You are on page 1of 32

PROPOSAL RISET PEMASARAN

MIE JAGUNG INSTAN

Oleh
RIDWAN ARIFIN
H251090131

PROGRAM STUDI ILMU MANAJEMEN


PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
PROPOSAL RISET PEMASARAN
MIE JAGUNG INSTAN

Oleh
RIDWAN ARIFIN
H251090131

Proposal Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk mengadakan penelitian
pada Program Studi Ilmu Manajemen

PROGRAM STUDI ILMU MANAJEMEN


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI.............................................................................................................i
DAFTAR TABEL....................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iii
I. PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1. Latar Belakang Penelitian.............................................................................1
1.2. Perumusan Masalah Penelitian.....................................................................2
1.3. Tujuan Penelitian..........................................................................................2
1.4. Manfaat Penelitian........................................................................................3
1.5. Ruang Lingkup Penelitian.............................................................................3
II. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................4
2.1. Jagung...........................................................................................................4
2.2. Tepung Jagung..............................................................................................7
2.3. Mie Jagung...................................................................................................9
2.4. Riset Pemasaran..........................................................................................12
2.5. Positioning..................................................................................................13
2.6. Marketing Mix............................................................................................14
2.7. Pengembangan Produk Baru......................................................................15
2.8. Preferensi Konsumen..................................................................................15
2.9. Validitas dan Reabilitas..............................................................................17
2.10. Kajian Penelitian Terdahulu.....................................................................19
III. METODOLOGI PENELITIAN.......................................................................21
3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian...................................................................21
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian......................................................................21
3.3. Jenis dan Sumber Data...............................................................................22
3.4. Jumlah dan Metode Pengambilan Sampel..................................................22
3.5. Metode pengumpulan data..........................................................................23
3.6. Pengolahan dan Analisis Data.....................................................................23
IV. JADWAL PENELITIAN DAN ANGGARAN PENELITIAN.......................24
4.1. Jadwal Penelitian.........................................................................................24
4.2. Anggaran Penelitian....................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................26

i
DAFTAR TABEL

No Halaman
1. Komposisi kimia jagung......................................................................................5
2. Kandungan amilosa dan amilopektin dari beberapa varietas jagung...................6
3. komposisi kimia tepung jagung………………………………………………...7

ii
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Struktur biji jagung..............................................................................................5
2. Teknologi proses produksi mi............................................................................10
3. Prototipe mie jagung instan…………………………………………………...11
4. Life cycle of concept…………………………………………………………...15

iii
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian


Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi manusia. Seiring
dengan meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan akan pangan meningkat pula
baik secara kualitas maupun kuantitas. Indonesia merupakan salah satu negara
yang memiliki ketahanan pangan yang kurang stabil. Ketergantungan terhadap
beras begitu tinggi sehingga kebijakan impor beras pun terus dilakukan karena
kurangnya suplai beras dari dalam negeri (Wijaya, 2010).
Masyarakat Indonesia telah mengalami perubahan pola konsumsi karena
mie instan dijadikan sebagai pengganti lauk pauk dan juga sekaligus pengganti
nasi. Mie instan yang beredar di Indonesia menggunakan tepung terigu sebagai
bahan baku utama yang bukan merupakan produk hasil pertanian domestik.
Kondisi ini cukup mengkhawatirkan karena tepung terigu merupakan produk
pangan impor. Tingkat konsumsi beras yang masih tinggi dan pola konsumsi
pangan kearah terigu berimplikasi sama bahayanya dan akan mengganggu
ketahanan pangan Indonesia (Suwandi,2006)
Pengembangan mie kering berbasis jagung merupakan salah satu program
difersifikasi pangan. Penggunaan bahan baku jagung dalam ingredient substitusi
maupun seluruhnya diharapkan mampu memberikan kontribusi pada masalah
terlalu tingginya ketergantungan bangsa Indonesia pada beras dan tepung terigu.
Survey yang dilakukan oleh Juniawati (2003) menunjukkan bahwa jagung
merupakan bahan pangan non-beras yang paling disukai oleh konsumen.
Sementara mie adalah produk pangan olahan non-beras yang paling sering
dikonsumsi oleh masyarakat. Hal ini menunjukkan potensi mie berbasis jagung
sangat potensial untuk dikembangkan dan dipasarkan di masyarakat. Meskipun
produk mie jagung di pasar Indonesia belum banyak tersedia. Dengan melihat
prospek pemasaran produk mie jagung yang bagus tersebut sudah semestinya
segera diluncurkan produk mie jagung secara komersial.
1.2 Perumusan Masalah Penelitian
Dalam peluncuran suatu produk, diperlukan ukuran dan indikator
keberhasilan produk tersebut dalam pasar. Berdasarkan hasil survey salah satu
lembaga riset di Amerika, banyak merek yang gagal memasuki pasar. Tingkat
kegagalan dapat mencapai 95%. Menurut Philip Kotler, rata-rata sekitar 80%
produk consumer good baru gagal memasuki pasar dan 30% dari penawaran
bisnis baru mengalami kegagalan.
Dijelaskan bahwa kegagalan tersebut banyak terjadi dikarenakan adanya
kesalahan-kesalahan kecil yang tidak diantisipasi bahkan dianggap remeh.
Misalnya fitur produk tidak komunikatif, baik konteks dan kontennya. Pemasar
juga salah dalam memposisikan produk, penetapan harga, cara mempromosikan
maupun cara pendistribusian barang.
Riset pasar sangat diperlukan untuk penetapan strategi launching produk
baru agar sukses diterima pasar. Dimulai dari pencarian ide produk baru,
menciptakan kemasan yang menarik, strategi pengembangan merek baru,
segementasi pasar, penetapan harga, promosi, targeting dan juga positioning.
Oleh karena itu diperlukan identifikasi dan perumusan masalah yang muncul
sebagai upaya untuk melakukan riset pemasaran produk mie jagung instan, yaitu :
1. Bagaimanakah bentuk pasar industri dan pasar retail mie jagung instan?
2. Bagaimanakah gambaran peta persaingan produk mie jagung instan?
3. Bagaimanakah bentuk produk dan variannya?
4. Dimanakah lokasi pasar dan saluran distribusi yang efektif dan efisien?
5. Bagaimanakah potensi pasar mie jagung instan?
6. Bagaimanakah strategi pemasaran mie jagung instan?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan perumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui bentuk pasar industri dan pasar retail mie jagung instan
2. Mendapatkan gambaran peta persaingan produk mie jagung instan
3. Menetapkan pengembangan produk dan variannya
4. Pemilihan lokasi pasar dan saluran distribusi yang efektif dan efisien
5. Mengetahui potensi pasar mie jagung instan
6. Menghasilkan rekomendasi strategi pemasaran mie jagung instan

2
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
perusahaan dan industri di bidang mie instan, sebagai bahan pertimbangan dalam
perumusan strategi baru terhadap mie jagung instan yang efektif dan efisien.
Selain itu, penelitian ini dapat juga dijadikan bahan masukan bagi penentu
kebijakan di pemerintahan terkait dengan strategi ketahanan pangan dan
diversifikasi pangan.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada konsumen dan industri makanan dengan
bahan baku mie instan. Ruang lingkup penelitian dibatasi hanya pada tinjauan
manajemen pemasaran terhadap produk baru, yaitu mie jagung instan. Hal
tersebut dikarena tahapan penelitian formulasi dan produksi mie jagung instan
telah dilakukan oleh para peneliti dari bagian Ilmu Pangan.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jagung
Secara struktural, biji jagung yang telah matang terdiri atas empat bagian
utama, yaitu perikarp, lembaga, endosperm, dan tip cap (Gambar 1). Perikarp
merupakan lapisan pembungkus biji yang berubah cepat selama proses
pembentukan biji. Pada waktu kariopsis muda, sel-selnya kecil dan tipis, tetapi
sel-sel itu berkembang seiring dengan bertambahnya umur biji. Pada taraf tertentu
lapisan ini membentuk membran yang dikenal sebagai kulit biji atau aleuron yang
secara morfologi adalah bagian endosperm. Bobot lapisan aleuron sekitar 3% dari
keseluruhan biji (Inglett 1987 diacu Suarni dan Widowati 2007).
Lembaga merupakan bagian yang cukup besar. Pada biji jagung tipe gigi
kuda, lembaga meliputi 11,5% dari bobot keseluruhan biji. Lembaga ini sendiri
sebenarnya tersusun atas dua bagian yaitu skutelum dan poros embrio (embryonic
axis). Endosperm merupakan bagian terbesar dari biji jagung, yaitu sekitar 85%,
hampir seluruhnya terdiri atas karbohidrat dari bagian yang lunak (floury
endosperm) dan bagian yang keras (horny endosperm). Lembaga terdiri atas
plumula, radikel, dan skutelum, yaitu sekitar 10% dan perikarp 5%. Tip cap
adalah bagian yang menghubungkan biji dengan janggel. Lapisan aleuron,
perikarp, dan lembaga mengandung protein dengan kadar yang berbeda. (Inglett
1987 diacu Suarni dan Widowati 2007 ).

Gambar 1. Struktur biji jagung (Shukla dan Cheryn 2001)


Tabel 1 Komposisi kimia jagung
Komponen Jumlah (% bk)
(%) Biji utuh Endosperm Lembaga Kulit ari Tip cap
Protein 3.7 8.0 18.4 3.7 9.1
Lemak 1.0 0.8 33.2 1.0 3.8
Serat kasar 86.7 2.7 8.8 86.7 -
Abu 0.8 0.3 10.5 0.8 1.6
Pati 71.3 87.6 8.3 7.3 5.3
Gula 0.34 0.62 10.8 0.34 1.6
Sumber: Inglett (1987) diacu Suarni dan Widowati (2007)

Analisis kimia biji jagung menunjukkan bahwa masing-masing fraksi


mempunyai sifat yang berbeda seperti yang ditunjukkan Tabel 1. Proses
pengolahan dengan menghilangkan sebagian dari fraksi biji jagung akan
mempengaruhi mutu gizi produk akhir. Informasi komposisi kimia tersebut
bermanfaat bagi industri pangan untuk menentukan jenis bahan dan proses yang
harus dilakukan agar diperoleh mutu produk yang sesuai dengan yang diinginkan.
Kulit ari jagung dicirikan oleh kandungan serat kasar yang tinggi, yaitu 86,7%
(Tabel 2), yang terdiri atas hemiselulosa (67%), selulosa (23%), dan lignin
(0,1%). Di sisi lain, endosperma kaya akan pati (87,6%) dan protein (8%),
sedangkan kadar lemaknya relatif rendah (0,8%). Lembaga dicirikan oleh
tingginya kadar lemak (33%), protein (18,4%), dan mineral (10,5%). Berdasarkan
data tersebut dapat ditentukan apakah produk yang akan diolah memerlukan biji
jagung utuh, atau yang kulit ari atau lembaganya dihilangkan.
Komponen utama jagung adalah pati, yaitu sekitar 70% dari bobot biji.
Komponen karbohidrat lain adalah gula sederhana, yaitu glukosa, sukrosa dan
fruktosa, 1-3% dari bobot biji. Pati terdiri atas dua jenis polimer glukosa, yaitu
amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan rantai unit-unit D-glukosa yang
panjang dan tidak bercabang, digabungkan oleh ikatan a(1→4), sedangkan
amilopektin strukturnya bercabang. Ikatan glikosidik yang menggabungkan residu
glukosa yang berdekatan dalam rantai amilopektin adalah ikatan a(1→4), tetapi
titik percabangan amilopektin merupakan ikatan a(1→6). Bahan yang
mengandung amilosa tinggi, jika direbus amilosanya terekstrak oleh air panas,
sehingga terlihat warna putih seperti susu (Lehninger 1982 diacu Suarni dan
Widowati 2007). Amilopektin berpengaruh terhadap sifat sensoris jagung,
terutama tekstur dan rasa. Pada prinsipnya, semakin tinggi kandungan

5
amilopektin, tekstur dan rasa jagung semakin lunak, pulen, dan enak. Komposisi
tersebut juga berpengaruh terhadap sifat amilografinya. Kandungan amilosa
beberapa varietas lokal dan unggul nasional dapat dilihat pada Tabel 2 (Suarni
2005 diacu Suarni dan Widowati 2007).

Tabel 2. Kandungan amilosa dan amilopektin dari beberapa varietas jagung


Varietas Amilosa (%) Amilopektin (%)
Srikandi putih 31.05 68.95
Srikandi kuning 30.14 69.86
Anoman 29.92 70.08
Lokal nonpulut 28.50 71.50
Lokal pulut 4.25 95.75
Sukmaraga 34.55 64.45

Protein utama dalam jagung adalah glutelin, yang juga dikenal dengan
nama glutenin. Glutelin merupakan protein yang berberat molekul tinggi yang
larut dalam alkali. Fraksi glutelin merupakan protein endosperma yang tersisa
setelah ekstraksi protein larut garam dan alkohol (zein). Protein lain dalam jagung
adalah zein yang merupakan protein yang tidak larut dalam air. Ketidaklarutan
zein dalam air disebabkan karena adanya asam amino hidrofobik seperti leusin,
prolin dan alanin. Selain faktor tersebut, tingginya proporsi dari sisi rantai grup
hidrokarbon dan tingginya persentase grup amida yang ada dengan jumlah grup
asam karboksilat bebas yang relatif rendah (Johnson 1991). Berdasarkan pada
kelarutan, ada dua jenis protein zein yaitu α-zein yang larut pada etanol 95% dan
β-zein yang larut pada etanol 60%. α-zein mengandung lebih banyak histidin,
arginin, prolin, dan metionin daripada β-zein (Laszity 1986). Lemak pada jagung
terutama terdapat pada bagian lembaga yaitu sekitar 85% dari total lemak jagung.
Dengan tingginya kandungan lemak pada lembaga, dalam pembuatan mi jagung
bagian lembaga dipisah karena lemak dapat menyebabkan ketengikan sehingga
memperpendek daya simpan mi.
Komposisi kimia jagung bervariasi tergantung varietas, cara menanam,
iklim dan tingkat kematangan, sehingga diperlukan seleksi untuk mendapatkan
varietas jagung yang memiliki komposisi kimia yang tepat untuk dibuat mi.
Komposisi kimia jagung putih tidak berbeda dengan jagung kuning, tetapi tidak

6
mengandung vitamin A. komposisi kimia tersebut tidak menyebar merata pada
bagian-bagian biji jagung (Utomo 1982 diacu Suarni dan Widowati 2007).

2.2 Tepung Jagung


Tepung jagung didefinisikan sebagai tepung yang diperoleh dari
penggilingan atau penumbukan biji jagung (Zea mays Linn) dari berbagai varietas
(putih dan kuning). Kadar air tidak lebih dari 10% dengan kehalusan, minimal
99% lolos ayakan 60 mesh dan min 80% lolos ayakan 80 mesh. Sedangkan
menurut SNI 01-3727-1995, tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan
cara menggiling biji jagung (Zea mays) yang bersih dan baik. Penggilingan biji
jagung ke dalam bentuk tepung merupakan suatu proses memisahkan kulit,
endosperm, lembaga dan tip cap. Endosperm merupakan bagian biji jagung yang
digiling menjadi tepung dan memiliki kadar karbohidrat yang tinggi. Kulit
memiliki kandungan serat yang tinggi sehingga dalam pembuatan tepung jagung,
kulit harus dipisahkan dari endosperm karena batas maksimal jumlah serat kasar
dalam tepung jagung adalah 1.5%. Lembaga merupakan bagian dari biji yang
mengandung lemak tertinggi (Tabel 1), sehingga harus dipisahkan untuk
mencegah tepung cepat rusak karena reaksi oksidasi lemak. Tip cap harus
dipisahkan dalam pembuatan tepung jagung karena dapat menyebabkan adanya
butir-butir hitam pada tepung jagung yang mengakibatkan kontaminasi produk.
Kandungan komposisi kimia tepung jagung ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi kimia tepung jagung


Komposisi kimia Kadar (%)
Air 10.9
Abu 0.4
Protein 5.8
Lemak 0.9
Karbohidrat (by difference) 82.0
Pati 68.2
Serat makanan 7.8
Sumber: Juniawati (2003)

Proses pembuatan tepung dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan
penggilingan kering (dry milling) dan penggilingan basah (wet milling).

7
Penggilingan kering adalah penggilingan jagung kering dengan dua kali
penggilingan yaitu penggilingan kasar dan penggilingan halus. Penggilingan
dengan metode kering menggunakana alat hammer mill untuk penggilingan kasar
dan disc mill untuk penggilingan halus. Pada penggilingan basah, jagung digiling
dengan menggunakan penggilingan batu yang biasa digunakan untuk menggiling
kedelai pada pembuatan tahu. Keuntungan proses penggilingan basah adalah
kemudahan untuk mencapai derajat kehalusan yang tinggi, mencegah kenaikan
suhu bahan yang terlalu tinggi, dan memperkecil kerugian akibat oksidasi bahan
baku. Penggilingan basah terutama digunakan untuk mendapatkan tepung yang
halus dan biasanya membutuhkan air dalam jumlah besar (Pratama 2008).
Penggilingan jagung dengan metode kering akan menghasilkan rendemen
tepung jagung yang lebih tinggi dibandingkan menggunakan penggilingan metode
basah. Hal ini disebabkan pada penggilingan basah banyak komponen jagung
yang terbuang pada saat pembersihan dan pencucian. Selain itu tepung jagung dari
penggilingan kering dapat menghasilkan tepung yang bisa disimpan dalam bentuk
kering dengan kadar air 14% (kadar air yang aman dari kerusakan mikrobiologis)
(Nobel dan Andrizal 2003).
Penelitian yang dilakukan oleh Putra (2008) dengan menggunakan metode
penggilingan kering pada jagung menghasilkan tepung jagung sebanyak 2.9 kg
dari 10 kg jagung pipil atau rendemen sekitar 29%. Tepung jagung yang dibuat
dengan menggunakan penggilingan kering dilakukan dengan beberapa tahap yaitu
penggilingan awal, pencucian dan perendaman, penggilingan tahap akhir, serta
pengayakan.
Penggilingan tahap awal dilakukan dengan menggunakan hammer mill
yang akan menghasilkan penggilingan kasar berupa grits, kulit, lembaga dan tip
cap. Pemisahan kulit, lembaga, dan tip cap dilakukan dengan cara pencucian dan
perendaman, grits akan mengendap dan kulit serta lembaga akan mengapung.
Grits jagung dikering-anginkan selama 2 jam (hingga kadar air ±17%) untuk
mempermudah ke tahap penggilingan selanjutnya. Kadar air grits yang tinggi
dapat menyebabkan bahan menempel pada disc mill sehingga menimbulkan
kemacetan pada alat, sedangkan kadar air yang terlalu rendah akan menyebabkan
partikel tepung setelah penggilingan lebih besar (tidak halus).

8
Penggilingan tahap akhir adalah penggilingan grits jagung dengan
menggunakan disc mill (penggiling halus) untuk menghasilkan tepung yang lebih
kecil ukurannya. Tepung jagung dari penggilingan tahap akhir kemudian diayak
dengan menggunakan pengayak berukuran 100 mesh. Pengayakan ini bertujuan
agar ukuran partikel tepung seragam, karena menurut Faridi dan Faubion (1995),
perbedaan ukuran partikel tersebut dapat menyebabkan terbentuknya specks
(noda) berwarna putih karena ukuran partikel yang lebih besar membutuhkan
waktu yang lebih lama untuk menyerap air, sehingga bagian yang tidak menyerap
air tersebut akan membentuk noda berwarna putih.

2.3 Mie Jagung


Mie merupakan salah satu jenis produk pasta yang sudah dikenal oleh
masyarakat dan dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat. Produk mie
menurut Suyatni (2008) terdiri dari empat jenis yaitu mie segar, mie basah, mie
kering dan mie instan. Mie segar adalah mie dari pemotongan lembaran adonan
dengan kadar air 35% dengan daya simpan 50-60 jam dalam refrigerator. Mie
basah adalah mie yang mengalami perebusan setelah pemotongan. Kadar mie ini
mencapai 52% sehingga masa simpannya sangat singkat (40 jam) pada suhu 28-
30 oC. Mi kering adalah mie segar yang dikeringkan dengan kadar air sekitar 8-
10%, sedangkan mie instan (instant fried noodle) adalah mie matang yang
dikeringkan dengan cara digoreng maupun dengan aliran udara panas.
Proses produksi mie segar, mie basah, mie kering dan mie instan dapat
dilihat pada Gambar 2. Proses produksi mie kering mencakup tahapan proses
formulasi bahan (terigu dan bahan tambahan berupa air, garam, telur dan larutan
alkali), pembentukan lembaran adonan (sheeting), pembentukan untaian mi,
pengukusan, pemotongan, dan pengeringan. SNI mie kering adalah SNI 01-2974-
1996. Untuk produksi mie instan, proses pengeringan diganti dengan proses
penggorengan, sedangkan untuk mie segar tidak dilakukan proses pengeringan
setelah pembentukan untaian mie, tetapi biasanya langsung dikemas. SNI mie
instan adalah SNI 01-3551-1996.

9
Bahan tambahan (garam, air, telur,
Pencampuran dan pengistirahatan adonan dan alkali)
Terigu

Pembentukan lembaran (sheeting)

Pemotongan
(slitting)

Perebusan Pengukusan

Pendinginan Penggorengan Pengeringan

Pemberian minyak
Pendinginan Pendinginan

Mie segar Mie basah Mie instan Mie kering

Gambar 2. Teknologi proses produksi mie (Suyatni 2008)

Keunggulan tepung jagung sebagai bahan baku untuk menggantikan


sebagian (substitusi) atau semua tepung terigu dalam produksi mie yaitu: 1)
mengurangi biaya bahan baku dan produksi; 2) mengurangi ketergantungan
terhadap bahan baku impor; 3) memberikan keunggulan terhadap produk mie
yang dihasilkan, tanpa penggunaan warna sintesis dan adanya kandungan beta
karoten. Mie jagung yang dihasilkan dari 100% tepung jagung berwarna lebih
kuning dibandingkan mie terigu atau mie substitusi, karena kandungan beta
karoten dalam mie jagung lebih banyak (Kusnandar 1998).

10
Penggunaan tepung jagung dalam mie akan dibatasi oleh karakteristik
fungsional tepung jagung, terutama disebabkan oleh kandungan protein gluten
yang rendah dan karakteristik protein tepung jagung tidak mengandung protein
gliadin dan glutenin sebagaimana pada tepung gandum yang bertindak sebagai
pengikat untuk membentuk tekstur adonan yang elastic-cohesive (Juniawati 2003;
Budiyah 2005).
Teknologi proses pembuatan mie jagung hampir sama dengan proses
produksi mie secara umum, akan tetapi ada beberapa proses yang harus dilakukan
dan tidak dilakukan pada mie terigu. Pada proses pembuatan mie jagung 100%,
tahap yang harus dilakukan pertama adalah berupa pengukusan sebagian tepung
jagung (70%), dimana menghasilkan karakteristik adonan mie jagung yang tidak
lengket pada roller mesin sheeting. Secara umum, proses produksi mie jagung
dengan teknologi sheeting mencakup tahapan formulasi bahan, pengukusan untuk
menggelatinisasi sebagian tepung jagung (70% dari total tepung), pencampuran
antara formulasi bahan yang tidak digelatinisasi dengan tepung gelatinisasi
(mixing), pembentukan lembaran adonan dan untaian mie (sheeting dan slitting),
pengukusan dan pengeringan.
Parameter mutu mie dapat dilihat dari mutu fisik, kimia dan organoleptik.
Mi kering yang bermutu baik (sebelum dimasak) memiliki tekstur yang kuat
(tidak rapuh/mudah patah), permukaan yang halus dan warna kuning yang
seragam. Apabila dimasak (direbus dalam air), mie cepat mengalami rehidrasi
(untuk mie instan kurang dari 3 menit), tidak hancur/larut dalam air rebusan
(cooking loss rendah, yaitu <2%), tidak lengket, cukup elastik, dan tidak terlalu
mengembang (Putra 2008; Chen et al. 2003).

Gambar 3. Prototipe Mie Jagung Instan

11
Berbeda dengan mie kering, pada mie jagung instan mengandung nilai gizi
yang baik yaitu mampu menyumbangkan sekitar 360 kalori/kemasan. Tingginya
energi yang terdapat pada mie jagung instan menunjukkan bahwa produk tersebut
dapat dijadikan bahan pangan alternatif pengganti nasi. Selain itu keunggulan mie
jagung instan adalah warna mie yang lebih menarik (kuning) dibandingkan mie
terigu walaupun tidak menggunakan pewarna seperti mie terigu. Pewarna kuning
yang umum digunakan dalam pembuatan mie terigu instan adalah tartrazine.
Sedangkan pada mie jagung instan warna kuning yang dihasilkan merupakan
warna alami yang disebabkan oleh adanya pigmen kuning jagung yaitu berupa
beta karoten, lutein, dan xanthin (Juniawati 2003)

2.4 Riset Pemasaran


Menurut Kotler (2000), pemasaran adalah suatu proses sosial dan
manajerial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang
mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan
mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Sedangkan Asosiasi
Pemasaran Amerika dalam Kotler (2000) mendefinisikan pemasaran sebagai
proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi,serta
penyaluran gagasan, barang dan jasa unruk menciptakan pertukaran yang
memenuhi sasaran-sasaran individu dan organisasi.
Riset pemasaran adalah kegiatan penelitian di bidang pemasaran yang
dilakukan secara sistematis mulai dari perumusan masalah, tujuan penelitian,
pengumpulan data, pengolahan data dan interpretasi hasil penelitian. Proses riset
pemasaran adalah serangkaian kegiatan atau tahapan yang dilakukan dalam
melaksanakan riset pemasaran. Kegiatan ini meliputi: (1) penentuan masalah; (2)
merumuskan kerangka teori; (3) formulasi desain riset; (4) kegiatan lapangan dan
pengumpulan data; (5) persiapan dan analisis data; serta (6) pembuatan laporan
dan presentasi (Rangkuti,1997).
Riset pemasaran dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu riset
eksploratif, konklusif dan pemantauan prestasi (umpan balik). Riset eksplorasi
dirancang untuk mengadakan penyelidikan awal dari suatu masalah. Desain riset
mempunyai fleksibiltas yang tinggi dan lebih peka terhadap hal-hal yang tidak

12
terduga. Rancangan riset bersifat luas dan serbaguna. Data yang digunakan dapat
berupa data sekunder ataupun hasil wawancara dengan para ahli atau kelompok.
Riset ini cocok untuk menganalisis masalah dan peluang. Riset konklusif
memberikan infyormasi yang dapat mengevaluasi dan menyeleksi rangkaian
tindakan. Prosedur riset bersifat formal dan sasaran riset serta kebutuhan
informasi didefinisikan dengan jelas. Riset pemantauan prestasi adalah riset yang
dilakukan untuk mengetahui apakah rangkaian program pemasaran yang telah
dijalankan telah sesuai dengan tujuan ataukah sebaliknya (Kinnear dan
Taylor,1988).

2.5 Positioning
Positioning dikenal sebagai strategi untuk menguasai pikiran konsumen
dengan penawaran perusahaan kita. Positioning juga merupakan strategi untuk
mengarahkan para pelanggan atau dengan kata lain positioning adalah upaya
untuk membangun kesan di benak konsumen bahwa perusahaan kita layak
dipercaya dan kompeten.
Menurut Kertajaya (2001), positioning adalah cara menempatkan diri agar
dipersepsikan oleh orang yang berada pada pasar yang dituju. Positioning adalah
janji yang diberikan produk, merek dan perusahaan kepada pelanggannya. Untuk
memenuhi janji tersebut, penjual harus membangun diferensiasi yang solid.
Selanjutnya, agar diferensiasi yang dibangun kokoh, penjual harus memback up
diferensiasi tersebut dengan marketing mix (strategi produk, harga, distribusi dan
promosi) yang kokoh pula. Setelah marketing mix, selanjutnya penjual juga harus
menyusun strategi selling dengan menciptakan hubungan jangka panjang dengan
pelanggan.
Menurut Kotler (2002), hasil akhir dari suatu penentuan posisi adalah
keberhasilan penciptaan suatu usulan nilai yang terfokus pada pasar, berupa suatu
pernyataan sederhana yang jelas mengapa pasar sasaran harus membeli produk
tersebut. Strategi penentuan posisi dapat diupayakan melalui berbagai cara, yaitu:
1. Penentuan posisi menurut atribut: ini terjadi bila suatu perusahaan
memposisikan diri menurut atribut, seperti ukuran dan lama
keberadaannya.

13
2. Penentuan posisi menurut manfaat: di sini produk diposisikan sebagai
pemimpin dalam suatu manfaat terteentu
3. Penentuan posisi menurut penggunaan: ini berarti memposisikan produk
sebagai yang terbaik untuk sejumlah penggunaan dan penerapan
4. Penentuan posisi menurut pemakai: ini berarti memposisikan produk
sebagai yang terbaik bagi sejumlah kelompok pemakai
5. Penentuan posisi menurut pesaing: di sini produk memposisikan diri
sebagai labih baik dari pesaing
6. Penentuan posisi menurut kategori produk: di sini produk diposisikan
sebagai pemimpin di suatu kategori produk
7. Penentuan posisi mutu: di sini produk diposisikan sebagai yang
menawarkan nilai terbaik

2.6 Marketing Mix


Marekting mix atau bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran
yang digunakan perusahaan untuk terus menerus mencapai tujaun pemasarannya
di pasar sasaran (Kotler,2003). Mc Charty dalam Kotler (2005),
mengklasifikasikan alat-alat tersebut menjadi empat kelompok yang luas, yang
disebut dengan 4P, yaitu:
1. Produk (Product): segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk
memuaskan kebutuhan konsumen. Produk dapat berupa barang fisik, jasa,
pengelaman, orang, tempat, ide, pengetahuan dan lainnya
2. Harga (Price): nilai barang dan jasa dalam bentuk uang. Harga juga
mengkomunikasikan posisi nilai yang dimaksudkan oleh perusahaan
kepada pasar tentang produk dan mereknya (Kotler,2005). Harga
merupakan unsur bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan,
sedangkan unsur lainnya menghasilkan biaya, selain harga juga merupakan
bauran pemasaran yang paling mudah untuk disesuaikan
3. Tempat (Place): Saluran distribusi merupakan serangkain organisasi yang
saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan produk
siap untuk dikonsumsi oleh konsumen (Kotler,2005)

14
4. Promosi (Promotion): Belch dan Belch (2001), mendefinisikan promosi
sebagai kordinasi semua penjual dalam memulai suatu usaha untuk
menyediakan saluran informasi dan persuasi untuk menjual barang dan
jasa atau mempromosikan sebuah ide

2.7 Pengembangan Produk Baru


Tahapan pengembangan produk baru digambarkan oleh Crawford dan
Benedetto (2008) sebagai berikut:
1. Opportunity Concept
2. Idea Concept
3. Stated Concept
4. Tested Concept
5. Full Screened Concept
6. Prototype Concept
7. Batch Concept
8. Proccess Concept
9. Pilot Concept
10. Marketed Concept
11. Successful Concept

Gambar 4. Life Cycle of Concept (Crawford & Benedetto 2008)

15
Mie jagung instan sudah sampai pada tahap Prototype. Pada tahap concept
generation diperlukan pendekatan analisis atribut dan analisis persaingan untuk
menjawab pasar mana yang akan diisi oleh produk baru tersebut dan juga kondisi
persaingan dengan produk sejenis. Teknik yang digunakan antara lain
Determinant Gap Analysis, AR (Atribut Rating) perceptual gap map dan OS
(Overall Similiarities) perceptual gap map. Kemudian dirumuskan stated concept
(Commercialized Concept).
Dilanjutkan dengan Concept Evaluation. Pendekatan yang digunakan
menggunakan konsep A-T-A-R (Awarnnes-Trial-Availability-Repeat) untuk
mengestimasi penjualan. Teknik lain yang digunakan adalah analisis konjoin
untuk melihat presepsi konsumen terhadap produk baru. Dilanjutkan dengan Full
Screenning untuk memilih variasi produk. Teknik yang digunakan adalah AHP
(Analytic Hierarchy Process).
Selanjutnya dirumuskan Concept Protocol produk, meliputi manfaat
utama produk, produk formal dan tambahan. Setelah diintergrasikan,produk
didesign sesuai dengan keinginan pasar kemudian dilakukan test pasar. Ada tiga
bentuk strategi test pasar, yaitu Pseudo Sale Methode (Simulated Test Market),
Controlled Sale Methodes dan Full sale Methodes. Test pasar mie jagung instan
dilakukan melalui strategi kombinasi.

2.8 Preferensi Konsumen


Konsumen menurut Kotler (2005) merupakan individu atau kelompok
yang berusaha untuk memenuhi atau mendapatkan barang dan jasa untuk
kebutuhan pribadi atau kelompoknya. Menurut Nicholson (1995), hubungan
preferensi biasanya diasumsikan memiliki tiga sifat dasar, yaitu kelengkapan
(completeness), transivitas (transitivity), dan berkelanjutan (continuity).
Sifat kelengkapan (completeness) memberikan asumsi bahwa setiap orang
selalu dapat menentukan pilihan dengan dua alternatif. Sebagai contoh, jika A dan
B merupakan dua kondisi, maka setiap orang harus selalu bisa menentukan salah
satu dari tiga hal. Pertama, A lebih disukai daripada B. Kedua, B lebih disukai
daripada A. Ketiga, A dan B sama-sama disukai.

16
Sifat transivitas (transitivity) memberikan asumsi bahwa seseorang yang
membandingkan beberapa kondisi yang saling berhubungan akan menunjukkan
sikap yang sesuai dan konsisten. Sebagai contoh, jika seseorang mengatakan
bahwa ia lebih menyukai A daripada B dan lebih menyukai B daripada C, maka ia
harus lebih menyukai A daripada C.
Sifat berkelanjutan (continuity) memiliki asumsi dasar yang hampir sama
dengan sifat transivitas, bahwa kesesuaian dan konsistensi sikap seseorang akan
terjaga pada saat membandingkan dua kondisi pada situasi yang berbeda. Sebagai
contoh, jika seseorang mengatakan A lebih disukai daripada B, maka kondisi lain
yang serupa dengan A lebih disukai daripada B (Nicholson, 1995).
Cardello (1994) menyatakan bahwa pada dasarnya pangan dapat disebut
sebagai stimulus sensori, yaitu karakteristik fisiko-kimia yang ditentukan oleh
variabel komposisi¸ proses, dan penyimpanannya. Namun seiring dengan
berkembangnya wilayah kajian ilmu dan teknologi pangan, diketahui bahwa
karakteristik fisiko-kimia pangan dapat berinteraksi dengan indra manusia dan
membentuk pengalaman mengenai penampakan, rasa, aroma, tekstur, dan lain
sebagainya. Berbagai teori dan kajian lebih lanjut dari hal ini adalah lahirnya
bidang ilmu baru yang disebut psiko-fisika yang melatarbelakangi lahirnya istilah
preferensi pangan. Preferensi pangan adalah derajat kesukaan terhadap makanan
yang akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Conner (1994) menyatakan
bahwa sebagian besar konsumen mengetahui dan mampu menyatakan rasa suka
dan tidak suka terhadap suatu produk pangan tertentu, meskipun terkadang
mereka kesulitan untuk mengutarakan alasannya.
Menurut Stepherd dan Spark (1994), faktor-faktor yang mempengaruhi
preferensi pangan dapat dikelompokkan menjadi tujuh, yaitu faktor intrinsik,
faktor ekstrinsik, faktor biologis, fisik, dan psikologis, faktor personal, faktor
sosial dan ekonomi, faktor pendidikan, serta faktor kultur, agama, dan daerah.
Faktor intrinsik merupakan faktor yang bersumber dari dalam produk yang
meliputi penampakan, aroma, temperatur, tekstur, kualitas, kuantitas, dan cara
penyajian pangan. Faktor ekstrinsik meliputi lingkungan sosial, iklan produk, dan
waktu penyajian. Faktor biologis, fisik, dan psikologis meliputi umur, jenis
kelamin, keadaan psikis, aspek psikologi dan biologis. Faktor personal meliputi

17
tingkat pendugaan, pengaruh dari orang lain, prioritas, selera, mood, dan emosi.
Faktor sosial dan ekonomi meliputi pendapatan keluarga, harga pangan, status
sosial, dan keamanan. Faktor pendidikan meliputi status pengetahuan individu dan
keluarga serta pengetahuan tentang gizi. Terakhir, faktor kultur, agama, dan
daerah meliputi asal kultur, latar belakang agama, kepercayaan, tradisi, serta letak
daerah.
Shepherd dan Sparks (1994) menjelaskan bahwa preferensi pangan,
sebagaimana banyak karakter rumit manusia lainnya, akan dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang saling berhubungan. Cardello (1994) menyebutkan bahwa
tekstur dan flavor merupakan faktor utama disukai atau tidak disukainya makanan.
Namun, preferensi pangan tetap dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan seseorang
(Stepherd dan Spark, 1994). Conner (1994) menyatakan bahwa penilaian terhadap
atribut sensori dapat dipengaruhi oleh promosi dan informasi dampak kesehatan
dari produk pangan yang bersangkutan.
Pemasaran sering dikaitkan dengan kegiatan penjualan, promosi,
periklanan dan publikasi. Hal tersebut merupakan bagian dari kegiatan pemasaran.
Namun begitu, pemasaran bukanlah semata-mata kegiatan seperti menjual dan
mempromosikan sesuatu. Pemasaran adalah suatu konsep yang menyangkut suatu
sikap mental. Kegiatan pemasaran harus sudah dimulai sebelum produk
dihasilkan. Produk harus dibuat berdasarkan pemikiran yang matang tentang
kesediaan konsumen membelinya, bukan sebaliknya, barang dibuat lalu
pemasaran dibuat kemudian (Kasali, 1998).

2.9 Validitas dan Reabilitas


. Validitas dapat diartikan sebagai suatu alat ukur yang dapat mengukur apa
yang hendak diukur (Husein dalam Novriadi, 2004). Dalam penelitian ini
dilakukan pengujian validitas terhadap item pertanyaan mengenai faktor-faktor
yang terkait konsumen dalam proses keputusan pembelian. Sebuah item
pertanyaan dapat dikatakan sahih, jika mempunyai dukungan yang kuat terhadap
skor total (jumlah keseluruhan item). Dengan kata lain, sebuah item pertanyaan
dikatakan mempunyai validitas tinggi, jika terdapat skor kesejajaran (korelasi
tinggi) yang terdapat skor total item.

18
Data yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang terkait konsumen
dalam proses keputusan pembelian mobil tersebut merupakan data ordinal, maka
digunakan skala Likert yang mempunyai urutan tingkat kepentingan berikut : (a)
sangat tidak penting diberi skor 1, (b) tidak penting diberi skor 2, (c) biasa diberi
skor 3, (d) penting diberi skor 4, dan (e) sangat penting diberi skor 5. Oleh karena
data tersebut ordinal, maka untuk menguji validitas data ini menggunakan metode
Product Moment Pearson dengan bantuan software SPSS 13.
Uji keabsahan menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mampu
mengukur apa saja yang ingin diukur (Umar, 2003). Hubungan pernyataan dalam
penelitian di uji dengan rumus teknik korelasi product moment Pearson , yaitu
n ( ∑ XY ) −( ∑ X ∑ Y )
r=
2 2
√ [n ∑ X − (∑ X ) ][ n∑ Y −(∑ Y ) ]
2 2
......................................................(1)
Uji keandalan adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana
suatu pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau
lebih. Uji keandalan untuk instrumen berupa rentangan antara 1-5 menggunakan
rumus Cronbach’s Alpha ( α ) (Umar, 2003).
2
k ∑σ
r 11 = ( )(
k −1
1− 2 b
σt ) ………...........……………….....(2)
Keterangan :
r11 = keandalan instrumen
k = banyak butir pertanyaan
2
σt = ragam total

∑ σ 2b = jumlah ragam butir


Rumus ragam yang digunakan (Umar, 2003) adalah :
2
2 (∑ x )
2
∑x n
σ =
n ……………………......…….………............(3)
Keterangan :
σ2 = ragam
n = jumlah contoh

19
x = nilai skor yang dipilih

2.10.Kajian Penelitian Terdahulu


Syukri (2003) melakukan penelitian tentang pola pengambilan keputusan
dalam pemilihan jenis kerupuk berdasarkan daya terima, preferensi dan
keterpilihan produk. Teknik yang digunakan mengadopsi teknik cognitive-
conceptual aspect of food acceptance dengan skala likert. Food preference
menggunakan analisis uji rank dan pemilihan produk menggunakan intensitas
konsumen dan interaksi antar factor atribut produk.
Yusriana (2004) melakukan penelitian tentang profil dan preferensi
konsumen terhadap mutu abon ikan di Kotamadya Banda Aceh. Kemudian tingkat
kepuasan terhadap bauran pemasaran dan strategi pemasaran terkait preferensi.
Sampel yang diambil menggunakan purposive sampling yaitu para pengunjung
yang sedang membeli abon ke toko abon. Sampel berjumlah 150 orang
menggunakan rumus Slovin. Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif
untuk menggambarkan profil konsumen, analisis indeks untuk kepuasan
pelanggan dan analisis SWOT untuk strategi pemasaran. Hasilnya adalah 42%
sangat suka,33% suka dan sisanya lainnya. Strategi pemasaran untuk bauran harga
adalah harga sesuai kualitas, lokasi terutama kenyaman. Promosi yang menjadi
pertimbangan adalah iklan, hadiah dan potongan harga.
Nasution (2005) melakukan penelitian tentang analisis strategi pemasaran
produk baru yaitu pestisida. Penelitian tersebut bertujuan mengidentifikasi strategi
pemasaran yang dilakukan oleh Agricon Ltd. Dan merumuskan bauran pemasaran
yang paling tepat. Alat analisis yang digunakan adalah AHP (Ananlitic Hierarchy
Proces). Hasil bauran pemasaran yang tepat sesuai prioritas adalah
promosi,harga,produk dan distributor.
Bardhani (2009), meneliti persepi konsumen terhadap minyak sawit merah
sebagai minyak kesehatan. Pemasaran dilakukan door to door kemudian dilakukan
identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan dalam pembelian serta
mengkaji strategi pemasaran. Sampel yang digunakan adalah accidental sampling,
dengan jumlah reponden 35 orang. Analisa menggunakan regresi berganda
dengan 4 faktor peubah yaitu harga, warna, kandungan gizi dan kemudahan

20
mendapatkan produk. Variable yang berpengaruh adalah produk (higienis,warna
dan gizi), Harga (potongan harga), Promosi (brosur) dan Tempat (Siap antar,
kontinouitas dan ketersediaan)

21
III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran


Penelitian dilakukan pada tahap evaluasi konsep, tahap pengembangan
konsep dan tahap peluncuran. Penelitian ini akan difokuskan kepada dua
kelompok pasar yang berbeda, yaitu pasar industri dan pasar konsumen. Pada
dasarnya pemisahan kedua pasar ini didasarkan pada fakta bahwa masing-masing
segmen pasar memerlukan mie dengan karakteristik yang berbeda.
Penelitian ini dibagi menjadi empat bagian, yaitu : peta persaingan,
analisis preferensi konsumen, pemilihan jalur distribusi dan potensi pasar. Peta
persaingan produk digunakan untuk memetakan posisi produk mie jagung instan
dengan produk mie instan lainnya. Analisis preferensi konsumen digunakan untuk
memilih variasi produk yang relatif disukai oleh konsumen. Variasi ini dapat
berupa harga, kemasan, ukuran dan juga design produk. Sedangkan untuk pasar
industri, variasinya relatife sedikit karena akan lebih banyak befokus pada
kualitas,kontinouitas dan manfaat dibandingkan dengan tampilan.
Pemilihan saluran distribusi mempertimbangkan atribut-atribut penting
yang berpengaruh dalam pembelian konsumen. Alternatifnya berupa pasar
modern dan pasar tradisional. Beberapa kriteria yang dapat dibangun antara lain :
jarak dan komunitas, keramaian, respon pelanggan, pendapatan masyarakat,
ketersediaan dan kemudahan mengakses. Sedangkan untuk pasar industri bisa
ditelusuri melalui aliran rantai pasok yang mengantarkan produk hingga ke pasar
industry.
Pengukuran potensi pasar menggunakan konsep ATAR (Awarness, Trial,
Avaibility dan Repeat). Konsep ini bisa digunakan dalam mengestimasi potensi
pasar suatu produk. Potensi pasar meliputi pasar industry dan pasar konsumen.
Pada pasar konsumen menggunakan cross location test maksudnya aktivitas
marketing test dan survey dilakukan di beberapa tempat.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja),
penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai dengan Juni 20011.
Lokasi kegiatan penelitian pemasaran produk mie jagung instan ini meliputi
beberapa daerah berkembang di Indonesia, antara lain :
1. Provinsi Sumatera Utara – Medan
2. Provinsi DKI Jakarta
3. Provinsi Jawa Barat – Bogor
4. Provinsi Sulawesi Selatan – Makasar
Waktu efektif pelaksanaan penelitian adalah selama tujuh bulan.

3.3 Jenis dan Sumber Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian terdiri dari data primer dan
data sekunder sebagai berikut :
1. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari responden dalam
hal ini konsumen dan industri makanan berbahan baku mie jagung instan
2. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari berbagai sumber literatur,
seperti laporan penelitian terdahulu, buku-buku, majalah, jurnal, internet, dan
sebagainya.

3.4 Jumlah dan Metode Pengambilan Sampel


Populasi data adalah pelaku industri dan konsumen yang bersentuhan
dengan produk pangan dalam bentuk mie instan. Teknik pengambilan sampel
yang digunakan adalah Purposive Sampling. Ukuran sample dalam penelitian ini
berlandaskan pada Crawford dan Benedetto (2008), yang menyarankan adanya
experts berjumlah tiga hingga enam orang, dan konsumen 20 hingga jutaan.
Jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan rumus Slovin. Adapun rumus Slovin adalah seperti berikut ini :
N
n=
1+ Ne 2
Keterangan :
n = Jumlah contoh yang diambil
N = Jumlah populasi
e = Taraf nyata

23
3.5 Metode pengumpulan data
Data didapat dengan cara wawancara dan kuesioner yang terdiri dari
pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka. Pertanyaan tertutup berupa
pertanyaan yang alternatif jawaban sudah tersedia, sehingga konsumen hanya
memilih satu dari alternatif jawaban yang sudah ada. Pertanyaan terbuka adalah
jenis pertanyaan memberikan pilihan dan juga menyediakan tempat untuk
menjawab berdasarkan pendapat responden atau bersifat bebas jika terdapat
jawaban responden diluar alternatif pilihan yang tersedia. Sebelum kuesioner
digunakan, kuesioner diuji validitas dan reabilitasnya.

3.6 Pengolahan dan Analisis Data


Data yang diperoleh dari kuesioner diolah dengan software SPSS 13.
Program Micosoft Excel untuk tabulasi deskriptif dari data kuesioner yang
diperoleh.

24
IV. JADWAL PENELITIAN DAN ANGGARAN PENELITIAN

4.1. Jadwal Penelitian

BULAN
Kegiatan Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pengajuan
proposal
Sidang
Komisi 1
Kolokium
Pengambilan
Data
Pengolahan
Data
Penulisan
Hasil
Penelitian
Seminar
Sidang
Komisi 2
Sidang
37 Perbaikan
Tesis
Lulus
4.2. Anggaran Penelitian
Kegiatan Jumlah
Transportasi Rp 20.000.000
Penginapan Rp 2.000.000
Kertas Rp 250.000
Tinta Rp 500.000
Konsumsi (Rp30.000 x 30hari x 7 bulan) Rp 2.100.000
Fotokopi Rp 500.000
Jilid (8 x Rp 25.000) + (10 x Rp 15.000) Rp 350.000
Gift Rp 5.000.000
Diskusi,Seminar dan Sidang Rp 1.500.000
Total Rp 32.200.000

26
DAFTAR PUSTAKA

Budiyah. 2005. Pemanfaatan Pati dan Protein Jagung (Corn Gluen Meal) Dalam
Pembuatan Mi Jagung Instan. [Skripsi]. Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Crawford, M., A.D. Benetton.2008. New Products Management. McGraw-Hill

Juniawati. 2003. Optimasi Proses Pengolahan Mi Jagung Instan Berdasarkan


Kajian Preferensi Konsumen. [Skripsi]. Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.Bogor.

Kotler, P dan KL Keller. 2008. Manajemen Pemasaran edisi 12. Jilid 1 dan 2. PT.
Indeks

Kusnandar F. 1998. Effect of Processing, Additives, and Starch Substitution on


The Quality of Starch Noodle. [Tesis]. Universiti Putra Malaysia. Malaysia

Pratama GG. 2008. Teknologi Untuk Memproduksi Mi jagung Dengan Bahan


Baku Tepung Jagung. [Skripsi]. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan.
Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Simamora, B. 2005. Analisis Multivariat Pemasaran. PT. Gramedia

Suwandi.2006. Pergeseran pola konsumsi Masyarakat


Jatim.http://64.203.71.11/kompas-cetak/0610/jatim/57717.htm. (19 Mei
2008)

Suarni NA, S Widowati. 2007. Struktur, Komposisi, dan Nutrisi Jagung. Balai
Penelitian Tanaman Serelia. Maros.

Wijaya.2010. Kajian Pengembangan Mi Jagung Instan dengan Teknik


Pengeringan Oven.Skripsi.Fakultas Teknologi Pertanian,IPB.Bogor.

27

You might also like