You are on page 1of 6

Apa yang dimaksud dengan PPh Pasal 22?

PPh yang dipungut oleh:


- Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-
lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
- Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan
di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
 
   

KMK No. 254/KMK.03/2001 stdd KMK No. 392/KMK.03/ 2001


Kepdirjen No. KEP-417/PJ./2001

Siapa pemungut PPh Pasal 22


- Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
- Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik di tingkat pusat maupun
daerah yang melakukan pembayaran atas pembelian barang;
- BUMN/BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari
APBN/APBD;
- Bank Indonesia (BI), BPPN, BULOG, PT Telkom, PT PLN, PT Garuda Indonesia, PT
Indosat, PT Krakatau Steel, Pertamina dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian
barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun non-APBN;
- Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri rokok, industri
kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh kepala kantor pelayanan pajak
atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
- Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan baker minyak jenis
premix, super TT dan gas atas penjualan hasil produksinya;
- Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan
perikanan, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, atas pembelian bahan-bahan untuk
keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
   

KMK No. 254/KMK.03/2001 stdtd KMK No. 236/KMK.03/2003

Apa yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22?


     
a. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan tidak terutang PPh (dengan SKB).
b. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai :
  1) Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia
berdasarkan asas timbal balik.
  2) Barang untuk keperluan badan internasional yang diakui dan terdaftar pada Pemerintah
Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor
Indonesia.
  3) Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan.
  4) Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang
terbuka untuk umum.
  5) Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
  6) Barang untuk keperluan khusus kaum tuna netra dan penyandang cacat lainnya.
  7) Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah.
  8) Barang pindahan.
  9) Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman
sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
pabean.
  10) Barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan
untuk kepentingan umum.
  11) Persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang
diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan Negara (Yang termasuk sebagai
persenjataan dan amunisi diatur dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor
139/KMK.05/1997).
  12) Barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan
pertahanan dan keamanan negara.
  13) Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PlN).
  14) Buku-buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku-buku pelajaran agama.
  15) Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, dan kapal angkutan
penyeberangan, kapal pandu, kapal ronda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan
suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang
diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan
penagkapan ikan nasional.
  16) Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan manusia, peralatan untuk
perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan
Udara Niaga Nasional.
  17) Kereta Api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan serta
prasarana yang diimpor dan digunakan PI Kereta Api Indonesia.
  18) Peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara
Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia.
c. Impor sementara, yaitu impor yang nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali;
d. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp1.000.000 (satu juta rupiah) dan tidak
merupakan jumlah yang terpecah-pecah (tanpa SKB);
e. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum (PDAM), dan
benda-benda pos (tanpa SKB);
f. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan perhiasan dari emas untuk tujuan
ekspor (dengan SKB);
g. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh Kantor Perbendaharaan dan
Kas Negara (tanpa SKB);
h. Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian
diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk
keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian (tanpa SKB);
i. Pembayaran untuk pembelian beras dan/atau gabah oleh BULOG (tanpa SKB).
 
   

KMK No. 254/KMK.03/2001 stdtd KMK No. 236/KMK.03/2003


Atas transaksi apa sajakah yang perlu dimintakan Surat Keterangan Bebas (SKB) untuk
memperoleh pembebasan dari pengenaan PPh atas pemungutan PPh Pasal 22?
a. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan tidak terutang PPh;
b. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai:
1. Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia
berdasarkan asas timbal balik;
2. Barang untuk keperluan badan internasional yang diakui dan terdaftar pada Pemerintah
Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor
Indonesia;
3. Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan;
4. Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang
terbuka untuk umum;
5. Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
6. Barang untuk keperluan khusus kaum tuna netra dan penyandang cacat lainnya;
7. Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
8. Barang pindahan;
9. Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman
sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
pabean;
10.Barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk
kepentingan umum;
11.Persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang
diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan Negara (Yang termasuk sebagai
persenjataan dan amunisi diatur dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor
139/KMK.05/1997);
12.Barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan
pertahanan dan keamanan negara;
13.Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PlN);
14.Buku-buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku-buku pelajaran agama;
15.Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, dan kapal angkutan
penyeberangan, kapal pandu, kapal ronda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku
cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan
digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penagkapan ikan
nasional;
16.Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan
atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga
Nasional;
17.Kereta Api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan serta
prasarana yang diimpor dan digunakan PT. (PERSERO) Kereta Api Indonesia;
18.Peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara
Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia;
c. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan perhiasan dari emas untuk tujuan
ekspor.
 

KMK No. 254/KMK.03/2001 stdtd KMK No. 236/KMK.03/2001 


Kapan saat terutangnya PPh Pasal 22?
Pada saat penghasilan dibayarkan atau dibiayakan, yang mana terjadi lebih dahulu

Berapa tarif dan dasar pengenaan PPh Pasal 22 ?


     
- PPh Pasal 22 Bendaharawan sebesar 1,5% dari harga pembelian
- PPh Pasal 22 Impor
  a 2,5% dari Nilai Impor, bagi Importir yang memiliki Angka Pengenal Impor (API);
  b 7,5% dari Nilai Impor, bagi Importir yang tidak menggunakan API;
  c 7,5% dari Harga Jual Lelang, bagi yang tidak dikuasai (barang-barang impor yang
dilelang oleh Ditjen Bea dan Cukai);
- PPh Pasal 22 atas industri tertentu :
  a industri semen sebesar 0,25 % dari dasar pengenaan pajak (DPP) Pajak Pertambahan
Nilai (PPN);
  b industri rokok sebesar 0,15 % dari harga bandrol. dan bersifat final;
  c industri kertas sebesar 0,1 % dari DPP PPN;
  d industri baja sebesar 0,3% dari DPP PPN;
  e industri otomotif sebesar 0,45 % dari DPP PPN;
- PPh Pasal 22 atas Bahan Bakar Minyak Jenis Premix, Super TT dan Gas
  a Premium, tarifnya sebesar 0,3% dari penjualan (SPBU Swastanisasi) dan 0,25% dari
penjualan (SPBU Pertamina);
  b Solar, tarifnya sebesar 0,3% dari penjualan (SPBU Swastanisasi) dan 0,25% dari
penjualan (SPBU Pertamina);
  c Premix/Super TT sebesar 0,3% dari penjualan (SPBU Swastanisasi) dan 0,25% dari
penjualan (SPBU Pertamina);
  d Minyak Tanah sebesar 0,3% dari penjualan (SPBU Pertamina);
  e Gas LPG, 0,3% dari penjualan (SPBU Pertamina);
  f Pelumas sebesar 0,3% dari penjualan (SPBU Pertamina);
- Hasil Perhutanan, Perkebunan, Pertanian, dan Perikanan Besarnya tarif adalah 0,5% dari
Harga Pembelian (tidak termasuk PPN) oleh badan industri dan eksportir.
 
   

KMK No.254/KMK.03/2001 stdtd KMK No. 236/KMK.03/2003


Kepdirjen No. KEP - 401/PJ./2001
Kepdirjen No. KEP - 529/PJ./2001
Kepdirjen No. KEP - 69/PJ./1995
Kepdirjen No. KEP - 01/PJ./1996
Kepdirjen No.. KEP - 32/PJ./1995 stdd Kepdirjen No. KEP - 65/PJ./1995
Kepdirjen No. KEP - 417/PJ./2001
Kepdirjen No. KEP - 523/PJ/2001 stdd Kepdirjen No. KEP - 25/PJ./2003

Bagaimana tata cara pemungutan dan penyetoran PPh Pasal 22?


     
a. PPh Pasal 22 Bendaharawan dan BUMN/BUMD;
  - PPh Pasal 22 yang dipungut, disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran
atas penyerahan barang.
  - Penyetoran PPh Pasal 22 oleh Bendaharawan Pemerintah dengan menggunakan SSP yang
diisi atas nama Wajib Pajak rekanan serta ditandatangani oleh Bendaharawan Pemerintah
tersebut.
b. PPh Pasal 22 Impor;
  - Dalam hal dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, disetor sehari setelah
pemungutan
  - Dalam hal dilakukan Importir harus melunasi sendiri PPh Pasal 22 yang terutang.
  - Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka harus dilunasi pada saat
penyelesaian dokumen impor (PIB).
c. PPh Pasal 22 atas industri tertentu;
  - Pemungutan dan penyetoran dilakukan oleh pemungut pajak atas nama Wajib Pajak yang
dipungut;
  - Pemungut harus menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22;
  - Atas penjualan industri tertentu dipungut pada saat penjualan.
  - Penyetorannya dilakukan secara kolektif paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim
berikutnya.
d. Bahan Bakar Minyak Jenis Premix, Super TT, dan Gas;
  - Dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak (penyalur, dealer, agen) sebelum Surat Perintah
Pengeluaran Barang (Delivery Order) ditebus.
e. Hasil Perhutanan, Perkebunan, Pertanian, dan Perikanan
  - Dipungut pada saat pembelian.
  - Dipungut dan disetor oleh badan usaha industri dan eksportir yang melakukan pembelian
atas nama Wajib Pajak Penjual.
  - Pemungut menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22.
  - Penyetoran PPh Pasal 22 dilakukan secara kolektif paling lambat tanggal 10 (sepuluh)
bulan takwim berikutnya.
 

KMK No. 254/KMK.03/2001 stdtd KMK No. 236/KMK.03/2003

PPH PASAL 22 IMPOR

B. PPh Pasal 22 Impor (254/KMK.03/2001 Jo 392/KMK.03/2001 Jo 236/KMK.03/2003


Jo SE - 13/PJ.43/2001)

1. Setiap wajib pajak yang melakukan impor akan dikenakan PPh Pasal 22 Impor oleh
Ditjen Bea dan Cukai kecuali yang mendapat fasilitas pembebasan (memperoleh Surat
Keputusan Bersama).

2. Besarnya PPh Pasal 22 Impor adalah sbb :

a. Importir yang memiliki Angka Pengenal Impor (API) sebesar 2,5% x Nilai Impor

b. Importir yang tidak memiliki Angka Pengenal Impor (API) sebesar 7,5% x Nilai
Impor

3. Atas barang-barang impor yang dilelang oleh Ditjen Bea Cukai sebesar 7,5% x Nilai
Lelang.
4. Nilai impor = Harga Patokan Impor (CIF) + Pungutan berdasarkan UU Pabean (Bea
Masuk).

5. Untuk menghitung Nilai Impor digunakan kurs bedasarkan Keputusan Menteri Keuangan
(Kurs KMK, bukan kurs Bank Indonesia).

You might also like