You are on page 1of 14

ETIKA KEILMUAN/PROFESI SEBAGAI

DISIPLIN ILMIAH DALAM PENDIDIKAN


SEBAGAI DISIPLIN ILMU DAN PROFESI

Mohammad Imam Farisi

Etika keilmuan/profesi merupakan sebuah


komitmen melekat sebagai “professional code
of conduct” di dalam suatu disiplin keilmuan
dan profesi. Etika keilmuan/profesi memuat
acuan standar tentang sikap dan perilaku
yang dipandang pantas, jujur, layak, baik, dan
benar berkaitan dengan praktik, aktivitas, atau
ikhtiar keilmuan/profesi.

Berdasarkan jejak-jejak historisnya, Diskusi epistemologis tentang disiplin


diskusi akademik tentang persoalan apakah ilmu pendidikan waktu itu, difokuskan pada
pendidikan sebagai suatu “disiplin ilmu” atau pembentukan struktur tubuh disiplin ilmu
hanya sebagai “wilayah pengembangan praktis” pendidikan, terus berlanjut hingga dekade
(profesi) mungkin sudah terjadi pada abad yang 1970an. Dari berbagai diskusi tersebut,
lalu. Menurut Schubert (Hasan, 1996:3), ikhtiar kemudian lahir teori-teori paradigmatik tentang
keilmuan ke arah pengembangan pendidikan struktur tubuh disiplin ilmu pendidikan. Dengan
sebagai disiplin ilmu atau “science of education”, demikian, evolusi pertama dari pengembangan
sebagai sebuah “disiplin intelektual” atau disiplin ilmu pendidikan adalah penegasan
“disiplin akademik”, sudah dirintis sejak dekade tentang “tubuh pengetahuan” (body of
tahun 1930an oleh kelompok Social behaviorist knowledge), “struktur pengetahuan” (structure
seperti E.L. Thorndike, Charles H. Judd, John of knowledge), atau “struktur tubuh
Dewey, dan di dalam kurikulum Franklin Bobbitt pengetahuan” (structure of body of knowledge)
dan W.W. Charters. Setelah itu, kajian intensif disiplin ilmu pendidikan. Teori-teori
tentang pendidikan sebagai disiplin ilmu epistemologis tentang struktur tubuh disiplin
dilanjutkan oleh para ilmuwan sosial dan ilmu pendidikan tersebut dikemukakan oleh
psikolog kelompok behavioris Amerika pada Ogburn & Nimkoff (1953), Bruner (1960),
tahun 1960an, atau di Era Sputnik, yang waktu Schwab (1964), Belth (1965), King & Brownell
itu juga terjadi gerakan reformasi program (1966), Peters & Hirst (1970), dan Gardner
pendidikan “Great Society”. (1975).
Sejak itu, disiplin ilmu pendidikan Pada dekade 1980an, para pakar
sepenuhnya berupaya melepaskan diri dari menambahkan unsur lain ke dalam struktur tubuh
pendekatan normatif, dan mendasarkan diri disiplin ilmu pendidikan, yaitu: domain atau
hanya pada pendekatan deskriptif, yang terlepas bidang kajian dan pengembangan, dan komunitas
sama sekali dari pertimbangan baik dan buruk, ilmuwan dan profesional pendidikan. Khusus
kesesuaiannya dengan kaidah dan kepantasan unsur kedua, banyak dipengaruhi oleh
yang berlaku di dalam masyarakat, serta epistemologi keilmuan baru yang diperkenalkan
membebaskan diri dari tujuan-tujuan yang selalu oleh Kuhn (1962), yang di dalam pendidikan
harus memiliki dimensi pelaksanaan praktis. dikemukakan di antaranya oleh Dufty (1986),
Kaidah-kaidah keilmuan pendidikan adalah dan Phillips (1987). Sedangkan Fullan &
kaidah-kaidah yang berlaku di lingkungan Stiegelbaur (1982) sekalipun tidak membahas
disiplin ilmu-ilmu sosial. Pakar yang pertama secara eksklusif tentang struktur tubuh disiplin
kali menegaskan bahwa pendidikan adalah ilmu pendidikan, juga memberikan kontribusi
“disiplin ilmu”, atau “Disiplin Ilmu signifikan terhadap wacana tersebut.
Pendidikan” adalah Belth (1965), dalam
tulisannya berjudul “Education as a Discipline”. Pada dekade itu pula, wacana akademik
tentang etika keilmuan/profesi sebagai bagian

1
dari disiplin ilmiah/profesi (profession or Ladd (ASN & NAEIM, 1995) berargumen
scientific discipline) mulai berkembang. Wacana bahwa,
tentang etika akademik/profesi ini, belakangan
...the whole notion of an organized
juga menjadi diskusi di kalangan
professional ethics is an absurdity--
komunitas/profesional pendidikan dengan
intellectual and moral… Ethics consists
maraknya praktik-praktik keilmuan/profesi yang
of issues to be examined, explored,
merambah hingga lapisan komunitas terbawah
discussed, deliberated, and argued.
yang dipandang tidak lagi sesuai dengan kaidah-
Ethical principles can be established
kaidah etika yang berlaku.
only as a result of deliberation and
argumentation. These principles are not
A. Etika keilmuan/profesi sebagai Acuan the kind of thing that can be settled by
Kelayakan Akademis/ Profesi fiat, by agreement or by
authority...ethics must, by its very
Etika atau kode etik keilmuan/profesi nature, be self-directed rather than
merupakan sebuah “komitmen melekat” di other-directed…Scholars in the practice
dalam suatu disiplin keilmuan dan profesi , yang of philosophy have examined, explored,
mencakup pengertian: (1) standar, pedoman, discussed, deliberated, and argued
acuan nilai-nilai, norma-norma dasar, atau about ethics for a very long time.
kaidah-kaidah keilmuan/profesi mengenai sikap Philosophers have never reached a
dan perilaku yang dipandang pantas, jujur, consensus regarding ethics; therefore,
layak, baik, dan benar secara etis yang diakui, we cannot expect mere people of
dijunjung tinggi, disepakati, dan dipraktikkan science to have any success either.
oleh setiap anggota komunitas dan institusi Besides, if ethics were a black/white,
keilmuan/profesi berkaitan dengan setiap bentuk true/false, or right/wrong issue, then
ikhtiar dan karya keilmuan/profesi; (2) many philosophers would be out of
kewajiban dan tanggungjawab akademik dan work…What scientists really mean to
profesi dari setiap anggota komunitas dan say -- what they really want -- is a
institusi keilmuan/profesi di dalam bidang professional code of conduct. It will
keilmuan dan profesi berkaitan dengan klien, never be possible for a group to
siswa, atau pengguna lainnya (Shils, 1993). completely agree upon an acceptable
Sejauh bisa dicermati dalam kehidupan code of professional ethics. However, it
keilmuan/profesi pendidikan di Indonesia, is not unreasonable to assume that a
“belum ada” ditemukan adanya etika atau kode group can reach a consensus regarding
etik keilmuan/profesi yang terumuskan secara an acceptable code of professional
tegas di dalam bentuk dokumen organisasi- conduct.
organisasi atau institusi-institusi
keilmuan/profesi pendidikan, kecuali Kode Etik
Profesi Guru yang dirumuskan oleh Persatuan Dari pandangan Ladd tadi, dan juga
Guru Republik Indonesia (PGRI). Hal ini diakui kebenarannya oleh ASN & NAEIM,
berbeda dengan komunitas-komunitas bahwa yang dimaksud etika atau kode etik
keilmuan/profesi seperti pada Assosiasi Guru keilmuan atau profesi, bukan pada masalah
Besar perguruan tinggi Amerika (AAUP) yang kebenaran etika dari suatu karya
merumuskan “Pernyataan Etika Profesional” keilmuan/profesi, karena persoalan etika berada
pada tahun 1966; atau AAAS yang merumuskan di wilayah filsafat yang berbeda dengan wilayah
“Kode Etik Profesional AAAS” pada tahun ilmu. Terhadap persoalan etika ini pun di antara
1979. Demikian pula Kode Etik Psikologi pakar sangat debatable, tak mudah mencapai
Indonesia yang dimiliki komunitas ilmuwan dan kata sepakat. Etika atau kode etik keilmuan atau
profesional psikologi dan psikolog Indonesia profesi yang dimaksudkan lebih pada persoalan
yang ditetapkan dalam Kongres VIII Himpunan “professional code of conduct”; persoalan
Psikologi Indonesia di Bandung, tanggal 22 tentang acuan standar tentang sikap dan perilaku
Oktober 2000, yang cukup rinci. yang dipandang pantas, jujur, layak, baik, dan
benar berkaitan dengan praktik, aktivitas, atau
Sebelum mendiskusikan lebih jauh ikhtiar keilmuan/profesi.
tentang etika atau kode etik keilmuan atau
profesi ini, perlu dikemukakan terlebih dahulu Dengan kata lain, etika atau kode etik
arti etika atau kode etik keilmuan atau profesi keilmuan atau profesi berkaitan dengan cara-
yang dimaksudkan. Ketika mengkritisi rumusan cara yang dilakukan oleh seorang ilmuwan dan
“Kode Etik Profesional AAAS” tahun 1979, profesional di dalam mendekati, mengkaji,

2
menjelaskan, atau menyimpulkan masalah yang (ethical truth). Yaitu kebenaran yang bisa
menjadi fokus perhatiannya berdasarkan acuan dicapai hanya jika seorang ilmuwan dan
atau standar yang sudah ditetapkan dan profesional berikhtiar dan berkarya intelektual
disepakati bersama di kalangan komunitas secara tegas bertindak dengan berkonformitas
ilmuwan dan profesional. Acuan atau standar pada standar, pedoman, atau acuan etika atau
yang dimaksudkan bukanlah “etika atau kode kode etik keilmuan/profesi yang ada, diakui,
etik”, melainkan “tradisi keilmuan atau dijunjung tinggi, dan disepakati oleh setiap dan
profesi” yang sudah ditaati, diakui, disepakati, seluruh anggota komunitas keilmuan/profesi
dan dipraktikkan bersama di kalangan komunitas (Ford, dalam Lincoln & Guba, 1985:14).
ilmuwan dan profesional. Karena itu, sepakat Meminjam istilah Shils (1981:15) keabsahan
dengan Ladd, bahwa dalam pengertian seperti atau keterpercayaan sebuah ikhtiar dan karya
itu, etika atau kode etik keilmuan/profesi keilmuan/profesi tidak hanya diukur dari sisi
bukanlah keputusan sepihak, karena otoritas “orisinalitas” atau “keaslian”-nya, melainkan
perorangan, melainkan hasil dari sebuah proses juga diukur dari sejauh mana ia “konformitas”
diskusi, deliberasi, kajian, eksplorasi, dan terhadap etika atau kode etik keilmuan/profesi,
argumentasi kolektif komunitas ilmuwan dan yang dibangun, ditegakkan, diakui, dijunjung,
profesional tentang apa yang layak atau pantas dan dipraktikkan oleh seluruh komunitas
dilakukan atau dipraktikkan ketika melakukan keilmuan/profesi.
ikhtiar keilmuan atau profesi . Perlu ditegaskan pula, bahwa salah satu
Dalam pengertian seperti itu, maka etika pilar kehidupan intelektual adalah “menjunjung
atau kode etik keilmuan/profesi merupakan tinggi kejujuran dan etika intelektual”.
sebuah “komitmen melekat” yang niscaya ada di Meminjam kata-kata bijak Andi Hakim Nasution
dalam disiplin keilmuan/profesi apapun. Etika (Suparlan, 1993:xiii) “mengungkapkan
atau kode etik keilmuan/profesi bukan saja kebenaran apa adanya itu baik, tetapi lebih baik
penting untuk menciptakan, mempertahankan, lagi bila untuk mencapai dan menyatakan
dan melestarikan pola-pola harmonis dan kebenaran itu dilakukan dengan beretika”.
menguntungkan di antara anggota sesama Adalah suatu kemustahilan manakala para
anggota komunitas ilmuwan/profesional ilmuwan dan profesional yang berikhtiar dan
pendidikan, dan antar anggota dan komunitas berkarya intelektual untuk mencari kebenaran,
ilmuwan/profesional umumnya. Lebih dari itu, justru melanggar dan menghancurkan kebenaran
etika atau kode keilmuan/profesi penting untuk itu sendiri, karena melakukan praktik-praktik
mengembangkan “kultur dan tradisi yang tidak benar; seperti manipulasi data,
keilmuan/profesi” yang sehat dan menjunjung menjiplak, mengutip tanpa menyebutkan
tinggi sikap-sikap ilmiah (kejujuran, kesetiaan sumbernya, plagiarisme, atau semacamnya.
pada kebenaran, rasa ingin tahu, dan Dalam hal demikian, klaim-klaim kebenaran
interestedness) (PPS-UPI, 2001). ilmiah yang dikemukakan sesungguhnya
Dengan kata lain, etika keilmuan/profesi bukanlah suatu kebenaran dalam arti
bukanlah sesuatu yang dipikirkan di luar dunia sesungguhnya, bahkan di situ tidak ada
keilmuan/profesi, melainkan sudah dijalankan kebenaran ilmiah sama-sekali.
oleh mayoritas ilmuwan dan profesional (Shills,
1991:11). Karena itu pula, maka komitmen
B. Etika keilmuan/profesi sebagai Kewajiban
personal dan komunal terhadap etika atau kode
dan Tanggungjawab Akademis/Profesi
etik keilmuan/profesi juga menjadi parameter
tentang derajat kebertanggungjawaban, Etika keilmuan/profesi dalam
keterpercayaan, keberhargadirian, dan pengertian kedua adalah kewajiban dan
keberkualitasan keilmuan/profesi, baik di tanggungjawab akademik/profesi yang harus
kalangan internal maupun eksternal komunitas ditunaikan oleh setiap anggota komunitas dan
ilmuwan/profesional pendidikan. Sebab, etika institusi keilmuan/profesional di dalam bidang
atau kode etik keilmuan/profesi dapat keilmuan. Kewajiban dan tanggungjawab
menghindarkan setiap anggotanya dari sikap- keilmuan/profesi ini, sebagai bentuk “komitmen
sikap dan perilaku-perilaku tak bermoral, tak etis melekat” yang niscaya ada di dalam eksistensi
dalam berikhtiar dan membuat karya-karya setiap anggota komunitas dan institusi
intelektual. keilmuan/profesi. Kewajiban dan tanggungjawab
keilmuan/profesi sebagai unsur kedua dari etika
Ilmuwan dan profesional tidak keilmuan/profesi tertuju pada dua aspek, yaitu:
berikhtiar dan berkarya hanya semata-mata untuk institusional dan personal.
mencapai suatu kebenaran empiris dan logis,
tetapi juga harus mencapai “kebenaran etis”

3
Kewajiban dan tanggungjawab ilmuwan dan profesional; (4) aktivitas dan karya
akademik yang harus ditunaikan oleh setiap keilmuan/profesi (penciptaan, pengembangan,
institusi keilmuan/profesi (Pascasarjana, dan pengkomunikasian); dan (5) masyarakat dan
Fakultas, Pusat Penelitian, Program Studi, negara.
Jurusan, Konsorsium, pusat-pusat penelitian dan
pengembangan ilmu pendidikan, teknologi, dan
seni pendidikan organisasi-organisasi ilmuwan 1. Kewajiban dan tanggungjawab terhadap
dan profesional kependidikan, pusat-pusat pendidikan
penerbitan ilmiah, organisasi/institusi pembinaan Kewajiban dan tanggungjawab
profesional, balai-balai pendidikan dan latihan keilmuan/profesi terhadap pendidikan, berkenaan
profesi) mencakup: (1) membangun, dengan komitmen akademik dari setiap anggota
menetapkan, dan mengembangkan struktur tubuh komunitas ilmuwan dan profesional untuk
disiplin ilmu pendidikan dan ilmu keguruan— mengikuti pendidikan dan pelatihan formal baik
paradigma, komunitas, domain, etika, dan tradisi yang dilaksanakan oleh institusi perguruan
keilmuan/profesi; (2) menyebarluaskan ilmu tinggi, organisasi pendidikan, dan/atau institusi-
pengetahuan, teknologi dan/atau seni di bidang institusi pelatihan dan pengembangan profesional
pendidikan ke seluruh lapisan komunitas lainnya.
ilmuwan dan profesional pendidikan; (3)
memfasilitasi, dan mengkoordinasikan setiap Kewajiban dan tanggungjawab tersebut
bentuk aktivitas dan karya keilmuan/profesi di bisa dimaksudkan untuk: (1) memenuhi syarat
bidang pendidikan (pendidikan, pengajaran, atau kualifikasi minimal pendidikan akademik
bimbingan, dan penelitian) yang disusun dan dan profesional yang diharuskan sesuai dengan
dilaksanakan oleh para calon dan anggota tuntutan akademik atau profesinya; yaitu S1
komunitas ilmuwan dan profesional pendidikan , untuk guru TK—SMU/SMK, atau S2 untuk
atas dasar prinsip “kekebasan akademik” dan dosen di perguruan tinggi; (2) meningkatkan
“otonomi keilmuan/profesi”, yang ditujukan kemampuan akademik dan profesional dan/atau
untuk kepentingan pembentukan dan mendapatkan kualifikasi akademik dan
pengembangan struktur tubuh disiplin ilmu profesional yang lebih tinggi di dalam suatu
pendidikan dan ilmu keguruan; (4) cabang disiplin ilmu pendidikan, teknologi dan
menyelenggarakan dan mengembangkan seni pendidikan sesuai dengan bidang keilmuan
pendidikan akademik dan profesional di bidang atau profesi nya, sehingga diharapkan dapat
pendidikan guna menyiapkan para calon anggota mendukung pelaksanaan tugas-tugas akademik
komunitas ilmuwan dan profesional pendidikan dan profesi kependidikannya, atau untuk lebih
yang akan: memenuhi syarat minimal kelayakan meningkatkan kesiapan dirinya di dalam
akademik/profesi; menambah, memperluas, atau menerapkan keahlian pendidikan/ keguruan; (3)
meningkatkan kualitas wawasannya dalam menambah dan memperluas wawasan akademik
sejumlah disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, dan profesional dan/atau mendapatkan
dan seni pendidikan; meningkatkan kesiapan diri kualifikasi akademik dan profesional tambahan
untuk menerapkan keahlian pendidikan; dan (5) yang setingkat atau lebih tinggi di luar bidang
memanfaatkan semaksimal mungkin hasil-hasil disiplin ilmu pendidikan, yang dipandang
karya keilmuan/profesi untuk meningkatkan taraf memiliki keterkaitan dan mendukung
kehidupan masyarakat dan memperkaya pelaksanaan tugas-tugas akademik dan profesi
kebudayaan nasional. Kewajiban dan kependidikannya, atau untuk lebih meningkatkan
tanggungjawab keilmuan/profesi terkait dengan kesiapan dirinya di dalam menerapkan keahlian
kewajiban dan tanggungjawab sosial institusi pendidikan/ keguruan.
keilmuan/profesi pendidikan terhadap
masyarakat, bangsa, dan negaranya; dan bahwa
2. Kewajiban dan tanggungjawab terhadap
institusi keilmuan/profesi pendidikan bukanlah
klien
sebuah “menara gading” yang acuh terhadap
lingkungan sekitarnya. Kewajiban dan tanggungjawab
keilmuan/profesi terhadap klien (siswa,
Sedangkan kewajiban dan
mahasiswa atau calon ilmuwan dan profesional),
tanggungjawab akademik yang harus ditunaikan
berkenaan dengan komitmen akademik dari
oleh setiap dari setiap anggota komunitas
setiap anggota komunitas ilmuwan dan
keilmuan/profesi dapat diklasifikasikan menjadi
profesional pendidikan untuk menyiapkan siswa,
tiga, yaitu kewajiban dan tanggungjawab
dan mahasiswa sebagai calon-calon anggota
terhadap: (1) pendidikan; (2) mahasiswa atau
komunitas ilmuwan dan profesional yang
calon ilmuwan dan profesional; (3) kolega
memenuhi syarat-syarat akademik dan

4
profesional sesuai yang telah ditetapkan oleh 3. Kewajiban dan tanggungjawab terhadap
tradisi keilmuan/profesi; setia, taat, dan kolega ilmuwan dan profesional
berkomitmen terhadap penegakan tradisi Kewajiban dan tanggungjawab
keilmuan/profesi; kritis-inovatif terhadap tradisi keilmuan/profesi terhadap sesama kolega
keilmuan/profesi; dan mewariskan minat dan ilmuwan dan profesional, berkenaan dengan
antusisme keilmuan/profesi untuk membangun, komitmen akademik dari setiap anggota
mengembangkan, dan membarui tradisi komunitas ilmuwan dan profesional pendidikan
keilmuan/profesi yang memuaskan bagi bidang untuk mengajar, membimbing, melatih, dan
keilmuan/profesinya maupun komunitas saling mengkomunikasikan dan mempraktikkan
ilmuwan dan profesional. khasanah keilmuan/profesi pendidikan kepada
Kewajiban dan tanggungjawab ini sesama anggota komunitas ilmuwan dan
berkaitan dengan aktivitas pemberian profesional pendidikan.
pendidikan, pengajaran, bimbingan di kelas atau Kewajiban dan tanggungjawab tersebut
ruang kuliah, juga dalam berbagai aktivitas dan mencakup aspek pengajaran, bimbingan, dan
karya keilmuan/profesi kepada mahasiswa atau aktivitas dan karya keilmuan/profesi yang
calon ilmuwan dan profesional pendidikan. ditujukan kepada sesama anggota komunitas
Kewajiban dan tanggungjawab tersebut meliputi: ilmuwan dan profesional pendidikan, seperti
(1) penyusunan dan pelaksanaan program untuk: menyusun dan melaksanakan program untuk
pendidikan dan pengajaran (pembelajaran, berbagai aktivitas: (1) pendidikan, yakni
kuliah, tutorial, penataran, atau pelatihan), mendorong, memfasilitasi sesama kolega
termasuk aktivitas perbaikan dan pengayaannya; mengikuti pendidikan—akademik dan
bimbingan untuk kegiatan praktik laboratorium, profesional--dan pelatihan formal agar:
bengkel, studio dan praktik lapangan seperti memenuhi syarat minimal pendidikan akademik
Kuliah Kerja Nyata (KKN), Program dan profesional yang diharuskan sesuai dengan
Pengalaman Lapangan (PPL), Praktik tuntutan akademik atau profesi; meningkatkan
Kemampuan Mengajar (PKM), dan praktikum kemampuan akademik dan profesional dan/atau
sains; karya keilmuan/profesi, yaitu mendapatkan kualifikasi akademik dan
membimbing penyusunan disertasi, tesis, skripsi, profesional yang lebih tinggi sesuai dengan
laporan, atau karya Ilmiah; aktivitas bidang keilmuan atau profesi ; menambah dan
keilmuan/profesi, seperti seminar, lokakarya, memperluas wawasan akademik dan profesional
semiloka, simposium, diskusi panel, kollukium, dan/atau mendapatkan kualifikasi akademik dan
dan semacamnya; pembinaan kegiatan profesional tambahan yang setingkat atau lebih
kemahasiswaan sebagai tenaga pembimbing tinggi di luar bidang ilmunya; (2) pengajaran
akademik (PA), atau petugas bimbingan dan (kuliah, tutorial, penataran, atau pelatihan),
konseling; (4) menganalisis, dan mengevaluasi termasuk aktivitas perbaikan dan pengayaannya;
proses dan hasil pengajaran, bimbingan, dan bimbingan (pendidikan laboratorium praktik
penelitian yang telah dilakukan untuk lebih bengkel atau studio; Pemantapan Kemampuan
meningkatkan kualitasnya; (6) menyusun, Profesional (PKP); karya keilmuan/profesi,
melaksanakan, menganalisis, dan mengevaluasi seperti: penyusunan disertasi, tesis, skripsi,
proses dan hasil belajar siswa atau mahasiswa; laporan, atau karya Ilmiah; dan aktivitas
(7) menguji hasil-hasil belajar akhir (disertasi, keilmuan/profesi, seperti: seminar, lokakarya,
tesis, skripsi, PPL, PKM/PKP) untuk mengetahui semiloka, simposium, diskusi panel, kollukium,
tingkat kepenguasaan kemampuan dan semacamnya; kepada kolega ilmuwan dan
akademik/profesional; (8) membuat, menulis, profesional yang mengikuti studi lanjutan (D2
dan mengembangkan materi pokok dan s.d S3) baik untuk keperluan memenuhi syarat
suplemen atau bahan belajar pendukung untuk minimal, meningkatkan kemampuan, atau
kegiatan pembelajaran, perkuliahan, tutorial, menambah dan memperluas wawasan akademik
penataran, pelatihan, atau bimbingan, yang dan profesionalitasnya; (3) menyampaikan orasi
memuat berbagai aspek struktur tubuh disiplin ilmiah di hadapan kolega dan komunitas
ilmu pendidikan/profesi; dan (9) menyampaikan ilmuwan dan profesional; (4) supervisi dan
orasi ilmiah di hadapan mahasiswa atau calon bimbingan kepada sesama kolega--guru, dosen,
anggota komunitas ilmuwan dan profesional atau peneliti--yang lebih muda, dalam berbagai
pendidikan atau profesi kependidikan. aktivitas yang berkaitan dengan pengajaran
(mengajar, kuliah, tutorial, penataran, atau
pelatihan, termasuk aktivitas perbaikan dan
pengayaannya), bimbingan, dan penelitian; dan
kepada sesama kolega yang akan menaiki jabatan

5
profesional/akademik lebih tinggi; (5) detasering berada di lingkungan universitas, lembaga atau
dan pencangkokan guru, dosen, atau peneliti, organisasi keilmuan/profesi, atau di lembaga-
dalam program “cross-fertilization” di antara lembaga penerbitan di luar itu; (3) aktif-
sesama kolega dari berbagai bidang akademik partisipatif mengikuti berbagai forum
atau keahlian pendidikan, baik dalam aktivitas komunikasi ilmuwan dan profesional seperti:
pengajaran, bimbingan, atau pelatihan. seminar, lokakarya, semiloka, simposium,
Dalam hal ini, kewajiban dan diskusi panel, kollukium, dan semacamnya, yang
tanggungjawab keilmuan/profesi di bidang diselenggarakan institusi-institusi keilmuan/
pengajaran seperti disebutkan di atas, berlaku profesi pendidikan di dalam atau di luar negeri;
penuh setiap ilmuwan dan profesional yang (4) mengakses berbagai karya keilmuan/profesi
berada institusi pendidikan tinggi, apapun di bidang pendidikan, baik melalui keterlibatan
jenjang jabatan akademik yang disandangnya aktif di dalam forum komunikasi ilmuwan dan
(Asisten Ahli s.d Guru Besar). Sedangkan bagi profesional, melalui penerbitan-penerbitan
setiap ilmuwan dan profesional yang berada ilmiah, atau sumber-sumber lain yang tersedia
institusi pendidikan dasar dan menengah, (mis. internet); dan (5) mempraktikkan hasil-hasil
kewajiban dan tanggungjawab keilmuan/profesi pemikiran, penelitian, atau penelitian
berlaku sesuai dengan jenjang jabatan profesi pengembangan di bidang pendidikan di dalam
yang disandangnya (Guru Pratama hingga Guru berbagai aktivitas bidang pengajaran, bimbingan,
Utama) (lihat: Kepmendiknas no. dan penelitian pendidikan; dan (6) melakukan
57686/MPK/1989; Surat Edaran Bersama inovasi-kreatif terhadap unsur-unsur dari struktur
Mendiknas & Menpan no. 38/SE/1989). tubuh disiplin ilmu pendidikan (paradigma,
komunitas, domain, etika, atau tradisi) yang
selama ini sudah menjadi khasanah
4. Kewajiban dan tanggungjawab di bidang keilmuan/profesi pendidikan, karena dianggap
aktivitas dan karya keilmuan/profesi tidak lagi sesuai dengan dinamika baru dan
mutakhir di dalam disiplin ilmu pendidikan.
Kewajiban dan tanggungjawab
keilmuan/profesi di bidang karya-karya
keilmuan/profesi berkenaan dengan komitmen 5. Kewajiban dan tanggungjawab terhadap
akademik dari setiap anggota komunitas masyarakat dan negara
ilmuwan dan profesional pendidikan untuk
menemukan, mengembangkan, mempraktikkan, Kewajiban dan tanggungjawab
atau mengubah kebanaran-kebenaran keilmuan/profesi terhadap masyarakat dan
keilmuan/profesi yang terdapat di dalam tradisi. bangsa berkenaan dengan komitmen akademik
dari setiap anggota komunitas ilmuwan dan
Kewajiban dan tanggungjawab profesional pendidikan untuk mempraktikan dan
keilmuan/profesi tersebut mencakup: (1) memanfaatkan semaksimal mungkin segala
menciptakan atau menghasilkan karya-karya bentuk aktivitas dan karya keilmuan/profesinya
ilmiah kependidikan, baik dalam bentuk hasil- di bidang pendidikan untuk meningkatkan taraf
hasil pemikiran, penelitian, atau penelitian kehidupan masyarakat dan memperkaya
pengembangan, baik dalam bentuk: laporan, kebudayaan nasional. Kewajiban dan
monograf, makalah, skripsi, tesis, disertasi, atau tanggungjawab keilmuan/profesi tersebut dapat
dalam bentuk yang lain. Termasuk ke dalam dilakukan melalui pendidikan dan pengajaran,
kategori mencipta atau menghasilkan karya- penelitian, aplikasi praktis hasil-hasil pemikiran
karya keilmuan/profesi adalah: atau penelitian, pemberian jasa layanan, dan
menerjemahkan/menyadur karya ilmiah; kegiatan politik dan publisitas.
mengedit/menyunting karya ilmiah; membuat
rancangan dan karya teknologi pendidikan yang Kewajiban dan tanggungjawab
dipatenkan; membuat rancangan dan karya keilmuan/profesi dalam bentuk pemberian
teknologi, rancangan, dan karya seni pendidikan, pengajaran, dan pelatihan kepada
monumental di bidang pendidikan; (2) siswa dan mahasiswa berupa pengetahuan,
mengkomunikasikan karya-karya ilmiah keterampilan, nilai, dan sikap-sikap keilmuan
kependidikan yang sudah dihasilkan atau dan keprofesionalan di bidang pendidikan, agar
diciptakan di dalam forum-forum komunikasi mereka dapat: menjadi anggota masyarakat
ilmuwan dan profesional seperti: seminar, terdidik dan profesional (educated and
lokakarya, semiloka, simposium, diskusi panel, professionalized man); melanjutkan pendidikan
kollukium, dan semacamnya, penerbitan- akademik/profesional ke jenjang yang lebih
penerbitan ilmiah seperti: buku, majalah ilmiah, tinggi; memasuki dunia dan anggota komunitas
jurnal, dsb. (terakreditasi atau tidak) baik yang akademik atau profesional; atau mengaplikasikan

6
hasil-hasil pendidikan akademik/profesional “ilmiah populer”, atau melalui media elektronik
yang diperolehnya untuk kemakmuran kehidupan (radio dan televisi) yang bisa diakses oleh setiap
masyarakat. anggota masyarakat awam; (2) pemberian
Kewajiban dan tanggungjawab latihan/penyuluhan/penataran/ceramah
keilmuan/profesi dalam bentuk penelitian, pendidikan pada masyarakat; (4) pendirian
dilakukan untuk mendekati, mengkaji, lembaga-lembaga konsultasi pendidikan bagi
menjelaskan, atau memecahkan masalah yang masyarakat; (5) pemberian layanan kepada
dihadapi oleh komunitas ilmuwan dan masyarakat atau kegiatan lain yang menunjang
profesional, masyarakat dan bangsanya. Dengan pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan
demikian, maka penelitian-penelitian tersebut pembangunan; (6) pendirian lembaga-lembaga
harus memiliki bobot keilmuan/keprofesionalan, pendidikan formal (TK s.d SMU/SMK) atau
dalam arti mampu membangunan dan pendidikan non-formal (kursus, balai latihan,
mengembangkan struktur tubuh disiplin ilmu dsb); atau (6) penelitian atau pendirian pusat
pendidikan/profesi; dan juga mempunyai penelitian pendidikan yang secara khusus
konsekuensi-konsekuensi praktis baik bagi dimaskudkan untuk mempelajari, menjelaskan,
kepentingan profesi maupun masyarakat dan dan memecahkan persoalan-persoalan praktis
bangsa. pendidikan di masyarakat yang secara langsung
dapat dimanfaatkan hasilnya oleh masyarakat
Dalam hal konsekuensi-konsekuensi luas.
praktis bagi kepentingan profesi, penelitian-
penelitian tersebut sangat bernilai untuk Kewajiban dan tanggungjawab
meningkatkan kualitas akademik dan keilmuan/profesi dalam bentuk kegiatan politik.
profesioanlisme tenaga kependidikan; dan dalam yang dimaksudkan di sini bukan pada keharusan
hal konsekuensi-konsekuensi praktis bagi anggota komunitas ilmu dan profesi pendidikan
kepentingan masyarakat dan bangsa, penelitian- terlibat aktif dalam politik praktis atau untuk
penelitian tersebut juga memberikan nilai maksud dan kepentingan potitik, termasuk dalam
penting untuk meningkatkan, menambah, dan pemerintahan. Melainkan berkaitan dengan
memperluas pemahaman masyarakat dan bangsa jabatan sebagai konsultan, asisten, atau staf ahli
terhadap berbagai masalah yang dihadapi, dan bidang pendidikan dari pejabat-pejabat
cara pemecahannya. Walaupun tidak selalu pemerintahan pusat atau daerah yang
konsekuensi-konsekuensi praktis bagi membutuhkan layanan dan pertimbangan ahli
masyarakat dan bangsa itu sudah terpikirkan atau berkaitan dengan kebijakan-kebijakan politik
terprediksikan ketika seorang ilmuwan dan yang bersinggungan atau bersangkutan dengan
profesional pendidikan melakukan penelitian. bidang pendidikan. Keterlibatan mereka sebagai
tenaga ahli menjadi sangat penting, agar kegiatan
Kewajiban dan tanggungjawab dan kebijakan politik bisa membuahkan
keilmuan/profesi dalam bentuk aplikasi praktis kebijakan-kebijakan politik yang sesuai atau
hasil-hasil pemikiran atau penelitian pendidikan, melanggar prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah
yang kemudian dirumuskan secara sederhana keilmuan dan keprofesionalan pendidikan; dan
atau praktis dalam bentuk buku, panflet, brosur, sesuai dengan aspirasi, kebutuhan, atau
buklet, manual, atau program-program yang kepentingan pendidikan masyarakat.
bersifat praktis untuk konsumsi publik atau
khalayak luas. Karya-karya semacam itu, akan Ketakharusan seorang ilmuwan dan
memungkinkan masyarakat luas dapat profesional pendidikan aktif di dalam politik
mengambil manfaat langsung dan praktis praktis (menjadi anggota parpol atau rangkap
terhadap hasil-hasil pemikiran atau penelitian jabatan di pemerintahan) bukan karena persoalan
pendidikan bagi kepentingan pendidikan, hukum formal semata, yaitu munculnya
pengajaran, pembimbingan, atau pelatihan pertentangan kepentingan antara kepentingan
anggotanya di dalam lembaga-lembaga akademik dan profesi dengan kepentingan parpol
pendidikan nonformal atau informal yang dan kekuasaan, maupun dengan kepentingan
diselenggarakan oleh masyarakat, termasuk perguruan tinggi. Oleh sebab itu, secara formal,
keluarga. apabila seorang ilmuwan dan profesional
pendidikan menduduki jabatan pimpinan pada
Kewajiban dan tanggungjawab lembaga pemerintahan/Pejabat Negara, atau
keilmuan/profesi dalam bentuk pemberian jasa partai-partai politik maka dia harus dibebaskan
layanan, dapat berbentuk: (1) pengkomunikasian dari jabatan organiknya (Kepmenkowasbangpan,
atau publikasi hasil-hasil penelitian dalam bahasa 1999); demikian pula seorang pimpinan
yang lebih sederhana atau populer di dalam perguruan tinggi dilarang untuk menduduki
media-media publik, atau lazim disebut bacaan jabatan struktural dan fungsional lainnya dalam

7
instansi/lembaga pemerintah pusat dan daerah, kebebasan untuk menyampaikan pikiran dan
sehingga dapat menimbulkan conflict of interest pendapat atau melaksanakan kegiatan yang
(PP. no. 61/1999; psl. 16:b) terkait dengan pendidikan dan pengembangan
Alasan lain yang lebih substantif, adalah ilmu pengetahuan dan teknologi secara
adanya kekhawatiran bahwa mereka akan bertanggungjawab dan mandiri, dalam bentuk
terjebak di dalam permainan-permainan politik seminar, ceramah, simposium, diskusi panel, dan
praktis dan mengabaikan kewajiban dan ujian dalam rangka pelaksanaan pendidikan
tanggungjawab keilmuan dan profesi nya untuk akademik dan/atau profesional. Akan tetapi
senantiasa bersikap hormat dan patuh terhadap kebebasan akademik itu harus tetap disesuaikan
prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah keilmuan dan dan dan dilandasi oleh norma dan kaidah
profesi pendidikan. Walaupun bisa saja mereka keilmuan/profesi (PP. no. 60, pasal 17-18).
beralasan bahwa dengan keterlibatan dirinya di Kedua, etika atau kode etik dalam
dalam politik praktis, bisa melakukan konteks “pelaksanaan tugas dan tanggungjawab
“pendidikan politik” yang secara keilmuan dan keilmuan/profesi”. Berdasarkan etika ini, seorang
keprofesionalan sah dan etis. Akan tetapi, lebih dosen adalah tenaga pendidik atau kependidikan
disebabkan alasan untuk menghindari terjadinya pada perguruan tinggi yang berdasarkan
distorsi-distorsi yang disebabkan oleh cita-cita pendidikan dan keahliannya diangkat dengan
politik atau keberpihakan kepada gerakan- tugas utama mengajar (PP. no. 60/1999, psl. 5;
gerakan politik tertentu yang mungkin sulit 101:2), melakukan penelitian, membuat karya
dihindari. Apabila hal tersebut terjadi, tentu akan ilmiah, dan pengabdian pada masyarakat (SK.
berimplikasi lebih jauh terhadap komitmen Menkowasbangpan, no. 38/1999). Dalam
akademik dan profesional mereka di dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab
melaksanakan tugas dan kewajibannya di bidang keilmuan/profesinya, secara etis harus tunduk
aktivitas-aktivitas dan karya-karya dan patuh terhadap norma-norma dan kaidah-
keilmuan/profesi, dengan lebih mengedepankan kaidah keilmuan/profesi (PP. no. 60, pasal 2:2b;
keberpihakan pada aspirasi, pandangan, atau pasal 101:2; SK. Menkowasbangpan
cita-cita politiknya, daripada keberpihakan pada No.38/1999), dan terhadap batas-batas
prinsip, norma, atau kaidah-kaidah keilmuan dan spesialisasi atau konsentrasi bidang disiplin
profesi yang menjadi jatidiri seorang ilmuwan keilmuan/profesinya (Shils, 1993). Seorang guru
dan profesional atau profesional. Selain itu, juga juga adalah tenaga pendidik yang diberi tugas,
akan membawa implikasi terhadap hubungan wewenang, dan tanggungjawab untuk
dirinya dengan mahasiswa atau sesama kolega, melaksanakan pendidikan (mengajar,
akibat perbedaan pandangan dan cita-cita politik. membimbing) di jenjang pendidikan dasar dan
Upaya untuk menyiapkan calon-calon anggota menengah, juga aktivitas pengembangan profesi
komunitas ilmuwan dan profesional yang dan pengabdian pada masyarakat (UU no.
memenuhi syarat-syarat akademik dan 20/2003; SE Bersama Mendikbud & Ka. BAKN,
profesional sesuai yang telah ditetapkan oleh 1999).
tradisi keilmuan/profesi; dan upaya untuk Ketiga, etika atau kode etik dalam
meneguhkan ikatan solidaritas di antara sesama konteks “penggunaan, pengambilan, dan
anggota komunitas ilmiah dan profesi pun sulit pengumuman dan/atau perbanyakan” sebagian
dicapai. Bahkan, terjadinya rivalitas atau friksi- atau keseluruhan dari karya-karya cipta
friksi di antara mereka juga tidak mungkin keilmuan/profesi. Berdasarkan etika ini, setiap
terhindarkan (Shils, 1993; ASN & NAEIM, bentuk penggunaan, pengambilan, dan
1995). pengumuman dan/atau perbanyakan sebagian
atau keseluruhan dari karya-karya cipta
keilmuan/profesi secara etis wajib atau harus
C. Lingkup Etika keilmuan/profesi
menyebutkan sumbernya secara legkap, baik
Dari sejumlah pemikiran dan dokumen- untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
dokumen resmi tentang perguruan tinggi dan penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
HaKI, dapat diidentifikasi 6 (enam) aspek etika penulisan kritik atau tinjauan, dan/atau ceramah
dan kode etik keilmuan/profesi, yaitu: yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan
Pertama, etika atau kode etik dalam ilmu pengetahuan (UU no. 19/2002; pasal 15).
konteks “kebebasan akademik”, mencakup Karya-karya cipta keilmuan/profesi tersebut
kebebasan mimbar akademik dan otonomi meliputi: buku, karya tulis yang diterbitkan, dan
keilmuan/profesi. Bahwa setiap anggota sivitas semua hasil karya tulis lain, ceramah, kuliah, alat
akademika dan/atau tenaga ahli dari luar peraga yang dibuat untuk kepentingan
perguruan tinggi yang bersangkutan memiliki pendidikan dan ilmu pengetahuan, terjemahan

8
tafsir, saduran, bunga rampai, dan karya lain dari berlaku di dalam wilayah Indonesia (UU no.
hasil pengalihwujudan (pasal 12: 1); ciptaan- 19/2002; pasal 16:1-4).
ciptaan yang tidak atau belum diterbitkan, Keenam, etika atau kode etik dalam
terlebih lagi ciptaan-ciptaan yang sudah konteks penerimaan dan penggunaan “gelar
merupakan suatu kesatuan yang nyata, yang akademik” (Sarjana, Magister, atau Doktor); dan
memungkinkan perbanyakan atas hasil karya itu “sebutan profesional”. Gelar akademik adalah
(ayat 2), termasuk berita-berita elektronik dan gelar yang diberikan kepada lulusan perguruan
tertulis yang terdapat di media-media massa (Kepmendiknas no. 178/U/2001, psl. 1:1), dan
(pasal 14). yang dimaksud pendidikan akademik adalah
Keempat, etika atau kode etik dalam pendidikan yang diarahkan terutama pada
konteks “penerjemahan (dan perbanyakannya)” penguasaan ilmu pengetahuan(Kepmendiknas
karya-karya keilmuan/profesi oleh orang atau no. 178/U/2001, psl. 1:4). Gelar akademik terdiri
pihak lain. Berdasarkan etika ini, setiap bentuk atas Sarjana, Magister dan Doktor (psl. 6).
aktivitas penerjemahan dan perbanyakan Berdasarkan etika ini, penerimaan dan
terhadap ciptaan-ciptaan dalam bidang ilmu penggunaan gelar akademik oleh seseorang
pengetahuan oleh orang atau pihak lain wajib hanya diakui secara sah apabila dari perguruan
atau harus terlebih dahulu meminta ijin tinggi yang memiliki hak dan wewenang untuk
penerjemahan dan perbanyakannya kepada menyelenggarakan pendidikan akademik sesuai
penciptanya. Kecuali penerjemahan dan dengan bidang keahliannya. Penerimaan dan
perbanyakan tersebut dilakukan oleh pencipta penggunaan gelar akademik tersebut juga baru
sendiri. Akan tetapi, dalam hal bahwa karya boleh dilakukan setelah mereka dianggap telah
tersebut dipandang sangat dibutuhkan untuk mengikuti dan menyelesaikan semua kewajiban
kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan, serta dan/atau tugas yang dibebankan, dan telah
kegiatan penelitian dan pengembangan, Menteri dinyatakan lulus dari perguruan tinggi yang
dapat mewajibkan pemegang hak cipta untuk menyelenggarakan pendidikan akademik. Gelar
melaksanakan sendiri, memberi izin atau akademik tersebut juga hanya boleh digunakan
menunjuk pihak lain untuk melakukan atau dicantumkan pada dokumen resmi yang
penerjemahan dan/atau perbanyakan, atas dasar berkaitan dengan kegiatan akademik dan
pertimbangan Dewan Hak Cipta (pasal 16:1). pekerjaan (Kepmendiknas no. 178/U/2001, pasal
Sungguhpun demikian, pewajiban oleh 12-13). Keabsahan perolehan gelar akademik ini
pemerintah/menteri tersebut, hanya boleh dapat ditinjau kembali karena alasan akademik
dilakukan setelah lewat jangka waktu 3 tahun (pasal 19). Untuk gelar akademik yang diberikan
sejak ciptaan-ciptaan itu diterbitkan, dan belum oleh perguruan tinggi di luar negeri perlu
pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia pengesahan dari Departemen Pendidikan
(UU no. 19/2002; pasal 16:2-4). Pewajiban Nasional, serta digunakan sesuai pola dan cara
penerjemahan dan perbanyakan oleh pemerintah pemakaian yang berlaku di negara yang
tersebut berbeda untuk setiap bidang bersangkutan dan tidak dibenarkan untuk
keilmuan/profesi. Untuk bidang matematika dan disesuaikan dan/atau diterjemahkan menjadi
ilmu pengetahuan alam, boleh dilakukan setelah gelar akademik sebagaimana yang ditetapkan
3 tahun sejak diterbitkan; untuk bidang ilmu dan berlaku di Indonesia.
pengetahuan sosial setelah 5 tahun sejak Seseorang juga berhak menerima dan
diterbitkan; dan untuk bidang seni dan sastra menggunakan gelar doktor kehormatan (Doktor
setelah 7 tahun sejak diterbitkan (pasal 16:3a-c) Honoris Causa) dari universitas dan institut yang
dengan catatan bahwa karya-karya cipta memiliki wewenang menyelenggarakan Program
keilmuan/profesi di ketiga bidang itu belum Pendidikan Doktor sesuai ketentuan yang
pernah diterjemahkan dan diperbanyak (pasal berlaku apabila dianggap telah berjasa luar biasa
16:4). bagi pengembangan suatu disiplin ilmu
Kelima, etika atau kode etik dalam pengetahuan, teknologi, kebudayaan,
konteks “tempat penerjemahan, perbanyakan, kemasyarakatan dan/atau kemanusiaan. Gelar
dan pemakaiannya”. Berdasarkan etika ini, Doktor kehormatan tersebut hanya boleh
setiap bentuk atau aktivitas penerjemahan baik digunakan atau dicantumkan pada dokumen
dilakukan sendiri oleh pencipta maupun oleh resmi yang berkaitan dengan kegiatan akademik
orang atau pihak lain atas izin pencipta atau dan pekerjaan (Kepmendiknas no. 178/U/2001,
karena diwajibkan oleh pemerintah; juga pasal 13-17).
penggunaan atau pemakaian karya-karya hasil Sebutan profesional adalah sebutan
terjemahan dan perbanyakannya tersebut, hanya yang diberikan kepada lulusan perguruan tinggi

9
yang menyelenggarakan pendidikan profesional menjiplak, mengutip dari karya keilmuan/profesi
(Kepmendiknas no. 178/U/2001, psl. 1:2); orang lain tanpa menyebutkan sumbernya.
sedangkan yang dimaksud dengan pendidikan Pelanggaran etika keilmuan/profesi hanya
profesional adalah pendidikan yang diarahkan dipersepsi sebagai persoalan “plagarisme”
pada kesiapan penerapan keahlian tertentu (psl. semata. Seperti sudah dikemukakan sebelumnya,
1:4). Sebutan profesional untuk lulusan Program etika keilmuan/profesi mencakup enam wilayah,
Diploma terdiri atas: (a) Ahli Pratama untuk dan dari berbagai sumber yang sempat diakses,
Program Diploma I disingkat A.P., (b) Ahli pelanggaran etika keilmuan/profesi banyak
Muda untuk Program Diploma II disingkat jenisnya.
A.Ma., (c) Ahli Madya untuk Program Diploma Akademi Sains Nasional (ASN)
III disingkat A.Md., dan (d) Sarjana Sains bekerjasama dengan Akademi Engineering
Terapan untuk Program Diploma IV disingkat Nasional Pendidikan Tinggi Kesehatan (NAEIM)
SST (psl. 11:1). Penggunaan sebutan akademik dalam laporan penelitiannya berjudul
tersebut hanya sebutan profesional jenjang “Responsible Science: Ensuring the Integrity of
tertinggi yang dimiliki (psl. 12:1). the Research Process” pada tahun 1989 dan
Seperti dalam hal gelar akademik, kemudian direvisi pada tahun 1995, berkaitan
penerimaan dan penggunaan sebutan profesional dengan persoalan etika keilmuan/profesi
oleh seseorang hanya diakui secara sah apabila mengklasifikasikan ketaksenonohan
dikeluarkan oleh perguruan tinggi yang memiliki (misconduct) dalam sains menjadi dua jenis
hak dan wewenang untuk menyelenggarakan (Shills, 1993; Bauer, 1995), yaitu:
pendidikan profesional (1) kealpaan ilmiah (scientific negligence),
(Akademi,Politeknik,Sekolah Tinggi, Institut, yaitu ketaksenonohan yang disebabkan
atau Universitas) (psl. 5:2); yang bersangkutan oleh kesalahan penyajian informasi
telah menyelesaikan semua kewajiban dan/atau yang bukan dengan tujuan mengelabui
tugas yang dibebankan dalam mengikuti suatu atau menipu, dan tidak segera
program studi pendidikan profesional sesuai ditemukan. Dalam kasus ini tidak hanya
dengan ketentuan yang berlaku; menyelesaikan komunitas ilmuwan dan profesional
kewajiban administrasi dan keuangan berkenaan yang tertipu, tetapi juga publik. Kasus
dengan program studi yang diikuti sesuai kealpaan ini bisa terjadi karena
ketentuan yang berlaku; dan dinyatakan lulus sejumlah faktor, seperti: pemaduan data
dari perguruan tinggi yang menyelenggarakan secara dingin (cold fusion) padahal data
pendidikan profesional (psl. 13:1-3). tersebut saling bertentangan, kesalahan
Sebutan profesional yang diberikan oleh dan kelemahan prosedur penelitian atau
perguruan tinggi di luar negeri digunakan sesuai tidak mengikuti acuan proseduran yang
pola dan cara pemakaian yang berlaku di negara umum disepakati, tidak dilakukan kajian
yang bersangkutan dan tidak dibenarkan untuk awal oleh panel-sejawat (peer-review),
disesuaikan dan/atau diterjemahkan menjadi atau karena keinginan untuk mengejar
gelar akademik dan/atau sebutan profesional popularitas dan keuntungan finansial.
sebagaimana yang sudah diatur; sebutan Dalam kasus ini, dianggap sebagai
profesional yang diberikan oleh perguruan tinggi bentuk pelanggaran etika
di luar negeri perlu pengesahan dari Departemen keilmuan/profesi, apabila seorang
Pendidikan Nasional; dan sebutan profesional ilmuwan dan profesional yang
lulusan perguruan tinggi di Indonesia tidak menyadari dan menemukan adanya
dibenarkan untuk disesuaikan dan/atau kekeliruan penjelasan, pemecahan
diterjemahkan menjadi gelar akademik dan/atau masalah, atau penarikan simpulan dan
diterjemahkan menjadi gelar akademik dan/atau implikasi-implikasi penelitiannya, tetapi
sebutan profesional yang diberikan oleh tidak melakukan pengakuan dengan
perguruan tinggi di luar negeri (psl. 21:1-3). segera dan terbuka, terutama yang telah
dipublikasikan di dalam penerbitan
ilmiah. Pengakuan tersebut lebih disukai
D. Bentuk-bentuk Pelanggaran Etika
apabila disampaikan di dalam
keilmuan/profesi
penerbitan yang sama. Hal-hal semacam
Wacana yang belakangan mengemuka, itu, memang terkait dengan sifat
persoalan pelanggaran etika keilmuan/profesi fallibilitas manusiawi yang bisa
sering hanya ditujukan kepada praktik-praktik melahirkan kecerobohan, ketergesaan,
plagiarisme, yaitu penjiplakan, penggandaan, ketakfokusan, kelalaian, kesalahan,
pengutipan, atau penyaduran, manipulasi data, kealpaan ilmiah, atau kelemahan

10
metode ilmiah yang digunakan yang keilmuan/profesi dan kebutuhan teknis atau
mungkin tidak disengaja atau disadari praktis semata, sehingga terjadi distorsi pada
sebelumnya, sehingga tidak lagi sesuai prakonsepsi dan keyakinan-keyakinan keilmuan
dengan standar keilmuan/profesi yang atau profesinya.
telah disepakati komunitas ilmuwan dan Termasuk pelanggaran etika keilmuan/
profesional pendidikan. Pelanggaran profesi juga, manakala seorang ilmuwan dan
etika keilmuan/profesi juga bisa terjadi profesional kurang semangat dan bahkan sama
ketika seseorang mempublikasikan dua sekali tidak mau mengajar, meneliti, dan
hasil penelitian sendiri tentang pokok melakukan pengabdian pada masyarakat sesuai
permasalahan yang sama tetapi berbeda dengan bidang disiplin keilmuan/profesinya,
lokasi penelitiannya, hanya sebatas yang sesungguhnya pula merupakan kewajiban
untuk diterbitkan. Tanpa menguraikan akademis ilmuwan dan profesional. Demikian
secara rinci dan lengkap kedua proses juga halnya, manakala seorang ilmuwan dan
penelitiannya tadi, karena alasan profesional atau komunitas ilmuwan dan
ketergesaan waktu, atau terbentuk profesional menyuarakan aspirasi, berkolaborasi,
masalah pembiayaan berafiliasi, atau mengabdi kepada kelompok-
(2) ketakjujuran yang disengaja kelompok atau kepentingan-kepentingan politik
(deliberate dishonesty), seperti tindakan (ilmuwan dan profesional politis); kepada
merekayasa atau memodifikasi data kepentingan pemerintah atau birokrasi (ilmuwan
(forgery and fabrication) secara cerdik dan profesional birokrat); atau mengejar
untuk tujuan popularitas atau lainnya; kepentingan popularitas atau publisitas (ilmuwan
memalsukan atau mengubah temuan dan profesional publisitas) dengan mengaburkan
(falsification, fraud, invent, massage, atau bahkan menghilangkan komitmen-
fudge); pengutipan tanpa menyebut komitmen etisnya sebagai ilmuwan dan
sumbernya (plagiarism), mengambil profesional (Shills, 1993; Bauer, 1995).
secara utuh karya orang lain (piracy); Pelanggaran etika juga terjadi dalam
kebohongan (hoaxes); kesalahan nyata konteks hubungan-hubungan akademis antara
(honest errors); kedengkian (malicious); dosen/guru dan mahasiswa/siswa, seperti:
melebih-lebihkan sehingga tidak meremehkan—karena dianggap tidak mampu;
proporsional lagi dan menyimpang berhubungan terlalu dekat, karena
(trimming); melaporkan temuan dari mahasiswa/siswa tersebut adalah teman,
hasil instrumen yang dianggap pasangan, adik, anak, atau kekasihnya, sehingga
memuaskan saja agar dianggap sesuai melahirkan konflik kepentingan; bersikap sangat
dengan acuan yang ada, padahal ketat (dosen/guru killer) terhadap
instrumen yang digunakan banyak mahasiswa/siswa dengan alasan untuk
(cooking). menegakkan integritas dan wibawa; selalu ingin
Berbeda dengan kasus pertama, dalam benar sendiri; baik dalam aktivitas perkuliahan
kasus kedua ini pelanggaran etika maupun bimbingan. Sikap-sikap tersebut jelas
sangat jelas dan tak bisa ditoleransi. mengindikasikan sikap tidak profesional,
Tindakan-tindakan tadi, oleh Broad and sementara salah satu komitmen intelektual utama
Wade dinyatakan sebagai tindakan seorang ilmuwan/profesional adalah
“pengkhianatan terhadap kebenaran” “menjunjung tinggi sikap profesionalisme”
(the betrayers of the truth), dan mereka (Bauer, 1995).
yang melakukan oleh Kohn disebut
sebagai “nabi-nabi palsu” (false
prophets). E. Penegakan Etika keilmuan/profesi: Sebuah
Komitmen Bersama
Masalah pelanggaran etika
keilmuan/profesi yang juga kerap tidak disadari, Sebagai salah satu pilar dari disiplin
dan kerap pula dilanggar adalah ketika seorang keilmuan/profesi, dan banyaknya kasus-kasus
ilmuwan dan profesional pendidikan bergiat dan pelanggaran etika yang terjadi di Indonesia, yang
berkarya di luar batas-batas disiplin terungkap atau tidak, komitmen atas aspek-aspek
keilmuan/profesinya; baik karena alasan diminta, etika keilmuan/profesi ini menjadi semakin
lebih-lebih lagi karena alasan ekonomi. Juga signifikan untuk ditegakkan di dalam dunia
apabila mereka melakukan penelitian pesanan keilmuan/profesi, khususnya di kalangan
dari sebuah perusahaan yang bersedia komunitas ilmuwan dan profesional pendidikan.
memberikan dana dan honorarium tinggi, yang Dari hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh
bisa menimbulkan konflik kepentingan antara Ditjen HaKI tanggal 18 Januari 2005 tentang

11
tingkat kesadaran masyarakat terhadap Hak Artistic Works) tahun 1886. Akan tetapi
Kekayaan Intelektual di Indonesia, menunjukkan kemudian Indonesia memutuskan keluar dari
bahwa sebanyak 88% (277) dari 313 responden Konvensi Bern tahun 1958. Namun, kemudian
menyatakan “rendah”, dan hanya 4% (11) dari kembali meratifikasi Konvensi Bern.
responden menyatakan “tinggi” Keikutsertaan Indonesia dalam pergaulan
(www.dgip.go.id/). masyarakat dunia berkaitan dengan HaKI,
Hasil jajak pendapat ini mungkin masih semakin tegas ketika Indonesia memutuskan
bisa dipersoalkan tentang metodologi, menjadi sebagai anggota WIPO tahun 1994, dan
representativitas sampelnya, atau lainnya. meratifikasinya dengan Keppres No. 19 Tahun
Namun setidaknya, ada gambaran bahwa 1994. Selanjutnya, Indonesia meratifikasi
masalah etika keilmuan/profesi di Indonesia pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia
perlu mendapatkan perhatian serius dari seluruh WTO (World Trade Organization) pada tahun
komunitas keilmuan/profesi di Indonesia, khusus 1994, dengan meratifikasi hasil Putaran Uruguay
di kalangan komunitas ilmuwan dan profesional yaitu Agreement Establishing the World Trade
pendidikan. Munculnya kasus-kasus penjiplakan Organization (AEWTO). Salah satu bagian
atau plagiarisme beberapa waktu lalu oleh penting dari Persetujuan WTO tersebut adalah
mahasiswa sarjana dan pascasarjana di beberapa keharusan Indonesia untuk menyesuaikan segala
perguruan tinggi; kasus-kasus pemberian “gelar peraturan perundangannya di bidang HaKI
doktor” (termasuk Doktor Honoris Causa) yang dengan standar Agreement on Trade Related
tidak jelas keabsahan lembaga pendidikan dan Aspects of Intellectual Property Rights Including
konsep penyelenggaraannya, membenarkan hal Trade In Counterfeit Goods (TRIPs). Kemudian,
itu. pemerintah bersama DPR menjadikannya
sebagai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994.
Komitmen untuk semakin menegakkan Sejalan dengan kesepakatan TRIPs ini, maka
etika keilmuan/profesi dan profesi di Indonesia, pemerintah Indonesia kemudian telah
kini sudah ditegaskan dengan disepakatinya UU meratifikasi konvensi-konvensi Internasional di
Hak Cipta tahun 1997, yang kemudian bidang HaKI, di antaranya: (1) Paris Convention
diperbaharui pada tahun 2000, tahun 2001, dan for the protection of Industrial Property and
terakhir tahun 2002 (UU no. 19/2002). Walaupun Convention Establishing the World Intellectual
nuansa pertimbangan ekonomis lebih Property Organizations, dengan Keppres No. 15
mengemuka, akan tetapi secara substantif HaKI Tahun 1997 tentang perubahan Keppres No. 24
pada dasarnya adalah “hak eksklusif” yang Tahun 1979; (2) (selengkapnya lihat
diberikan Negara kepada individu pelaku HaKI di:www.dgip.go.id/).
(inventor, pencipta, pendesain dan sebagainya).
Maksudnya tiada lain sebagai penghargaan atas Institusi yang mengurus masalah HaKI
sebuah hasil karya (kreativitas) mereka dan agar di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Hak
orang lain terangsang untuk dapat lebih lanjut Kekayaan Intelektual, Departemen Kehakiman
mengembangkannya lagi, sehingga dengan dan Hak Asasi Manusia RI, dan di tingkat
sistem HaKI tersebut kepentingan masyarakat internasional adalah World Intellectual Property
ditentukan melalui mekanisme pasar. Di samping Organizations (WlPO}, suatu badan khusus
itu sistem HaKI menunjang diadakannya sistem PBB, dan Indonesia termasuk salah satu
dokumentasi yang baik atas segala bentuk anggotanya dengan diratifikasinya Paris
kreativitas manusia sehingga kemungkinan Convention for the Protection of Industrial
dihasilkannya teknologi atau hasil karya lainnya Property and Convention Establishing the World
yang sama dapat dihindarkan/dicegah. Dengan Intellectual Property Organizations,
dukungan dokumentasi yang baik tersebut, sebagaimana sudah disebutkan di atas. Dengan
diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya demikian, pada era milenium baru ini, hak
dengan maksimal untuk keperluan hidupnya atau kekayaan in telektual telah menjadi isu yang
mengembangkannya lebih lanjut untuk sangat penting mendapat perhatian baik dalam
memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi. forum nasional maupun internasional.
Dimasukkannya TRIPs dalam paket Persetujuan
Secara historis, lahirnya UU Hak Cipta WTO di tahun 1994 menandakan dimulainya era
ini—termasuk HaKI--selain dilatarbelakangi baru perkembangan HaKI di seluruh dunia.
oleh munculnya masalah-masalah pelanggaran
HaKI sebagaimana dikemukakan di atas, juga Dalam konteks kehidupan intelektual
diawali dari ratifikasi Indonesia terhadap atau keilmuan/profesi pendidikan di Indonesia,
Konvensi Bern untuk Perlindungan terhadap komitmen untuk menegakkan dan menjunjung
Hasil Penulisan dan Karya Artistik (Bern tinggi etika atau kode etik keilmuan/profesi yang
Convention for the Protection of Literary and secara yuridis-formal termasuk dalam HaKI,

12
kiranya dapat dilakukan dengan berbagai cara, di dukungan dalam melindungi kekayaan
antaranya: intelektual terhadap pelanggaran oleh
pihak ketiga
(1) memberikan matapelajaran atau
matakuliah yang berkaitan dengan HaKI, (www.lp.itb.ac.id/product/berita/april/
“etika keilmuan/profesi” kepada para Suplemen/Suplemen-April2000.html).
siswa dan mahasiswa. Hal ini diharapkan Tahun 2002 Rektor ITB semakin tegas
sejak dini mereka sudah mengenal dan dalam persoalan HaKi dan pelanggaran
memahami hak dan kewajiban yang etika akademik ini, dengan mengeluarkan
melekat pada setiap karya intelektual keputusan tentang “Harkat Pendidikan”.
seseorang. Dalam hal ini, sejumlah Dalam diktum pertama dinyatakan
perguruan tinggi yang sudah keharusan mahasiswa untuk sungguh-
memasukkan materi ini di antaranya sungguh menjunjung etika berprofesi dan
Unmuh Malang melalui matakuliah etika bermasyarakat”. Hal yang sama
“Etika Keperawatan” untuk D3 juga dilakukan oleh IPB
Keperawatan. FT-Univ. Dutawacana, (www.bima.ipb.ac.id). Fak. Psikologi UII
juga memasukkan matakuliah “Etika Yogyakarta, juga mewajibkan kepada
Kristen” di dalam kurikulumnya, yang setiap mahasiswa yang akan mengajukan
dimaksudkan untuk Lebih skripsi untuk melampirkan “Pernyataan
mengembangkan wawasan, kesadaran, Menjaga Etika Akademik”.
dan tanggung jawab mahasiswa dalam (2) Melakukan kajian oleh sejawat (peer
pengambilan keputusan "etis" (yang review) terlebih dahulu terhadap setiap
"baik", "benar" dan "sesuai" dengan nilai- karya keilmuan/profesi yang dihasilkan
nilai martabat manusia), dengan seseorang, apakah berupa hasil
perspektif iman Kristen. Materinya pemikiran, terutama hasil penelitian,
mencakup: pengertian etika dan etika sebelum dipublikasikan atau diterbitkan.
Kristen, faktor-faktor/prinsip-prinsip
(3) Mempublikasikan atau menerbitkan
dasar untuk pengambilan keputusan etis, setiap karya keilmuan/profesi dalam
serta studi kasus dalam beberapa bidang penerbitan-penerbitan ilmiah atau profesi,
etika (seperti antara lain Etika sehingga komunitas ilmuwan dan
Teknologi/Komputer/Media, Etika profesional bisa mengakses, mengkaji
Bisnis, Etika Lingkungan, Etika tingkat kesahihannya. Bagi dosen,
Akademik, dan Etika Seksual. Tentu keharusan publikasi ini sudah ditetapkan
masih ada lagi perguruan-perguruan melalui Kepmendiknas tahun 2001 dan
tinggi yang berbuat serupa, yang tak SE Ditjen Dikti tahun 2001, bahwa setiap
mungkin semua dikemukakan dalam kali kenaikan jabatan dosen mulai Asisten
tulisan ini. Ahli s.d Lektor Kepala, harus memiliki
(1) Mengeluarkan berbagai kebijakan minimal 1 (satu) karya ilmiah yang
berkaitan dengan perlindungan HaKI atau dipublikasikan di jurnal terakreditasi atau
pelanggaran etika akademik. Dalam hal tidak. Sedangkan untuk kenaikan jabatan
ini, PPS-UPI misalnya, sudah dosen ke Guru Besar bagi yang
mengeluarkan Surat Edaran tentang berpendidikan Doktor (S3) atau Spesialis
plagiarisme dalam rangka penegakan II (Sp.II), disyaratkan harus memiliki
norma dan etika akademik di minimal satu (1) artikel ilmiah hasil
lingkungannya sejak 1999. ITB sejak penelitian yang ditulis dalam jurnal
tahun 1994 sudah membentuk Gugus ilmiah terakreditasi. Di dalam RPP-Dikti
Tugas HaKI ITB untuk menangani juga ditegaskan bahwa hasil penelitian
masalah ini. Gugus tugas ini kemudian baru diakui sebagai karya ilmiah setelah
dibubarkan dan penanganan HaKI ada dipublikasikan pada jurnal ilmiah
pada Lemlit ITB dengan mendirikan terakreditasi yang menerapkan sistem
Kantor Manajemen HaKI sejak Agustus telaah nirnama. Untuk mendukung hal
1999, yang memberikan layanan HaKI itu, RPP-Dikti juga mewajibkan setiap
dalam bentuk: (a) pengelolaan karya perguruan tinggi memiliki penerbitan
intelektual mencakup perlindungan ilmiah yang khusus memuat hasil-hasil
hukum, pemasaran, negosiasi lisensi dan penelitian. Melalui kebijakan ini, akses
audit lisensi; (b) pendanaan awal bagi untuk menerbitkan karya-karya
aplikasi perlindungan karya intelektual keilmuan/profesi lebih terbuka. Selain itu,
yang memiliki potensi komersial; dan (c) elektronik (internet) juga perlu

13
dikembangkan. Sedangkan bagi guru, Agustus 1999, tentang Penilaian Angka
kewajiban ini juga terdapat di dalam Kredit Jabatan Dosen.
Kepmenkowasbangpan no. Keputusan Rektor ITB no. 023/SK/KO1-
38/Kep/MK.WASPAN/8/1999, tetapi SA/2002 tentang Harkat Pendidikan.
secara ketat baru diberlakukan bagi para Kuhn, T.S. (2001). The Structure of Scientific
guru yang mengajukan kenaikan pangkat Revolutions: Peran Paradigma dalam
dari golongan IV/a ke IV/b. Revolusi Keilmuan. Alih bahasa Tjun
(4) Replikasi atau reproduksi terhadap Surjaman. Bandung: PT. Remadja
karya-karya keilmuan/profesi dari Rosdakarya.
perspektif, metode, subyek, atau lokasi Lincoln, Y.S. & Guba, E.G. (1985). Naturalistic
yang berbeda. Hal ini penting untuk Inquiry. London: SAGE Publications.
menemukan derajat verfikasi, atau PPS-UPI. (2001). Suplemen Materi Program
transferabilitas hasil-hasil penelitian yang Pengenalan Studi. Bandung: PPS-UPI.
tinggi. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang
Pendidikan Tinggi.
Pamekasan, 20 Oktober 2007 Shils, E. (1981). Kaum Cendekiawan. Dalam D.
Hartoko, (ed). Golongan Cendekiawan:
Mereka yang Berumah di Angin. Jakarta:
Rujukan
PT. Gramedia.
ASN & AAEIM. (1995). On Being A Scientist: Shils, E. (1991). Etika Akademis. Jakarta:
Responsible Conduct In Research. Yayasan Obor Indonesia.
Washington, D.C: National Academy Somantri, N. (1996). “Masalah Mengkonsolidasi
Press. Diakses dalam: Disiplin Ilmu Pendidikan dan Disiplin
www.nap.edu/readingroom/ Pendidikan Bidang Studi dalam
books/obas.html. 10 Maret 2005. Mewujudkan Tujuan ISPI”. Makalah pada
Bauer, H.H. (1995). Ethics in Science. Diakses Temu Wicara ISPI di Sumatera Utara.
dalam: www.chem.vt.edu/chem- Surat Edaran Direktur PPS-UPI no.
ed/ethics/hbaeur/habauer_toc.html. 10 778/K04.7/PP.03.03/1999 tanggal 29
Maret 2005. November 1999 tentang Plagiarisme
Bruner, J.S. (1978). The Process of Education. dalam Rangka Penegakan Norma dan
Cambrigde: Harvard University Press. Etika Akademik di Lingkungan PPS-UPI.
Fullan, M.G. & Stiegelbaur, S. (1991). The New Surat Edaran Ditjen Dikti no. 3931/D/T/2001,
Meaning of Educational Change. New tanggal 26 Desember 2001 tentang
York: Teachers College Press. Persyaratan Menulis Artikel di Jurnal
Gardner, P.L. (1975). Science and the Structure Ilmiah Terakreditasi untuk Kenaikan
of Knowledge. dalam P.L. Gardner (ed). Jabatan dosen.
The Structure of Science Education. Surat Edaran Ditjen Dikti nomor: 3298/D/T/99
Australia: Longman Australia Pty tanggal 29 Desember 1999 tentang Upaya
Limited. 1-40). Pencegahan Tindakan Plagiat.
Kepmendiknas Nomor: 178/U/2001 tentang UPI (2001). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah.
Gelar dan Lulusan Perguruan Tinggi. Bandung: University Press UPI.
Kepmenkowasbangpan Nomor
38/Kep/MK.WASPAN/8/1999 tanggal 24

14

You might also like