Professional Documents
Culture Documents
http://siteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/226271-
1168333550999/PERGBAB6Manajemenkeuanganpublik.pdf.
G o o g l e membuat versi HTML dari dokumen tersebut secara otomatis pada saat menelusuri
web.
Page 1
6.
BAB 6
Manajemen Keuangan
Publik
Kajian Pengeluaran Publik Indonesia 2007
Page 2
Dari beberapa poin yang disampaikan di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut.
Pertama, langkah-langkah reformasi keuangan pemerintah sangat diperlukan mengingat
banyaknya persoalan yang berkembang pada sektor itu seperti rendahnya tingkat efektivitas dan
efisiensi pemanfaatan anggaran, irasionalitas dalam pengelolaan, serta banyaknya penyimpangan
atau penyalahgunaan.
Kedua, langkah-langkah reformasi keuangan pemerintah harus dituntun oleh dan diarahkan
menuju terwujudnya nilai-nilai good governance yang dilakukan secara serentak baik di pusat
maupun daerah.
Ketiga, mengingat masalah kebendaharaan dan auditing dilihat sebagai dua titik terlemah
dalam manajemen keuangan pemerintah, maka langkah-langkah reformasi harus diarahkan
untuk mengatasi permasalahan tersebut. Untuk masalah kebendaharaan, langkah reformasi bisa
dilakukan dengan menegakkan sistem check and balance di mana ada pembagian peran yang
jelas antara Departemen Keuangan dan departemen teknis lainnya. Pembagian kerja dimaksud
tetap harus diarahkan pada perwujudan efisiensi dan efektivitas pengelolaan anggaran di
samping adanya jaminan transparansi dan akuntabilitas.
Keempat, di luar berbagai paket kebijakan yang sudah bagus, diperlukan satu langkah lagi
yang sangat menentukan yaitu peningkatan kapasitas aparat, baik yang berhubungan langsung
dengan pengelolaan anggaran maupun tidak langsung. Kunci keberhasilan reformasi
manajemen keuangan daerah tidak hanya terletak pada kebijakan yang didesain dengan baik
tetapi juga pada SDM yang akan mengimplementasikan
.
Serial Manajemen Keuangan Negara
Kutipan:
’’Walaupun berpotensi bernilai milyaran rupiah, harus mengalah kepada SPPD yang kecil
kemungkinan bernilai ratusan juta rupiah untuk setiap satu SPPD. Harus diakui bahwa secara
tradisional, SPPD berfungsi sebagai salah satu ‘’alat’’ untuk upaya pencapaian secara maksimal
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dari masing-masing satuan kerja instansi publik.’’
SPPD, akronim dari Surat Perintah Perjalanan Dinas. Hari-hari ini akronim tersebut begitu
populer. Bahkan memiliki daya magis tersendiri. Setiap hari ada saja berita melalui media cetak
atau elektronik yang mengupas dan mengulas akronim tersebut. Bukan rahasia lagi bahwa
beberapa oknum pejabat negara dan/atau pejabat struktural pemerintahan harus berhadapan
dengan si ‘’lid’’ dan kemudian si ‘’dik’’ dari kepolisian (maupun kejaksaan) dan bahkan harus
rela dititipkan di hotel prodeo, karena terindikasi penyalahgunaan SPPD. Di jajaran pejabat
negara, ada oknum-oknum ketua, wakil ketua, ketua fraksi dan anggota biasa dari institusi
legislatif. Di jajaran pejabat struktural, ada pejabat eselon dua atau tiga termasuk bendahara.
Semuanya harus bersedia untuk mengikuti tahapan penyelidikan (lid) dan/atau penyidikan (dik),
karena terkait dengan akronim popular SPPD tersebut.
So, ada apa dengan SPPD? Begitu menarik kah? Daya pikat apakah yang dimilikinya? Bahkan,
ada satu dokumen yang disebut Surat Perintah Pencairan Dana, yang sebenarnya kalau disingkat
akan mempunyai akronim yang sama yaitu SPPD, tapi Surat Perintah Pencairan Dana ini harus
rela mengalah untuk tidak disingkat SPPD tapi menjadi SP2D. Padahal satu dokumen SP2D,
dapat bernilai milyaran rupiah. Setiap kali satuan kerja instansi pemerintah menerbitkan Surat
Perintah Membayar (SPM), maka akan diikuti dengan terbitnya SP2D oleh Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara (KPPN) untuk alokasi APBN, atau Bagian Keuangan Pemda untuk
alokasi APBD, barulah pengeluaran negara tersebut dapat dicairkan atau dipindahbukukan ke
rekening rekanan pada bank yang ditunjuk. Jadi setelah SPM, masih dibutuhkan SP2D agar
anggaran tersebut dapat diterima oleh yang berhak.
Walaupun berpotensi bernilai milyaran rupiah, harus mengalah kepada SPPD yang kecil
kemungkinan bernilai ratusan juta rupiah untuk setiap satu SPPD. Harus diakui bahwa secara
tradisional, SPPD berfungsi sebagai salah satu ‘’alat’’ untuk upaya pencapaian secara maksimal
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dari masing-masing satuan kerja instansi publik. Hebatnya
lagi, alat tersebut muncul dalam berbagai lini. Sejak dari tahapan perencanaan (planning),
akronim tersebut telah berfungsi. Tahapan pelaksanaan (organizing and actuating) sampai ke
tahapan pertanggungjawaban atau pelaporan (controlling) juga muncul fungsi dari SPPD
dimaksud. Koordinasi, konsolidasi, dan sejenisnya sangat akrab dengan akronim tersebut.
Semuanya dilakukan sebagai upaya memaksimalkan pencapaian tupoksi masing-masing satuan
kerja. Dengan kata lain, SPPD merupakan salah satu media penunjang untuk pencapaian sasaran
dari program dan/atau kegiatan yang dicanangkan.
HAK & KEWAJIBAN PENERIMA SPPD
Lalu, apa sih SPPD ini. Apa kelebihan dan kekurangannya? Kenapa sangat mudah
disalahgunakan? Apa hak dan kewajiban dari si penerima SPPD? Memang ada perubahan yang
cukup mendasar terutama tentang biaya-biaya apa saja yang dapat diberikan/diterima oleh
seseorang yang mendapat tugas untuk melakukan perjalanan dinas. Dulu, dengan Peraturan
Menteri Keuangan No. 7 tahun 2003, biaya yang direstui untuk suatu perjalanan dinas,
berdasarkan standarisasi yang terdiri dari uang tiket dan uang lumpsum dan dibayarkan sekaligus.
Misalnya untuk tiket Manado-Jakarta bernilai Rp.1.600.000,- (walaupun tiket yang dibeli lebih
murah atau lebih mahal) di samping uang lumpsum yang dikalikan dengan jumlah hari perjalanan
dinas sesuai SPPD. Kini, dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 45 dan 62 tahun 2007 dan
ditegaskan lagi Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan No. 34 dan
37 tanggal 18 dan 20 Juni 2007, pengeluaran yang direstui bersifat At Cost atau Biaya Riil yang
dikeluarkan pada saat melakukan perjalanan dinas. Biaya riil artinya, biaya yang dikeluarkan
sesuai bukti-bukti pengeluaran yang sah. Biaya perjalanan dinas ini, meliputi biaya dari tempat
kedudukan ke tempat yang dituju, dan kembalinya, yang terdiri dari 3 (tiga) komponen:
1.) Uang Harian, diberikan secara lumpsum (dibayarkan sekaligus) dengan perhitungan jumlah
hari perjalanan dinas dikalikan tarif uang harian yang sudah distandarisasi Menteri Keuangan.
Sebagai contoh tujuan ke Jakarta untuk 3 (tiga) hari (berangkat tanggal 1 kembali tanggal 3),
dengan tarif uang harian di Jakarta = Rp. 450.000,-/hari/orang, maka yang bersangkutan akan
menerima uang harian yang dibayarkan secara lumpsum sebesar Rp1.350.000,- Uang Harian ini
untuk: Uang Makan, Uang Saku, dan Transport Lokal selama di Jakarta. Jadi yang bersangkutan
tidak dapat melakukan klaim lagi untuk penggunaan taxi/bus way atau biaya makan walau
mempunyai bukti-bukti pengeluaran tanggal 1 sampai dengan tanggal 3 tersebut. (Uang harian
tujuan ke Sulawesi Utara = Rp300.000,-). Uang Harian diberikan dengan tidak mengenal
perbedaan golongan/pangkat/jabatan dari seseorang yang melakukan perjalanan dinas. Semuanya
sama dengan tarif yang berlaku.
2). Biaya Transport Pegawai, meliputi biaya angkutan sejak dari tempat kedudukan (tempat/kota
kantor/satuan kerja berada) sampai ke tempat tujuan (tempat/kota tujuan). Dengan contoh tujuan
ke Jakarta di atas, dan menggunakan jasa pesawat udara, maka biaya transport tersebut meliputi:
a). Biaya angkutan/taxi dari rumah ke airport (untuk Sulawesi Utara dengan standarisasi
maksimal Rp.80.000,-), b). Uang tiket, Airport Tax, dan retribusi di airport bila ada. Semuanya
dibayarkan sesuai dengan biaya riil yang terjadi. c). Biaya angkutan/taxi dari airport di Jakarta ke
tempat tujuan (standarisasi tarif taxi di Jakarta Rp.140.000,-). Selain pesawat udara dapat
menggunakan jasa angkutan lainnya (kapal laut/ferry/kereta api/bus, atau kendaraan lainnya).
3). Biaya Penginapan, yaitu Biaya riil untuk hotel atau tempat penginapan lainnya bila tidak
tersedia hotel. Selanjutnya, siapa berhak atas fasilitas hotel apa? Diatur sebagai berikut:
a. Hotel Bintang 5= Untuk Pejabat Negara (Ketua/Wakil Ketua dan Anggota Lembaga Tinggi
Negara, Menteri dan setingkat Menteri:
b. Hotel Bintang 4 = Untuk Pejabat Negara Lainnya dan Pejabat Eselon I/II;
c. Hotel Bintang 3= Untuk Pejabat Eselon III dan PNS Gol.IV;
d. Hotel Bintang 2 = Untuk Pejabat Eselon IV dan PNS Gol.III;
e. Hotel Bintang I = Untuk PNS Golongan II dan I.
POTENSI PENYALAHGUNAAN
Tidak ada suatu kebijakan yang paripurna. Apalagi di alam reformasi, perubahan terasa begitu
cepat terjadi. Bagaimana baik dan lengkapnya sebuah aturan, pasti akan ada
kekurangan/kelemahannya. Paling tidak, disalahpersepsikan. Demikian juga aturan mengenai
SPPD ini. Terlepas dari kasus-kasus yang diindikasikan terjadi penyalahgunaan SPPD selama ini,
memang terhadap SPPD terdapat sejumlah peluang penyalahgunaan dan sangat mudah dilakukan.
Potensi-potensi tersebut antara lain:
1) Perjalanan Dinas Fiktif (SPPD fiktif), Perjalanan dinas tidak dilakukan tapi SPPD terbit.
SPPD tersebut biasanya dikirim via pos ke Satker/kota tempat tujuan yang tertera dalam SPPD
fiktif dimaksud. Setelah ditanda-tangani dan dibubuhi stempel dikirim kembali ke Satker
penerbit SPPD;
2) Perjalanan Dinas Setengah Fiktif. Yaitu perjalanan dinas hanya dilakukan oleh 1 atau 2
orang saja, tapi SPPD yang terbit lebih dari untuk 1 atau 2 orang itu;
3) Satu kali melakukan perjalanan dinas namun dua kali dibayar. Terkadang
undangan/pemberitahuan dari Jakarta telah ditegaskan bahwa SPPD ditanggung pengundang
(Jakarta), tapi di tempat asal masih juga diterbitkan SPPD. Sehingga di Manado cair di Jakarta
juga cair.
4) Tiket dimark-up. Tiket Rp850.000,- (biaya riil), dapat menjadi Rp1.850.000,- atau lebih.
Caranya dengan mendatangi oknum-oknum tertentu di biro perjalanan/travel agen, dan dengan
sedikit fee keluarlah print-out tiket Rp1.850.000,- menggantikan biaya riil Rp850.000,- padahal
dengan jasa dan nomor penerbangan yang sama;
5) Biaya Penginapan/Hotel dimark-up. Menginap di kamar dengan tarif Rp.200-300 ribuan, tapi
dengan sedikit fee, jadilah slip pembayaran hotel Rp 800 ribuan;
6) Biaya Taxi dari/ke airport. Menggunakan bis damri Rp2.000,- atau angkutan umum lainnya,
tapi diganti dengan Surat Pernyataan yang ditanda-tangani KPA bahwa yang bersangkutan
menggunakan taxi senilai Rp. 140.000,-(atau Rp80.000,- di Manado);
7) Paket Perjalanan Dinas Fiktif. Di airport besar seperti Cengkareng, telah ada ‘’calo-calo jasa
nakal’’ yang menjajahkan paket perjalanan dinas aspal (bukti-buktinya seolah-olah asli). Mulai
dari tiket, lengkap dengan airport tax, boarding pass, dan slip/kuitansi hotel. Jadi seolah-olah
memang benar melakukan perjalanan dinas dan didukung dengan bukti seolah-olah autentik.
SEKADAR SIMULASI
Bila terjadi penyalahgunaan SPPD dan diasumsikan kasus seperti butir no. 7 di atas untuk tujuan
Jakarta selama 3 hari, maka dengan rincian biaya yang meliputi: Taxi di Manado pp, tiket
penerbangan pp, airport tax pp, taxi di Jakarta pp, hotel 2 malam, uang harian 3 hari, akan
berpotensi pengeluaran sekitar 7 jutaan rupiah untuk 1 (satu) orang. Suatu jumlah yang tidak
kecil, bukan? Semoga bermanfaat.#
Berita Terbaru
o Perincian SAL/SAK.
1. Pembahasan dan persetujuan DPR atas Perhitungan Anggaran Negara (PAN) dan
penetapan undang-undang PAN.
o Perhitungan anggaran (pelaksanaan anggaran) dibuat oleh pemerintah untuk
diperiksa oleh Bapeka. Perhitungan anggaran disampaikan ke DPR selambat-
lambatnya 18 bulan setelah tahun anggaran.
o Pertanggungjawaban pemerintah tersebut sebagai Perhitungan Anggaran Negara
(PAN). PAN disusun atas Perhitungan Anggaran.
o Isi PAN :
Pembukuan APBN menggunakan basis kas (Pasal 1 Kepres Nomer 16 Tahun 1994 tentang
pelaksanaan APBN)
APBD
Adalah suatu anggaran daerah yang memiliki beberapa unsur yaitu :
1. Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraian dan rinciannya.
2. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk memenuhi biaya-
biaya sehubungan dengan aktivitas-aktivas tersebut.
3. Jenis proyek yang dituangkan dalam bentuk angka.
4. Periode anggaran, biasanya 1 tahun.
Di era pra reformasi, bentuk dan susunan APBD mengalami perubahan 2 kali.
Karakteristik APBD di era reformasi antara lain :
1. APBD disusun oleh DPRD bersama Kepala Daerah (Pasal30 UU No 5/1975).
2. Line item atau pendekatan tradisional yang dipakai dalam penyusunan anggaran.
3. Penyusunan dan penetapan perhitungan APBD merupakan pertanggungjawaban APBD
kepada Menteri dalam Negeri.
4. Pengawasa APBD berdasar objek pendapatan daerah, dan pengawasan pengeluaran
daerah.
5. Pengawasan pengeluaran daerah berdasar tiga unsur yaitu unsure ketaatan pada peratura
perundangan, kehematan dan keefisiensi, dan hasil program (untuk proyek-proyek
daerah).
6. Sistem akuntansi keuangan daerah menggunakan stelsel cameral (tata buku anggaran)
bukannya stelsel komersial (tata buku kembar berpasangan), tujuan pembukuan keuangan
daerah pada era tersebut adalah pembukuan pendapatan.
KEUANGAN DAERAH, MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH, DAN AKUNTANSI
KEUANGAN DAERAH
Keuangan daerah dapat diartikan sebagai : “semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan
uang, baik berupa uang ataupun barang yang dapat dijadikan sebagai kekayaan daerah sepanjang
belum dimiliki oleh Negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain yang sesuai
dengan ketentuan dan perundangan yang berlaku”
• Yang dimaksud dengan semua hak adalah hak untuk memungut sumber-sumber
penerimaan daerah seperti pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah,
dan hak untuk penerimaan lain.
• Sedangkan semua kewajiban adalah kewajiban untuk mengeluarkan uang untuk
membayar tagihan-tagihan kepada daerah
• Keuangan daerah dikelola melalui manajemen keuangan daerah. Jadi, manajemen
keuangan daerah adalah pengorganisasian dan pengelolaan sumber-sumber daya atau
kekayaan yang ada pada suatu daerah untuk mencapai tujuan. Alat untuk melaksanakan
manajemen keuangan daerah disebut dengan tata usaha daerah. Tata usaha keuangan
daerah dibagi menjadi dua golongan, yaitu : tata usaha umum dan tata usaha keuangan.
Tata usaha umum menyangkut kegiatan surat menyurat, mengagenda, mengekspedisi,
menyimpan surat-surat penting. Tata usaha keuangan adalah tata buku yang merupakan
rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis di bidang keuangan berdasar prinsip
dan standar-standar tertentu sehingga dapat memberikan informasi aktual di bidang
keuangan. Tata usaha keuangan inilah yang disebut akuntansi keuangan daerah.
• Di era informasi keuangan daerah ini, tata usaha keuangan daerah tersebut tidak memadai
sebagai penghasil informasi yang dikehendaki oleh PP nomor 105 tahun 2000 dan
Kepmendagri nomor 29 tahun 2002. Hal ini dikarenakan karena adanya :
o Keharusan membuat laporan aliran kas dan neraca
Dari beberapa poin yang disampaikan di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut.
Pertama, langkah-langkah reformasi keuangan pemerintah sangat diperlukan mengingat
banyaknya persoalan yang berkembang pada sektor itu seperti rendahnya tingkat efektivitas dan
efisiensi pemanfaatan anggaran, irasionalitas dalam pengelolaan, serta banyaknya penyimpangan
atau penyalahgunaan.
Kedua, langkah-langkah reformasi keuangan pemerintah harus dituntun oleh dan diarahkan
menuju terwujudnya nilai-nilai good governance yang dilakukan secara serentak baik di pusat
maupun daerah.
Ketiga, mengingat masalah kebendaharaan dan auditing dilihat sebagai dua titik terlemah
dalam manajemen keuangan pemerintah, maka langkah-langkah reformasi harus diarahkan
untuk mengatasi permasalahan tersebut. Untuk masalah kebendaharaan, langkah reformasi bisa
dilakukan dengan menegakkan sistem check and balance di mana ada pembagian peran yang
jelas antara Departemen Keuangan dan departemen teknis lainnya. Pembagian kerja dimaksud
tetap harus diarahkan pada perwujudan efisiensi dan efektivitas pengelolaan anggaran di
samping adanya jaminan transparansi dan akuntabilitas.
Keempat, di luar berbagai paket kebijakan yang sudah bagus, diperlukan satu langkah lagi
yang sangat menentukan yaitu peningkatan kapasitas aparat, baik yang berhubungan langsung
dengan pengelolaan anggaran maupun tidak langsung. Kunci keberhasilan reformasi
manajemen keuangan daerah tidak hanya terletak pada kebijakan yang didesain dengan baik
tetapi juga pada SDM yang akan mengimplementasikan
KEUANGAN NEGARA
Manajemen keuangan adalah salah satu substansi proble manajemen pendidikan. Kedudukannya
sangat krusial dan strategis karena ia dipandang sebagai “bahan bakarnya” pendidikan. Yang
berarti bahwa hampir semua bentuk layanan pendidikan, membutuhkan kucuran sumber daya
keuangan.
Sumber-sumber keuangan dalam manajemen keuangan di sekolah meliputi: (1) pemerintah pusat
atau negara, (2)pemerintah kabupaten/kota, (3)sumbanagnh dan pembiayaan pendidikan, (4)
dana masyarakat atau orang tua peserta didik, (5)sumber lainnya seperti hibaha,atau sumber lain
yang tidak bertentangna dengan peraturan perundang-undangan, (6) yayasana/penylenggara
sekolah swasta yang lazimnya menyediakan anggaran rutin operasional SD swasta (Depdiknas,
2002)
Membicarakan keuangan sekolah, memang tidak bisa lepas dari masalah keuangan
Negara. sesuai dengan Undang-undang No. 17 tahun 1965 penjelasan pada lembaran Negara No
1776 dijelaskan bahwa
Keuangan Negara adalah hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang dan segala sesuatu
baik berupa uang maupun barang dapat dijadikan “hak milik negara”.
Keuangan Negara dapat diartikan juga sebagai suatu bentuk kekayaan pemerintah yang diperoleh
dari penerimaan, hutang, pinjaman pemerintah, atau bisa berupa pengeluaran pemerintah,
kebijakan fiscal, dan kebijakan moneter.
1. penerimaan negara
2. pengeluaran negara
4. kebijakan keuangan yang terdiri dari kebijakan moneter, Kebijakan fiscal dan kebijakan
keuangan internasional dan mengelola hutang pemerintah
RAPBN disusun oleh menteri keuanagan pada tiap tahun anggran. RAPBN disusun berdasarkan
kebutuhan negara.
Setiap penyusunan anggaran perlu diperhatikan dan dipelajari unsure-unsur beberpa jauh usaha-
usaha tersebut dpat dilaksanakan dalam tahun anggaran. Yang perlu diperhatikan dalam
penyusunan RAPBN adalah
1. Kebijakan moneter
2. Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal adalah tindakan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah, yang berkaitan
dengan pendapatan dan pengeluaran uang. Kebijakan ini erat hubungannya dengan
kebijakan moneter karena yang satu saling mempengaruhi yang lain. Kebijakan fiskal ini
tercermin dalam anggaran, yang di Indonesia dinamakan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) untuk lingkupan nasional. Sedangkan untuk lingkupan daerah
dinamakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Dari namanya itu dapat diketahui bahwa anggaran mempunyai 2 sisi, yakni sisi
pendapatan (reveues) dan pengeluaran/belanja (expenditures). Sisi pendapatan berisi
macam, jumlah, dan dari mana diperolehnya dana; sedangkan sisi belanja berisi macam,
jumlah dana ke sektor mana dana harus dikeluarkan.
Keuangan Negara Bab I Ketentuan Umum Pasal 3 menyebutkan poin-poin yang menjadi
ketentuan umum keuangan negara sebagai berikut:
(1) Keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan,
efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa
keadilan dan kepatutan
Setiap penyelenggara negara wajib mengelola keuangan negara secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Pengelolaan keuangan negara mencakup keseluruhan kegiatan perencanaan, penguasaan,
penggunaan, pengawasan, dan pertanggung-jawaban.
(2) APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN setiap tahun
ditetapkan dengan undang-undang
(3) APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun
ditetapkan dengan Peraturan Daerah
(4) APBN/APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi,
distribusi, dan stabilisasi
Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan
pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman bagi
manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman untuk menilai
apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.
Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi
pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas
perekonomian.
Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa
keadilan dan kepatutan.
Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara
dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
(5) Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara
dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBN
(6) Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban
daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD.
(7) Surplus penerimaan negara/daerah dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran
negara/daerah tahun anggaran berikutnya.
(8) Penggunaan surplus penerimaan negara/daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (7)
untuk membentuk dana cadangan atau penyertaan pada Perusahaan Negara/Daerah
harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari DPR/DPRD.
Selanjutnya, Pasal 4 dan Pasal 5 mengatur hal-hal sebagai berikut:
• Tahun Anggaran meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan
tanggal 31 Desember (Pasal 4).
• Satuan hitung dalam penyusunan, penetapan, dan pertanggungjawaban APBN/APBD
adalah mata uang Rupiah, sedangkan penggunaan mata uang lain dalam pelaksanaan
APBN/APBD diatur oleh Menteri Keuangan sesuai de- ngan ketentuan perundangan-
undangan yang berlaku. (Pasal 5)
Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara,
pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan secara profesional, terbuka, dan
bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang
Dasar.
Sesuai dengan amanat Pasal 23C Undang-Undang Dasar 1945, Undang-undang tentang
Keuangan Negara perlu menjabarkan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang
Dasar tersebut ke dalam asas-asas umum yang meliputi baik asas-asas yang telah lama dikenal
dalam pengelolaan keuangan negara, seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan,
dan asas spesialitas maupun asas-asas baru sebagai pencerminan best practices (penerapan
kaidah-kaidah yang baik) dalam pengelolaan keuangan negara, antara lain:
• akuntabilitas, berorientasi pada hasil
• profesionalitas
• proporsionalitas
• keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara
• pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri
Asas-asas umum tersebut diperlukan pula untuk menjamin terselenggaranya prinsip-prinsip
pemerintahan daerah sebagaimana yang telah dirumuskan dalam Bab VI Undang-Undang Dasar
1945.
Dengan dianutnya asas-asas umum tersebut di dalam undang-undang tentang keuangan negara,
UU No. 17/2003 bukan hanya menjadi acuan dalam reformasi manajemen keuangan negara,
tetapi juga dimaksudkan untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi
daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia.