Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Dewasa kini banyak orang-orang yang melakukan nikah sirri. Nikah sirri sudah seperti
tren masa kini di atara beberapa kalangan. Orang-orang yang melakukan nikah sirri dating
dengan berbagai alasan, mulai dari tidak adanya biaya, peraturan Pegawai Negeri Sipil
yang tidak diperbolehkan memiliki istri lebih dari satu, kehamilan di luar nikah dan lain
sebagainya.
Secara syariat islam nikah sirri memang diperbolehkan, akan tetapi mereka tidak
tercatat sebagai suami istri yang sah secara hukum Negara. Hal tersebut menjadikan
pasangan tersebut akan mengalami kesulitan ketika akan mengurus kepentingan sebagai
warga sipil apalagi jika mereka mempunyai anak. Anak tersebut juga akan mengalami
Maka dari itu Peradilan Agama Bidang Perkawinan mengajukan RUU Nikah Sirri.
Namun pengajuan RUU ini menuai kontroversi. Ada pihak yang menyetujui RUU ini
karena untuk menghindari penyalah gunaan nikah sirri itu sendiri, adapula pihak yang
memandang RUU yang diajukan tersebut tidak perlu karena pernikahan bukanlah masalah
nikah sirri, baik itu dilihat dari segi agama maupun dari segi hukum di Negara kita dan
1
1.2 Rumusan Masalah
1.3.4 untuk mengetahui dampak atau kerugian bagi wanita yang melakukan
Metode penulisan karya ilmiah ini untuk menganalisis data atau fakta,caranya :
2. Penelitian pustaka
2
1.4.1 metode wawancara
kepada narasumber.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Pernikahan siri sering diartikan oleh masyarakat umum dengan; Pertama; pernikahan
tanpa wali. Pernikahan semacam ini dilakukan secara rahasia (siri) dikarenakan pihak wali
perempuan tidak setuju; atau karena menganggap absah pernikahan tanpa wali; atau hanya
karena ingin memuaskan nafsu syahwat belaka tanpa mengindahkan lagi ketentuan-ketentuan
syariat; kedua, pernikahan yang sah secara agama namun tidak dicatatkan dalam lembaga
pernikahannya di lembaga pencatatan sipil negara. Ada yang karena faktor biaya, alias tidak
mampu membayar administrasi pencatatan; ada pula yang disebabkan karena takut ketahuan
melanggar aturan yang melarang pegawai negeri nikah lebih dari satu; dan lain sebagainya.
karena takut mendapatkan stigma negatif dari masyarakat yang terlanjur menganggap tabu
RUU ini akan memperketat pernikahan siri, kawin kontrak, dan poligami.
4
Berkenaan dengan nikah siri, dalam RUU yang baru sampai di meja Setneg,
pernikahan siri dianggap perbuatan ilegal, sehingga pelakunya akan dipidanakan dengan
sanksi penjara maksimal 3 bulan dan denda 5 juta rupiah. Tidak hanya itu saja, sanksi juga
berlaku bagi pihak yang mengawinkan atau yang dikawinkan secara nikah siri, poligami,
maupun nikah kontrak. Setiap penghulu yang menikahkan seseorang yang bermasalah,
misalnya masih terikat dalam perkawinan sebelumnya, akan dikenai sanksi pidana 1 tahun
penjara. Pegawai Kantor Urusan Agama yang menikahkan mempelai tanpa syarat lengkap
juga diancam denda Rp 6 juta dan 1 tahun penjara. [Surya Online, Sabtu, 28 Februari,
1009]
Sebagian orang juga berpendapat bahwa orang yang melakukan pernikahan siri, maka
suami isteri tersebut tidak memiliki hubungan pewarisan. Artinya, jika suami meninggal
dunia, maka isteri atau anak-anak keturunannya tidak memiliki hak untuk mewarisi harta
suaminya. Ketentuan ini juga berlaku jika isteri yang meninggal dunia.
RUU Nikah Siri - RUU Nikah Siri atau Rancangan Undang-Undang Hukum Materil
oleh Peradilan Agama Bidang Perkawinan yang akan memidanakan pernikahan tanpa
dukeman resmi atau yang biasa disebut sebagai nikah siri, kini tengah memicu kontroversi
ditengah-tengah masyarakat.
Seperti halnya Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim
Muzadi menilai pemidanaan nikah siri yang diatur dalam Draf RUU Nikah Siri adalah
"Saya kira ini tidak benar.Nikah siri cukup diadministrasikan saja. Harusnya yang lebih
dulu dipidanakan itu yang tidak nikah (berhubungan seks di luar nikah).Saya yakin ini ada
agenda tersembunyi untuk melegalkan yang melakukan seks bebas (free sex) dan
5
menyalahkan yang nikah," 2kata Hasyim kepada harian Seputar Indonesia (SI) di Gedung
Pemerintah sejauh ini bersikukuh memperjuangkan draf RUU Nikah Siri yang sudah
masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
(Menkum HAM) Patrialis Akbar menegaskan, nikah siri perlu diatur agar ada kepastian
hukum dalam pernikahan dan kepastian hukum anak-anak mereka. "Jadi yang bagus kan
Jadi jangan hanya, maaf ya, dalam tanda kutip, lakilaki itu jangan sekadar make aja
dong.Tanggung jawabnya di mana dong? Lahir batin dong! Kanitu bagian dari
perkawinan, jadi dia harus bertanggung jawab. Kalau punya anak, anaknya jadi tanggung
Untuk diketahui, draf usulan RUU Nikah Siri Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang
Perkawinan menampung pasal tentang nikah siri atau nikah yang tidak tercatat di kantor
urusan agama (KUA). Pasal tersebut menyebutkan, jika seseorang melakukan nikah siri
Pasal 143 RUU UU yang hanya diperuntukkan bagi pemeluk Islam ini menggariskan,
setiap orang yang dengan sengaja melangsungkan perkawinan tidak di hadapan pejabat
pencatat nikah dipidana dengan ancaman hukuman bervariasi, mulai dari enam bulan
hingga tiga tahun dan denda mulai dari Rp6 juta hingga Rp12 juta. Selain kawin siri,draf
Pasal 144 menyebut, setiap orang yang melakukan perkawinan mutah dihukum penjara
selama-lamanya 3 tahun dan perkawinannya batal karena hukum. RUU itu juga mengatur
6
soal perkawinan campur (antardua orang yang berbeda kewarganegaraan). Pasal 142 ayat
3 menyebutkan, calon suami yang berkewarga negaraan asing harus membayar uang
jaminan kepada calon istri melalui bank syariah sebesar Rp500 juta.
Menurut Patrialias,masyarakat harus diberi kesadaran bahwa nikah itu tidak sekadar nikah
atau bohong-bohongan. Menurutnya, banyaknya pria menikah di bawah tangan dan janda-
janda muda menjadi stimulasi agar hal tersebut perlu diatur. Ditegaskan, pengaturan
pernikahan bukan berarti negara ikut campur dalam masalah agama. “Kalau kehidupan
Ya, kalau kehidupan beragama itu misalnya begini, orang mengaji harus mengaji dari jam
sekian sampai sekian, itu baru namanya ikut campur,”jelasnya. Di tempat sama, Menteri
Agama Suryadharma Ali menuturkan bahwa draf RUU tersebut sudah dibuat sekitar lima
tahun lalu atau sebelum dirinya menjabat sebagai Menteri Agama. Karena itu,
pembahasan mengenai nikah siri akan kembali dilihat pasal demi pasal oleh fraksi-fraksi
Dari daftar inventarisasi masalah yang telah masuk itu,akan muncul berbagai pandangan
mengenai rancangan pasal itu.“Mungkin saja ada yang cocok atau kurang cocok, mungkin
nanti bertemu, pemikiran yang lebih sesuai dari apa yang dikonsepkan sekarang,”ujarnya.
Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini mengakui, nikah siri dalam
Namun dalam peraturan undang-undang hal itu tidak bisa disahkan karena belum tercatat
dalam administrasi negara. Untuk itu, Suryadharma meminta para pelaku nikah siri untuk
7
segera mencatatkan perkawinannya ke KUA. "Mereka harus mencatatkan itu
(pernikahannya ke KUA), bukan berarti nikahnya nggak sah. Bila tidak sah kan berarti
Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Nasarudin Umar menjelaskan, maksud draf
RUU tersebut tiada lain hanya untuk menjadikan kewibawaan perkawinan terjaga karena
dalam Islam perkawinan adalah hal yang suci. Selain itu,RUU ini diajukan terkait masalah
kemanusiaan.
Dia berharap, adanya UU ini nantinya akan mempermudah anak mendapatkan haknya
seperti dapat warisan, hak perwalian, pembuatan KTP, paspor,serta tunjangan kesehatan
pandangannya, nikah siri itu lebih banyak merugikan anak-anak dan kaum perempuan.
"Anak-anak yang lahir dari kawin siri itu tidak diakui hukum dan tidak mendapatkan hak
secara siri tidak diakui oleh hukum sehingga jika seseorang mempunyai dua istri,
kemudian istri pertama adalah hasil pernikahan yang tercatat dan istri kedua adalah hasil
"Jika istri pertama mengatakan saya istri yang sah,maka hal itu tidak bisa dilawan dengan
didiskusikan. Ketua Umum Fatayat NU Maria Ulfa Anshor juga mendukung langkah
pemerintah mengatur kawin siri. Secara tegas dia menyatakan kawin siri dan kawin
8
kontrak sangat berisiko bagi perempuan untuk menjadi korban.
Dia menolak pendapat yang menyebut pengaturan itu melanggar HAM walaupun
perkawinan merupakan isu privat. “Penegakan HAM bukan berarti semua hal yang terkait
dengan persoalan privat tidak ada aturannya. Negara mengatur dalam rangka memberikan
Masalah Perdata
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Arwani Faishal
mengingatkan bahwa pernikahan adalah masalah perdata. Karena itu akan menjadi
dengan pelaku kumpul kebo yang jelas-jelas bertentangan dengan agama mana pun, tapi
"Lho, orang-orang yang menjalankan ajaran agama justru diancam dengan hukuman
penjara? Jika ini terjadi justru negara malah bertindak zalim,"kata Arwani. Menurutnya,
pernikahan siri atau pernikahan yang tidak didaftarkan secara administratif kepada negara
adalah perkara perdata yang tidak tepat jika diancam dengan hukuman penjara. Bahkan
sanksi material (denda) juga tetap memiliki dampak sangat buruk bagi masyarakat.
"Bila mengenakan denda dalam jumlah tertentu untuk orangorang yang melakukan nikah
siri, tentu hal ini dapat menimbulkan ketidakadilan. Bukan masalah bagi mereka yang
punya uang banyak. Namun tidak adil bagi mereka yang secara ekonomi hidupnya pas-
pasan,"kata Arwani. Dalam pandangannya, nikah siri memiliki berbagai dampak positif
9
Jika dilegalkan, akan sangat rawan disalahgunakan dan jika tidak diakui akan
bertentangan dengan syariat Islam. "Untuk itu dampak negatif dan positif pernikahan siri
Adapun mengenai fakta pertama, yakni pernikahan tanpa wali; sesungguhnya Islam
telah melarang seorang wanita menikah tanpa wali. Ketentuan semacam ini didasarkan
pada sebuah hadits yang dituturkan dari sahabat Abu Musa ra; bahwasanya Rasulullah
saw bersabda;
“Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali.” [HR yang lima kecuali Imam An
Nasaaiy, lihat, Imam Asy Syaukani, Nailul Authar VI: 230 hadits ke 2648].
Berdasarkan dalalah al-iqtidla’, kata ”laa” pada hadits menunjukkan pengertian ‘tidak
sah’, bukan sekedar ’tidak sempurna’ sebagaimana pendapat sebagian ahli fikih. Makna
semacam ini dipertegas dan diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah ra,
فنكاحها باطل, فنكاحها باطل,أيما امرأة نكحت بغير إذن وليها فنكاحها باطل
“Wanita mana pun yang menikah tanpa mendapat izin walinya, maka pernikahannya
batil; pernikahannya batil; pernikahannya batil”. [HR yang lima kecuali Imam An
Nasaaiy. Lihat, Imam Asy Syaukaniy, Nailul Authar VI: 230 hadits ke 2649].
Abu Hurayrah ra juga meriwayatkan sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
10
ال تزوج المرأة المرأة ال تزوج نفسها فإن الزانية هي التي تزوج نفسها 4
”Seorang wanita tidak boleh menikahkan wanita lainnya. Seorang wanita juga tidak
berhak menikahkan dirinya sendiri. Sebab, sesungguhnya wanita pezina itu adalah
(seorang wanita) yang menikahkan dirinya sendiri”. (HR Ibn Majah dan Ad Daruquthniy.
Lihat, Imam Asy Syaukaniy, Nailul Authar VI: 231 hadits ke 2649)
adalah pernikahan batil. Pelakunya telah melakukan maksiyat kepada Allah swt, dan
berhak mendapatkan sanksi di dunia. Hanya saja, syariat belum menetapkan bentuk dan
kadar sanksi bagi orang-orang yang terlibat dalam pernikahan tanpa wali. Oleh karena itu,
kasus pernikahan tanpa wali dimasukkan ke dalam bab ta’zir, dan keputusan mengenai
bentuk dan kadar sanksinya diserahkan sepenuhnya kepada seorang qadliy (hakim).
Seorang hakim boleh menetapkan sanksi penjara, pengasingan, dan lain sebagainya
Adapun fakta pernikahan siri kedua, yakni pernikahan yang sah menurut ketentuan
syariat namun tidak dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil; sesungguhnya ada dua
hukum yang harus dikaji secara berbeda; yakni (1) hukum pernikahannya; dan (2) hukum
Dari aspek pernikahannya, nikah siri tetap sah menurut ketentuan syariat, dan
dijatuhi sanksi hukum. Pasalnya, suatu perbuatan baru dianggap kemaksiyatan dan
berhak dijatuhi sanksi di dunia dan di akherat, ketika perbuatan tersebut terkategori
”mengerjakan yang haram” dan ”meninggalkan yang wajib”. Seseorang baru absah
11
dinyatakan melakukan kemaksiyatan ketika ia telah mengerjakan perbuatan yang haram,
berhukum sunnah, mubah, dan makruh, maka orang tersebut tidak boleh dinyatakan telah
akherat. Untuk itu, seorang qadliy tidak boleh menjatuhkan sanksi kepada orang-orang
yang meninggalkan perbuatan sunnah, dan mubah; atau mengerjakan perbuatan mubah
atau makruh.
Seseorang baru berhak dijatuhi sanksi hukum di dunia ketika orang tersebut;
sebagainya; kedua, mengerjakan tindak haram, seperti minum khamer dan mencaci
Rasul saw, dan lain sebagainya; ketiga, melanggar aturan-aturan administrasi negara,
seperti melanggar peraturan lalu lintas, perijinan mendirikan bangunan, dan aturan-aturan
lembaga pencatatan negara tidak boleh dianggap sebagai tindakan kriminal sehingga
pelakunya berhak mendapatkan dosa dan sanksi di dunia. Pasalnya, pernikahan yang ia
lakukan telah memenuhi rukun-rukun pernikahan yang digariskan oleh Allah swt. Adapun
rukun-rukun pernikahan adalah sebagai berikut; (1) wali, (2) dua orang saksi, dan (3) ijab
qabul. Jika tiga hal ini telah dipenuhi, maka pernikahan seseorang dianggap sah secara
12
Pertama, pada dasarnya, fungsi pencatatan pernikahan pada lembaga pencatatan sipil
adalah agar seseorang memiliki alat bukti (bayyinah) untuk membuktikan bahwa dirinya
benar-benar telah melakukan pernikahan dengan orang lain. Sebab, salah bukti yang
dianggap absah sebagai bukti syar’iy (bayyinah syar’iyyah) adalah dokumen resmi yang
dikeluarkan oleh negara. Ketika pernikahan dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil,
tentunya seseorang telah memiliki sebuah dokumen resmi yang bisa ia dijadikan sebagai
alat bukti (bayyinah) di hadapan majelis peradilan, ketika ada sengketa yang berkaitan
dengan pernikahan, maupun sengketa yang lahir akibat pernikahan, seperti waris, hak
asuh anak, perceraian, nafkah, dan lain sebagainya. Hanya saja, dokumen resmi yang
dikeluarkan oleh negara, bukanlah satu-satunya alat bukti syar’iy. Kesaksian dari saksi-
saksi pernikahan atau orang-orang yang menyaksikan pernikahan, juga absah dan harus
diakui oleh negara sebagai alat bukti syar’iy. Negara tidak boleh menetapkan bahwa satu-
satunya alat bukti untuk membuktikan keabsahan pernikahan seseorang adalah dokumen
tertulis. Pasalnya, syariat telah menetapkan keabsahan alat bukti lain selain dokumen
tertulis, seperti kesaksian saksi, sumpah, pengakuan (iqrar), dan lain sebagainya.
Berdasarkan penjelasan ini dapatlah disimpulkan bahwa, orang yang menikah siri tetap
memiliki hubungan pewarisan yang sah, dan hubungan-hubungan lain yang lahir dari
pernikahan. Selain itu, kesaksian dari saksi-saksi yang menghadiri pernikahan siri tersebut
sah dan harus diakui sebagai alat bukti syar’iy. Negara tidak boleh menolak kesaksian
mereka hanya karena pernikahan tersebut tidak dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil;
atau tidak mengakui hubungan pewarisan, nasab, dan hubungan-hubungan lain yang lahir
Kedua, pada era keemasan Islam, di mana sistem pencatatan telah berkembang
dengan pesat dan maju, tidak pernah kita jumpai satupun pemerintahan Islam yang
melakukan pernikahan tanpa dicatat di lembaga pencatatan sipil. Tidak bisa dinyatakan
bahwa pada saat itu lembaga pencatatan belum berkembang, dan keadaan masyarakat saat
itu belumnya sekompleks keadaan masyarakat sekarang. Pasalnya, para penguasa dan
ulama-ulama kaum Muslim saat itu memahami bahwa hukum asal pencatatan pernikahan
bukanlah wajib, akan tetapi mubah. Mereka juga memahami bahwa pembuktian syar’iy
Nabi saw sendiri melakukan pernikahan, namun kita tidak pernah menemukan riwayat
bahwa melakukan pencatatan atas pernikahan beliau, atau beliau mewajibkan para shahabat
untuk mencatatkan pernikahan mereka; walaupun perintah untuk menulis (mencatat) beberapa
َ ْيَاأَيُّهَا الَّ ِذينَ َءا َمنُوا إِ َذا تَدَايَ ْنتُ ْم بِ َد ْي ٍن إِلَى أَ َج ٍل ُم َس ّمًى فَا ْكتُبُوهُ َو ْليَ ْكتُبْ بَ ْينَ ُك ْم َكاتِبٌ بِ ْال َع ْد ِل َواَل يَأ
َ ُاتِبٌ أَ ْن يَ ْكتwwب َك
ُ هُ هَّللاwا عَلَّ َمwwب َك َم
ُّ َوْ نَ ِمنwض
هَدَا ِءwالش ِ wَ ٌل َوا ْم َرأَتwيُ ِم َّل ه َُو فَ ْليُ ْملِلْ َولِيُّهُ بِ ْال َع ْد ِل َوا ْستَ ْش ِهدُوا َش ِهي َدي ِْن ِم ْن ِر َجالِ ُك ْم فَإ ِ ْن لَ ْم يَ ُكونَا َر ُجلَ ْي ِن فَ َر ُج
َ ْان ِم َّم ْن تَرw
ِه َذلِ ُك ْمwِيرًا إِلَى أَ َجلwwِص ِغيرًا أَوْ َكب َ َْض َّل إِحْ دَاهُ َما فَتُ َذ ِّك َر إِحْ دَاهُ َما اأْل ُ ْخ َرى َواَل يَأ
َ ُب ال ُّشهَدَا ُء إِ َذا َما ُدعُوا َواَل تَسْأ َ ُموا أَ ْن تَ ْكتُبُوه ِ أَ ْن ت
ْي ٍءw لِّ َشwwوا هَّللا َ َويُ َعلِّ ُم ُك ُم هَّللا ُ َوهَّللا ُ بِ ُكwwُق بِ ُك ْم َواتَّق َ ُأَاَّل تَ ْكتُبُوهَا َوأَ ْش ِهدُوا إِ َذا تَبَايَ ْعتُ ْم َواَل ي
ٌ وw ضا َّر َكاتِبٌ َواَل َش ِهي ٌد َوإِ ْن تَ ْف َعلُوا فَإِنَّهُ فُ ُس
َعلِي ٌم
”Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di
antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya
sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang
yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika
14
yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri
tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki diantaramu). Jika tak ada
dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi
yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah
saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu
jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang
demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat
mu`amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa
bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan
janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian),
maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada
Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.[TQS AL Baqarah
(2):
Ketiga, dalam khazanah peradilan Islam, memang benar, negara berhak menjatuhkan
sanksi mukhalafat kepada orang yang melakukan tindakan mukhalafat. Pasalnya, negara
(dalam hal ini seorang Khalifah dan orang yang diangkatnya) mempunyai hak untuk
ditetapkan ketentuan dan tata cara pengaturannya oleh syariat; seperti urusan lalu lintas,
pembangunan rumah, eksplorasi, dan lain sebagainya. Khalifah memiliki hak dan
ditetapkan oleh khalifah atau qadliy dalam perkara-perkara semacam ini wajib ditaati dan
dilaksanakan oleh rakyat. Siapa saja yang melanggar ketetapan khalifah dalam urusan-
urusan tersebut, maka ia telah terjatuh dalam tindakan mukhalafat dan berhak mendapatkan
15
sanksi mukhalafat. Misalnya, seorang khalifah berhak menetapkan jarak halaman rumah
dan jalan-jalan umum, dan melarang masyarakat untuk membangun atau menanam di
sampingnya pada jarak sekian meter. Jika seseorang melanggar ketentuan tersebut, khalifah
boleh memberi sanksi kepadanya dengan denda, cambuk, penjara, dan lain sebagainya.
ukuran-ukuran khusus untuk pengaturan urusan jual beli dan perdagangan. Ia berhak untuk
menjatuhkan sanksi bagi orang yang melanggar perintahnya dalam hal tersebut. Khalifah juga
tempat penyewaan permainan, dan tempat-tempat umum lainnya; dan ia berhak memberi
Demikian juga dalam hal pengaturan urusan pernikahan. Khalifah boleh saja
lembaga pencatatan resmi negara, dan lain sebagainya. Aturan semacam ini wajib ditaati dan
dilaksanakan oleh rakyat. Untuk itu, negara berhak memberikan sanksi bagi orang yang tidak
aturan tersebut—telah terjatuh pada tindakan mukhalafat. Bentuk dan kadar sanksi mukhalafat
Yang menjadi catatan di sini adalah, pihak yang secara syar’iy absah menjatuhkan
sanksi mukhalafat hanyalah seorang khalifah yang dibai’at oleh kaum Muslim, dan orang
yang ditunjuk oleh khalifah. Selain khalifah, atau orang-orang yang ditunjuknya, tidak
memiliki hak dan kewenangan untuk menjatuhkan sanksi mukhalafat. Atas dasar itu, kepala
negara yang tidak memiliki aqad bai’at dengan rakyat, maka kepala negara semacam ini tidak
16
absah menjatuhkan sanksi mukhalafat kepada rakyatnya. Sebab, seseorang baru berhak ditaati
dan dianggap sebagai kepala negara jika rakyat telah membai’atnya dengan bai’at in’iqad dan
taat. Adapun orang yang menjadi kepala negara tanpa melalui proses bai’at dari rakyat
(in’iqad dan taat), maka ia bukanlah penguasa yang sah, dan rakyat tidak memiliki kewajiban
untuk mentaati dan mendengarkan perintahnya. Lebih-lebih lagi jika para penguasa itu adalah
para penguasa yang menerapkan sistem kufur alas demokrasi dan sekulerisme, maka rakyat
Keempat, jika pernikahan siri dilakukan karena faktor biaya; maka pada kasus semacam ini
negara tidak boleh mempidanakan dan menjatuhkan sanksi mukhalafat kepada pelakunya.
sedangkan syariat tidak membebani seseorang di luar batas kemampuannya. Oleh karena itu,
Negara tidak boleh mempidanakan orang tersebut, bahkan wajib memberikan pelayanan
Kelima, pada dasarnya, Nabi saw telah mendorong umatnya untuk menyebarluaskan
walaupun tidak sampai berhukum wajib akan tetapi nabi sangat menganjurkan (sunnah
“Adakah walimah walaupun dengan seekor kambing”.[HR. Imam Bukhari dan Muslim]
Banyak hal-hal positif yang dapat diraih seseorang dari penyiaran pernikahan; di
antaranya adalah ; (1) untuk mencegah munculnya fitnah di tengah-tengah masyarakat; (2)
Hal semacam ini tentunya berbeda dengan pernikahan yang tidak disiarkan, atau
dirahasiakan (siri). Selain akan menyebabkan munculnya fitnah; misalnya jika perempuan
yang dinikahi siri hamil, maka akan muncul dugaan-dugaan negatif dari masyarakat terhadap
perempuan tersebut; pernikahan siri juga akan menyulitkan pelakunya ketika dimintai
persaksian mengenai pernikahannya. Jika ia tidak memiliki dokumen resmi, maka dalam
sirinya; dan hal ini tentunya akan sangat menyulitkan dirinya. Atas dasar itu, anjuran untuk
kemudahan-kemudahan bagi suami isteri dan masyarakat serta untuk mencegah adanya fitnah.
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setelah kami membaca dan meneliti sumber-sumber dalam penyusunan makalah ini
kami mendapatkan kesimpulan bahwa Nikah Siri menurut syariat islam adalah sah jika
dilakukan dengan tata cara islam. Namun secara hukum di Negara kita belum ada kejelasan
tentang perkara ini. Maka Peradilan Agama Bidang Perkawinan mengajukan RUU Nikah Sirri
yang menuai kontroversi. Disatu sisi Nikah Sirri secara syariat Islam adalah sah, namun pada
kenyataannya pernikahan itu tidak akan dicatat petugas sipil sehingga akan menimbulkan
masalah ketika mereka akan mengurus kepentingan sebagai warga sipil. Selain itu Nikah Sirri
juga sedikitnya akan menimbulkan fitnah karena pernikahan tersebut dilaksanakan secara
sembunyi-sembunyi. Untuk para wanita yang melakukan Nikah Sirri, dalam Islam telah
melarang seorang wanita menikah tanpa wali karena dalam hadist telah dikatakan bahwa
pernikahan tanpa wali adalah pernikahan batil. Pelakunya telah melakukan maksiyat kepada
3.2 Saran
Setelah kami menyimpulkan dan menarik garis-garis besar dari masalah Nikah Siri ini
kami dapat meberi saran dari permaslahan tersebut untuk para pembaca. Saran-saran tersebut
Terlepas dari kontroversi yang ada tentang Nikah Siri, sebaiknya kita menghindari
nikah siri karena dilihat dari segi manapun nikah siri ini tidak memberikan keuntungan
19
Dalam islam nikah siri adalah sah jika dilaksanakan sesuai tata cara islam hanya saja
dalam nikah sirri ini pernikahan tidak dicatat di Kantor Urusan Agama yang mana
nantinya akan sulit untuk mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan
kepentingan sebagai warga sipil dan tidak menutup kemungkinan akan terjadi banyak
fitnah
ditanggapi secara objektif agar tidak terjadi bentrok antar kubo pro-kontra
20