You are on page 1of 6

Posted : Nopember 2010

© Ade Wahyudiyanto 2010


TUGAS INDIVIDU
MATA KULIAH EKOLOGI MANUSIA
Program Studi Magister Ilmu Lingkungan/ S2
Universitas Padjadjaran Bandung
2010

Pengembangan Budidaya Udang dan Lingkungan: Masyarakat,


Mangrove dan Perikanan di Teluk Fonseca, Honduras*)
Sebuah terjemahan ringkas dari makalah :
Shrimp Aquaculture Development and the Environment : People, Mangrove and
Fisheries on the Gulf of Fonseca, Honduras

BILLIE R. DEWALT
University of Pittburgh, Pennsylvania, U.S.A
PHILIPPE VERGNE
Pine Valley, California, U.S.A
And
MARK HARDIN
KBN Engineering and Applied Science, Gainesville, Florida, U.S.A

Oleh :

ADE WAHYUDIYANTO
2501-2010-0025
adewahyudiyanto@yahoo.com

ABSTRAK

Dimulai pada awal 1980-an, teluk Fonseca di Honduras Selatan mengalami booming
budidaya perikanan dan menjadi produsen terbesar kedua petani udang terbesar di belahan
bumi barat. pembangunan budidaya akuakultur, bagaimanapun, telah disertai oleh
kekhawatiran tentang: (a) perusakan hutan mangrove, (b) kehabisan stok ikan, (c) hilangnya
debit danau musiman, dan (d) memburuknya kualitas air. Degradasi lingkungan yang
dihasilkan dari berbagai kasus termasuk budidaya, meningkatnya jumlah nelayan, praktek-
praktek pertanian yang berbahaya, dan peraturan pemerintah yang buruk. Kami
merekomendasikan langkah-langkah segera yang harus diambil untuk melindungi
lingkungan dan menciptakan budidaya perikanan yang berkelanjutan.

1. PENDAHULUAN
Dengan meningkatnya penurunan perikanan dunia (parfit, 1995; Population Action
International, 1995) budidaya perikanan harus diperluas karena meningkatnya permintaan
ikan dan produk kerang (National Research Council, 1992). Budidaya Perikanan laut telah
Halaman

tumbuh lebih cepat dari perikanan air tawar dan berbagai jenis peternakan (Bardach, 1988,
poin 8). Pada 1988, budidaya perikanan laut sudah 19% dari 75 juta metrik ton ikan yang

1
disediakan oleh perikanan komersial (National Research Council, 1992, p.21). Budidaya
ikan, udang, kerang dan tiram menggantikan budidaya lain dari sumber daya laut. Booming
dalam budidaya perikanan telah disertai dengan pertanyaan tentang konsekuensi dari
proses sosial dan ekologi (dalam Bailey, 1988; Bailey dan Jentoft, 1990).
Pada awal 1993, mulai diteliti masalah lingkungan dan sosial ekonomi untuk
memastikan dampak utama dari ekspansi budidaya udang di Honduras selatan dengan
tujuan untuk menentukan kebijakan yang tepat dalam melestarikan sumber daya Teluk dan
mengurangi beberapa konflik sosial di daerah tersebut. Tujuan makalah ini adalah untuk
menguji bukti-bukti yang ada tentang tingkat kerusakan lingkungan dan konflik sosial yang
terjadi khususnya yang berkaitan antara masyarakat dan karakter pembangunan ekonomi di
wilayah tersebut. Kami menyimpulkan bahwa adanya intervensi kebijakan akan
memungkinkan untuk pengembangan budidaya tambak udang di sekitar Teluk Fonseca
dengan tetap melindungi sumber daya lingkungan di wilayah tersebut.

2. PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA ALAM DI HONDURAS


SELATAN
Intensifikasi investasi di sektor publik menyebabkan ledakan/ booming dibidang
pertanian dalam produksi kapas (lihat, 1972, hal.35; White, 1977; Durham, 1979,
p.119). Berawal tahun 1950, produksi komersial melakukan mekanisasi besar-besaran
dalam penyiapan lahan dan budidaya, dengan penyemprotan menggunakan bahan kimia
(terutama insektisida dan pupuk), tentu hal ini menyebabkan terjadinya pencemaran
lingkungan. Masalah lainnya adalah ketidaksetaraan dalam akses terhadap kepemilikan
tanah. Disisi lain, terjadi perluasan kawasan peternakan yang juga memiliki dampak
lingkungan yang luas dan menghancurkan (DeWalt, 1983, 1985), sehingga banyak pemilik
tanah mengalokasikan kembali tanah mereka dari budidaya kapas dan/atau budidaya
gandum ke padang rumput untuk peternakan.
Konversi lahan pertanian ini dapat mengurangi ekonomi masyarakat, hal ini
membuat keluarga miskin mencari peluang di tempat lain. Keluarga miskin bermigrasi ke
tempat lain dengan menggantungkan hidupnya pada kiriman uang dari anggota keluarga
(Stonich, 1993) antara tahun 1974 dan akhir 1980-an, migrasi dari wilayah selatan Honduras
rata-rata 1,3% per tahun. Sekitar setengahnya menetap secara permanen sehingga
menambah populasi penduduk didaerah tersebut (Stonich, 1993).
Strategi lain untuk penduduk miskin tersebut adalah direlokasi ke wilayah
mangrove, lumpur, muara, dan laguna musiman di sekitar Teluk Fonseca. Disini mereka
mendirikan kelompok masyarakat, koperasi, komunitas perikanan. Masyarakat petanian dan
perikanan disana bergantung pada ikan, udang, kerang, hewan, dan kayu dikumpulkan dari
laguna sekitarnya, mangrove, muara dan Teluk Fonseca. Poin penting untuk diketahui
adalah bahwa, sampai awal 1980-an, kegiatan ekonomi yang terjadi di daerah tersebut tidak
tunduk pada kepemilikan pribadi.

3. PERTUMBUHAN INDUSTRI BUDIDAYA UDANG


Pertengahan tahun 1980-an, investor di Honduras selatan mulai berinvestasi dalam
bidang ekspor udang. Pengembangan industri ekspor distimulasi melalui pinjaman dan
bantuan teknis dari proyek USAID Export Development and Services – EDS (522-
0207). Pinjaman ini disalurkan melalui Federasi Pertanian, Produsen dan Eksportir Agro-
Industri (FEPROEXAAH).
Selama 20 (dua puluh) tahun konsesi diberikan kepada perusahaan atau individu
untuk 4 Lempiras (kurang dari $1) per hektar per tahun. Hal ini membuat masyarakat lokal
mengeluhkan hal tersebut. Meskipun biaya memperoleh konsesi tidak besar, namun
kepentingan politik dan ekonomi mempengaruhi proses pemberian konsesi sehingga
koperasi, masyarakat, atau orang miskin tidak mampu untuk memperolehnya. Masalah lain
dengan konsesi ini adalah terbatasnya akses mereka terhadap tanah tersebut yang
merupakan tanah tak bermilik dan tidak pernah disurvei. Dari sini muncullah konflik antar
Halaman

individu dan perusahaan, konsesi tumpang tindih sehingga masyarakat menduga bahwa

2
tambak udang milik perusahaan tersebut ilegal karena melakukan ekspansi atau melanggar
batas lahan masyarakat.

4. TAMBAK UDANG DAN KONFLIK


Honduras Selatan telah menjadi daerah sengketa dan konfrontasi (Wille, 1993). Di
satu sisi, nelayan dan masyarakat pesisir membentuk Komite untuk pertahanan dan
pengembangan Flora dan Fauna Teluk Fonseca (Comite para la Defensa y de la Desarrolo
Flora Fauna y del Golfo de Fonseca-COD- DEFFAGOLF). Sengketa utama kelompok ini
adalah adanya usaha tambak udang, mereka menduga dengan adanya tambak udang
dapat menghancurkan Teluk Fonseca. Hal-hal yang mereka sampaikan adalah sebagai
berikut:
- Peternakan/Tambak Udang ilegal, mengurangi penghasilan nelayan, petani dan
membatasi akses ke muara, laguna dan wilayah kepentingan umum lainnya.
- Dalam proses konstruksi perusahaan tambak membabat mangrove, yang merupakan
bagian penting dari ekosistem Teluk.
- Adanya peternakan/Tambak Udang telah mengubah hidrologi danau musiman.
- Peternakan Udang menimbulkan penurunan produksi perikanan Teluk. Dalam
mengumpulkan larva udang, benih ikan banyak juga yang tertangkap dan mati.

Dari sisi lainnya, The Asociación Nacional de Acuiculture de Honduras (ANDAH)


mewakili sekitar 25 dari produsen tambak udang. ANDAH dan pimpinan pemilik tambak
udang juga melaporkan hal berikut ini :
- Masalah ekologi di teluk Fonseca yang terutama disebabkan oleh erosi tanah yang
parah akibat pertanian tak berkelanjutan di pegunungan. Desalinasi meningkat dan
menuju muara, mempengaruhi kualitas air dan menyebabkan kerusakan mangrove.
- Masyarakat miskin di sekitar teluk bertanggung jawab atas kerusakan hutan bakau
karena mereka menebang pohon bakau untuk kayu bakar.
- Perusahaan udang justru memberi sumber daya untuk masyarakat lokal. Pencurian
udang dari tambak umum terjadi dan hal itu sebagai alasan pemilik peternakan tambak
untuk mendirikan pagar dan mempekerjakan penjaga bersenjata
- Eco-teroris bekerja di zona itu, mereka adalah masyarakat yang memicu sentimen
terhadap perusahaan-perusahaan untuk mencoba mengambil keuntungan secara
ekonomi untuk diri mereka sendiri.

5. METODE
Kami mengembangkan, mengkompilasi dan menganalisa informasi mengenai
konflik yang terjadi dan situasi lingkungan di kawasan Teluk Fonseca. Tujuannya adalah
sebagai pedoman awal dan membuat rekomendasi yang berguna untuk mengembangkan
rencana pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan di daerah tersebut.
Dalam rangka menentukan perubahan dalam pemanfaatan lahan dan vegetasi, foto
udara yang diperoleh dari Geografico Instituto Nacional tahun 1973, 1982 dan tahun
1992. Data tahun 1973 digunakan sebagai garis dasar karena pada waktu itu peternakan
udang di daerah tersebut belum ada. Data tahun 1982 merupakan kerangka waktu di mana
budidaya udang berada di tahap awal pembangunan dan titik balik bagi pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya Teluk.
Dalam analisis pola penggunaan lahan, dilakukan penilaian kualitatif yang terdiri
dari proses-proses ekologi dan isu-isu di daerah Teluk Fonseca selama bulan Januari dan
Februari 1993. Penilaian kualitatif dilakukan untuk mengetahui pengaruh lingkungan dan
sosial dengan cara mencari dokumen dan literatur yg relevan melalui pertemuan dengan
masyarakat di Tegucigalpa dan daerah teluk serta kunjungan ke beberapa tambak udang,
mangrove dan lainnya. Metode dilakukan dengan cara wawancara tidak terstruktur dengan
masyarakat yang merepresentasi pandangan warga dan organisasi di wilayah
Halaman

tersebut. Wawancara difokuskan pada dampak tambak udang dan pembangunan ekonomi
serta sikap dan perasaan masyarakat tentang pembangunan tersebut.

3
6. TEMUAN
a. Perusakan Mangrove
Hutan mangrove merupakan dasar dari sistem tropik muara. Hutan mangrove
merupakan pelindung bagi garis pantai dalam mencegah erosi pantai, pembibitan,
pembiakan dan tanah hijauan bagi banyak spesies ikan, hewan dan kerang, dan
menyediakan habitat bagi sejumlah besar spesies bermigrasi dan endemik (Bailey,
1988). Salah satu sumber memperkirakan bahwa, di seluruh dunia, sekitar satu-setengah
dari hutan mangrove di dunia sudah hancur (Weber, 1994, hal.23)
Kesehatan dan tingkat tegakan mangrove di kawasan Teluk Fonseca adalah
ukuran kondisi ekosistem secara keseluruhan dan produktivitasnya. Data menunjukkan
perubahan dalam pola penggunaan lahan sejak tahun 1973 dihitung dari tiga set peta
penggunaan lahan yang dihasilkan dari foto udara. Jumlah lahan pertanian telah sedikit
berubah sejak saat itu. Garam dan hutan mangrove, memiliki penurunan luasan. Jumlah
kerugian hutan mangrove diperkirakan sebesar 6,760 hektar atau 22% dari area kepadatan
mangrove (30,697 Ha) pada tahun 1973.
Budidaya udang dapat mempengaruhi keberadaan bakau, yaitu : konstruksi
tambak, bangunan dan fasilitas lainnya yang secara langsung menggantikan hutan bakau,
dan melalui efek tidak langsung seperti perubahan dalam hidrologi yang mungkin
disebabkan oleh konstruksi jalan yang mengubah kondisi muara. Untuk menentukan berapa
banyak penurunan mangrove ini yang disebabkan oleh konstruksi budidaya udang, kami
membandingkan daerah tambak udang pada tahun 1992 dengan penggunaan tanah
tersebut pada tahun 1973. Dari total 11,515 hektar sekarang di tambak udang, sekitar 37,4%
(4,307 ha) dikembangkan di daerah yang dahulu tertutupi mangrove. Kerugian secara
langsung dirasakan akibat adanya pembangunan tambak udang adalah sebagai berikut:
- 2.132,5 hektar (18,5%) dari Avicennia padat, Rhizaphora dan beberapa Laguncularia
dari tegakan hutan yang berbatasan dengan muara.
- 2.174,5 hektar (18,9%) dari kepadatan rendah, mangrove muda yang terkait dengan
pantai (playones)

Kesimpulannya, bahwa tambak udang dan proses lainnya bertanggung jawab


terhadap kerusakan mangrove di sekitar Teluk Fonseca. Dari data yang diperoleh, kita dapat
mengatakan bahwa usaha tambak udang telah mengakibatkan kerusakan langsung sekitar
sepertiga dari mangrove padat untuk konstruksi bangunan kolam. Kegiatan industri lain juga
memberikan kontribusi kerusakan mangrove secara tidak langsung seperti pembangunan
jalan dan cara-cara lain yang mengubah hidrologi diwilayah tersebut. Pada saat yang sama,
pertumbuhan penduduk, terutama di kota-kota, telah menciptakan peningkatan permintaan
akan kayu bakar. Nelayan dan petani miskin memenuhi kebutuhan ini dengan menebang
mangrove. Selain itu, industri tanin, yang menggunakan kulit mangrove, dan industri garam
yang menggunakan mangrove dalam oven untuk menguapkan air laut, juga memberikan
kontribusi terhadap kerusakan mangrove. Seperti yang telah kita dokumentasikan, faktor-
faktor lain mencapai sekitar dua pertiga dari keruskan mangrove

b.Kemerosotan sumber daya perikanan


Skenario ini dapat dilihat sebagai "tragedy of the common". Sebuah populasi yang
tumbuh pesat adalah ekspansi ke wilayah ekologis kaya tapi rapuh. Populasi baru yang
menempati daerah ini tidak memiliki kearifan sosial atau budaya yang dapat membantu
untuk mengelola bersama untuk kepentingan semua orang. Hasilnya adalah bahwa
pertumbuhan populasi akan “overexploiting” sumber daya sehingga mengarah ke
penghancuran potensi stok ikan dan kerang.

c. Penurunan kualitas air


Kualitas air sangatlah penting bagi mereka yang mencari ikan sebagai sumber daya
Halaman

alam Teluk Fonseca, serta untuk tambak yang operasionalnya tergantung pada parameter

4
ini. Seperti halnya dengan beberapa faktor lain yang dipertimbangkan di sini, hanya ada
sedikit sumber data mengenai bagaimana kualitas air yang bervariasi dari waktu ke waktu.
Ancaman potensi terbesar ke Teluk Fonseca, dan daya dukung lingkungan
terhadap industri udang dan perikanan itu, terkait dengan penggunaan pestisida oleh petani
kapas (Dickinson et al, 1985) Beban sedimen juga dapat mempengaruhi ekosistem
lainnya. Peningkatan kekeruhan akibat padatan tersuspensi dan colloidials mengurangi
penetrasi cahaya matahari ke dalam air laut, mempengaruhi produktivitas primer dan
berakibat pada struktur trofik ekosistem muara. Pertumbuhan populasi dan peningkatan
intensitas usaha tani di daerah, khususnya dalam masyarakat lereng bukit, telah
memberikan kontribusi untuk erosi tanah dan sedimentasi.

d. Hilangnya laguna musiman


Isu utama dalam perdebatan Honduras adalah mengenai pengaruh budidaya
udang terhadap lingkungan danau musiman untuk proses ekologi lokal dan mata
pencaharian. Kolam yang berasal dari air hujan ini berkembang setiap tahun menjadi
hamparan lumpur tandus/fana dan berpenduduk jarang, bervegetasi mangrove. Debit muka
air tertinggi air pasang yang dihasilkan dari limpasan peningkatan kadar air di anak sungai
dan sungai menciptakan kondisi payau di kolam, hingga tahap larva dan postlarval ikan dan
Crustacea. Di akhir musim hujan, laguna menjadi terisolasi dan mulai mengering. Mulai saat
itulah, menyusut dan akhirnya laguna hilang.

7. KESIMPULAN
Setelah bertahun-tahun eksploitasi yang tidak berkelanjutan, sumber daya
terbarukan dan produktivitas Teluk Fonseca mendekati titik degradasi lingkungan yang
parah. Kerusakan sumber daya hutan bakau, pembangunan pertanian non-tradisional,
budidaya perikanan, penyebaran dan intensifikasi pertanian bukit dan penggundulan hutan
di perbukitan, dan eksploitasi sumber daya pesisir dan perikanan memiliki kontribusi
terhadap degradasi dan penurunan produktivitas alami daerah tersebut. Sumber daya
masyarakat miskin dapat terlibat dalam tiga aspek lingkungan di selatan. Pertama, petani di
dataran tinggi adalah penanam sawah intensif. Dengan demikian mereka ikut bertanggung
jawab dalam meningkatkan erosi tanah dan sedimentasi muara Teluk. Kedua,
meningkatnya jumlah nelayan, juga dengan eskalasi penggunaan alat yang tidak efektif,
dapat mengarah ke penurunan udang, ikan, dan populasi kerang di Teluk Fonseca dan
muaranya. Ketiga, meningkatnya permintaan kayu bakar dikota-kota bertanggungjawab
atas beberapa kerusakan mangrove di kawasan itu.
Perluasan industri udang di kawasan ini, walaupun membawa manfaat ekonomi,
juga telah merugikan lingkungan. Efek dari industri juga dapat menurunkan kualitas air.
Prosedur yang baik untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah mereka dihasilkan
untuk lingkungan tertentu melalui (a) inisiatif kebijakan nasional dan regional yang tepat dan
sanksi ditetapkan, (b) dialog yang produktif dan kompromi antara berbagai pihak, dan (c)
bantuan informasi teknis dan finansial dari penentu kebijakan pembangunan bilateral dan
multilateral.

8. REKOMENDASI
Rekomendasi utama kami adalah :
a. Sebuah review dari proses konsesi untuk tambak harus dilakukan. Selain itu Jelas,
Perusahaan dengan kekayaan telah mampu mengendalikan masyarakat miskin
untuk mengekploitasi sumber daya;
b. Dokumen AMDAL harus diwajibkan untuk kepentingan masa depan atau izin proyek
pembangunan tambak udang harus diatur dalam konteks sesuai RTRW. Perizinan,
konsesi biaya dan tindakan mitigasi yang tepat dapat digunakan untuk membatasi
pembangunan, penanaman mangrove, dan mengembangkan area tangkapan
(catchment area). Insentif dapat diberikan dalam bentuk kemudahan kredit pajak
Halaman

pada usaha budidaya perikanan yang mengembangkan area cadangan dalam


rencana pengelolaan mereka;

5
c. Suatu penilaian sosial juga harus diwajibkan untuk kegiatan pengembangan atau
konstruksi baru tambak udang. Penilaian sosial ini harus meliputi penentuan
bagaimana perkembangan ini akan mempengaruhi para pemangku kepentingan
lainnya di wilayah tersebut dan merekomendasikan tindakan-tindakan mitigasi untuk
meminimalkan dampak negatif dan meningkatkan potensi efek positif;
d. Hilangnya mangrove harus dibatasi;
e. Kawasan lindung harus direncanakan dan program manajemen kawasan untuk
masing-masing wilayah perlu dikembangkan. Penggambaran koridor satwa liar dan
beberapa unit manajemen spesies dan konservasi habitat (untuk keanekaragaman
hayati) harus menjadi bagian integral dari deliniasi kawasan lindung;
f. Manajemen kawasan di beberapa wilayah harus ditetapkan yang mencakup daerah
nelayan rakyat, wilayah penangkapan postlarvae, dan daerah subsisten
pengumpulan;
g. Sebuah rencana pengelolaan perikanan harus dikembangkan untuk kawasan Teluk;
h. Skema peningkatan pendapatan nelayan rakyat harus dievaluasi dan diuji di
lapangan yang mencakup budidaya teknologi rendah moluska dan kerang, perikanan
tangkap nontradisional, dan penanganan postcapture ditingkatkan, distribusi serta
metode pemasaran;
i. Dalam rangka untuk melindungi lingkungan, pestisida, herbisida dan bahan kimia
lainnya harus diterapkan sesuai ketentuan (tidak berlebihan);

Budidaya di Teluk Fonseca dapat menjadi kekuatan yang sangat positif bagi
pembangunan berkelanjutan, yang dapat membuka kesempatan kerja dan menggugah
masyarakat luar dengan mempromosikan lingkungan yang sehat. Hal ini memerlukan
praktek pertanian yang aman dan berkelanjutan, hutan mangrove yang kuat, dan sistem
masyarakat muara yang baik, semuanya tergantung pada kerjasama semua pemangku
kepentingan di wilayah tersebut.

Halaman

You might also like