You are on page 1of 14

HAK ASASI MANUSIA (HAM)

Istilah Hak Asasi Manusia (HAM) dalam bahasa Belanda disebut dengan
Mensenrecht/Menselijk Rechten, dalam bahasa Perancis disebut dengan Les Droits L’
Homme, dalam bahasa Inggris disebut dengan Human Right.

1) Pengertian HAM

Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat
pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,
dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh
siapapun.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia. Sebagai hak dasar/hak fundamental/hak abadi, HAM meliputi dan memenuhi
hak-hak yang bersifat biologik dan spiritual, artinya HAM yang diperjuangkan bersama,
untuk memenuhi tidak saja biological need (kebutuhan sandang, pangan, dan papan),
tetapi juga pemenuhan/kebutuhan spiritual (spiritual need), antara lain terkait kebebasan
beragama, berpendapat, berorganisasi, masuk/mendirikan partai, dan seterusnya.
Menurut Prof. A. Masyhur Effendi, S.H., M.H HAM dapat diartikan sebagai “Hak
dasar yang suci yang melekat pada setiap orang/manusia, pemberian Tuhan untuk
selamanya, ketika menggunakannya tidak merugikan hak-hak dasar anggota
masyarakat lainnya.
Menurut John Locke dalam teori hukum alam atau lebih dikenal dengan teori
perjanjian masyarakat mengemukakan bahwa hak-hak dasar tersebut tidak dapat lepas
dari manusia sejak manusia masih dalam keadaan tanpa negara (artinya ketika negara
belum terbentuk). Hak-hak dasar tak dapat diambil oleh orang lain (Unaliable). Hak-hak
tersebut adalah hak alamiah yang tidak dapat dicabut dari orang-perorang anggota
masyarakat yang bersangkutan. Hak alamiah tersebut meliputi hak hidup, hak
kebebasan dan hak memiliki sesuatu (Life, Liberty, dan Estate). Hak-hak tersebut tidak
pernah lepas dari orang perorang serta tidak pernah diserahkan kepada siapapun
terutama penguasa/pemerintah.

2) Sejarah Perkembangan HAM

a) Perkembangan Pemikiran HAM Secara Umum


Pada umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwasanya HAM di kawasan
Eropa dimulai dengan lahirnya Magna Charta pada tahun 1215 yang telah
menghilangkan hak absolutisme raja. Sejak itu mulai dipraktikkan kalau raja
melanggar hukum harus diadili dan mempertanggungjawabkan kebijakan
pemerintahnya kepada parlemen. Lahirnya Magna Charta kemudian diikuti oleh
lahirnya Bill of Right di Inggris pada tahun 1689. Bill of Right melahirkan asas
persamaan di muka hukum (equality before the law). Perkembangan HAM
selanjutnya ditandai dengan The American Declaration of Independence pada tahun
1776-1789. Selanjutnya, pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration (Deklarasi
Perancis), kedua deklarasi tersebut telah dengan tegas mengumumkan suatu
konsepsi khusus tentang manusia dan masyarakat, bedanya pada The American
Declaration of Independence berpandangan bahwa manusia adalah merdeka sejak
di dalam perut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir ia harus dibelenggu.
Sedangkan dalam The French Declaration (Deklarasi Perancis) ketentuan tentang
hak lebih diperinci lagi sebagaimana dimuat dalam The Rule of Law yang antara lain
berbunyi tidak boleh ada penangkapan tanpa alasan yang sah dan penahanan tanpa
surat perintah yang dikeluarkan oleh pejabat yang sah.
Dalam kaitan itu berlaku prinsip presumption of innocent, artinya orang-orang
yang ditangkap, kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah,
sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan
ia bersalah. Kemudian prinsip itu dipertegas oleh prinsip freedom of expression
(kebebasan mengeluarkan pendapat), freedom of religion (bebas menganut
keyakinan/agama yang dikehendaki), The right of property (perlindungan hak milik),
dan hak-hak dasar lainnya.
Perkembangan yang lebih signifikan adalah dengan munculnya The Four
Freedoms dari Presiden Franklin D. Roosevelt pada tanggal 6 Januari 1941, The
Four Freedoms tersebut freedom to speech (kebebasan berbicara dan menyatakan
pendapat), freedom to religion (kebebasan beragama), freedom from want
(kebebasan dari kemiskinan), freedom from fear (kebebasan dari ketakutan). Semua
hak-hak tersebut di atas dijadikan dasar pemikiran dari rumusan HAM yang bersifat
universal yaitu The Declaration of Human Rights PBB tahun 1948.
Hak asasi manusia (HAM) sebagai hak dasar/hak kodrati yang diperoleh dari
Tuhan yang mana dalam suatu pemerintahan atau negara, maka pemerintah atau
negara tersebut memiliki kewajiban untuk melindunginya. Perkembangan pemikiran
mengenai HAM dibagi pada 4 generasi yaitu:

(1) Generasi Pertama


Berpendapat bahwa pengertian HAM hanya berpusat pada bidang hukum
dan politik. Fokus pemikiran HAM generasi pertama pada bidang hukum dan
politik disebabkan oleh dampak dan situasi perang dunia II, totaliterisme dan
adanya keinginan negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan suatu
tertib hukum yang baru. Pada generasi pertama ini berkembang pemikiran dari
pemikiran Immanuel Kant dimana negara dan pemerintah tidak ikut campur
tangan dalam urusan warga negaranya kecuali dalam hal yang menyangkut
kepentingan umum. Aliran pikiran yang disebut liberalisme ini dirumuskan dalam
dalil “The Last Government is the best Government” artinya Pemerintahan yang
paling sedikit campur tangannya terhadap warga negara adalah Pemerintahan
yang baik. Dalam pandangan ini negara dianggap sebagai Nachwachterstaat
atau negara penjaga malam yang memiliki ruang gerak yang sangat sempit
dalam mengatur tata kehidupan masyarakat atau rakyat dari suatu negara,
bukan hanya di bidang politik tetapi juga di bidang ekonomi. Dalam konsep ini
kegiatan di bidang ekonomi dikuasai oleh dalil: Laissez faire, laissez aller” yang
artinya kalau manusia dibiarkan mengurus kepentingan ekonominya masing-
masing maka dengan sendirinya keadaan ekonomi seluruh negara akan sehat.
(2) Generasi Kedua
Pada masa ini pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis melainkan
juga hak-hak sosial, ekonomi, politik dan budaya. Jadi pemikiran HAM generasi
kedua menunjukkan perluasan pengertian konsep dan cakupan hak asasi
manusia. Pada generasi kedua ini lahir dua covenant yaitu International
Covenant on Economic, Social and Cultural Rights dan International Covenant
on Civil and Political Rights. Kedua Covenant tersebut disepakati dalam sidang
umum PBB 1966. Pada masa generasi kedua, hak yuridis kurang mendapat
penekanan sehingga terjadi ketidakseimbangan dengan sosial-budaya, hak
ekonomi dan hak politik. Pada masa ini pemerintah bertanggung jawab atas
kesejahteraan rakyat dan karenanya harus aktif dalam mengatur kehidupan
ekonomi dan sosial rakyatnya. Negara dalam konsep ini dinamakan negara
kesejahteraan (Welfare State) atau Social Service State (negara yang memberi
pelayanan kepada masyarakat atau negara modern).

(3) Generasi Ketiga


Generasi ketiga ini lahir sebagai reaksi pemikiran HAM generasi kedua.
Generasi ketiga menjanjikan adanya kesatuan antara hak ekonomi, sosial,
budaya, politik, dan hukum dalam satu keranjang yang disebut dengan hak-hak
melaksanakan pembangunan. Dalam pelaksanaannya hasil pemikiran HAM
generasi ketiga juga mengalami ketidakseimbangan dimana terjadi penekanan
hak ekonomi dalam arti pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama,
sedangkan hak lainnya terabaikan sehingga menimbulkan banyak korban,
karena banyak hak-hak rakyat lainnya yang dilanggar.

(4) Generasi Keempat


Setelah banyak dampak negatif dari pemikiran HAM generasi ketiga,
lahirlah generasi keempat yang mengkritik peranan negara yang sangat dominan
dalam proses pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi dan
menimbulkan seperti diabaikannya aspek kesejahteraan rakyat. Pemikiran HAM
generasi keempat dipelopori oleh negara-negara dikawasan Asia yang pada
tahun 1983 melahirkan deklarasi hak asasi manusia yang disebut Declaration of
The Basic Duties of Asia People and Government. Deklarasi ini lebih maju dari
rumusan generasi ketiga, karena tidak saja mencakup tuntutan struktural tetapi
juga berpihak kepada terciptanya tatanan sosial yang berkeadilan. Selain itu
deklarasi HAM Asia telah berbicara mengenai masalah ‘kewajiban asasi’ bukan
hanya ‘hak asasi’. Deklarasi tersebut juga secara positif mengukuhkan
keharusan imperatif dari negara untuk memenuhi hak asasi rakyatnya. Beberapa
masalah dalam deklarasi ini yang terkait dengan HAM dalam kaitan dengan
pembagunan sebagai berikut:
(a) Pembangunan Berdikari (self development)
Pembangunan yang dilakukan adalah pembangunan yang membebaskan
rakyat dan bangsa dari ketergantungan dan sekaligus memberikan kepada
rakyat sumber-sumber daya sosial ekonomi.
(b) Perdamaian
Masalah perdamaian tidak semata-mata berarti anti perang dalam segala
bentuknya, tapi justru lebih dari itu suatu upaya untuk melepaskan diri dari
budaya kekerasan (culture of violence) dengan menciptakan budaya damai
(culture of peace) yang menjadi tugas semua pihak baik rakyat, negara,
regional maupun dunia.
(c) Partisipasi Rakyat
Merupakan suatu persoalan hak asasi yang sangat mendesak untuk
terus diperjuangkan baik dalam dunia politik maupun dalam persoalan publik
lainnya.
(d) Hak-hak Budaya
Pada beberapa masyarakat nampak tidak dihormatinya hak-hak budaya.
Begitu juga adanya upaya dan kebijakan penyeragaman budaya oleh negara
merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak asasi budayanya.
(e) Hak Keadilan Sosial
Keadilan sosial tidak saja berhenti dengan naiknya pendapatan perkapita,
tapi justru baru berhenti pada saat tatanan sosial yang tidak adil
dijungkirbalikkan dan diganti dengan tatanan sosial yang berkeadilan.

b) Perkembangan Pemikiran HAM di Indonesia


Perkembangan pemikiran mengenai HAM di Indonesia tebagi dalam dua periode
yaitu periode sebelum kemerdekaan (1908-1945) dan periode setelah
kemerdekaan (1945-sekarang).
(1) Periode sebelum kemerdekaan (1908-1945)
Pemikiran HAM pada periode melalui organisasi pergerakan pada masa
tersebut. Dalam konteks pemikiran HAM, para pemimpin Boedi Oetomo telah
memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat
melalui petisi-petisi yang ditujukan kepada pemerintah kolonial dalam tulisan
yang dimuat dalam Goeroe Desa. Selain itu, Boedi Oetomo telah pula
memperlihatkan kepeduliannya tentang konsep perwakilan rakyat. Langkah
tersebut diambil sebagai bentuk kewajiban mempertahankan negeri di bawah
pemerintahan kolonial. Selanjutnya, pemikira HAM pada Perhimpunan Indonesia
banyak dipengaruhi tokoh organisasinya seperti Moh. Hatta, Nazir, Pamontjak,
Ahmad Soebardjo, A.A Maramis, dan lain-lain. Pemikiran itu lebih
menitikberatkan pada hak untuk menentukan nasib sendiri (the right of self-
determination). Selanjutnya, Sarekat Islam merupakan organisasi kaum santri
yang dimotori oleh H. Agus Salim dan Abdul Muis. Konsep HAM yang
dikemukakan oleh organisasi ini menekankan pada usaha-usaha untuk
memperoleh penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan
diskriminasi rasial. Selanjutnya, Partai Komunis Indonesia yang merupakan
partai yang berlandaskan pada Marxisme. Dari segi pemikiran HAM partai ini
lebih condong pada hak-hak yang bersifat sosial dan menyentuh isu-isu yang
berkenaan dengan alat-alat produksi. Organisasi yang juga konsen terhadap
HAM ada pada Indische Partij yang memiliki konsep pemikiran HAM paling yakni
hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang sama.
Bahkan, Douwes Dekker menyatakan bahwa kemerdekaan itu harus direbut.
Kemudian Partai Nasional Indonesia yang dalam konteks pemikiran HAM
mengedepankan hak untuk memperoleh kemerdekaan (the right of self
determination). Adapun pemikiran HAM dalam organisasi Pendidikan Nasional
Indonesia yang didirikan oleh Moh. Hatta setelah Partai Nasional Indonesia
dibubarkan dan merupakan wadah perjuangan yang menerapkan taktik non
kooperatif melalui program pendidikan politik, ekonomi dan sosial. Pemikiran
HAM sebelum Indonesia merdeka juga terjadi dalam perdebatan pada sidang
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
antara Soekarno dan Soepomo di stau pihak dengan Moh. Hatta dan Moh.
Yamin pada pihak lin. Perdebatan HAM yang terjadi dalam berkaitan dengan
masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak, hak untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak
berserikat, hak berkumpul, hak mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan.
(2) Periode setelah kemerdekaan (1945-sekarang)
(a) Periode 1945-1950
Pemikiran HAM pada awal kemerdekaan masih menekankan pada hak
untuk merdeka (self detemination), hak kebebasan berserikat, melalui
organisasi politik yang didirikan serta hak kebebasan untuk menyampaikan
pendapat terutama di parlemen.
(b) Periode 1950-1959
Pada periode 1950-1959 Indonesia melaksanakan sistem pemerintahan
Demokrasi Parlementer pemikiran dan aktualisasi HAM pada periode ini
mengalami “pasang” dan menikmati “bulan madu” nya kebebasan.
Indikatornya antara lain; Pertama, semakin banyak tumbuh partai politik
dengan beragam idiologinya masing-masing. Kedua, kebebasan pers
sebagai salah satu pilar demokrasi betul-betul menikmati kebebasannya.
Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokrasi berlangsung
dalam suasana kebebasan, fair dan demokratis. Keempat, parlemen atau
dewan perwakilan rakyat sebagai representasi dari kedaulatan rakyat
menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai wakil-wakil rakyat dengan
melakukan kontrol/pengawasan yang semakin efektif terhadap eksekutif.
Kelima, wacana dan pemikiran tentang HAM memperoleh iklim yang
kondusif, sejalan dengan tumbuhnya sistem kekuasaan yang memberikan
ruang kebebasan.
(c) Periode 1959-1966
Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem
demokrasi terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno terhadapsistem
demokrasi parlementer. Pada sistem ini kekuasaan terpusat pada tangan
presiden. Akibatnya Presiden melakukan tindakan inkonstitusional baik pada
tataran suprastruktur politik maupun dalam tataran infrastruktur politik.
Dalam perspektif pemikiran HAM, telah terjadi pengekangan hak asasi
masyarakat terutama hak sipil dan hak politik. Dengan kata lain telah terjadi
restriksi atau pembatasan yang ketat oleh kekuasaan, sehingga mengalami
kemunduran (set back) sebagai sesuatu yang berbanding terbalik dengan
situasi pada masa Demokrasi Parlementer.
(d) Periode 1966-1998
Terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, setelah
sebelumnya didahului dengan adanya pemberontakan G30S/PKI pada
tanggal 30 September 1966 yang diikuti dengan situasi chaos yang terjadi
hampir di seluruh wilayah Indonesia. Pergantian tampuk pimpinan nasional
ini diikuti oleh suasana pengharapan yang tinggi akan munculnya supremasi
hukum dan penghormatan terhadap HAM di Indonesia, sehingga pada masa
awal periode ini diadakan berbagai seminar tentang HAM. Dalam
kenyataannya, harapan itu tidak juga terwujud, malah pada sekitar awal
tahun 1970-an sampai dengan akhir 1980-an persoalan HAM di Indonesia
mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi dihormati, tidak dilindungi
bahkan tidak ditegakkan karena pemikiran elite penguasa pada masa itu
menganggap bahwa HAM merupakan produk Barat dan bersifat individualis,
serta bertentangan dengan paham kekeluargaan yang dianut oleh bangsa
Indonesia, meskipun begitu bukan berarti usaha untuk menegakkan HAM
menjadi stagnan tapi pada periode ini masyarakat yang dimotori oleh LSM
(Lembaga Swadaya Masyarakat) dan masyarakat akademis melakukan
berbagai upaya melalui pembentukan jaringan dan lobi internasional terkait
dengan pelanggaran HAM yang terjadi seperti kasus Tanjung Priok, kasus
Kedung Ombo, kasus DOM di Aceh, kasus di Irian Jaya, dan sebagainya.
Upaya dari masyarakat tersebut mulai memperoleh hasil saat menjelang
periode 1990-an karena pemerintah telah mulai menindaklanjuti terhadap
penegakan HAM. Salah satu sikap akomodatif dari pemerintah dalam
memenuhi tuntutan penegakan HAM yakni dengan dibentuknya Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) pada tanggal 7 Juni 1993
berdasarkan KEPRES No. 50 tahun 1993.
(e) Periode 1998-sekarang
Pergantian rezim pemerintahan membawa dampak yang sangat penting
bagi pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada periode ini
dilakukan pengkajian ulang terhadap beberapa kebijakan pemerintah orde
baru yang berlawanan dengan pemajuan dan perlindungan HAM. Demikian
pula kajian terhadap instrumen-instrumen internasional HAM ditingkatkan.
Hasilnya, banyak norma-norma hukum HAM internasional diadopsi dalam
peraturan perundang-undangan nasional. Masa ini tampaknya menandai era
diterima konsep universalisme HAM.
Strategi penegakan HAM pada periode ini melalui dua tahap: Pertama,
tahap status penentuan (prescriptive status) dimana pemerintah telah
menetapkan beberapa ketentuan perundang-undangan tentang HAM, selain
itu pemerintah menerima norma-norman internasional, baik melalui ratifikasi
maupun institusionalisasi norma-norma HAM internasional ke dalam sistem
hukum nasional. Kedua, tahap penataan aturan secara konsisten (rule
consistent behavior), tahap ini akab ditandai oleh penghormatan dan
penegakan HAM secara konsisten, baik oleh Pemerintah maupun
masyarakat.
3) Filosofi HAM
Dalam perkembangan dari HAM tidak lepas dari perkembangan pikiran
filosofis yang melatar belakanginya. Pembajhasan aspek filosofis, idiologis
mapun teoritis akan membantu memahami konsepsi perlindungan HAM di
berbagai negara. Pada tataran konseptual teoritik-filosofis hak asasi manusia
dapat ditelusuri hingga munculnya paham konstitusionalisme abad 17 dan 18,
bahkan apabila boleh diulur sampai saat manusia dalam pergaulan hidupnya
sadar akan hak yang dimilikinya, sejarah hak asasi manusia telah ada ketika
zaman purba.
Konsep mengenai HAM ini dikenal semenjak adanya teori hukum alam.
Hukum alam, menurut Marcus G. Singer merupakan satu konsep dari prinsip-
prinsip umum moral yang diakui/diyakini oleh umat manusia sendiri. Konsep
hukum alam mempunyai beberapa bentuk, ide yang pada awalnya bermula dari
konsep Yunani kuno. Pada intinya alam semesta diatur oleh hukum abadi yang
tidak pernah berubah-ubah kalau ada perbedaan (perubahan) terutama tentang
ukuran adil, selalu terkait dengan sudut pandang pendekatannya, adil menurut
hukum alam atau adil menurut hukum kebiasaan. Hukum alam (natural right)
salah satu muatannya adalah adanya hak-hak pemberian dari alam (natural
rights) karena dalam hukum alam ada sistem keadilan yang berlaku universal.
Adanya penekanan hak pada hukum alam memberi indikasi dan bukti bahwa
hukum alam memihak kepada kemanusiaan dalam bentuk hak asasi sejak
kelahiran dari manusia, hak hidup merupakan HAM pertama terkait dengan hal
tersebut, satu hal yang pasti yakni dalam hak asasi mempunyai
kedudukan/derajat utama dan pertama dalam hidup bermasyarakat karena
keberadaan hak asasi hakikatnya telah dimiliki/disandang dan melekat sejak saat
kelahirannya, seketika itu pula sudah muncul kewajiban dari manusia lain untuk
menghormatinya.
Salah satu tokoh dari hukum alam ini adalah John Locke yang berpendapat
bahwa manusia dalam keadaan bebas/state of nature, dalam hukum alam
adalah bebas dan sederajat, tetapi mempunyai hak-hak alamiah yang tidak
dapat diserahkan kepada kelompok masyarakat lainnya, kecuali lewat perjanjian
masyarakat, ketika masuk menjadi anggota masyarakat, manusia hanya
menyerahkan hak-haknya tertentu demi keamanan dan kepentingan bersama.
Masing-masing individu memiliki hak prerogatif fundamental yang didapat dari
alam. Hak tersebut merupakan bagian tak terpisahkan sebagai bagian utuh dari
kepribadiannya sebagai manusia.
a. Instrumen Internasional dan Nasional HAM
Ketentuan mengenai HAM internasional secara universal diawali dengan
Deklarasi Universal HAM yang dilakukan oleh PBB Pada Tahun 1948, yang
menurut Rene Cassin yakni salah seorang pencetus Deklarasi itu
mengemukakan bahwa Deklarasi itu berdiri di atas empat tonggak utama. Yang
pertama adalah hak-hak pribadi (hak persamaan; hak hidup, hak kebebasan,
keamanan, dan seterusnya: Pasal 3-11). Setelah itu terdapat hak-hak yang
dimiliki oleh individu dalam hubungannya dengan kelompok-kelompok sosial di
mana ia ikut serta (hak kerahasiaan kehidupan keluarga dan hak untuk kawin;
kebebasan bergerak di dalam atau di luar negara nasional; untuk memiliki
kewarganegaraan; untuk mencari tempat suaka dalam keadaan adanya
penindasan; hak-hak untuk mempunyai hak milik dan untuk melaksanakan
agama: Pasal 12-17). Kelompok ketiga ialah kebebasan-kebebasan sipil dan
hak-hak politik yang dilaksanakan untuk memberikan saham bagi pembentukan
instansi-instansi pemerintahan atau ikut serta dalam proses pembuatan
keputusan (kebebasan berkesadaran, berpikir dan menyatakan pendapat;
kebebasan berserikat dan berkumpul; hak memilih dan dipilih; hak untuk
menghubungi pemerintah dan badan-badan pemerintahan umum: Pasal 18-21).
Kategori keempat ialah tentang hak-hak yang dilaksanakan dalam bidang
ekonomi dan sosial.
Beberapa instrumen Internasional mengenai HAM yang telah dihasilkan
oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) beberapa diantaranya adalah sebagai
berikut:
a. Bertarap Regional
1. Convention Relative to The Rights of Aliens (1902). OAS Treaty Series,
Number 32. Does not contain provisions regarding entry into force.
2. International Labour Organization (ILO) Convention (Number 11)
Concerning the Rights of Association and Combination of Agriculture
Workers (1921). United Nations, Treaty Series, Vol. 38, p. 153-159 (594).
Entered into force on 11 May 1923.
3. United Nations Education, Scientific, and Cultural Organization
(UNESCO) Convention Againts Discrimination in Education (1960),
United Nations, Treaty Series, Vol. 429, p 93. Entered into force on 22
May 1962.
b. Bertarap Internasional
1. Internasional Covenant on Economic, Social and Culture Rights (1966)
Entered into force on 3 January 1976.
2. Internasional Covenant on Civil and Political Rights (1966) Entered into
force on 23 March 1976.
3. Declaration Regarding Article 41 of the International Covenant on Civil
and Political Rights (Concerning the Consider the Human Rights
Committee to Receive and Consider Communication by One State Party
Againts Another). Entered into force on 23 March 1976.
4. Optional Protocol to the International Covenant on Civil and Political
Rights (1966). Entered into force on 23 March 1976.
5. Second Optional Protocol to the International Covenant Civil and Political
Rights Aiming on the Abolition of the Death Penalty not yet into force 30
June 1990.
Ketentuan HAM nasional baik produk dari Indonesia sendiri maupun yang
berasal dari instrumen hukum internasional yang telah diratifikasi oleh bangsa
Indonesia adalah sebagai berikut:
1. TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM yang dianggap sebagai Piagam
HAM Nasional.
2. Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
3. Undang-undang Nomor 9 tahun 1998 tentang Kebebasan Menyatakan
Pendapat.
4. Undang-undang Nomor 11 tahun 1998 tentang Amandemen terhadap
Undang-undang Nomor 25 tahun 1997 tentang Hubungan Perburuhan.
5. Undang-undang Nomor 26 tahun 1999 tentang Pencabutan UU No. 11 tahun
1963 tentang Tindak Pidana Subversi.
6. Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
7. Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia sesuai
dengan yang telah diamanatkan oleh TAP MPR RI Nomor XVII/MPR/1998
tentang Hak Asasi Manusia. Diundangkan pada tanggal 23 September 1999.
8. Undang-undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia, yang merupakan tindak lanjut dari Pasal 104 undang-undang 39
tahun 1999, dan TAP MPR RI Nomor XVII/MPR/1998. Diundangkan pada
tanggal 23 November 2000.
9. Undang-undang Nomor 27 tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi, sebagai tindak lanjut dari TAP MPR RI Nomor XVII/MPR/1998,
TAP MPR RI Nomor V/MPR/2000, serta pasal 47 ayat (2). Diundangkan
pada tanggal 6 Oktober 2004.
Beberapa diantara instrumen hukum Internasional yang telah diratifikasi oleh
bangsa Indonesia sebagai berikut:
1. International Convention on the Suppresion and Punishment of the Crime of
Apartheid (1973).
2. Convention on the Elimination All Forms of Discrimination Againts Woman.
Telah disahkan dengan undang-undang Nomor 7 tahun 1984 tentang
pengesahan konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi
terhadap wanita.
3. Convention Againts Torture and other cruel, inhuman or regarding treatment
or punishment. Telah disahkan dengan undang-undang nomor 5 tahun 1998
tentang Pengesahan (Konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau
penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan mertabat
manusia)
4. ILO Convention No. 138 Concerning Minimum Age for Admission to
Employment. Telah disahkan dengan undang-undang nomor 20 tahun 1999
tentang pengesahan konvensi ILO mengenai usia minimum untuk
diperbolehkan bekerja.
5. International Convention on the Elimination of All Forms of Racial
Discrimination (1965). Telah disahkan dengan undang-undang nomor 29
tahun 1999 tentang pengesahan konvensi internasional tentang
penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial 1965.

Kategori pelanggaran HAM berat: kejahatan genoside dan kejahatan


kemanusiaan.
a. kejahatan genoside
adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa,
ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara:
1) membunuh anggota kelompok;
Yang dimaksud dengan anggota kelompok adalah seorang atau lebih
anggota kelompok.
2) mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap
anggota kelompok;
3) menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan
kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;
4) memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di
dalam kelompok, atau
5) memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke
kelompok lain.
b. kejahatan terhadap kemanusiaan
adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan
yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut
ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa:
1) pembunuhan;
adalah sebagaimana tercantum dalam pasal 340 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana.
2) pemusnahan;
yaitu dengan sengaja membuat kondisi kehidupan suatu kelompok
penduduk terhenti antara lain dengan memutus akses pangan dan obat-
obatan yang merupakan kebutuhan vital yang dapat membawa
kehancuran kehidupan kelompok tersebut.
3) perbudakan;
adalah tindakan menguasai seseorang sedemikian rupa sehingga orang-
orang tersebut yang khususnya terdiri dari wanita dan anak-anak menjadi
tidak berarti dan diperdagangkan sebagai budak.
4) pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
adalah pemindahan orang-orang secara paksa dengan cara pengusiran
atau tindakan pemaksaan yang lain dari daerah di mana mereka
bertempat tinggal secara sah, tanpa didasari oleh alasan yang diijinkan
oleh hukum internasional.
5) perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara
sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum
internasional;
6) penyiksaan;
yaitu tindakan dengan sengaja menyakiti dan menimbulkan penderitaan
yang berat, baik fisik maupun mental terhadap seseorang yang ditahan di
bawah penguasaan si pelaku. Dikecualikan terhadap mereka yang
melaksanakan sanksi pidana secara sah serta tidak melakukan
penyiksaan yang dapat menimbulkan penderitaan.
7) perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan
kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk
kekerasan lain yang setara;
8) penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang
didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya,
agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal
sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
9) penghilangan orang secara paksa;
yaitu tindakan penangkapan, penahanan, atau penyekapan orang-orang
oleh pelaku dengan kewenangan dukungan, atau persetujuan diam-diam
dari suatu negara atau suatu organisasi politik, yang diikuti penolakan
untuk mengakui perampasan kebebasan tersebut dengan maksud
memindahkan mereka dari perlindungan hukum untuk jangka waktu
tertentu.
10) kejahatan apartheid.
yaitu perbuatan tidak manusiawi yang dilakukan dalam hubungan dengan
suatu rezim kelembagaan berupa penindasan dan dominasi secara
sistematik terhadap suatu kelompok ras oleh ras lain dengan maksud
mempertahankan rezim.

Sejarah HAM

Sejarah mencatat berbagai peristiwa besar di dunia ini sebagai suatu usaha untuk
menegakkan hak asasi manusia.
Sebelum dibahas lebih mendalam mengenai hak asasi manusia di Indonesia, terlebih
dahulu kita membahas sekelumit sejarah perkembangan dan perumusan hak asasi
manusia di Dunia. Perkembangan atas pengakuan hak asasi manusia ini berjalan secara
perlahan dan beraneka ragam. Perkembangan tersebut antara lain dapat ditelusuri sebagai
berikut.
1. Hak Asasi Manusia di Yunani
Filosof Yunani, seperti Socrates (470-399 SM) dan Plato (428-348 SM) meletakkan
dasar bagi perlindungan dan jaminan diakuinya hak – hak asasi manusia. Konsepsinya
menganjurkan masyarakat untuk melakukan sosial kontrol kepada penguasa yang zalim
dan tidak mengakui nilai – nilai keadilan dan kebenaran. Aristoteles (348-322 SM)
mengajarkan pemerintah harus mendasarkan kekuasaannya pada kemauan dan kehendak
warga negaranya.
2. Hak Asasi Manusia di Inggris
Inggris sering disebut–sebut sebagai negara pertama di dunia yang memperjuangkan
hak asasi manusia. Tonggak pertama bagi kemenangan hak-hak asasi terjadi di Inggris.
Perjuangan tersebut tampak dengan adanya berbagai dokumen kenegaraan yang berhasil
disusun dan disahkan. Dokumen-dokumen tersebut adalah sebagai berikut :
MAGNA CHARTA
Pada awal abad XII Raja Richard yang dikenal adil dan bijaksana telah diganti
oleh Raja John Lackland yang bertindak sewenang–wenang terhadap rakyat dan para
bangsawan. Tindakan sewenang-wenang Raja John tersebut mengakibatkan rasa tidak
puas dari para bangsawan yang akhirnya berhasil mengajak Raja John untuk
membuat suatu perjanjian yang disebut Magna Charta atau Piagam Agung.
Magna Charta dicetuskan pada 15 Juni 1215 yang prinsip dasarnya memuat
pembatasan kekuasaan raja dan hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan
raja. Tak seorang pun dari warga negara merdeka dapat ditahan atau dirampas harta
kekayaannya atau diasingkan atau dengan cara apapun dirampas hak-haknya, kecuali
berdasarkan pertimbangan hukum. Piagam Magna Charta itu menandakan
kemenangan telah diraih sebab hak-hak tertentu yang prinsip telah diakui dan dijamin
oleh pemerintah. Piagam tersebut menjadi lambang munculnya perlindungan terhadap
hak-hak asasi karena ia mengajarkan bahwa hukum dan undang-undang derajatnya
lebih tinggi daripada kekuasaan raja.
Isi Magna Charta adalah sebagai berikut :
Raja beserta keturunannya berjanji akan menghormati kemerdekaan, hak,
dan kebebasan Gereja Inggris.
Raja berjanji kepada penduduk kerajaan yang bebas untuk memberikan hak-
hak sebagi berikut :
Para petugas keamanan dan pemungut pajak akan menghormati hak-hak
penduduk.
Polisi ataupun jaksa tidak dapat menuntut seseorang tanpa bukti dan
saksi yang sah.
Seseorang yang bukan budak tidak akan ditahan, ditangkap, dinyatakan
bersalah tanpa perlindungan negara dan tanpa alasan hukum sebagai dasar
tindakannya.
Apabila seseorang tanpa perlindungan hukum sudah terlanjur ditahan,
raja berjanji akan mengoreksi kesalahannya.
PETITION OF RIGHTS
Pada dasarnya Petition of Rights berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai hak-hak
rakyat beserta jaminannya. Petisi ini diajukan oleh para bangsawan kepada raja di
depan parlemen pada tahun 1628. Isinya secara garis besar menuntut hak-hak sebagai
berikut :
Pajak dan pungutan istimewa harus disertai persetujuan.
Warga negara tidak boleh dipaksakan menerima tentara di rumahnya.
Tentara tidak boleh menggunakan hukum perang dalam keadaan damai.

HOBEAS CORPUS ACT


Hobeas Corpus Act adalah undang- undang yang mengatur tentang penahanan
seseorang dibuat pada tahun 1679. Isinya adalah sebagai berikut :
Seseorang yang ditahan segera diperiksa dalam waktu 2 hari setelah
penahanan.
Alasan penahanan seseorang harus disertai bukti yang sah menurut hukum.
BILL OF RIGHTS
Bill of Rights merupakan undang-undang yang dicetuskan tahun 1689 dan
diterima parlemen Inggris, yang isinya mengatur tentang :
Kebebasan dalam pemilihan anggota parlemen.
Kebebasan berbicara dan mengeluarkan pendapat.
Pajak, undang-undang dan pembentukan tentara tetap harus seizin parlemen.
Hak warga Negara untuk memeluk agama menurut kepercayaan masing-
masing .
Parlemen berhak untuk mengubah keputusan raja.
3. Hak Asasi Manusia di Amerika Serikat
Pemikiran filsuf John Locke (1632-1704) yang merumuskan hak-hak alam,seperti hak
atas hidup, kebebasan, dan milik (life, liberty, and property) mengilhami sekaligus
menjadi pegangan bagi rakyat Amerika sewaktu memberontak melawan penguasa Inggris
pada tahun 1776. Pemikiran John Locke mengenai hak – hak dasar ini terlihat jelas dalam
Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat yang dikenal dengan DECLARATION OF
INDEPENDENCE OF THE UNITED STATES.
Revolusi Amerika dengan Declaration of Independence-nya tanggal 4 Juli 1776,
suatu deklarasi kemerdekaan yang diumumkan secara aklamasi oleh 13 negara bagian,
merupakan pula piagam hak – hak asasi manusia karena mengandung pernyataan “Bahwa
sesungguhnya semua bangsa diciptakan sama derajat oleh Maha Pencipta. Bahwa semua
manusia dianugerahi oleh Penciptanya hak hidup, kemerdekaan, dan kebebasan untuk
menikmati kebhagiaan.
John Locke menggambarkan keadaan status naturalis, ketika manusia telah memiliki
hak-hak dasar secara perorangan. Dalam keadaan bersama-sama, hidup lebih maju seperti
yang disebut dengan status civilis, locke berpendapat bahwa manusia yang berkedudukan
sebagai warga negara hak-hak dasarnya dilindungi oleh negara.
Declaration of Independence di Amerika Serikat menempatkan Amerika sebagai
negara yang memberi perlindungan dan jaminan hak-hak asasi manusia dalam
konstitusinya, kendatipun secara resmi rakyat Perancis sudah lebih dulu memulainya
sejak masa Rousseau. Kesemuanya atas jasa presiden Thomas Jefferson presiden
Amerika Serikat lainnya yang terkenal sebagai “pendekar” hak asasi manusia adalah
Abraham Lincoln, kemudian Woodrow Wilson dan Jimmy Carter.
Amanat Presiden Flanklin D. Roosevelt tentang “empat kebebasan” yang
diucapkannya di depan Kongres Amerika Serikat tanggal 6 Januari 1941 yakni :
Kebebasan untuk berbicara dan melahirkan pikiran (freedom of speech and
expression).
Kebebasan memilih agama sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya (freedom
of religion).
Kebebasan dari rasa takut (freedom from fear).
Kebebasan dari kekurangan dan kelaparan (freedom from want).
Kebebasan- kebebasan tersebut dimaksudkan sebagai kebalikan dari kekejaman dan
penindasan melawan fasisme di bawah totalitarisme Hitler (Jerman), Jepang, dan Italia.
Kebebasan – kebebasan tersebut juga merupakan hak (kebebasan) bagi umat manusia
untuk mencapai perdamaian dan kemerdekaan yang abadi. Empat kebebasan Roosevelt
ini pada hakikatnya merupakan tiang penyangga hak-hak asasi manusia yang paling
pokok dan mendasar.
4. Hak Asasi Manusia di Prancis
Perjuangan hak asasi manusia di Prancis dirumuskan dalam suatu naskah pada awal
Revolusi Prancis. Perjuangan itu dilakukan untuk melawan kesewenang-wenangan rezim
lama. Naskah tersebut dikenal dengan DECLARATION DES DROITS DE L’HOMME
ET DU CITOYEN yaitu pernyataan mengenai hak-hak manusia dan warga negara.
Pernyataan yang dicetuskan pada tahun 1789 ini mencanangkan hak atas kebebasan,
kesamaan, dan persaudaraan atau kesetiakawanan (liberte, egalite, fraternite).
Lafayette merupakan pelopor penegakan hak asasi manusia masyarakat Prancis yang
berada di Amerika ketika Revolusi Amerika meletus dan mengakibatkan tersusunnya
Declaration des Droits de I’homme et du Citoyen. Kemudian di tahun 1791, semua hak-
hak asasi manusia dicantumkan seluruhnya di dalam konstitusi Prancis yang kemudian
ditambah dan diperluas lagi pada tahun 1793 dan 1848. Juga dalam konstitusi tahun 1793
dan 1795. revolusi ini diprakarsai pemikir – pemikir besar seperti : J.J. Rousseau,
Voltaire, serta Montesquieu. Hak Asasi yang tersimpul dalam deklarasi itu antara lain :
1) Manusia dilahirkan merdeka dan tetap merdeka.
2) Manusia mempunyai hak yang sama.
3) Manusia merdeka berbuat sesuatu tanpa merugikan pihak lain.
4) Warga Negara mempunyai hak yang sama dan mempunyai kedudukan serta pekerjaan
umum.
5) Manusia tidak boleh dituduh dan ditangkap selain menurut undang-undang.
6) Manusia mempunai kemerdekaan agama dan kepercayaan.
7) Manusia merdeka mengeluarkan pikiran.
Adanya kemerdekaan surat kabar.
9) Adanya kemerdekaan bersatu dan berapat.
10) Adanya kemerdekaan berserikat dan berkumpul.
11) Adanya kemerdekaan bekerja,berdagang, dan melaksanakan kerajinan.
12) Adanya kemerdekaan rumah tangga.
13) Adanya kemerdekaan hak milik.
14) Adanya kemedekaan lalu lintas.
15) Adanya hak hidup dan mencari nafkah.

You might also like