You are on page 1of 8

Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Ketimpangan yang besar dalam distribusi pendapatan atau kesenjangan
ekonomi dan tingkat kemiskinan merupakan dua masalah besar di banyak negara
berkembang, tak terkecuali di Indonesia. Berawal dari distribusi pendapatan yang tidak
merata yang kemudian memicu terjadinya ketimpangan pendapatan sebagai dampak dari
kemiskinan. Hal ini akan menjadi sangat serius apabila kedua masalah tersebut berlarut-
larut dan dibiarkan semakin parah, pada akhirnya akan menimbulkan konsekuensi
politik dan sosial yang dampaknya cukup negatif.
Negara Indonesia secara geografis dan klimatalogis merupakan negara yang
mempunyai potensi ekonomi yang sangat tinggi. Dengan garis pantai yang terluas di
dunia, iklim yang memungkinkan untuk pendayagunaan lahan sepanjang tahun, hutan
dan kandungan bumi Indonesia yang sangat kaya, merupakan bahan (ingredient) yang
utama untuk membuat negara menjadi negara yang kaya. Suatu perencanaan yang bagus
yang mampu memanfaatkan semua bahan baku tersebut secara optimal, akan mampu
mengantarkan negara Indonesia menjadi negara yang makmur. Ini terlihat pada hasil
hasil Pelita III sampai dengan Pelita V yang dengan pertumbuhan ekonomi rata rata 7% -
8% membuat Indonesia menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi dan
pendapatan penduduk yang tinggi. Dan Indonesia menjadi salah satu negara yang
mendapat julukan “Macan Asia”.
Namun ternyata semua pertumbuhan ekonomi dan pendapatan tersebut ternyata
tidak memberikan dampak yang cukup berarti pada usaha pengentasan kemiskinan.
Indonesia adalah sebuah negara yang penuh paradoks. Negara ini subur dan kekayaan
alamnya melimpah, namun sebagian cukup besar rakyat tergolong miskin. Pada puncak
krisis ekonomi tahun 1998-1999 penduduk miskin Indonesia mencapai sekitar 24% dari
jumlah penduduk atau hampir 40 juta orang. Tahun 2002 angka tersebut sudah turun
menjadi 18%, dan pada menjadi 14% pada tahun 2004. Situasi terbaik terjadi antara

Kelompok 6 1
Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

tahun 1987-1996 ketika angka rata-rata kemiskinan berada di bawah 20%, dan yang
paling baik adalah pada tahun 1996 ketika angka kemiskinan hanya mencapai 11,3%.
Di Indonesia pada awal orde baru para pembuat kebijaksanaan dan perencana
pembangunan di Jakarta masih sangat percaya bahwa proses pembangunan ekonomi
yang pada awalnya terpusatkan hanya di Jawa, Khususnya Jakarta dan sekitarnya, dan
hanya di sector-sektor tertentu saja, pada akhirnya akan menghasilkan “Trickle Down
Effects”. Didasarkan pada pemikiran tersebut, pada awal orde baru hingga akhir tahun
1970-an, strategi pembangunan ekonomi yang dianut oleh pemerintahan Orde Baru lebih
berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi yang tinggi tanpa memperhatikan pemerataan
pembangunan ekonomi.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka pusat pembangunan ekonomi nasional di
mulai di Pulau Jawa dengan alasan bahwa semua fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan,
seperti transportasi, telekomunikasi, dan infrastruktur lainnya lebih tersedia di pulau
jawa, khususnya Jakarta, dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia.
Pembangunan saat itu juga hanya terpusatkan pada sektor-sektor tertentu saja yang
secara potensial memiliki kemampuan besar untuk menyumbang nilai pendapatan
nasional yang tinggi. Pemerintah saat itu percaya bahwa nantinya hasil dari
pembangunan itu akan menetes ke sektor-sektor dan wilayah Indonesia lainnya.
Ada berbagai cara untuk mengetahui prestasi pembangunan suatu negara yaitu
dengan pendekatan ekonomi dan pendekatan non-ekonomi. Dalam pendekatan ekonomi
dapat dilakukan berdasarkan tinjauan aspek pendapatan maupun aspek non pendapatan.
Dalam aspek pendapatan digunakan konsep pendapatan perkapita, namun hal tersebut
belum cukup untuk menilai prestasi pembangunan karena tidak mencerminkan
bagaimana pendapatan nasional sebuah negara terbagi di kalangan penduduknya,
sehingga tidak memantau unsur keadilan atau kemerataan. Untuk itu diperlukan data
mengenai kemerataan distribusi pendapatan dimana perhatiannya bukan hanya pada
distribusi pendapatan nasional tapi juga distribusi proses atau pelaksanaan pembangunan
itu sendiri.
Krisis yang terjadi secara mendadak dan diluar perkiraan pada akhir dekade
1990-an merupakan pukulan yang sangat berat bagi pembangunan Indonesia. Bagi

Kelompok 6 2
Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

kebanyakan orang, dampak dari krisis yang terparah dan langsung dirasakan,
diakibatkan oleh inflasi. Antara tahun 1997 dan 1998 inflasi meningkat dari 6% menjadi
78%, sementara upah riil turun menjadi hanya sekitar sepertiga dari nilai sebelumnya.
Akibatnya, kemiskinan meningkat tajam. Antara tahun 1996 dan 1999 proporsi orang
yang hidup di bawah garis kemiskinan bertambah dari 18% menjadi 24% dari jumlah
penduduk. Pada saat yang sama, kondisi kemiskinan menjadi semakin parah, karena
pendapatan kaum miskin secara keseluruhan menurun jauh di bawah garis kemiskinan.

1.2 Perumusan masalah


Berkaitan dengan permasalahan distribusi dan pemertaan pembangunan yang
telah di jelaskan sebelumnya, ada beberapa pertanyaan yang diajukan sebagai
perumusan masalah dengan tujuan agar pembahasan dapat terfokus pada masalah yang
telah di jabarkan diatas. Adapun perumusan masalah adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana distribusi pendapatan berpengaruh terhadap pemerataan
pembangunan nasional?
2. Bagaimana distribusi pendapatan berpengaruh terhadap kemiskinan di
Indonesia?
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ketimpangan distribusi
pendapatan?

Kelompok 6 3
Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

BAB II
ISI

2.1 Konsep Dan Teori Distribusi Pendapatan

Distribusi pendapatan mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil


pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya. Ada beberapa cara yang dijadikan
sebagai indikator untuk mengukur kemerataan distribusi pendapatan, diantaranya yaitu :

1. Kurva Lorenz
Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan nasional di
kalangan lapisan-lapisan penduduk. Kurva ini terletak di dalam sebuah bujur sangkar
yang sisi tegaknya melambangkan persentase kumulatif pendapatan nasional, sedangkan
sisi datarnya mewakili persentase kumulatif penduduk. Kurvanya sendiri ditempatkan
pada diagonal utama bujur sangkar tersebut. Kurva Lorenz yang semakin dekat ke
diagonal (semakin lurus) menyiratkan distribusi pendapatan nasional yang semakin
merata. Sebaliknya, jika kurva Lorenz semakin jauh dari diagonal (semakin lengkung),
maka ia mencerminkan keadaan yang semakin buruk, distribusi pendapatan nasional
semakin timpang dan tidak merata.
Persentase Pendapatan

`
Nasional

Kelompok 6 4
Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

Persentase Jumlah Penduduk


Sumber : Tulus Tambunan (2003)

2. Indeks atau Rasio Gini


Gini ratio merupakan alat ukur yang umum dipergunakan dalam studi empiris,
yaitu dengan formula:

1 n n

Gini = ---------- ∑ ∑ yi - yj 


2n2 – y I=1 j=1

Sumber: Tulus Tambunan (2003)

Nilai Gini antara 0 dan 1, dimana nilai 0 menunjukkan tingkat pemerataan


yang sempurna, dan semakin besar nilai Gini maka semakin tidak sempurna tingkat
pemerataan pendapatan.
Namun dalam studi studi empiris terutama dalam single country, ternyata
kemiskinan tidak identik dengan kesejahteraan. Artinya ukuran ukuran diatas belum
mencerminkan tingkat kesejahteraan. Studi yang dilakukan oleh Ranis (1977) dalam
Tulus Tambunan (2003) mengemukakan bahwa di Republik Cina dan Ravallion dan
Datt (1996) dalam Tulus Tambunan (2003) mengemukakan bahwa di India,
menunjukkan kedua negara tersebut dilihat dari ti ngkat pendapatan per kapita maupun
ukuran Gini ( Gini ratio) menunjukkan tingkat kemikskinan yang cukup parah. Namun
dilihat dari tingkat kesejahteraan, kedua negara tersebut masih lebih baik dari beberpa
negera Amerika Latin yang mempunyai tingkat Gini ratio rendah dan tingkat
pendapatan perkapita tinggi. Ranis, Ravallion dan Datt memasukan faktor seperti tingkat
kemudahan mendapatkan pendidikan yang murah, hak mendapatkan informasi, layanan
kesehatan yang mudah dan murah, perasaan aman baik dalam mendapatkan pendidikan
dan lapangan kerja, dan lain lain.

Kelompok 6 5
Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

Intinya adalah dalam mengukur kemiskinan, banyak variabel non keuangan


yang harus diperhatikan. Variabel keuangan (tingkat pendapatan) bukanlah satu satunya
variabel yang harus dipakai dalam menghitung kemiskinan.
Namun kalau pengambil keputusan, lebih menitikberatkan pada cross variable
study dalam mengatasi masalah kemiskinan, maka berarti kemiskinan akan diatasi
dengan cara meningkatkan kesejahteraan dalam arti yang luas.

3. Kriteria Bank Dunia


Kriteria ketidakmerataan versi Bank Dunia didasarkan atas porsi pendapatan
nasional yang dinikmati oleh tiga lapisan penduduk, yakni 40% penduduk
berpendapatan rendah, 40% penduduk berpendapatan menengah, serta 20% penduduk
berpendapatan tinggi. Ketimpangan atau ketidakmerataan distribusi pendapatan
dinyatakan parah apabila 40% penduduk berpendapatan rendah menikmati kurang dari
12% pendapatan nasional. Ketidakmerataan dianggap sedang atau moderat apabila 40%
penduduk miskin menikmati antara 12-17% pendapatan nasional. Sedangkan jika 40%
penduduk yang berpendapatan rendah menikmati lebih dari 17% pendapatan nasional,
maka ketimpangan atau kesenjangan dikatakan lunak dan distribusi pendapatan nasional
dianggap cukup merata.

4. Hipotesis Kuznets
Data data ekonomi periode 1970 – 1980, terutama mengenai pertumbuhan
ekonomi dan distribusi pendapatan terutama di LDS (Less Developing Countries),
terutama di negara negara yang mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup
pesat, seperti Indonesia, menunjukan seakan akan korelasi positif antara laju
pertumbuhan ekonomi dan tingkat kesenjangan ekonomi. Semakin tinggi pertumbuhan
produk domestik bruto, atau semakin tinggi tingkat pendapatan per kapita, maka
semakin besar perbedaan antara kaum miskin dan kaum kaya. Bahkan studi yang
dilakukan di negara negara Eropa Barat, menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi
tidak atau justru membuat ketimpangan antara kaum miskin dan kaum kaya semakin
melebar. Jantti (1997) dalam Tulus Tambunan (2003) mengemukakan bahwa fenomea

Kelompok 6 6
Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

tersebut timbul karena adanya perubahan suplly of labor (masuknya buruh murah dari
Turki, atau negara Eropa Timur kedalam pasar buruh di Eropa Barat). Berdasarkan
fakta tersebut, muncul pertanyaan: mengapa terjadi trade-off antara pertumbuhan dan
kesenjangan ekonomi dan untuk berapa lama? Kerangka pemikiran ini yang melandasi
Hipotesis Kuznets. Yaitu, dalam jangka pendek ada korelasi positip antara pertumbuhan
pendapatan perkapita dengan kesenjangan pendapatan. Namun dalam jangka panjang
hubungan keduanya menjadi korelasi yang negatif. Artinya, dalam jangka pendek
meningkatnya pendapatan akan diikuti dengan meningkatnya kesenjangan pendapatan,
namun dalam jangka panjang peningkatan pendapatan akan diikuti dengan penurunan
kesenjangan pendapatan. Fenomena ini dikenal dengan nama “Kurva U terbalik dari
Hipotesis Kuznets”.
Namun, hipotesis Kuznets ini mulai dipertanyakan. Beberapa studi yang
mengambil data time series membuktikan bahwa dalam beberapa negara yang masih
bertumpu pada sektor pertanian (rural economy) menunjukan hubungan negatif. Ini
berarti bertolak belakang dari hipotesis Kuznets.
Pemahaman atas variabel variable tersebut akan membuktikan bahwa negara
pertanian tidak identik dengan kemiskinan atau mungkin lebih tepatnya adalah
kesejahteraan pun bisa meningkat di negara-negara yang berbasis pertanian.

5. Indeks Theil
Digunakan untuk mengukur ketimpangan pendapatan antar individu di dalam
provinsi dan ketimpanan pendapatan antar provinsi. Untuk megukurnya digunakan
rumus sebagai berikut:

Theil = Σi Σj (Y ij/Y)1n(Ŷij /Ŷ)


Sumber : Tulus Tambunan (2003

Keterangan:
Y ij = Total pendapatan di prvinsi i, grup j
Ŷij = Rata-rata pendapatan per kapita di provinsi i, grup j

Kelompok 6 7
Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan

Ŷ = Total pendapatan nasional

Untuk mengakses dan mendownload tugas kuliah ini selengkapnya


anda harus berstatus Paid Member

Kelompok 6 8

You might also like