Professional Documents
Culture Documents
Ruang lingkup layanan guru dalam melaksanakan profesinya, yaitu terdiri atas (1)
layanan administrasi pendidikan; (2) layanan instruksional; dan (3) layanan
bantuan, yang ketiganya berupaya untuk meningkatkan perkembangan siswa
secara optimal.
Pertama. Berusahalah tampil di muka kelas dengan prima. Kuasai betul materi
pelajaran yang akan diberikan kepada siswa. Jika perlu, ketika berbicara di muka
kelasa tidak membuka catatan atau buku pegangan sama sekali. Berbicaralah yang
jelas dan lancar sehingga terkesan di hati siswa bahwa kita benar-benar tahu segala
permasalahan dari materi yang disampaikan.
Kedua. Berlakulah bijaksana. Sadarilah bahwa siswa yang kita ajar, memiliki tingkat
kepandaian yang berbeda-beda.
Ada yang cepat mengerti, ada yang sedang, ada yang lambat dan ada yang sangat
lambat bahkan ada yang sulit untuk bisa dimengerti. Jika kita memiliki kesadaran ini,
maka sudah bisa dipastikan kita akan memiliki kesabaran yang tinggi untuk
menampung pertanyaan-pertanyaan dari anak didik kita. Carilah cara sederhana
untuk menjelaskan pada siswa yang memiliki tingkat kemampuan rendah dengan
contoh-contoh sederhana yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari
walaupun mungkin contoh-contoh itu agak konyol.
Keempat. Kendalikan emosi. Jangan mudah marah di kelas dan jangan mudah
tersinggung karena perilaku siswa. Ingat siswa yang kita ajar adalah remaja yang
masih sangat labil emasinya. Siswa yang kita ajar berasal dari daerah dan budaya
yang mungkin berbeda satu dengan yang lainnya dan berbeda dengan kebiasaan
kita, apalagi mungkin pendidikan di rumah dari orang tuanya memang kurang sesuai
dengan tata cara dan kebiasaan kita. Marah di kelas akan membuat suasana menjadi
tidak enak, siswa menjadi tegang. Hal ini akan berpengaruh pada daya nalar siswa
untuk menerima materi pelajaran yang kita berikan.
Ketujuh. Harus dapat menerima hidup ini sebagai mana adanya. Di negeri ini
banyak semboyan-semboyan mengagungkan profesi guru tapi kenyataannya negeri
ini belum mampu/mau menyejahterakan kehidupan guru. Kita harus bisa menerima
kenyataan ini, jangan membandingkan penghasilan dari jerih payah kita dengan
penghasilan orang lain/pegawai dari instansi lain. Berusaha untuk hidup sederhana
dan jika masih belum mencukupi berusaha mencari sambilan lain yang halal, yang
tidak merigikan orang lain dan tidak merugikan diri sendiri. Jangan pusingkan
gunjingan orang lain, ingatlah pepatah “anjing menggonggong bajaj berlalu.”
Kode etik guru dirumuskan sebagai hasil kongres PGRI XIII pada 21-25 November 1973
di Jakarta.
Kode etik guru dapat diartikan sebagai aturan tata susila keguruan yang berkaitan dengan
baik dan tidak baik menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku seperti kesopanan, sopan
santun dan keadaban.
Sedangkan maksud dan tujuan diadakannya kode etik ialah untuk menjamin agar tugas
pekerjaan keprofesian itu terwujud sebagaimana mestinya dan kepentingan semua pihak
terlindungi sebagaimana layaknya. Dengan adanya kode etik guru dapat dijadikan
pedoman agar terhindar dari segala bentuk penyimpangan.
Adapun rumusan kode etik yang merupakan kerangka pedoman guru dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya itu sesuai dengan hasil Kongres PGRI XIII,
yang terdiri dari sembilan item berikut ini:
Maksud dari rumusan ini, sesuai dengan roeping-nya, guru harus mengabdikan dirinya
secara ikhlas untuk menuntun dan mengantarkan anak didik seutuhnya, baik jasmani
maupun rohani, baik fisik maupun mental agar menjadi insan pembangunan yang
menghayati dan mengamalkan serta melaksanakan berbagai aktivitasnya dengan
mendasarkan pada sila-sila dalam Pancasila. Guru harus membimbing anak didiknya
kearah hidup yang selaras, serasi dan seimbang.
Berkaitan dengan item ini, maka guru harus mampu mendesain program pengajaran
sesuai dengan keadaan dan kebutuhan setiap diri anak didik. Yang lebih penting lagi guru
harus menerapkan kurikulum secara benar, sesuai dengan kebutuhan anak didik.
Kurikulum dan program pengajaran untuk tingkat SD harus juga diterapkan di SD,
kurikulum untuk tingkat perguruan tinggi harus juga diterapkan untuk perguruan tinggi
dan begitu seterusnya. Bukan asal gampangnya saja, kurikulum dan program untuk SMP
dapat digunakan di SD, di SMA dan bahkan digunakan untuk perguruan tinggi. Hal
semacam ini berarti guru sudah melanggar kejujuran professional.
Dalam kaitan belajar-mengajar, guru perlu mengadakan komunikasi dan hubungan baik
dengan anak didik. Hal ini terutama agar guru mendapat informasi secara lengkap
mengenai diri anak didik. Dengan mengetahui keadaan dan karakteristik anak didik ini,
maka akan sangat membantu bagi guru dan siswa dalam upaya menciptakan proses
belajar-mengajar yang optimal. Untuk ini ada hal-hal yang perlu diperhatikan, yakni:
1) segala bentuk kekakuan dan ketakutan harus dihilangkan dari perasaan anak didik,
tetapi sebaliknya harus dirangsang sedemikian rupa sehingga sifat terbuka, berani
mengemukakan pendapat dan segala masalah yang dihadapinya.
2) Semua tindakan guru terhadap anak didik harus selalu mengandung unsur kasih
sayang, ibarat orang tua dengan anaknya. Guru harus bersifat sabar, ramah, terbuka.
3) Diusahakn guru dan anak didik dalam satu kebersamaan orientasi agar tidak
menimbulkan suasana konflik. Sebab harus dimaklumi bahwa sekolah atau kelas
merupakan kumpulan subjek-subjek yang heterogen, sehingga keadaannya cukup
kompleks.
Kemudian yang harus diingat oleh guru adalah dalam mengadakan komunikasi.
Hubungan yang harmonis dengan anak didik itu tidak boleh disalahgunakan. Dengan sifat
ramah, kasih sayang dan saling keterbukaan dapat diperoleh informasi mengenai diri
anak didik secara lengkap. Ini semata-mata demi kepentingan belajar anak didik, tidak
boleh untuk kepentingan guru, apalagi untuk maksud-maksud pribadi guru itu sendiri.
Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah, maksudnya bagaimana guru itu dapat
menciptakan kondisi-kondisi optimal, sehingga anak itu merasa belajar, harus belajar,
perlu dididik dan perlu bimbingan. Usaha menciptakan suasana kehidupan sekolah
sebagaimana dimaksud di atas, akan menyangkut dua hal.
Pertama, yang berkaitan dengan proses belajar-mengajar di kelas secara langsung. Untuk
ini meliputi hal-hal berikut:
a) adanya keterikatan antara guru dengan anak didik, anak didik dengan anak didik;
Kedua, menciptakan kehidupan sekolah dalam arti luas, yakni meliputi sekolah secara
keseluruhan. Dalam hubungan ini dituntut adanya hubungan baik dan interaksi antara
guru dengan guru, guru dengan anak didik, guru dengan pegawai, pegawai dengan anak
didik. Dengan demikian, memang dituntut adanya keterlibatan semua pihak di dalam
lembaga kependidikan, sehingga dapat menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar.
Sesuai dengan tri pusat pendidikan, masyarakat ikut bertanggung jawab atas pelaksanaan
pendidikan. Oleh karena itu, guru juga harus membina hubungan baik dengan
masyarakat, agar dapat menjalankan tugasnya sebagai pelaksana proses belajar mengajar.
Dalam hal ini mengandung dua dimensi penglihatan, yakni masyarakat di sekitar sekolah
dan masyarakat yang lebih luas. Dilihat dari segi masyarakat di sekitar sekolah, bagi guru
sangat penting untuk selalu memelihara hubungan baik, karena guru akan mendapat
masukan, pengalaman serta memahami berbagai kejadian atau perkembangan masyarakat
itu. Hal ini dapat dimanfaatkan sebagai usahabangan sumber belajar yang lebih mengena
demi kelncaran proses belajar mengajar. Sebagai contoh guru yang sedang menerangkan
sesuatu pelajaran, kemudian untuk memperjelas dapat diberikan ilustrasi dengan
beberapa perkembangan yang terjadi di masyarakat sekitar. Di samping itu, kalau sekolah
mengadakan berbagai kegiatan, sangat memerlukan kemudahan dari masyarakat sekitar.
Selanjutnya kalau dilihat dari masyarakat secara luas, keterikatan atau hubungan baik
guru dengan masyarakat itu akan mengembangkan pengetahuan guru tentang persepsi
kemasyarakatan yang lebih luas. Misalnya tentang budaya masyarakat dan bagaiamana
masyarakat sebagai pemakai lulusan.
e) Melakukan supervisi dialog dan konsultasi dengan guru-guru yang sudah lebih
senior.
c) Mengsdakan kegiatan diskusi dan saling tukar pikiran dengan teman sejawa
terutama yang berkait dengan peningkatan mutu profesi.
g. Guru menciptakan dan memelihara hubungan antar sesama guru baik berdasarkan
lingkungan kerja maupun di dalam lingkungan keseluruhan.
Kerja sama dan pembinaan hubungan anatar guru di lingkungan tempat kerja, merupakan
upaya yang sangat penting. Sebab dengan pembinaan kerja sama anatarguru disuatu
lingkungan kerja akan dapat meningkatkan kelancaran mekanisme kerja, bahkan juga
sebagi langkah-langkah peningkatan mutu profesi guru secara keseluruhan, termasuk
guru-guru di luar lingkungan tempat kerja. Hal ini dapat memberi masukan dan
menambah pengalaman masing-masing guru, karena mungkin perkembangan di suatu
daerah berbeda dengan perkembangan daerah lain (studi komparasi).
Salah satu ciri profesi adalah dimilikinya organisasi profesional. Begitu juga guru sebagai
tenaga profesional kependidikan, juga memiliki organisasi profesional. Di Indonesia,
wadah atau organisasi profesional itu adalah PGRI, atau juga ISPI. Untuk meningkatkan
pelayanan dan sarana pengabdiannya, organisasi itu harus terus dipelihara, dibina bahkan
ditingkatkan mutu dan kekompakan. Sebab dengan peningkatan mutu organisasi berarti
akan mampu merencanakan dan melaksanakan program yang bermutu dan yang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat.karena itu organisasi PGRI dan ISPI harus lebih
ditingkatkan dan perlu setiap kali mengadakan pertemuan antar para guru di berbagai
daerah atau mungkin secara nasional. Dalam pertemuan itu dibicarakan program yang
bermanfaat, terutama bagaimana upaya meningkatkan mutu organisasi tersebut.
Peningkatan mutu organisasi profesional itu, disamping untuk melindungi kepentingan
anggota (para guru) juga sebagai wadah kegiatan pembinaan dan peningkatan mutu
profesionalisme guru.
i. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah
dalam bidang pendidikan.
Guru adalah bagian warga negara dan warga masyarakat yang merupakan aparat
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud), atau aparat pemerintah di bidang
pendidikan. Pemerintah c.q. departemen pendidikan dan kebudayaan sebagai pengelola
bidang pendidikan sudah pasti memiliki ketentuan-ketentuan yang merupakan policy,
agar pelaksanaannya dapat terarah.
Guru sebagai aparat departemen pendidikan dan pelaksana langsung kurikulum dan
proses belajar mengajar, harus memahami dan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang
telah digariskan oleh pemerintah mengenai bagaimana menangani persoalan-persoalan
pendidikan. Dengan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah ditentukan itu,
diharapkan proses pendidikan berjalan lancar sehingga bisa menopang pelaksanaan
pembangunan bangsa secara integral.
Dengan memahami sembilan butir kode etik guru seperti diuraikan di atas, diharapkan
guru mampu berperan secara aktif dalam upaya memberikan motivasi kepada subjek
belajar yang dihadapi oleh anak didik/subjek belajar berarti akan dapat dipecahkan atas
bimbingan guru dan kemampuan serta kegairahan mereka sendiri. Dengan deimikian,
kegiatan belajar-mengajar akan berjalan dengan baik
Budaya Kerja adalah suatu falsafah dengan didasari pandangan hidup sebagai nilai-nilai
yang menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam suatu
kelompok dan tercermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan
serta tindakan yang terwujud sebagai kerja. (Sumber : Drs. Gering Supriyadi,MM dan
Drs. Tri Guno, LLM )
Budaya kerja memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku SDM yang ada
agar dapat meningkatkan produktivitas kerja untuk menghadapi berbagai tantangan di
masa yang akan datang.