You are on page 1of 19

STRATEGI PEMERINTAH MENDORONG DAN

MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA


DALAM PEMBANGUNAN DI NTT 1

I. LATAR BELAKANG

Gagasan tentang pembaharuan desa telah lama bertebaran.

Banyak individu maupun lembaga telah lama mempromosikan

pembahruan agraria sebagai jalan untuk menciptakan keadilan sosial

bagi masyarakat desa. Kini, di era reformasi, lebih banyak elemen

masyarakat yang menghembuskan wacana pembaharuan desa lebih

membahana. Fokus perhatian pembaharuan desa sekarang tidak hanya

pada pembaharuan agraria, melainkan juga mengusung desentralisasi

dan demokratisasi ke level desa. Desentralisasi merupakan kekuatan

untuk membela desa dihadapan pemerintah supra desa, sedangkan

demokratisasi adalah kekuatan alternatif untuk melawan desa terutama

untuk memperkuat partisipasi masyarakat dalam urusan pemerintahan

dan pembangunan desa.

Untuk menanggapi wacana pembaharuan tersebut, pemerintah

telah melansir begitu banyak program dalam rangka peningkatan

partispasi masyarakat desa baik itu dalam proses maupun pelaksanaan

pembangunan, yang berupa program-program pemberdayaan yang

1 Makalah disampaikan pada Seminar Model Pembangunan Partisipatif dan Responsif Gender di Kupang – NTT, yang diselenggarakan oleh
Oxfam GB pada tanggal 16 Juli 2010 di Kupang;

1
ditujukan kepada masyarakat desa guna meningkatkan kesejahteraan

masyarakat desa.

Pola pembangunan yang dianut oleh pemerintah pada saat ini

adalah bottom up planning, yaitu perencanaan pembangunan yang

dimulai dari Musrenbangdus di dusun sampai dengan Musrenbangprov

di provinsi, bahkan sampai pada level pemerintahan pusat yakni

Musrenbangnas. Pola pembangunan ini mengandung prinsip

desentralisasi dan demokrasi lokal, prinsip desentralisasi terkait

dengan penempatan kabupaten/kota sebagai wilayah pembangunan

otonom yang mempunyai kewenangan untuk mengelola perencanaan

dan pelaksanaan pembangunan di wilayah yurisdiksinya. Sedangkan

prinsip demokrasi dijabarkan dalam partispasi masyarakat dalam

setiap tahapan perencanaannya.

Melalui konsep pemberdayaan tersebut pemerintah membangun

strategi untuk mulai meningkatkan partisipasi masyarakat baik itu

dalam proses maupun pelaksanaan pembangunan, kebijakan

pembangunan ini menganut dua filosofi dasar yaitu public touch and

bringing the public in, yakni sebuah kebijakan yang sungguh-sungguh

menyentuh kebutuhan publik dan juga mampu membawa masyarakat

masuk kedalam ruang-ruang kebijakan atau yang dikenal dengan

sebutan pembangunan partisipatif. Model kebijakan pembangunan

2
seperti inilah yang saat ini sedang dijalankan oleh Pemerintah Provinsi

NTT.

Pemerintah Provinsi NTT saat ini telah melaksanakan berbagai

macam program pemberdayaan untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat baik itu dalam proses, pelaksanaan maupun pengawasan

pembangunan program-program pemberdayaan yang telah dan

sementara dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi NTT merupakan

program-program yang bersifat berkelanjutan serta meletakan

masyarakat sebagai pelaku utama program dan yang paling penting

adalah program-program tersebut lebih berusaha untuk mewujudkan

kemandirian dan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.

Kesejahteraan berarti terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat,

sedangkan kemandirian berarti mampu mengorganisir diri untuk

memobilisasi sumber daya yang ada di lingkungannya, mampu

mengakses sumber daya di luar lingkungannya, serta mengelola

sumber daya tersebut untuk mengatasi masalah-masalah sosial yang

terjadi di lingkungannya.

Seperti apa yang diutarakan oleh Jim Ife, bahwa pemberdayaan

adalah memberikan sumberdaya, kesempatan, pengetahuan, dan

keterampilan kepada warga untuk meningkatkan kemampuan mereka

dalam menentukan masa depannya sendiri dan berpartisipasi

3
didalamnya serta mempengaruhi kehidupan dari masyarakatnya2.

Maka dari itu, program pemberdayaan yang telah dilakukan oleh

Pemerintah Provinsi NTT pada saat ini adalah dengan memberikan

sumber daya berupa modal bagi usaha ekonomi produktif yang ada di

pedesaan, kesempatan untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses

maupun pelaksanaan pembangunan dan juga pelatihan untuk

meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat desa untuk

menyongsong masa depan yang lebih baik. Untuk itu, yang paling

penting dalam pemberdayaan adalah upaya membantu orang untuk

membebaskan dirinya secara mental maupun fisik.

II. STRATEGI MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT

DESA DALAM PEMBANGUNAN DI NTT

Berbicara mengenai strategi berarti secara langsung kita

berbicara mengenai bagaimana cara mencapai suatu tujuan bersama

untuk kepentingan bersama pula yang dilakukan melalui cara-cara

yang disepakati secara bersama.

Strategi yang dijalankan oleh Pemerintah Provinsi NTT untuk

meningkatkan partisipasi masyarakat di desa, tergambar melalui visi

Pemerintah Provinsi NTT yakni Terwujudnya Masyarakat NTT yang

Berkualitas, Sejahtera, Adil dan Demokratis dalam Bingkai Negara


2 Jim Ife dalam Zubaedi., Wacana Pembangunan Alternatif, Ragam Perspektif Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat, Ar-Ruzz
Media, Yogyakarta 2007

4
Republik Indonesia. Dari visi tersebut Badan Pemberdayaan

Masyarakat dan Pemerintahan Desa Provinsi NTT sebagai salah satu

lembaga yang menjadi pionir untuk menjalankan visi tersebut, pada

saat ini telah melaksanakan beberapa program/kegiatan yang

merupakan hasil dari pengejewantahan visi tersebut.

Adapun program-program yang sementara dan telah

dilaksanakan sampai dengan saat ini dimaksudkan untuk

meningkatkan partisipasi masyarakat desa guna menunjang

pelaksanaan pembangunan di Provinsi NTT. Konsep yang digunakan

dalam pelaksanaan program tersebut adalah konsep pemberdayaan.

Konsep ini digunakan karena munculnya dua premis kepermukaan,

yaitu kegagalan dan harapan. Kegagalan yang dimaksud adalah

gagalnya model-model pembangunan ekonomi dalam menanggulangi

kemiskinan dan lingkungan berkelanjutan. Sedangkan harapan muncul

karena adanya alternatif pembangunan yang memasukan nilai-nilai

demokrasi, persamaan gender, persamaan antar generasi dan

pertumbuhan ekonomi yang memadai3.

Oleh karena itu, program pemberdayaan yang dilaksanakan oleh

Badan Pemberdayan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Provinsi

NTT, lebih ditekankan pada peningkatan partisipasi secara aktif dari

3 Friedman, John., Empowerment The Politics of Alternative Development, Blackwell Publisher, Cambridge, 1992

5
masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan mereka, sehingga

program-program yang dilaksanakan tersebut mendukung tercapainya

visi Pemerintah Provinsi NTT.

Untuk mendorong terwujudnya masyarakat yang berdaya perlu

sekiranya dilakukan upaya pemberdayaan masyarakat (empowerment

society) yang lebih komprehensif serta berorientasi jauh kedepan dan

berkelanjutan (suistanable). Pemberdayaan yang dilakukan adalah

bagaimana pemerintah dan stakeholder lainnya mampu bersinergi

dalam merencanakan program dan tetap mempertimbangkan nilai-nilai

sosial (social value) dan kearifan lokal (local wisdom) yang sudah

ada4.

Sehingga dalam menjalankan program-program pemberdayaan

tersebut, Pemerintah Provinsi NTT senantiasa bekerja sama dengan

NGO-NGO yang ada baik itu NGO nasional maupun internasional

yang bergerak pada bidang pemberdayaan masyarakat. Selain

menjalankan misi pemberdayaan bagi masyarakat desa, Pemerintah

Provinsi NTT melalui BPMPD Provinsi NTT juga melakukan tata

kepemerintahan yang baik pada level pemerintahan desa dengan

mengusung prinsip Good Local Governance akan tetapi tetap berpijak

pada prinsip partisipasi aktif masyarakat.

4 Huri, Daman., dkk., Demokrasi dan Kemiskinan, Program Sekolah Demokrasi PLaCIDS (Public Policy Analysis and Community
Development Studies) Averroes dan KID (Komunitas Indonesia untuk Demokrasi), Averroes Press, Malang, Agustus 2008

6
Banyak pakar kebijakan publik yang berbicara mengenai konsep

partisipasi, baik itu strategi maupun teknik untuk meningkatkan

partisipasi masyarakat. Unsur penting dari partisipasi adalah

keterlibatan dan keterwakilan publik dalam proses-proses kebijakan

yang dilaksanakan oleh pemerintah. Ini berarti dalam partisipasi

berlangsung proses dimana negara membuka ruang dan adanya

aktivitas masyarakat untuk turut mengambil bagian didalamnya.

Keterwakilan warga menjadi salah satu unsur penting dalam

partisipasi karena merupakan aspek penting dari apa yang disebut

dengan keadilan demokratis. Ini artinya, adanya peluang yang sama

untuk memberikan suara dan menyatakan pilihan bagi dari seluruh

warganegara tanpa pengecualian menjadi sesuatu yang mutlak. Sebab

Konsep keadilan demokratis ini selalu erat kaitannya dengan konsep

”penyertaan” (inclusion). Namun demikian perwujudan partisipasi

dalam proses kebijakan tidak berarti mengambilalih mekanisme-

mekanisme formal dan ruang lembaga representasi formal yang sudah

ada. Pola hubungan mekanisme partisipasi dengan mekanisme

perwakilan formal yang sudah ada lebih bersifat saling mengisi bukan

saling meniadakan. Kehadiran mekanisme partisipasi akan menjadi

elemen penting yang akan membuat proses kebijakan berlangsung

optimal. Selain itu dengan adanya partisipasi, ada banyak lesson

7
learning yang akan didapat pemerintah daerah maupun masyarakat

sendiri. Sedangkan makna dari keterlibatan adalah adanya keterlibatan

pihak-pihak yang berkepentingan dan yang merasakan langsung efek

kebijakan mutlak adanya. Sebab pada dasarnya, yang menjadi

kehirauan utama dalam kebijakan publik adalah masalah publik itu

sendiri. Bila masalah tersebut adalah masalah publik maka publik pula

lah yang berhak menentukan penyelesaiannya (if the problem is ours,

the solution must be ours)5.

Berkaitan dengan unsur partisipasi tersebut dan juga

berdasarkan visi Pemerintah Provinsi NTT, maka BPMPD Provinsi

NTT menetapkan visi sebagai berikut BPMPD Provinsi NTT sebagai

Institusi Fasilitator yang Handal dalam Meningkatkan Kemandirian

Masyarakat dan Pemerintahan Desa/Kelurahan. Yang dimaksud

dengan visi tersebut adalah suatu cara pandang, tekad dan cita-cita

untuk mendorong terwujudnya kemandirian masyarakat dan

pemerintahan desa/kelurahan dalam : 1). Mengkaji potensi dan

permasalahan pembangunan desa/kelurahan; 2). Mengembangkan

sistem perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan pembangunan

secara partisipatif; 3). Mengembangkan lembaga ekonomi masyarakat

dan memanfaatkan sumber-sumber pendapatan desa/kelurahan secara

5 Nanang dan Hanif., Mengarusutamakan Partisipasi dalam Proses Kebijakan di Pemerintah Daerah, Modul Partisipasi, S2 Politik Lokal
dan Otonomi Daerah UGM, Yogyakarta

8
transparan dan bertanggungjawab; 4). Mengelola administrasi

desa/kelurahan secara tertib dan profesional.

Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, maka BPMPD Provinsi

NTT menetapkan misi sebagai berikut :

1. Pemantapan kelembagaan dan sosial budaya masyarakat

Memperkuat dan meningkatkan fungsi Lembaga Pemerintahan

Desa dan Kelembagaan Sosial Masyarakat yang ada di Desa

melalui pelatihan dan pendampingan, baik itu lembaga adat,

organisasi kepemudaan dan organisasi lainya di desa yang dapat

mendukung pelaksanaan pembangunan di desa.

2. Mengembangkan kemampuan dan kemandirian masyarakat untuk

berperan aktif dalam pembangunan

Meningkatkan sumber daya masyarakat desa dan mengoptimalkan

fungsi-fungsi Pemerintah Desa melalui peningkatan lembaga

pemberdayaan masyarakat serta mengoptimalkan pengembangan

lembaga adat.

3. Pengembangan usaha ekonomi rakyat

9
Upaya untuk meningkatkan pendapat masyarakat perdesaan

melalui kegiatan pelatihan paket usaha ekonomi produktif bagi

masyarakat miskin terutama Kepala Keluarga Perempuan,

pemberian paket bantuan usaha dan pendampingan.

4. Peningkatan pemanfaatan sumber daya dan pendayagunaan

Teknologi Tepat Guna

Pemanfaatan sumber daya lokal yang ada di perdesaan dengan

menggunakan Teknologi Tepat Guna sehingga dapat meningkatkan

nilai guna dari produk lokal tersebut dan dapat meningkatkan

pendapatan masyarakat perdesaan.

5. Pemantapan dan penyelenggaraan pemerintahan desa/kelurahan

Fasilitasi kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan desa dan

Kelurahan melalui upaya penguatan kelembagaan dan aparatur

desa dan kelurahan, penguatan manajemen pengelolaan keuangan

desa dan kelurahan serta penguatan proses Musrenbangdus,

Musrenbangdes dan Musrenbangkel.

Dari visi dan misi yang diemban oleh BPMPD Provinsi NTT

seperti yang telah dijelaskan diatas adalah merupakan strategi

pemerintah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam

pembangunan di NTT, yang kemudian strategi tersebut dijabarkan

dalam program-program sebagai berikut 1). Program kerjasama

10
dengan dunia dan lembaga bilateral, multilateral dan PBB;

2). Program peningkatan keberdayaan masyarakat; 3). Program

pengembangan lembaga ekonomi perdesaan; 4). Program peningkatan

partisipasi masyarakat dalam membangun desa; 5). Program

pengembangan lembaga ekonomi perdesaan; 6). Program peningkatan

peran perempuan di perdesaan.

Program-program yang dilaksanakan tersebut adalah

merupakan strategi yang diciptakan oleh pemerintah agar masyarakat

dapat terlibat secara langsung dalam proses penentuan kebijakan.

Seperti apa yang dikatakan oleh Cornwall dan Gaventa6, bahwa

partisipasi mempunyai 3 derajad yang dilihat dari seberapa besar

keleluasaan yang dibuka oleh pemerintah, yaitu pertama; Invited

Space. Keterlibatan masyarakat dalam proses kebijakan muncul karena

ruang yang disediakan oleh pemerintah daerah. Inisiatif penyediaan

ruang partisipasi ini berasal dari pemerintah daerah sendiri. Inisiatif

tersebut muncul biasanya dikarenakan semakin kuatnya aksi-aksi

kolektif untuk mendesakkan agenda-agenda isu maupun pelembagaan

ruang pelibatan publik dalam proses politik-pemerintahan di aras

lokal. Namun tidak menutup kemungkinan inisiatif tersebut berasal

dari faktor eksternal, seperti dukungan lembaga donor maupun

6 Cornwall, A., dan Gaventa, J., From Users and Choosers to Makers and Shapers: Re-Positioning Participation in Social Policy, IDS
Bulletin, Vol 31 No 4, 2000

11
kebijakan pemerintah nasional. Dalam invited space penyediaan ruang

partisipasi masih belum terlembaga secara kuat.

Kedua; Conquered Space. Penyediaan ruang bagi keterlibatan

warga sudah mulai dilembagakan dalam proses kebijakan. Proses

pelembagaan ini bisa dalam bentuk legalisasi pelibatan publik. Proses

legalisasi ini biasa muncul dalam bentuk Perda Partisipasi Publik,

Transparansi maupun Konsultasi Publik. Pelembagaan juga bisa

berupa formalisasi mekanisme partisipasi. Misalnya pelembagaan

mekanisme Musrembang dalam proses perencanaan daerah. Ketiga;

Popular Space. Dalam ruang ini kehadiran partisipasi publik tidak

hanya terlembagakan secara apik tapi juga sudah mampu

mempengaruhi seluruh proses kebijakan yang ada.

Hasil evaluasi dari program-program pemberdayaan yang

dilaksanakan oleh BPMPD Provinsi NTT menggambarkan bahwa

telah terjadi pergeseran derajad partisipasi yang semula berada pada

posisi invited space dan sekarang berada pada posisi conquered space,

hal ini dikarenakan oleh adanya mekanisme perencanaan dalam wadah

Musyawarah Perencanaan Pembangunan baik itu pada tingkat dusun,

desa, kecamatan, kabupaten/kota sampai dengan provinsi, selain itu

adanya peningkatan animo masyarakat untuk selalu turut serta dalam

proses perencanaan, pelaksanaan maupun pembangunan baik itu yang

12
berupa pembangunan fisik maupun non fisik. Pergeseran tersebut juga

menggambarkan bahwa telah terjadi peningkatan kehidupan

berdemokrasi pada aras lokal, karena adanya kerja sama dari seluruh

elemen masyarakat demi terciptanya keadilan dan kesejahteraan bagi

kehidupan mereka sendiri.

Sehingga paradigma community driven development yaitu

penciptaan iklim untuk memberi penguatan peran masyarakat untuk

ikut dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan, ikut

menggerakkan atau mensosialisasikan, ikut melaksanakan

pembangunan, dan melakukan kontrol publik menjadi sangat

signifikan. Hal itu bisa terkait dengan perencanaan, implementasi, dan

keberlanjutan berbagai macam program sesuai dengan permasalahan

dan urutan prioritasnya yang melalui proses demokratis, inklusif, dan

transparan yang disepakati untuk ditangani bersama. Dengan demikian

nantinya pembangunan, yang diarahkan mampu memperbanyak

pilihan-pilihan yang dapat diambil dan dimanfaatkan secara sungguh-

sungguh oleh masyarakat.

III. PENUTUP

13
Partisipasi memberikan kontribusi yang sangat besar bagi

terwujudnya Good Governance, Pemerintah Provinsi NTT memetik

berbagai keuntungan administratif dan politis dari ide partisipasi ini

dalam proses pembuatan kebijakan. Keuntungan-keuntungan yang

dapat diambil, yakni :

1. Adanya saluran komunikasi yang lebih baik

Partisipasi publik dalam proses kebijakan berhasil menciptakan

pola komunikasi politik yang baik antara pemerintah dan

warganya. Pemerintah daerah bisa menggunakan berbagai sarana

intermediasi yang disepakati bersama untuk menyaring berbagai

opini dan isu publik. Sedangkan pada saat yang bersamaan sarana

intermediasi ini bisa didayagunakan untuk mensosialisasikan dan

mengkomunikasikan berbagai kepentingan pemerintah kepada

masyarakat secara efektif.

Bila komunikasi antara pemerintah daerah dan warga terus-

menerus berlangsung secara efektif maka pasti akan terpola

”bahasa umum” (common language) terkait dengan proses

kebijakan dan pembangunan. Bahasa umum tersebut merupakan

resultante dari komunikasi intersubyektif yang terbangun dalam

berbagai ruang dan mekanisme partisipasi. Kalau bahasa umum ini

sudah disepakati maka terjadinya miskomunikasi antara pemerintah

14
daerah dan warga akibat perbedaan tafsir terhadap sebuah isu

kebijakan atau pembangunan bisa diminimalisasi. Proses

pembangunan pun akan berlangsung secara efektif.

2. Memunculkan ide yang kreatif dan meminimalisasi kritisisme

warga

Masyarakat yang terlibat dalam proses partisipasi akan merasa

turut sumbang suara dalam keputusan-keputusan yang sudah

diambil dan program kegiatan yang sudah disepakati. Akan muncul

berbagai ide segar dari warga karena mereka selalu merasa menjadi

bagian dari program kebijakan yang ada tersebut. Bila kondisi ini

berlangsung maka kritik warga terhadap program kebijakan yang

ada akan terminimalisasi. Mereka akan punya kecenderungan

untuk menjaga harmoni agar kemitraan dan kolaborasi yang ada

akan tetap berjalan. Kalaupun muncul kritik, kritiknya akan lebih

bersifat konstruktif demi kebaikan bersama.

3. Lahirnya kebijakan yang responsif dan kontekstual

Partisipasi juga memberikan peluang bagi pemerintah daerah untuk

mampu merumuskan desain kebijakan yang sensitif dengan

konteks sosial yang berkembang. Dalam proses yang partisipatif,

masyarakat berhak merumuskan dan menentukan masalah mereka

serta memastikan solusi yang spesifik.

15
Tentu saja dengan proses ini dapat dipastikan hasil kebijakan yang

ada akan sangat responsif. Bila desain kebijakan yang dirumuskan

sensitif dengan konteks ini berarti keputusan yang diambil akan

sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga masyarakat justru

berkepentingan untuk mensukseskan program tersebut.

4. Efektifitas dan efisiensi implementasi kebijakan

Pengalaman menunjukkan bahwa pelibatan publik dalam proses

implementasi kebijakan justru lebih efektif. Pemerintah bisa

mendayagunakan sarana intermediasi dan modal sosial yang

berkembang untuk mengimplementasikan program kebijakan.

Masyarakat pun merasa berkepentingan untuk mensukseskan

implementasi program yang ada karena mereka terlibat dalam

proses perencanaannya.

Meskipun harus diakui bahwa pelibatan publik dalam proses

kebijakan pada fase awal proses kebijakan, terutama fase

perencanaan, sangatlah menghabiskan energi dan waktu. Sebab

fase ini merupakan fase dimana beragam kepentingan yang ada di

benak masyarakat dinegosiasikan sehingga nantinya akan terwujud

konsensus bersama. Namun bila terwujud konsensus yang

melibatkan pihak yang terkena langsung imbas kebijakan dalam

tahap perencanaan maka proses implementasi program justru akan

16
berjalan jauh lebih mudah. Implementasi program akan direspon

dengan positif dan baik oleh masyarakat karena mempunyai

legitimasi yang kuat di mata publik. Oleh karena itu, biaya sosial

akibat respon negatif bisa diminimalisasi.

5. Menguatkan modal sosial

Partisipasi publik bisa menjadi ruang untuk menciptakan modal

sosial dalam rangka mewujudkan pemerintahan daerah yang

efektif. Modal sosial yang dimaksud adalah kerjasama, rasa saling

memahami, kepercayaan (trust) dan solidaritas yang terbentuk

manakala pemerintah daerah dan warganya bertemu dan berembug

untuk mengupayakan kebaikan bagi semua pihak. Modal sosial ini

merupakan basis legitimasi bagi lembaga pemerintahan dan sangat

penting untuk mewujudkan pemerintahan daerah yang efektif dan

efisien.

Poin-poin tersebut menunjukkan betapa keterlibatan publik

dalam proses kebijakan bisa memberikan implikasi positif dalam

proses pemerintahan di daerah. Keuntungan tersebut tidak hanya

menghasilkan hubungan yang semakin dekat antara pemerintah daerah

dengan komunitas-komunitas yang ada di masyarakat secara luas

tetapi juga menjadikan proses kebijakan yang ada berjalan lebih efektif

dan efisien.

17
DAFTAR PUSTAKA

18
Cornwall, A., dan Gaventa, J., From Users and Choosers to Makers and

Shapers: Re-Positioning Participation in Social Policy, IDS

Bulletin, Vol 31 No 4, 2000;

Friedman, John, Empowerment The Politics of Alternative Development,

Blackwell Publisher, Cambridge, 1992;

Huri, Daman, dkk, Demokrasi dan Kemiskinan, Program Sekolah

Demokrasi PLaCIDS (Public Policy Analysis and Community

Development Studies) Averroes dan KID (Komunitas Indonesia

untuk Demokrasi), Averroes Press, Malang, Agustus 2008;

Nanang dan Hanif, Mengarusutamakan Partisipasi dalam Proses

Kebijakan di Pemerintah Daerah, Modul Partisipasi, S2 Politik

Lokal dan Otonomi Daerah UGM, Yogyakarta;

Zubaedi, Wacana Pembangunan Alternatif, Ragam Perspektif

Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat, Ar-Ruzz Media,

Yogyakarta, 2007.

19

You might also like