anak pertama saat
usia 30 tahun. Riwayat menyusui (+), pil KB.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan payudara asimetris, kiri lebih besar dari kanan,
letak papilla mamae kiri lebih rendah dari kanan, Teraba massa di regio lateral atas kiri
berbentuk ireguler,soliter, berukuran 10cm x 10 cm x 3 cm, konsistensi keras, batas
tegas, permukaan tidak berbenjol, immobile saat relaksasi, akan kontraksi, dan saat
kontraksi (terfiksir ke dinding dada), tidak nyeri, suhu lebih hangat dari sekitar, nipple
discharge (-), berwarna kemerahan, kebiruan (-), venektasi (-), mengkilap(-) , tidak
terdapat nanah, darah (-), retraksi puting (-), peau d’orange (-), ulserasi (-), tidak ada
cairan yang keluar dari putting. Terdapat sikatriks bekas tempat biopsi berbentuk garis
sepanjang 3 cm di region lateral atas payudara, 15 cm di atas areola mammae.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia normositik normokrom. Pada
pemeriksaan USG didapatkan kesan Massa di arah jam 1-2 mammae kiri sugestif maligna
dengan pembesaran KGB aksila kiri. Pada pemeriksaan patologi anatomi didapatkan
kesimpulan lesi payudara kanan merupakan ductal invasive grade 3. Pemeriksaan fotot
toraks, usg abdomen, dan whole body scan tidak menunjukkan adanya metastasis.

X. DAFTAR MASALAH
1. Karsinoma duktal invasif T4aN1M0 (Stadium IIIB)
XI. PENATALAKSANAAN
Pro kemoterapi

XII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad functionam : malam
Quo ad sanactionam : dubia ad malam

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Epidemiologi
Kanker payudara merupakan kanker dengan insidens tertinggi nomor dua di Indonesia.
Di Amerika sekitar 182.460 wanita Amerika didiagnosa menderita kanker payudara, dan 40.480
meninggal karena penyakit ini dan hingga tahun 1985 karsinoma payudara menjadi penyebab
kematian tertinggi terkait keganasan bagi para wanita di Amerika. Karsinoma payudara memiliki
kecenderungan meningkat dalam 2-3 dekade terakhir. Secara global, insiden tertinggi di Amerika
Utara dan Eropa bagian utara, dan terendah di Asia dan Afrika.

II.2. Klasifikasi
Klasifikasi WHO 1981
Berdasarkan gambaran histopatologi kanker payudara dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Non invasive
• Karsinoma intraduktal
• Karsinoma lobular
2. Invasive
• Karsinoma duktal invasif • Karsinoma juvenil
• Karsinoma duktal invasif • Karsinoma apokrin
dengan komponen • Karsinoma dengan
predominan intraduktal metaplasia
• Karsinoma lobuler invasif • Karsinoma dengan tipe
• Karsinoma musinosum skuamosa
• Karsinoma medular • Karsinoma dengan sel
• Karsinoma papiler spindel

• Karsinoma tubular • Karsinoma dengan kartilago

• Karsinoma adenokistik dan tipe osseous


• Karsinoma tipe campuran

3. Paget’s disease of the breast

9
Diantara jenis-jenis histopatologis ini, jenis karsinoma duktal invasif yang paling sering
ditemukan (+80%). Invasif berarti tumor jenis ini telah menembus atau menyebar kejaringan
sekitar. Disebut duktal karena karsinoma ini berasal dari duktus laktiferus yang membawa susu
dari lobulus ke puting.

Klasifikasi Stadium TNM (UICC / AJCC) 2002


Untuk melakukan penilaian staging karsinoma payudara dapat digunakan guideline yang telah
ada, seperti yang dikeluarkan oleh The American Joint Committee on Cancer (AJCC) dengan
memodifikasi system TNM. Pembagiannya berdasarkan sistem TNM dari UICC / JACC tahun
2002 dapat dilihat sebagai berikut :
T = ukuran tumor primer
TX : Tumor primer tidak dapat ditentukan
T0 : Tidak ada bukti adanya tumor primer
Tis : Karsinoma in situ dan penyakit Paget pada papila tanpa teraba tumor.
Tis (DCIS) : Ductal carcinoma in situ
Tis (LCIS) : Lobular carcinoma in situ
T1 : Tumor < 2 cm
T2 : Tumor 2-5 cm
T3 : Tumor >5 cm
T4 : Tumor dengan penyebaran langsung ke dinding thorak atau ke kulit. Dinding
dada termasuk iga, muskulus interkosta, muskulus seratus anterior, tapi tidak muskulus
pektoralis.
a. ekstensi ke dinding dada
b. edema (termasuk peau d’orange), ulserasi kulit payudara, nodul satelit pada
payudara yang sama
c. terdapat a dan b
d. inflammatory carcinoma

N = kelenjar getah bening regional


Nx : Kelenjar regional tidak dapat ditentukan

10
N0 : Tidak teraba kelenjar aksila
N1 : Teraba kelenjar aksila homolateral yang tidak melekat.
N2 : Teraba kelenjar aksila homolateral yang melekat satu sama lain atau melekat
pada jaringan sekitar.
N3 : Terdapat kelenjar mammaria interna homolateral

M
Mx : Tidak dapat ditentukan metastasis jauh
M0 : Tidak ada metastasis jauh
M1 : Terdapat metastasis jauh termasuk ke kelenjar supraklavikula

Berdasarkan American Joint Committee on Cancer, stadium karsinoma payudara dibagi


menjadi:

1. Stadium 0 - Tis, N0, M0


2. Stadium I - T1 (termasuk T1mic), N0, M0
3. Stadium IIA
. T0, N1, M0
ii. T1 (termasuk T1mic), N1, M0
. T2, N0, M0
4. Stadium IIB
. T2, N1, M0
. T3, N0, M0
5. Stadium IIIA
. T0, N2, M0
. T1 (termasuk T1mic), N2, M0
. T2, N2, M0
. T3, N1, M0
. T3, N2, M0
6. Stadium IIIB - T4, tiap N, M0
7. Stadium IIIC – tiap T, N3, M0

11
8. Stadium IV - tiap T, tiap N, M1

II.3. Etiologi dan faktor risiko


Penyebab karsinoma payudara yang diketahui hingga saat ini masih bersifat
multifaktorial. Beberapa faktor risiko yang telah diketahui meningkatkan kemungkinan
terjadinya karsinoma payudara adalah:
1. Usia
Karsinoma payudara jarang ditemukan pada perempuan berusia kurang dari 25 tahun.
Insidens meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan hampir mendatar pada perempuan
berusia 50-55 tahun. Usia merupakan faktor risiko yang paling berpengaruh.
2. Jenis kelamin
Karsinoma payudara 100 kali lebih sering ditemukan pada perempuan dibandingkan laki-
laki.
3. Genetik
Riwayat keluarga termasuk dalam faktor risiko. Risiko meningkat 1,8 kali lipat apabila
terdapat riwayat pada ibu atau saudara perempuan yang menderita karsinoma payudara.
Faktor genetik itu melibatkan mutasi gen BRCA1 dan BRCA2.
4. Kelainan patologi lain
Risiko meningkat apabila terdapat riwayat menderita karsinoma payudara, kanker ovarium,
kanker endometrium, karsinoma duktal in situ, karsinoma lobuler in situ, fibroadenoma,
papilomatosis, dan adenosis. Risiko menurun apabila terdapat riwayat kanker leher rahim.
5. Tidak kawin/nulipara risiko akan meningkat 2-4 kali lebih tinggi.
6. Anak pertama lahir setelah usia 35 tahun risikonya 2 kali lebih besar.
7. Menarche kurang dari 12 tahun risikonya 1,7-3,4 kali lebih besar.
8. Menopause datang terlambat lebih dari 55 tahun risikonya 2,5-5 kali lebih tinggi.
9. Faktor eksogen
Terapi sulih hormon selama 10 tahun akan meningkatkan risiko 1,35 kali namun akan
menurun 5 tahun setelah penghentian terapi. Penggunaan kontrasepsi oral selama 10 tahun
akan meningkatkan risiko 1,24 kali dan kembali normal setelah penghentian selama 10 tahun
(tidak berlaku untuk pil kontrasepsi yang hanya mengandung progesteron). Konsumsi

12
alkohol, radiasi (terutama pada usia dekade awal), virus, merokok, dan obesitas merupakan
faktor risiko lain yang diduga berpengaruh namun masih bersifat kontroversial.
Meningkatnya paparan terhadap estrogen diasosiasikan dengan meningkatnya risiko
tejadinya kanker payudara dan menurunnya paparan diketahui sebagai faktor protektif. Dengan
demikian hal yang dapat meningkatkan banyaknya siklus menstruasi, seperti menarche dini,
nulipara, dan menopause yang telat diasosiasikan dengan peningkatan risiko karsinoma
payudara. Hal yang dapat menurunkan paparan terhadap estrogen seperti periode menyusui yang
lebih panjang dapat menjadi faktor proteksi. Diferensisasi epitel payudara yang dikaitkan
dengan full-term pregnancy juga bersifat protektif. Selain hal diatas terdapat pula asosiasi antara
obesitas yang dikaitkan dengan bertambah lamanya paparan terhadap estrogen dan meningkatnya
risiko kasinoma payudara. Faktor nonhormonal pada karsinoma payudara seperti paparan
terhadap radiasi. Pada wanita muda dengan radiasi untuk penyakit limfoma Hodgkin's
mempunyai risiko karsinoma payudara75 kali lebih besar. Konsumsi alkohol juga diketahui
meningkatkan level serum estradiol.

II.4. Gejala klinis


Seringkali pada stadium awal tidak terdapat keluhan sehingga seringkali penderita tidak
memeriksakan diri ke petugas kesehatan. Pada stadium lanjut, dapat menimbulkan kelainan pada
kulit berupa deformitas, ulserasi, retraksi puting susu melekat pada kulit, kulit jeruk (peau
de’orange), benjolan kecil kulit (nodul satelit), kulit memerah dan mengeras, nipple discharge,
dan kelenjar limfe aksila serta supraklavikula yang membesar.
Kecurigaan suatu tumor payudara bersifat ganas adalah:
1. tumor payudara pada perempuan dengan risiko tinggi
2. tumor payudara bersifat keras, bentuk tidak teratur, dan melekat pada dinding dada
3. nipple discharge berdarah atau serosa
4. pada mammogram terdapat bayangan batas tegas, berbentuk stelata, mikrokalsifikasi,
bayangan indurasi stroma yang asimetris dengan distorsi struktur arsitektur payudara.

II.5. Pemeriksaan fisik


Organ payudara dipengaruhi oleh faktor hormonal yaitu estrogen dan progesteron. Oleh
karena itu cara terbaik untuk melakuka pemeriksaan payudara adalah pada saat pengaruh

13
hormonal seminimal mungkin, yaitu setelah menstruasi lebih kurang satu minggu dari hari
pertama menstruasi.
Penderita diperiksa dengan bagian atas terbuka:
A. Posisi tegak (pasien duduk)
Pasien duduk dengan tangan bebas ke samping, pemeriksa berdiri di depan dalam posisi
yang lebih kurang sama tinggi. Pada inspeksi dilihat :
1. Simetri payudara kanan-kiri
2. Kelainan papila
3. Letak dan bentuknya
4. Ada atau tidak retraksi puting susu
5. Kelainan kulit
6. Tanda-tanda radang
7. Peau d’orange
8. Dimpling
9. Ulserasi; dll
B. Posisi berbaring
Pasien berbaring dan diusahakan agar payudara tersebar rata di atas lapangan dada. Jika
perlu bahu/punggung diganjal dengan bantal pada penderita yang payudaranya besar.
Palpasi dilakukan dengan menggunakan falang distal dan falang medial jari 2, 3, dan 4.
Dikerjakan secara sistematis mulai dari kranial setinggi iga ke 2, hingga distal setinggi
iga ke 6. Selain itu dilakukan pemeriksaan pada daerah sentral subareolar dan papil.
Terakhir diadakan pemeriksaan kalau ada cairan yang keluar dengan menekan daerah
sekitar papil.
C. Menetapkan keadaan tumor
1. Lokasi tumor menurut keadaan di payudara. Payudara dibagi
menjadi 5 kuadran, yaitu: lateral atas, lateral bawah, medial atas, medial bawah, dan
sentral
2. Ukuran tumor, konsistensi, batas-batas tumor
3. Mobilitas tumor terhadap kulit dan m. Pectoralis
D. Memeriksa kelenjar getah bening regional
1. Aksila

14
Pemeriksaan aksila sebaiknya pasien dilakukan dalam posisi duduk, karena dalam
posisi ini fossa aksila jatuh ke bawah sehingga mudah untuk diperiksa dan lebih
banyak dapat dicapai. Pemeriksaan aksila kanan, tangan kanan penderita
diletakkan lemas ditangan kanan pemeriksa dan aksila diperiksa dengan tangan
kiri pemeriksa begitu juga sebaliknya. Pada perabaan ditentukan besar,
konsistensi, jumlah, apakah berfiksasi satu sama lain atau tidak.
2. Supra dan infraklavikula
Pemeriksa meraba kelenjar getah bening supra dan infraklavikuler dan leher.
Organ lain juga diperiksa untuk mencaria adanya metastasis jauh. Organ lain yang diperiksa
hepar, lien, tulang-tulang utama, tulang belakang, dan paru.

II.5. Pemeriksaan penunjang


Mammografi
Mamografi dilakukan untuk melihat jaringan lunak payudara. Biasanya dilakukan untuk
mengevaluasi wanita dengan penemuan abnormal seperti massa payudara atau nipple
discharge. Mammografi dapat melihat payudara dalam dua posisi, yaitu posisi kraniokaudal
(CC) dan oblik mediolateral atau MLO. Dengan posisi MLO dapat dilihat volum jaringan
payudara termasuk kuadran lateral atas dan the axillary tail of Spence. Sedangkan dengan
posisi CC visualisasi yang dilihat adalah aspek medial payudara walaupun dalam
pemeriksaannya membutuhkan kompresi lebih. Hasil mamografi dapat menunjukkan tanda-
tanda primer dan sekunder keganasan. Tanda primer yaitu berupa fibrosis reaktif, comet sign,
adanya perbedaan yang nyata ukuran dan rontgenologik, dan adanya mikrokalsifikasi. Tanda-
tanda sekunder berupa retraksi, penebalan kulit, bertambahnya vaskularisasi, perubahan
posisi papilla dan areola adanya bridge of tumor; keadaan daerah tumor dan jaringan
fibroglandular tidak teratur, infiltrasi dalam jaringan lunak di belakang mammae, dan adanya
metastasis ke kelenjar. Mammografi dapat mendeteksi tumor-tumor yang secara palpasi tidak
teraba; jadi sangat baik untuk diagnosis dini dan skrining. Sensitivitas mamografi berkisar
antara 83 – 95%, tergantung dari teknisi dan ahli radiologinya.
2. Pemeriksaan laboratorium hematologi
Pemeriksaan laboratorium hematologi dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding
seperti infeksi, serta memeriksa toleransi operasi

15
3. Ultrasonografi
Ultrasonografi dilakukan untuk membedakan antara lesi solid dan kistik. Pada pemeriksaan
USG kista payudara terlihat berbatas tegas, sedangkan karsinoma mempunyai batas yang
irregular. Massa payudara jinak bisa memperlihatkan gambaran dengan kontur yang halus,
bulat atau oval. Ultrasonografi juga digunakan untuk menuntun biopsi aspirasi jarum halus
dan core-needle biopsy.
4. Biopsi
Dilakukan sebagai sarana untuk mengetahui diagnosa pasti karsinoma payudar. Terdapat beberapa
teknik pemeriksaan biopsi :
a. Fine needle aspiration (FNA)
FNA bukan merupakan kriteria standar untuk evaluasi awal pada massa di payudara. Pemeriksaan
itu dapat dilakukan dengan cepat, relatif tidak sakit, dan tidak mahal. Hasil FNA dilaporkan
sebagai jinak, sugestif maligna, atau tidak dapat didiagnosis.
b. Core needle biopsy (CNB)
CNB lebih bermanfaat dibandingkan FNA untuk evaluasi awal karsinoma payudara. Sampel yang
diambil pada CNB lebih banyak dibandingkan FNA sehingga dapat membedakan antara kanker
invasif dan ductal carcinoma in situ.
a. Excisional biopsy
Teknik ini dilakukan dengan mengangkat seluruh massa pada payudara dan diindikasikan apabila
FNA atau CNB tidak dapat dilakukan, teknik lain tidak dapat menegakkan diagnosis, atau hasil
patologi tidak sesuai dengan hasil radiologi.
b. Incisional biosy
Teknik ini dilakukan apabila massa yang terdapat pada payudara terlalu besar untuk dieksisi
seluruhnya. Seringkali dilakukan pada pasien dengan stadium lanjut disertai metastasis atau
locally advanced yang direncanakan untuk menerima terapi sistemik pada awal terapi.
5. Foto Toraks
Mengetahui adanya tumor pada payudara tetapi tingkat akurasi rendah. Biasanya fotot toraks
dilakukan untuk mengetahui adanya metastasis ke paru dan untuk toleransi pada operasi.
6. Bone scanning/bone survey
Dilakukan untuk mengetahui adanya metastasis ke tulang.
7. USG abdomen/liver
Dilakukan untuk mengetahui adanya metastasis ke organ-organ abdomen.

16
II.6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada karsinoma payudara terdiri atas pembedahan, kemoterapi, dan
radioterapi.
Pembedahan
1. Radical mastectomy menurut Halsted meliputi pengangkatan payudara, kulit diatas tumor
(biasanya sampai batas 5 cm), muskulus pektoralis mayor dan minor, dan semua KGB
aksila. Cara itu berhasil untuk mengontrol karsinoma payudara secara lokal namun tidak
berhasil mengurangi morbiditas akibat karsinoma payudara. Sebagian besar pasien pasca-
operasi akan mengalami gangguan mengangkat lengan dan edema limfatik kronik.
2. Modified radical mastectomy (MRM) menurut Patey merupakan tindakan pembedahan
yang menjadi standar saat ini. MRM meliputi pengangkatan seluruh payudara dan
sebagian/atau seluruh KGB aksila. Umumnya muskulus pektoralis minor dipertahankan.
Dengan cara itu, insidens edema limfatik dan kesulitan mengangkat lengan berkurang.
Selain itu, hasil pembedahan lebih baik secara kosmetik dan rekonstruksi payudara lebih
mudah untuk dilakukan.
3. Total/simple mastectomy meliputi pengangkatan payudara, termasuk kompleks areola
mammae, tanpa pengangkatan muskulus pektoralis dan KGB aksila. Indikasi
dilakukannya pembedahan itu adalah ductal carcinoma in situ, mastektomi profilaktik,
dan pasien dengan karsinoma payudara yang mengalami rekurensi setelah dilakukan
breast conservation surgery yang meliputi pengangkatan KGB aksila.
4. Breast conservating treatment (BCT) merupakan kombinasi antara pembedahan yang
dilanjutkan dengan radioterapi. Pembedahan meliputi pengangkatan tumor dengan tepi
yang bervariasi disertai dengan pengangkatan KGB aksila dan termasuk lumpektomi,
tumorektomi, mastektomi segmental, mastektomi parsial, dan kuadrantektomi.
Kemoterapi
Kemoterapi diberikan pada pasien dengan kanker payudara yang sudah lanjut, atau ditujukan
untuk terapi paliatif. Walaupun begitu, kemoterapi juga dapat dilakukan pada pasien yang telah
dioperasi mastektomi, dimana kemoterapi diberikan sebagai terapi adjuvant. Biasanya diberikan
kombinasi cyclophosphamide, metrothrexate, dan 5-fluorouracil.

17
II.7. Prognosis
Prognosis kanker payudara ditentukan oleh dua hal, yaitu staging dan jenis histopatologi
keganasan.
1. Menurut Staging (5 year survival rate)
a. Stadium 0 (in situ) : 96.2%
b. Stadium I : 80-90%
c. Stadium II : 50-70%
d. Stadium III : 11-20%
e. Stadium IV : 0%
2. Menurut Jenis Histopatologi keganasan
Karsinoma in situ mempunyai prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan karsinoma
invasif.
Kanker payudara yang disertai dengan peradangan disebut dengan mastitis karsinoma. Mastitis
karsinoma mempunyai prognosis yang sangat buruk, dimana angka harapan hidup 2 tahun-nya
hanya 5%.

II.8. Pencegahan dan diagnosis dini


Kanker payudara tergolong keganasan yang dapat didiagnosis secara dini. Usaha untuk
ini adalah dengan melakukan SADARI (Periksa Payudara Sendiri). Pemeriksaan SADARI ini
sangat besar artinya jika digalakkan terhadap kaum ibu terutama yang berusia diatas 30 tahun.
Pemeriksaan SADARI sebaiknya dikerjakan setelah menstruasi, yaitu hari ke 7-10 dari hari
menstruasi pertama, karena saat ini pengaruh hormonal estrogen progesteron sangat rendah dan
jaringan kelenjar payudara saat itu dalam keadaan tidak membengkak sehingga lebih mudah
meraba adanya tumor atau kelainan. American Cancer Society menganjurkan untuk
mendapatkan kasus dini pada pasien wanita asimptomatik untuk melakukan upaya:
1. Wanita diatas 20 tahun melakukan SADARI setiap bulan
2. Wanita 20-40 tahun setiap 3 bulan sekali memeriksakan dirinya ke dokter
3. Wanita diatas 40 tahun setiap bulan
4. Wanita 35-40 tahun dilakukan baseline mammografi
5. Wanita dibawah 50 than konsul ke dokter untuk kepentingan mammografi

18
6. Wanita diatas 50 tahun jika bisa mammografi tiap tahun
Wanita yang memiliki riwayat keluarga kanker payudata memerlukan pemeriksaan fisik oleh
dokter lebih sering dan pemeriksaan mamografi rutin atau periodic sebelum umur 50 tahun.
Teknik SADARI :
1. Berdiri di depan cermin dengan badan bagian atas terbuka
(dada terbuka)
Lengan di bawah : bandingkan payudara kanan dan kiri, besarnya dan simetrinya
Puting susu : dilihat sama besar/tinggi/bentuknya atau tidak
Lengan di atas kepala : seperti tangan di atas. Kadang-kadang dalam gerakan lengan ke
atas dapat dilihat bayangan tumor di bawah kulit ikut bergerak.
2. Berbaring
Sebaiknya bagian payudara yang diperiksa diganjal sedikit dengan bantal agar semua
payudara jatuh rata di atas lapangan dada. Dengan jari-jari II-IV bagian tengah dan
kaudal dilakukan perabaan seluruh payudara secara sistematis, dari atas ke bawah dari
pusat ke tepi.
American Cancer Society merekomendasikan untuk dilakukan skrining karsinoma
payudara berupa pemeriksaan fisik dan mammografi setiap tahun bagi perempuan berusia ≥ 40
tahun dan setiap 3 tahun bagi perempuan berusia 20-30 tahun.

19
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

Ny. YS, 42 tahun, datang dengan keluhan benjolan di payudara kiri yang semakin
membesar dan nyeri sejak 8 bulan SMRS. Benjolan teraba hanya satu, sebesar telur puyuh,
teraba keras, dapat digerakkan, dan tidak nyeri. Pada payudara tidak terdapat perubahan bentuk
dan warna kulit. Puting tidak tertarik ke dalam, dan tidak ada cairan yang keluar dari puting.
Benjolan tidak dipengaruhi oleh siklus menstruasi (tidak bertambah besar ataupun nyeri).
Keluhan mual dan muntah disangkal. Benjolan pada tempat lain disangkal. Nafsu makan baik
dan tidak terdapat penurunan berat badan. Buang air besar dan buang air kecil biasa.
Pasien kemudian berobat ke Puskesmas setempat, dan dikatakan bahwa payudaranya
normal. Pasien kemudian sempat mengkonsumsi tanaman herbal untuk mengatasi benjolan atas
saran dari teman. Karena tidak terdapat perubahan, pasien memutuskan untuk pergi ke Rumah
Sakit di Cibinong setelah tiga minggu mengkonsumsi tanaman herbal. Di Rumah Sakit Cibinong,
setelah dilakukan pemeriksaan payudara oleh dokter bedah, dikatakan benjolan di payudara
pasien mengarah ke keganasan. Kemudian pasien dirujuk ke RSCM untuk menjalani
pemeriksaan dan penatalaksanaan lebih lanjut.
Di RSCM pasien berobat ke poli bedah, dan dilakukan pemeriksaan tambahan berupa
foto dada, USG payudara, mammografi, pemeriksaan darah, pemeriksaan urin dan kedokteran
nuklir. Hasil pemeriksaan tersebut mengarah ke tumor ganas.
Lama kelamaan, benjolan di payudara kiri semakin membesar, keras dan sulit
digerakkan. Keluhan juga disertai adanya benjolan di ketiak kiri yang dirasakan sejak ± 4 bulan
SMRS. Payudara kiri juga terasa nyeri dan terlihat kemerahan. Saat itu juga tidak terdapat
perubahan bentuk dan warna kulit, puting tidak tertarik ke dalam, tidak ada cairan yang keluar
dari puting.
4 bulan SMRS pasien dilakukan biopsi pada benjolan di payudara kiri. Pada hasil biopsi
didapatkan kecurigaan mengarah keganasan, namun belum pasti. Oleh karena itu dilakukan
pemeriksaan biopsi ulang 1 bulan setelahnya. Setelah dilakukan biopsi pertama pasien sempat
keluar cairan bewarna putih bercampur kemerahan sebanyak satu kali. Hasil biopsi kedua
dikatakan tumor payudara ganas dan disarankan untuk dilakukan operasi pengangkatan payudara

20
kiri. Namun pasien merasa takut dan belum memutuskan untuk dilakukan operasi. Selama 3
bulan terakhir pasien tidak kontrol ke poli bedah RSCM dulu.
Hari pasien masuk ke ruang rawat, sebelumnya pasien kontrol ke poli karena sudah
memantapkan hati untuk di operasi. Menurut dokter yang memeriksa tumor di payudara kiri
pasien sudah mengalami perlengketan dan disarankan untuk dilakukan kemoterapi 3 kali
sebelum operasi dan dilanjutkan kemoterapi 3 kali setelah operasi.
Riwayat disinar sebelum ini disangkal, pasien tidak mengeluh nyeri pada tulang belakang
atau paha. Keluhan batuk dan sesak, sakit kepala, dan rasa begah pada perut disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan payudara asimetris, kiri lebih besar dari kanan, letak
papilla mamae kiri lebih rendah dari kanan, tampak benjolan di regio lateral atas kiri berbentuk
ireguler berukuran 10cm x 10 cm, berwarna kemerahan, kebiruan (-), venektasi (-), mengkilap(-),
tidak terdapat nanah, darah (-), retraksi puting (-), peau d’orange (-), ulserasi (-), tidak ada cairan
yang keluar dari putting. Terdapat sikatriks bekas tempat biopsi berbentuk garis sepanjang 3 cm
di region lateral atas payudara, 15 cm di atas areola mammae. Pada palpasi teraba massa di regio
lateral atas kiri berbentuk ireguler,soliter, berukuran 10cm x 10 cm x 3 cm, konsistensi keras,
batas tegas, permukaan tidak berbenjol, immobile saat relaksasi, akan kontraksi, dan saat
kontraksi (terfiksir ke dinding dada), tidak nyeri, suhu lebih hangat dari sekitar, nipple discharge
(-).
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan Hb (11,2 g/dl), Ht (34,4%), serta
jumlah eritrosit (3.990.000/ul) sehingga dipikirkan pasien mengalami anemia normositik
normokrom. Penyebab anemia pada pasien ini kemungkinan besar adalah karena penyakit kronik
(keganasan). Namun, untuk memastikannya diperlukan pemeriksaan retikulosit. Selain itu, juga
ditemukan peningkatan enzim transaminase yang mengindikasikan adanya gangguan
hepatoselular primer dan dapat juga disebabkan metastasis hati. Namun, setelah dikonfirmasi
dengan USG abdomen, tidak tampak tanda-tanda metastasis pada organ intraabdomen.
Pada pemeriksaan USG didapatkan kesan massa di arah jam 1-2 mammae kiri sugestif
maligna dengan pembesaran KGB aksila kiri. Pada pemeriksaan patologi anatomi tanggal
5/7/2010 menunjukkan mammary dysplasia, berbercak dalam jaringan lemak ada kelompokkan-
kelompokkan ringan sel ganas epetel cenderung ke arah susunan Karsinoma Duktal Invasif
Cribifor/papillotubular. Pada pemeriksaan patologi anatomi tanggal 21/9/2010 didapatkan
kesimpulan karsinoma duktal invasive grade 3, dan terdapat invasi pembuluh.

21
Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis yang mungkin pada pasien adalah
tumor payudara. Namun, pasien memenuhi kriteria kecurigaan keganasan pada tumor payudara.
Pertama, pasien memiliki risiko tinggi untuk menderita karsinoma payudara karena jenis kelamin
perempuan, berusia 42 tahun, dan memiliki anak pada usia 30 tahun. Kedua, pada pemeriksaan
fisik diperoleh massa yang semakin lama semakin membesar, bentuk massa keras, ireguler, batas
tegas, terfiksir ke dinding dada.
Benjolan pada payudara pasien merupakan indikasi untuk dilakukan pemeriksaan
penunjang berupa mammografi dan USG mammae. Pada kedua pemeriksaan tersebut diperoleh
kesan maligna sehingga perlu dilakukan biopsi untuk diagnosis pasti. Pada biopsi diperoleh
gambaran mammary dysplasia dengan kesimpulan akhir berupa karsinoma duktal invasive grade
3 dan terdapat invasi pembuluh.
Karsinoma mammae merupakan keganasan sehingga perlu dipikirkan kemungkinan
metastasis. Metastasis dapat terjadi melalui sistem vena (paru-paru, tulang) dan sistem limfatik
(KGB aksila, supraklavikula, mammaria interna, hepar) sehingga pada pasien dilakukan
pemeriksaan foto thoraks, USG abdomen, dan bone scan dan kesimpulannya adalah tidak ada
metastasis jauh pada paru, tulang, dan organ intraabdomen.
Hasil yang diperoleh untuk penentuan stadium karsinoma mammae pada pasien
berdasarkan klasifikasi TNM adalah T4a (tumor dengan penyebaran langsung ke dinding thorak
tanpa adanya penyebaran ke kulit dengan tanda edem, tukak, peau d’orange), N1 (teraba kelenjar
aksila homolateral yang tidak melekat), dan M0 (tidak terdapat metastasis jauh). Berdasarkan
American Joint Committee on Cancer maka pasien termasuk stadium IIIB (T4, any N, M0).
Pasien dengan stadium IIIB termasuk dalam locally advanced. Berdasarkan National
Comprehensive Cancer Network, terapi pada karsinoma payudara dengan stadium locally
advanced adalah kombinasi antara kemoterapi pre-operasi, operasi, dan radiasi pasca-operasi.
Sebelumnya hasil biopsi pasien dites terhadap reseptor estrogen (ER), reseptor progesteron (PR).
Pada pasien ER, PR dan CERB2 negatif, sehingga pilihan regimen kemoterapi yang diberikan
adalah kombinasi CAF (5 Fluorouracil 500mg/m2, Doxorubicin 50mg/m2, dan
Cyclophosphamide 500mg/m2) dalam 4-6 siklus.
Kemoterapi pre-operasi bermanfaat untuk mengecilkan ukuran tumor, mengetahui respon
tumor terhadap kemoterapi sehingga dapat mengganti regimen kemoterapi apabila diketahui
tumor tidak responsif, memberikan peluang untuk dilakukan breast conservation surgery,

22
memberikan peluang untuk dilakukannya immediate reconstruction bagi pasien yang menjalani
mastektomi. Selain itu, karsinoma payudara dengan stadium IIIB (locally advanced) diduga telah
mengalami metastasis mikro sehingga terapi sistemik perlu diberikan. Tumor yang responsif
terhadap kemoterapi ditandai dengan pengurangan ukuran tumor sebanyak ≥ 50% yang
ditentukan berdasarkan pemeriksaan fisik, mammografi, dan/atau USG payudara. Breast
conservation surgery dan immediate reconstruction tidak direkomendasikan bagi pasien dengan
tumor yang tidak responsif terhadap kemoterapi pre-operatif.
Langkah selanjutnya ditentukan oleh respon tumor terhadap kemoterapi. Dahulu, pilihan
yang tersedia bagi stadium IIIB adalah classic radical mastectomy (CRM) atau modified radical
mastectomy (MRM). Namun, berkembangnya penelitian menyatakan bahwa pasien karsinoma
payudara dengan stadium IIIB dapat menjalani breast conservation surgery (BCS) dengan hasil
kosmetik yang lebih baik. Terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi diantaranya ukuran
tumor pasca-kemoterapi ≤ 3 cm, tidak terdapat invasi luas ke KGB mammaria interna, resolusi
edema kulit, tidak terdapat lesi multisentrik atau kalsifikasi difus, dan perbandingan tumor dan
payudara yang memadai. Sehubungan dengan syarat tersebut, masih belum terdapat kesepakatan.
Pasien yang tidak memenuhi syarat untuk dilakukan BCS akan menjalani MRM.
Setelah menjalani pembedahan, maka pasien akan melanjutkan dengan radioterapi dan
kemoterapi pasca-operasi. Sebagai terapi lain beberapa penelitian juga menganjurkan
diberikannya terapi hormon pada pasien. Salah satu yang dianjurkan adalah pemberian tamoxifen
oral selama 5 tahun. Namun, terapi ini terbatas pada pasien dengan karsinoma payudara ER
positif dan PR positif. Terapi hormon diberikan setelah kemoterapi pasca-operasi selesai.
Pasien perlu menjalani pemeriksaan rutin setiap 4-6 bulan selama 5 tahun dilanjutkan
dengan pemeriksaan setiap tahun pasca operasi. Pasien yang menjalani CRM atau MRM perlu
pemeriksaan mammogram setiap tahun sedangkan yang menjalani BCS perlu pemeriksaan
mammogram 6 bulan setelah radiasi dilanjutkan dengan setiap tahun pada kedua payudara. Hal
itu bermanfaat untuk mendeteksi secara dini rekurensi yang mungkin terjadi.
Prognosis pada pasien karsinoma payudara dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya
ukuran tumor, adanya edema kulit, jumlah KGB aksila yang terlibat, adanya ER dan PR, derajat
histologi, dan respon terhadap kemoterapi. Berdasarkan stadium, five year survival rate pada
karsinoma payudara yang telah mencapai stadium IIIB adalah 44% sehingga quo ad vitam pasien
adalah dubia ad malam. Quo ad functionam adalah malam karena fungsi fisiologis payudara

23
kanan pasien tidak dapat dikembalikan setelah dilakukan mastektomi. Quo ad sanactionam
adalah dubia ad malam karena angka rekurensi dalam waktu lima tahun pada karsinoma
payudara berukuran > 5cm dengan keterlibatan KGB adalah 79%.
Sebagai saran, pada pasien saat ini perlu diberikan edukasi mengenai penyakitnya,
terutama untuk meningkatkan kesadaran pasien agar mau menjalani terapi. Alasan sebelumnya
karena tidak ada biaya kini sudah teratasi dengan fasilitas Jamkesda. Selain itu, perlu juga
ditanamkan pemeriksaan SADARI pada keluarga first-degree pasien mengingat tingginya risiko
terkena kanker payudara pada keluarga pasien.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Albar ZA, Tjindarbumi D, Ramli M, Lukitto P,


Reksoprawiro S, Handojo D, dll. Protokol peraboi 2003. Jakarta: Perhimpunan Ahli Bedah
Onkologi Indonesia; 2004. h. 2-16.
2. Jemal, A, Siegel, R, Ward, E, et al. Cancer statistics, 2008.
CA Cancer J Clin 2008; 58:71.
3. Parkin, DM, Bray, F, Ferlay, J, Pisani, P. Global cancer
statistics, 2002. CA Cancer J Clin 2005; 55:74.
4. Data on SEER (Surveillance, Epidemiology and End
Results) cancer statistics available online at
http://seer.cancer.gov/csr/1975_2003/results_merged/sect_04_breast.pdf (accessed October
11, 2006).
5. Ramli H Muchlis. Kanker Payudara. Dalam Kumpulan
Kuliah Ilmu Bedah, Reksoprodjo Soelarto, et al. Binarupa Aksara. Jakarta .1995. hal 322-41.
6. Costanza ME, Chen WY,Hayes DF, Savarese DMF.
Epidemiology and risk factors for breast cancer. J Uptodate. Last literature review 17.1.
January 2009.
7. Samuel W. Brunicardi FC, et al. The Breast. In: Schwartz's
Principles of Surgery. Ninth Edition. E book version. The McGraw-Hill Companies, Inc:
2010.
8. Opatt DM. Breast cancer. Last updated: Jun 23, 2006
(cited: Aug 27, 2008). Available at: www.emedicine.com
9. DeVita VT, Hellman S, Rosenberg SA. Cancer of the
breast. In: DeVita VT, Hellman S, Rosenberg SA, editors. Cancer: Principles and Practices of
Oncology. 4th ed. Philadelphia: J.B. Lipincott; 1993.
10. American Cancer Society-National Comprehensive Cancer
Network. Breast cancer treatment guidelines. 2007.
11. Smith RA, Saslow D, Sawyer KA, Burke W, Costanza ME.
American cancer society guidelines for breast cancer screening: update 2003. CA Cancer J
Clin 2003;54:141-169.

25
26

You might also like