You are on page 1of 15

KELEMBAGAAN NEGARA

Pendahuluan

Penyelenggaraan pemerintahan suatu negara akan berjalan dengan baik

apabila didukung oleh lembaga-lembaga negara yang saling berhubungan satu sama

lain sehingga merupakan satu kesatuan dalam mewujudkan nilai-nilai kebangsaan dan

perjuangan negara sesuai dengan kedudukan, peran, kewenangan dan tanggung

jawabnya masing-masing. Sekarang ini dengan adanya perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi serta dinamika kehidupan nasional, regional dan

internasional yang cenderung berubah sangat dinamis, aneka aspirasi kearah

perubahan meluas di berbagai negara di dunia, baik di bidang politik maupun

ekonomi. Perubahan yang diharapkan dalam hal ini perombakan terhadap format-

format kelembagaan birokrasi pemerintahan yang tujuannya untuk menerapkan

prinsip efisiensi agar pelayanan umum (public services) dapat benar-benar efektif.

Pengertian Umum Lembaga

Lembaga negara bukan konsep yang secara terminologis memiliki istilah

tunggal atau seragam. Di dalam kepustakaan Inggris, untuk menyebut lembaga negara

di gunakan istilah Political instruction, sedangkan dalam terminologi bahasa Belanda

terdapat istilah staat organen. Sementara itu, bahasa Indonesia menggunakan lembaga

negara atau organ negara.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI) (1997:979-58), kata ”lembaga”

antara lain diartikan sebagai 1) ’asal mula (yang akan menjadi sesuatu); bakal

(binatang, manusia, tumbuhan)’; (2) ’bentuk (rupa, wujud) yang asli’; (3) ’acuan;

ikatan (tentang mata cincin dsb)’; (4) ’badan (oganisasi) yang tujuannya melakukan
penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha’; dan (5) ’pola perilaku manusia

yang mapan, terdiri atas interaksi sosial berstruktur di suatu kerangka nilai yang

relevan’. Kamus tersebut juga memberi contoh frasa menggunakan kata lembaga,

yaitu lembaga pemerintah yang diartikan ’badan-badan pemerintahan dalam

lingkungan eksekutif. Kalau kata pemerintahan diganti dengan kata negara, diartikan

’badan-badan negara di semua lingkungan pemerintahan negara (khususnya di

lingkungan eksekutif, yudikatif, dan legislatif)’.

Untuk memahami pengertian lembaga atau organ negara secara lebih dalam,

kita dapat mendekatinya dari pandangan Hans Kelsen mengenai the concept of the

State Organ dalam bukunya General Theory of Law and State. Hans Kelsen

menguraikan bahwa “Whoever fulfills a function determined by the legal order is an

organ”, artinya siapa saja yang menjalankan suatu fungsi yang ditentukan oleh suatu

tata hukum (legal order) adalah suatu organ.

Menurut Kelsen, parlemen yang menetapkan undang-undang dan warga

negara yang memilih para wakilnya melalui pemilihan umum sama-sama merupakan

organ negara dalam arti luas. Demikian pula hakim yang mengadili dan menghukum

penjahat dan terpidana yang menjalankan hukuman tersebut di lembaga

pemasyarakatan adalah juga merupakan organ negara. Pendek kata dalam pengertian

yang luas ini organ negara itu identik dengan individu yang menjalankan fungsi atau

jabatan tertentu dalam konteks kegiatan bernegara. Inilah yang disebut sebagai jabatan

publik atau jabatan umum (public offices) dan pejabat publik atau pejabat umum

(public officials).

Di samping pengertian luas itu, Hans Kelsen juga menguraikan adanya

pengertian organ negara dalam arti yang sempit, yaitu pengertian organ dalam arti
materiil. Individu dikatakan organ negara hanya apabila ia secara pribadi memiliki

kedudukan hukum yang tertentu (…he personally has a specific legal position). Suatu

transaksi hukum perdata, misalnya, kontrak, adalah merupakan tindakan atau

perbuatan yang menciptakan hukum seperti halnya suatu putusan pengadilan.

Lembaga-Lembaga Negara Berdasarkan UUD 1945

Lembaga negara terkadang disebut dengan istilah lembaga pemerintahan,

lembaga pemerintahan non-departemen, atau lembaga negara saja. Ada yang dibentuk

berdasarkan atau karena diberi kekuasaan oleh UUD, ada pula yang dibentuk dan

mendapatkan kekuasaannya dari UU, dan bahkan ada pula yang hanya dibentuk

berdasarkan Keputusan Presiden. Hirarki atau ranking kedudukannya tentu saja

tergantung pada derajat pengaturannya menurut peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Lembaga negara yang diatur dan dibentuk oleh UUD merupakan organ

konstitusi, sedangkan yang dibentuk berdasarkan UU merupakan organ UU,

sementara yang hanya dibentuk karena keputusan presiden tentunya lebih rendah lagi

tingkatan dan derajat perlakuan hukum terhadap pejabat yang duduk di dalamnya.

Demikian pula jika lembaga dimaksud dibentuk dan diberi kekuasaan berdasarkan

Peraturan Daerah, tentu lebih rendah lagi tingkatannya.

Dalam setiap pembicaraan mengenai organisasi negara, ada dua unsur pokok

yang saling berkaitan, yaitu organ dan functie. Organ adalah bentuk atau wadahnya,

sedangkan functie adalah isinya; organ adalah status bentuknya, sedangkan functie

adalah gerakan wadah itu sesuai maksud pembentukannya. Dalam naskah Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, organ-organ yang dimaksud,
ada yang disebut secara eksplisit namanya, dan ada pula yang disebutkan eksplisit

hanya fungsinya. Ada pula lembaga atau organ yang disebut bahwa baik namanya

maupun fungsi atau kewenangannya akan diatur dengan peraturan yang lebih rendah.

Dilihat dari segi fungsinya Lembaga-Lembaga Negara ada yang bersifat utama/primer

(primary constitutional organs), dan bersifat penunjang/sekunder (auxiliary state

organs). Sedangkan dari segi hirarkinya lembaga negara itu dibedakan kedalam 3

(tiga) lapis yaitu

1. Organ lapis pertama disebut sebagai lembaga tinggi negara, dimana nama,

fungsi dan kewenangannya dibentuk berdasarkan UUD 1945. Adapun

yang disebut sebagai organ-organ konstitusi pada lapis pertama atau dapat

disebut sebagai lembaga tinggi negara yaitu ; Presiden an Wakil Presiden,

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD),

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Mahkamah Konstitusi (MK),

Mahkamah Agung (MA) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

2. Organ lapis kedua disebut sebagai lembaga negara saja, dimana dalam lapis

ini ada lembaga yang sumber kewenangannya dari UUD, ada pula sumber

kewenangannya dari Undang-Undang dan sumber kewenangannya yang

bersumber dari regulator atau pembentuk peraturan dibawah Undang-

Undang. Kelompok Pertama yakni organ konstitusi yang mendapat

kewenangan dari UUD misalnya Menteri Negara, Komisi Yudisial (KY),

Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara, Komisi pemilihan

umum, Bank Sentral ; Kelompok Kedua organ institusi yang sumber

kewenangannya adalah Undang-Undang misalnya seperti Komnas HAM,

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Pemberantasan Korupsi


(KPK), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan lain sebagainya.

Walaupun dasar/sumber kewenangannya berbeda kedudukan kedua jenis

lembaga negara ini dapat di sebandingkan satu sama lain, hanya saja

kedudukannya walaupun tidak lebih tinggi tetapi jauh lebih kuat.

Keberadaannya disebutkan secara eksplisit dalam UUD, sehingga tidak

dapat ditiadakan atau dibubarkan hanya karena kebijakan pembentukan

Undang-Undang.

Sedangkan Kelompok Ketiga yakni organ konstitusi yang termasuk

kategori Lembaga Negara yang sumber kewenangannya berasal dari

regulator atau pembentuk peraturan di bawah Undang-Undang, misalnya

Komisi Hukum Nasional dan Komisi Ombudsman Nasional dibentuk

berdasarkan Keputusan Presiden.

3. Organ lapis ketiga merupakan lembaga daerah yaitu merupakan lembaga

negara yang ada di daerah yang ketentuannya telah diatur oleh UUD 1945

yaitu : Pemerintah Daerah Provinsi; Gubernur; DPRD Provinsi;

Pemerintahan Daerah Kabupaten; Bupati; DPRD Kabupaten;

Pemerintahan Daerah Kota; Walikota; DPRD Kota,

Disamping itu didalam UUD 1945 disebutkan pula adanya satuan-satuan

pemerintahan daerah yang bersifat khusus dan istimewa yang diakui dan

dihormati keberadaannya secara tegas oleh UUD, sehingga eksistensinya

sangat kuat secara konstitusional.


Lembaga Negara Dan Sistem Penyelenggaraan Kekuasaan Negara Sebelum

Perubahan Uud 1945

Deskripsi Singkat Struktur Ketatanegaraan RI Sebelum Amandemen UUD

1945:

Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi, kemudian kedaulatan rakyat

diberikan seluruhnya kepada MPR (Lembaga Tertinggi). MPR mendistribusikan

kekuasaannya (distribution of power) kepada 5 Lembaga Tinggi yang sejajar

kedudukannya, yaitu Mahkamah Agung (MA), Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat

(DPR), Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

MPR

 Sebagai Lembaga Tertinggi Negara diberi kekuasaan tak terbatas (super

power) karena “kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya

oleh MPR” dan MPR adalah “penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia” yang

berwenang menetapkan UUD, GBHN, mengangkat presiden dan wakil

presiden.

 Susunan keanggotaannya terdiri dari anggota DPR dan utusan daerah serta

utusan golongan yang diangkat.

Dalam praktek ketatanegaraan, MPR pernah menetapkan antara lain:

 Presiden, sebagai presiden seumur hidup.

 Presiden yang dipilih secara terus menerus sampai 7 (tujuh) kali berturut turut.

 Memberhentikan sebagai pejabat presiden.

 Meminta presiden untuk mundur dari jabatannya.


 Tidak memperpanjang masa jabatan sebagai presiden.

 Lembaga Negara yang paling mungkin menandingi MPR adalah Presiden,

yaitu dengan memanfaatkan kekuatan partai politik yang paling banyak

menduduki kursi di MPR.

PRESIDEN

 Presiden memegang posisi sentral dan dominan sebagai mandataris MPR,

meskipun kedudukannya tidak “neben” akan tetapi “untergeordnet”.

 Presiden menjalankan kekuasaan pemerintahan negara tertinggi (consentration

of power and responsiblity upon the president).

 Presiden selain memegang kekuasaan eksekutif (executive power), juga

memegang kekuasaan legislative (legislative power) dan kekuasaan yudikatif

(judicative power).

 Presiden mempunyai hak prerogatif yang sangat besar.

 Tidak ada aturan mengenai batasan periode seseorang dapat menjabat sebagai

presiden serta mekanisme pemberhentian presiden dalam masa jabatannya.

DPR

 Memberikan persetujuan atas RUU yang diusulkan presiden.

 Memberikan persetujuan atas PERPU.

 Memberikan persetujuan atas Anggaran.

 Meminta MPR untuk mengadakan sidang istimewa guna meminta

pertanggungjawaban presiden.
DPA DAN BPK

 Di samping itu, UUD 1945 tidak banyak mengintrodusir lembaga-lembaga

negara lain seperti DPA dan BPK dengan memberikan kewenangan yang

sangat minim.

Lembaga Negara Dan Sistem Penyelenggaraan Kekuasaan Negara Sesudah

Perubahan Uud 1945

Deskripsi Struktur Ketatanegaraan RI “Setelah” Amandemen UUD 1945:

Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi dimana kedaulatan berada di

tangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya menurut UUD. UUD memberikan

pembagian kekuasaan (separation of power) kepada 6 Lembaga Negara dengan

kedudukan yang sama dan sejajar, yaitu Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat

(MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan

Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi

(MK).

Perubahan (Amandemen) UUD 1945:

 Mempertegas prinsip negara berdasarkan atas hukum [Pasal 1 ayat (3)] dengan

menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka,

penghormatan kepada hak asasi manusia serta kekuasaan yang dijalankan atas

prinsip due process of law.

 Mengatur mekanisme pengangkatan dan pemberhentian para pejabat negara,

seperti Hakim.
 Sistem konstitusional berdasarkan perimbangan kekuasaan (check and

balances) yaitu setiap kekuasaan dibatasi oleh Undang-undang berdasarkan

fungsi masing-masing.

 Setiap lembaga negara sejajar kedudukannya di bawah UUD 1945.

 Menata kembali lembaga-lembaga negara yang ada serta membentuk beberapa

lembaga negara baru agar sesuai dengan sistem konstitusional dan prinsip

negara berdasarkan hukum.

 Penyempurnaan pada sisi kedudukan dan kewenangan maing-masing lembaga

negara disesuaikan dengan perkembangan negara demokrasi modern.

MPR

 Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi negara

lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK.

 Menghilangkan supremasi kewenangannya.

 Menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN.

 Menghilangkan kewenangannya mengangkat Presiden (karena presiden dipilih

secara langsung melalui pemilu).

 Tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD.

 Susunan keanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan

Rakyat dan angota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih secara langsung

melalui pemilu.
DPR

 Posisi dan kewenangannya diperkuat.

 Mempunyai kekuasan membentuk UU (sebelumnya ada di tangan presiden,

sedangkan DPR hanya memberikan persetujuan saja) sementara pemerintah

berhak mengajukan RUU.

 Proses dan mekanisme membentuk UU antara DPR dan Pemerintah.

 Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi

pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara.

DPD

 Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan

kepentingan daerah dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah

ditiadakannya utusan daerah dan utusan golongan yang diangkat sebagai

anggota MPR.

 Keberadaanya dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan Negara Republik

Indonesia.

 Dipilih secara langsung oleh masyarakat di daerah melalui pemilu.

 Mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang

berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang

berkait dengan kepentingan daerah.


BPK

 Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.

 Berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN)

dan daerah (APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan

DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.

 Berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.

 Mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen

yang bersangkutan ke dalam BPK.

PRESIDEN

 Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara

pemilihan dan pemberhentian presiden dalam masa jabatannya serta

memperkuat sistem pemerintahan presidensial.

 Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR.

 Membatasi masa jabatan presiden maksimum menjadi dua periode saja.

 Kewenangan pengangkatan duta dan menerima duta harus memperhatikan

pertimbangan DPR.

 Kewenangan pemberian grasi, amnesti dan abolisi harus memperhatikan

pertimbangan DPR.

 Memperbaiki syarat dan mekanisme pengangkatan calon presiden dan wakil

presiden menjadi dipilih secara langsung oleh rakyat melui pemilu, juga

mengenai pemberhentian jabatan presiden dalam masa jabatannya.


MAHKAMAH AGUNG

 Lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang

menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan [Pasal

24 ayat (1)].

 Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peaturan perundang-

undangan di bawah Undang-undang dan wewenang lain yang diberikan

Undang-undang.

 Di bawahnya terdapat badan-badan peradilan dalam lingkungan Peradilan

Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan militer dan

lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).

 Badan-badan lain yang yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan

kehakiman diatur dalam Undang-undang seperti : Kejaksaan, Kepolisian,

Advokat/Pengacara dan lain-lain.

MAHKAMAH KONSTITUSI

 Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the

guardian of the constitution).

 Mempunyai kewenangan: Menguji UU terhadap UUD, Memutus sengketa

kewenangan antar lembaga negara, memutus pembubaran partai politik,

memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan atas pendapat DPR

mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden menurut

UUD.

 Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh

Mahkamah Agung, DPR dan pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden,


sehingga mencerminkan perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara yaitu

yudikatif, legislatif, dan eksekutif.

Hubungan Antar Lembaga-Lembaga Negara

Hubungan antar alat-alat kelengkapan suatu negara atau yang lazim disebut

sebagai lembaga negara merupakan hubungan kerjasama antar institusi-institusi yang

dibentuk guna melaksanakan fungsi-fungsi negara. Berdasarkan teori-teori klasik

mengenai negara setidaknya terdapat beberapa fungsi negara yang penting seperti

fungsi membuat kebijakan peraturan perundang-undangan (fungsi legislatif), fungsi

melaksanakan peraturan atau fungsi penyelenggaraan pemerintahan (fungsi

eksekutif), dan fungsi mengadili (fungsi yudikatif). Kecenderungan praktik

ketatanegaraan terkini di Indonesia oleh banyak ahli hukum tata negara dan ahli

politik dikatakan menuju sistem pemisahan kekuasaan antara ketiga fungsi negara

tersebut (separation power).

Alat kelengkapan negara berdasarkan teori–teori klasik hukum negara meliputi

kekuasaan eksekutif, dalam hal ini bisa presiden atau perdana menteri atau raja,

kekuasaan legilatif, dalam hal ini bisa disebut parlemen atau dengan nama lain seperti

dewan perwakilan rakyat, dan kekuasaan yudikatif seperti mahkamah agung atau

supreme court. Setiap alat kelengkapan negara tersebut bisa memiliki organ-organ

lain untuk membantu pelaksanaan fungsinya. Kekuasaan eksekutif, misalnya, dibantu

wakil dan menteri-menteri yang biasanya memimpin satu departemen tertentu.

Meskipun demikian, tipe-tipe lembaga negara yang diadopsi setiap negara berbeda-

beda sesuai dengan perkembangan sejarah politik kenegaraan dan juga sesuai dengan

kebutuhan masyarakat dalam negara yang bersangkutan.


Secara konseptual, tujuan diadakannya lembaga-lembaga negara atau alat-alat

kelengkapan negara adalah selain menjalankan fungsi negara, juga untuk menjalankan

fungsi pemerintahan secara aktual. Dengan kata lain, lembaga-lembaga itu harus

membentuk suatu kesatuan proses yang satu sama lain saling berhubungan dalam

rangka penyelenggaraan fungsi negara atau istilah yang digunakan Prof. Sri Soemantri

adalah actual governmental process. Jadi, meskipun dalam praktiknya tipe lembaga-

lembaga negara yang diadopsi setiap negara bisa berbeda-beda, secara konsep

lembaga-lembaga tersebut harus bekerja dan memiliki relasi sedemikian rupa

sehingga membentuk suatu kesatuan untuk merealisasikan secara praktis fungsi

negara dan secara ideologis mewujudkan tujuan negara jangka panjang.

Sampai dengan saat ini, proses awal demokratisasi dalam kehidupan sosial dan

politik dapat ditunjukkan antara lain dengan terlaksananya pemilihan umum Presiden

dan Wakil Presiden tahun 2004 secara langsung, terbentuknya kelembagaan DPR,

DPD dan DPRD baru hasil pemilihan umum langsung, terciptanya format hubungan

pusat dan daerah berdasarkan perundangan-undangan otonomi daerah yang baru,

dimana setelah jatuhnya Orde Baru (1996 – 1997), pemerintah merespon desakan

daerah-daerah terhadap sistem pemerintahan yang bersifat sangat sentralistis, dengan

menawarkan konsep Otonomi Daerah untuk mewujudkan desentralisasi kekuasaan,

selain itu terciptanya format hubungan sipil-militer, serta TNI dengan Polri

berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, serta terbentuknya Mahkamah

Konstitusi.

Daftar Pustaka

Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1997


Undang-Undang Dasar 1945

RI, LAN, SANKRI Buku I Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Negara, Perum

Percetakan Negara RI, Jakarta, 2003

.SANKRI, Buku I Prinsip-prinsip Penyelenggaraa Negara, LAN RI, 2003

. Dikutip dari artikel Hubungan antar Lembaga, Indoskripsi.com

You might also like