You are on page 1of 15

Gagal Jantung

Kongestif

Definisi Gagal Jantung Kongestif (Congestive Heart


Failure)
Gagal jantung kongestif atau congestive heart failure (CHF) adalah kondisi dimana
fungsi jantung sebagai pompa untuk mengantarkan darah yang kaya oksigen ke tubuh
tidak cukup untuk memenuhi keperluan-keperluan tubuh. Gagal jantung kongestif dapat
disebabkan oleh:

1. penyakit-penyakit yang melemahkan otot-otot jantung,


2. penyakit-penyakit yang menyebabkan kekakuan otot-otot jantung, atau
3. penyakit-penyakit yang meningkatkan permintaan oksigen oleh jaringan tubuh
diluar kemampuan jantung untuk memberikannya.

Jantung mempunyai dua atria atau serambi-serambi (atrium kanan dan atrium kiri) yang
membentuk kamar-kamar jantung bagian atas, dan dua ventricles atau bilik-bilik
(ventricle kiri dan ventricle kanan) yang membentuk kamar-kamar jantung bagian bawah.
Ventricle-ventricle adalah kamar-kamar yang berotot yang memompa darah ketika otot-
otot berkontraksi (kontraksi dari otot-otot ventricle disebut systole).

Banyak penyakit-penyakit dapat mengganggu aksi memompa dari ventricles. Contohnya,


otot-otot dari ventricles dapat diperlemah oleh serangan-serangan jantung atau infeksi-
infeksi (myocarditis). Kemampuan memompa yang berkurang dari ventricles yang
disebabkan oleh pelemahan otot disebut disfungsi sistolik. Setelah setiap kontraksi
ventricle (systole) otot-otot ventricle perlu untuk mengendur untuk mengizinkan darah
dari atria untuk mengisi ventricles. Pengenduran dari ventricles disebut diastole.

Penyakit-penyakit seperti hemochromatosis atau amyloidosis dapat menyebabkan


pengkakuan dari otot jantung dan mengganggu kemampuan ventricle-ventricle untuk
mengendur dan mengisi; ini dirujuk sebagai disfungsi diastolik. Penyebab paling umum
dari ini adalah tekanan darah tinggi yang berkepanjangan yang berakibat pada penebalan
jantung (hypertrophied). Sebagai tambahan, pada beberapa pasien-pasien, meskipun
aksi memompa dan kemampuan mengisi dari jantung mungkin adalah normal,
permintaan oksigen yang tingginya abnormal oleh jaringan-jaringan tubuh (contohnya,
dengan hyperthyroidism) mungkin membuatnya sulit jantung untuk mensuplai aliran
darah yang cukup (disebut high output heart failure).
Pada beberapa pasien-pasien satu atau lebih dari faktor-faktor ini dapat hadir untuk
menyebabkan gagal jantung kongestif. Sisa dari artikel ini akan fokus terutama pada
gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh kelemahan otot jantung, disfungsi sistolik.

Gagal jantung kongestif dapat mempengaruhi banyak organ-organ tubuh. Contohnya,


otot-otot jantung yang melemah mungkin tidak mampu untuk mensuplai darah yang
cukup ke ginjal-ginjal, yang kemudian mulai kehilangan kemampuan normalnya untuk
mengekskresi garam (sodium) dan air. Fungsi ginjal yang berkurang ini dapat
menyebabkan tubuh menahan lebih banyak cairan. Paru-paru mungkin menjadi padat
dengan cairan (pulmonary edema) dan kemampuan seseorang untuk berolahraga
berkurang. Cairan mungkin juga berakumulasi dalam hati, dengan demikian mengganggu
kemampuannya untuk menghilangkan racun-racun dari tubuh dan menghasilkan protein-
protein penting. Usus-usus mungkin menjadi kurang efisien dalam menyerap nutrisi-
nutrisi dan obat-obat. Melalui waktu, tidak dirawat, gagal jantung kongestif yang
memburuk akan hampir mempengaruhi setiap organ dalam tubuh.

Penyebab Gagal Jantung Kongestif


Banyak proses-proses penyakit dapat mengganggu efisiensi memompa dari jantung untuk
menyebabkan gagal jantung kongestif. Di Amerika, penyebab-penyebab yang paling
umum dari gagal jantung kongestif adalah:

• penyakit arteri koroner,


• tekanan darah tinggi (hipertensi),
• penyalahgunaan alkohol yang berkepanjangan, dan
• penyakit-penyakit dari klep-klep jantung.

Penyebab-penyebab yang kurang umum termasuk infeksi-infeksi virus dari kekakuan otot
jantung, penyakit-penyakit tiroid, penyakit-penyakit irama jantung, dan banyak lain-
lainnya.

Harus juga dicatat bahwa pada pasien-pasien dengan penyakit jantung yang
mendasarinya, meminum obat-obat tertentu dapat menjurus pada perkembangan atau
perburukan dari gagal jantung kongestif. Ini terutama benar untuk obat-obat yang dapat
menyebabkan penahanan sodium atau mempengaruhi kekuatan dari otot jantung. Contoh-
contoh dari obat-obat seperti itu adalah obat-obat anti-peradangan nonsteroid yang umum
digunakan (NSAIDs), yang termasuk ibuprofen (Motrin dan lain-lainnya) dan
naproxen (Aleve dan lain-lainnya) serta steroid-steroid tertentu, beberapa obat diabetes,
dan beberapa calcium channel blockers.

Gejala-Gejala Gagal Jantung Kongestif


Gejala-gejala dari gagal jantung kongestif bervariasi diantara individual-individual
menurut sistim-sistim organ tertentu yang terlibat dan tergantung pada derajat kepadanya
seluruh tubuh telah "mengkompensasi" untuk kelemahan otot jantung.

• Gejala awal dari gagal jantung kongestif adalah kelelahan. Sementara kelelahan
adalah indikator yang sensitif dari kemungkinan gagal jantung kongestif yang
mendasarinya, ia adalah jelas gejala yang tidak spesifik yang mungkin disebabkan
oleh banyak kondisi-kondisi lain. Kemampuan seseorang untuk berolahraga
mungkin juga berkurang. Pasien-pasien mungkin bahkan tidak merasakan
pengurangan ini dan mereka mungkin tanpa sadar mengurangi aktivitas-aktivitas
mereka untuk mengakomodasikan keterbatasan ini.
• Ketika tubuh menjadi terlalu terbebani dengan cairan dari gagal jantung kongestif,
pembengkakan (edema) dari pergelangan-pergelangan kaki dan kaki-kaki atau
perut mungkin tercatat.
• Sebagai tambahan, cairan mungkin berakmulasi dalam paru-paru, dengan
demikian menyebabkan sesak napas, terutama selama olahraga/latihan dan ketika
berbaring rata. Pada beberapa kejadian-kejadian, pasien-pasien terbangun di
malam hari, megap-megap untuk udara.
• Beberapa mungkin tidak mampu untuk tidur kecuali duduk tegak lurus.
• Cairan ekstra dalam tubuh mungkin menyebabkan kencing yang meningkat,
terutama pada malam hari.
• Akumulasi dari cairan dalam hati dan usus-usus mungkin menyebabkan mual,
nyeri perut, dan nafsu makan yang berkurang.

Mendiagnosa Gagal Jantung Kongestif


Diagnosis dari gagal jantung kongestif adalah paling umum klinis yang berdasarkan pada
pengetahuan dari sejarah medis yang bersangkutan dari pasien, pemeriksaan fisik yang
hati-hati, dan tes-tes laboratorium yang dipilih.

Sejarah menyeluruh pasien mungkin menyingkap kehadiran dari satu atau lebih dari
gejala-gejala gagal jantung kongestif yang digambarkan diatas. Sebagai tambahan,
sejarah dari penyakit arteri koroner yang signifikan, serangan jantung sebelumnya,
hipertensi, diabetes, atau penggunaan alkohol yang signifikan dapat menjadi petunjuk-
petunjuk.

Pemeriksaan fisik difokuskan pada pendeteksian kehadiran cairan ekstra dalam tubuh
(suara-suara napas, pembengkakan kaki, atau vena-vena leher) serta pengkarakteristikan
yang hati-hati kondisi dari jantung (nadi, ukuran jantung, suara-suara jantung, dan
desiran-desiran atau murmurs).

Tes-tes diagnostik yang bermanfaat termasuk electrocardiogram (ECG) dan x-ray dada
untuk menyelidiki kemungkinan serangan-serangan jantung sebelumnya, arrhythmia,
pembesaran jantung, dan cairan didalam dan sekitar paru-paru. Mungkin tes diagnostik
tunggal yang paling bermanfaat adalah echocardiogram, dimana ultrasound digunakan
untuk mencitrakan (image) otot jantung, struktur-struktur klep, dan pola-pola aliran
darah. Echocardiogram adalah sangat bermanfaat dalam mendiagnosa kelemahan otot
jantung. Sebagai tambahan, tes dapat menyarankan kemungkinan penyebab-penyebab
untuk kelemahan-kelemahan otot jantung (contohnya, serangan jantung sebelumnya, dan
kelainan-kelainan klep yang parah). Hampir semua pasien-pasien padanya diagnosis dari
gagal jantung kongestif dicurigai harus idealnya menjalankan echocardiography pada
awal penilaian mereka.

Studi-studi medis nuklir menilai kemampuan memompa keseluruhan dari jantung dan
memeriksa kemungkinan dari aliran darah yang tidak cukup ke otot jantung. Kateterisasi
jantung mengizinkan penggambaran (visualisasi) arteri-arteri ke jantung dengan
angiography (menggunakan zat pewarna didalam pembuluh-pembuluh darah yang dapat
dilihat menggunakan metode-metode x-ray). Selama kateterisasi tekanan didalam dan
sekitar jantung dapat diukur dan performa (prestasi) jantung dinilai. Pada kasus-kasus
yang jarang, biopsi dari jaringan jantung mungkin direkomendasikan untuk mendiagnosa
penyakit-penyakit spesifik. Biopsi ini dapat seringkali dilaksanakan melalui penggunaan
alat kateter khusus yang dimasukan kedalam vena dan dimaneuver kedalam sisi kanan
jantung.

Tes diagnostik yang bermanfaat lainnya adalah tes darah yang disebut BNP atau tingkat
brain natriuretic peptide. Tingkat ini dapat bervariasi dengan umur dan jenis kelamin
namun secara khas meningkat dari gagal jantung dan dapat membantu dalam diagnosis,
dan dapat bermanfaat dalam mengikuti respon pada perawatan dari gagal jantung
kongestif.

Pilihan dari tes-tes tergantung pada setiap kasus pasien dan


didasarkan pada diagnosa-diagnosa yang dicurigai. Obat-Obat

Sampai akhir-akhir ini, pilihan dari obat-obat yang tersedia untuk perawatan gagal
jantung kongestif terbatasnya membuat frustrasi dan terfokus terutama pada mengontrol
gejala-gejala. Obat-obat sekarang telah dikembangkan yang melakukan kedua-duanya
yaitu memperbaiki gejala-gejala, dan yang penting, memperpanjang kelangsungan hidup.

Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Inhibitors

ACE inhibitors telah digunakan untk perawatan hipertensi lebih dari 20 tahun. Kelompok
obat-obat ini juga telah dipelajari secara ekstensif dalam merawat gagal jantung
kongestif. Obat-obat ini menghalangi pembentukan dari angiotensin II, hormon dengan
banyak efek-efek merugikan yang potensial pada jantung dan sirkulasi pada pasien-
pasien dengan gagal jantung. Pada berbagai studi-studi dari ribuan pasien-pasien, obat-
obat ini telah menunjukan perbaikan gejala-gejala yang luar biasa pada pasien-pasien,
pencegahan dari perburukan klinis, dan perpanjangan dari kelangsungan hidup. Sebagai
tambahan, mereka baru-baru ini telah ditunjukan mencegah perkembangan dari gagal
jantung dan serangan-serangan jantung. Kekayaan dari bukti yang mendukung
penggunaan dari agen-agen ini pada gagal jantung adalah begitu kuat sehingga ACE
inhibitors harus dipertimbangkan pada semua pasien-pasien dengan gagal jantung,
terutama mereka yang dengan kelemahan otot jantung.
Efek-efek sampingan yang mungkin dari obat-obat ini termasuk:

• cerewet, batuk kering,


• tekanan darah rendah,
• perburukan fungsi ginjal dan ketidakseimbangan-ketidakseimbangan elektrolit,
dan
• jarang, reaksi-reaksi alergi yang benar.

Jika digunakan secara hati-hati dengan pengamatan yang tepat, bagaimanapun, mayoritas
dari pasien-pasien gagal jantung kongestif mentolerir obat-obat ini tanpa persoalan-
persoalan yang signifikan. Contoh-contoh dari ACE inhibitors termasuk:

• captopril (Capoten),
• enalapril (Vasotec),
• lisinopril (Zestril, Prinivil),
• benazepril (Lotensin), dan
• ramipril (Altace).

Untuk pasien-pasien yang tidak mampu untuk mentolerir ACE inhibitors, kelompok
alternatif dari obat-obat, yang disebut angiotensin receptor blockers (ARBs), mungkin
digunakan. Obat-obat ini bekerja pada jalur hormon yang sama seperti ACE inhibitors,
namun sebagai gantinya menghalangi aksi dari angiotensin II pada tempat reseptornya
secara langsung. Studi awal yang kecil dari salah satu dari agen-agen ini menyarankan
manfaat kelangsungan hidup yang lebih besar pada pasien-pasie gagal jantung kongestif
yang lebih tua dibandingkan dengan ACE inhibitor. Bagaimanapun, studi follow-up yang
lebih besar gagal untuk menunjukan keunggulan dari ARBs atas ACE inhibitors. Studi-
studi lebih jauh sedang dalam perjalanan untuk menyelidiki penggunaan dari agen-agen
ini pada gagal jantung kongestif kedua-duanya yaitu sendirian dan dalam kombinasi
dengan ACE inhibitors.

Efek-efek sampingan yang mungkin dari obat-obat ini adalah serupa pada yang
berhubungan dengan ACE inhibitors, meskipun batuk keringnya jauh kurang umum.
Contoh-contoh dari kelompok obat-obat ini termasuk:

• losartan (Cozaar),
• candesartan (Atacand),
• telmisartan (Micardis),
• valsartan (Diovan), dan
• irbesartan (Avapro).

Beta-blockers

Hormon-hormon tertentu, seperti epinephrine (adrenaline), norepinephrine, dan


hormon-hormon serupa lain, bekerja pada reseptor beta dari beragam jaringan-jaringan
tubuh dan menghasilkan efek stimulasi. Efek dari hormon-hormon ini atas reseptor-
reseptor beta dari jantung adalah kontraksi yang lebih kuat dari otot jantung. Beta-
blockers adalah agen-agen yang menghalangi aksi dari hormon-hormon yang
menstimulasi ini atas reseptor-reseptor beta dari jaringan-jaringan tubuh. Karena
diasumsikan bahwa menghalangi reseptor-reseptor beta lebih jauh menekan fungsi dari
jantung, beta-blockers secara tradisi telah tidak digunakan pada pasien-pasien dengan
gagal jantung kongestif. Pada gagal jantung kongestif, bagaimanapun, efek stimulasi dari
hormon-hormon ini, sementara awalnya bemanfaat dalam memelihara fungsi jantung,
tampaknya mempunyai efek-efek yang merugikan pada otot jantung dari waktu ke waktu.

Bagaimanapun, studi-studi telah menunjukan manfaat klinik yang mengesankan dari


beta-blockers dalam memperbaiki fungsi jantung dan kelangsungan hidup pada pasuien-
pasien gagal jantung kongestif yang telah meminum ACE inhibitors. Tampaknya bahwa
kunci untuk sukses dalam menggunakan beta-blockers pada gagal jantung kongestif
adalah untuk memulai dengan dosis yang rendah dan meningkatkan dosis dengan sangat
perlahan. Pertama, pasien-pasien mungkin bahkan merasa patients may even feel a little
worse and other medications may need to be adjusted.

Efek-efek sampingan yang mungkin termasuk:

• penahanan cairan,
• tekanan darah rendah,
• nadi yang rendah, dan
• kelelahan keseluruhan dan kepala-kepala yang enteng.

Beta-blockers umumnya harus tidak digunakan pada orang-orang dengan penyakit-


penyakit signifikan yang tertentu dari saluran-saluran udara (contohnya, asma,
emphysema) atau denyut-denyut jantung istirahat yang sangat rendah. Sementara
carvedilol (Coreg) telah menjadi obat yang dipelajari paling menyeluruh dalam setting
dari gagal jantung kongestif, studi-studi dari beta-blockers lain juga telah menjanjikan.
Penelitian yng membandingkan carvedilol secara langsung dengan beta-blockers lain
dalam merawat gagal jantung kongestif sedang berlangsung. Metoprolol (Toprol XL)
yang beraksi lama adalah juga sangat efektif pada pasien-pasien dengan gagal jantung
kongestif.

Digoxin

Digoxin (Lanoxin) telah digunakan dalam perawatan dari gagal jantung kongestif
beratus-ratus tahun. Ia dihasilkan secara alamiah oleh tanaman berbunga foxglove.
Digoxin menstimulasi otot jantung untuk berkontraksi lebih kuat. Ia juga mempunyai
aksi-aksi lain, yang tidak dimengerti sepenuhnya, yang memperbaiki gejala-gejala gagal
jantung kongestif dan dapat mencegah lebih jauh gagal jantung. Bagaimanapun, studi
yang diacak dalam skala besar gagal untuk menunjukan efek mana saja dari digoxin atas
kematian.

Digoxin bermanfaat untuk banyak pasien-pasien dengan gejala-gejala gagal jantung


kongestif yang signifikan, meskipun kelangsungan hidup jangka panjang mungkin tidak
terpengaruh. Efek-efek sampingan yang potensial termasuk:
• mual,
• muntah,
• gangguan-gangguan irama jantung,
• disfungsi ginjal, dan
• kelainan-kelainan elektrolit.

Efek-efek sampingan ini, bagaimanapun, umumnya adalah akibat dari tingkat-tingkat


racun dalam mdarah dan dapat dimonitor oleh tes-tes darah. Dosis dari digoxin mungkin
juga perlu di sesuaikan pada pasien-pasien dengan gangguan ginjal yang signifikan.

Diuretics

Diuretics adalah seringkali komponen yang penting dari perawatan gagal jantung
kongestif untuk mencegah atau mengurangi gejala-gejala dari penahanan cairan. Obat-
obat ini membantu menahan pembetukan cairan dalam paru-paru dan jaringan-jaringan
lain dengan memajukan aliran dari cairan melalui ginjal-ginjal. Meskipun mereka efektif
dalam membebaskan gejala-gejala seperti sesak napas dan pembengkakan kaki, mereka
telah tidak ditunjukan berdampak secara positif pada kelangsungan hidup jangka panjang.

Meskipun demikian, diuretics tetap kunci dalam mencegah perburukan dari kondisi
pasien dengan demikian keperluan opname rumah sakit. Ketika opname rumah sakit
diperlukan, diuretics seringkali dimasukan secara intravena karena kemampuan untuk
menyerap diuretics oral mungkin terganggu, ketika gagal jantung kongestifnya parah.
Efek-efek sampingan yang potensial dari diuretics termasuk:

• dehidrasi,
• kelainan-kelainan elektrolit,
• tingkat-tingkat potassium yang sangat rendah,
• gangguan-gangguan pendengaran, dan
• tekanan darah rendah.

Adalah penting untuk mencegah tingkat-tingkat potassium yang rendah dengan


meminum suplemen-suplemen, jika tepat. Gangguan-gangguan elektrolit jenis ini
mungkin membuat pasien-pasien mudah kena gangguan-gangguan irama jantung yang
serius. Contoh-contoh dari beragam kelompok-kelompok diuretics termasuk

• furosemide (Lasix),
• hydrochlorothiazide (Hydrodiuril),
• bumetanide (Bumex),
• torsemide (Demadex),
• spironolactone (Aldactone), and
• metolazone (Zaroxolyn).

Satu diuretic tertentu telah ditunjukan secara mengejutkan mempunyai efek-efek


menguntungkan atas kelangsungan hidup pada pasien-pasien gagal jantung kongestif
dengan gejala-gejala yang relatif telah berlanjut. Spironolactone (Aldactone) telah
digunakan bertahun-tahun sebagai diuretic yang relatif lemah dalam perawatan dari
beragam penyakit-penyakit. Diantara hal-hal lain, obat ini menghalangi aksi dari hormon
aldosterone.

Aldosterone secara teoritis mempunyai banyak efek-


efek yang merugikan pada jantung dan sirkulasi
pada gagal jantung kongestif. Pelepasannya
distimulasikan sebagian oleh angiotensin II (lihat
ACE inhibitors, diatas). Pada pasien-pasien yang
meminum ACE inhibitors, bagaimanapun, ada
peristiwa "lepas" dimana tingakt-tingkat
aldosterone dapat meningkat meskipun dengan
tingkat-tingkat angiotensin II yang rendah. Peneliti-
peneliti medis telah menemukan bahwa
spironolactone dapat memperbaiki angka
kelangsungan hidup dari pasien-pasien dengan
gagal jantung kongestif. Dalam hal dosis-dosis yang
digunaka dalam studi adalah relatif kecil, telah
diteorikan bahwa manfaat dari obat adalah dalam
kemampuannya untuk menghalangi efek-efek dari
aldosterone daripada aksinya yang relatif lemah
sebagai diuretic (pil air). Efek-efek sampingan yang
mungkin dari obat ini termasuk tingkat-tingkat
potassium yang meninggi dan, pada pria-pria,
pertumbuhan jaringan payudara (gynecomastia).
Aldosterone inhibitor lainnya adalah eplerenone
(Inspra). Harapan Jangka Panjang Untuk Pasien-
Pasien Dengan Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung kongestif umumnya adalah penyakit yang progresif dengan periode-
periode dari stabilitas yang diberi tanda baca oleh perburukan-perburukan klinis secara
episodik (kadang-kadang). Perjalanan penyakit pada pasien mana saja, bagaimanapun,
adalah bervariasi dengan ekstrem. Faktor-faktor yang terlibat dalam menentukan harapan
jangka panjang (prognosis) untuk pasien yang diberikan termasuk:
• sifat dasar dari penyakit jantung yang mendasarinya,
• respon pada obat-obat,
• derajat yang padanya sistim-sistim organ lain terlibat dan keparahan dari kondisi-
kondisi lain yang menyertainya,
• gejala-gejala pasien dan derajat gangguan, dan
• faktor-faktor lain yang tetap dengan kurang baik dimengerti.

Dengan ketersediaan dari obat-obat baru yang berpotensi untuk mempengaruhi secara
menguntungkan kemajuan dari penyakit, prognosis pada gagal jantung kongestif
umumnya adalah lebih menguntungkan daripada yang diamati 10 tahun yang lalu. Pada
beberapa kasus-kasus, terutama ketika disfungsi otot jantung telah berkembang baru-baru
ini, perbaikan secara spontan yang signifikan bukannya tidak biasa diamati, bahkan ke
titik dimana fungsi jantung menjadi normal.

Hal yang penting pada gagal jantung kongestif adalah risiko gangguan-gangguan irama
jantung (arrhythmias). Dari kematian-kematian yang terjadi pada pasien-pasien dengan
gagal jantung kongestif, kira-kira 50% berhubungan dengan gagal jantung yang profresif.
Penting, setengahnya diperkirakan berhubungan dengan aritmia-aritmia yang serius.
Kemajuan utama adalah penemuan bahwa penempatan yang bukan operasi dari
cardioverter/defibrillators automatik yang dapat ditanamkan atau automatic implantable
cardioverter/defibrillators (AICD) pada pasien-pasien dengan gagal jantung kongestif
yang parah (ditentukan oleh fraksi ejeksi atau ejection fraction dibawah 30%-35%) dapat
secara signifikan memperbaiki kelangsungan hidup, dan telah menjadi standar dari
perawatan pada kebanyakan pasien-pasien seperti ini.

Area-Area Penelitian Baru Pada Gagal Jantung


Kongestif
Meskipun dengan kemajuan-kemajuan yang signifikan dalam terapi obat untuk gagal
jantung kongestif lebih dari 20 tahun yang lalu, banyak perkembangan-perkembangan
yang menggairahkan berada dibawah studi yang aktif. Kelompok-kelompok baru dari
obat-obat sedang diuji dalam percobaan-percobaan klinik, termasuk calcium sensitizing
agents, vasopeptidase inhibitors, dan natriuretic peptides. Seperti kasusnya dengan
ACE inhibitors dan beta-blockers, penggunaan potensial dari obat-obat ini didasarkan
pada pertimbangan-pertimbangan teoritis yang telah berakibat dari pengertian yang
meningkat dari proses-proses kedua-duanya yaitu gagal jantung yang mendasarinya dan
yang berakibat darinya. Sebagai tambahan, terapi gen yang ditargetkan menuju gen-gen
tertentu yang diperkirakan berkontribusi pada gagal jantung sedang diuji.

Perkembangan-perkembangan ini telah membenarkan optimisme yang belum pernah


terjadi dalam merawat gagal jantung kongestif. Mayorotas dari pasien-pasien, dengan
ukuran-ukuran gaya hidup yang tepat dan regimen-regimen medis, dapat memelihara
gaya-gaya hidup yang aktif dan penuh arti. Batasan dari opsi-opsi perawatan telah
diperkuat secara signifikan oleh obat-obat seperti ACE inhibitors dan beta-blockers. Di
masa depan, kita pasti akan melihat tambahan dari lebih banyak dan sama kuatnya
intervensi-intervensi.

http://www.totalkesehatananda.com/congestiveheart1.html

DEFINISI Serangan Jantung (infark miokardial) adalah suatu keadaan dimana secara
tiba-tiba terjadi pembatasan atau pemutusan aliran darah ke jantung, yang menyebabkan
otot jantung ) mati karena kekurangan oksi[...]
http://www.lenterabiru.com/tag/miokardiak-infark

DEFINISI
Serangan Jantung (infark miokardial) adalah suatu keadaan dimana secara tiba-tiba
terjadi pembatasan atau pemutusan aliran darah ke jantung, yang menyebabkan otot
jantung (miokardium) mati karena kekurangan oksigen.
Proses iskemik miokardium lama yang mengakibatkan kematian (nekrosis) jaringan otot
miokardium tiba-tiba.

ETIOLOGI
Serangan jantung biasanya terjadi jika suatu sumbatan pada arteri koroner menyebabkan
terbatasnya atau terputusnya aliran darah ke suatu bagian dari jantung. Jika terputusnya
atau berkurangnya aliran darah ini berlangsung lebih dari beberapa menit, maka jaringan
jantung akan mati.

Kemampuan memompa jantung setelah suatu serangan jantung secara langsung


berhubungan dengan luas dan lokasi kerusakan jaringan (infark).
Jika lebih dari separuh jaringan jantung mengalami kerusakan, biasanya jantung tidak
dapat berfungsi dan kemungkinan terjadi kematian. Bahkan walaupun kerusakannya tidak
luas, jantung tidak mampu memompa dengan baik, sehingga terjadi gagal jantung atau
syok
Jantung yang mengalami kerusakan bisa membesar, dan sebagian merupakan usaha
jantung untuk mengkompensasi kemampuan memompanya yang menurun (karena
jantung yang lebih besar akan berdenyut lebih kuat).
Jantung yang membesar juga merupakan gambaran dari kerusakan otot jantungnya
sendiri. Pembesaran jantung setelah suatu serangan jantung memberikan prognosis yang
lebih buruk.

Penyebab lain dari serangan jantung adalah:


Suatu bekuan dari bagian jantungnya sendiri. Kadang suatu bekuan (embolus) terbentuk
di dalam jantung, lalu pecah dan tersangkut di arteri koroner.
Kejang pada arteri koroner yang menyebabkan terhentinya aliran darah. Kejang ini bisa
disebabkan oleh obat (seperti kokain) atau karena merokok, tetapi kadang penyebabnya
tidak diketahui.
EPIDEMIOLOGI
Kematian mendadak, yang dalam bahasa aslinya disebut sudden cardiac death,
didefinisikan sebagai kematian yang tidak terduga atau proses kematian yang terjadi
cepat, yaitu dalam waktu 1 wad sejak timbulnya gejala. Sekitar 93 persen SCD adalah
suatu kematian aritmik. Artinya, kematian terjadi akibat timbulnya gangguan irama
jantung yang menyebabkan kegagalan sirkulasi darah.
Di negara maju seperti Amerika Serikat, kejadian sudden cardiac death (SCD) mencapai
400.000 kasus per tahun. Jumlah ini hampir 50 persen dari seluruh kematian yang terjadi.
Keadaan yang sama bisa jadi dialami juga oleh negara kita, khususnya di perkotaan, di
mana pola penyakitnya sudah sama dengan pola penyakit negara-negara maju.
SCD dapat terjadi pada orang yang memiliki sakit jantung yang manifes secara klinis
maupun pada penyakit jantung yang “silent”. Artinya, kematian mendadak dapat terjadi
baik pada mereka yang telah diketahui menderita sakit jantung sebelumnya maupun pada
mereka yang dianggap sehat-sehat saja selama ini.
Wanita yang pernah mengalami serangan jantung atau infark miokard akut (IMA)
memiliki peluang yang sama dengan pria untuk mengalami SCD.
Studi Framingham, suatu landmark studi epidemiologik jangka panjang, menunjukkan
bahwa pada penderita dengan riwayat penyakit jantung, pria mempunyai risiko SCD 2-4
kali lipat dibandingkan dengan wanita.
Sementara itu, data yang lebih baru dari Abildstrom dan kawan-kawan yang melakukan
studi prospektif selama empat tahun pada 6.000 pasien yang selamat dari IMA
menemukan bahwa pria mengalami SCD hanya 1,3 kali lebih sering dibanding wanita.
Temuan yang dipublikasikan tahun 2002 itu menunjukkan terjadi peningkatan SCD pada
wanita.
Sejumlah besar data menunjukkan bahwa wanita dan dokternya harus memahami bahwa
penyakit jantung dan SCD bukan hanya isu kaum adam atau manula saja. Beberapa
peneliti dari National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion
Amerika Serikat mendapatkan bahwa kejadian kematian mendadak yang disebabkan
penyakit jantung yang dialami oleh wanita muda meningkat lebih dari 31 persen selama
periode 1989-1996. Padahal, pria hanya mengalami peningkatan sekitar 10 persen selama
periode yang sama.
Temuan ini sangat mengejutkan para ahli sehingga secara aktif digali faktor-faktor yang
diduga menyebabkan keadaan tersebut. Peningkatan yang bermakna dari frekuensi
kejadian diabetes, overweight dan obesitas pada wanita, kecenderungan meningkatnya
wanita perokok, dan screening kesehatan serta pengobatan penyakit jantung yang kurang
agresif pada wanita dibandingkan pria diduga merupakan faktor-faktor yang turut
berperan pada peningkatan SCD pada wanita.
Kemudian, data lain juga menunjukkan bahwa wanita kurang menyadari gejala serangan
jantung sehingga terlambat mendapatkan pertolongan. Wanita tidak mendapatkan
perawatan yang tepat waktu karena mereka dan dokternya lambat mengambil kesimpulan
terhadap suatu gejala penyakit jantung.
Badan epidemiologi nasional di Amerika mendapatkan bahwa proporsi wanita yang
mengalami kematian di luar rumah sakit lebih tinggi dari pada pria. Hampir 52 persen
wanita yang mengalami SCD terjadi di luar rumah sakit, dibandingkan hanya 42 persen
pada pria. Hal ini terjadi karena gejala penyakit jantung pada wanita sering berbeda
dengan pria sehingga terlambat dikenali.
PATOFISIOLOGI
Kebanyakan pasien dengan infark miokard akut mencari pengobatan karena rasa sakit
didada. Namun demikian ,gambaran klinis bisa bervariasi dari pasien yang datang untuk
melakukan pemeriksaan rutin, sampai pada pasien yang merasa nyeri di substernal yang
hebat dan secara cepat berkembang menjadi syok dan eadem pulmonal, dan ada pula
pasien yang baru saja tampak sehat lalu tiba-tiba meninggal. Serangan infark miokard
biasanya akut, dengan rasa sakit seperti angina,tetapi tidak seperti angina yang biasa,
maka disini terdapat rasa penekanan yang luar biasa pada pappa atau perasaan akan
datangnya kematian. Bila pasien sebelumnya pernah mendapat serangan angina ,maka ia
prejudice bahwa sesuatu yang berbeda dari serangan angina sebelumnya sedang
berlangsung. Juga, kebalikan dengan angina yang biasa, infark miokard akut terjadi
sewaktu pasien dalam keadaan istirahat ,sering pada jam-jam awal dipagi hari.
Nitrogliserin tidaklah mengurangkan rasa sakitnya yang bisa kemudian menghilang
berkurang dan bisa pula bertahan berjam-jam malahan berhari-hari. Nausea dan vomitus
merupakan penyerta rasa sakit tsb dan bisa hebat, terlebih-lebih apabila diberikan martin
untuk rasa sakitnya.
Rasa sakitnya adalah diffus dan bersifat mencekam, mencekik, mencengkeram atau
membor. Paling nyata didaerah subternal, dari mana ia menyebar kedua lengan,
kerongkongan atau dagu, atau abdomen sebelah atas (sehingga ia mirip dengan kolik
cholelithiasis, cholesistitis akut ulkus peptikum akut atau pancreatitis akut).
Terdapat laporan adanya infark miokard tanpa rasa sakit. Namun hila pasien-pasien ini
ditanya secara cermat, mereka biasanya menerangkan adanya gangguan pencernaan atau
rasa benjol didada yang samar-samar yang hanya sedikit menimbulkan rasa tidak
enak/senang. Sekali-sekali pasien akan mengalami rasa napas yang pendek (seperti orang
yang kelelahan) dan bukanya tekanan pada substernal.Sekali-sekali bisa pula terjadi
cekukan/singultus akibat irritasi diapragma oleh infark dinding inferior. pasien biasanya
tetap sadar ,tetapi bisa gelisah, cemas atau bingung. Syncope adalah jarang, ketidak
sadaran akibat iskemi serebral, sebab cardiac output yang berkurang bisa sekali-sekali
terjadi.Bila pasien-pasien ditanyai secara cermat, mereka sering menyatakan bahwa untuk
masa yang bervariasi sebelum serangan dari hari 1 hingga 2 minggu ) ,rasa sakit
anginanya menjadi lebih parah serta tidak bereaksi baik tidak terhadap pemberian
nitrogliserin atau mereka mulai merasa distres/rasa tidak enak substernal yang tersamar
atau gangguan pencernaan (gejala -gejala permulaan /ancaman /pertanda). Bila serangan-
serangan angina menghebat ini bisa merupakan petunjuk bahwa ada angina yang tidak
stabil (unstable angina) dan bahwasanya dibutuhkan pengobatan yang lebih agresif.
Bila diperiksa, pasien sering memperlihatkan wajah pucat bagai abu dengan berkeringat ,
kulit yang dingin .walaupun bila tanda-tanda klinis dari syok tidak dijumpai.
Nadi biasanya cepat, kecuali bila ada blok/hambatan AV yang komplit atau inkomplit.
Dalam beberapa jam, kondisi klinis pasien mulai membaik, tetapi demam sering
berkembang. Suhu meninggi untuk beberapa hari, sampai 102 derajat Fahrenheid atau
lebih tinggi, dan kemudian perlahan-lahan turun ,kembali normal pada akhir dari minggu
pertama.

DIAGNOSA
Pada EKG terdapat elevasi segmen ST diikuti dengan perubahan sampai inverse
gelombang T, kemudian muncul peningkatan gelombang Q minimal di dua sadapan.
Peningkatan kadar enzim atau isoenzim merupakan indikator spesifik infark miokard
akut, yaitu kreatinin fosfikinase (CPK/CK), SGOT, laktat dehidrogenase (LDH), alfa
hidrokasi butirat dehidrogenase (?-HBDH) troponin T, dan isoenzim CPK MP atau
CKMB. CK meningkat dalam 4-8 jam, kemudian kembali normal setelah 48-72 jam.
Tetapi enzim ini tidak spesifik karena dapat disebabkan penyakit lain, seperti penyakit
muskular, hipotiroid, dan strok. CKMB lebih spesifik, terutama bila rasio CKMB : CK >
2,5 % namun nilai kedua-duanya harus meningkat dan penilaian dilakukan secara serial
dalam 24 wad pertama. CKMB mencapai puncak 20 wad setelah infark. Yang lebih
sensitif adalah penilaian rasio CKMB2 : CKMB1 yang mencapai puncak 4-6 wad setelah
kejadian. CKMB2 adalah enzim CKMB dari miokard, yang kemudian diproses oleh
enzim karboksipeptidase menghasilkan isomernya CKMB1. Dicurigai bila rasionya >
1,5, SGOT meningkat dalam12jam pertama, sedangkan LDH dalam 24 wad pertama.
Cardiac specific troponin T (cTnT) dan Cardiac specific troponin I (cTnI) memiliki
struktur asam amino berbeda dengan yang dihasilkan oleh otot rangka. Enzim cTnT tetap
tinggi dalam 7-10 hari, sedangkan cTnI dalam 10-14 hari.
Reaksi nonspesifik berupa leukositosis plimorfonuklear (PMN) mencapai 12.000-15.000
dalam beberapa wad dan bertahan 3-7 hari. Peningkatan LED terjadi lebih lambat,
mencapai puncaknya dalam 1 minggu, dan dapat bertahan 1-2 minggu.
Pemeriksaan radiologi berguna bila ditemukan adanya bendungan paru (gagal jantung)
atau kardiomegali. Dengan ekokardiografi 2 dimensi dapat ditentukan daerah luas infark
miokard akut fungsi pompa jantung serta komplikasi.

PENATALAKSANAAN
1.Istirahat total.
2.Diet makanan lunak/saring serta rendah garam (bila gagal jantung).
3.Pasang infus dekstrosa 5% untuk persiapan pemberian obat intravena.
4.Atasi nyeri :
a.Morfin 2,5-5 mg iv atau petidin 25-50 mg im, bisa diulang-ulang.
b.Lain-lain : nitrat, antagonis kalsium, dan beta bloker.
c.oksigen 2-4 liter/menit.
d.sedatif sedang seperti diazepam 3-4 x 2-5 mg per oral. Pada insomnia dapat ditambah
flurazepam 15-30 mg.
5.Antikoagulan :
a.Heparin 20.000-40.000 U/24 wad iv tiap 4-6 wad atau drip iv dilakukan atas indikasi
b.Diteruskan asetakumoral atau warfarin
c.Streptokinase / trombolisis
6.Pengobatan ditujukan sedapat mungkin memperbaiki kembali aliran pembuluh darah
koroner. Bila ada tenaga terlatih, trombolisis dapat diberikan sebelum dibawa ke rumah
sakit. Dengan trombolisis, kematian dapat diturunkan sebesar 40%.

Tindakan Pra Rumah Sakit


Sebagai obat penghilang rasa sakit dan penenang,diberikan morfin 2,5-5 mg atau petidin
25-50 mg iv perlahan-lahan. Hati-hati pada penggunaan morfin pada IMA inferior karena
dapat menimbulkan bradikardi dan hipotensi, terutama pada pasien asma bronkial
danusia tua. Sebagai penenang dapat diberikan diazepam 5-10 mg.
Diberikan infus dekstrosa 5% atau NaCl 0,9% dan oksigen 2-4 l/menit. Pasien dapat
dibawa ke rumah sakit yang memiliki fasilitas ICCU. Bila ada tenaga terlatih beserta
fasilitas konsultasi (EKG transtelfonik/tele-EKG) trombolisis dapat dilakukan. Pantau
dan obati aritmia maligna yang timbul.

Tindakan Perawatan di Rumah Sakit


Pasien dimasukkan ke ICCU atau ruang rawat dengan fasilitas penanganan aritmia
(monitor). Lakukan tindakan di atas bila belum dikerjakan. Ambil darah untuk
pemeriksaan darah rutin, gula darah, BUN, kreatinin,CK,CKMB, SGPT,LDH, dan
elektrolit terutama K+ serum. Pemeriksaan pembekuan meliputi trombosit, waktu
perdarahan, waktu pembekuan, Prothrombine Time (PT), dan Activated Partial
Thromboplastin Time (APPT). Pemantauan irama jantung dilakukan sampai kondisi
stabil. Rekaman EKG dapat diulangi setiap hari selama 72 wad pertama infark.
Nitrat sublingual atau transdermal digunakan untuk mengatasi angina,sedangkannitrat iv
diberikan bila sakit iskemia berulang atau berkepanjangan. Bila masih ada rasa sakit
dapat diberikan morfin sulfat 2,5 mg iv dan dapat diulangi setiap 5-30 menit sampai rasa
sakit hilang. Selama 8 wad pasien dipuasakan dan selanjutnya diberi makanan cair atau
lunak dalam 24 wad pertama dan dilanjutkan dengan makanan lunak. Laksan diberikan
untuk mencegah konstipasi.
Pengobatan Trombolitik
Obat trombolitik yaitu streptokinase , urokinase, aktivator plasminogen jaringan yang
dikombinasi, disebut recombinant TPA (r-TPA), dan anisolylated plasminogen actvator
complex (ASPAC).yang terdapat di Indonesia hanya stresptokinase dan r-TPA.
Recombinant TPA bekerja lebih spesifik pada fibrin dibandingkan streptokinase dan
waktu paruhnya lebih pendek. Obat ini menyebabkan reaksi alergi danhipotensi sehingga
tidakboleh diulangi bila dalam 1 tahun sebelumnya telah diberikan, atau pasien dalam
keadaan syok.
Indikasi trombolitik adalah pasien berusia di bawah 70 tahun,nyeri pappa dalam 12 jam,
elevasi RT > 1 mm pada sekurang-kurangnya 2 sadapan. Recombinant TPA sebaiknya
diberikan pada infarkmiokard kurang dari 6 wad (window time).
Kontraindikasi trombolitik adalah perdarahan organ dalam diseksi aorta, resusitasi
jantung paru yang traumatik dan berkepanjangan, trauma kepala yang baru atau adanya
neoplasma pada intrakranial, retinopati diabetik hemotragik, kehamilan, tekanan darah di
atas 200/120 mmHg, serta riwayat perdarahan otak.
Sebelum pemberian trombolitik diberikan aspirin 160 mg untuk dikunyah. Streptokinase
diberikan dengan dosis 1,5 juta unit dalam 100 ml NaCl 0,9% selama 1 jam. Dosis r-TPA
adalah 100mg dalam 3 wad dengan cara 10 mg diberikan dulu bolus iv,lalu 50 mg dalam
infus selama 1 wad dan sisanya diselesaikan dalam 2 wad berikutnya. Penelitian GUSTO
(1993) menunjukkan, pemberian 15 mg r-TPA secara bolus diikuti dengan 0,75 mg/kgBB
dalam wad dan sisanya 0,5 mg/kgBB dalam 1 wad memberikan hasil lebih baik. Dosis
maksimum 100 mg.
Heparin diberikan setelah streptokinase bila terdapat inferk luas, tanda-tanda gagal
jantung, atau bila diperkirakan pasien akan dirawat lama. Bila diberikan r-TPA, heparin
diberikan bersama-sama sejak awal.
Cara pemberian heparin adalah bolus 5.000 unit iv dilanjutkan dengan infus krang lebih
1.000 unitper wad selama 4-5 hari dengan menyesuaikan APTT 1,5-2 kali nilai normal.
PECEGAHAN
Sedapat mungkin mengurangi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit arteri
koroner, terutama yang dapat dirubah oleh penderita:
Berhenti merokok
Menurunkan berat badan
Mengendalikan tekanan darah
Menurunkan kadar kolesterol darah dengan diet atau dengan obat
Melakukan olah raga secara teratur.

PROGNOSIS
Tiga faktor penting yang menentukan indeks prognosis, yaitu potensi terjadinya aritmia
yang gawat, potensi serangan iskemia lebih jauh, dan potensi pemburukan gangguan
hemodinamik.
Sebagian besar penderita yang bertahan hidup selama beberapa hari setelah serangan
jantung dapat mengalami kesembuhan total; tetapi sekitar 10% meninggal dalam waktu 1
tahun. Kematian terjadi dalam waktu 3-4 bulan pertama, terutama pada penderita yang
kembali mengalami angina, aritmia ventrikuler dan gagal jantung.

DAFTAR PUSTAKA
Tim Penyusun. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Pertama. Media
Aesculapius FKUI : Jakarta.
medicastore.com
Yayasan Jantung Indonesia online

http://www.lenterabiru.com/2009/01/acute-miocard-infark-ami.htm

You might also like