You are on page 1of 13

I.

PENDAHULUAN
Enzim, meskipun hanya merupakan komponen tambahan banyak makanan
memegang peran utama dan bermacam-macam dalam makanan. Enzim yang
terdapat secara alami dalam makanan dapat mengubah susunan makanan
tersbut, dalam beberapa kasus perubahan seperti dikehendaki tetapi dalam
sebagian besar kasus hal itu tidak dikehendaki sehingga enzim harus
diaktifkan. Beberapa enzim dipakai sebagai indikator dalam metode analitik,
fosfatase misalnya dipakai dalam uji fosfatase susu yang dipasteurisasi. Enzim
disintesis di dalam sel-sel hidup. Sebagian besar enzim bekerja di dalam sel
sehingga disebut enzim intraseluler. Contoh enzim intraseluler adalah katalase
yang memecah senyawa-senyawa berbahaya, seperti hidrogen peroksida pada
sel-sel hati. Sedangkan, enzim yang dibuat di dalam sel dan melakukan
fungsinya di luar sel disebut enzim ekstraseluler. Contoh enzim ekstraseluler
adalah enzim-enzim pencernaan, seperti amilase yang memecah amilum
menjadi maltosa. Reaksi biokimia yang dikendalikan oleh enzim, antara lain
respirasi, pertumbuhan, perkecambahan, kontraksi otot, fotosintesis, fiksasi
nitrogen, proses pencernaan, dan lain-lain.

1.1 Latar Belakang


Keju adalah makanan yang dibuat dari dadih susu yang dipisahkan, yang
diperoleh dengan penggumpalan bagian kasein dari susu dan susu skim.
Penggumpalan ini terjadi dengan adanya enzim rennet (atau enzim lain yang
cocok) atau dengan meningkatkan keasaman susu melalui fermentasi asam
laktat, atau dengan kombinasi kedua teknik ini. The Food and Agriculture
Organization (FAO) mendefinisikan keju sebagai produk segar atau hasil
pemeraman yang didapatkan dengan penirisan sesudah terjadi koagulasi susu
segar, krim, skim atau campurannya (Scott, 1991). Menurut Daulay (1991),
keju cottage adalah keju muda dalam arti pada proses pembuatannya tidak
dilakukan pemeraman. Enzim rennet yang digunakan dalam proses
pembuatan keju sangat mahal dan tersedia dalam jumlah yang terbatas,
sehingga perlu adanya pengganti enzim rennet. Industri keju sebenarnya
dapat berpaling pada enzim penggumpal yang lain seperti fisin dari getah
ficus, papain dari pepaya, dan enzim bromelin dari nanas (Winarno, 1986).
Dalam proses pembuatan keju, suhu berperan dalam menentukan lamanya
proses dan mempengaruhi jenis keju yang terbentuk sehingga termasuk keju
lunak atau keju keras (Radiati, 1990). Keju dapat dianggap sebagai lunak
dengan kadar air lebih besar dari 40%, atau sebagai setengah lunak atau
setengah keras dengan kadar air 36 – 40% atau sebagai keras dengan kadar air
25 – 36%, dan sangat keras kalau kadar airnya kurang dari 25%.

I.2 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu mempelajari enzim papain sebagai
pengganti enzim renet dalam pembuatan keju cottage.

I.3 Manfaat Penulisan


Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu dapat memberikan informasi dan
dasar pertimbangan – pertimbangan penggunaan enzim renet dalam rangka
menekan biaya produksi keju.
II. KEJU COTTAGE

2.1 Pengertian Keju Cottage


Keju cottage merupakan keju lunak tanpa pematangan yang dibuat dari susu
atau skim dengan penambahan kultur bakteri asam laktat dan penambahan
enzim renet untuk koagulasinya. Keju cottage dibuat dari susu skim dengan
atau tanpa penambahan krim dan garam.

II.2 Proses Pembuatan Keju Cottage


Digram alir proses pembuatan keju cottage secara umum
Susu bubuk skim dilarutkan (skim : air = 1:5)

Pasteurisasi 62 – 650C, 30 menit

Pendinginan sampai suhu 35 – 370C

Penambahan CaCl2 0,62% w/w

Penetapan pH susu dengan penambahan asam laktat 5%

Penambahan renet (konsentrasi 0,002 – 0,020%)

Pembentukan dadih (4 – 18 jam)

Pemasakan dadih (34 – 370C, 10 menit)

Pemisahan whey dengan kain kasa (secara manual)

Penambahan garam 1% w/w

Pengemasan (dalam mangkuk plastik tertutup)


Pembuatan keju cottage dilakukan dengan metode setting pendek. Skim yang
merupakan bahan dasar keju dipasteurisasi pada suhu 630C selama 30 menit,
didinginkan sampai 400C sebagai suhu inkubasi, kemudian ditambah 4%
(V/V) starter dan disimpan dalam inkubator dengan berbagai variasi suhu
350C, 450C, dan 550C. Setelah pertumbuhan mencapai pH 5,6 ditambah
enzim papain dengan kadar yang bervariasi (320 ppm, 520 ppm, dan 720
ppm) selama 5-6 jam. Setelah keasaman tercapai sekitar 0,52% (pH 4,6-4,7)
dilakukan pemasakan curd di water bath selama 1 jam, setelah itu whey
dibuang. Setelah whey dibuang ditambahkan air dalam jumlah yang sama
dengan curd sambil diaduk pelan – pelan selama 10 menit, kemudian airnya
dibuang. Setelah pembuangan air ditambahkan garam NaCl 4% (w/w) dan
terbentuklah keju.
III. ENZIM

3.1 Enzim Secara Umum


1. Komponen Enzim

Penyusun utama suatu enzim adalah molekul protein yang disebut Apoenzim.
Agar berfungsi sebagaimana mestinya, enzim memerlukan komponen lain yang
disebut kofaktor. Kofaktor adalah komponen nonprotein berupa ion atau molekul.
Berdasarkan ikatannya, kofaktor dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu gugus
prostetik, ko-enzim, dan ion-ion anorganik.

a) Gugus prostetik merupakan tipe kofaktor yang biasanya terikat kuat pada
enzim, berperan memberi kekuatan tambahan terhadap kerja enzim. Contohnya
adalah heme, yaitu molekul berbentuk cincin pipih yang mengandung besi. Heme
merupakan gugus prostetik sejumlah enzim, antara lain katalase, peroksidase, dan
sitokrom oksidase.

b) Ko-enzim merupakan kofaktor yang terdiri atas molekul organik nonprotein


yang terikat renggang dengan enzim. Ko-enzim berfungsi untuk memindahkan
gugus kimia, atom, atau elektron dari satu enzim ke enzim yang lain. Contohnya,
tiamin pirofosfat, NAD, NADP+, dan asam tetrahidrofolat.

c) Ion-ion anorganik merupakan kofaktor yang terikat dengan enzim atau substrat
kompleks sehingga fungsi enzim lebih efektif. Contohnya, amilase dalam ludah
akan bekerja lebih baik dengan adanya ion klorida dan kalsium. Beberapa
kofaktor tidak berubah di akhir reaksi, tetapi kadang-kadang berubah dan terlibat
dalam reaksi yang lain. Enzim yang terikat dengan kofaktornya disebut
haloenzim.

2. Cara Kerja Enzim

Enzim mengkatalis reaksi dengan cara meningkatkan laju reaksi. Enzim


meningkatkan laju reaksi dengan cara menurunkan energi aktivasi (energi yang
diperlukan untuk reaksi). Penurunan energi aktivasi dilakukan dengan membentuk
kompleks dengan substrat. Setelah produk dihasilkan, kemudian enzim
dilepaskan. Enzim bebas untuk membentuk kompleks baru dengan substrat yang
lain.

Enzim memiliki sisi aktif, yaitu bagian enzim yang berfungsi sebagai katalis. Pada
sisi ini, terdapat gugus prostetik yang diduga berfungsi sebagai zat elektrofilik
sehingga dapat mengkatalis reaksi yang diinginkan. Bentuk sisi aktif sangat
spesifik sehingga diperlukan enzim yang spesifik pula. Hanya molekul dengan
bentuk tertentu yang dapat menjadi substrat bagi enzim. Agar dapat bereaksi,
enzim dan substrat harus saling komplementer.

Cara kerja enzim dapat dijelaskan dengan dua teori, yaitu teori gembok dan anak
kunci, dan teori kecocokan yang terinduksi.

a. Teori gembok dan anak kunci (Lock and key theory)


Enzim dan substrat bergabung bersama membentuk kompleks, seperti kunci yang
masuk dalam gembok. Di dalam kompleks, substrat dapat bereaksi dengan energi
aktivasi yang rendah. Setelah bereaksi, kompleks lepas dan melepaskan produk
serta membebaskan enzim.

b. Teori kecocokan yang terinduksi (Induced fit theory)

Menurut teori kecocokan yang terinduksi, sisi aktif enzim merupakan bentuk yang
fleksibel. Ketika substrat memasuki sisi aktif enzim, bentuk sisi aktif
termodifikasi melingkupi substrat membentuk kompleks. Ketika produk sudah
terlepas dari kompleks, enzim tidak aktif menjadi bentuk yang lepas. Sehingga,
substrat yang lain kembali bereaksi dengan enzim tersebut.

3. Sifat-Sifat Enzim

Sebagai biokatalisator, enzim memiliki beberapa sifat antara lain:

a. Enzim hanya mengubah kecepatan reaksi, artinya enzim tidak mengubah


produk akhir yang dibentuk atau mempengaruhi keseimbangan reaksi, hanya
meningkatkan laju suatu reaksi.

b. Enzim bekerja secara spesifik, artinya enzim hanya mempengaruhi substrat


tertentu saja.

c. Enzim merupakan protein. Oleh karena itu, enzim memiliki sifat seperti protein.
Antara lain bekerja pada suhu optimum, umumnya pada suhu kamar. Enzim akan
kehilangan aktivitasnya karena pH yang terlalu asam atau basa kuat, dan pelarut
organik. Selain itu, panas yang terlalu tinggi akan membuat enzim terdenaturasi
sehingga tidak dapat berfungsi sebagai mana mestinya.

d. Enzim diperlukan dalam jumlah sedikit. Sesuai dengan fungsinya sebagai


katalisator, enzim diperlukan dalam jumlah yang sedikit.

e. Enzim bekerja secara bolak-balik. Reaksi-reaksi yang dikendalikan enzim dapat


berbalik, artinya enzim tidak menentukan arah reaksi tetapi hanya mempercepat
laju reaksi sehingga tercapai keseimbangan. Enzim dapat menguraikan suatu
senyawa menjadi senyawa-senyawa lain. Atau sebaliknya, menyusun senyawa-
senyawa menjadi senyawa tertentu. Reaksinya dapat digambarkan sebagai berikut.

f. Enzim dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi


kerja enzim adalah suhu, pH, aktivator (pengaktif), dan inhibitor (penghambat)
serta konsentrasi substrat.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim

Aktivitas enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

a. Suhu

Tiap kenaikan suhu 10º C, kecepatan reaksi enzim menjadi dua kali lipat. Hal ini
berlaku dalam batas suhu yang wajar. Kenaikan suhu berhubungan dengan
meningkatnya energi kinetik pada molekul substrat dan enzim. Pada suhu yang
lebih tinggi, kecepatan molekul substrat meningkat. Sehingga, pada saat
bertubrukan dengan enzim, energi molekul substrat berkurang. Hal ini
memudahkan molekul substrat terikat pada sisi aktif enzim. Peningkatan suhu
yang ekstrim dapat menyebabkan atom-atom penyusun enzim bergetar sehingga
ikatan hidrogen terputus dan enzim terdenaturasi. Denaturasi adalah rusaknya
bentuk tiga dimensi enzim dan menyebabkan enzim terlepas dari substratnya. Hal
ini, menyebabkan aktivitas enzim menurun, denaturasi bersifat irreversible (tidak
dapat balik). Setiap enzim mempunyai suhu optimum, sebagian besar enzim
manusia mempunyai suhu optimum 37º C. Sebagian besar enzim tumbuhan
mempunyai suhu optimum 25º C.

b. pH (derajat keasaman)

Enzim sangat peka terhadap perubahan derajat keasaman dan kebasaan (pH)
lingkungannya. Enzim dapat nonaktif bila berada dalam asam kuat atau basa kuat.
Pada umumnya, enzim intrasel bekerja efektif pada kisaran pH 7,0. Jika pH
dinaikkan atau diturunkan di luar pH optimumnya, maka aktivitas enzim akan
menurun dengan cepat.

Tetapi, ada enzim yang memiliki pH optimum sangat asam, seperti pepsin, dan
agak basa, seperti amilase. Pepsin memiliki pH optimum sekitar 2 (sangat asam).
Sedangkan, amilase memiliki pH optimum sekitar 7,5 (agak basa).

c. Inhibitor

Kerja enzim dapat terhalang oleh zat lain. Zat yang dapat menghambat kerja
enzim disebut inhibitor. Zat penghambat atau inhibitor dapat menghambat kerja
enzim untuk sementara atau secara tetap. Inhibitor enzim dibagi menjadi dua,
yaitu inhibitor kompetitif dan inhibitor nonkompetitif.

1) Inhibitor kompetitif

Inhibitor kompetitif adalah molekul penghambat yang bersaing dengan substrat


untuk mendapatkan sisi aktif enzim. Contohnya, sianida bersaing dengan oksigen
untuk mendapatkan hemoglobin dalam rantai respirasi terakhir. Penghambatan
inhibitor kompetitif bersifat sementara dan dapat diatasi dengan cara menambah
konsentrasi substrat.

2) Inhibitor nonkompetitif

Inhibitor nonkompetitif adalah molekul penghambat enzim yang bekerja dengan


cara melekatkan diri pada luar sisi aktif enzim. Sehingga, bentuk enzim berubah
dan sisi aktif enzimtidak dapat berfungsi. Hal ini menyebabkan substrat tidak
dapat masuk ke sisi aktif enzim. Penghambatan inhibitor nonkompetitif bersifat
tetap dan tidak dapat dipengaruhi oleh konsentrasi substrat.

Selain inhibitor, terdapat juga aktivator yang mempengaruhi kerja enzim.


Aktivator merupakan molekul yang mempermudah enzim berikatan dengan
substratnya. Contohnya, ion klorida yang berperan dalam aktivitas amilase dalam
ludah.

III.2 Enzim Renet


Menurut Radiati (1990) enzim renet sering juga disebut renin. Merupakan zat
yang digunakan untuk menggumpalkan susu pada proses awal pembuatan
keju. Ada 3 jenis renet yang umum digunakan dalam pembuatan keju yaitu :
1. Renet hewan, biasanya enzim ini diperoleh dari lambung ternak
ruminansia yang masih menyusui. Enzim ini sulit diproduksi karena
para peternak lebih mengembangkan ternaknya untuk produksi
daging.
2. Renet tanaman, adalah enzim yang berasal dari tanaman Cynara
(genus dari spesies tanaman semak duri berasal dari Mediterania).
3. Renet mikrobial, adalah enzim yang dihasilkan dari hasil aktivitas
mikroorganisme cendawan Rhizomucor miehei. Namun beberapa
produk yang tersedia secara komersial diduga merupakan hasil
rekayasa genetika untuk meningkatkan produksi dan efisiensi.
Menurut Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Agribisnis Persusuan dan
Teknologi Hasil Ternak (2005) proses penggumpalan susu oleh renin sebagai
berikut :
- perubahan enzimatis dari kasein menjadi parakasein.
- pengendapan secara kimiawi dari parakasein oleh kalsium yang terdapat
dalam susu.
Renin juga menyumbang pada pematangan keju dengan fermentasi
parakasein menjadi pepton, dimana pada gilirannya difermentasi menjadi
asam amino dan ammonia oleh endoenzim biakan keju.

3.3 Enzim Papain


Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang banyak dikenal oleh
orang. Beberapa kegunaannya yaitu sumber vitamin serta sumber protease.
Dalam getah pepaya terkandung enzim - enzim protease (pengurai protein)
diantaranya papain dan kimopapain. Enzim ini paling banyak diperoleh dari
getah buah pepaya yang masih muda, untuk dapat memanfaatkan enzim ini
maka dilakukan berbagai pengolahan getah. Getah pepaya (papain) cukup
banyak mengandung berbagai macam enzim yang bersifat proteolotik
(pengurai protein). Enzim akan mengkatalis ikatan peptida atau protein
menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana seperti asam amino.  
Enzim papain sebagai salah satu pengganti enzim renet mempunyai beberapa
kelebihan antara lain lebih mudah didapat, tersedia dalam jumlah banyak,
lebih tahan terhadap kondisi asam dan kondisi basa, suhu tinggi serta
harganya murah (Sitrat dalam Anonymous, 1991).
Enzim papain sebagai protease sulfhidril dapat diaktifkan oleh zat – zat
pereduksi dan menjadi tidak aktif jika terdapat zat pengoksidasi. Burges dan
Shaw dalam Godfrey dan Reichet (1986) menyatakan bahwa enzim papain
memutus ikatan peptida pada residu asparagin-glutamin, glutamat-alanin,
leusin-valin, dan fenilalanin-tirosin. Enzim tersebut akan bekerja secara
optimal tergantung dari konsentrasi yang diberikan.
IV. PENGARUH ENZIM PAPAIN DAN SUHU FERMENTASI
TERHADAP KEJU COTTAGE

4.1 Kadar Protein


Kadar protein tertinggi didapatkan pada keju cottage yang dibuat pada
fermentasi suhu 550C dengan kadar enzim papain 720 ppm. Kondisi ini
disebabkan suhu 550°C adalah suhu optimum untuk kerja enzim papain sehingga
aktivitas enzim dalam memecah protein menjadi peptida meningkat seiring
meningkatnya konsentrasi enzim (Winarno, 1986).
4.2 Kadar Asam Laktat, Laktosa, dan pH
Berdasarkan hasil analisa, kadar total asam laktat yang tertinggi adalah
1,97 dan kadar laktosa terendah 0,15% dengan pH 4,27 dicapai pada suhu
fermentasi 450 C dengan kadar 520 ppm. Hal ini sejalan dengan aktivitas
metabolisme starter yang mempunyai suhu pertumbuhan optimum 410°C sampai
45°C (Gililand, 1985), sehingga akan meningkatkan berbagai aktivitas
metabolisme starter antara lain mengubah laktosa menjadi asam laktat (Burows et
al., 1963). Pengubahan laktosa menjadi Asam laktat tersebut menyebabkan
menurunnya kadar laktosa dan pH media sehingga pH media mencapai 4,0 sampai
4,5 (Gaudy and Gaudy, 1981).
4.3 Kadar Air
Hasil analisa menunjukkan bahwa peningkatan suhu fermentasi menyebabkan
penurunan kadar air dalam keju cottage, sehingga tekstur yang dihasilkan menjadi
lebih keras.
4.4 Uji Mikrobiologis
Hasil analisa menunjukkan penurunan jumlah bakteri starter pada keju cottage.
Hal ini diduga akibat penggaraman yang digunakan untuk mengakhiri proses
fermentasi. Larutan garam yang pekat tersebut mengakibatkan tekanan osmotik
pada sel mikroorganisme menjadi turun karena air terserap keluar sehingga sel
kekurangan air dan selanjutnya sel akan mati (Idris, 1992).
Tabel1. Hasil komposisi kimiawi dan uji organoleptik skim dan susu keju cottage
Perla- Protein Asam pH Lak- Air Z Uji Organoleptik
kuan (Z) Laktat tosa (%) Bakteri Rasa Tekstur Warna
(%) (V/V)
E1T1 14,40 1,75 4,83 0,05 78,36 3,17,10 Asam Lembek Putih
E1T2 14,60 1,82 4,43 0,04 77,85 3,50,10 Asam sekali Putih
E1T3 15,87 1,82 4,61 0,05 75,87 4,33,10 Asam Lembek Putih
sekali Agak
E2T1 15,95 1,71 5,40 0,07 78,85 4,37,10 Asam keras Putih
E2T2 16,38 1,97 4,27 0,03 77,85 3,30,10 sekali Lembek Putih
E2T3 17,98 1,87 4,35 0,04 72,87 3,73,10 Asam sekali Putih
Asam Lembek
E3T1 16,17 1,62 5,51 0,07 78,86 3,73,10 Asam Agak Putih
E3T2 16,72 1,05 4,15 0,03 77,85 3,50,10 Asam keras Putih
E3T3 20,30 1,60 1,60 0,05 72,87 6,17,10 sekali Lembek Putih
Asam sekali
sekali Lembek
Agak
keras
E0T2 15,98 1,85 4,44 0,04 82,71 4,20,10 Asam Lembek putih
(Ktrl) sekali pecah

4.5 Uji Organoleptik


Uji organoleptik yang meliputi warna, rasa dan bau rata-rata yang disukai
adalah pada perlakuan konsentrasi protein 520 ppm dan suhu fermentasi 45°C
dengan warna putih kekuningan, rasa asam dan tekstur lembek.

You might also like