You are on page 1of 91

PEMBELAJARAN SENI TARI

BAGI SISWA TUNA RUNGU


DI SLB BAGASKARA SRAGEN

SKRIPSI
Diajukan dalam rangka penyelesaian Studi Strata I
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:
Nama : Novi Windri Hastanti
NIM : 2501401008
Prodi : Pendidikan Seni Tari
Jurusan : Pendidikan Sendratasik

FAKULTAS BAHASA DAN SENI


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2007
PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan sidang panitia ujian skripsi Fakultas
Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang pada
Hari :
Tanggal :

Panitia ujian skripsi

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Rustono Drs. Syahrul Syah Sinaga, M. Hum


NIP 131281222 NIP 131931634

Pembimbing I Penguji I

Drs. Hartono, M.Pd Drs. Agus Cahyono, M. Hum


NIP 131962589 NIP 132058805

Pembimbing II Penguji II

Joko Wiyoso, S.Kar.M.Hum Joko Wiyoso, S.Kar.M.Hum


NIP 131764034 NIM 131764034

Penguji III

Drs. Hartono, M.Pd


NIP 131962589

ii
PERNYATAAN

Dengan ini saya:


Nama : Novi Windri Hastanti
NIM : 2501401008
Prodi/Jurusan : Pendidikan Seni Tari S1/Pendidikan Sendratasik
Fakultas : Bahasa dan Seni

Menyatakan bahwa sesungguhnya Skripsi yang berjudul “Pembelajaran Seni


Tari Bagi Siswa Tuna Rungu di SLB Bagaskara Sragen”, yang saya tulis dalam
rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ini benar-benar
karya saya sendiri, yang saya hasilkan setelah memenuhi penelitian, bimbingan,
diskusi dan pemaparan ujian. Semua kutipan, baik yang diperoleh dalam sumber
pustaka, wawancara, wahana elektronik langsung maupun sumber lainnya, telah
disertai keterangan mengenai identitas narasumbernya dengan cara sebagaimana
yang lazim dalam penulisan karya ilmiah. Dengan demikian walaupun tim penguji
dan pembimbing penulisan. Skripsi ini telah membubuhkan tanda tangan sebagai
keabsahannya, seluruh karya ilmiah ini tetap menjadi tanggung jawab saya sendiri
jika kemudian ditemukan ketidakberesan, saya bersedia bertanggung jawab.
Demikian, harap pernyatan ini dapat digunakan seperlunya.

Semarang, Juni 2007


Yang membuat pernyataan,

Novi Windri Hastanti

iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Jangan batasi dirimu. Banyak orang telah membatasi dirinya pada apa yang bisa

dilakukan. Kamu bisa melangkah sepanjang pikiranmu mengijinkan. Apa yang kamu

yakini pasti bisa kamu raih.

(Mary Kay Ash)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada:

1. Ayah dan Bunda tercinta, yang tak terhingga budi dan jasanya,

mencurahkan segala kasih sayang dan dorongan tanpa pamrih.

2. Kakak dan keponakanku tersayang, terima kasih atas

motivasinya.

3. Keluarga besar Bp. Drs. Hartono, M. pd, dan Bp Joko Wiyoso,

S. Kar, M. Hum, atas kesabaran dalam membimbing serta

mengarahkan selama proses penelitian.

4. Mas Yuliantoro tersayang, terima kasih atas kesetiaan,

kesabaran, serta dorongan semangat yang diberikan.

5. Teman-teman cost-ku, dek eka dan semuanya, terima kasih

atas segala bantuan dan doanya.

6. Almamater-ku tercinta.

iv
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala

rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat terselesaikannya penyusunan skripsi yang

berjudul “Pembelajaran Seni Tari Bagi Siswa Tuna Rungu di SLB Bagaskara

Sragen”.

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi sebagian syarat dalam memperoleh gelar

Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Sendratasik Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Negeri Semarang.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari beberapa pihak, penulisan skripsi

ini tidak akan selesai. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan

ucapan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. H. Sudijono Sastroatmodjo, M. Si, Rektor Universitas Negeri Semarang

yang telah memberi izin untuk penyusunan skripsi ini.

2. Pof. Dr. Rustono, Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang

yang telah memberi izin dalam pengumpulan data yang diperlukan.

3. Drs. Syahrul Syah Sinaga, M. Hum, Ketua Jurusan Sendratasik, Fakultas Bahasa

dan Seni, Universitas Negeri Semarang yang telah memberi izin kepada peneliti

untuk melakukan penelitian dalam bidang seni tari.

4. Bapak / Ibu dosen yang turut memberi spirit dan semangat demi terarahnya

proses penelitian.

5. Dosen pembimbing I, Drs. Hartono, M. Pd, yang telah banyak memberikan

arahan demi keberhasilan penyusunan laporan penelitian.

v
6. Dosen pembimbing II, Bp Joko Wiyoso, S. Kar, M. Hum, yang selalu memberi

motivasi dan semangat dalam penelitian ini.

7. Kepala Sekolah SLB Bagaskara Sragen yang telah memberikan ijin kepada

peneliti dalam rangka penyusunan skripsi.

8. Bapak / Ibu guru, karyawan dan siswa SLB Bagaskara Sragen atas kerja samanya

sehingga proses pelaksanaan penelitian dapat berjalan lancar.

9. Teman-teman serta semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu

yang telah membantu dan mendukung terlaksananya penelitian.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini banyak kekurangan, namun demikian

betapapun kecilnya semoga skripsi ini bermanfaat bagi dunia pendidikan dan para

pembaca. Amin.

Penulis

vi
SARI

Novi Windri Hastanti, 2007. Pembelajaran Seni Tari Bagi Siswa Tuna Rungu di
Sekolah Luar Biasa (SLB) Bagaskara Sragen. Skripsi pada Jurusan Pendidikan
Sendratasik Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang.

Pembelajaran tari bagi kita sebagai orang normal merupakan hal yang biasa.
Namun, pembelajaran tari bagi anak-anak yang menyandang tuna rungu menjadi
suatu hal yang luar biasa. Pembelajaran tari di SLB memiliki tingkat kesulitan yang
cukup tinggi apabila dibandingkan dengan pembelajaran tari di sekolah-sekolah
biasa. Hal ini disebabkan karena daya dengar siswa yang kurang. Para siswa kurang
maksimal dalam menangkap instruksi dari guru. Walaupun memiliki tingkat
kesulitan yang cukup tinggi, SLB Bagaskara dapat melaksanakan pembelajaran tari
dengan cukup efektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembelajaran seni
tari pada SLB Bagaskara Sragen serta hambatan yang dialami dalam pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar seni tari. Selain itu juga supaya anak senang dalam
menerima pelajaran dan dapat menumbuhkan minat si anak dalam bidang tari serta
mengetahui kesulitan-kesulitan yang diperoleh guru dalam mengajar seni tari.
Manfaatnya anak dapat menambah pengalaman dalam bidang kesenian khususnya
seni tari, dan dapat melatih keberanian dan percaya diri melalui olah gerak (tari).
Subyek penelitian ini adalah anak tuna rungu SLB Bagaskara Sragen. Metode
penelitian ini adalah menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Dalam penelitian
ini dilakukan observasi, wawancara, dan dokumentasi sebagai teknik pengumpulan
data. Alat dan teknik pencatatan data pada penelitian ini adalah : catatan harian,
wawancara, foto. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah reduksi data,
klasifikasi data, interpretasi data, penyajian data, serta penarikan simpulan atau
verifikasi.
Hasil penelitian ialah deskripsi pembelajaran seni tari pada SLB Bagaskara.
Pembelajaran seni tari bagi anak cacat tuna rungu di SLB Bagaskara Sragen meliputi
tujuan, materi dan bahan, metode, media, dan evaluasi. Beberapa kesulitan yang
dialami dalam pembelajaran tari ialah (a) siswa tidak memperhatikan pelajaran
karena daya dengar siswa yang kurang, (b) para siswa juga tidak mempunyai bakat
menari sehingga mereka kurang berminat untuk belajar tari, (c) jumlah siswa yang
mengikuti tari tidak tetap, serta (d) media pembelajaran yang ada hanyalah tape
recorder, di SLB Bagaskara tidak tersedia VCD player. Selain itu, ruang yang
digunakan untuk pembelajaran tari adalah ruang serba guna yang juga digunakan
untuk belajar sablon dan tenis meja.
Saran-saran yang dapat penulis kemukakan ialah (a) penggunaan metode dalam
pembelajaran di SLB Bagaskara pada khususnya dan di SLB yang lain pada
umumnya ini hendaknya lebih mengefektifkan metode demonstrasi, metode latihan
dan metode tugas, (b) jumlah siswa yang mengikuti tari hendaknya ditetapkan, (c)
sarana dan prasarana di SLB Bagaskara hendaknya dapat ditambah, serta (d) guru
dapat meningkatkan minat siswa dengan cara memperlihatkan CD tari pada saat
pembelajaran. Sehingga pembelajaran tari tidak hanya cukup dengan menggunakan
tape recorder saja.

vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... ii
PERNYATAAN.................................................................................................... iii
MOTO DAN PERSEMBAHAN ......................................................................... iv
PRAKATA ............................................................................................................. v
SARI .................................................................................................................... vii
DAFTAR ISI....................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1
1.2 Permasalahan ............................................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 5

BAB II. LANDASAN TEORI


2.1 Pembelajaran ............................................................................................... 6
2.2 Ketunarunguan .......................................................................................... 18
2.3 Seni Tari ................................................................................................... 25

BAB III. METODE PENELITIAN


3.1 Pendekatan Penelitian ............................................................................... 29
3.2 Lokasi dan Sasaran Penelitian................................................................... 29
3.3 Teknik Pengumpulan Data........................................................................ 30
3.3.1 Teknik Observasi .......................................................................... 30
3.3.2 Teknik Wawancara........................................................................ 31
3.3.3 Teknik Dokumentasi .................................................................... 32
3.4 Teknik Analisis Data ................................................................................ 33

viii
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Sekolah Luar Biasa B Bagaskara Sragen .................. 35
4.1.1 Lokasi dan Lingkungan Sekitar .................................................... 35
4.1.2 Sejarah Singkat Sekolah Luar Biasa B Bagaskara Sragen............ 36
4.1.3 Sarana dan Prasarana..................................................................... 37
4.1.4 Kondisi siswa SLB Bagaskara ...................................................... 39
4.1.5 Kondisi Guru SLB Bagaskara....................................................... 42
4.1.6 Prestasi yang Pernah Diraih .......................................................... 43
4.1.7 Peraturan dan Tata Tertib Sekolah................................................ 44
4.2 Pembelajaran Tari Bagi Anak Tuna Rungu di SLB Bagaskara .............. 45
4.2.1 Tujuan .......................................................................................... 47
4.2.2 Materi ........................................................................................... 48
4.2.3 Metode ......................................................................................... 55
4.2.4 Media ........................................................................................... 60
4.2.5 Evaluasi…………………………………………………………..63
4.3 Kesulitan Guru dalam Mengajar Seni Tari di SLB Bagaskara Sragen ... 63

BAB V. PENUTUP
5.1 Simpulan ................................................................................................... 68
5.2 Saran.......................................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 70

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Sarana Pengajaran Seni Tari ............................................................... 39

Tabel 2. Jumlah Siswa SLB Bagaskara Sragen ................................................ 40

Tabel 3. Pembagian Tugas Mengajar Guru SLB Bagaskara Tahun Pelajaran

2006/2007.......................................................................................................... 43

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Gedung SLB Bagaskara Sragen ........................................................... 77

Gambar 2. Guru Sedang Memberi Isyarat Gerak Jalan Kenser ke Kiri.................. 77

Gambar 3. Guru Sedang Memberi Isyarat Gerak Jalan Kenser ke Kiri.................. 77

Gambar 4. Guru Sedang Menjelaskan Materi Dengan Memberi Contoh di Depan 78

Gambar 5. Pentas Perpisahan Murid Kelas VI........................................................ 78

Gambar 6. Praktik Menari di Dalam Kelas............................................................. 79

Gambar 7. Praktik Menari di Dalam Kelas............................................................. 79

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pedoman Observasi ........................................................................ 72

Lampiran 2. Pedoman Wawancara ..................................................................... 74

Lampiran 3. Deskripsi Tari Merak...................................................................... 75

Lampiran 4. Gambar .......................................................................................... 77

Lampiran 5. Denah SLB Bagaskara.................................................................... 80

Lampiran 6. Permohonan Izin Penelitian............................................................ 81

xii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap warga negara Indonesia mempunyai hak yang sama untuk

memperoleh pendidikan. Kesempatan memperoleh pendidikan itu tidak di

beda-bedakan menurut jenis kelamin, status sosial, letak geografis, agama, dan

keadaan fisik dan mental seseorang.

Anak berkelainan meskipun dalam jumlah yang sedikit, mempunyai

hak yang sama pula untuk memperoleh pendidikan guna meningkatkan

pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang sekurang-kurangnya setara

dengan lulusan sekolah dasar. Pendidikan anak berkelainan dikelola oleh

sekolah-sekolah luar biasa yang disesuaikan dengan jenis kelamin. Pendidikan

luar biasa bertujuan untuk membantu peserta didik yang menyandang kelainan

fisik dan mental, agar mampu mengembangkan kemampuannya dalam dunia

kerja.

Tuna rungu merupakan salah satu dari sekian anak berkelainan yaitu

mereka yang kehilangan daya pendengarannya. Akibat kehilangan daya

pendengarannya ini, maka anak tuna rungu mengalami kesulitan dan

hambatan dalam bersosialisasi di masyarakat. Pendengaran merupakan indera

yang dipergunakan oleh anak yang berkembang secara normal untuk

mengasimilasi pola-pola komunikasi dari masyarakat sebagai komunitas

bahasanya. Kekurangan dalam indera pendengaran dan ketiadaan pendidikan

1
2

kompensatoris (pengganti) akan menyebabkan seorang anak yang tumbuh tuli

secara bisu, tidak mampu berperan secara independent dalam masyarakat

dewasa. Dengan memberikan pendidikan seseorang tuna rungu dapat

menguasai keterampilan komunikasi sehingga ia dapat pula berfungsi dengan

sukses sebagai individu yang independent atau mandiri.

SLB (sekolah luar biasa) Bagaskara Sragen merupakan salah satu

sekolah luar biasa bagian B, yang ada di Sragen yang menyelenggarakan

pendidikan khusus bagi anak-anak tuna rungu atau tuli. SLB Bagaskara

Sragen diperuntukkan untuk anak-anak baik putra maupun putri yang

memiliki kelainan atau kecacatan (tuna rungu) dari tingkat sekolah dasar

sampai sekolah menengah umum.

Program pengajaran di SLB Bagaskara Sragen mengacu pada

kurikulum, isi mana materi pembelajarannya tidak jauh berbeda dan

diupayakan sama dengan materi pembelajaran di sekolah dasar biasa. Hanya

saja ada beberapa hal yang perlu dimodifikasikan seperti yang menyangkut

teknik penyampaian materi pelajaran, serta metode mengajar yang digunakan

oleh tenaga pengajar.

Proses belajar mengajar pada anak tuna rungu berbeda dengan kelas

anak-anak normal, karena anak cacat (tuna rungu) perlu cara khusus dalam

mengajar dan mendidik, biasanya dalam bentuk kelas kecil. Seorang guru

hanya berhadapan dengan 4-10 orang anak supaya guru lebih berkonsentrasi

dan terarah, sebab anak-anak cacat tuna rungu memerlukan perhatian khusus.
3

Seni tari merupakan salah satu pelajaran yang diberikan dari berbagai

pelajaran yang ada di SLB Bagaskara Sragen. Dengan adanya pelajaran seni

tari yang diberikan, diharapkan siswa SLB Bagaskara senang dalam pelajaran

kesenian dan dapat mendukung pelajaran umum. Materi seni tari yang

diberikan harus sesuai dengan tingkat kemampuan dan keadaan fisik peserta

didik. Dalam pemberian materi ataupun praktik seni tari dipilih tarian yang

sederhana atau ragam geraknya tidak terlalu sulit dan banyak pengulangan

supaya anak dapat dengan mudah mengingat dan menghafal. Mengingat

keterbatasan mental dan fisik tersebut, maka materi yang diberikan pada anak-

anak tuna rungu di SLB Bagaskara Sragen cenderung pada tari kreasi sebagai

contoh tari Merak, Kelinci, Piring dan tidak menutup kemungkinan sesekali

diberikan tari klasik misal Bondan Tani.

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar seni tari di SLB Bagaskara

Sragen bisa berjalan dengan baik, hal ini karena didukung dengan sikap siswa

yang sangat antusias dalam belajar, ketertiban dalam mengikuti pelajaran,

selain itu juga faktor utama dari guru yang bisa menerapkan metode yang

tepat bagi siswa tuna rungu. Wujud kongkret keberhasilan ini adalah

mengadakan pentas setiap acara perpisahan dan bila ada kunjungan dari

pemerintah yang sifatnya resmi. Keberhasilan dalam pembelajaran tari

didukung dengan adanya bakat serta kemauan siswa dalam bidang tari.

Kemampuan anak dalam melakukan gerak tari tidak kalah dengan anak-anak

normal pada umumnya misalnya: keluwesan, kelincahan, hafalan hanya

mereka terhambat dalam pendengaran yaitu iringan tari. Namun demikian


4

proses pembelajaran tari di SLB Bagaskara Sragen adalah berhasil, karena

meskipun anak cacat dapat menguasai sebagaimana anak yang normal.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka peneliti tertarik untuk

mengetahui lebih lanjut tentang penerapan metode yang tepat bagi anak tuna

rungu serta kesulitan guru dalam mengajar mata pelajaran seni tari di SLB

Bagaskara Sragen.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka masalah yang akan

dikaji dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana pembelajaran seni tari pada SLB Bagaskara Sragen?

2. Kesulitan-kesulitan apa yang diperoleh guru dalam mengajar seni tari di

SLB Bagaskara Sragen?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka peneliti ini bertujuan

untuk:

1. Mengetahui pembelajaran seni tari di SLB Bagaskara sragen.

2. Mengetahui kesulitan-kesulitan apa yang diperoleh guru dalam mengajar

seni tari di SLB Bagaskara Sragen.


5

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan diadakan penelitian ini, penulis berharap penelitian ini dapat

memberikan manfaat, baik secara teoretis maupun secara praktis. Adapun

manfaatnya adalah:

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan manfaat

teoritis, yaitu dengan memberikan sumbangan pikiran dan tolak ukur

kajian pada penelitian lebih lanjut, yaitu beberapa alternatif yang dapat

dipertimbangkan dalam usaha penyampaian materi pada anak tuna

rungu,khususnya dalam metode pembelajaran seni tari bagi siswa tuna

rungu. Manfaat teoritis lainnya adalah untuk menambah khasanah

pengembangan teori keilmuan kesenian seni tari bagi anak tuna rungu

serta sebagai pertimbangan penelitian lain yang sejenis.

1.4.2 Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah: (a) Bagi guru

seni tari SLB Bagaskara Sragen khususnya dan guru-guru kelas pada

umumnya hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan masukan dalam

menentukan strategi belajar mengajar seni tari; (b) Bagi siswa SLB

Bagaskara dapat menambah pengalaman dalam bidang kesenian

khususnya seni tari, dan dapat melatih keberanian dan percaya diri melalui

olah gerak (tari); (c) Bagi masyarakat sekitar SLB Bagaskara akan lebih

mengetahui dan dapat memberikan informasi pada masyarakat umum,

bahwa anak-anak cacat tuli pun dapat bersaing dalam bidang seni tari.
6

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pembelajaran

Pembelajaran dalam arti pengajaran adalah usaha guru membentuk

perilaku siswa sesuai tujuan yang diinginkan dengan cara menyediakan

lingkungan agar terjadi interaksi dengan siswa. Dengan kata lain

pembelajaran diartikan sebagai suatu proses menciptakan lingkungan sebaik-

baiknya agar terjadi kegiatan belajar yang berdaya guna (Sugandi dan

Haryanto 2003:35). Manusia yang terlibat dalam sistem pengajaran terdiri

siswa, guru, dan tenaga lainnya. Material merupakan sistem pembelajaran

yang meliputi buku-buku, papan tulis, kapur, dan sebagainya. Fasilitas dan

perlengkapan terdiri dari ruangan kelas dan perlengkapan audio visual,

sementara prosedur meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi,

praktik, ujian, dan sebagainya. Istilah belajar dan mengajar adalah suatu

sistem instruksional mengacu kepada pengertian sebagai seperangkat

komponen yang saling bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan

(Djamarah 1995:10). Aktivitas belajar sesungguhnya berasal dari dalam diri

peserta didik. Guru berkewajiban menyediakan lingkungan yang serasi agar

aktivitas itu menuju ke arah tujuan yang diinginkan. Dalam hal ini guru

bertindak sebagai organisator belajar bagi siswa yang potensial itu, sehingga

tercapai tujuan pembelajaran secara optimal.

6
7

Pada hakikatnya sistem belajar adalah perubahan, namun bagaimana

proses perubahan tersebut terjadi berbeda antara ahli yang satu dengan yang

lain (Darsono 2000:5). Pembelajaran ini berasal dari kata belajar. Menurut

Darsono (2000:32) belajar adalah suatu kegiatan yang melibatkan individu

secara keseluruhan, baik fisik maupun psikis, untuk mencapai suatu tujuan.

Tujuan belajar secara umum ialah untuk mencapai perubahan dalam tingkah

laku orang yang belajar. Perubahan yang dimaksud tentu yang bersifat positif

yang membantu proses perkembangan. Sedangkan menurut Sudjana

(1989:25) belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan

pada diri seseorang. Perubahan dari hasil proses belajar mengajar dapat

ditujukan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman,

sikap dan tingkah laku, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek

lain yang ada pada individu yang belajar.

Sesuai dengan tujuan tersebut sekolah merupakan ruangan workshop.

Oleh karena itu, guru harus mampu memimpin dan membimbing siswa belajar

bekerja dalam bengkel sekolah. Guru-guru harus menguasai program

keterampilan serta menyediakan proyek-proyek kerja yang menciptakan

berbagai kesibukan yang bermakna. Guru mempersiapkan rencana awal

keterampilan serta menyediakan proyek-proyek kerja yang menciptakan

berbagai kesibukan yang bermakna. Guru mempersiapkan rencana awal

pembelajaran, kemudian menyusun rencana lengkap bersama para siswa

sebagai persiapan pelaksanaan di lapangan. Belajar adalah suatu perubahan

yang relatif permanen dalam kecenderungan tingkah laku sebagai hasil dari
8

praktik atau latihan (Sudjana 1989:5). Menurut Slameto (2003:2) belajar ialah

suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu

perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil

pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Belajar yang berhasil adalah bila anak dalam melakukan belajar dapat

berlangsung secara intensif dan optimal sehingga menimbulkan perubahan

tingkah laku yang lebih bersifat permanen ( Sugandi dan Haryanto 2003:9).

Untuk itu guru dalam mengajar harus dapat menimbulkan aktivitas mental dan

fisik atau cara belajar siswa aktif (CBSA) proses belajar yang demikian itu

akan terwujud bila ada dukungan dari situasi belajar, dimana prinsip peragaan,

apersepsi, korelasi dapat dilaksanakan secara terintegrasi.

Tujuan utama sistem pembelajaran adalah agar siswa belajar. Tugas

seorang perancang sistem adalah mengorganisasi tenaga, material, dan

prosedur agar siswa belajar secara efisien dan efektif. Dengan proses

mendesain sistem pembelajaran si perancang membuat rancangan untuk

memberikan kemudahan dalam upaya mencapai tujuan sistem pembelajaran

seperti yang diharapkan.

Pembelajaran pada hakikatnya adalah suatu kegiatan yang dilakukan

oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang

lebih baik (Darsono 2000:24). Berkaitan dengan hal tersebut, seorang guru

dituntut mampu mengorganisasikan lingkungan, siswa dan faktor lainnya agar

terjadi proses belajar. Pembelajaran menaruh perhatian pada “bagaimana

subyek didik” bukan pada “apa yang dipelajari subyek didik”. Pembelajaran
9

lebih menekankan pada cara-cara untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu suatu

tuntutan agar subyek belajar setelah mengikuti proses pembelajaran,

menguasai sejumlah pengetahuan, keterampilan dan sikap sesuai isi proses

pembelajaran tersebut (Sugandi 2003:16-17). Membahas mengenai

pembelajaran, tidak akan terlepas dari pembahasan mengenai hakikat belajar

mengajar. Karena dalam setiap proses pembelajaran terjadi peristiwa belajar

dan peristiwa mengajar. Peristiwa belajar mengajar berkaitan erat antara guru

dengan siswa. Berkaitan dengan hal tersebut, seorang guru dituntut mampu

mengorganisasikan lingkungan siswa dan faktor lainnya agar terjadi proses

belajar. Pembelajaran merupakan proses yang berfungsi membimbing pelajar

di dalam kehidupan. Yakni membimbing, memperkembangkan diri sesuai

dengan tugas perkembangan yang harus dikerjakan oleh pelajar. Sebagaimana

mengajar merupakan suatu kegiatan, kegiatan yang banyak seginya, mengajar

mengandung pemberian informasi, pengajaran, pertanyaan, penjelasan,

mendengar dan sejumlah kegiatan yang lain.

Berdasarkan uraian tentang pembelajaran, dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran adalah suatu sistem yang tersusun atas unsur-unsurnya dalam

kegiatan belajar mengajar, dimana guru dan siswa berkaitan erat. Tanpa

adanya guru dan siswa maka pembelajaran tidak mungkin terjadi, sehingga

guru berupaya sedemikian rupa guna merubah siswa ke arah yang lebih baik.

Pada era sekarang ini pendidikan di sekolah-sekolah telah memandang

pendidikan sebagai suatu sistem dimana di dalam pendidikan terdapat

komponen-komponen yang saling berkaitan dan mempunyai kedudukan yang


10

sama pentingnya. Ada dua komponen utama dalam proses belajar mengajar

yakni guru dan siswa, sehingga terjalin suatu interaksi timbal balik yang

bermakna dengan tujuan menjadikan perubahan tingkah laku pada siswa yang

belajar. Perubahan itu harus dituntut dengan komponen yang saling berkaitan

dan mempunyai kedudukan yang sama penting. Dalam hal pembelajaran

terdapat unsur-unsur yang berperan dalam proses pembelajaran yaitu unsur

siswa, guru, tujuan, materi, metode, media dan evaluasi.

2.1.1 Siswa

Siswa merupakan komponen penting dalam pembelajaran, tanpa

adanya siswa maka pembelajaran tidak akan terjadi, karena siswa subyek

didik dari pengajaran. Siswa mempunyai dua faktor yang dapat

mendukung dan menghambat proses belajar mengajar khususnya seni.

Adapun faktor yang mendukung adalah persiapan siswa yang mana

masing-masing siswa tersebut dituntut terlebih dahulu mempersiapkan diri

semaksimal mungkin. Diperkirakan sangat penting untuk dipersiapkan

secara mantap oleh siswa yaitu mengenai tujuan dan bahan pembelajaran.

Sedangkan faktor yang menghambat proses belajar mengajar siswa yaitu

belum dikuasai sepenuhnya hasil dari menyerap bahan pelajaran, karena

hasil dari bahan pelajaran itu dapat mempengaruhi tujuan yang akan

dicapai.

2.1.2 Guru

Peranan guru dalam proses belajar mengajar sangat penting yaitu

guru sebagai moderator, guru sebagai pengelola kelas, guru sebagai ahli
11

media, guru sebagai evaluator disamping itu guru harus berkualifikasi

tinggi, dapat menyelenggarakan dan menilai program pengajaran. Guru

merupakan pendidik dan pengajar yang menyentuh pribadi siswa. Oleh

siswa sering dijadikan tokoh teladan,. Oleh karena itu, seyogyanya

memiliki perilaku yang memadai untuk dapat mengembangkan diri siswa

secara utuh, selain itu guru juga memiki tugas untuk mendorong,

membimbing, dan memberi fasilitas belajar, bagi siswa untuk mencapai

tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu

yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan siswa.

Penyampaian materi pelajaran hanyalah merupakan salah satu dari

berbagai kegiatan dalam belajar sebagai suatu proses yang dinamis dalam

segala fase dan proses perkembangan siswa. Telah jelas bahwa peranan

guru telah berubah yang sebelumnya hanya sebagai pengajar menjadi

direktur pengarah belajar. Sebagai direktur belajar tugas dan tanggung

jawab turut menjadi lebih meningkat yang kedalamnya termasuk fungsi-

fungsi guru sebagai perencana pengajaran, pengelola pengajaran, penilai

hasil belajar, sebagai motivator belajar dan sebagai pembimbing (Slameto

2003:98).

2.1.3 Tujuan

Kegiatan belajar mengajar dalam kelas sebagian besar didasarkan

pada pencapaian tujuan pembelajaran, tujuan menyatakan apa yang harus

dikuasai, diketahui, atau dilakukan oleh siswa setelah mereka melakukan

kegiatan belajar mengajar. Darsono (2000:26) mengatakan pembelajaran


12

adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan sengaja, sedangkan

tujuan pembelajaran adalah membantu siswa memperoleh pengalaman.

Dengan pengalaman tingkah laku siswa bertambah, baik kuantitas maupun

kualitas. Tingkah laku yang dimaksud meliputi pengetahuan, keterampilan

dan nilai-nilai atau normal yang berfungsi sebagai pengendalian sikap dan

perilaku siswa.

Tujuan pembelajaran adalah langkah pertama yang harus

ditetapkan dalam proses pembelajaran, sedangkan bahan pembelajaran

merupakan isi dari pembelajaran. Bahan pembelajaran ini mendukung

tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh peserta didik.

2.1.4 Materi atau Bahan

Bahan pembelajaran harus menunjang tujuan yang telah

ditetapkan. Bahan pembelajaran harus pula sesuai dengan taraf

perkembangan dan kemampuan siswa, menarik dan merangsang serta

berguna bagi siswa, baik untuk pengembangan pengetahuannya atau untuk

keperluan tugas di lapangan.

2.1.5 Metode

Cara atau teknik pembelajaran merupakan komponen proses

belajar mengajar yang banyak menentukan keberhasilan pembelajaran.

Keberhasilan dan melaksanakan suatu pembelajaran sebagian besar

ditentukan oleh pilihan bahan dan pemakaian metode yang tepat.

Metode pembelajaran merupakan salah satu prosedur yang

ditempuh untuk mencapai tujuan pembelajaran secara optimal. Terdapat


13

banyak metode yang digunakan dalam proses pembelajaran, namun

metode yang diterapkan tergantung dari pelaksanaan pembelajaran yang

disesuaikan dengan setiap sub pokok bahasan.

Menurut Muhibbin (2000:201) metode secara harfiah berarti “cara”

dalam pemakaian yang umum metode diartikan sebagai cara melakukan

suatu kegiatan atau cara melakukan pekerjaan dengan menggunakan fakta

dan konsep-konsep secara sistematis. Selanjutnya yang dimaksud dengan

metode mengajar ialah cara yang berisi prosedur baku untuk melaksanakan

kegiatan kependidikan, khususnya kegiatan penyajian materi pelajaran

pada siswa.

Menurut Roestiyah (1986:53) metode-metode tersebut dijabarkan

sebagai berikut:

2.1.5.1 Metode Ceramah

Metode ceramah ialah cara penyampaian materi pelajaran

dengan memberi penjelasan atau deskripsi secara sepihak oleh

seorang guru yang bertujuan agar siswa memahami kesatuan bahan

pelajaran tersebut. Apabila penggunaannya disertai dengan metode

yang lain misalnya metode tanya jawab, maka metode ini disebut

metode ceramah bervariasi.

Dalam pengajaran praktik tari, metode ceramah dilaksanakan

oleh guru untuk menyampaikan informasi kepada siswa mengenal

tentang gerak dan menjelaskan teknik menggerakkannya.


14

2.1.5.2 Metode Tanya Jawab

Metode tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dengan

mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa dan menjawab

pertanyaan dari siswa.

Dalam praktik tari banyak kemungkinan adanya kesalahan yang

dilakukan oleh siswa. Oleh karena itu, dengan adanya metode tanya

jawab memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya

sehingga guru secara langsung memberikan jawaban yang dimaksud.

2.1.5.3 Metode Demonstrasi

Metode demonstrasi ialah penyajian bahan pelajaran dengan

menggunakan contoh berupa tingkah laku oleh guru. Dalam hal ini

guru mendemonstrasikan cara gerak yang benar dan siswa

memperhatikan.

2.1.5.4 Metode Kerja Kelompok.

Metode kerja kelompok yaitu cara penyajian bahan pelajaran

dengan memberikan tugas-tugas tertentu kepada siswa untuk

dikerjakan secara kelompok. Setelah melihat cara gerak tari tertentu

yang diperagakan oleh guru, siswa diberi kesempatan untuk menirukan

gerak tari tersebut. Dalam praktik gerak tari diperlukan kerjasama

antara siswa yang satu dengan siswa yang lain. Oleh karena itu, gerak

tari dapat dilakukan secara kelompok atau bersama-sama.


15

2.1.5.5 Metode Pemberian Tugas

Metode pemberian tugas adalah cara penyampaian bahan

pelajaran dengan memberikan tugas-tugas kepada siswa secara

kelompok atau individual. Setelah tugas selesai, siswa harus

bertanggung jawab atas pekerjaannya. Dalam praktik gerak, metode

pemberian tugas dilaksanakan oleh guru untuk memberikan

kesempatan kepada siswa berlatih dan bertanggung jawab dengan

tugas yakni melakukan gerak baik secara kelompok maupun secara

individu.

2.1.5.6 Metode Keterampilan dan Latihan

Yang dimaksud dengan metode keterampilan dan latihan ialah

cara penyajian materi pelajaran dengan memberikan kesempatan

kepada siswa untuk mengerjakan tugas sesuai dengan contoh yang

diberikan oleh guru berupa tingkah laku. praktik gerak tari hendaknya

dilaksanakan berkali-kali. Oleh karena itu, guru memberikan

kesempatan kepada siswa untuk berlatih gerak tari secara berulang-

ulang, sehingga siswa akan menguasai gerak tari tersebut.

2.1.5.7 Metode Isyarat

Metode isyarat adalah bahasa satu-satunya yang digunakan

bagi anak tuna rungu. Cara guru menyampaikan materi dengan bahasa

isyarat. Dalam praktik gerak tari, gerakan srisig guru dapat

melambangkan burung yang sedang terbang di awan.


16

Peranan metode pengajaran sebagai alat untuk menciptakan proses

belajar mengajar. Efektif tidaknya penggunaan metode pembelajaran

untuk mencapai tujuan sangat bergantung pada kemampuan guru dalam

memilih metode yang tepat. Untuk itu dalam rangka mencapai tujuan

kegiatan pembelajaran yang ditetapkan diperlukan cara atau teknik yang

ditempuh pada langkah kegiatan atau dengan kata lain diperlukan metode.

Arti metode yang dikaitkan dengan kode yang digunakan untuk

berkomunikasi. Dalam hal ini dapat dibedakan lagi antara metode

komunikasi yang menggunakan kode yang bersifat verbal atau non verbal.

Yang digolongkan metode komunikasi verbal adalah antara lain metode

bicara (oral), metode menulis (graphic), dan metode abjad jari

(dactylology). Sedangkan metode isyarat tergolong metode komunikasi

non verbal (Sardjono 1995:55).

Berdasarkan uraian tentang metode, dapat disimpulkan bahwa

metode adalah cara atau teknik yang dipakai guru untuk menyampaikan

materi kepada siswa dan siswa dapat menerima pelajaran dengan jelas,

sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar.

2.1.6 Media

Media pembelajaran berfungsi untuk menjelaskan materi yang

disampaikan kepada siswa. Macam media beraneka ragam, dapat dalam

bentuk sederhana seperti papan planel, kertas karton, dapat pula dalam

bentuk seperti radio, televisi, film. Rohani (1997:2) mengemukakan media

adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan yang merangsang
17

sesuai untuk belajar. Media berfungsi untuk memperjelas materi yang

disampaikan pada siswa. Dengan mengunakan media proses belajar-

mengajar dapat terlaksana dengan baik.

2.1.7 Evaluasi

Menilai hasil pengajaran adalah langkah terakhir dalam prosedur

pengajaran. Evaluasi dapat ditujukan pada prestasi belajar siswa. Evaluasi

dapat memberikan umpan balik bagi guru dalam rangka perbaikan setiap

komponen proses belajar-mengajar. Selain itu evaluasi berkaitan dengan

segala sesuatu yang dilakukan oleh seseorang yang mengetahui sampai

seberapa jauh tujuan atau sasaran pendidikan yang dapat dicapai. Seperti

yang dikemukakan oleh Darsono (2000:15) yaitu evaluasi merupakan

bagian integral dari proses pendidikan, karena dalam proses pendidikan

guru perlu mengetahui seberapa jauh proses pendidikan telah mencapai

hasil sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Menilai pengajaran yang

dilakukan guru adalah nilai relevansi antara tujuan pengajaran dan bahan

yang disajikan serta strategi dan alat pengajaran yang digunakan.

Salah satu tugas pokok guru adalah mengevaluasi taraf

keberhasilan rencana dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Untuk

melihat sejauh mana taraf keberhasilan mengajar guru dan hasil belajar

peserta didik secara tepat (valid) dan dapat dipercaya (reliable), kita

memerlukan informasi yang didukung oleh data yang obyektif dan

memadai tentang indikator-indikator perubahan perilaku dan pribadi

peserta didik. Oleh karena itu, biasanya kita berusaha mengambil cuplikan
18

saja yang diharapkan mencerminkan keseluruhan perilaku itu. Dengan

demikian sudah jelas sejauh mana kecermatan evaluasi atas taraf

keberhasilan proses belajar-mengajar itu akan banyak tergantung pada

tingkat ketepatan, kepercayaan, keobyektifan, dan kerepresentatifan

informasi yang didukung oleh data yang diperoleh.

Darsono (2000:106) mengatakan bahwa untuk mengambil

keputusan sesuai dengan tujuan evaluasi secara sistematik kegiatan

evaluasi harus dilakukan tahap demi tahap, yaitu pertama adalah

pengukuran dan tahap berikutnya ialah penilaian dan akhirnya

pengambilan keputusan.

Bagi guru evaluasi sangat penting karena untuk mengetahui

berhasil dan tidaknya proses belajar mangajar. Tanpa adanya evaluasi guru

tidak dapat mengerti kekurangan siswa, dengan adanya evaluasi maka

guru dapat melihat seberapa jauh siswa mencapai hasil pelajaran yang

sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.

2.2 Ketunarunguan

2.2.1 Pengertian Tuna Rungu

Bayak orang menganggap bahwa tuna rungu adalah orang yang tidak

dapat mendengar namun kenyataannya tidaklah demikian. Beberapa orang

tuna rungu masih mempunyai sisa pendengaran walaupun itu tidak jelas

karena berbagai faktor. Istilah tuna rungu sekarang dipergunakan dalam

lingkungan pendidikan luar sekolah.


19

Pengertian tuna rungu disamakan dengan tuli, sedangkan pengertian

ketunarunguan berarti kekurangan atau kehilangan kemampuan

mendengar yang disebabkan oleh kerusakan dari mal/dis/non (bawaan

sejak lahir/penyakit/turunan). Fungsi dari sebagian atau keseluruhan alat-

alat pendengaran (Sastrawinata 1977:10). Pendengaran adalah menangkap

bunyi-bunyi (suara) dengan indera pendengaran (Suryabrata 2004:28).

Pendengaran dan suara itu memelihara komunikasi vokal antara mahluk

yang satu dengan yang lainnya.

Menurut Sardjono (1995:8) tuna rungu adalah anak yang kehilangan

pendengaran sejak lahir atau yang kehilangan pendengaran sebelum

belajar bicara atau kehilangan pendengaran demikian anak sudah mulai

belajar bicara karena suatu gangguan pendengaran, suara dan bahasa

seolah-olah hilang.

Bardasarkan uraian tentang tuna rungu dapat disimpulkan bahwa

tuna rungu merupakan salah satu kelainan fisik yang diderita seseorang

karena tidak atau kurang berfungsinya indera pendengaran. Pendengaran

yang berkurang akan menghambat seorang tuna rungu bersosialisasi

dengan masyarakat. Dengan demikian perlu adanya pendidikan bagi tuna

rungu supaya dapat menguasai keterampilan komunikasi sehingga ia dapat

pula berfungsi dengan sukses sebagai individu yang mandiri.


20

2.2.2 Ciri-Ciri Ketunarunguan

2.2.2.1 Ciri-Ciri fisik

Secara sekilas seseorang penyandang tuna rungu tidak ada

bedanya dengan anak-anak normal. bentuk daun telingadan

anggota tubuh lainnya hampir sama dengan anak-anak normal.

Tuna rungu merupakan kecacatan yang tidak tampak. Kecacatan

yang ditimbulkan mungkin merupakan kecacatan yang paling

sedikit dimengerti oleh mereka. Tetapi bila kita bertemu dan kita

mengajak berbicara barulah kita akan tahu bahwa dia adalah

seorang tuna rungu atau bila berbicara menggunakan bahasa

isyarat/tangan.

2.2.2.2 Ciri-ciri Psikologis Ketunarunguan

Akibat kekurangan pendengaran atau kehilangan sama

sekali/tuli total dapat menyebabkan seseorang penyandanag tuna

rungu cenderung memiliki perasaan yang mudah tersinggung. Hal

ini disebabkan oleh ketidakjelasan dalam menerima respon dari

orang lain dan tidak mampu mengungkapkan apa yang dikehendaki

maka sering timbul tidak berkenan dan mudah tersinggung

akhirnya timbullah marah. Kemarahan juga muncul sebagai akibat

dari kehilangan daya kontrol.

Para penderita tuna rungu juga akan merasa rendah diri.

Mereka merasa tidak dapat menemukan dan menjamin relasi

dengan kelompok teman sebaya atau kaum dewasa, untuk


21

berkomunikasi penyandang tuna rungu merasa dirinya tidak dapat

bergaul karena keterbatasan akan kemampuan berbicara.

2.2.3 Klasifikasi Ketunarunguan

Berdasarkan jenisnya gangguan pendengaran dapat dibagi

menjadi beberapa bagian tergantung dari sudut pandangan. Menurut

Sam Isbani dan Isbani (1979:45) jenis gangguan pendengaran dapat

diklasifikasikan menjadi sebagai berikut:

2.2.3.1 Tuna Rungu Konduksi

Telinga bagian luar dan tengah yang mengalami kerusakan.

Getaran-getaran udara tidak ditangkap oleh membrane tympani

dan getaran suara tidak dapat mencapai saraf pendengaran.

2.2.3.2 Tuna Rungu Perceptif

Telinga bagian dalammengalami kerusakan sehingga

serabut-serabut saraf tidak dapat berfungsi normal akibatnya

getaran-getaran suara tidak dapat diteruskan atau disampaikan ke

pusat syaraf pendengaran di otak.

2.2.3.3 Gejala tuli campuran

Pada jenis ini organ pendengarnya rusak, baik bagian luar,

tengah, maupun dalam.

2.2.4 Penyebab Ketunarunguan

Faktor-faktor penyebab anak menjadi tuna rungu atau kurang

pendengaran, perlu diketahui oleh setiap orang tua dan pendidik luar

biasa, sehingga dapat mengadakan pencegahan agar tidak terjadi


22

kelahiran yang abnormal dan anak-anak tidak tumbuh menjadi

abnormal.

Menurut Muh Amin dkk (1979:23) anak tuna rungu atau kurang

pendengaran dapat terjadi

2.2.4.1 Sebelum anak dilahirkan atau masih dalam kandungan (prenatal).

Dalam masa prenatal tuna rungu atau kelainan pendengaran

dapat dibedakan oleh:

a. Faktor keturunan

Anak mengalami tuna rungu atau kurang

pendengaran/tuli sejak dilahirkan, karena ada diantara anggota

keluarga terutama ayah dan ibu yang menderita tuna rungu atau

kurang pendengaran. Hal ini sering disebut tuli genetic.

Penyebabnya ialah rumah siput tidak berkembang secara

normal dan ini menyebabkan kelainan pada corti (selaput-

selaput).

b. Cacar air, campak

Pada waktu mengandung menderita penyakit campak,

cacar air, sehingga anak dilahirkan menderita tuli mustimas (tak

dapat bicara secara lisan). Selain itu juga dapat berakibat

kerusakan pada cochlea, maka terjadilah tuli perceptif. Organ

yang diserang adalah saraf-saraf pendengaran.


23

c. Toxaemia (keracunan darah)

Pada waktu mengandung menderita keracunan darah.

Akibat placenta (ari-ari) menjadi rusak. Hal ini sangat

berpengaruh pada janin, sesudah anak dilahirkan menjadi tuli.

d. Penggunaan pil kina dalam jumlah besar

Ada beberapa ibu yang ingin menggugurkan

kandungannya dengan jalan minum pil kina dalam jumlah

besar, tetapi ternyata kandungannya tidak gugur. Hal ini dapat

mengakibatkan ketulian pada anak yang dilahirkan, yaitu

kerusakan cochlea (rumah siput).

e. Kelahiran premature

Bayi-bayi yang dilahirkan premature berat badannya

dibawah normal, jaringan-jaringan tubuhnya lemah dan mudah

terserang anoxia (kurang oxygen). Hal ini merusakkan inti

cochlea.

f. Kekurangan oxygen (anoxia)

Anoxia dapat mengakibatkan kerusakan pada inti brain

stem dan bangsal ganglia. Kemudian anak menjadi tuna rungu

atau kurang pendengaran pada taraf yang berat.

g. Anak yang mengalami kelainan organ pendengaran sejak lahir.

Nicrotis liang telinga sempit, sehingga anak mengalami

ketulian konduksi penerusan.


24

2.2.4.2 Pada waktu proses kelahiran dan baru dilahirkan.

a. Faktor rhesus ibu dan anak tidak sejenis.

b. Anak lahir premature atau sebelum kurang lebih dua bulan

dalam kandungan.

Anak yang dilahirkan premature, mempunyai gejala-gejala

yang sama dengan anak yang Rh-nya tidak sejenis dengan Rh

ibunya, yaitu menderita anemia dan mengakibatkan anoxia.

2.2.4.3 Sesudah anak dilahirkan.

a. Infectie.

Sesudah anak lahir dia menderita infectie campak, anak

dapat menderita tuli preceptic, virus akan menyerang cairan

cochles.

b. Meningitis (peradangan selaput otak).

Penderita meningitis mengalami ketulian yang perseptif.

Biasanya yang mengalami kelainan ialah pusat syaraf

pendengaran.

c. Tuli perceptif yang bersifat keturunan

Ketulian macam ini sulit dilihat, sehingga memerlukan

observasi yang cukup lama. Ketulian ini digolongkan ketulian

herede degeneratif nerve (degerasi syaraf yang diturunkan).

d. Otitis media yang kronis

Cairan otitis media yang kekuning-kuningan

menyebabkan kehilangan pendengaran secara konduktif.


25

e. Terjadi infeksi pada alat-alat pernafasan

Infeksi pada alat-alat pernafasan, misalnya pembesaran

tonsil adenoid dapat menyebabkan tuli konduktif (media

penghantar suara tidak berfungsi normal)

2.3 Seni Tari.

Seni tari merupakan salah satu bentuk kesenian yang telah dikenal

manusia sejak dahulu. Seni tari mempunyai arti dalam kehidupan manusia,

karena dapat memberikan berbagai manfaat. Sejak lahir seni tari mempunyai

ekspresi melalui bahasa tubuh sebagai sarana komunikasi dengan orang lain.

Tari merupakan alat ekspresi ataupun sarana komunikasi seseorang

seniman kepada orang lain (penonton/penikmat). Sebagai alat ekspresi tari

mampu menciptakan untaian gerak yang dapat membuat penikmatnya peka

terhadap sesuatu yang ada dan terjadi disekitarnya. Tari adalah sebuah

ungkapan, pernyataan, dan ekspresi dalam gerak yang memuat komentar-

komentar mengenai realitas kehidupan, yang bias merasuk di benak

penikmatnya setelah pertunjukan selesai. Ada pengertian yang lain mengenai

tari yaitu bentuk gerak yang indah dan lahir dari tubuh yang bergerak,

berirama dan berjiwa sesuai dengan maksud dan tujuan tari (Jazuli 1994:3).

Apabila tari dianalisis secara teliti, akan tampak dua elemen tari yang paling

penting, yaitu gerak dan ritme. Brakell (1991:35) mengemukakan gerak dalam

‘jogedan’ (tari), merupakan serangkaian gerak-gerik yang rumit, meliputi


26

gerak-gerik mengangkat kaki secara bergantian dipadu dengan gerakan tangan

dan dan posisi kepala tertentu.

Gerak sebagai elemen pokok dalam seni tari bukanlah sekadar gerak

yang wantah. Gerak dalam seni tari telah diubah sedemikian rupa, sehingga

menghasilkan gerak yang ekspresif. Lebih lanjut Jazuli (1994:3) menguraikan

bahan baku dari tari serta aspek-aspek yang terkandung di dalam pengertian

seni tari, adalah bentuk, gerak, tubuh, irama, dan jiwa.

Kehadiran bentuk didalam tari akan tampak pada desain gerak, pola

kesinambungan gerak dan didukung oleh unsur-unsur pendukung penampilan

tari, sehingga dapat menggetarkan perasaan atau emosi penonton (Jazuli

1994:4 )

Menurut Jazuli (1994:5) timbulnya gerak dalam tari berasal dari proses

pengolahan yang telah mengalami stilisasi dan distorsi. Penguasaan irama

terhadap irama merupakan jembatan penampilan sebuah sajian tari, agar sajian

tari lebih memiliki greget dan tidak terkesan monoton.

Seni tari dapat dinikmati dan memiliki keindahan apabila didukung

oleh unsur-unsur yang meliputi iringan, tema, tata rias, dan busana, ruang

pentas dan tata lampu. Sebagaimana dijabarkan oleh Soedarsono (1977:40-41)

yang menambahkan bahwa seni tari jika dinilai sebagai satu bentuk seni, maka

harus memenuhi elemen-elemen komposisi tari yang meliputi desain lantai,

gerak tari, desain atas, musik, desain dramatik, dinamika, koreografi

kelompok, tema, rias dan busana, properti tari, tata panggung, tata lampu dan

penyusunan acara.
27

Berdasarkan atas bentuk koreografinya tari-tarian di Indonesia dapat

dibagi menjadi tiga yaitu tarian rakyat, tarian klasik, dan tarian kreasi baru

(Soedarsono 1972:19). Tari-tarian rakyat adalah tarian yang sudah mengalami

perkembangan sejak zaman primitif sampai sekarang. Tarian ini sangat

sederhana dan tidak mengindahkan norma-norma keindahan dan bentuk yang

standar. Tari klasik adalah tarian yang telah mencapai kristalisasi keindahan

yang tinggi dan mulai ada sejak zaman rakyat feodal. Tari klasik mempunyai

gerak dan hitungan yang baku. Tari kreasi yaitu tarian yang mempunyai

keindahan tersendiri dari sang koreografer dimana dalam penciptaannya

berbeda dengan koreografer yang satu dengan yang lain.

Berdasarkan uraian tentang seni tari dapat disimpulkan bahwa seni tari

merupakan ekspresi jiwa manusia yang dilakukan secara sadar dan disengaja

melalui gerak-gerak yang ritmis dan indah. Seni tari dapat dinikmati dan

memiliki keindahan apabila didukung oleh unsur-unsur yang meliputi iringan,

tema, rias dan busana, ruang pentas dan tata lampu.

Di dalam tari kita dapat memproyeksikan munculnya keindahan

melalui gerakan-gerakan yang bersamaan dengan rasa kepuasan dalam diri

kita. Tari yang kita lakukan dapat membentuk suatu gerak tari yang indah.

Pemberian materi dan praktik bagi anak tuna rungu dipilih tari yang sekiranya

mudah dan dapat diingat. Gerak yang mudah dan tidak dirasa sulit bagi peserta

didik mengingat mereka berbeda dengan anak normal. Gerakan yang

diberikan dilakukan berulang-ulang sampai anak didik dapat menangkap

pelajaran dan mempraktikkannya.


28

Dengan demikian yang dimaksud seni tari dalam penelitian ini yaitu

lebih berorientasi pada pendidikan. Penulis bermaksud meneliti pembelajaran

seni tari bagi anak tuna rungu. Pembelajaran seni tari berarti suatu kegiatan

yang dilakukan guru dalam memberikan materi seni tari kepada siswa agar

dapat menerima materi sesuai dengan minat dan kebutuhannya.


29

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian merupakan suatu rangkaian kegiatan manusia untuk

menemukan jawaban atau memecahkan masalah atau sesuatu yang

dipermasalahkan yang dihadapi berdasarkan kebenaran ilmiah. Dengan kata

lain, bahwa penelitian merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran

ilmiah (Jazuli 2001:7-8).

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif artinya

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, ucapan atau lisan dan

perilaku yang dapat diamati dan orang-orang atau subyek itu sendiri (Furchan

1992:21).

3.2 Lokasi dan Sasaran Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang berjudul ‘pembelajaran seni tari bagi

siswa tuna rungu di SLB Bagaskara Sragen’ adalah di sekolah luar

biasa (SLB)/B BAGASKARA, kelurahan Sragen Kulon kecamatan

Sragen kota Sragen. Peneliti mengambil lokasi SLB BAGASKARA

dengan pertimbangan bahwa SLB BAGASKARA merupakan salah

satu sekolah yang menampung para penyandang cacat tuna rungu di

29
30

Sragen. Tuna rungu di sragen masih jarang mengenal dan mempelajari

seni tari.

3.2.2 Sasaran Penelitian

Sasaran penelitian ini adalah metode pengajaran dan kesulitan-

kesulitan dalam pengajaran seni tari di SLB Bagaskara Sragen.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

3.3.1 Teknik Observasi

Observasi merupakan pengamatan langsung terhadap objek yang

akan diteliti. Observasi diartikan teknik pengumpulan data yang

dilakukan secara sistematis dan disengaja melalui pengamatan dan

pencatatan terhadap gejala yang diselidik (Hendrarto 1987:76). Teknik

observasi merupakan suatu cara untuk mengumpulkan data yang lebih,

diperoleh melalui pengamatan dan pencatatan gejala-gejala yang

tampak pada objek penelitian, langsung ditempat dimana suatu

peristiwa, keadaan dan situasi yang sedang terjadi.

Adapun aspek-aspek yang diobservasi dalam penelitian ini

adalah: Kondisi fisik SLB BAGASKARA Sragen dan Proses

pembelajaran tari bagi anak-anak SLB Bagaskara Sragen.

Observasi yang dilakukan untuk mengetahui dan mengamati

kegiatan belajar seni tari di lingkungan sekolah dengan menggunakan

alat bantu berupa kamera foto dan daftar cek.


31

3.3.2 Teknik Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan

peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui

bercakap-cakap dan berhadapan muka dengan orang yang memberikan

keterangan pada si peneliti (Mardalis 1999:64). Menurut Moleong

(1990:135) wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.

Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang

mengajukan pertanyaan dan narasumber yaitu pihak yang

diwawancarai dan yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.

Teknik wawancara yang digunakan adalah dengan pembicaraan

informal artinya pertanyaan yang diajukan tergantung pada wawancara

dengan mempertimbangkan pokok-pokok yang akan dipertanyakan.

Wawancara untuk memperoleh informasi dilaksanakan dengan melihat

situasi dan kondisi guru-guru serta karyawan SLB Bagaskara Sragen,

sehingga hubungan antara pewawancara dengan yang diwawancarai

berlangsung biasa dan wajar.

Pertanyaan dan jawabannya berjalan seperti pembicaraan biasa

dalam kehidupan sehari-hari. Wawancara dilakukan pada kepala

sekolah, guru-guru, guru seni tari, staf tata usaha, orang tua/wali

murid, dan siswa SLB Bagaskara Sragen. Wawancara yang dilakukan

untuk mengungkap permasalahan yang dibahas yang sifatnya

mendalam antara lain :


32

a. Wawancara pada Kepala Sekolah

Sejarah berdirinya SLB Bagskara Sragen. Jumlah siswa, guru

atau karyawan SLB Bagaskara Sragen. fasilitas yang dimiliki

sekolah.

b. Wawancara pada guru tari

Kurikulum yang digunakan dalam proses belajar mengajar.

Prestasi yang pernah diraih. Sarana dan prasarana yang dimiliki

sekolah khususnya dalam bidang tari. Kesulitan atau hambatan

dalam pelaksanaan kurikulum pendidikan seni tari bagi siswa tuna

rungu. Metode yang banyak digunakan dalam pengajaran seni tari.

c. Wawancara pada guru-guru

Hubungan guru dengan siswa. Hubungan siswa dengan siswa.

Kesulitan guru dalam menghadapi siswa tuna rungu. Tata tertip

sekolah.

d. Wawancara pada wali murid

Peran serta orang tua terhadap prestasi di bidang seni tari.

Daerah asal siswa SLB Bagaskara Sragen.

e. Wawancara pada murid

Hubungan siswa dengan siswa. Senangkah dengan pelajaran tari.

3.3.3 Teknik Dokumentasi

Goba dan Lincholn dalam Moleong (1990: 161) menyatakan

bahwa teknik dokumentasi merupakan cara pengumpulan data yang

berupa pertanyaan tertulis yang disusun oleh seseorang atau lembaga

untuk keperluan pengujian suatu peristiwa seperti sumber tertulis, film,


33

data. Teknik dokumentasi ini dilaksanakan untuk memperoleh data

sekunder guna melengkapi data yang belum ada, yang belum diperoleh

melalui wawancara dan observasi. Dalam penelitian ini teknik

dokumentasi digunakan untuk memperoleh data tentang kegiatan yang

berhubungan dengan proses belajar mengajar pendidikan seni tari

berupa satuan pelajaran, daftar siswa, kurikulum, daftar nilai, foto

kegiatan di SLB Bagaskara Sragen.

3.4 Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data

ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditentukan

tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data

(Moleong 1993:103). Teknik analisis data dilakukan dengan menelaah seluruh

data yang terkumpul dari berbagai sumber yaitu kepala sekolah, guru-guru,

guru seni tari, staf tata usaha, orang tua/wali murid, dan siswa. Pada penelitian

ini data yang telah terkumpul dipelajari dan ditelaah dengan mengadakan

reduksi data (penyederhanaan) yaitu dengan membuat abstraksi. Abstraksi

merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses, pertanyaan-

pertanyaan yang perlu dijaga. Langkah selanjutnya adalah menyusun dalam

satuan-satuan yang kemudian dikategorikan dengan pengkodean. Langkah

akhir dari analisis data ini adalah mengadakan pemeriksaan keabsahan data.

Setelah tahap analisis data selesai dilaksanakan, kemudian diadakan

penafsiran data dengan mengolah hasil sementara menjadi teori substantive.


34

Secara rinci hal-hal yang dimaksud dalam proses analisis data dapat

dijelaskan sebagai berikut:

3.4.1 Reduksi Data

Reduksi data dapat diartikan sebagai pemilihan pemusatan

perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data

kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.

3.4.2 Klasifikasi Data

Data yang diperoleh dipisah-pisahkan dan dikelompokan

menurut kategori tertentu untuk memudahkan pencatatan.

3.4.3 Interprestasi Data

Untuk menganalisis data lebih lanjut, data yang sudah

dikelompokkan menurut kategorisasi diasumsikan atau ditafsir sesuai

dengan tujuan penelitian.

3.4.4 Penyajian Data

Penyajian data dapat diartikan sebagai kumpulan informasi

tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan simpulan

dan pengambilan tindakan. Penyajian data yang baik merupakan cara

utama bagi analisis sahih.

3.4.5 Penarikan Simpulan atau Verifikasi

Penarikan simpulan merupakan bagian dari kegiatan dalam

konfigurasi (susunan) yang utuh. Proses yang berkaitan dengan

penarikan kembali selama menulis terhadap hal-hal yang melintas

dalam pemikiran baik berupa pendapat, intuisi atau kriteria tertentu

dikaji dan ditelaah secara seksama untuk mendapatkan simpulan

(verifikasi).
35

BAB IV

HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Sekolah Luar Biasa B Bagaskara Sragen.

4.1.1 Lokasi dan Lingkungan Sekitar

Sekolah Luar Biasa bagian B Bagaskara Sragen merupakan

sekolah luar biasa khusus untuk anak-anak penyandang cacat tuna

rungu, terletak di Jalan Mawar 469 Sragen Jawa Tengah.

Di sebelah Selatan kurang lebih 50 meter terdapat Kantor Kepala

Desa Sragen Kulon, yang bersebelahan dengan SD N 13 Sragen dan

depannya terdapat SMP N 5 Sragen dan STM Sukowati Sragen. Jarak

antara jalan raya sampai SLB Bagaskara Sragen kurang lebih 100

meter, dan lokasi sekolah ini berdekatan dengan perumahan penduduk

yang penduduknya lumayan padat.

Gedung SLB Bagaskara Sragen menghadap ke utara dan halaman

depan terdapat pohon-pohonan yang rindang dan pagar tembok yang

tingginya kira-kira dua meter. Halaman depan sekolah cukup luas

untuk bermain-main anak-anak SLB Bagaskara Sragen. Dari arah jalan

raya Solo Sragen, ke utara kira-kira 100 meter dan letak SLB

Bagaskara dari perempatan jalan Mawar ke barat. Sekolah Luar Biasa

Bagaskara Sragen berjajar dengan perempatan dan lingkungan sekitar

perumahan penduduk.

35
36

4.1.2 Sejarah Singkat SLB/B Bagaskara Sragen

Sekolah Luar Biasa Bagaskara Sragen berdiri pada tanggal 19

September 1969. Berdirinya SLB Bagaskara Sragen berawal dari

kegiatan belajar mengajar yang terdiri dari anak-anak gelandangan

yang bertempat di Kantor Sosial Sragen, seiring dengan berjalannya

waktu SLB Bagaskara Sragen juga menerima anak-anak cacat tuna

rungu atau tuna wicara. Kegiatan belajar mengajar ini ditangani oleh

guru SD sebanyak 5 orang yaitu: Bp Marsuki, Bp Subandi, Bapak

Suparto, Ibu Ristamsi, dan Ibu Surtinah.

Sekolah Luar Biasa Bagaskara Sragen didirikan oleh Ibu Sajid

Abas istri Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Sragen, mulai

tanggal 12 Mei 1975 SLB Bagaskara Sragen menempati gedung baru

yang bertempat di desa Beloran Sragen Kulon dengan sarana dan

prasarana seadanya 1 gedung 3 ruang yaitu: satu untuk ruang kantor

dan dua untuk ruang kelas. Maksud dan tujuan menempati gedung

baru yaitu supaya dapat menyelenggarakan, membina dan

mengembangkan pendidikan secara khusus bagi anak-anak yang

mengalami hambatan belajar karena kurangnya daya dengar, sehingga

mereka dapat menikmati kesempurnaan belajar. Tahap demi tahap

yayasan mendapatkan bantuan sehingga dapat membangun gedung

kelas dan gedung asrama, hingga keadaan sampai sekarang.


37

Pelayanan pendidikan yang dilaksanakan yayasan adalah

pelayanan pendidikan bagi anak-anak tuna rungu tingkat dasar, karena

pada tahun tersebut banyak ditemukan anak-anak tuna rungu yang

belum mendapatkan pendidikan khusus. Dengan harapan anak-anak

tuna rungu yang belum mendapatkan pendidikan yang layak dapat

dihimpun untuk mendapatkan pelayanan pendidikan di yayasan

tersebut.

Seiring dengan dibukanya SLB Bagaskara Sragen tersebut ada

beberapa guru PLB yang melamar menjadi guru yayasan. Pada saat itu,

meskipun termasuk sekolah baru, SLB Bagaskara sragen tidak

mengalami kekurangan siswa maupun guru, sehingga kegiatan belajar

mengajar dapat berjalan dengan lancar seperti sekolah-sekolah pada

umumnya.

Semenjak mulai didirikan SLB Bagaskara tersebut pihak yayasan

bersama dengan tenaga edukatif mulai bekerja serius dan dibawah

pimpinan Ibu Sri Sujiyanti yang menjabat sebagai Kepala Sekolah

tidak henti-hentinya dan selalu memperjuangkan yayasan Bagaskara

supaya tetep maju dan berkembang.

4.1.3 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana merupakan salah satu penunjang yang

sangat mendukung dalam keberhasilan kegiatan belajar mengajar

(KBM). Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh SLB Bagaskara


38

Sragen antara lain: gedung sekolah, asrama, ruang kesenian, kantor,

lapangan upacara.

Untuk memasuki lokasi SLB Bagaskara Sragen dari Jalan Mawar

469 melewati halaman yang cukup luas, berpagar besi serta bertembok

di sisi kanan kirinya. Halaman biasanya digunakan untuk kegiatan

upacara dan olah raga.

Keindahan dan kebersihan lingkungan belajar cukup

diperhatikan, hal tersebut terbukti dengan adanya penataan taman yang

cukup indah, penanaman pohon-pohon di sisi depan sekolah, dan

perawatan ruangan-ruangan yang teratur dan bersih.

Gedung SLB Bagaskara Sragen terdiri dari bangunan di sebelah

Timur yang meliputi ruang kelas-kelas sebanyak 5 ruang, sebelah

Barat meliputi ruang kesenian dan menjahit, ruang makan dan dapur

asrama SLB, kamar mandi dan WC, kamar tidur dan kamar belajar

asrama SLB, UKS, Rumah dinas Ibu Asrama SLB. Sebelah Selatan

terdapat ruang kelas, kantor serta ruang kepala sekolah dan

dibelakangnya terdapat ruang praktik memasak, ruang keterampilan

pertukangan dan sablon, depannya terdapat lapangan upacara dan olah

raga. Denah SLB Bagaskara dapat dilihat pada lampiran.


39

Sarana pendidikan khususnya untuk pelajaran seni tari yang

dimiliki SLB Bagaskara Sragen untuk memperlancar dan mendukung

KBM baik teori maupun praktik dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Sarana Pengajaran Seni Tari

No Jenis Alat Jumlah


1. Tape recorder 1 buah
2. Kaset tari-tarian masing-masing 1 buah
- kaset tari merak
- kaset tari bondan tani
- kaset tari piring

Properti-properti yang ada;


- sampur 10 buah
- boneka 8 buah
- payung 8 buah
- piring/lepek 5 pasang

4.1.4 Kondisi Siswa SLB Bagaskara

Siswa SLB Bagaskara Sragen pada tahun pelajaran 2006/2007

berjumlah 22 orang dengan perincian sebagai berikut: kelas persiapan

ada lima orang, kelas 1 ada tiga orang, kelas 2 ada lima orang, kelas 3

ada empat orang, kelas 4 ada lima orang, kelas 5 tidak ada, kelas 6

tidak ada.
40

Secara lebih rinci keadaan siswa SLB Bagaskara Sragen tahun

pelajaran 2006/2007 dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2. Jumlah Siswa SLB Bagaskara Sragen

Keadaan
Banyaknya siswa awal bulan Mutasi
Nama Akhir
No
Bulan P D1 D2 D3 D4 D5 D6 Bulan
Klr Msk
L P L P L P L P L P L P L P P L Jml
1. Juli 2 3 1 2 2 3 2 2 3 2 - - - - 1 10 12 22

2. Agu 2 3 1 2 2 3 2 2 3 2 - - - - 1 10 12 22

st
3. Sept 2 3 1 2 2 3 2 2 3 2 - - - - 1 10 12 22

4. Okt 2 3 1 2 2 3 2 2 3 2 - - - - 1 10 12 22

5. Nov 2 3 1 2 2 3 2 2 3 2 - - - - 1 10 12 22

6. Des 2 3 1 2 2 3 2 2 3 2 - - - - 1 10 12 22

7. Jan 2 3 1 2 2 3 2 2 3 2 - - - - 1 10 12 22

8. Feb 2 3 1 2 2 3 2 2 3 2 - - - - 1 10 12 22

9. Mar 2 3 1 2 2 3 2 2 3 2 - - - - 1 10 12 22

10. Aprl 2 3 1 2 2 3 2 2 3 2 - - - - 1 10 12 22

11. Mei 2 3 1 2 2 3 2 2 3 2 - - - - 1 10 12 22

12. Juni 2 3 1 2 2 3 2 2 3 2 - - - - 1 10 12 22

Sumber: Statistik Keadaan Siswa SLB Bagaskara Sragen.

Keterangan tabel 2 yaitu jumlah siswa SLB Bagaskara Sragen.

- P yaitu kelas pemula atau taman kanak-kanak.

- D1 yaitu kelas satu.

- D2 yaitu kelas dua.

- D3 yaitu kelas tiga.

- D4 yaitu kelas empat.

- D5 yaitu kelas lima.


41

- D6 yaitu kelas enam.

- Klr yaitu keluar.

- Msk yaitu masuk.

- P yaitu perempuan.

- L yaitu laki-laki.

- Jml yaitu jumlah.

Dari 22 anak, mereka berasal dari kota Sragen dengan kondisi

perekonomian keluarga yang beraneka ragam dari pekerjaan orang tua

bermacam-macam pula dari menengah ke bawah sampai menengah ke

atas, dari buruh, pegawai, guru, pedagang, maupun wiraswasta.

Ditinjau dari waktu terjadinya ketunarunguan, semua

ketunarunguan siswa dialami sejak lahir. Hubungan dengan guru,

dengan teman tampak sangat baik. Mereka sangat menghormati dan

menghargai guru, disiplin dalam berpakaian, dan mau bekerja sama

dengan teman, baik pada waktu kegiatan belajar di kelas maupun

kegiatan di luar kelas. Hal tersebut terlihat pada saat bertemu dengan

guru atau tamu, mereka selalu memberi salam dan berjabat tangan.

Berpakaian seragam lengkap dengan atributnya, ikat pinggang, kaos

kaki, serta sepatu hitam. Bagi siswa yang telah menamatkan

pendidikan di SLB Bagaskara dapat melanjutkan pendidikannya di

SLTPLB atau sekolah-sekolah terpadu.


42

4.1.5 Kondisi Guru SLB Bagaskara

Tenaga pengajar di SLB Bagaskara berjumlah delapan orang,

terdiri dari seorang kepala sekolah, empat guru DPK artinya guru PNS

yang diperbantukan di SLB Bagaskara Sragen, dan tiga guru yang

diangkat oleh yayasan. Tiga orang guru SLB Bagaskara berpendidikan

SGPLB-B, tiga orang lagi berpendidikan S1-PKH, dan dua orang

berpendidikan SGPLB-C.

Dilihat dari asal daerah, mereka berasal dari beberapa kota di

Jawa Tengah antara lain: Sragen, Semarang, Wonogiri, dan yang

menganut agama Kristen ada 1 orang dan yang 7 orang menganut

agama Islam.

Hubungan antara guru sangatlah akrab dan penuh kekeluargaan.

Mereka sangat ramah dan senang membantu termasuk membantu

penulis dalam mengumpulkan data.

Sistem pembelajaran yang ditetapkan di SLB Bagaskara dengan

menggunakan sistem guru kelas. Setiap guru mengajarkan semua mata

pelajaran untuk kelasnya, kecuali mata pelajaran olah raga, agama,

seni tari. Mata pelajaran olah raga diampu oleh guru bidang studi olah

raga yaitu Mulyanto S.Pd. sedangkan mata pelajaran agama diampu

oleh Ida Susanti, sedangkan mata pelajaran seni tari diampu oleh Anik

Sulistyowati. Secara lebih rinci pembagian tugas mengajar masing-

masing guru dapat dilihat pada tabel berikut ini:


43

Tabel 3. Pembagian Tugas Mengajar Guru SLB Bagaskara Tahun

Pelajaran 2006/2007

Mulai Mengajar
No Nama guru/karyawan L/P Ijazah Jabatan Gol Ket
bekerja kelas/BS

1. Sri Sujiyanti, S.Pd P S1-PKH Kepsek IV/a 1976 - DPK

2. Siti Maryam P SGPLB- Guru IV/a 1982 D3 DPK

3. Mulyanto, S.Pd L S1-PKH Guru IV/a 1980 B5 DPK

4. Suprapto L SGPLB- Guru III/b 1989 D4 DPK

5. Ida Susanti W.R P SPGLB- Guru III/b 1986 D1/B5 DPK

6. Anik Suprapti, S.Pd P S1-PKH Guru - 2000 D1 GB

7. Tri Winarsih P SPGLB- Guru - 2003 D2 GB

8. Anik Sulistyowati P SPGLB- Guru - 1986 B5 GB

Sumber: Statistik Keadaan Guru SLB Bagaskara Sragen

4.1.6 Prestasi yang Pernah Diraih

Kecacatan bukanlah suatu halangan untuk meraih prestasi tetapi

justru mendorong dan memacu untuk memperoleh hasil yang lebih

baik. Prestasi yang pernah diraih SLB Bagaskara Sragen selama tiga

tahun terakhir di bidang olah raga, patut dibanggakan karena mereka

tidak kalah dengan anak-anak normal. Setiap lomba mereka tidak mau

kalah, olah raga tenis meja yang paling menonjol dan disegani lawan.
44

Dalam bidang seni Kabupaten Sragen jarang sekali mengadakan

lomba, sehingga SLB Bagaskara Sragen tidak memiliki tropi atau piala

yang berhubungan dengan seni, walaupun tidak mempunyai tropi atau

piala SLB Bagaskara juga pernah diundang untuk mengisi acara pentas

tari dalam rangka hari ulang tahun Pramuka di Pendopo Rumah Dinas

Bupati dan di gedung Korpri dalam rangka seminar tentang anak-anak

cacat.

Keberhasilan ini tidak semata-mata dari anak-anak tetapi juga

berkat dedikasi guru yang membimbing dengan sabar, dukungan orang

tua dan sarana dan prasarana yang sangat mendukung.

4.1.7 Peraturan dan Tata Tertib Sekolah

Tata tertib yang diberlakukan di sekolah diperuntukkan bagi

siswa dan guru supaya proses belajar mengajar dapat tercapai

semaksimal mungkin. Kelas persiapan sampai tingkat dasar, hari Senin

s.d. Kamis pembelajaran berlangsung antara pukul 07.30- 12.00 WIB,

hari Jum’at pukul 07.30- 11.00 WIB, dan hari Sabtu pukul 07.30-

10.00 WIB.

Siswa harus sudah datang sebelum pelajaran dimulai. Siswa

persiapan sampai kelas tingkat dasar, pada hari Senin dan Selasa

mereka memakai seragam merah putih, hari Rabu dan Kamis memakai

seragam dari yayasan, sedangkan hari Jum’at dan Sabtu memakai

seragam pramuka. Selama proses belajar mengajar siswa tidak

diperkenankan keluar ruangan kelas atau berada di luar kelas. Istirahat


45

ada dua kali yaitu istirahat pertama pukul 09.15- 09.30 WIB dan

istirahat kedua pukul 11.00- 11.15 WIB. Selama istirahat siswa hanya

boleh jajan di sekitar sekolah dan itu dalam pengawasan guru. Jadwal

pelajaran tari dilaksanakan pada hari Jum’at 09.00- 10.30 WIB dan itu

diikuti dari kelas persiapan dan tingkat dasar. Setiap hari Senin dan

hari-hari peringatan nasional, sekolah mengadakan upacara bendera

yang wajib diikuti oleh guru dan siswa, dengan petugas para siswa.

Para guru juga diberlakukan aturan yang sama dengan para

siswa. Para guru diharuskan memakai seragam PSH atau Safari.

Sepuluh menit sebelum pelajaran dimulai guru harus sudah datang.

4.2 Pembelajaran Tari Bagi Anak Cacat Tuna Rungu di SLB

Bagaskara Sragen

Pembelajaran teknologi khususnya bidang seni sangat berpengaruh

dalam dunia pendidikan. Hal ini terbukti dengan adanya sekolah-sekolah yang

dikategorikan memiliki predikat sebagai sekolah unggulan, ternyata tidak

hanya diperoleh dari hasil belajar siswanya di bidang akademik saja, tetapi

dalam kegiatan ekstrakurikuler pun sangat menentukan bagi sekolah-sekolah

tersebut untuk menyandang predikat sekolah yang diunggulkan. Kegiatan

ekstrakurikuler yang dimaksud adalah yang berkaitan dengan drama dan seni

tari. Hal itulah yang mendukung keberhasilan siswa dalam mata pelajaran

kesenian di sekolah.
46

Tujuan didirikan SLB Bagaskara di Sragen adalah untuk menampung

anak-anak yang mempunyai kelainan (cacat) untuk mendapatkan pendidikan

layaknya seperti anak-anak lain (normal) yang ada di Sragen dan sekitarnya.

Selain itu juga sebagai upaya untuk menyukseskan wajib belajar 9 (sembilan)

tahun bagi anak usia sekolah. Kurikulum yang digunakan SLB Bagaskara

Sragen adalah kurikulum berbasis kompetensi yang mempergunakan sistem

semesteran. Kurikulum ini sudah disesuaikan dengan keadaan siswa di SLB

Bagaskara tersebut.

Pelajaran tari yang diberikan pada peserta didik yang mempunyai

kecacatan (tuna rungu) sebaiknya diberikan tari kreasi. Guru dalam mengajar

dan memilih metode harus sabar dan tepat bagi anak-anak tuna rungu. Untuk

itu diberikan materi tari kreasi atau tari klasik yang sekiranya mudah

ditangkap anak tuna rungu dan gerakannya sederhana sehingga tidak

membahayakan si anak didik.

Mata pelajaran seni tari untuk kelas persiapan sampai kelas D6

diberikan tiap hari Jum’at dengan jatah waktu satu jam pelajaran. Mengingat

keadaan fisik siswa, maka pembelajaran seni tari diberikan hanya satu jam.

Hal ini untuk menjaga stamina dan ketahanan tubuh dari masing-masing

siswa. Guru pengampu mata pelajaran kesenian dalam kesehariannya juga

memegang guru kelas dan mengajar mata pelajaran umum. Pembelajaran seni

tari diikuti oleh siswa kelas persiapan sampai tingkat D6.

Berikut ini akan diuraikan secara rinci tentang pembelajaran tari kreasi

yang dilakukan pada anak cacat tuna rungu di SLB Bagaskara Sragen.
47

4.2.1 Tujuan

Dalam setiap kegiatan belajar mengajar, faktor tujuan merupakan

faktor yang sangat menentukan, sehingga dengan tujuan yang jelas

akan semakin jelas dan terarah pula pembelajaran yang dilaksanakan.

Dengan tujuan yang jelas semakin mudah bagi guru untuk menentukan

metode, memilih materi pembelajaran, menentukan alat dan media

pembelajaran serta menentukan evaluasi yang tepat dalam kegiatan

belajar mengajar guna mencapai tujuan pembelajaran yang terdapat

dalam kurikulum. Menurut ibu Anik Sulistyowati dalam

wawancaranya pada tanggal 5 Mei 2006 sebagai guru pengampu seni

tari, bahwa tujuan umum dalam belajar tari kreasi di SLB adalah

pemberian suatu kegiatan berkreasi dalam olah gerak bagi anak cacat

tuna rungu supaya mampu menarikan seperti halnya anak yang normal.

Tujuan khusus diberikan tari kreasi bagi anak cacat tuna rungu SLB

Bagaskara Sragen adalah ;

a. memenuhi program kurikulum pendidikan,

b. mendidik siswa dalam kegiatan seni,

c. melatih motorik siswa melalui olah gerak dan tari,

d. melatih intelegensi siswa melalui hitungan gerak atau gerak tari

yang sederhana,

e. melatih sosialisasi siswa melalui pelatihan bersama-sama,

f. melatih emosional siswa dalam kepekaan rasa menangkap gerak

tari,
48

g. membina dan memperdalam keimanan serta pembentukan sikap

dalam menghargai seni,

h. Memberikan pengayaan kepada siswa yang menyangkut aspek

pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk menjadi manusia

seutuhnya,

i. memberikan bekal keterampilan untuk hidup di masyarakat,

j. menambah rasa cinta dan tanggung jawab dalam upaya

melestarikan kesenian.

Berdasarkan uraian tujuan tersebut dapat dianalisis bahwa

pembelajaran tari kreasi bagi anak cacat tuna rungu sangat penting dan

banyak kegunaannya. Tujuan pembelajaran yang ditetapkan melalui

pembelajaran tari kreasi yang diberikan sudah tercapai. Hal ini

diwujudkan oleh siswa dalam pementasan seni acara “HUT Pramuka”

yang diselenggarakan di Pendopo Rumah Dinas Bupati. Siswa dapat

bertingkah laku positif dalam mencintai dan melestarikan kesenian.

Sementara itu pihak sekolah mempunyai bekal keterampilan dan

pengetahuan yang bermanfaat. Semua itu diterapkan dalam pogram

sekolah.

4.2.2 Materi atau Bahan

Untuk materi dan bahan pembelajaran seni tari dititikberatkan

pada olah fisik dan sistem berapresiasi pada seni, dimana dalam

pembelajaran tari ditinjau dari segi pengajarannya adalah kegiatan

dalam pelajaran teori, praktik dan apresiasi seni tari. Bahan-bahan


49

pelajaran yang sesuai dengan sasaran yang sudah ditetapkan pelajaran

teori dan apresiasi seni tari termasuk ke dalam rumpun kegiatan yang

menitikberatkan pada aktivitas fisiknya. Ditinjau dari segi bahan

pengajarannya kegiatan belajar seni tari dapat dibedakan menjadi

kegiatan dalam pembelajaran teori dan apresiasi seni tari, serta

kegiatan dalam pelajaran praktik materi tari kreasi maupun klasik yang

diberikan bagi siswa yang mempunyai kecacatan harus disesuaikan

dahulu dengan keadaan fisik yang dimiliki siswa.

Materi atau bahan pelajaran yang diberikan pada siswa telah

memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

a. Materi yang diberikan dipilih materi yang sederhana berupa gerak

yang tersusun /terpola sederhana mengingat keadaan fisik siswa.

b. Materi yang diberikan dapat menambah perbendaharaan

pengetahuan bagi siswa.

c. Materi yang diberikan untuk menambah keterampilan siswa

khususnya materi yang berhubungan dengan praktik tari.

Materi-materi yang diberikan dapat diterima oleh siswa dan tidak

menimbulkan efek-efek yang tidak diinginkan.

Materi yang diajarkan dapat dikuasai dan diperagakan oleh siswa

dengan tidak menuntut kesempurnaan mengingat keadaan yang

dimiliki siswa. Dilihat dari segi kondisi dan keadaan siswa yang

berbeda dengan anak normal materi yang diberikan tidak hanya

mengacu pada praktik latihan tetapi juga pemberian materi teori


50

sebelum praktik. Pemberian materi teori diberikan kata-kata yang

mudah dipahami dan tidak menyulitkan bagi siswa dalam menerima

pelajaran. Dari hasil penelitian, siswa lebih senang diberikan materi

teori atau praktik dengan satu kata yang berarti untuk suatu gerak.

Perlu ditegaskan lagi bahwa materi pelajaran yang diberikan bagi

siswa SLB Bagaskara Sragen pada dasarnya mempunyai materi

bersifat praktik dan teori yang saling berkesinambungan.

Untuk media komunikasi dalam pembelajaran praktik tari

pelaksanaannya menitikberatkan pada aktivitas fisik, senantiasa akan

lebih banyak dilakukan dengan perbuatan/peragaan dari pada dengan

lisan.

Pukul 09.05 WIB guru memberi salam secara lisan dengan

isyarat dan senyuman. Guru menanyakan tugas rumah yang diberikan

kemarin dan membahas bersama-sama. Setelah itu dilanjutkan dengan

pemanasan atau olah tubuh. Misalnya: tangan direntangkan kepala

mengangguk bergantian, sepuluh menit berikutnya siswa

diperkenalkan dengan ragam gerak secara lisan dan praktik. Misalnya:

gerakan srisig (lari kecil-kecil kaki jinjit) diibaratkan burung yang

sedang terbang mengepakkan sayapnya dan sambil lari kecil-kecil.

Materi yang diberikan selama 1 jam ini diselingi dengan istirahat

sekitar 5 menit, pembelajaran selesai tepat pukul 10:00 WIB.

Pemberian materi diberikan pada siswa menggunakan kata-kata yang

sederhana (srisig : terbang, menthang : kedua tangan lurus ke samping)


51

dan mudah ditangkap oleh siswa. Penilaian yang digunakan Ibu Anik

meliputi tiga aspek penilaian yaitu penilaian tingkah laku, penilaian

bahan dan materi, serta penilaian secara menyeluruh. Guru tidak

memberikan evaluasi dan tidak menuntut kesempurnaan gerak dalam

pembelajaran ini. Interaksi antara guru dan siswa SLB Bagaskara

Sragen, terjadi pada saat komunikasi antara guru dan siswa.

Komunikasi yang terjadi saat pelajaran berlangsung banyak mengalami

hambatan karena siswa terhambat dalam pendengaran. Hal tersebut

disebabkan oleh keadaan siswa yang tidak normal seperti halnya siswa

tuna rungu dan tuna wicara.

Berikut materi penyampaian yang bersifat praktik :

a. Pemanasan sebelum mulai ke gerak tari.

b. Mengenal gerak-gerak dasar.

c. Menghafal / melakukan gerak-gerak yang diberikan.

d. Membahas / memperagakan tugas rumah yang diberikan hari

sebelumnya.

e. Pemberian materi gerak dan memperagakannya.

f. Memberi tugas gerak tari untuk latihan di rumah.

Materi tari yang diberikan yaitu tari Merak tari kreasi yang

menggambarkan aktivitas burung merak yang gembira menepakkan

keindahan sayapnya. Materi gerak yang diberikan sangat sederhana

dan diulang-ulang gerakkannya. Tari ini adalah tari kreasi yang telah

diolah garapan geraknya supaya siswa dengan mudah menangkapnya.


52

Menurut pengamatan, dalam setiap kegiatan belajar mengajar

SLB Bagaskara Sragen secara garis besar dapat digolongkan tiga

kegiatan pokok yaitu :

a. Membuka pelajaran

Kegiatan membuka pelajaran ini dilakukan guru sebelum

penyajian inti pelajaran. Pelaksanaan pembelajaran ini terkadang tidak

seperti yang diharapkan, misalnya materi yang disampaikan tidak

tersampaikan semua. Hal ini karena waktu yang diberikan terlalu

pendek. 1 jam untuk melakukan 3 kegiatan tersebut di atas sebelum

masuk selalu menyita waktu sekitar 5 menit. Untuk itu siswa sudah

harus siap sebelum jatah waktu yang ditentukan. Siswa harus pindah

ruangan dari ruangan kelas ke ruangan praktek, kemudian melepas

sepatu. Setelah siswa sudah masuk dalam kelas, guru mulai pelajaran

dengan membuka pelajaran dengan salam dan tak lupa menanyakan

keadaan siswa apakah siap untuk menerima pelajaran. Dalam kegiatan

membuka pelajaran guru lebih sering menggunakan metode ceramah

dan isyarat. Berikut ilustrasi percakapan kegiatan yang dilakukan oleh

guru pada kegiatan membuka pelajaran:

Guru : “Selamat pagi anak-anak !”

Siswa : “Se..la..mat.. pa..gi.. buu..!” (bagi anak yang bisa

mengucap, dia akan mengucap tapi tidak mengeluarkan

suara melainkan membuka mulutnya dengan lafal selamat


53

pagi, bagi yang tidak bisa dia Cuma menganggukkan

kepala) atau guru menggunakan bahasa isyarat.

Guru : “Siapa yang capek atau sakit boleh istirahat ya, tapi

sambil melihat temannya yang menari.”

Siswa : “Iya buu….”

Setelah ini dilanjutkan dengan kegiatan inti pelajaran.

b. Penyajian inti pelajaran

Kegiatan penyampaian materi pelajaran sesuai dengan program

yang akan diajarkan, yaitu tari Merak. Penyampaian materi pelajaran

tari Merak ini lebih bersifat fleksibel, sesuai dengan kemampuan

siswa. Guru tidak menggunakan perangkat pembelajaran seperti

rencana pembelajaran atau yang sejenisnya serta tidak mempunyai

target-target yang harus dicapai oleh siswa. Dalam penyajian inti

pelajaran guru lebih sering menggunakan metode ceramah, isyarat,

demonstrasi dan latihan. Berikut ilustrasi percakapan kegiatan yang

dilakukan oleh guru pada kegiatan penyajian inti pelajaran:

Guru : “Sebelum mulai pelajaran tari, yuk pemanasan dulu,

tangannya lurus.”

“pelan-pelan ya…….”

“kalau sudah lurus di putar ya…. Ayo……”

Siswa : “Iya buu…..”

“gii..ni buu….”

Guru : “Iya pinter.”


54

“sekarang ibu mau tanya apa hayo PR-nya kemarin.”

“siapa masih ingat, tunjuk jari.”

“ayo pinter…..”

Siswa : “Ukeel…seblak sampur…..”

Guru : “Pinter…”

“jalan kecil-kecil sambil putar, tangannya ditepakkan

jangan lupa bawa sampur.”

“ayo jalan yok…. Jangan tabrakan sama temennya.”

Siswa : “Iyaa bu….”

Guru : “Ibu tambah satu gerak lagi ya.”

“kaki geser (kengser) tangan di depan dada naik turun

bergantian.”

“bisa…”

Siswa : “Bisaaa…. Bu…..”

Guru : “Iya bagus sekali ! apakah ada yang belum bisa?”

“kita ulangi ya, yuk bareng-bareng.”

Siswa : “Iya…..”

Setelah kegiatan inti pelajaran ini selesai maka akan dilanjutkan

dengan kegiatan penutup.

c. Menutup pelajaran

Kegiatan yang dilakukan guru dalam penutup pelajaran dan guru

memberikan tugas untuk dikerjakan di rumah. Dalam kegiatan

menutup pelajaran guru lebih serin menggunkana metode ceramah,


55

tugas serta isyarat. Berikut ilustrasi percakapan kegiatan yang

dilakukan oleh guru pada kegiatan menutup pelajaran:

Guru : “Gimana enak kan…? Untuk gerakan tadi buat PR ya.”

“besuk sebelum mulai ibu akan tanya PR-nya ”

“latihan di rumah ya…”

Siswa : “Iya… bu.. ”

Guru : “Selamat siang anak-anak.”

4.2.3 Metode

Menurut Sudjana (1989:76) berpendapat bahwa yang dimaksud

dengan metode mengajar ialah : cara yang dipergunakan guru dalam

mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya

pengajaran. Oleh karena itu, peranan metode mengajar sebagai alat

untuk menciptakan proses belajar mengajar.

Ada bermacam-macam metode yang dipergunakan dalam

pemberian suatu materi pelajar kepada siswa. Metode yang banyak

digunakan dalam pembelajaran adalah metode ceramah, metode tanya

jawab, metode diskusi, metode tugas, metode latihan, metode kerja

kelompok, metode demontrasi, metode eksperimen. Dari berbagai

metode tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri. Proses belajar mengajar

yang baik, hendaknya mempergunakan berbagai jenis metode

mengajar secara bergantian atau saling bahu-membahu satu sama lain.

Masing-masing metode ada kelemahan serta keuntungannya. Tugas

guru ialah memilih berbagai metode yang tepat untuk menciptakan


56

proses belajar mengajar. Ketepatan penggunaan metode mengajar

tersebut sangat bergantung kepada tujuan, isi proses belajar mengajar

dan kegiatan belajar mangajar. Ditinjau dari segi penerapannya,

metode-metode mengajar ada yang tepat digunakan untuk siswa dalam

jumlah besar dan ada yang tepat untuk siswa dalam jumlah kecil. Ada

juga yang tepat digunakan di dalam kelas atau di luar kelas.

Metode pembelajaran tari bagi siswa yang memiliki ketunaan

hampir sama dengan metode bagi siswa yang normal yaitu dengan

menggunakan metode demonstrasi, metode latihan (drill), metode

tugas dan metode ceramah.

Dari hasil penelitian di lapangan metode yang digunakan ibu

Anik Sulistyowati pada pembelajaran seni tari di SLB Bagaskara

Sragen adalah metode isyarat, metode demonstrasi, metode latihan,

metode tugas, metode ceramah. Metode pelaksanaannya tidak

diterapkan sendiri-sendiri secara terpisah melainkan dikombinasikan,

(Jamalus 1981:30). Sesuai dengan pemikiran Jamulus, guru bidang

studi tersebut dalam mengajarkan materi tidak hanya menggunakan

satu metode saja, akan tetapi mengkombinasikan beberapa metode

yang tepat dan sesuai dengan materi pelajaran. Seluruh metode

tersebut dipergunakan dalam kegiatan pembelajaran seni tari secara

menyeluruh dari kegiatan awal hingga kegiatan penutup. Adapun

penjelasan dan penerapan merode tersebut adalah: .


57

4.2.3.1 Metode Isyarat

Metode ini didasari oleh pandangan yang menyatakan

bahwa sesuai dengan kodratnya bahasa yang paling cocok untuk

anak tuna rungu ialah bahasa isyarat (Sastrawinata 1977 :32).

Keuntungan metode isyarat ialah sesuai dengan dunia anak

tuna rungu, yaitu dunia tanpa suara, sesuai dengan kemampuan

anak tuna rungu untuk menerima dan mengeluarkan pikiran-pikiran

melalui lambang visual sesuai dengan bahasa ibunya. Kelemahan-

kelemahan metode ini ialah tidak efisien karena banyaknya isyarat

yang harus dipelajari, tidak semua pengertian (terutama pengertian

yang abstrak) dapat diisyaratkan, keragaman isyarat sesuai dengan

daerah dan kehendak si pembuat isyarat, dan membatasi anak tuna

rungu pada lingkungan yang dapat mengerti isyarat-isyarat.

Metode isyarat ini adalah bahasa satu-satunya yang

digunakan bagi anak tuna rungu. Cara guru menyampaikan materi

dengan bahasa isyarat. Contoh : dalam gerak tari. Gerakan srisig

dalam tari Merak, guru melambangkan burung yang sedang

terbang dan menapakkan kedua sayapnya.

4.2.3.2 Metode Demonstrasi

Guru memperagakan/memberi materi gerak dan bentuk tari,

dan ekspresi tari yang diajarkan. Dalam pembelajaran tari kreasi

yang akan diberikan untuk metode demonstrasi guru sengaja

memberikan gerak yang sederhana dan dipadukan dengan kata-kata


58

yang sederhana pula. Hal ini mengingat ketidaksempurnaan siswa

dalam menerima pelajaran. Contoh : guru mendemonstrasikan

terbang. Siswa lebih bisa memahami dan menggerakkan kata-kata

yang diperintahkan oleh guru. Dengan satu kata namun berarti

untuk banyak gerak. Terbang disini mempunyai olahan gerak yang

menggambarkan burung sedang terbang. Satu penggalan kata

seperti terbang lebih mudah ditangkap siswa di banding dengan

mendemostrasikan deskripsi gerak tari yang lazim pengajarannya

untuk anak yang normal. Bila diuraikan dalam deskripsi gerak tari

Merak, disini diambil contoh gerak srisig (lari kecil-kecil kaki

jinjit). Guru memperagakan gerak srisig tersebut dan memberikan

gambaran seolah-olah gerakan itu menggambarkan burung yang

sedang terbang di angkasa dan mengepakkan kedua sayapnya.

Setelah guru memberikan contoh siswa disuruh menirukan gerakan

yang baru saja guru peragakan.

4.2.3.3 Metode Latihan (driil)

Metode latihan (driil) ini baik sekali digunakan untuk hal-

hal yang bersifat motorik. Metode latihan (driil) ini sangat bagus

diberikan mengingat keadaan siswa. Cacat bukan berarti diam dan

tidak bisa bergerak. Olah tubuh diberikan pada awal pelajaran hal

ini untuk melatih motorik siswa supaya tidak kaku. Contoh : hoyok

(kaki mendak,badan doyong ke kanan dan ke kiri), gedeg (kepala

geleng ke kanan dan ke kiri), ukel (gerak pergelangan tangan yang


59

di putar), mendak (ke dua kaki merendah dengan sedikit di tekuk).

Metode latihan sangat baik dilakukan karena sebelum anak

memulai pelajaran dia bisa melakukan pemanasan terlebih dahulu,

mengingat keadaan siswa SLB Bagaskara yang kurang normal.

Sebelum pelajaran dimulai anak biasanya latihan terlebih dahulu

sambil mengingat-ingat gerak yang disampaikan guru.

4.2.3.4 Metode Tugas

Metode pemberian tugas ini tujuannya untuk lebih

memantapkan penguasaan siswa terhadap bahan/materi yang telah

dipelajari. Misalnya dalam pertemuan pertama guru memberi

penggalan gerak tari yang dirasa sulit dilakukan oleh siswa maka

gerak tersebut dijadikan tugas di rumah untuk latihan berulang-

ulang dan dibahas pada pertemuan berikutnya. Contoh: gerak yang

sudah dilakukan murid. Gerak srisig dalam tari Merak, kaki lari

dengan jangkah kecil-kecil dan kedua tangan dikepakkan ke atas

dan ke bawah. Pelajaran yang disampaikan tersebut masih belum

lancar guru memberikan tugas untuk di rumah supaya berlatih

gerakan yang diajarkan tersebut, dan besok bila ada pelajaran tari

diharapkan siswa sudah bisa semua.

4.2.3.5 Metode Ceramah

Metode ceramah adalah pemberian keterangan secara lisan

oleh guru kepada siswa. Guru menerangkan sedangkan siswa

mendengarkan atau memahami dengan teliti. Guru memberikan


60

pertanyaan siswa menjawab atau siswa menanyakan hal-hal/gerak

tari yang dirasa sulit diterimanya. Untuk metode ceramah ini

sangat sulit karena siswa yang diajar adalah tuna rungu dan

menggunakan bahasa isyarat. Dalam proses pembelajaran tari

tersebut baik dari kegiatan pembukaan hingga kegiatan penutup

pelajaran ini guru tari menggunakan seluruh metode yang

dikombinasikan. Maksud dari pernyataan tersebut ialah bahwa

guru tari tidak hanya menggunakan metode ceramah saja tetapi

juga menggunakan metode demonstrasi, isyarat, tugas serta latihan.

Metode-metode tersebut tidak berdiri sendiri tetapi merupakan

sebuah kesatuan.

4.2.4 Media

Media adalah sarana terpenting untuk pembelajaran. Misalnya

dalam kegiatan praktik musik/latihan iringan tari sangat diperlukan

adanya suatu media. Meskipun sudah berlangsung lama adanya

kegiatan pembelajaran kesenian (tari) di SLB namun media yang

tersedia kurang lengkap. Misalnya pada saat latihan praktek tari hanya

menggunakan tape recorder saja, dan tempat belum mempunyai

ruangan sendiri, ruangan yang dipakai adalah ruangan serba guna yang

biasa dipakai untuk ketrampilan sablon atau kadang dipakai untuk

tenis meja.
61

Menurut ibu Anik Sulistyowati dalam wawancarannya pada

tanggal 12 Mei 2006 penggunaan media sangat diperlukan agar

pembelajaran dapat berlangsung secara efisien, namun perlu pula bagi

guru untuk menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Media

pembelajaran ini meliputi tempat belajar, alat belajar, dan waktu.

Ketiga bagian tersebut berperan penting dalam suatu pembelajaran.

Berikut ini adalah penjelasan mengenai tempat belajar, alat dan waktu

belajar.

4.2.4.1 Tempat belajar

Kegiatan pembelajaran sangat memerlukan adanya suatu

wadah/tempat belajar. Tempat belajar akan dipergunakan untuk

menyampaikan materi pelajaran praktik tari dan keterampilan

sablon. Ruang ini sering mereka sebut dengan ruang praktik serba

guna. Dalam ruangan tersebut telah tersedia tape recorder dan alat

penunjang untuk menari seperti sampur. Walaupun ruangannya

dipakai untuk dua atau tiga kegiatan tidak menjadi penghalang

dalam pembelajaran tari.

4.2.4.2 Alat belajar

Alat belajar atau dengan kata lain akan semakin efektif,

efisien, lebih menunjang, lebih memperlancar di dalam

meningkatkan penguasaan hasil belajarnya jika peralatan belajar

tersedia lengkap dan memenuhi.


62

Alat belajar sangat dibutuhkan karena untuk menunjang

jalannya pembelajaran seni tari. Pada saat penelitian berlangsung,

Anik Sulistyowati sebagai g0uru tari menggunakan alat peraga

berupa sampur. Memakai sampur sendiri dan keterampilan

memainkan sampur juga diajarkan oleh guru dan siswa mengikuti.

Selain itu juga dengan tape recorder sebagai iringan musiknya.

4.2.4.3 Waktu

Waktu belajar dengan mempertimbangkan wadah kegiatan

dengan media cara belajar seni tari dapat dilaksanakan dalam

kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler, maka sudah jelas

waktu untuk belajarnya dapat dilaksanakan pada jam pelajaran seni

tari serta pada jam ekstra.

Pembelajaran tari kreasi yaitu tari Merak dilaksanakan pada

waktu pelajaran kesenian, yaitu setiap hari Jum’at pagi pukul 09.00

WIB. Pembelajaran tari Merak diberikan hanya satu jam agar

kondisi dan mental terjaga dan tidak mengalami hambatan fisik

yang kurang diinginkan. Hal ini perlu diingat untuk setiap memulai

pelajaran hendaknya para siswa diperhatikan kondisinya. Sudah

siap dan mampukah siswa untuk menerima pelajaran atau tidak.

Hal tersebut dilakukan karena kondisi kecacatan yang dimiliki

siswa akan lebih sulit pemberian materi dibandingkan dengan anak

yang normal. Tepat pukul 09.00 WIB siswa melepas sepatu

masing-masing dan guru mengamati kondisi siswa. Misalnya:


63

apakah badan siswa dipandang lemes atau tidak, dan semangat

seperti hari-hari sebelumnya.

4.2.5 Evaluasi

Setelah terlaksana semua mata pelajaran tari yang diberikan

hendaknya terjadi atau diberikan suatu evaluasi sehingga guru mampu

mengetahui sejauh mana keberhasilan pemberian materi yang

disampaikan kepada siswa. Evaluasi dalam konteks belajar adalah hasil

belajar dan pembelajaran (Darsono 2000:106). Dalam penilaian seni

tari menggunakan penilaian perbuatan, dimana peserta didik banyak

melakukan praktik, maka dengan penilaian perbuatan akan diperoleh

penilaian kemampuan keterampilan dan sikap dari peserta didik pada

waktu melakukan praktik. Tujuan dari evaluasi ini yaitu untuk menarik

simpulan seberapa jauh peningkatan kemampuan para siswa dalam

menguasai hasil belajarnya itu.

4.3 Kesulitan Guru dalam Mengajar Seni Tari di SLB Bagaskara Sragen.

Dari hasil pengamatan dan hasil wawancara dalam penelitian ini

peneliti sengaja mengambil permasalahan tentang kesulitan guru dalam

mengajar seni tari.

Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti mengadakan wawancara

kepada Kepala Sekolah, guru bidang studi, dan orang tua siswa masing-

masing. Di sekolah tersebut ada mata pelajaran kesenian dalam hal ini tari.

Mata pelajaran tari juga diberikan, menurut ibu Anik Sulistyowati yang sering

diberikan tari kreasi dan tidak menutup kemungkinan sekali-kali juga diberi
64

tari klasik. Dari Ibu Kepala Sekolah sangat antusias dan senang kalau peneliti

terjun langsung melihat cara guru mengajar tari di SLB Bagaskara. Dari hasil

wawancara dengan orang tua siswa merasa terharu dan bangga anaknya bisa

menari seperti halnya anak normal. Dari hasil wawancara langsung peneliti

dengan siswa, hanya sebagian kecil yang suka dengan mata pelajaran menari.

Tari Merak merupakan tari kreasi garapan S.Maridi Dkk yang

menceritakan tentang aktivitas burung merak yaitu burung merak yang sedang

gembira dan memperlihatkan keindahan bulunya. Tari merak merupakan tari

yang riang dengan iringan musik gamelan atau gendhing-gendhing tari Jawa

kreasi. Tari merak ditarikan dalam durasi 08.05 menit, merupakan tari

perorangan namun lebih bagus ditarikan oleh banyak penari atau berpasangan.

Busana untuk tari merak diambil busana sederhana seperti halnya burung yaitu

jarik (kain panjang yang bermotif) kreasi/celana, mekak dan ilat-ilatannya

(kain yang dipakai untuk menutupi dada), sampur (kain/selendang panjang),

sayap, irah-irahan (asesoris kepala) yang berbentuk burung , epek timang

(sabuk). Untuk rias yaitu cantik dan disesuaikan dengan busana, asesoris lain

tentunya ada yaitu anting-anting atau suweng (asesoris telinga), kalung,

gelang, klat bahu (asesoris yang dipakai di lengan tangan), binggel atau

gelang kaki. Untuk kaset tari merak ada dalam kaset tari merak produksi

LOKANANTA no seri ACD 134.

Motivasi dan kesabaran sangat diutamakan dalam pembelajaran seni

tari bagi anak cacat yaitu siswa SLB Bagaskara Sragen. Motivasi terus

diberikan hal ini sebagai pendorong minat siswa dalam mempelajari tari yang
65

diajarkan. Kesabaran seorang guru dalam membimbing siswa akan lebih

memberi nilai arti lebih bagi diri siswa untuk tidak malu dan mampu

memperlihatkan dirinya tidak kalah dengan yang normal. Dukungan guru-guru

lain dan Kepala Sekolah menambah keberanian siswa dalam berlatih.

Dorongan dan kasih sayang orang tua yang selalu mengiringi anaknya

menatap masa depan.

Kemampuan guru dalam meggunakan metode mengajar yaitu dengan

cara mengkombinasikan beberapa metode yang tepat dan sesuai dengan materi

yang dapat mendukung dalam proses belajar mengajar. Keberhasilan dalam

melaksanakan suatu pengajaran sebagian besar ditentukan oleh pilihan bahan

dan pemakaian metode yang tepat, penggunaan metode yang tepat dan sesuai

tersebut dikarenakan pengalaman guru yang lebih dari 15 tahun dalam

kegiatan mengajar di SLB.

Kesulitan belajar bagi siswa yang kurang karena kecacatan yang jelas

terlihat yaitu tuna rungu, sehingga siswa terhambat dalam pendengaran.

Kesulitan guru pun juga tampak karena guru sudah menyampaikan materi tapi

siswa belum tentu bisa menangkap apa yang diajarkan guru, karena terhambat

dalam pendengaran. Oleh karena itu, guru harus menggunakan bahasa isyarat

sebagai bahasa komunikasi atau penyampaian materi. Dalam hal ini peneliti

terjun langsung melihat cara guru mengajar seni tari di SLB Bagaskara

Sragen. Kesulitan guru dalam mengajar tari terlihat jelas misalnya: dengan

jelas siswa yang diajar adalah anak-anak cacat tuna rungu maka dalam

menerima pelajaran tidak bisa menangkap dengan cepat karena siswa


66

terhambat dalam pendengaran, jadi dalam penyampaian materi guru harus

mengulang-ulang materi yang disampaikan ke siswa sampai siswa benar-benar

bisa. Siswa yang sulit menerima pelajaran, maka guru itu pun juga ikut sulit

dalam menyampaikan materi, dalam penyampaian materi guru memberi

contoh di depan dan siswa mengikuti, setelah itu guru baru memperbaiki

gerakan anak satu persatu.

Bagi anak yang cacat pendengarannya total maka guru harus sabar dan

berulang-ulang mengajarnya karena materi yang disampaikan guru belum

tentu anak itu langsung bisa menerima pelajaran. Kesulitan guru dalam

menyampaikan materi adalah guru sudah melakukan semaksimal mungkin

menyampaikan materi pelajaran,tetapi siswa tidak memperhatikan maka guru

harus mengulang lagi pelajaran itu dan siswa tidak mempunyai bakat menari.

Walau guru sudah mengajarkan dengan berbagai cara atau metode, siswa tetap

sulit dalam menerima pelajaran karena siswa tidak mempunyai bakat atau rasa

senang dengan pelajaran seni tari, selain itu siswa juga tidak mendengar musik

sebagai pengiring tari.

Kesulitan mengajar bagi guru merupakan suatu tantangan dalam

menyampaikan materi supaya anak tetap mau mengikuti pelajaran tari dan

merasa senang dengan pelajaran seni tari. Untuk mengajar anak cacat harus

hati-hati dalam menuangkan kata. Siswa tidak mau diperlakukan keras tapi

siswa lebih suka disanjung. Kesulitan mengajar tari hendaknya mendapat

perhatian lebih dari semua guru. Banyak sanggar tari berdiri tetapi itu semua

untuk anak yang normal. Sementara bagi yang tidak sempurna atau cacat
67

belum ada sanggar tari yang menampungnya, karena tidak semua guru tari

mampu mengajar tari bagi anak-anak cacat. Penyandang cacat fisik pada

umumnya juga banyak menghadapi tantangan yang berat daripada orang

normal, karena penyandang cacat fisik mau tidak mau harus menyesuaikan

diri terhadap kecacatan yang dialaminya. Kesulitan dan hambatan sangat

dirasakan bagi anak yang cacat. Sulit menyesuaikan diri, sulit berteman dan

sulit menerima pelajaran tari. Tari memang bagus ditarikan bagi anak yang

normal tapi belum tentu yang cacat tidak bisa berkarya.

Kesulitan guru dalam mengajar dapat diatasi dengan kesabaran dan

memberi contoh berulang-ulang dan memberi dorongan atau sanjungan

kepada siswa, begitu pula bagi siswa, siswa bersemangat atau percaya diri bila

orang-orang terdekatnya memberikan dorongan atau support.


68

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil pengamatan, penulis dapat menarik simpulan

sebagai berikut :

5.1.1 Pembelajaran seni tari bagi anak cacat tuna rungu di SLB Bagaskara

Sragen meliputi tujuan, materi dan bahan, metode, media, dan

evaluasi.

5.1.2 Kesulitan yang dialami oleh guru dalam mengajar seni tari di SLB

Bagaskara Sragen meliputi:

a. Siswa tidak memperhatikan pelajaran karena daya dengar siswa

yang kurang. Oleh karena itu, pmbelajaran tidak dapat berjalan

secara efektif.

b. Para siswa juga tidak mempunyai bakat menari sehingga kurang

berminat untuk belajar tari.

c. Jumlah siswa yang mengikuti tari tidak tetap. Hal ini akan

menghambat pembelajaran karena pengalaman belajar tari dari

masing-masing siswa berbeda (ada siswa yang ketinggalan materi

pelajaran)

d. Media pembelajaran yang ada hanyalah tape recorder, di SLB

Bagaskara tidak tersedia VCD player. Selain itu, ruang yang

68
69

digunakan untuk pembelajaran tari adalah ruang serba guna yang

juga digunakan untuk belajar sablon dan tenis meja.

5.2 Saran

5.2.1 Metode yang digunakan dalam pembelajaran di SLB Bagaskara pada

khususnya dan di SLB yang lain pada umumnya ini hendaknya lebih

mengefektifkan metode demonstrasi, metode latihan dan metode

tugas.

5.2.2 Jumlah siswa yang mengikuti tari hendaknya ditetapkan. Hal ini

dapat meningkatkan konsentrasi siswa pada satu keterampilan saja.

Pembagian ini juga harus sesuai dengan keinginan para siswa.

5.2.3 Sarana dan prasarana di SLB Bagaskara hendaknya dapat ditambah.

Misalnya dengan menambah ruang praktik agar siswa dapat

berkonsentrasi penuh pada minat masing-masing. Siswa tidak akan

terganggu dengan pembelajaran yang lain.

5.2.4 Guru dapat meningkatkan minat siswa dengan cara memperlihatkan

CD tari pada saat pembelajaran, sehingga pembelajaran tari tidak

hanya cukup dengan menggunakan tape recorder saja.


70

DAFTAR PUSTAKA

Brakell, Clara dan S. Ngaliman. 1991. Seni Tari Jawa Tradisi Surakarta dan
Peristilahannya. Jakarta: ILDEP-RULL.

Djamarah, Bahri, dkk. 1995. Srategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Darsono, Max, dkk. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang
Press.

Furchan, Arif. 1992. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif. Surabaya: Usaha


Nasional.

Hendrarto, Eddy, dkk. 1987. Bimbingan dan Konseling Sekolah. Semarang: IKIP
Semarang Press.

Jamalus. 1988.Pengajaran Musik Melalui Pengalaman Musik. Jakarta:


Depdikbud.

Jazuli, M. 1994. Telaah Teoritis Seni Tari. Semarang: IKIP Semarang Press.

----------. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Semarang: Sendratasik FBS


UNNES.

Mardalis, 1999. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi


Akasara.

Amin, Moh, dkk. 1979. Pedoman Praktis Penyelenggaraan Sekolah Luar Biasa
Bagian B Tuna Rungu-Wicara. Jakarta: Departemen P dan K.

Moleong, Lexy J. 1990. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda


Karya.

Roestiyah, N. K. 1986. Didaktik Metodik. Jakarta: Bina Aksara.

Rohani, Ahmad. 1977. Media Instruksional Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Isbani, Sam dan R Isbani, 1979. Pengantar Pendidikan Anak Luar Biasa.
Surakarta: UNS.

Sardjono. 1995. Orthopaedagogik B (Tuna Rungu-Wicara). Surakarta: UNS.

Sastrawinata, Emon. 1977. Pendidikan Anak Tuna Rungu. Jakarta: Departemen P


dan K.
71

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:


Rineka Cipta.
Soedarsono. 1977. Tari-Tarian Indonesia 1. Jakarta: Balai Pustaka.

-------------. 1972. Djawa dan Bali Dua Sosok Perkembangan Drama Tari
Tradisional Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press.

Soelaiman, Darwis, A. 1979. Pengantar Kepada Teori dan Praktek Pengajaran.


Semarang: IKIP Semarang Press.

Sudjana, Nana. 1989. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar


Baru Algensindo.

-----------------. 1989. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar.
Bandung: Sinar Baru.

Sugandi, Acmad dan Haryanto. 2003. Teori Pembelajaran. Semarang : IKIP


Semarang Press.

Suryabrata, Sumadi. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Syah, Muhibin. 2000. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung:


Remaja Rosda Karya.
72

Lampiran I

PEDOMAN OBSERVASI

Judul : Pembelajaran seni tari bagi siswa tuna rungu di SLB Bagaskara Sragen.

Pokok-pokok amatan dalam kegiatan observasi meliputi :

A. Gambaran umum mengenai SLB Bagaskara Sragen.

1. Lokasi dan kondisi fisik SLB Bagaskara Sragen.

2. Kondisi guru secara umum (Latar belakang pendidikannya dan pengalaman

mengajar).

3. Kurikulum seni tari yang diberlakukan.

4. Prestasi-prestasi yang pernah diraih dalam bidang tari.

5. Pengambilan foto tentang kegiatan belajar mengajar seni tari, gedung sekolah

dan gedung asrama siswa.

B. Penyelenggaraan pengajaran seni tari di SLB Bagaskara Sragen.

Dalam kegiatan ini penulis mengamati secara langsung proses pengajaran seni

tari di dalam kelas di SLB Bagaskara Sragen yang meliputi:

1. Tahap perencanaan pengajaran.

Dalam tahap ini penulis mengamati :

a. Persiapan secara tertulis yang dilakukan guru, misalnya berupa satuan

pelajaran, program semester dan rencana pengajaran.

b. Persiapan tak tertulis yang dilakukan guru, misalnya menyediakan alat-alat

bantu mengajar.
73

2. Tahap pelaksanaan pengajaran.

Dalam tahap ini penulis mengamati pelaksanaan kegiatan belajar mengajar

yang meliputi kegiatan guru dan siswa, atau situasi yang menunjang pada saat

proses belajar mengajar berlangsung.

a. Kegiatan guru yang diamati antara lain :

1. Proses belajar mengajar, termasuk materi yang disampaikan serta metode

yang digunakan.

2. Penggunaan alat bantu atau alat peraga dalam pengajaran.

3. Cara guru dalam membimbing siswa, serta mengelola dan mengorganisir

kelas.

b. Kegiatan siswa yang meliputi :

1. Keaktifan siswa pada saat proses belajar mengajar berlangsung.

2. Respon siswa terhadap pengajaran seni tari.

3. Hubungan antara siswa dengan guru.

4. Hubungan antara siswa dengan siswa.

3. Tahap akhir program pengajaran.

Setelah langkah kegiatan belajar mengajar ditempuh. Dalam tahap ini juga di

amati tentang :

a. Cara guru dalam mengevaluasi pengajaran.

b. Tindak lanjut pengajaran (perbaikan).


74

Lampiran II

PEDOMAN WAWANCARA

Pedoman wawancara ini sebagai petunjuk untuk memperoleh informasi

secara langsung dari sumber: kepala sekolah, guru seni tari, guru-guru, siswa dan

orang tua atau wali siswa.

Pokok pikiran yang dikembangkan antara lain:

1. Sejarah berdirinya SLB Bagaskara Sragen.

2. Pengadaan tenaga pengajar dan administrasi.

3. Fasilitas yang dimiliki sekolah.

4. Sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah khususnya dalam bidang tari.

5. Upaya-upaya sekolah untuk prestasi dalam bidang tari.

6. Daerah asal siswa SLB Bagaskara Sragen.

7 Kesulitan atau hambatan dalam pelaksanaan kurikulum pendidikan seni tari bagi

siswa tuna rungu.

8. Metode yang banyak digunakan dalam pengajaran seni tari.

9. Cara menangani anak yang tingkat kesulitannya tinggi.

10. Cara menindak lanjuti hasil evaluasi pengajaran seni tari.

11. Membangkitkan motivasi siswa.

12. Hubungan antara guru dengan siswa.

13. Hubungan antara siswa dengan siswa.

14. Peran serta orang tua terhadap prestasi di bidang tari.

15. Kesulitan guru dalam menghadapi siswa tuna rungu.

16. Kesulitan siswa dalam menerima pelajaran seni tari.

17. Hubungan antara orang tua dengan siswa, guru dan lembaga.
75

Lampiran III
Diskripsi Tari Merak
Gerakan :
1. Kedua tangan ngiting di depan, kemudian gejug kiri kedua tangan membuka
ke samping dengan memegang sampur, pacak gulu, ke dua kaki jejer ke dua
tangan digerakkan ke depan puser, gejug kanan dua tangan membuka ke
samping, pacak gulu, mundur kanan pancat kedua tangan menthang ke
samping geleng kepala, putar.
2. Gerakan sama no 1
3. Mundur ke dua tangan di depan ngiting, buka ke samping, mundur, kaki kanan
maju kanan lepas ke dua sampur.
4. Ukel ke dua tangan kesamping kirikaki kanan maju, kemudian kaki kanan
mundur seblak ke dua tangan.
5. Mundur, ke dua tangan di depan ngiting mundur kaki kanan ambil sampur
maju kaki kanan, jalan putar.
6. Gerakan sama no 3
7. Kedua tangan di gerakkan ke depan bergantian, turun sampai hit 8 kemudian
berdiri hingga hit 3.
8. Gerakan sama no 5 dan 3.
9. Maju kanan, ke dua tangan lurus ke depan hadap kanan maju kiri ke dua
tangan digerakkan, tangan kiri tekuk di depan dada tangan kanan lurus, maju
kiri ke dua tangan lurus ke depan hadap depan, samping kiri maju kanan ke
dua tangan digerakkan tangan kanan di tekuk di depan dada tangan kiri lurus
gerakan sama. (dilakukan berulang-ulang).
10. Gerakan sama no 5 dan 3.
11. Langkah ke kanan ke dua tangan di pinggul, mendak kemudian berdiri pelan-
pelan sambil menggerakkan bahu, ganti kaki kiri melangkah ke dua tangan
dipinggul, mendak kemudian berdiri pelan-pelan sambil menggerakkan bahu
(dilakukan 4x).
12. Gerakan sama no 5 dan 3.
76

13. Loncat ke kanan 3x kemudian gerakan sama dengan no 4 pada hit 3 loncat lagi
gerakan sama kemudian mundur kaki kanan maju kanan kedua tangan
menthang ke samping kemudian lepas jalan ke depan 4x gerakan tangan kanan
ke atas bolak balik tangan kiri di pinggang kemudian loncat dan lakukan
gerakkan yang sama.
14. Gerakan sama no 5 dan 3.
15. Maju kanan kiri, kebyak kebyok sampur, kengser ke kanangejug kiri buka ke
dua tangan ke samping lenggut kepala. Maju kiri kanan, kebyak kebyok
sampur, kengser ke kiri gejug kanan buka ke dua tangan ke samping lenggut
kepala, maju kanan kiri, kebyak kebyok sampur, kengser ke kanan gejug kiri
buka ke dua tangan ke samping (gerakan sama dengan no 1).
16. Gerakan sama no 5 dan 3.
17. Kengser ke kanan-kiri-kanan loncat ke kiri ke dua tangan di depan puser
mundur kaki kanan maju kanan ke dua tangan mengikuti kemudian terbang.
18. Gerakan sama no 5 dan 3.
19. Gerakan sama no 17 namun beda kaki.
20. Gerakan sama no 5 dan 3.
21. Mundur kaki kanan maju kanan ngembat terbang putar.
22. Kengser ke samping hadap serong kanan mundur ngembat kedua sampur,
geleng kepala jalan putar, masuk…..
77

Lampiran IV

Gambar 1. Gedung SLB Bagaskara Sragen

Gambar 2. Guru Sedang Memberi Gambar 3. Guru Sedang Memberi


Isyarat Gerak Jalan Isyarat Gerak Jalan
Kenser ke Kiri Kenser ke Kiri
78

Gambar 4. Guru Sedang Menjelaskan Materi


dengan Memberi Contoh di Depan

Gambar 5. Pentas Perpisahan Murid Kelas VI


79

Gambar 6. Praktik Menari di Dalam Kelas

Gambar 7. Praktik Menari di Dalam Kelas

You might also like